Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penilaian Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan
OLEH
1506050056
JURUSAN BIOLOGI
KUPANG
2018
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul Laporan PKL : Pengaruh Lingkungan Terhadap Pemilihan Lokasi
Bertelur Penyu Lekang (Lepidochelys olivaceae) di TWA
Pulau Menipo
Nim : 1506050056
Jurusan : BIOLOGI
Menyetujui
Mengetahui
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas perkenannya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur dan dapat
menyelesaikan Laporan PKL ini dengan judul : “Pengaruh Lingkungan
Terhadap Pemilihan Lokasi Bertelur Penyu Lekang (Lepidochelys olivaceae)
di TWA Manipo”.sebagai salah satu syarat akademik dan menggenapi Sistem
Kredit Semester (KRS) pada jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknik
Universitas Nusa Cendana Kupang.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN .......................................................................................... i
olivachea ...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil pengamatan ............................................................................................... 19
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Penyu merupakan jenis reptil laut yang hidup di daerah tropis dan
subtropis. Jenis penyu yang sering dijumpai di perairan Indonesia adalah penyu
hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbracata), penyu lekang
(Lepidochelys olivacea), penyu tampayan (Caretta caretta), penyu pipih (Natator
depressus) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea) (Romimohtarto dan
Juwana, 2007).
Besarnya manfaat yang dapat diambil dari seekor penyu juga dapat
membahayakan keberadaan dan kelestarian penyu, apabila dalam pemanfaatannya
dilakukan tanpa terkendali. Faktor utama yang memengaruhi penurunan populasi
penyu lekang, yaitu adanya penangkapan penyu dewasa untuk dimanfaatkan
daging, cangkang, dan pengambilan telur penyu di sarang alami. Untuk menjaga
tercapainya kelestarian Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), maka kegiatan
pengelolaan yang tepat sangat diperlukan.
Kondisi fisik pantai yang perlu diperhatikan untuk tempat penyu bertelur
antara lain, kemiringan pantai, lebar dan panjang pantai, kadar air, dan komposisi
butiran pasir pantai sedangkan kondisi biologis yang perlu diperhatikan antara lain
jenis vegetasi yang mendominasi di pantai peneluran dan disukai oleh Penyu
Lekang (Lepidochelys olivacea) sebagai lokasi pembuatan sarang (Yayasan Alam
Lestari, 2000).
Penyu lekang memiliki salah satu lokasi peneluran di NTT. Oleh karena
itu guna menyikapi problematika perburuan penyu, pemerintah NTT dan
pemerintah pusat telah mengambil langkah tepat dengan membuat daerah
konservasi penyu yang terletak di Taman Wisata Alam (TWA) Menipo. Taman
Wisata Alam Pulau Menipo merupakan TWA yang terletak di Desa Enoraen Kab
Kupang. TWA ini memiliki pantai pasir putih yang indah, landai dan garis pantai
yang panjang serta memiliki hutan pantai yang ditumbuhi cemara laut (Casuarina
equisetifolia) dan lontar (Borrassus flabelifer), sehingga menjadi habitat ideal
bagi penyu untuk mendarat dan bertelur. Hal inilah yang sangat mendukung
penulis dalam memilih judul “PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP
PEMILIHAN LOKASI BERTELUR PENYU LEKANG (Lepidochelys
olivachea) DI TWA PULAU MENIPO”.
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Habitat
Habitat merupakan faktor paling penting untuk kehidupan satwa liar dan
kualitas habitat berpengaruh langsung terhadap perilaku dan populasinya. Suatu
organisme tidak hanya menduduki ruang fisik habitat saja, tetapi juga mempunyai
peranan fungsional didalam lingkungannya. Bagaimana organisme tersebut
merubah energi yang ada, bertingkah laku dan tanggap terhadap perubahan
lingkungan fisik serta biotik dan bagaimana organisme lain menjadi kendala
baginya (Odum, 1993). Oleh sebab itu satwa sangat bergantung pada faktor-faktor
lingkungan yang di perlukan dalam kehidupan antara lain iklim, substrat dan
vegetasi sehingga memungkinkan satwa dapat mempertahankan hidupnya dan
tidak berpindah ke tempat lain (Sulthoni, 1986).
a. Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Sauropsida
Order : Testudinata
Family : Cheloniidae
Genus : Lepidochelys
b. Ciri-ciri Morfologi
Spesies ini mudah dikenali dengan tubuhnya yang agak datar, kepalanya
besar dengan dua pasang sisik prefontal (sisik yang ada di kanan dan kiri mata).
Warna tubuh bagian atas pada penyu muda (immature) adalah abu-abu, sedangkan
pada penyu dewasa (addult) berwarna hijau olive.
Bagian bawah berwarna putih pada penyu muda, dan penyu dewasa
mendekati kuning (Pritchard et. Al, 1983). Sisik lateral dikatakan berjumlah 5-9
pasang, namun biasanya berjumlah 6-8 pasang (Carr, 1952). Sekilas hampir tidak
ada perbedaan dengan kerabatnya dari genus yang sama, yaitu Lepidochelys
kempii, namun apabila diamati lebih mendalam akan terlihat perbedaannya.
Marquez (1990) menyatakan bahwa Lepidochelys olivaceae lebih ramping dan
ringan dibanding Lepidochelys kempii.
a. Tampak samping
b. Tampak atas
c. Kepalas
1. Kemiringan Pantai
pantai adalah suatu faktor paling penting dalam pemilihan tempat
bertelur (Setyawatiningsih et al, 2011). Habitat bertelur Penyu Lekang
atau singkatnya sarang penyu yang terletak pada daerah dengan
kemiringan lebih besar (tinggi) akan lebih aman dibandingkan dengan
sarang penyu yang terletak pada kemiringan yang semakin kecil (rendah)
semakin mudah terkena resiko instrusi air laut yang mana akan
mempengaruhi telur – telur penyu di dalamnya. Menurut Nuitja (1992)
kondisi pantai yang landai (3 – 8 % ) dan miring (8 -16 %) sesuai bagi
habitat peneluran penyu, karena kondisi landai tersebut dapat
memudahkan penyu untuk mencapai tempat peneluran.
2. Penutup Lahan
Menurut Sukada (2006) penutup lahan merupakan salah satu faktor
dalam pemilihan tempat induk penyu meletakkan telurnya. Kaitannya
dengan teduh atau tidaknya habitat penyu, karena penutup lahannya dan
ketersediaan lahan untuk habitat bertelur Penyu Lekang. Penutup lahan di
sekitar mempengaruhi lama penetasan dan laju tetas telur penyu, dimana
penutup lahan yang semakin teduh akan memberikan proses penetasan
semakin baik. Walaupun ukuran butir, kemiringan dan suhu sudah sesuai
terhadap habitat bertelur Penyu Lekang, namun bila terdapat bangunan dan
perairan di sekitar pantai dapat menjadi penghalang induk penyu untuk
bertelur disana.
Selain itu menurut Nuitja (1992) kehadiran hutan-hutan yang lebat
memberikan pengaruh yang baik terhadap kestabilan populasi penyu yang
bertelur. Keberadaan vegetasi naungan akan melindungi sarang dari sinar
matahari langsung, sehingga mengurangi penguapan. Selain itu jika
pohon-pohon tumbuh dengan lebat, maka daun-daun yang jatuh lama-
kelamaan mengalami proses dekomposisi menjadi partikel-partikel
mineral dan langsung hanyut terbawa air ke laut. Proses tersebut
berlangsung secara terus menerus, sehingga kesuburan perairan dapat tetap
terjamin. Kesuburan perairan menjadi kebutuhan biota yang hidup di
daerah tersebut, seperti tumbuhnya rumput laut dan tersediaanya
invertebrata laut berupa zooplankton, dimana invertebrata laut merupakan
makanan yang dibutuhkan oleh populasi penyu yang masih kecil (tukik).
3. Ukuran butir Pasir
Ukuran butir pasir digunakan sebagai salah satu parameter/
karakteri fisik dalam menentukan habitat bertelur penyu. Tekstur pasir
telah diamati menjadi bagian penting suatu variabel dalam memfasilitasi
penggalian lubang sarang oleh penyu (Kikuklawa et al., 1999 dalam
Acevedo et al. 2009). Kehalusan ditentukan oleh ukuran pasir. Pasir yang
terlalu halus akan menyebabkan penyu sulit membuat sarang, karena
sarang akan mudah longsor (Nuitja, 1992). Pasir yang terlalu kering keras
membuat induk penyu sulit menggali lubang untuk membuat sarang
(Mortimer, 1990 dalam Acevedo et al. 2009).
5. Vegetasi Pantai
6. Lebar Pulau
b. Pembahasan
Menurut Carr (1952) dalam Darmawan (1995) induk penyu akan
bertelur pada pantai yang tidak jauh dari daerah sumber makanan ,
sedangkan Ehrenfold (1979) dalam Darmawan (1995) menyatakan bahwa
pemilihan lokasi bertelur di tandai dengan tipe pantai.
Kawasan pantai di TWA Menipo memiliki kondisi pantai yang
sangat baik untuk tempat penyu meletakkan telur, selain memiliki panjang
garis pantai sekitar 8,3 km dan pantai ini aman dari gangguan aktivitas
masyarakat umum karena akses ke lokasi pantainya yang cukup sulit.
Kisaran suhu pasir di kawasan pantai TWA Menipo, yaitu 25oC-34oC,
yang memungkinkan untuk proses penetasan telur penyu. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Goin et al., (1978) menyatakan perkembangan embrio
telur penyu berkisar antara 25oC-34oC. Suhu merupakan salah satu faktor
lingkungan yang memengaruhi keberhasilan penetasan penyu (Rudiana,
2004).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis,
ditemukan 2 ekor penyu lekang (Lepidochelys olivachea) yang mendarat
dan bertelur pada waktu dan tempat yang berbeda yakni pada tanggal 10
Agustus 2017 pukul 21.46 WITA dibagian Timur pantai dan pada tanggal
11 Agustus 2017 pukul 22.37 WITA dibagian Barat pantai.
Dari data hasil pengamatan pada tabel (1) diatas, penyu memilih
dan membuat lokasi peneluran di pasir halus sehingga memudahkannya
dalam menggali lubang peneluran. Lubang peneluran yang dibuat oleh
penyu ini memiliki jarak dengan vegetasi yang ada yaitu lontar (Borrassus
flabelifer) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia) 5,8 meter untuk
penyu pertama dan 7 meter untuk penyu kedua sehingga tidak
memungkinkan sarang ternaungi, sehingga sinar matahari langsung pada
pasir akan meningkatkan suhu pada sarang dan menciptakan kondisi suhu
yang baik untuk perkembangan pada setiap embrio telur penyu.
Sarang yang dibuat oleh penyu pertama dalam pengamatan ini
memiliki kedalaman 41 cm dengan diameter 34 cm menyebabkan
kelembaban dan kadar air pada sarang akan tetap terjaga meskipun
terpapar sinar matahari langsung, jumlah telur yang dihasilkan adalah 42
butir sedangkan untuk penyu kedua memiliki kedalaman 43 cm dengan
diameter 36 cm dan jumlah telur 100 butir. Jumlah telur yang dihasilkan
oleh kedua penyu ini sangat berbeda dikarenakan penyu pertama baru
pertama kali mendarat dan bertelur sehingga jumlah telur yang
dihasilkannya sedikit
Berdasarkan hasil wawancara dan sumber, selain vegetasi dan
tekstur pasir ada juga faktor lain yang berpengaruh pada pemilihan lokasi
bertelur penyu lekang (Lepidochelys olivachea) antara lain : Kemiringan
Pantai TWA Pulau Menipo berkisar antara 28˚-32˚. Hal ini menunjukan
bahwa pantai tersebut termasuk pantai yang landai sehingga memudahkan
penyu menuju daratan untuk mencari lokasi dan membuat lubang sebagai
tempat peneluran.
Dalam pengamatan yang dilakukan, penulis tidak melakukan
pengukuran terhadap suhu pasir karena keterbatasan alat. Pertumbuhan
embrio penyu sangat dipengaruhi oleh suhu. Menurut (Direktorat
Konservasi dan Taman Nasional Laut 2009) Embrio akan tumbuh optimal
pada kisaran suhu 24-33°C dan akan mati apabila diluar kisaran suhu
tersebut.
Dalam pengamatan, penulis tidak melakukan pengukuran pada saat
terjadi pasang tertinggi maupun surut terendah. Namun berdasarkan
wawancara dengan petugas di lapangan, dijelaskan bahwa pasang tertinggi
berkisar antara 10 –15 m, sedangkan untuk surut terendah berkisar antara
25 m – 30 m.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Nuitja, I. N. S, 1992. Biologi dan Ekologi Peletarian Penyu Laut. Penerbit IPB.
Bogor
Rifqi,A. 2008 . KSPLK Chelonidae dan Konservasi Penyu Laut . Tersedia pada
: http://arifqbio-multi ply.com/journal/item/ 6 Diakses tanggal 26
November 2017. Pukul 14.34 WITA