Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH

“FLORA DAN FAUNA MANGROVE”

Diajukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah

BIOLOGI MANGROVE

Dosen Pengampu :

Desi Kartikasari, M.Si

Disusun oleh :

1. SYAFIATUZ ZAHRO (17208163011)


2. ILMA MUFIDATUL HUSNA (17208163032)
3. FIRA VITSIANDINI (17208163085)
4. ELDA ‘URWATUL WUTSQO (17208163091)
5. NUHA HAFIDHIEN NAUFAL (17208163096)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2019
KATA PENGANTAR

i
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. makalah ini berjudul
“Flora Dan Fauna Mangrove”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung yang memberikan fasilitas dalam penyusunan makalah ini.

2. Ibu Desi Kartikasari, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah “Biologi
Mangrove” yang membimbing dan mendampingi penulis dalam penyusunan
makalah ini.

3. Kedua orang tua penulis yang memberi dukungan moril dan materil.

4. Serta rekan-rekan Tadris Biologi 6AK tahun ajaran 2018/2019 yang senantiasa
sabar memberi semangat penulis.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah “Biologi Mangrove”. Penulis juga berharap semoga pembuatan makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan. Penulis pun sadar


bahwasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang konstruktif akan senantiasa menjadi koreksi bagi penulis nanti dalam
upaya evaluasi diri.

Tulungagung, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN

A. KEANEKARAGAMAN JENIS MANGROVE DAN


PENYEBARANNYA……………………………………………………… 4
B. JENIS ENDEMIC MANGROVE/ JENIS TUMBUHAN LANGKA
MANGROVE…………………………………………………………….... 21
C. KEANEKARAGAMAN FAUNA YANG BERASOSIASI DENGAN
MANGROVE……………………………………….................................... 24

BAB III PENUTUP ……………………………………….................................... 56

A. KESIMPULAN………………………………………............................... 56
B. SARAN ………………………………………........................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………................................ 57

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan pertemuan antara dua ekosistem yaitu antara ekosistem
air tawar dengan ekosistem air laut, hal ini menyebakan banyak sekali keanekaragaman
flora dan fauna yang ada di hutan mangrove, sehingga menghasilkan ekosistem yang
khas. Sangat disayangkan banyak pihak-pihak yang belum menyadari betapa pentingnya
hutan mangrove di dunia ini, padahal hutan mangrove dapat dimanfaat kan baik dari segi
ekologi maupun ekonomi. Manfaat ekologi mangrove diantaranya adalah sebagai
pelindung alami pantai dari abrasi, mempercepat sedimentasi, mengendalikan intrusi air
laut, dan melindungi daerah di belakang mangrove dari gelombang tinggi dan angin
kencang, tempat memijah, mencari makan, dan berlindung bagi ikan, udang, kepiting dan
biota laut lainnya. Sedangkan manfaat ekonomi mangrove yaitu sebagai bahan makanan,
minuman, obat-obatan, pewarna alami, dan sebagai obyek ekowisata. Namun keberadaan
hutan mangrove di dunia dari tahun ke tahun mulai terancam. Banyak eksploitasi yang
berlebihan dan pengalihan fungsi hutan mangrove.
Berdasarkan data tahun 1999, luas wilayah mangrove yang terdapat di Indonesia
yakni total 8,6 juta hektare. Namun sejak rentang 1999 hingga 2005, hutan bakau itu
sudah berkurang sebanyak 5,58 juta hektare atau sekitar 64 persennya. Saat ini hutan
mangrove di Indonesia yang dalam keadaan baik tinggal 3,6 juta hektar, sisanya dalam
keadaan rusak dan sedang. Namun, pada kesempatan ini penulis tidak akan membahas
tentang pengerusakan hutan mangrove yang terus merajalela, tapi tentang beberapa flora
dan fauna yang ada di hutan mangrove mungkin dengan membuat makalah ini dengan
harapan bahwa masyarakat bisa menyadari betapa pentingnya menjaga kestabilan
lingkungan (ekosistem), sebab bila manusia terus melakukan tindakan atau perbuatan
yang berdampak langsung pada keseimbangan ekosistem, maka keseimbangan ekosistem
ini akan hancur, dan secara tidak langsung juga berdampak pada kehidupan manusia itu
sendiri.
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks ini terdiri atas flora dan fauna
daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan
surut. Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin
topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan
tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air

1
sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove tumbuh
subur dan luas di daerah delta dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Di
pantai yang tidak ada sungainya, daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove
mempunyai toleransi besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan
bersalinitas tinggi di mana tanaman biasa tidak dapat tumbuh.
Hutan mangrove menangkap dan mengumpulkan sedimen yang terbawa arus pasang
surut dari daratan lewat aliran sungai. Hutan mangrove selain melindungi pantai dari
gelombang dan angin merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti
mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain
menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai
plasma nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya.
Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan
tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat
bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai
juvenil dan larva ikan serta kerang (shellfish) dari predator. Menempatkan mangrove
sebagai suatu ekosistem akan membangun pengertian yang lebih kaya dalam hal sumber
daya hayati dan habitat hidup, karena selain flora juga tidak sedikit fauna yang dijumpai
di mangrove. dalam hal ini area mangrove berfungsi sebagai tempat hidup, mencari
makan, berlindung, bertelur, dan sebagai koridor migrasi bagi berbagai macam fauna
antara lain, burung, reptilian, moluska, udan dan ikan.1
Ekosistem hutan mangrove merupakan ekosistem yang khas atau unik hal inni
dikarenakan adanya pertemuan antara ekosistem laut dengan ekosistem air tawar ataupun
darat. Ekosistem Hutan Mangrove terdapat flora maupun fauna yang unik yang tidak
ditemukan di ekosistem lainnya beberapa diantaranya adalah ikan glodok atau
mudskipper (Periothalamus sp), ikan glodok adalah ikan yag unik sebab 90% waktu yang
dihabiskan berada di daratan atau terestrial asalkan masih terdapat lumpur di bawahnya
untuk melakukan pernapasan atau tidak ikan tersebut harus segera mencari air untuk
bernapas. Ekosistem Hutan Mangrove sangat berperan penting terhadap kehidupan
makhluk hidup. Bila keseimbangan ekosistem Hutan Mangrove terganggu ataupun
dengan sengaja dirusak, maka secara langsung hal tersebut akan berdampak pada
kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di ekosistem tersebut secara tidak langsung
juga hal ini akan berdampak pada manusia, tumbuhan maupun hewan. Maka, dengan

1 Ghufran H. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Jakarta; PT. Rineka Cipta, hal.12

2
adanya latar belakang tersebut kami akan membahas makalah yang berjudul “Flora dan
Fauna Mangrove”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana keanekaragaman jenis mangrove dan penyebarannya?
2. Apa saja jenis endemic mangrove atau jenis tumbuhan langka mangrove?
3. Apa saja keanekaragaman fauna yang berasosiasi dengan mangrove?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis mangrove dan penyebarannya
2. Untuk mengetahui jenis endemic mangrove atau jenis tumbuhan langka mangrove
3. Untuk mengetahui keanekaragaman fauna yang berasosiasi dengan mangrove

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEANEKARAGAMAN JENIS MANGROVE DAN PENYEBARANNYA


Hutan mangrove tersebar luas di dunia, terutama di sekeliling
khatulistiwa wilayah tropika dan sedikit di sub-tropika. Hutan
mangrove di dunia mencapai luas sekitar 16.530.000 Ha yang tersebar
di Asia 7.441.000 Ha, Afrika 3.258.000 Ha dan Amerika 5.831.000 Ha,
sedangkan Indonesia dilaporkan seluas 3.735.250 Ha. Dengan
demikian, luas hutan mangrove Indonesia hampir 50% dari luas
mangrove Asia dan hampir 25% dari luas hutan mangrove dunia 2.
Secara umum, spesies mangrove semakin banyak seiring dengan
menurunnya tingkat ketinggian tanah. Di Florida, masih tersisa sekitar
200.000 Ha mangrove (dari perkiraan 260.000 Ha yang pernah ada),
terdapat tiga spesies yaitu: mangrove merah (Rhizophora mangle),
mangrove hitam (Avicennia germinans) dan mangrove putih
(Laguncularia recemosa). Buttonwood (Conocarpus erectus) juga
ditemukan di Florida, tumbuh bersama-sama dengan mangrove tetapi
tidak dikelompokkan sebagai spesies mangrove. Di Texas dan
Lousiana, mangrove hitam tumbuh tapi umumnya tidak melebihi tinggi
semak belukar. Ada sekitar 2.000 Ha habitat mangrove di Texas dan
beberapa ratus Ha di Lousiana, terpusat di Grand Isle3.

2 Risma Haris, Keanekaragaman Vegetasi dan Satwa Liar Hutan Mangrove, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia Timur, Makassar hal 117
3 Ibid, hal 118

4
Gambar 1. Mangrove merah (Rhizopora mangle)

Gambar 2. Mangrove Hitam (Avicennia germinans)

Gambar 3. Mangrove putih (Laguncularia recemosa)

Sementara dari sumber lain ditemukan bahwa kawasan Samudera


India bagian utara dan Pasifik barat daya (memanjang dari Laut Merah
sampai Jepang dan Indonesia) merupakan tempat keanekaragaman

5
jenis mangrove tertinggi di dunia. Saenger, dkk (1983) mencatat dua
kawasan tersebut mewakili masing-masing 44 dan 38 jenis dari 60
jenis mangrove sejati yang tercatat di dunia. Sementara di kawasan
Amerika Barat/Pasifik Timur, Amerika Timur/Karibea dan Afrika Barat
hanya memiliki 7 jenis serta Afrika Timur 9 jenis 4. Di Indonesia sendiri,
terdapat perbedaan dalam hal keanekaragaman jenis mangrove
antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari 202 jenis mangrove yang
telah diketahui, 166 jenis terdapat di Pulau Jawa, 157 jenis di
Sumatera, 150 Jenis di Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135 jenis di
Sulawesi, 133 jenis di Maluku dan 120 jenis di Kepulauan Sunda Kecil.
Meskipun daftar ini mungkin tidak komprehensif, akan tetapi dapat
memberikan gambaran urutan penyebaran jenis mangrove di pulau-
pulau Indonesia.

Tabel 1. Penyebaran jenis-jenis penyebaran mangrove sejati di


kawasan Indo-Australia (Saenger, dkk, 1983)

Jenis India Banglad Vietna Indonesi Papua Australi


esh m a Nugini a
Acanthus + + + +
ebracteaus
A. ilicifolius + + + + + +
A. volubilis
Aegilitis + + +
annulata + +
A. retundifolia
Aegiceras + + + + + +
corniculatum
A. floridum + +

Avicennia alba + + + + +
A. + +
eucalyptifolia
A. integra +
A. intermedia +
A. lanata + + + + + +
A. marina + + + + + +
A. officinalis
A. rumphiana

4 Panduan…

6
Bruguiera + + + +
cylindrical
B. exaristata + + +
B. + + + + + +
gymnorrhiza + +
B. hainesii + + + + +
B. parviflora + + + +
B. sexangula
Campnosperm +
a
philippinensis + + +
C. schultzi
Ceriops + + + + + +
decandra + + + + +
C. tagal
Cynometra + + + +
ramiflora
Excoecaria + + + + + +
agallocha
Heritiera + +
fomes + + +
H. litoralis
Kandelia + + + +
candel
Lumnitzera + + + + +
littorea + + + + + +
L. recemosa
Nypa fruticans + + + + +

Osbornia + + +
octodonta
Phoenix + + + +
paludosa
Rhizopora + + + + +
apiculata + +
R. lamarckii + + + + + +
R. mucronata + + + +
R. stylosa
Schyphiphora + + + +
hydrophyllace
a
Sonneratia + + + + +
alba + +
S. apetala + + + + + +
S. caseolaris
S. griffithii + + +
S. ovata

7
Xylocarpus +
australasicus
X. granatum + + + + + +
X. + + +
mekongensis + + +
X.
moluccensis
X. parvifolius
Jumlah 27 19 30 39 33 28

Beberapa tumbuhan mangrove yang umum ditemukan di Indonesia yaitu:

1. Avicennia alba
Avicennia alba merupakan pohon yang memiliki akar nafas. Kulit
kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa
ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain kadang-kadang memiliki
permukaan yang halus. Permukaan daunnya halus, bagian atas hijau
mengkilat sedangkan bawahnya pucat. Letak daun berlawanan,
bentuk daun elips dan ujungnya meruncing. Bunga seperti trisula
dengan gerombolan bunga berwarna kuning hampir di sepanjang ruas
tandan. Buah berbentuk kerucut berwarna hijau muda kekuningan
dengan ukuran 4x2 cm5.

Gambar 4. Avicennia alba

2. Sonneratia alba
Pedada atau Sonneratia
alba Smith tumbuh pada
substrat berlumpur. Kulit
batang berwarna krem
hingga cokelat dengan retak-retak
halus di permukaannya.
Akar berupa akar nafas yang terlihat yang terlihat pada saat air laut
sedang surut. Daunnya tebal berbentuk bulat telur yang berwarna
hijau cerah dan letaknya saling berhadapan. Buah berbentuk bola
gepeng yang berwarna hijau keabu-abuan dengan diameter 5-7,5

5 Ni Made Puspayanti, dkk. Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove di Desa Lebo Kecamatan Parigi Kabupaten
Parigi Moutong dan Pengembangannya Sebagai Media Pembelajaran. Jurusan P.MIPA FKIP Universitas
Tadulako Vol 1: 1-9 Juni 2013 Hal 4

8
cm. bunganya berbenang sari cukup banyak, terdapat di ujung-
ujung ranting dan berwarna putih. Tumbuhan ini dapat
dimanfaatkan yaitu pada kayunya yang dapat dijadikan rusuk dan
siku-siku6.

Gambar 5. Sonneratia alba

3. Bruguiera gymnorrhiza
Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang
mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus
hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat. Berakar papan
dan juga memiliki beberapa akar lutut. Daunnya berwana hijau di
bagian atas dan hijau kekuningan di bagian bawahnya. Hipokotil
lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan.

Gambar 6. Bruguiera gymnorrhiza

4. Rhizophora mucronata Lmk


Tumbuhan dari suku Rhizophoraceae ini berbatang pendek,
bercabang banyak dengan akar tunjang. Batang menyilinder hampir
berwarna hitam atau kemerahan serta permukaan batang kasar.
Akar tumbuh melengkung, tetapi sebelum mencapai tanah biasanya
masih bercabang lagi. Akar tumbuh dari bagian batang yang agak

6 Ibid, hal 3

9
tinggi bahkan dari dahan-dahannya pun tumbuh akar-akar yang
disebut akar udara. Daun tebal dan berwarna hijau cerah yang
berkelompok di ujung cabang atau ranting. Bagian bawah daun
terdapat bintik-bintik cokelat. Bunganya kecil-kecil, tebal dan
berwarna putih kekuningan. Buah memanjang seperti telur, berbiji
satu dan berwarna kecokelatan. Kulit tumbuhan ini banyak
mengandung tannin7.

Gambar 7. Rhizophora mucronata

5. Nypa fruticans Wumb


Nypa fruticans tergolong palma tanpa batang pada bagian
permukaan dan membentuk rumpun. Batang terdapat di bawah
tanah. Daunnya seperti susunan daun kelapa. Daun berwarna hijau
mengkilat di permukaan atas dan berserbuk di bagian bawah.
Bentuknya lanset, ujungnya meruncing. Tumbuh pada substrat
berlumpur dan dekat dengan jalan. Memiliki sistem perakaran yang
rapat dan kuat yang tersesuaikan terhadap perubahan masukan air
yang lebih baik dibandingkan dengan sebagian besar jenis
tumbuhan mangrove lainnya8.

7 Ibid, hal 4
8 Ibid, hal 6

10
Gambar 8. Nypa fruticans

Pada daerah penelitian jenis mangrove yang mendominansi adalah Avecenia


marina dan Soneratia caseolaris dimana Avicinia marina menyusun zonasi yang paling
depan (dekat dengan laut) yang kemudian diikuti oleh S. caseolaris. Hal yang sama juga
ditemukan oleh Ewusie (1990) di sepanjang pantai Malaysia, dimana pada bagian tepi
didominasi oleh Avicenia dan Sonneratia. Natalia (1999) juga menemukan jenis
tumbuhan yang mendoninasi adalah Avicenia dan Sonneratia pada penelitianya, dimana
subtratnya berupa lumpur hasil sedimentasi, hal ini sangat persis dengan yang ada di
Segara Anakan sekarang ini.9 Friess, et al, (2011) mengemukakan bahwa mangrove dapat
ditemukan pada daerah yang perubahan lingkungannya sangat besar seperti adanya
akresi dan erosi dan mangrove akan selalu ada pada daerah yang berbeda secara fisik dan
geomorfologis. Hal ini tentunya tidak jauh berbeda dengan yang ada di Segara Anakan
dimana perubahan lingkungan sangat ekstrim pada salinitas, akresi dan erosi karena
bekerjanya sistim aliran air tawar yang masuk ke daerah tersebut dan pasang surut dan
arus dari lautan. Salinitas merupakan salah satu penentu utama dalam ekositem
mangrove, dimana banyak laporan mengindikasikan pentingya salinitas hal tersebut
terbukti dengan variasi mangrove karena faktor toleransi salinitas (Ball, 2002). Terlebih
mangrove merupakan tanaman invasi yang sangat mudah meyebar dan mampu
menghubungkan antara habit tawar maupun daratan
(Foxcroft et al, 2011). Kondisi lingkungan yang ekstrim pada kawasan mangrove
menyebabkan tumbuhan yang hidup di mangrove harus memiliki kemampuan adaptasi, baik
secara morfologis maupun fisiologis. Rhizopphora memiliki akar tunggang untuk

9 Chrisna Adhi Suryono, Ekologi Mangrove Di Segara Anakan Ditinjau dari Aspek : Kelimpahan dan
Distribusi, Jurnal Kelautan Tropis Juni 2015 Vol. 18(1):20–27, ISSN 0853-7291, Hal 22.

11
menunjang tegaknya pohon agar tetap bertahan dari hempasan ombak dan juga memiliki
tunas vegetatif yang merupakan salah satu ciri dari tumbuhan yang beradaptasi terhadap
kekeringan. Tumbuhan paku laut (Acrostichum spp) yang hidup di mangrove juga
memiliki daun yang relatif tebal danmemiliki jaringan internal untuk menyimpan air dan
kadar garam tinggi serta diperlengkapi dengan kelenjar garam yang membantu menjaga
keseimbangan osmotik.10
Hubungan atara habitat mamngove kearah daratan tidak semata mata karena
mangrove namun juga aktivitas antropogenik sekitar kawasan mangrove (Anastasiu et al.
2011). Hal inilah yang menyebabkan kawasan mangove di Segara Anakan semakin
meluas
disamping adanya akresi, air tawar, air laut maupun antropogenik yang dihasilkan
mangrove maupun daratan. Chapman (1984) menjelaskan bahwa pada daerah yang
terbentuk dari hasil sedimentasi baru umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang
rendah dengan kandungan bahan organik yang sedikit dan vegetasinya didominasi oleh
Avecenia. Tanah yang sudah lama terbentuk biasanya mempunyai tingkat kesuburan
yang tinggi karena adanya penambahan zat hara dari serasah daun mangrove umumnya
didominasi oleh vegetasi Rhyzophora dan Bruguiera. Adanya tanah hasil akresi dan
tanah yang telah lama ada menyebabkan meluasnya distribusi dan suksesi dari mangrove
(Kauffman & Cole, 2010). Keberadaan mangrove di Segara Anakan yang beraneka
ragam membentuk suatu komunitas mangrove tentunya tidak terlepas dari beragamnya
kondisi lingkungan yang mempengaruhi daerah tersebut sehingga hanya mangrove jenis
jenis tertentu yang dapat bertahan dan membentuk suatu koloni yang meluas.
Hal terersebut telah diungkapkan oleh Kennish (1990) bahwa suhu, salinitas,
pasang surut dan jenis subtrat mempengaruhi jenis mangrove yang ada. Informasi lebih
lanjut diutarakan oleh Kitamura et al. (1997) bahwa A. marina tumbuh subur di daerah
yang berlumpur dan toleran terhadap salinitas tinggi. Lebih lanjut Chapman (1984)
mengatakan bahwa Avecinnia spp merupakan jenis pionir di bagian depan yang
menghadap ke laut dan dapat memtoleransi salinitas hingga 35 ppt, hal tersebut juga
nampak pada ke enam stasiun pengamatan yang ada di lokasi penelitian yang
menunjukan bahwa Avecinia sangat mendominasi pada daerah yang menghadap
langsung kearah laut. Setelah zonasi A. marina terbentuk zonasi S. caseolaris, hal ini
diduga karena salinitas yang semakin mengecil kearah daratan serta adanya aliran sungai.
Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Chapman (1976) dan Kitamura et al (1997)

10 Bunia Ceri, Keanekaragaman Jenis Paku-Pakuan (Pteridophyta) Di Mangrove Muara Sungai Peniti
Kecamatan Segedong Kabupaten Pontianak. Protobiont. 2014 Vol 3 (2) : 240 - 246

12
yang mengatakan bahwa S. caseolaris dapat tumbuh dengan baik di daerah yang
besalinitas rendah dengan aliran air tawar. Bila zonasi di bagian depan yang manghadap
pantai disususn atas Avicennia, Sonneratia maupun Rhyzophora namun pada zona di
bagian tengah disususn atas Aegiceras corniculatum, R. apiculata, Avicenia dan Nypa
fruticans.11

Gambar 9. Rhizopora apiculata Gambar 10. Avicenia alba

11 Chrisna Adhi Suryono, Ekologi Mangrove Di Segara Anakan Ditinjau dari Aspek : Kelimpahan dan
Distribusi, Jurnal Kelautan Tropis Juni 2015 Vol. 18(1):20–27, ISSN 0853-7291, Hal 25

13
Gambar 11. Aegiceras cornictulum Gambar 12. Nypa fruticans

Sebenarnya zonasi mangrove tersebut dapat berubah tergantung dari sebaran


propagul yang dihasilkan mangrove maupun sebaranya. Friess et al (2011) dalam
kolonisasi mangrove di tepi sungai, muara sungai dan tepian hutan maupun dalam hutan
tergantung dari hukum invasi tanaman yang sangat komplek. Perendaman pasang yang
hanya mncapai titik awal sampling menyebabkan salinitas cukup tinggi di awal stasiun
hal ini diduga menyebabkan Bruguire dapat tumbuh dengan baik dan mendominansi
bagian akhir stasiun. Hal tersebut selaras dengan Chapman (1976) yang menyatakan
bahwa Bruguire biasanya hidup di daerah yang bersalinitas rendah. Lebih lanjut
Tomlison (1986) dan Kitamura et al (1997) menjelaskan bahwa Bruguiera umumnya
ditemukan pada bagian tengah atau bagian dalam dari hutanmangrove dan meluas hingga
perbatasan dengan daratan. Selain itu Bruguiera ditemukan di daerah bersubtrat Lumpur
yang ditunjang oleh akar lutut dan biasanya dibelakang Rhyzophora. Seperti telah
dipahami bahwa faktor fisik dan hambatan dispersal yang menyebabkan mangrove sulit
untuk menyebar secara global (Duke et al. 1998). Lebih lanjut Harun-or-Rashid et al
(2009) dalam penelitiannya menunjukan pentingnya hambatan dispersal dan faktor fisik
dalam menusub struktur jenis mangrove dalam skala lokal. Selanjutnya mereka juga
mengemukakan bahwa jenis mangrove yang bersifat invasip sangat tergantung pada

14
sebaran propagul dan hal tersebut dadat mengubah komposisi jenis maupun dominansi
jenis.
Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi (misalnya
terlihat dalam Gambar 2). Beberapa ahli (seperti Chapman, 1977 & Bunt & Williams,
1981) menyatakan bahwa hal tersebut berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir
atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh
pasang surut. Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah
berlumpur, terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi (Chapman, 1977).
Di Indonesia, substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata
and Avicennia marina (Kint, 1934). Jenis-jenis lain seperti Rhizopora stylosa tumbuh
dengan baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki substrat
berupa pecahan karang, kerang dan bagian-bagian dari Halimeda (Ding Hou, 1958). Kint
(1934) melaporkan bahwa di Indonesia, R. stylosa dan Sonneratia alba tumbuh pada
pantai yang berpasir, atau bahkan pada pantai berbatu. Pada kondisi tertentu, mangrove
dapat juga tumbuh pada daerah pantai bergambut, misalnya di Florida, Amerika Serikat
(Chapman, 1976a).
Di Indonesia, kondisi ini ditemukan di utara Teluk Bone dan di sepanjang Larian –
Lumu, Sulawesi Selatan, dimana mangrove tumbuh pada gambut dalam (>3m) yang
bercampur dengan lapisan pasir dangkal (0,5 m) (Giesen, dkk, 1991). Substrat mangrove
berupa tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi (62%) juga dilaporkan
ditemukan di Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta (Hardjowigeno, 1989). Kondisi salinitas
sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar
salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu
menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang
lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya. Avicennia
merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang
luas dibandingkan dengan marga lainnya. A. marina mampu tumbuh dengan baik pada
salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 o/oo (MacNae, 1966;1968). Pada
salinitas ekstrim, pohon tumbuh kerdil dan kemampuan menghasilkan buah hilang. Jenis-
jenis Sonneratia umumnya ditemui hidup di daerah dengan salinitas tanah mendekati
salinitas air laut, kecuali S. caseolaris yang tumbuh pada salinitas kurang dari 10 o/oo.
Beberapa jenis lain juga dapat tumbuh pada salinitas tinggi seperti Aegiceras
corniculatum pada salinitas 20 – 40 o/oo, Rhizopora mucronata dan R. Stylosa pada
salinitas 55 o/oo, Ceriops tagal pada salinitas 60 o/oo dan pada kondisi ekstrim ini

15
tumbuh kerdil, bahkan Lumnitzera racemosa dapat tumbuh sampai salinitas 90 o/oo
(Chapman, 1976a). Jenis-jenis Bruguiera umumnya tumbuh pada daerah dengan salinitas
di bawah 25 o/oo. MacNae (1968) menyebutkan bahwa kadar salinitas optimum untuk B.
parviflora adalah 20 o/oo, sementara B. gymnorrhiza adalah 10 – 25 o/oo.

Gambar 13. Bruguiera cylindrica Gambar 14. Rhizopora muconata

Zona vegetasi mangrove nampaknya berkaitan erat dengan pasang surut. Beberapa
penulis melaporkan adanya korelasi antara zonasi mangrove dengan tinggi rendahnya
pasang surut dan frekuensi banjir (van Steenis, 1958 & Chapman, 1978a). Di Indonesia,
areal yang selalu digenangi walaupun pada saat pasang rendah umumnya didominasi
oleh Avicennia alba atau Sonneratia alba. Areal yang digenangi oleh pasang sedang
didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora. Adapun areal yang digenangi hanya pada saat
pasang tinggi, yang mana areal ini lebih ke daratan, umumnya didominasi oleh jenisjenis
Bruguiera dan Xylocarpus granatum, sedangkan areal yang digenangi hanya pada
saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh
Bruguiera sexangula dan Lumnitzera littorea. Pada umumnya, lebar zona mangrove
jarang melebihi 4 kilometer, kecuali pada beberapa estuari serta teluk yang dangkal dan
tertutup. Pada daerah seperti ini lebar zona mangrove dapat mencapai 18 kilometer
seperti di Sungai Sembilang, Sumatera Selatan (Danielsen & Verheugt, 1990) atau
bahkan lebih dari 30 kilometer seperti di Teluk Bintuni, Irian Jaya (Erftemeijer, dkk,
1989). Adapun pada daerah pantai yang tererosi dan curam, lebar zona mangrove jarang
melebihi 50 meter. Untuk daerah di sepanjang sungai yang dipengaruhi oleh pasang
16
surut, panjang hamparan mangrove kadang-kadang mencapai puluhan kilometer seperti
di Sungai Barito, Kalimantan Selatan. Panjang hamparan ini bergantung pada intrusi air
laut yang sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pasang surut, pemasukan dan
pengeluaran material kedalam dan dari sungai, serta kecuramannya. 12

Gambar 15. zonasi mangrove

TIPE VEGETASI MANGROVE STRUKTUR

Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada daerah terbuka,
daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta
daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar.

a. Mangrove terbuka
Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Samingan (1980)
menemukan bahwa di Karang Agung, Sumatera Selatan, di zona ini didominasi oleh
Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang betul-betul dipengaruhi oleh air laut. Van
Steenis (1958) melaporkan bahwa S. alba dan A. alba merupakan jenis-jenis ko-dominan
pada areal pantai yang sangat tergenang ini. Komiyama, dkk (1988) menemukan bahwa

12 Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan


Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor., hal.8

17
di Halmahera, Maluku, di zona ini didominasi oleh S. alba. Komposisi floristik dari
komunitas di zona terbuka sangat bergantung pada substratnya. S. alba cenderung untuk
mendominasi daerah berpasir, sementara Avicennia marina dan Rhizophora mucronata
cenderung untuk mendominasi daerah yang lebih berlumpur (Van Steenis, 1958).
Meskipun demikian, Sonneratia akan berasosiasi dengan Avicennia jika tanah lumpurnya
kaya akan bahan organik (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1993).

Gambar 16. Sonneratia alba

b. Mangrove tengah
Mangrove di zona ini terletak dibelakang mangrove zona terbuka. Di zona ini
biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. Namun, Samingan (1980) menemukan
di Karang Agung didominasi oleh Bruguiera cylindrica. Jenis-jenis penting lainnya
yang ditemukan di Karang Agung adalah B. eriopetala, B. gymnorrhiza, Excoecaria
agallocha, R. mucronata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis.

18
Gambar 17. Xylocarpus granatum

c. Mangrove payau
Mangrove berada disepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Di
zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia. Di Karang
Agung, komunitas N. fruticans terdapat pada jalur yang sempit di sepanjang
sebagian besar sungai. Di jalur-jalur tersebut sering sekali ditemukan tegakan
N.fruticans yang bersambung dengan vegetasi yang terdiri dari Cerbera sp, Gluta
renghas, Stenochlaena palustris dan Xylocarpus granatum. Ke arah pantai,
campuran komunitas Sonneratia - Nypa lebih sering ditemukan. Di sebagian
besar daerah lainnya, seperti di Pulau Kaget dan Pulau Kembang di mulut Sungai
Barito di Kalimantan Selatan atau di mulut Sungai Singkil di Aceh, Sonneratia
caseolaris lebih dominan terutama di bagian estuari yang berair hampir tawar (Giesen &
van Balen, 1991).

19
Gambar 18. Sonneratia caseolaris

d. Mangrove daratan
Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur
hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona
ini termasuk Ficus microcarpus (F. retusa), Intsia bijuga, N. fruticans, Lumnitzera
racemosa, Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis (Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 1993). Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan zona lainnya. Meskipun kelihatannya terdapat zonasi dalam
vegetasi mangrove, namun kenyataan di lapangan tidaklah sesederhana itu. Banyak
formasi serta zona vegetasi yang tumpang tindih dan bercampur serta seringkali struktur
dan korelasi yang nampak di suatu daerah tidak selalu dapat diaplikasikan di daerah yang
lain.

20
Gambar 19. Lumnitzera racemosa

B. JENIS ENDEMIC MANGROVE/ JENIS TUMBUHAN LANGKA MANGROVE


Untuk kepentingan konservasi serta pengelolaan sumberdaya alam, jenis-jenis
yang bersifat langka dan endemik haruslah diberi perhatian lebih.Hanya sedikit jenis
mangrove yang bersifat endemik di Indonesia. Hal tersebut kemungkinan disebabkan
karena buah mangrove mudah terbawa oleh gelombang dan tumbuh di tempat lain.
Selain Amyema anisomeres (mangrove sejati), masih terdapat 2 jenis endemik lainnya
(mangrove ikutan), yaitu Ixora timorensis (Rubiaceae) yang merupakan jenis tumbuhan
kecil yang diketahui berada di Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, serta
Rhododendron brookeanum (Ericaceae) yang merupakan epifit berkayu yang diketahui
berada di Sumatera dan Kalimantan. Dalam hal kelangkaan, di Indonesia terdapat 14
jenis mangrove yang langka, yaitu:
 Lima jenis umum setempat tetapi langka secara global, sehingga berstatus rentan
dan memerlukan perhatian khusus untuk pengelolaannya. Jenis-jenisnya adalah
Ceriops decandra, Scyphiphora hydrophyllacea, Quassia indica, Sonneratia ovata,
Rhododendron brookeanum (dari 2 sub-jenis, hanya satu terkoleksi).

21
Gambar 20. Ceriops decandra Gambar 21 .Scyphiophora hydrophyllace

 Lima jenis yang langka di Indonesia tetapi umum di tempat lainnya, sehingga
secara global tidak memerlukan pengelolaan khusus. Jenis-jenis tersebut adalah
Eleocharis parvula, Fimbristylis sieberiana, Sporobolus virginicus, Eleocharis
spiralis
dan Scirpus litoralis.
 Empat jenis sisanya berstatus langka secara global, sehingga memerlukan
pengelolaan khusus untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Jenis-jenis tersebut
adalah Amyema anisomeres, Oberonia rhizophoreti, Kandelia candel dan
Nephrolepis acutifolia. Dua diantaranya, A. anisomeres dan N.acutifolia hanya
terkoleksi satu kali, sehingga hanya diketahui tipe setempat saja.

22
Gambar 22. Amyena anisomeres Gambar 23. Kandelia candel

Pada suatu penelitian Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai dari
33 jenis tumbuhan mangrove yang tercatat, 4 jenis diantaranya telah dikategorikan
sebagai tumbuhan langka menurut IUCN tahun 2012 dengan status kelangkaan Least
Concern (status kekhawatiran minimal) sampai Vulnerable (rawan). Keempat jenis
tersebut adalah Acrostichum aureum (status kekhawatiran minimal), Dolichandrone
spathacea (status kekhawatiran minimal), Lumnitzera littorea (status kekhawatiran
minimal) dan Intsia bijuga (status rawan). Jika dibandingkan dengan data
keanekaragaman jenis mangrove di beberapa lokasi lain, keanekaragaman jenis
tumbuhan mangrove di Pulau Batudaka lebih tinggi.13

13 Sri Hartini, KEANEKARAGAMAN FLORA DI KAWASAN MANGROVE DESA WAKAI DAN


DESA TANINGKOLA, KECAMATAN UNA UNA, KABUPATEN TOJO UNA UNA, SULAWESI TENGAH, Pusat
Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI. Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7

23
Gambar 24. Acrostichum aureum Gambar 25. Lumnitzera littorea

C. KEANEKARAGAMAN FAUNA YANG BERASOSIASI DENGAN MANGROVE


Ekosistem mangrove memiliki multifungsi, yaitu fisik, ekologis dan sosial
ekonomi. Secara fisik, mangrove mampu menahan gelombang tinggi, badai dan pasang
sewaktu-waktu, sehingga mengurangi abrasi pantai. Secara ekologis mangrove memiliki
fungsi sebagai sumber plasma nutfah, tempat bertelur dan bersarangnya biota laut.
Mangrove juga dikatakan sebagai ekosistem yang sangat produktif karena mangrove
merupakan tempat yang kaya akan bahan organik dan bahan makanan lain bagi biota.
Dari segi sosial ekonomi, mangrove dapat digunakan sebagai areal tumpang sari dengan
memelihara jenis-jenis ikan payau yang bernilai ekonomi tinggi, atau yang sering disebut
sebagai silvofishery ataupun dimanfaatkan sebagai obyek daya tarik wisata alam dalam
pengembangan ekowisata. Fungsi ekologis mangrove ini sekaligus juga menjadikan
mangrove sebagai habitat bagi banyak satwa liar. Fauna mangrove hampir mewakili
semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia.
Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki
kekhasan bentang alam ataupun formasi vegetasi. Salah satu tipe vegetasi yang ada di
TN Alas Puwo adalah formasi hutan mangrove. Mangrove yang hidup di daerah pasang
surut dan berombak tenang berpotensi tumbuh di TN Alas Purwo ini karena TN Alas
Purwo memiliki beberapa lokasi yang sesuai. Hutan mangrove di TN Alas Purwo terbagi

24
menjadi beberapa wilayah dengan wilayah terluas adalah di sekitar Sungai Segara Anak,
Seksi Pengelolaan TN Wilayah I Tegaldlimo. Luasan hutan mangrove di daerah tersebut
± 866 ha. Selain Segara Anak hutan mangrove yang cukup luas terdapat juga di sekitar
Teluk Pangpang yang berada di wilayah kerja Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Muncar
dengan luas ±198 ha. Formasi mangrove ditemukan juga di beberapa wilayah lain di TN
Alas Purwo, namun luasan formasi mangrove. Pada masing-masing lokasi tersebut
kurang dari 5 ha. Lokasi – lokasi tersebut diantaranya adalah Sunglon Ombo, Perpat,
Slenggrong maupun Buyukan.

1. FLORA & KERAGAMANNYA


Terlepas dari pohon bakau, sejumlah tanaman tingkat tinggi lainnya, pakis,
lumut, dan alga makro diatom planktonik dan ganggang uniseluler lainnya sering
ditemukan di hutan bakau. Giesen et al. (2007), mendaftarkan 262 tanaman tingkat
tinggi (mis. Tidak termasuk lumut dan alga) yang ditemukan di habitat bakau di Asia
Tenggara. Sebagian besar tidak spesifik untuk bakau, tetapi tanaman yang lebih besar
meningkatkan keanekaragaman flora hutan bakau, sementara fitoplankton
berkontribusi terhadap keseluruhan produktivitas bersih habitat bakau. Tidak mungkin
untuk menggambarkan semuanya di sini, tetapi kita akan secara singkat
mempertimbangkan peran fitoplankton dan komunitas mikro-alga bentik di hutan
bakau ekosistem. Komunitas fitoplankton dan mikro-alga bentik berkontribusi pada
fungsi bakau ekosistem dalam dua cara: Pertama, mereka membuat secara umum
kecil tetapi tetap terukur kontribusi terhadap produktivitas bersih keseluruhan habitat
bakau.
Kedua, sejumlah besar diatom dan mikro-alga lainnya ditemukan pada akar
udara dan bagian bawah bakau lainnya yang terendam air pasang. Ini merupakan
sumber makanan penting untuk siput arboreal dan gastropoda lainnya, banyak yang
bergerak naik turun pohon dengan pasang merumput pada potongan kecil apa pun
yang mereka dapat temukan. Selain itu, mereka terkadang dapat berkontribusi secara
signifikan terhadap produktivitas primer hutan bakau secara keseluruhan.
Rhizophora mucronata Poir adalah salah satu jenis tanaman bakau . Juga
disebut dengan nama-nama lain seperti bakau betul, bakau hitam dan lain-lain. Kulit
batang hitam, memecah datar. Tanaman ini biasa ditemukan dalam hutan bakau atau
hutan mangrove, yaitu hutan adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair
payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Tanaman ini sering bercampur dengan bakau minyak, namun lebih toleran terhadap

25
substrat yang lebih keras dan berpasir. Lebih menyukai substrat yang tergenang dalam
dan kaya humus; jarang sekali didapati di tempat yang jauh dari pasang surut.
Menyebar luas mulai dari Afrika timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara,
kepulauan Nusantara, melanesia dan Mikronesia. Diintroduksi ke Hawaii. Rhizophora
mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Lumpur tanah liat bercampur bahan organik
merupakan tempat tumbuh yang paling umum bagi hutan bakau, selain tanah
bergambut, lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, ahkan dominan pecahan
karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang. Salah satu teknik
mengidentifikasi pohon bakau cepat tumbuh yaitu dengan melihat lingkaran tahun
pada batang (annual ring) seperti yang dipublikasikan oleh Menezes dkk (2003) pada
jurnal Wetland Ecology and Management. Sebagaimana diketahui bersama bahwa
lingkaran tahun pada batang tanaman berkayu menunjukkan umur tanaman. Jenis
Rhizophora mucronata adalah jenis pohon bakau yang sulit dilihat lingkaran
tahunnya.
Di areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran terhadap substrat
yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada
pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah
yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang
tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis
tumbuhan mangrove yang paling penting dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi
sepanjang tahun. Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat
pertumbuhan mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk
beberapa hari akan lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin
dikarenakan adanya akumulasi tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi
mereka.
Penyebaran tanaman ini berada di Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia
tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia. Dibawa dan
ditanam di Hawaii. Tanaman ini mempunyai manfaat pada kayunya. Kayu digunakan
sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu digunakan untuk pewarnaan, dan
kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria (perdarahan pada air
seni). Kadang-kadang ditanam di sepanjang tambak untuk melindungi pematang.

26
Selain itu, ada juga Acanthus ilicifoliu Biasanya pada atau dekat mangrove,
sangat jarang di daratan. Memiliki kekhasan sebagai herba yang tumbuh rendah dan
kuat, yang memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetatif karena
perakarannya yang berasal dari batang horizontal, sehingga membentuk bagian yang
besar dan kukuh. Penyebaran dari India hingga Australia tropis, Filipina dan
Kepulauan Pasifik barat. Terdapat di seluruh Indonesia. Buah ditumbuk dan
digunakan untuk “pembersih” darah serta mengatasi kulit terbakar. Daun mengobati
reumatik. Perasan buah atau akar kadang-kadang digunakan untuk mengatasi racun
gigitan ular atau terkena panah beracun. Biji konon bisa mengatasi serangan cacing
dalam pencernaan. Pohon juga dapat digunakan sebagai makanan ternak

Gambar 26. Acanthus ilicifolius

Kawasan Samudera India bagian utara dan Pasifik barat daya (memanjang dari
Laut Merah sampai Jepang dan Indonesia) merupakan tempat keanekaragaman jenis
mangrove tertinggi di dunia. Saenger, dkk (1983) mencatat dua kawasan tersebut
mewakili masing-masing 44 dan 38 jenis dari 60 jenis mangrove sejati yang tercatat

27
di dunia. Sementara di kawasan Amerika Barat/Pasifik Timur, Amerika Timur/Karibea
dan Afrika Barat hanya memiliki 7 jenis serta Afrika Timur 9 jenis (Saenger, dkk,
1983).
Berdasarkan hasil identifikas yang dilakukan di Alas Purwo, ditemukan 27
jenis mangrove sejati yang terdapat di TN Alas Purw o. Jeni s- j eni s tersebut adalah
sebagai berikut : Acrostichum Aureum, Ac. speciosum, Aegiceras corniculatum,
floridum, Avicennia alba, A. marina, A. lanata, A. officinalis, Bruguiera cylindrica, B.
gymnorrhiza, B. sexangula, Ceriops decandra, C. tagal, Excoecaria agallocha,
Heritiera littoralis, Lumnitzera rasemosa, Lumnitzera littorea, Nypa fruticans,
Pemphis acidula, Rhizophora apiculata, R. mukronata, Scyphiphora hydrophyllacea,
Sonneratia alba, S. caseolaris, Xylocarpus granatum, X. molluccensis, dan X.
rumphii.

Gambar 27. Acantus ebractus

Gambar 28. Aegiceras corniculatum

28
Gambar 29. Avicennia eucalyptifolia

Gambar 30. Bruguiera parviflora

29
Seri Buku Informasi dan Potensi Mangrove di TN Alas Purwo | 2

Gambar 31. Acantus ebractus Gambar 32. Acrostichum aureum

30
Gambar 33. Camptostemon schultzii Gambar 34. Gymnanthera palulosa

Gambar 35. Heritiera littoralis Gambar 36. Lumnitzera littorea

31
2. FAUNA MANGROVE
Fauna mangrove di TN Alas Purwo baru beberapa kelompok yang telah
teridentifikasi, diantaranya adalah mamalia, aves (burung), reptil, epifauna maupun
plankton. Mamalia yang banyak ditemukan di ekosistem mangrove TN Alas Purwo
diantaranya adalah Kera Abu/Kera Ekor Panjang Macaca fascicularis, Lutung
Tracypithecus auratus, Babi Hutan Sus scrofa, Kelelawar Pteropus vampyrus dan
Kucing Bakau Felis viverrina. Aves (burung) merupakan kelompok satwa yang paling
banyak ditemui. Sedikitnya ditemui 24 jenis burung di habitat mangrove Segara Anak
dan 42 jenis burung di Teluk Pangpang. Diantara jenis - jenis burung tersebut,
terdapat burung yang langka dan dilindungi seperti Wilwo Mycteria cinerea, Bubut
Hitam Centropus.

Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti primata,
reptilia dan burung. Selain sebagai tempat berlindung dan mencari makan, mangrove
juga merupakan tempat berkembang biak bagi burung air. Bagi berbagai jenis ikan
dan udang, perairan mangrove merupakan tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat
mencari makan dan tempat pembesaran anak.

a. Mollusca
Moluska sangat banyak ditemukan pada areal mangrove di Indonesia. Budiman
(1985) mencatat sebanyak 91 jenis moluska hanya dari satu tempat saja di Seram,
Maluku. Jumlah tersebut termasuk 33 jenis yang biasanya terdapat pada karang,
akan tetapi juga sering mengunjungi daerah mangrove. Beberapa dari 91 jenis
kelompok moluska tersebut diketahui hidup di dalam tanah, sementara yang
lainnya ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang hidup menempel pada
tumbuh-tumbuhan. Di lokasi lain, keragaman jenis moluska tidak sebanyak di
Seram, sebagai contoh Giesen, dkk (1991) mencatat 74 jenis moluska pada
mangrove di Sulawesi Selatan, sementara Budiman (1988) menemukan 40 jenis
di Halmahera. Sebanyak 24 jenis dari 40 jenis yang ditemukan Budiman (1988)
merupakan jenis-jenis yang hidup di daerah mangrove, sehingga dapat dikatakan
sebagian besar dari jenis-jenis moluska tersebut hidup di daerah mangrove. 14
Desa Dedap merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan
Tasikputripuyu Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, dimana terdapat berbagai

14 Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field


Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 12

32
moluska (Gastropoda dan Bivalvia) yang berdasarkan penelitian terdapat
gastropoda 6 famili dan 14 spesies dan Bivalvia 1 famili 1 spesies. 15 Diantaranya
sebagai berikut :

Gambar 37 : Famili littorinidae

Gambar 38 : Famili Melongenidae

Gambar 39 : Famili Neritidae

15 Sri Wahyuni Arief Anthonius Purnama, Jenis-Jenis Moluska(Gastropoda Dan Bivalvia)


Padaekosistemmangrove Di Desa Dedap Kecamatan Tasikputripuyu Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau,
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian. Hlm 4 – 13.

33
Gamabar 40 : Famili Potamididae

Gambar 41. Famili Corbiculidae

b. Kepiting
Kepiting juga umum ditemukan di daerah mangrove. Dari setiap meter persegi
dapat ditemukan 10 - 70 ekor kepiting (Macintosh, 1984), khususnya jenis-jenis
penggali dari genus Cleistocoeloma, Macrophthalmus, Metaplax, Ilyoplax,
Sesarma dan Uca (Wada & Wowor, 1989 & Sasekumar, dkk, 1989). Kepiting
Mangrove Scylla serrata merupakan kepiting yang hidup di daerah mangrove
yang bernilai ekonomi tinggi (Delsman, 1972). Lebih dari 100 jenis kepiting
mangrove diketahui hidup di Malaysia dan 76 jenis di Singapura. Sayangnya,
pengetahuan mengenai kepiting mangrove di Indonesia sangat sedikit sekali
dipelajari. Giesen, dkk (1991) mencatat sebanyak 28 jenis kepiting di mangrove
16
Sulawesi Selatan didominasi oleh genus Sesarma dan Uca.

16 Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field


Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 13

34
Gambar 42. : Episesarma versicolor dan lubang persembunyiannya

Gambar 43 : Uca rosea


Kepiting penting lainnya adalah kepiting lumpur (Scylla), spesies komersial
penting yang ditangkap terutama di atau dekat bakau di Indo-Pasifik Barat.
Namun, kepiting lumpur tidak menghabiskan seluruh siklus hidup di muara
mangrove; betina bergerak ke perairan lepas pantai untuk bertelur sebelum
kembali ke tempat yang relatif aman di muara. Setelah menetas, kepiting lumpur
muda lewat melalui sejumlah tahap pengembangan sebelum migrasi kembali ke
keamanan relatif muara mangrove. Scylla tidak ditemukan di garis pantai Atlantik
Timur, tetapi tinggal di bakau lainnya spesies kepiting seperti Ucides cordatus
sama-sama dihargai sebagai makanan lezat.17

Gambar 44: kepiting bakau

17 barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of agriculture, university of the
ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan.hlm47

35
Gambar 45 : kepiting fiddler

Kepiting jantan(Uca sp.) Di luar liangnya. Cakar besar digunakan untuk


menarik wanita. Betina lebih kecil, warnanya kurang cerah dan kurang besar
cakar (kanan). Kepiting Fiddler mencari makan pada partikel kecil bahan
organik dan ganggang permukaan lumpur. Mereka sering hadir dalam jumlah
yang sangat besar di tanah berlumpur dan di sepanjang tepi hutan bakau, tetapi
jarang ditemukan jauh di dalam hutan bakau.18

c. Udang
Mangrove juga merupakan habitat penting bagi berbagai jenis krustasea lainnya,
termasuk berbagai jenis udang-udangan yang memiliki nilai komersial penting.
Sasekumar, dkk (1992) mencatat sebanyak 9 jenis udang di sungai-sungai kecil di
mangrove Selangor, Malaysia, yang sebagian besar diantaranya merupakan
anakan. Giesen, dkk (1991) mencatat sebanyak 14 jenis udang termasuk
Macrobrachium (8 jenis), Metapeneus (2 jenis) dan Palaemonetes (2 jenis) pada
mangrove di Sulawesi Selatan. Toro (dalam Manuputty, 1984) mencatat sebanyak
28 jenis krustasea, termasuk 8 jenis udang pada habitat mangrove di Pulau Pari,
Teluk Jakarta. Dua jenis yang paling umum ditemukan adalah Thalassina anomala
dan Uca dussumieri.19

18 ibid hlm 48
19 Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 13

36
Gambar 46: Udang Rama-rama ( Thalassina anomalia )

d. Ikan
Ikan menjadikan areal mangrove sebagai tempat untuk pemijahan, habitat
permanen atau tempat berbiak (Aksornkoae, 1993). Sebagai tempat pemijahan,
areal mangrove berperan penting karena menyediakan tempat naungan serta
mengurangi tekanan predator, khususnya ikan predator. Dalam kaitannya dengan
makanan, hutan mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam bentuk
material organik yang terbentuk dari jatuhan daun serta berbagai jenis hewan
invertebrata, seperti kepiting dan serangga. Selain itu, mangrove juga merupakan
tempat pembesaran anak-anak ikan. Sasekumar, dkk (1992) mencatat sebanyak
119 jenis ikan hidup pada sungai-sungai kecil di daerah mangrove di Selangor,
Malaysia, dimana sebagian besar diantaranya masih berupa anakan. Hal yang
sama dapat dilihat di Segara Anakan, tercatat lebih dari 60 % ikan yang
tertangkap merupakan ikan muda (Wahyuni, dkk, 1984). Beberapa jenis ikan
yang ditemukan di areal mangrove antara lain Tetraodon erythrotaenia,
Pilonobutis microns, Butis butis, Liza subvirldis, dan Ambasis buruensis
(Erftemeijer, dkk, 1989). Di Indonesia, Burhanuddin (1993) mencatat sebanyak
62 jenis ikan hidup di daerah mangrove di Pulau Panaitan, Taman Nasional Ujung
Kulon. Dalam suatu penelitian, Keanekaragaman sumberdaya laut Kabupaten
Banyuwangi cukup besar, dengan ditemukannya jenis-jenis ikan diantaranya ikan
37
lemuru (Sardinela longiceps), layang tongkol (Euthynnus affnis), tuna (Thunus
albacares), cucut (Carcharias menissorah), cakalang (Katsuwonus pelamis.),
bawal (Stromateus cinereus), selar (Alepes kalla), teri (Stolephorus indicus),
tengiri (Scomberomorus guttatus), julung-julung (Zenarchopterus dispar),
belanak (Mugil labiosus), kakap (Lates calcarifer).20 Ikan yang dominan
ditemukan adalah Mugil cephalus yang bersifat herbivora, sedangkan jenis-jenis
lain yang juga umum ditemukan adalah Caranx kalla, Holocentrum rubrum,
Lutjanus fulviflamma dan Plotosus canius yang bersifat karnivora, serta Toxotes
jaculator yang bersifat insektivora. Ikan gelodok (Periopthalmus spp., Scartelaos
spp.; MacNae, 1968) merupakan ikan yang sering sekali terlihat “berenang” pada
genangan air berlumpur atau menempel pada akar mangrove.21

Gambar 47 : Periophthalmus chrysospilos memanjat akar mangrove

Semua studi populasi ikan di muara mangrove telah menunjukkan bahwa


keanekaragaman spesies ikan sangat tinggi. Jumlah spesies di hutan bakau tropis
jarang kurang dari 100 dan kadang-kadang dua kali lipat, tetapi jumlah spesies ikan
yang ditemukan di hutan bakau berkurang di hutan bakau sub-tropis habitat. Beberapa
spesialis muara, tetapi sebagian besar berasal dari pantai lepas. Banyak penelitian
telah menunjukkan bahwa akar bakau penting untuk perlindungan, dan juga bagi ikan
komposisi spesies bervariasi sesuai dengan jenis pohon bakau. 22

Ikan remaja di muara bakau sebagian besar memakan zoobenthos (sangat kecil
atau sedang) hewan mikroskopis), komponen utamanya adalah copepoda dan, pada
20 Marcus J. J. Latupapua, KEANEKARAGAMAN JENIS NEKTON DI MANGROVE KAWASAN SEGORO
ANAK TAMAN NASIONAL ALAS PURWO. ISSN : 1907-7556
21 Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 13 – 14.

22 barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of agriculture, university of the
ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan.hlm 46

38
beberapa waktu tahun, kepiting sesarmid zoea. Di hutan bakau Australia timur laut,
ikan karnivora yang lebih besar tampaknya memberi makan terutama pada udang
remaja dan kepiting sesarmid. Ikan amfibi ini menyerap oksigen dari kulit, mulut dan
tenggorokan mereka, dan memiliki ruang insang yang terisi udara. Untuk bertahan
hidup kulit mereka harus tetap basah.

Periothalamus sp. atau yang biasa disebut ikan glodok adalah jenis ikan yang
mampu merangkak naik ke darat atau bertengger pada akar-akar pohon bakau. Karena
kemampuan inilah ikan glodok disebut juga ikan tembakul. Ikan ini hidup di zona
pasang surut di lumpur pantai.

Morfologi dan bentuk muka ikan ini sangatlah khas. Kedua matanya menonjol
di atas kepala seperti mata kodok, wajah yang dempak, dan sirip-sirip punggung yang
terkembang menawan. Badannya bulat panjang seperti torpedo, sementara sirip
ekornya membulat. Panjang tubuh bervariasi mulai dari beberapa sentimeter hingga
mendekati 30 cm. Keahlian yang dimiliki ikan yang satu ini, selain dapat bertahan
hidup lama di daratan (90% waktunya dihabiskan di darat), ikan gelodok dapat
memanjat akar-akar pohon bakau, melompat jauh, dan ‘berjalan’ di atas lumpur.
Sebenarnya kaki yang dimiliki ikan glodok ini adalah sirip dadanya yang telah
mengalami adaptasi, sehingga menjadi kuat, dan bisa digunakan untuk berjalan di
lumpur mangrove. Pangkal sirip dadanya berotot kuat, sehingga sirip ini dapat ditekuk
dan berfungsi seperti lengan untuk merayap, merangkak dan melompat.

Daya bertahan di daratan ini didukung pula oleh kemampuannya bernafas


melalui kulit tubuhnya dan lapisan selaput lendir di mulut dan kerongkongannya,
yang hanya bisa terlaksana dalam keadaan lembab. Oleh sebab itu glodok setiap
beberapa saat perlu mencelupkan diri ke air untuk membasahi tubuhnya. Ikan gelodok
Periophthalmus koelreuteri setiap kalinya bisa bertahan sampai 7-8 menit di darat,
sebelum masuk lagi ke air. Di samping itu, gelodok juga menyimpan sejumlah air di
rongga insangnya yang membesar, yang memungkinkan insang untuk selalu terendam
dan berfungsi selagi ikan itu berjalan-jalan di daratan. Yang menarik ketika berenang,
kedua mata ikan glodok ini tetap muncul di permukaan mirip periskop kapal selam
dan kedua matanya mampu bergerak secara independent, jadi yang satu bisa melihat
ke kiri dan yang lainnya bisa melihat ke kanan pada saat bersamaan. Selain itu, juga

39
karena berada di luar rongga kepala, mata yang mereka miliki mampu melihat ke
segala arah alias dapat berputar 360 derajat.

Gambar 48. morfologi ikan glodok (Periothalamus sp)

Hidup di wilayah pasang surut, gelodok biasa menggali lubang di lumpur yang
lunak untuk sarangnya. Lubang ini bisa sangat dalam dan bercabang-cabang, berisi air
dan sedikit udara di ruang-ruang tertentu. Ketika air pasang naik, gelodok umumnya
bersembunyi dilubang-lubang ini untuk menghindari ikan-ikan pemangsa yang
berdatangan. Bila air surut ikan glodok banyak terlihat keluar dari air, merangkak atau
melompat lompat di atas lumpur dan jika air pasang ia masuk ke hutan bakau, baru
turun kembali ke lumpur-lumpur pantai bila air telah surut atau ia bersembunyi pada
lubang-lubang sarangnya. Ikan gelodok hanya dijumpai di pantai-pantai beriklim
tropis dan subtropis di wilayah Indo-Pasifik sampai ke pantai Atlantik Benua Afrika.

Ikan glodok biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon


bakaunya. di pantai pulau-pulau karang yang ada bakaunya, glodok juga dapat di
temukan. Toleransinya sangat besar terhadap perubahan salinitas, suhu, pH dan DO.
Sirip dada ekornya digunakan sebagai alat gerak di darat. Ikan ini kadang-kadang
bergerombol bertengger pada akar-akar tunjang pohon bakau Rhizophora atau berada
di antara akar-akar tunjang pohon bakau Sonneratia. Ikan ini termasuk ikan yang
paling tahan terhadap kerusakan lingkungan hidup dan dapat tetap hidup dalam
kondisi yang “memprihatinkan” sekalipun.

Di Indonesia, ikan glodok ditemukan oleh Harden Berg pada tahun 1935 di
Sumatera dan Kalimantan dari jenis Periophtalmus sp dan sekarang telah tersebar luas
di sepanjang Pantai Utara Jawa, Segara Anakan Cilacap dan Nusakambangan,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Mereka dapat di temukan di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk hingga ke Hutan Lindung Angke Kapuk dan hidup

40
Gambar 49. Contoh ikan glodok
(Periothalamus sp)
diantara tumpukan sampah dan bahan pencemar
lain yang menumpuk di muara Jakarta

Gambar 50: ikan gelodok (Periophthalmus modestus )

e. Arthropoda
Untuk kelompok Arthropoda terbang yang hidup di mangrove, termasuk
serangga, dijelaskan oleh Abe (1988) dalam penelitiannya di Halmahera, Maluku
bahwa sebagian besar serangga yang ditemukan berasal dari ordo Hymenoptera,
Diptera and Psocoptera.

41
Gambar 51. Insekta di daerah mangrove

f. Reptil dan Amphibia


Sangat sedikit sekali Amphibia dapat ditemukan bertahan hidup pada
lingkungan yang berair asin seperti lingkungan mangrove. Meskipun demikian, 2
jenis amphibia telah diketahui dapat bertahan hidup pada lingkungan demikian,
yaitu Rana cancrivora and R. limnocharis (MacNae, 1968). 23
Jenis-jenis Reptilia yang umum ditemukan di daerah mangrove di Indonesia
diantaranya adalah buaya muara (Crocodylus porosus), biawak (Varanus
salvator), ular air (Enhydris enhydris), ular mangrove (Boiga dendrophila), Ular
tambak (Cerberus rhynchops), Trimeresurus wagler dan T. purpureomaculatus
(MacNae, 1968; Keng & Tat-Mong, 1989; Giesen, 1993). Seluruh jenis reptilia
tersebut dapat juga ditemukan pada lingkungan air tawar atau di daratan.24

Gambar 52: Ular pohon (Chrysopelea sp.)

Buaya muara air asin (Crocodylus porosus) banyak ditemukan di habitat bakau
di sebagian besar Asia tropis, Papua Nugini dan Australia Utara, meskipun mereka
kini telah menghilang hampir sepenuhnya dari wilayah pesisir beberapa negara
dengan padat populasi pesisir (mis. Thailand dan Vietnam). Buaya muara panjangnya
bisa mencapai enam hingga tujuh meter, dan menjadi predator terbesar di habitat
bakau, mereka duduk di puncak rantai makanan. Di Afrika buaya Nil (Crocodylus

23 Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field


Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 14

24 ibid, Hlm, 14

42
niloticus) juga biasa ditemukan di habitat bakau, tetapi di Indonesia American
Alligator (Alligator mississippiensis) mendiami rawa air tawar dan air payau, jarang
tersesat ke habitat bakau yang didominasi laut. 25

Gambar 53 : buaya muara air Crocodylus porosus

Monitor bakau (Varanus indicus), kadal yang dapat tumbuh hingga sekitar 1,2
m panjangnya, juga tersebar luas di utara Australia, Papua Nugini dan beberapa
Kepulauan Pasifik Barat lainnya. Sementara umum di bakau, monitor bakau juga
ditemukan di habitat darat lainnya, seperti yang lainnya lebih kecil kadal yang sering
ditemui di hutan bakau. Selain buaya dan kadal, berbagai macam ular adalah umum di
habitat bakau, tetapi hanya sedikit, jika ada, yang merupakan spesialis bakau sejati.
Bakau atau ular kucing (Boiga dendrophila), ular arboreal (penghuni pohon) yang
umum dijumpai di hutan bakau di Australia dan Asia, seringkali dianggap khas hutan
bakau, tetapi juga ditemukan di hutan terestrial terdekat.26

25 barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of agriculture, university of the
ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan. Hlm45

26 ibid,-

43
Gambar 54: biawak Gambar 55: Boiga dendrophila

g. Burung
Jenis-jenis burung yang hidup di daerah mangrove tampaknya tidak terlalu
berbeda dengan jenis-jenis yang hidup di daerah hutan sekitarnya. Mereka
menggunakan mangrove sebagai habitat untuk mencari makan, berbiak atau
sekedar beristirahat. Bagi beberapa jenis burung air, seperti Kuntul (Egretta spp),
Bangau (Ciconiidae) atau Pecuk (Phalacrocoracidae), daerah mangrove
menyediakan ruang yang memadai untuk membuat sarang, terutama karena
minimnya gangguan yang ditimbulkan oleh predator.27
Bagi jenis-jenis pemakan ikan, seperti kelompok burung Raja Udang
(Alcedinidae), mangrove menyediakan tenggeran serta sumber makanan yang
berlimpah. Bagi berbagai jenis burung air migran (khususnya Charadriidae dan
Scolopacidae), mangrove memainkan peranan yang sangat penting dalam migrasi
mereka. Mangrove tidak hanya sebagai tempat perhentian, akan tetapi juga
sebagai tempat perlindungan dan mencari makan. Beberapa lokasi yang sangat
penting bagi burung bermigrasi diantaranya adalah Pantai Timur Sumatera
(Danielsen & Verheugt, 1989; Rusila 1991; Giesen, 1991;), Pantai Utara Jawa
(Erftemeijer & Djuharsa, 1988 dan Rusila 1987) dan Pantai Barat Sulawesi
Selatan (Baltzer, 1990 dan Giesen, dkk, 1991).
Sementara itu, beberapa daerah lain di Kalimantan, Sulawesi dan Irian
kemungkinan juga merupakan lokasi-lokasi yang penting, akan tetapi masih
diperlukan survey yang lebih mendalam untuk membuktikan hal tersebut.Balen
(1988) mencatat sebanyak 167 jenis burung terestrial di hutan mangrove Pulau
Jawa, merupakan 34 % dari seluruh jenis burung yang telah tercatat di Pulau Jawa
(Andrew, 1992). Verheught, dkk (1993) menemukan sebanyak 120 jenis burung
(atau 150 jenis jika termasuk daerah lumpur disekitar hutan mangrove). Di
Sulawesi Selatan, Baltzer (1990) melaporkan dari 141 jenis burung yang
ditemukan di lahan basah propinsi tersebut, sebanyak 81 jenis ditemukan di hutan
mangrove (58 % atau 21 % dari seluruh burung di Sulawesi). Sementara itu, di
Irian Jaya, Erftmeijer, dkk (1991) menemukan 64 jenis burung hidup di hutan
mangrove diantara 90 jenis yang ditemukan di teluk Bintuni (71% atau 10% dari

27 ibid

44
seluruh burung di Irian Jaya). Jumlah ini mewakili 13% dari seluruh jenis burung
yang ada di Indonesia (Andrew, 1992).28
Jenis burung yang ditemukan Di Gili suliat termasuk dalam 9 famili.
Kesebelas jenis burung tersebut ialah Halcyon chloris, Halcyon sancta, Butorides
striatus, Egretta garzetta, Lalage sueurii, Merops ornatus, Linkmera lombokia,
Nectarinia jugularis, Actitis hypoleucos, Chlidonias hybridus, dan Zosterops
palpebrosus. Butorides striatus, Egretta garzetta, Actitis hypoleucos, dan
Chlidonias hybridus merupakan jenis burung yang dikategorikan ke dalam
burung air, sedangkan jenis burung y ang lain dikategorikan sebagai burung
darat.29

28 Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field


Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 15
29 Gito Hadiprayitno, KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI KAWASAN MANGROVE GILI SULAT
LOMBOK TIMUR. Prog. Studi Pend. Biologi FKIP Unram

45
Gambar 56 : Mycteria cinerea , Nycticorax nycticorax, Casmerodius albus, Haliastur
indu,, Chrysocolaptes lucidus30

(A) (B)

(C) (D)

Gambar. 57 :(A) burung Tledekan Niltava vivida ), (B) burung betet ekor panjang (
Psittacula longicauda ) (C) Kepudang sungu maluku (Coracina atriceps),(D) Gelatik jawa
(Padda oryzivora)

Dalam suatu penelitian didalam kawasan mangrove di Taman Nasional Rawa


Aopa, Sulawesi Tenggara Terdapat 53 jenis burung dari 47 genera, 28 famili dan 11
ordo. Selanjutnya, Nontji (2016) menyimpulkan, hutan mangrove Taman Nasional
Rawa
Aopa (TNRAW) sebagai area penting dan secara tetap menjadi persinggahan burung
burung migran, salah satu spesiesnya yaitu, aroweli (Mycteria cinerea). Mamalia

30 Jn Eong, Wooi Khoon Gong, Structure, Function And Management


Of Mangrove Ecosystems Series 2, (International Society for Mangrove Ecosystems (ISME), Okinawa, Japan,
and International Tropical Timber Organization (ITTO 2013) hlm. 44 - 57

46
seperti anoa (Bubalus depressicornis), babi hutan (Sus celenbensis) dan rusa (Cervus
timonresis), serta reptil Crocodylus porosus juga pernah ditemukan dalam kawasan
TNRAW.31

Gambar 58. Spesies burung ekosistem mangrove. A.) Picus vittatus, B) Treron
curvirostra, C) Marsh sandpiper, D) Common greenshak

Mangrove juga merupakan habitat yang baik bagi beberapa jenis burung yang
telah langka atau terancam kepunahan, seperti:

1. Wilwo (Mycteria cinerea - Milky Stork - Ciconiidae). Jenis ini telah dianggap
sebagai salah satu jenis bangau yang paling terancam di seluruh dunia
(Verheught, 1987). Populasinya diperkirakan hanya tinggal berjumlah 5000 -
6000 ekor saja (Verheught, 1987 dan Rose & Scott, 1994), dimana lebih dari 90%
diantaranya ditemukan di daerah hutan bakau di Indonesia, terutama di Sumatera
dan Jawa. Mereka hanya diketahui berbiak di hutan mangrove di Hutan Bakau
Pantai Timur (Danielsen dan Skov, 1987), Tanjung Koyan, hutan bakau Tanjung
Selokan dan hutan bakau Semenanjung Banyuasin, seluruhnya di Sumatera
Selatan (Danielsen, dkk, 1991). Di Jawa jenis ini hanya diketahui berbiak di
hutan bakau Pulau Rambut (Allport & Wilson, 1986 dan Rusila, dkk, 1994).

31 Wira Rahardi, KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN JASA EKOSISTEM MANGROVE DI INDONESIA. Prodi
Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, 27 Agustus 2016

47
Gambar 59. Wilwo

2. Bubut hitam (Centropus nigrorufus - Sunda Coucal - Cuculidae). Jenis ini telah
tercantum dalam Red Data Book dalam kategori Vulnerable. Merupakan jenis
endemik Pulau Jawa. Pada saat ini, jenis ini diperkirakan hanya bertahan hidup
di kawasan hutan mangrove dan rawa sekitar Tanjung Karawang, Indramayu dan
Segara Anakan (Andrew, 1990).

Gambar 60. Babut hitam

48
3. Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus - Lesser Adjutant - Ciconiidae). Bagi
jenis yang tergolong vulnerable ini, hutan mangrove merupakan habitat penting
untuk bersarang atau mencari makan (Silvius & Verheught, 1989). Populasi
mereka sebagian besar terdapat di pantai timur Sumatera (Sumatera Selatan,
Jambi dan Riau) dan beberapa kawasan hutan bakau di Delta Sungai Brantas dan
Bengawan Solo, pantai utara Jawa (Erftmeijer & Djuharsa, 1988) serta hutan
mangrove di Segara Anakan yang merupakan hutan mangrove terbesar yang saat
ini tersisa di Pulau Jawa (Erftmeijer, dkk, 1988). 32

Gambar 61. Bangau tongtong

h. Mamalia

Mamalia yang umum ditemukan pada habitat mangrove diantaranya adalah babi liar
(Sus scrofa), kancil (Tragulus spp.), kelelawar (Pteropus spp.) berang-berang (Lutra
perspicillata dan Amblyonyx cinerea), lutung (Trachypithecus aurata), Bekantan
(Nasalis larvatus; endemik Kalimantan) dan kucing bakau (Felis viverrina) (MacNae,
1968; Payne, Francis & Phillipps, 1985; Melisch, dkk, 1993). Tidak satupun dari
mamalia diatas hidup secara eksklusif di mangrove. Bekantan tadinya dianggap

32 Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field


Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 15 – 16

49
hanya hidup pada habitat mangrove, kemudian diketahui bahwa mereka juga
menggunakan hutan rawa gambut (Payne, dkk, 1985). Monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) umum ditemukan di daerah mangrove dan sering terlihat mencari makan
pada hamparan lumpur di sekitar mangrove. Macaca ochreata ochreata (endemik
Sulawesi) pada masa lalu umum terlihat di daerah mangrove dekat Malili, Teluk
Bone, Sulawesi Selatan (Giesen, dkk, 1991).33

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatranus) masih ditemukan di wilayah


Sungai Sembilang, Sumatera Selatan (Danielsen & Verheugt, 1989), dimana jika areal
ini digabungkan dengan areal Taman Nasional Berbak di Jambi, dapat dianggap
sebagai tempat hidup harimau Sumatera yang terbaik (Frazier, 1992). Dari empat jenis
berangberang yaitu Aonyx cinerea, Lutra lutra, Lutra sumatrana dan Lutra
perspicillata yang diketahui hidup di Indonesia juga ditemukan di hutan mangrove.
Dari kelompok mamalia air, dua jenis lumba-lumba yaitu Orcella brevirostris dan
Sousa chinensis juga ditemukan di daerah muara sekitar hutan bakau, sedangkan
mamalia udara yang sering ditemukan adalah Pteropus vampirus.34

Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau
Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera
yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna
coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.

Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam
bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara
lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan
(Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa
nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara
Bentangan, Raseng dan Kahau. Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies
anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis
larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat
dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis
terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.

Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi


“Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini
33 ibid
34 hal.16

50
dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK
Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini
juga menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol. Ciri-ciri dan Habitat Bekantan. Hidung
panjang dan besar pada Bekantan (Nasalis larvatus) hanya dimiliki oleh spesies
jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini
mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan
hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga
sebagai Monyet Belanda. Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina.
Ukurannya dapat mencapai 75 cm dengan berat mencapai 24 kg. Kera Bekantan
betina berukuran sekitar 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini juga memiliki perut
yang besar (buncit). Perut buncit ini sebagai akibat dari kebiasaan mengkonsumsi
makanannya yang selain mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian mereka juga
memakan dedaunan yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Bekantan
(Nasalis larvatus) hidup secara berkelompok. Masing-masing kelompok dipimpin
oleh seekor Bekantan jantan yang besar dan kuat. Biasanya dalam satu kelompok
berjumlah sekitar 10 sampai 30 ekor.

Satwa yang dilindungi ini lebih banyak menghabiskan waktu di atas pohon.
Walaupun demikian Bekantan juga mampu berenang dan menyelam dengan baik,
terkadang terlihat berenang menyeberang sungai atau bahkan berenang dari satu pulau
ke pulau lain.

Seekor Bekantan betina mempunyai masa kehamilan sekitar166 hari atau 5-6
bulan dan hanya melahirkan 1 (satu) ekor anak dalam sekali masa kehamilan. Anak
Bekantan ini akan bersama induknya hingga menginjak dewasa (berumur 4-5 tahun).
Habitat Bekantan (Nasalis larvatus) masih dapat dijumpai di beberapa lokasi antara
lain di Suaka Margasatwa (SM) Pleihari Tanah Laut, SM Pleihari Martapura, Cagar
Alam (CA) Pulau Kaget, CA Gunung Kentawan, CA Selat Sebuku dan Teluk
Kelumpang. Juga terdapat di pinggiran Sungai Barito, Sungai Negara, Sungai
Paminggir, Sungai Tapin, Pulau Bakut dan Pulau Kembang. Konservasi Bekantan.
Bekantan (Nasalis larvatus) oleh IUCN Redlist sejak tahun 2000 dimasukkan dalam
status konservasi kategori Endangered (Terancam Kepunahan) setelah sebelumnya
masuk kategori “Rentan” (Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan juga terdaftar pada
CITES sebagai Apendix I (tidak boleh diperdagangkan secara internasional)

51
Pada tahun 1987 diperkirakan terdapat sekitar 260.000 Bekantan di Pulau
Kalimantan saja tetapi pada tahun 2008 diperkirakan jumlah itu menurun drastis dan
hanya tersisa sekitar 25.000. Hal ini disebabkan oleh banyaknya habitat yang mulai
beralih fungsi dan kebakaran hutan.

Gambar 62: Nasalis larvatus,


Trachypithecus cristatus

3. MANGROVE SEBAGAI HABITAT


Pentingnya hutan bakau jauh melampaui
apa yang ditawarkan oleh vegetasi mereka. Hutan mangrove menangkap dan
mengumpulkan sedimen yang terbawa arus pasang surut dari daratan lewat aliran
sungai. Hutan mangrove selain melindungi pantai dari gelombang dan angin
merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi,
reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan
keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma
nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan system kehidupan di sekitarnya.
Habitat Mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-
hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground),
tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman
bagi berbagai juvenile dan larva ikan serta kerang (shellfish) Dari predator. 35
Jaringan sistem akar mangrove memberikan banyak nutrien bagi larva dan
juvenil ikan tersebut. Sistem perakaran mangrove juga menghidupkan komunitas
invertebrata laut dan algae. Memberikan gambaran tentang tingginya produktivitas
habitat pantai bermangrove ini, dikatakan bahwa satu sendok teh lumpur dari daerah
mangrove di pantai utara Queensland (Australia) mengandung lebih dari 10 milyar
bakteri, suatu densitas lumpur tertinggi di dunia. Beberapa hewan tinggal di atas
pohon sebagian lain di antara akar dan lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan
yang tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove penting pula untuk pengunjung yang

35 Irwanto, 2006, Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove, Hlm 3

52
hanya sementara waktu saja, seperti burung yang menggunakan dahan mangrove
untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari makan di bagian daratan
yang lebih ke dalam, jauh dari daerah habitat mangrove. 36

Gambar 63: diagram ilustrasi penyebaran fauna di habitat ekosistem mangrove

Burung-burung dari daerah daratan menemukan sumber makanan dan habitat


yang baik untuk bertengger dan bersarang. Mereka makan kepiting, ikan dan moluska

36 Irwanto, 2006, Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove, Hlm 4

53
atau hewan lain yang hidup di habitat mangrove. Tiap spesies biasanya mempunyai
gaya yang khas dan memilih makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaanya
masing-masing dari keanekaragaman sumber yang tersedia di lingkungan tersebut.
Sebagai timbal baliknya, burung-burung meninggalkan guano sebagai pupuk bagi
pertumbuhan pohon mangrove. Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah
hewan-hewan yang hidupnya menempati daerah dengan substrat yang keras (tanah)
atau akar mangrove maupun pada substrat yang lunak (lumpur). Kelompok ini antara
lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan dan golongan invertebrata
lainnya. Kelompok lainnya lagi adalah yang selalu hidup dalam kolom air laut seperti
macam-macam ikan dan udang yang aktif memakan detritus mangrove yang jatuh ke
dalam air. 37

Gambar 64. : Siklus nutrisi serasah bakau

Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan makanan
bagi plankton, kepiting,uadang kecil dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut.

37 ibid

54
Plankton dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme
darat dan air di habitat yang bersangkutan. 38

38 Irwanto, 2006, Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove, Hlm 4

55
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Ekosistem hutan mangrove merupakan ekosistem yang khas atau unik hal inni
dikarenakan adanya pertemuan antara ekosistem laut dengan ekosistem air tawar
ataupun darat. Ekosistem Hutan Mangrove terdapat flora maupun fauna yang unik
yang tidak ditemukan di ekosistem lainnya beberapa diantaranya adalah ikan glodok
atau mudskipper (Periothalamus sp), ikan glodok adalah ikan yag unik sebab 90%
waktu yang dihabiskan berada di daratan atau terestrial asalkan masih terdapat lumpur
di bawahnya untuk melakukan pernapasan atau tidak ikan tersebut harus segera
mencari air untuk bernapas.
Ekosistem Hutan Mangrove sangat berperan penting terhadap kehidupan
makhluk hidup. Bila keseimbangan ekosistem Hutan Mangrove terganggu ataupun
dengan sengaja dirusak, maka secara langsung hal tersebut akan berdampak pada
kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di ekosistem tersebut secara tidak
langsung juga hal ini akan berdampak pada manusia, tumbuhan maupun hewan.

B. Saran
Ada beberapa saran atau solusi yang dapat membantu menjaga dan memlihara
ataupun membudidayakn Hutan Mangrove agar ekosistem nya tetap terjaga , yaitu : 1)
Mengharidi pertemuan kota dan menyambaikan suara keberatan atas pembangunan
mengganggu habitat satwa liar maupun suatu ekosistem, 2) Pelajari semua tetang
pentinganya Rawa Mangrove, dan membuat orang lain terkesan mengenai pentingnya
Rawa Mangrove terhadap keanekaragaman hayati di Bumi, 3) gunakan produk yang
ramah lingkungan untuk mengurangi polusi air.

56
DAFTAR PUSTAKA

Barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of
agriculture, university of the ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan.

Bunia Ceri, Keanekaragaman Jenis Paku-Pakuan (Pteridophyta) Di Mangrove Muara Sungai


Peniti Kecamatan Segedong Kabupaten Pontianak. Protobiont. 2014 Vol 3 (2) : 240 -
246

Chrisna Adhi Suryono, Ekologi Mangrove Di Segara Anakan Ditinjau dari Aspek :
Kelimpahan dan Distribusi, Jurnal Kelautan Tropis Juni 2015 Vol. 18(1):20–27, ISSN
0853-7291

Ghufran H. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Jakarta; PT. Rineka
Cipta

Gito Hadiprayitno, KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI KAWASAN MANGROVE


GILI SULAT LOMBOK TIMUR. Prog. Studi Pend. Biologi FKIP Unram

Irwanto, 2006, Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove

Jn Eong, Wooi Khoon Gong, Structure, Function And Management Of Mangrove Ecosystems
Series 2, (International Society for Mangrove Ecosystems (ISME), Okinawa, Japan,
and International Tropical Timber Organization (ITTO 2013)

Marcus J. J. Latupapua, KEANEKARAGAMAN JENIS NEKTON DI MANGROVE


KAWASAN SEGORO ANAK TAMAN NASIONAL ALAS PURWO. ISSN : 1907-
7556

Ni Made Puspayanti, dkk. Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove di Desa Lebo Kecamatan Parigi
Kabupaten Parigi Moutong dan Pengembangannya Sebagai Media Pembelajaran.
Jurusan P.MIPA FKIP Universitas Tadulako Vol 1: 1-9 Juni 2013

57
Risma Haris, Keanekaragaman Vegetasi dan Satwa Liar Hutan Mangrove, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Timur, Makassar

Sri Wahyuni Arief Anthonius Purnama, Jenis-Jenis Moluska(Gastropoda Dan Bivalvia)


Padaekosistemmangrove Di Desa Dedap Kecamatan Tasikputripuyu Kabupaten
Kepulauan Meranti, Riau, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir
Pengaraian. Hlm 4 – 13.

Sri Hartini, KEANEKARAGAMAN FLORA DI KAWASAN MANGROVE DESA WAKAI DAN


DESA TANINGKOLA, KECAMATAN UNA UNA, KABUPATEN TOJO UNA UNA,
SULAWESI TENGAH, Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI.
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7

Wira Rahardi, KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN JASA EKOSISTEM MANGROVE DI


INDONESIA. Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, 27 Agustus
2016

Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field Guide of
Indonesian Mangrove. 2006)

58

Anda mungkin juga menyukai