KELOMPOK
SEMESTER : VII
KELAS :A
KUPANG
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan bimbingannya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Ekosistem Padang
Lamun” dari awal sampai berakhir dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak telepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Semoga makalah penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulis.............................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
2.1 Padang Lamun.............................................................................................................................3
2.2 Masalah Ekosistem Padang Lamun.............................................................................................9
2.3 Model Pengelolaan Ekosistem Lamun.......................................................................................13
BAB III......................................................................................................................................................18
PENUTUP.................................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................18
3.2 Saran..........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTKA...................................................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil yaitu sebagai berikut:
1. Apa saja potensi ekosistem lamun?
2. Apa saja masalah yang terjadi pada ekosistem lamun?
3. Bagaimana pengelolaan ekosistem lamun?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Ekosistem pesisir umumnya terdiri atas 3 komponen penyusun yaitu lamun,
terumbu karang serta mangrove. Bersama-sama ketiga ekosistem tersebut membuat
wilayah pesisir menjadi daerah yang relatif sangat subur dan produktif. Komunitas
Lamun sangat berperan penting pada fungsi-fungsi biologis dan fisik dari
lingkungan pesisir. Pola zonasi padang lamun adalah gambaran yang berupa
rangkaian/model lingkungan dengan dasar kondisi ekologis yang sama pada padang
lamun. Aktivitas manusia di sekitar pesisir dapat berupa pertanian, peternakan dan
pelabuhan tradisional serta pemukiman penduduk. Aktivitas manusia yang tidak
memperhatikan lingkungan pesisir akan mengakibatkan perubahan komunitas
lamun sebagai penunjang ekosistem pesisir.
McRoy & Hefferich (1977) menyatakan bahwa, padang lamun di daerah
tropis merupakan ekosistem alam yang paling produktif. Data yang pernah diperoleh,
produktifitasnya bisa sampai 1.300 sampai dengan 3000 gr berat kering /m2/ tahun
(Zieman 1975). Selain produktifitasnya yang tinggi, lamun juga mempunyai kecepatan
pertumbuhan yang tinggi (Wood, et al., 1969). Luas padang lamun di Indonesia
diperkirakan sekitar 30.000 km2 yang dihuni oleh 13 jenis lamun. Ekosistem lamun
merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif.
2. Klasifikasi lamun
Lamun menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan
darat. Khusus untuk genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda
sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan
anatomi. Lamun merupakan tumbuhan laut yang secara utuh memiliki
perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun
berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili
lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae
dan Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae dominan merupakan lamun yang tumbuh di
air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut.
Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup
pada lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi
yang dilakukan termasuk toleransi terhadap kadar garam yang tinggi, kemampuan
untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga untuk tumbuh dan
4
melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga tidak memiliki stomata,
mempertahankan kutikel yang tipis, perkembangan shrizogenous pada sistem
lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar. Salah satu hal yang paling
penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yakni kemampuannya untuk
melakukan polinasi di bawah air.
Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez,
Phillips, dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut :
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monoctyledonae
Ordo : Helobiae
Family : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Genus : Halophila
Halophila ovalis
Halophila minor
Halophila spinulosa
Genus : Thalasia
Family : Cymodoceaceae
Genus : Cymodocea
5
Jenis : Cymodocea rotundata
Cymodocea ser
Genus : Halodule
Holodule uninervis
Genus : Syringodium
Genus : Thalassodendron
3. Habitat
Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman
0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak
terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari (Barber, 1985). Habitat lamun
dapat dilihat sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu padang lamun merupakan
kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang saling berhubungan. Habitat
lamun dapat juga dilihat sabagai suatu ekosistem, dalam hal ini hubungan hewan
dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses yang dikendalikan oleh pengaruh-
pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika, kimiawi. Ekosistem padang
lamun pada daerah tropik dapat menempati berbagai habitat, dalam hal ini status
nutrien yang diperlukan sangat berpengaruh. Lamun dapat hidup mulai dari rendah
nutrien dan melimpah pada habitat yang tinggi nutrient.
Lamun pada umumnya dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen.
Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia)
adalah substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut Haruna (Sangaji, 1994) juga
mendapatkan Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir
sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran
pecahan karang yang telah mati
6
4. Peran dan fungsi
Ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan
perkembangan jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut (Azkab 1988):
Sebagai produsen primer: Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila
dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem
terumbu karang (Thayer et al. 1975).
Sebagai habitat biota: Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel
berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass
beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai
jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi dkk, 1977).
Sebagai penangkap sedimen: Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang
disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang.
Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen,
sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun
disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi
(Gingsuburg & Lowestan, 1958).
Sebagai pendaur zat hara: Lamun memegang peranan penting dalam pendauran
berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-
zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit (Saleh, 2003).
7
Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.
Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi
wilayah pesisir (Nontji, 2003), yaitu:
Produsen detritus dan zat hara.
Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran
yang padat dan saling menyilang.
Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa
jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini.
Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan
matahari.
5. Pemanfaatan Lamun Bagi Masyarakat
Lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
baik secara tradisional maupun secara modern. Adapun pemanfaatan lamun tersebut baik
secara modern maupun tradisional yaitu sebagai berikut (Menez dkk, 1988):
Di alam padang lamun membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi
berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air.
bahkan ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan
8
ekosistem padang lamun masih belum banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi
maupun masyarakat umum, jika dibandingkan dengan ekosistem lain seperti ekosistem
terumbu karang dan ekosistem mangrove, meskipun diantara ekosistem tersebut di
kawasan pesisir merupakan satu kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi ekologisnya.
Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan,
baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai ekonomis biota yang
berasosiasi dengan lamun diketahui sangat tinggi (Romimohtarto 2001). Ekosistem
padang lamun memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta manfaat lainnya di masa
mendatang sesuai dengan perkembanga teknologi, yaitu produk obat-obatan dan
budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun untuk pupuk, bahan kasur,
makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan untuk pabrik kertas, bahan kimia,
dan sebagainya. Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah
membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut
dalam air dan menstabilkan dasar sedimen (Kiswara dkk, 1999). Peranannya di perairan
laut dangkal adalah kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang secara langsung
berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya. Keterkaitan
perikanan dengan padang lamun sangat sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di
padang lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui. Keterkaitan antara padang lamun
dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan tropika Australi.
9
mengurangi kedalaman laut yang dapat dicapai cahaya matahari. Semua hal-hal ini
berpengaruh buruk bagi ekosistem padang lamun (Fairhurst dkk,2003).
Masuknya lumpur serta berjenis-jenis bahan organik yang dihasilkan aktivitas
manusia ke laut juga telah meningkatkan jumlah dan jenis nutrien yang masuk ke padang
lamun. Sementara sebagian nutrien dibutuhkan untuk tumbuhnya lamun, sebagian nutrien
yang lain mungkin menghasilkan efek racun bagi lingkungan lamun. Nutrien yang
semakin banyak dalam air juga meningkatkan pertumbuhan alga epifitik yang tumbuh
menempel di daun-daun lamun, dan mengurangi kemampuan lamun berfotosintesis.
untuk menyebutkan bahwa pelumpuran dan naiknya jumlah liat (clay) dalam air laut
melebihi ambang tertentu, akan menurunkan secara tajam kekayaan spesies dan biomassa
daun komunitas padang lamun. Sensitivitas jenis-jenis lamun ini berbeda-beda terhadap
gangguan tersebut, mulai dari Syringodium yang paling sensitif hingga Enhalus sebagai
jenis yang paling tahan (Duarte 2003).
Namun demikian Enhalus pun diketahui cukup terpengaruh oleh pelumpuran
dengan berkurangnya pembungaan dan pembentukan buah pada air yang meningkat
kekeruhannya. Kematian rumpun-rumpun Enhalus karena siltasi itu pun diduga dapat
menurunkan kapasitas reproduksi Enhalus lebih jauh, mengingat pembentukan buah
Enhalus berlangsung baik pada kepadatan rumpun yang cukup tinggi. (Terrados dkk,
2003).
Meskipun lamun kini diketahui mempunyai banyak manfaat, namun dalam
kenyataannya lamun menghadapi berbagai gangguan dan ancaman. Gangguan dan
ancaman terhadap lamun pada dasarnya seperti yang telah diungkapkan di atas dapat
dibagi menjadi dua golongan yakni gangguan alam dan gangguan dari kegiatan manusia
(antropogenik).
2. Gangguan Alam
Fenomena alam seperti tsunami, letusan gunung api, siklon, dapat menimbulkan
kerusakan pantai, termasuk juga terhadap padang lamun. Tsunami yang dipicu oleh
gempa bawah laut dapat menimbulkan gelombang dahsyat yang menghantam dan
memorak-perandakan lingkungan pantai, seperti terjadi dalam tsunami Aceh (2004).
Gempa bumi, seperti gempa bumi Nias (2005) mengangkat sebagian dasar laut
hingga terpapar ke atas permukaan dan menenggelamkan bagian lainnya lebih dalam.
10
Debu letusan gunung api seperti letusan Gunung Tambora (1815) dan Krakatau (1883)
menyelimuti perairan pantai sekitarnya dengan debu tebal, hingga melenyapkan padang
lamun di sekitarnya.
Siklon tropis dapat menimbulkan banyak kerusakan pantai terutama di lintang 10-
20o Lintang Utara maupun Selatan, seperti yang sering menerpa Filipina dan pantai utara
Australia. Kerusakan padang lamun di pantai utara Australia karena diterjang siklon
sering dilaporkan. Indonesia yang berlokasi tepat di sabuk katulistiwa, bebas dari jalur
siklon, tetapi dapat menerima imbas dari siklon daerah lain(Siklon Lena 1993), di
Samudra Hindia misalnya, lintasannya mendekati Timor dan menimbulkan kerusakan
besar pada lingkungan pantai di Maumere.
Selain kerusakan fisik akibat aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena
aktivitas hayati dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keberadaan lamun. Sekitar
10 – 15 % produksi lamun menjadi santapan hewan herbivor, yang kemudian masuk
dalam jaringan makanan di laut. Di Indonesia, penyu hijau, beberapa jenis ikan, dan
bulubabi, mengkonsumsi daun lamun. Duyung tidak saja memakan bagian dedaunannya
tetapi juga sampai ke akar dan rimpangnya.
3. Gangguan dari aktivitas manusia
Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang
disebabkan oleh kegiatan manusia, yang bisa memberikan dampak pada lingkungan
lamun:
Fisik yang menyebabkan degradasi lingkungan, seperti penebangan mangrove,
perusakan terumbu karang dan atau rusaknya habitat padang lamun;
Pencemaran laut, baik pencemaran asal darat, maupun dari kegiatan di laut;
Penggunaan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan;
Tangkap lebih, yakni eksploitasi sumberdaya secara berlebihan hingga melewati
kemampuan daya pulihnya karang dari padang lamun untuk bahan konstruksi, atau
untuk membuka usaha budidaya rumput laut. Demikian pula terjadi di Teluk
Lampung. Di Bintan (Kepulauan Riau) pembangunan resor pariwisata di pantai
banyak yang tak mengindahkan garis sempadan pantai, pembangunan resor banyak
mengorbankan padang lamun.
11
Kerusakan Padang Lamun di Indonesia akibat gangguan alam dan aktivitas
manusia, adalah sebagai berikut:
Kerusakan fisik
Kerusakan fisik terhadap padang lamun telah dilaporkan terjadi di berbagai
daerah di Indonesia. Di Pulau Pari dan Teluk Banten, kerusakan padang lamun
disebabkan oleh aktivitas perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan perairan dan
merusak padang lamun. Reklamasi dan pembangunan kawasan industri dan pelabuhan
juga telah melenyapkan sejumlah besar daerah padang lamun seperti terjadi di Teluk
Banten. Di Teluk Kuta (Lombok) penduduk membongkar karang.
Pencemaran laut
Pencemaran laut dapat bersumber dari darat (land based) ataupun dari kegiatan di
laut (sea based). Pencemaran asal darat dapat berupa limbah dari berbagai kegiatan
manusia di darat seperti limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, atau
pengelolaan lahan yang tak memperhatikan kelestarian lingkungan seperti pembalakan
hutan yang menimbulkan erosi dan mengangkut sedimen ke laut. Bahan pencemar asal
darat dialirkan ke laut lewat sungai-sungai atau limpasan (runoff).
Masukan hara (terutama fosfat dan nitrat) ke perairan pantai dapat menyebabkan
eutrofikasi atau penyuburan berlebihan, yang mengakibatkan timbulnya ledakan
populasi plankton (blooming) yang mengganggu pertumbuhan lamun. Epiffit yang
hidup menempel di permukaan daun lamun juga dapat tumbuh kelewat subur dan
menghambat pertumbuhan lamun. Kegiatan penambangan didarat, seperti tambang
bauksit di Bintan, limbahnya terbawa ke pantai dan merusak padang lamun di
depannya.
Pencemaran dari kegiatan di laut dapat terjadinya misalnya pada tumpahan
minyak di laut, baik dari kegiatan perkapalan dan pelabuhan, pemboran, debalasting
muatan kapal tanker. Bencana yang amat besar terjadi saat kecelakaan tabrakan atau
kandasnya kapal tanker yang menumpahkan muatan minyaknya ke perairan pantai,
seperti kasus kandasnya supertanker Showa Maru yang merusak perairan pantai
Kepuluan Riau.
Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan
12
Beberapa alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan dapat menimbulkan
kerusakan pada padang lamun seperti pukat harimau yang mengeruk dasar laut.
Penggunaan bom dan racun sianida juga ditengarai menimbulkan kerusakan padang
lamun. Di Lombok Timur dilaporkan kegiatan perikanan dengan bom dan racun yang
menyebabkan berkurangnya kerapatan dan luas tutupan lamun.
Tangkap lebih
Salah satu tekanan berat yang menimpa ekosistem padang lamun adalah tangkap
lebih (over fishing), yakni eksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan hingga
melampaui kemampuan ekosistem untuk segera memulihkan diri. Tangkap lebih bisa
terjadi pada ikan maupun hewan lain yang berasosiasi dengan lamun. Banyak jenis
ikan lamun yang kini semakin sulit dicari, dan ukurannya pun semakin kecil.
13
padang lamun. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti memasang
penghalang Lumpur atau dengan strategi pengerukan yang menjamin adanya
mekanisme yang membuat sirkulasi air dan pasang surut dapat membewa endapan
untuk menjauhi daerah padang lamun.
Usulan pembangunan di wilayah pesisir (seperti pelabuhan, dermaga/jetty) yang
mengubah pola sirkulasi air seharusnya didesain untuk menghindari dan
meminimalkan erosi atau penimbunan di daerah sekitar padang lamun. Struktur desain
seharusnya didasarkan pada keadaan lokal yang spesifik.
Prosedur pembuangan limbah cair seharusnya diperbaharui dan dimodifikasi sesuai
kebutuhan untuk mencegah limbah yang merusak masuk ke dalam padang lamun.
Limbah tersebut seperti limbah industri, limbah air panas, limbah garam, air buangan
kapal dan limpasan air. Pada umumnya solusi alternatif tersebut diantaranya termasuk
pemilihan lokasi yang berbeda untuk lokasi pembuangan seperti pemilihan lokasi pipa
pembuangan.
Penangkapan ikan dengan “trawl” dan kegiatan penangkapan lainnya yang merusak
seharusnya dimodifikasi untuk meminimalkan pengaruh buruk terhadap padang lamun
selama operasi penangkapan.
Skema-skema pengalihan aliran air yang dapat merubah tingkat salinitas alamiah harus
dipertimbangkan akibat terhadap komunitas padang lamun dan biota-biota yang
berasosiasi dengannya. Pengaturan yang tepat terhadap jadwal pelepasan air dapat
menjaga tingkat salinitas dalam kisaran yang diinginkan.
Lakukan tindakan untuk mencegah tumpahan minyak untuk mencemari komunitas
padang lamun. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pengukuran, program
monitoring dan rencana untuk menanggulangi kemungkinan terjadi tumpahan minyak.
Inventarisasi, identifikasi dan pemetaan sumberdaya padang lamun sebelum berbagai
jenis proyek dan aktivitas dilakukan di lokasi tersebut.
Rekonstruksi padang lamun di perairan dekat tempat yang sebelumnya ada padang
lamun, atau membangun padang lamun baru di lokasi yang ada padang lamunnya
untuk mengganti lamun alami di suatu tempat.
Pengelolaan Berwawasan Lingkungan
14
Dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut yang
berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan
kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang
merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. Perencanaan
dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut perlu dipertimbangkan secara cermat
dan terpadu dalam setiap perencanaan pembangunan, agar dapat dicapai suatu
pengembangan lingkungan hidup di pesisir dan laut dalam lingkungan pembangunan.
15
konteks ini pula perlu diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di
suatu kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber
daya alam pesisir adalah dekstrusi masayakarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh
karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya
adalah untuk mangurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di
kawasan tersebut.
Konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan, baik
kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah
konsep Cooperative Management (Pomeroy dan Williams, 1994). Dalam
konsep Cooperative Management, ada dua pendekatan utama yaitu pengelolaan yang
dilakukan oleh pemerintah (goverment centralized management) dan pengelolaan yang
dilakukan oleh masyarakat (community based management). Dalam konsep ini
masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan pemerintah
dan stakeholderslainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu kawasan.
Masyarakat lokal merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam,
sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang masih dilakukan oleh
masyarakat lokal secara langsung menjadi bibit dari penerapan konsep tersebut. Tidak
ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil dengan baik tanpa mengikutsertakan
masyarakat lokal sebagai pengguna dari sumberdaya alam tersebut.
Menurut Dahuri (2003) mengatakan bahwa ada dua komponen penting
keberhasilan pengelolaan berbasis masyarakat, yaitu:
Konsensus yang jelas dari tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir,
dan peneliti (sosial, ekonomi, dan sumberdaya),
Pemahaman yang mendalam dari masing-masing pelaku utama akan peran dan
tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan program pengelolaan berbasis
masyarakat.
Konsep pengelolaan berbasis masyarakat memiliki beberapa aspek positif (Carter,
1996), yaitu:
mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam pemanfaatan sumberdaya alam,
mampu merefleksi kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik,
mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan teknis,
16
responsif dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan lingkungan local,
mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada,
mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen,
masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola secara berkelanjutan.
Dalam pengelolaan ekosistem padang lamun berbasis masyarakat ini, yang dimaksud
dengan masyarakat adalah semua komponen yang terlibat baik secara langsung maupun
tak langsung dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem padang lamun, diantaranya
adalah masyarakat lokal, LSM, swasta, Perguruan Tinggi dan kalangan peneliti lainnya.
Dalam konteks pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun berbasis masyarakat,
kedua komponen masyarakat dan pemerintah sama-sama diberdayakan, sehingga tidak
ada ketimpangan dalam pelaksanaannya.
Pengelolaan berbasis masyarakat harus mampu memecahkan dua persoalan utama, yaitu:
masalah sumberdaya hayati (misalnya, tangkap lebih, penggunaan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem dan konflik antara nelayan tradisional
dan industri perikanan modern),
masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan sumberdaya hayati laut (misalnya,
berkurangnya daerah padang lamun sebagai daerah pembesaran sumberdaya
perikanan, penurunan kualitas air, pencemaran).
3. Pendekatan Kebijakan
Perumusan kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun memerlukan
suatu pendekatan yang dapat diterapkan secara optimal dan berkelanjutan melalui
pendekatan keterpaduan. Pendekatan kebijakan ini mengacu kepada pendekatan
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu, yaitu pengelolaan pemanfaatan
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara penilaian menyeluruh, menentukan tujuan dan sasaran
pemanfaatan, serta merencanakan kegiatan pembangunan. Pengelolaan ekosistem padang
lamun secara terpadu mencakup empat aspek, yaitu:
keterpaduan wilayah/ekologis;
keterpaduan sektoral;
keterpaduan disiplin ilmu;
17
keterpaduan stakeholders (pemakai).
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh,
berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.
2. Ekosistem padang lamun memiliki fungsi ekologi dan ekonomi.
3. Peranan ekosistem padang lamun adalah sebagai produsen primer, sebagai habitat
biota,sebagai penangkap sedimen dan sebagai pendaur zat hara.
4. Di Indonesia terdapat 12 jenis lamun di antaranya Enhalus acoroides, Halophila
decipiens, H. minor, H. ovalis, H. spinulosa, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata,
Halodule pinifolia, H. uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassodendron ciliatum
dan Ruppia maritima.
5. Permasalahan utama yang mempengaruhi ekosistem padang lamun adalah akibat
pengaruh dari alam dan pengaruh dari manusia
3.2 Saran
Pembangunan di wilayah pesisir diharapkan ke depannya lebih memperhatikan
keberlanjutan ekosistem padang lamun karena fungsinya yang sangat penting pada laut
dangkal dan sekitarnya.
19
DAFTAR PUSTKA
Azkab, M.H.1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan terumbu di
Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi,Budidaya,
Oseanografi,Geologi dan Perairan.Jakarta:Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Bengen,D.G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
http://aripbayuadi.wordpress.com/2010/12/18/pengelolaan-ekosistem-lamun/diakses28/09/20
20