Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

MATA KULIAH:
EKOLOGI EKOSISTEM LAHAN BASAH

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. YUSNI IKHWAN SIREGAR, M.Sc
Prof. Dr. SUKENDI, M.Si
Prof. RASOEL HAMIDI, M.Si
DR. IR. EFRIYELDI, MS.i

OLEH :
INDRA FUADI (2210347943)
RAGIL TRIBHAKTI HUTOMO (2210348017)
YETTI ELFINA (2210347942)

PROGRAM DOKTOR ILMU LINGKUNGAN


PASCASARJANA UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan basah merupakan daerah peralihan antara sistem perairan dan


daratan yang dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat
alami di Indonesia telah banyak mengalami perubahan salah satunya lahan basah
yang telah menjadi tipe habitat yang paling terancam kelestariannya. Beberapa
diantaranya telah diubah menjadi lahan pemukiman untuk penduduk dan lahan
pertanian, atau menjadi sawah atau tambak. Keanekaragaman hayati di lahan
basah sangat tinggi. Mereka menjadi tempat tinggal bagi berbagai spesies
tumbuhan dan hewan yang beradaptasi dengan lingkungan yang lembap. Lahan
basah menyediakan habitat penting bagi burung air, ikan, amfibi, serangga, dan
mamalia, serta organisme mikro yang berperan dalam proses ekologi.
Keberagaman spesies di lahan basah berkontribusi pada stabilitas ekosistem dan
berperan dalam berbagai fungsi ekosistem (Mitsch, W.J., & Gosselink, J.G. 2015).
Lahan basah di seluruh dunia menghadapi tekanan dan ancaman. Kegiatan
manusia, seperti penggundulan hutan, pembuatan tambak, pencemaran, dan
perubahan penggunaan lahan, telah menyebabkan kerusakan dan degradasi
ekosistem lahan basah. Hilangnya lahan basah berdampak negatif pada
keanekaragaman hayati, kualitas air, dan layanan ekosistem yang mereka berikan
(Zedler, J.B., & Kercher, S. 2005). Ekosistem lahan basah di wilayah Pambang
yang merupakan daerah pesisir Bengkalis mencakup lahan basah air asin (marine),
payau (brackish-water) dan air tawar (freshwater). Lahan basah di sepanjang
wilayah Pambang memiliki potensi sumberdaya alam yang besar dan selalu
dieksploitasi demi memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan kesehatan
masyarakat. Sehingga diperlukan suatu upaya konservasi lahan basah di daerah
tersebut yang tidak saja berfungsi sebagai penyangga proses ekologi dan
pelestarian sumberdaya alam, namun juga pemanfaatan sumberdaya alam tersebut
untuk kesejahteraan masyarakat secara luas yang lebih effisien dan berkelanjutan.

1
B. Tujuan Praktikum
Kunjungan lapangan ke kawasan ekosistem lahan basah coastal Pesisir Pambang
Bengkalis ini bertujuan
1. Mengidentifikasi dan menemukenali flora dan fauna yang masih eksis di
ekosistem kawasan lahan basah Pesisir Pambang Bengkalis
2. Menganalisis faktor biotik dan abiotik kawasan
3. Menganalisis potensi yang ada di kawasan Pesisir Pambang Bengkalis
4. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di kawasan
Pesisir Pambang Bengkalis berdasarkan tipologi baik ekologi, ekonomi
dan social budaya ekosistem lahan basah

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lahan Basah

Lahan (land) atau sumber daya lahan (land resources) adalah lingkungan
fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada
diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan tanah. Dalam hal ini
tanah juga mengandung pengertian ruang atau tempat. Sumberdaya tanah
merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia karena sumberdaya alam diperlukan dalam setiap kehidupan. Lahan
basah dapat diartikan sebagai suatu wilayah genangan atau wilayah penyimpanan
air, memiliki karakteristik terresterial dan aquatic (Harianto, 2017). Lahan basah
berdasarkan konvensi Ramsar adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut,
dan perairan tetap atau sementara dengan air tergenang atau mengalir baik tawar,
payau, atau asin termasuk wilayah perairan laut dengan kedalaman tidak lebih dari
6 m pada waktu surut. Lahan basah memiliki karakter khusus yang identik dengan
air. Oleh karena itu, sistem penataan lahan dan penentuan jenis komoditas di lahan
basah sangat bergantung pada tipe lahan dan kondisi airnya. Luas lahan basah di
Indonesia diperkirakan 20,6 juta ha atau sekitar 10,8 dari luas daratan Indonesia
(Rahmawaty et al. 2014).
Sebagian besar lahan basah dimanfaatkan masyarakat untuk budi daya
tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, disusul tanaman pangan meliputi
padi, jagung, selanjutnya tanaman hortikultura buah. Sekitar 9,53 juta lahan basah
di Indonesia berpotensi untuk lahan pertanian, dengan rincian 6 juta ha berpotensi
untuk tanaman pangan dan 4,186 juta ha telah direklamasi untuk berbagai
penggunaan terutama transmigrasi (Razak, A., 2007). Luasnya lahan basah yang
telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pemukiman menjadikan lahan ini
dapat mengalami kerusakan jika tidak dikelola dengan tepat dan terpadu.
Penggunaan lahan basah harus direncanakan dan dirancang secara cermat dengan
asas tata guna lahan berperspektif jangka Panjang. Lahan basah menjadi sangat

3
peka terhadap perubahan yang dilakukan manusia karena lahan basah memiliki
peran penting bagi kehidupan manusia dan margasatwa lainnya. Fungsi lahan
basah tidak hanya untuk sumber air minum dan habitat beraneka ragam makhluk,
tapi memiliki fungsi ekologis seperti pengendali banjir, pencegah intrusi air laut,
erosi, pencemaran, dan pengendali iklim global (Hardjoamidjojo & Setiawan
2001).
B. Klasifikasi Lahan basah

Adanya variasi kondisi dan karakteristik dalam lahan basah menjadikannya


habitat yang unik dan berperan penting dalam menyediakan layanan ekosistem
yang beragam. Lahan basah dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai
kriteriaberdaarkan, asal air, hidrologi, jenis vegetasi, dan ketersediaan air (Tiner,
R.W. 2013).
1. Berdasarkan asal air
a. Lahan basah tergenang (lentic)
Lahan basah ini menerima air dari hujan, sungai, atau sumber air
permukaan lainnya. Contohnya termasuk danau, kolam, dan rawa-
rawa tergenang.
b. Lahan basah mengalir (lotic)
Lahan basah ini menerima aliran air yang bergerak seperti sungai,
anak sungai, dan parit.
2. Berdasarkan hidrologi
a. Lahan basah permanen
Lahan basah ini memiliki air yang tersedia sepanjang tahun dan
biasanya memiliki vegetasi yang khas seperti mangrove atau rawa
gambut.
b. Lahan basah periodik
Lahan basah ini memiliki pola air yang berubah-ubah seiring dengan
musim, dengan periode banjir dan kekeringan yang terjadi secara
periodik.

4
c. Lahan basah musiman: Lahan basah ini hanya memiliki air selama
musim hujan atau ketika air sungai meluap.
3. Berdasarkan jenis vegetasi
a. Lahan basah air tawar
Lahan basah ini didominasi oleh tumbuhan yang teradaptasi dengan
air tawar, seperti rumput air, ganggang, dan tumbuhan air lainnya.
b. Lahan basah payau
Lahan basah ini terletak di wilayah peralihan antara air tawar dan air
asin, dan didominasi oleh tumbuhan yang toleran terhadap kadar
garam yang tinggi, seperti rumput payau dan mangrove.
c. Lahan basah air asin
Lahan basah ini terletak di dekat pantai dan terkena pengaruh air asin,
dengan tumbuhan yang mampu bertahan dalam kondisi salinitas yang
tinggi.
4. Berdasarkan ketersediaan air
a. Lahan basah lembap
Lahan basah ini memiliki kelebihan air secara
terus-menerus, tetapi tidak selalu tergenang.
b. Lahan basah jenuh air
Lahan basah ini memiliki tanah yang selalu jenuh dengan air, baik di
permukaan maupun di bawah permukaan.

C. Manfaat Lahan Basah

Keberadaan ekosistem lahan basah memiliki peran dan fungsi penting


dalam proses keseimbangan alam khususnya di bumi. Fungsi ekologis serta fungsi-
fungsi lainnya menunjukkan adanya hubungan ketergantungan antara manusia
dengan lingkungannya. Pada awalnya masyarakat yang tinggal dekat dengan
ekosistem lahan basah beranggapan bahwa keberadaan lahan basah seperti rawa-
rawa, hutan bakau, hutan air payau tidak memiliki manfaat dan keuntungan bagi
masyarakat, karena memiliki resiko tinggi. Sebagai contoh keberadaan ekosistem
lahan basah berpotensi mengakibatkan timbulnya penyakit seperti malaria dari

5
nyamuk yang tinggal di rawa-rawa atau serangan hewan liar seperti ular, buaya,
serta jenis lain, kadang-kadang datang ke perkampungan penduduk yang tinggal di
sekitar daerah rawa.Sehingga keberadaan ekosistem lahan basah kurang
bermanfaat serta tidak menarik untuk didatangi ataupun dimanfaatkan oleh
masyarakat (Harianto, 2017).
Pada akhirnya pandangan mengenai ekosistem lahan basah yang
sebelumnya tidak memiliki manfaat dan keuntungannya, kini terlihat betapa
besarnya arti keberadaan ekosistem lahan basah bagi kehidupan mahluk hidup
yang tinggal di dalamnya. Sebagai contoh ekosistem lahan basah yang memiliki
manfaat secara ekologis, seperti daerah rawa-rawa ternyata merupakan tempat
penyerapan air sehingga bila hujan datang maka daerah ini sangat menguntungkan
bagi resapan air hujan. Jika rawa-rawa dihancurkanakan menyebabkan air hujan
tidak tertampung dan terserap yang dapat mengakibatkan timbulnya banjir. Selain
itu ternyata rawa-rawa atau beberapa jenis lahan basah lainnya berfungsi menjadi
habitat beberapa spesies flora dan fauna.Sehingga mampu untuk mendukung
peningkatan populasi bagi flora dan fauna yang cenderung punah. Menurut
konfrensi Ramsar tahun 2013, selain memiliki manfaat secara ekologis, ekosistem
lahan basah memiliki manfaat dalam berbagai bidang kehidupan, yaitu :

1. Manfaat Lahan Basah dalam Segi Ekologis


a. Membantu menyerap unsur-unsur hara yang penting serta bahan
makanan yang berguna bagi mahluk hidup sekitarnya.
b. Menyediakan air sepanjang tahun khususnya ke akuifer (pengisian
kembali air tanah) dan lahan basah lain.
c. Mengendalikan terjadinya luapan air pada musim penghujan.
d. Menjernihkan air buangan serta dapat menyerap bahan-bahan polutan
dengan kapasitas tertentu.
e. Mencegah intrusi air asin.
f. Membantu melindungi daerah pantai dari aktivitas gelombang dan
badai.
g. Mengendalikan erosi serta mampu menahan lumpur

6
h. Penting untuk konservasi khususnya siklus air.
2. Manfaat Lahan Basah dalam Segi Ekonomis
a. Sumber produk alami dalam dan di luar lahan.
b. Sebagai habitat yang banyak memberikan spesies flora dan fauna yang
dapat dimanfaatkanuntuk pengobatan tradisionil penduduk.
c. Sebagai sumber makanan.
d. Produksi energi.
3. Manfaat Lahan Basah dalam Segi Pariwisata
a. Kesempatan untuk memberikan rekreasi.
b. Obyek turisme.
c. Dapat dijadikan suaka alam dan kawasan perlindungan
4. Manfaat Lahan Basah dalam Segi Ilmiah
a. Penelitian ekosistem lahan basah.
b. Observasi spesies flora dan fauna.

Menurut MEA (Millennium Ecosystem Assessment) tahun 2005, peran


ekosistem lahan basah dalam membantu proses keseimbangan alam secara alami
antara mahluk hidup dengan lingkungannya. pada prinsipnya penggunaan lahan
basah untuk kepentingan kegiatan tertentu harus memiliki batas tertentu, artinya
penggunaan lahan ini tentu saja tidak sampai merusak atau mengubah ekosistem
yang ada. Karena itu kawasan lahan basah yang masih alami dan mempunyai nilai
yang tinggi memiliki arti penting bagi kehidupan mahluk hidup yang bergantung
pada ekosistem ini. Sebagai contoh adalah lahan basah sebagai habitat spesies
burung dimana ekosistem ini merupakan tempat untuk mencari makan, minum,
istirahat, dan berkembang biak spesies burung. Populasi burung pada lahan basah
pada saat ini mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya aktivitas
manusia
Kondisi ekosistem alami yang terus mengalami tekanan menyebabkan
perlu segera dilakukannya upaya-upaya konservasi mengingat tekanan terhadap
lingkungan lahan basah semakin tinggi karena adanya tuntutan kebutuhan manusia
untuk memperluas penggunaan lahan bagi kepentingannya. Berdasarkan hal inilah

7
maka lahan basah merupakan bagian penting dari habitat flora dan fauna serta
memiliki keterkaitannya dengan manusia yang tinggal di sekitar kawasan tersebut
dan karenanya perlindungan harus dilakukan secara global serta perlu adanya
kebijakan yang mengatur tata kelola ekosistem lahan basah sehingga
keberadaannya dapat dipertahankan dan dijaga dengan baik (Finlayson, C.M.,
1999).

D. Dampak Kerusakan Lahan Basah

Upaya perlindungan, restorasi, dan pengelolaan yang berkelanjutan dari


lahan basah sangat penting untuk mengurangi dampak kerusakan dan
mempertahankan manfaat ekosistem yang berharga. Kerusakan lahan basah
memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan dan manusia. Berikut
adalah beberapa dampak dari kerusakan lahan basah (Davidson, N.C. 2014):

1. Kehilangan keanekaragaman hayati


Lahan basah adalah habitat yang penting bagi banyak spesies tumbuhan
dan hewan. Kerusakan lahan basah dapat menyebabkan hilangnya habitat
dan kehilangan keanekaragaman hayati. Banyak spesies yang tergantung
pada lahan basah untuk kehidupan mereka menjadi terancam punah akibat
kerusakan tersebut.
2. Hilangnya fungsi hidrologis
Lahan basah berperan sebagai penampung air alami yang mampu menahan
banjir dan mengatur aliran air. Kerusakan lahan basah dapat mengganggu
siklus hidrologi alami, menyebabkan banjir yang lebih sering dan intens,
serta kekeringan pada musim kemarau.
3. Perubahan iklim
Lahan basah, terutama lahan basah gambut, menyimpan sejumlah besar
karbon. Kerusakan lahan basah dapat memicu pelepasan karbon ke
atmosfer, yang berkontribusi pada perubahan iklim global. Selain itu,
hilangnya lahan basah juga mengurangi kemampuan ekosistem untuk
menyerap karbon dioksida dari udara.

8
4. Hilangnya layanan ekosistem
Lahan basah memberikan berbagai layanan ekosistem yang penting bagi
manusia, seperti penyediaan air bersih, penyangga banjir, penyaring
polutan, dan tempat rekreasi. Kerusakan lahan basah mengurangi
kemampuan ekosistem untuk memberikan layanan ekosistem ini, yang
dapat berdampak negatif pada kesejahteraan manusia.
5. Gangguan mata pencaharian
Masyarakat yang bergantung pada lahan basah untuk mata pencaharian
seperti perikanan, pertanian padi, dan pengumpulan bahan alam, terkena
dampak langsung dari kerusakan lahan basah. Kerusakan lahan basah
dapat mengurangi ketersediaan sumber daya alam dan mengancam
keberlanjutan mata pencaharian tradisional.
6. Hilangnya mitigasi bencana
Lahan basah berperan dalam mengurangi dampak bencana alam, seperti
banjir dan badai. Kerusakan lahan basah menghilangkan perlindungan
alami yang disediakan oleh ekosistem tersebut, meningkatkan risiko
bencana bagi masyarakat di sekitarnya.

9
BAB III
METODOLOGI

A. Lokasi Praktikum

Pratikum Lapangan Ekologi Ekosistem Lahan Basah dilakukan di Desa


Teluk Pambang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Pratikum diselenggarakan
selama 3 hari mulai dari tanggal 2 Juni 2023 hingga 4 Juni 2023.

Gambar 1. Peta Prioritas Kegiatan Pemulihan Ekosistem Mangrove

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunaan dalam praktikum lapangan Ekologi Ekosistem
Lahan Basah yaitu :

10
1) Alat ukur diameter pohon (meteren kain)
2) Alat ukur Pengukuran kadar keasaman/ Cond/TDS/Salt /Temp air
mangrove dengan alat PH Meter
3) Alat ukur kerapatan mangrove dengan menggunakan Teknik plot.
4) Alat ukur intensitas cahaya di suatu tempat dengan Lux Meter
5) Alat ukur kadar/ konsentrasi bahan terlarut dengan Refractometer
6) Alat ukur Free & Total Chlorine Meter AMT25 dengan Klorin Meter
7) Alat ukur pemetaan lokasi ( tali rafiah)
8) Kamera
9) GPS
10) Drone
11) Alat Tulis

C. Prosedur kerja / Praktikum

Prosedur kerja praktikum lapangan dibagi menjadi 2 kelompok pratikum yang


masing masing kelompok memiliki tugas perorang dan tugas kelompok, sebagai
berikut :

1. Tugas Perorangan
Tugas perorang diberikan kepada tiap-tiap individu didalam kelompoknya
masing-masing yaitu :
a. Melakukan pengamatan dan identfikasi Jenis dan Tipe buah
Mangrove
b. Mengidenfikasi jenis-jenis Fauna pada Ekosistem Lahan Basah
c. Deskripsi Lokasi Praktikum, batasan wilayah-wilayah dengan desa
tetangga.
d. Mengidentifikasi Tipe Perakaran Mangrove di lapangan.
e. Menganalisis potensi pemanfaatan Lahan Basah yang ada dikawasan
pesisir Pambang Bengkalis
f. Mengamati dan Mengidentfikasi jenis-jenis kerusakan ekosistem
Lahan Basah dikawasan pesisir Pambang bengkalis

11
g. Menganalisis faktor Abiotik (pasang surut air laut, lumpur berpasir,
ombak laut, pantai yang landai) di Kawasan Pambang.
h. Mengidentifikasi vegetasi Ekosistem meliputi pepohonan, semak pada
lahan basah Pesisir Pambang Bengkalis.
i. Wawancara dengan Masyarakat, nelayan, pemerintah, dan pengelola
Lahan Basah di Kawasan Pambang
2. Tugas Kelompok
Tugas ini dilakukan oleh semua kelompok pratikum lapangan secara
Bersama-sama , yaitu :
a. Pengukuran kerapatan mangrove dengan menggunakan Teknik plot.
b. Pengukuran kadar keasaman/ Cond/TDS/Salt /Temp air mangrove
dengan alat PH Meter
c. Pengukuran mengukur besarnya intensitas cahaya di suatu tempat
dengan Lux Meter
d. Mengukur kadar/ konsentrasi bahan terlarut dengan Refractometer
e. Pengukuran Free & Total Chlorine Meter AMT25 dengan Klorin
Meter

D. Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan analisa deskriptif berdasarkan informasi


yang dihimpun baik dari pengamatan langsung, studi literature maupun dari hasil
wawancara dari pihat terkait.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

13
DAFTAR PUSTAKA

Davidson, N.C. (2014). How Much Wetland Has the World Lost? Long-term and
Recent Trends in Global Wetland Area. Marine and Freshwater Research,
65(10), 934-941.
Finlayson, C.M., Davidson, N.C., Spiers, A.G., & Stevenson, N.J. (Eds.). (1999).
Global Review of Wetland Resources and Priorities for Wetland
Inventory. Supervising Scientist Report 159. Supervising Scientist,
Canberra, Australia.
Hardjoamidjojo S, Setiawan BI. 2001. Pengembangan dan Pengelolaan Air di
Lahan Basah. Buletin Keteknikan Pertanian. 15(1): 4047.
Harianto SP, Bainah SD. Biodiversitas fauna di kawasan lahan basah. Lampung:
Buku Ajar Biologi Konservasi; 2017
Millennium Ecosystem Assessment. (2005). Ecosystems and Human Well-being:
Wetlands and Water Synthesis. World Resources Institute.
Mitsch, W.J., & Gosselink, J.G. (2015). Wetlands (5th ed.). John Wiley & Sons.
Rahmawaty, Rauf A, Siregar AZ. 2014. Kajian Sebaran Lahan Gambut sebagai
Lahan Padi di Pantai Timur Sumatera Utara. Warta Konservasi Lahan
Basah Wetlands International-Indonesia. 22(3): 1011.
Ramsar Convention Secretariat. (2013). The Ramsar Convention Manual: A
Guide to the Convention on Wetlands (Ramsar, Iran, 1971) (6th ed.).
Ramsar Convention Secretariat.

14
Razak, A., 2007. Peranan Lahan Basah (Wetlands) Dalam Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada
Tiner, R.W. (2013). Wetland Indicators: A Guide to Wetland Identification,
Delineation, Classification, and Mapping (2nd ed.). CRC Press.
Zedler, J.B., & Kercher, S. (Eds.). (2005). Wetland Ecology and Management:
Case Studies. Springer Science & Business Media.

15

Anda mungkin juga menyukai