Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

“FLORA DAN FAUNA MANGROVE”

Diajukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah

BIOLOGI MANGROVE

Dosen Pengampu :

Desi Kartikasari, M.Si

Disusun oleh :

1. ILMA MUFIDATUL HUSNA (17208163032)


2.
3.
4.
5.
6.

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. makalah ini berjudul
“Flora Dan Fauna Mangrove”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung yang memberikan fasilitas dalam penyusunan makalah ini.
2. Ibu Desi Kartikasari, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah “Biologi
Mangrove” yang membimbing dan mendampingi penulis dalam penyusunan
makalah ini.
3. Kedua orang tua penulis yang memberi dukungan moril dan materil.
4. Serta rekan-rekan Tadris Biologi 6AK tahun ajaran 2018/2019 yang senantiasa
sabar memberi semangat penulis.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah “Biologi Mangrove”. Penulis juga berharap semoga pembuatan makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan. Penulis pun sadar


bahwasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang konstruktif akan senantiasa menjadi koreksi bagi penulis nanti dalam
upaya evaluasi diri.

Tulungagung, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. KEANEKARAGAMAN JENIS MANGROVE DAN


PENYEBARANNYA…………………………………………………… 3
B. JENIS ENDEMIC MANGROVE/ JENIS TUMBUHAN LANGKA
MANGROVE…………………………………………………………. 8
C. KEANEKARAGAMAN FAUNA YANG BERASOSIASI DENGAN
MANGROVE…………………………………… 15

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan pertemuan antara dua ekosistem yaitu antara ekosistem air
tawar dengan ekosistem air laut, hal ini menyebakan banyak sekali keanekaragaman flora
dan fauna yang ada di hutan mangrove, sehingga menghasilkan ekosistem yang khas.
Sangat disayangkan banyak pihak-pihak yang belum menyadari betapa pentingnya hutan
mangrove di dunia ini, padahal hutan mangrove dapat dimanfaat kan baik dari segi ekologi
maupun ekonomi. Manfaat ekologi mangrove diantaranya adalah sebagai pelindung alami
pantai dari abrasi, mempercepat sedimentasi, mengendalikan intrusi air laut, dan
melindungi daerah di belakang mangrove dari gelombang tinggi dan angin kencang, tempat
memijah, mencari makan, dan berlindung bagi ikan, udang, kepiting dan biota laut lainnya.
Sedangkan manfaat ekonomi mangrove yaitu sebagai bahan makanan, minuman, obat-
obatan, pewarna alami, dan sebagai obyek ekowisata. Namun keberadaan hutan mangrove
di dunia dari tahun ke tahun mulai terancam. Banyak eksploitasi yang berlebihan dan
pengalihan fungsi hutan mangrove.
Berdasarkan data tahun 1999, luas wilayah mangrove yang terdapat di Indonesia yakni
total 8,6 juta hektare. Namun sejak rentang 1999 hingga 2005, hutan bakau itu sudah
berkurang sebanyak 5,58 juta hektare atau sekitar 64 persennya. Saat ini hutan mangrove
di Indonesia yang dalam keadaan baik tinggal 3,6 juta hektar, sisanya dalam keadaan rusak
dan sedang. Namun, pada kesempatan ini penulis tidak akan membahas tentang
pengerusakan hutan mangrove yang terus merajalela, tapi tentang beberapa flora dan fauna
yang ada di hutan mangrove mungkin dengan membuat makalah ini dengan harapan bahwa
masyarakat bisa menyadari betapa pentingnya menjaga kestabilan lingkungan (ekosistem),
sebab bila manusia terus melakukan tindakan atau perbuatan yang berdampak langsung
pada keseimbangan ekosistem, maka keseimbangan ekosistem ini akan hancur, dan secara
tidak langsung juga berdampak pada kehidupan manusia itu sendiri.
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks ini terdiri atas flora dan fauna
daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan
surut. Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan.
Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah
dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai

1
dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove tumbuh subur dan
luas di daerah delta dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Di pantai yang
tidak ada sungainya, daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove mempunyai toleransi
besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan bersalinitas tinggi di mana
tanaman biasa tidak dapat tumbuh.
Hutan mangrove menangkap dan mengumpulkan sedimen yang terbawa arus pasang
surut dari daratan lewat aliran sungai. Hutan mangrove selain melindungi pantai dari
gelombang dan angin merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti
mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain
menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai
plasma nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya.
Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan
tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat bertelur
dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai juvenil
dan larva ikan serta kerang (shellfish) dari predator. Menempatkan mangrove sebagai suatu
ekosistem akan membangun pengertian yang lebih kaya dalam hal sumber daya hayati dan
habitat hidup, karena selain flora juga tidak sedikit fauna yang dijumpai di mangrove.
dalam hal ini area mangrove berfungsi sebagai tempat hidup, mencari makan, berlindung,
bertelur, dan sebagai koridor migrasi bagi berbagai macam fauna antara lain, burung,
reptilian, moluska, udan dan ikan.1
Ekosistem hutan mangrove merupakan ekosistem yang khas atau unik hal inni
dikarenakan adanya pertemuan antara ekosistem laut dengan ekosistem air tawar ataupun
darat. Ekosistem Hutan Mangrove terdapat flora maupun fauna yang unik yang tidak
ditemukan di ekosistem lainnya beberapa diantaranya adalah ikan glodok atau mudskipper
(Periothalamus sp), ikan glodok adalah ikan yag unik sebab 90% waktu yang dihabiskan
berada di daratan atau terestrial asalkan masih terdapat lumpur di bawahnya untuk
melakukan pernapasan atau tidak ikan tersebut harus segera mencari air untuk bernapas.
Ekosistem Hutan Mangrove sangat berperan penting terhadap kehidupan makhluk hidup.
Bila keseimbangan ekosistem Hutan Mangrove terganggu ataupun dengan sengaja dirusak,
maka secara langsung hal tersebut akan berdampak pada kelangsungan hidup makhluk
hidup yang ada di ekosistem tersebut secara tidak langsung juga hal ini akan berdampak

1
Ghufran H. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Jakarta; PT. Rineka Cipta, hal.12

2
pada manusia, tumbuhan maupun hewan. Maka, dengan adanya latar belakang tersebut
kami akan membahas makalah yang berjudul “Flora dan Fauna Mangrove”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana keanekaragaman jenis mangrove dan penyebarannya?
2. Apa saja jenis endemic mangrove atau jenis tumbuhan langka mangrove?
3. Apa saja keanekaragaman fauna yang berasosiasi dengan mangrove?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis mangrove dan penyebarannya
2. Untuk mengetahui jenis endemic mangrove atau jenis tumbuhan langka mangrove
3. Untuk mengetahui keanekaragaman fauna yang berasosiasi dengan mangrove

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEANEKARAGAMAN JENIS MANGROVE DAN PENYEBARANNYA


Hutan mangrove tersebar luas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa wilayah
tropika dan sedikit di sub-tropika. Hutan mangrove di dunia mencapai luas sekitar
16.530.000 Ha yang tersebar di Asia 7.441.000 Ha, Afrika 3.258.000 Ha dan Amerika
5.831.000 Ha, sedangkan Indonesia dilaporkan seluas 3.735.250 Ha. Dengan demikian,
luas hutan mangrove Indonesia hampir 50% dari luas mangrove Asia dan hampir 25% dari
luas hutan mangrove dunia2. Secara umum, spesies mangrove semakin banyak seiring
dengan menurunnya tingkat ketinggian tanah. Di Florida, masih tersisa sekitar 200.000 Ha
mangrove (dari perkiraan 260.000 Ha yang pernah ada), terdapat tiga spesies yaitu:
mangrove merah (Rhizophora mangle), mangrove hitam (Avicennia germinans) dan
mangrove putih (Laguncularia recemosa). Buttonwood (Conocarpus erectus) juga
ditemukan di Florida, tumbuh bersama-sama dengan mangrove tetapi tidak
dikelompokkan sebagai spesies mangrove. Di Texas dan Lousiana, mangrove hitam
tumbuh tapi umumnya tidak melebihi tinggi semak belukar. Ada sekitar 2.000 Ha habitat
mangrove di Texas dan beberapa ratus Ha di Lousiana, terpusat di Grand Isle3.
Sementara dari sumber lain ditemukan bahwa kawasan Samudera India bagian utara
dan Pasifik barat daya (memanjang dari Laut Merah sampai Jepang dan Indonesia)
merupakan tempat keanekaragaman jenis mangrove tertinggi di dunia. Saenger, dkk
(1983) mencatat dua kawasan tersebut mewakili masing-masing 44 dan 38 jenis dari 60
jenis mangrove sejati yang tercatat di dunia. Sementara di kawasan Amerika Barat/Pasifik
Timur, Amerika Timur/Karibea dan Afrika Barat hanya memiliki 7 jenis serta Afrika
Timur 9 jenis4. Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan dalam hal keanekaragaman jenis
mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari 202 jenis mangrove yang telah
diketahui, 166 jenis terdapat di Pulau Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 Jenis di
Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku dan 120
jenis di Kepulauan Sunda Kecil. Meskipun daftar ini mungkin tidak komprehensif, akan

2
Risma Haris, Keanekaragaman Vegetasi dan Satwa Liar Hutan Mangrove, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia Timur, Makassar hal 117
3
Ibid, hal 118
4
Panduan…

4
tetapi dapat memberikan gambaran urutan penyebaran jenis mangrove di pulau-pulau
Indonesia.

Tabel 1. Penyebaran jenis-jenis penyebaran mangrove sejati di kawasan Indo-Australia


(Saenger, dkk, 1983)

Jenis India Bangladesh Vietnam Indonesia Papua Australia


Nugini
Acanthus + + + +
ebracteaus
A. ilicifolius + + + + + +
A. volubilis
Aegilitis annulata + + +
A. retundifolia + +

Aegiceras + + + + + +
corniculatum
A. floridum + +

Avicennia alba + + + + +
A. eucalyptifolia + +
A. integra
A. intermedia +
A. lanata +
A. marina + + + + + +
A. officinalis + + + + + +
A. rumphiana
Bruguiera + + + +
cylindrical
B. exaristata + + +
B. gymnorrhiza + + + + + +
B. hainesii + +
B. parviflora + + + + +
B. sexangula + + + +
Campnosperma +
philippinensis
C. schultzi + + +
Ceriops decandra + + + + + +
C. tagal + + + + +
Cynometra + + + +
ramiflora
Excoecaria + + + + + +
agallocha

5
Heritiera fomes + +
H. litoralis + + +
Kandelia candel + + + +
Lumnitzera littorea + + + + +
L. recemosa + + + + + +
Nypa fruticans + + + + +

Osbornia octodonta + + +

Phoenix paludosa + + + +

Rhizopora apiculata + + + + +
R. lamarckii + +
R. mucronata + + + + + +
R. stylosa + + + +
Schyphiphora + + + +
hydrophyllacea
Sonneratia alba + + + + +
S. apetala + +
S. caseolaris + + + + + +
S. griffithii
S. ovata + + +
Xylocarpus +
australasicus
X. granatum + + + + + +
X. mekongensis + + +
X. moluccensis + + +
X. parvifolius

Jumlah 27 19 30 39 33 28

Pada daerah penelitian jenis mangrove yang mendominansi adalah Avecenia marina
dan Soneratia caseolaris dimana Avicinia marina menyusun zonasi yang paling depan
(dekat dengan laut) yang kemudian diikuti oleh S. caseolaris. Hal yang sama juga
ditemukan oleh Ewusie (1990) di sepanjang pantai Malaysia, dimana pada bagian tepi
didominasi oleh Avicenia dan Sonneratia. Natalia (1999) juga menemukan jenis tumbuhan
yang mendoninasi adalah Avicenia dan Sonneratia pada penelitianya, dimana subtratnya
berupa lumpur hasil sedimentasi, hal ini sangat persis dengan yang ada di Segara Anakan
sekarang ini.5 Friess, et al, (2011) mengemukakan bahwa mangrove dapat ditemukan pada

5
Chrisna Adhi Suryono, Ekologi Mangrove Di Segara Anakan Ditinjau dari Aspek : Kelimpahan dan Distribusi,
Jurnal Kelautan Tropis Juni 2015 Vol. 18(1):20–27, ISSN 0853-7291, Hal 22.

6
daerah yang perubahan lingkungannya sangat besar seperti adanya akresi dan erosi dan
mangrove akan selalu ada pada daerah yang berbeda secara fisik dan geomorfologis. Hal
ini tentunya tidak jauh berbeda dengan yang ada di Segara Anakan dimana perubahan
lingkungan sangat ekstrim pada salinitas, akresi dan erosi karena bekerjanya sistim aliran
air tawar yang masuk ke daerah tersebut dan pasang surut dan arus dari lautan. Salinitas
merupakan salah satu penentu utama dalam ekositem mangrove, dimana banyak laporan
mengindikasikan pentingya salinitas hal tersebut terbukti dengan variasi mangrove karena
faktor toleransi salinitas (Ball, 2002). Terlebih mangrove merupakan tanaman invasi yang
sangat mudah meyebar dan mampu menghubungkan antara habit tawar maupun daratan
(Foxcroft et al, 2011).
Hubungan atara habitat mamngove kearah daratan tidak semata mata karena
mangrove namun juga aktivitas antropogenik sekitar kawasan mangrove (Anastasiu et al.
2011). Hal inilah yang menyebabkan kawasan mangove di Segara Anakan semakin meluas
disamping adanya akresi, air tawar, air laut maupun antropogenik yang dihasilkan
mangrove maupun daratan. Chapman (1984) menjelaskan bahwa pada daerah yang
terbentuk dari hasil sedimentasi baru umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang
rendah dengan kandungan bahan organik yang sedikit dan vegetasinya didominasi oleh
Avecenia. Tanah yang sudah lama terbentuk biasanya mempunyai tingkat kesuburan yang
tinggi karena adanya penambahan zat hara dari serasah daun mangrove umumnya
didominasi oleh vegetasi Rhyzophora dan Bruguiera. Adanya tanah hasil akresi dan tanah
yang telah lama ada menyebabkan meluasnya distribusi dan suksesi dari mangrove
(Kauffman & Cole, 2010). Keberadaan mangrove di Segara Anakan yang beraneka ragam
membentuk suatu komunitas mangrove tentunya tidak terlepas dari beragamnya kondisi
lingkungan yang mempengaruhi daerah tersebut sehingga hanya mangrove jenis jenis
tertentu yang dapat bertahan dan membentuk suatu koloni yang meluas.
Hal terersebut telah diungkapkan oleh Kennish (1990) bahwa suhu, salinitas, pasang
surut dan jenis subtrat mempengaruhi jenis mangrove yang ada. Informasi lebih lanjut
diutarakan oleh Kitamura et al. (1997) bahwa A. marina tumbuh subur di daerah yang
berlumpur dan toleran terhadap salinitas tinggi. Lebih lanjut Chapman (1984) mengatakan
bahwa Avecinnia spp merupakan jenis pionir di bagian depan yang menghadap ke laut dan
dapat memtoleransi salinitas hingga 35 ppt, hal tersebut juga nampak pada ke enam stasiun
pengamatan yang ada di lokasi penelitian yang menunjukan bahwa Avecinia sangat
mendominasi pada daerah yang menghadap langsung kearah laut. Setelah zonasi A. marina
terbentuk zonasi S. caseolaris, hal ini diduga karena salinitas yang semakin mengecil

7
kearah daratan serta adanya aliran sungai. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh
Chapman (1976) dan Kitamura et al (1997) yang mengatakan bahwa S. caseolaris dapat
tumbuh dengan baik di daerah yang besalinitas rendah dengan aliran air tawar. Bila zonasi
di bagian depan yang manghadap pantai disususn atas Avicennia, Sonneratia maupun
Rhyzophora namun pada zona di bagian tengah disususn atas Aegiceras corniculatum, R.
apiculata, Avicenia dan Nypa fruticans.6
Sebenarnya zonasi mangrove tersebut dapat berubah tergantung dari sebaran
propagul yang dihasilkan mangrove maupun sebaranya. Friess et al (2011) dalam
kolonisasi mangrove di tepi sungai, muara sungai dan tepian hutan maupun dalam hutan
tergantung dari hukum invasi tanaman yang sangat komplek. Perendaman pasang yang
hanya mncapai titik awal sampling menyebabkan salinitas cukup tinggi di awal stasiun hal
ini diduga menyebabkan Bruguire dapat tumbuh dengan baik dan mendominansi bagian
akhir stasiun. Hal tersebut selaras dengan Chapman (1976) yang menyatakan bahwa
Bruguire biasanya hidup di daerah yang bersalinitas rendah. Lebih lanjut Tomlison (1986)
dan Kitamura et al (1997) menjelaskan bahwa Bruguiera umumnya ditemukan pada
bagian tengah atau bagian dalam dari hutanmangrove dan meluas hingga perbatasan
dengan daratan. Selain itu Bruguiera ditemukan di daerah bersubtrat Lumpur yang
ditunjang oleh akar lutut dan biasanya dibelakang Rhyzophora. Seperti telah dipahami
bahwa faktor fisik dan hambatan dispersal yang menyebabkan mangrove sulit untuk
menyebar secara global (Duke et al. 1998). Lebih lanjut Harun-or-Rashid et al (2009)
dalam penelitiannya menunjukan pentingnya hambatan dispersal dan faktor fisik dalam
menusub struktur jenis mangrove dalam skala lokal. Selanjutnya mereka juga
mengemukakan bahwa jenis mangrove yang bersifat invasip sangat tergantung pada
sebaran propagul dan hal tersebut dadat mengubah komposisi jenis maupun dominansi
jenis.
Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi (misalnya
terlihat dalam Gambar 2). Beberapa ahli (seperti Chapman, 1977 & Bunt & Williams,
1981) menyatakan bahwa hal tersebut berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau
gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang
surut. Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur,
terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi (Chapman, 1977). Di Indonesia,
substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata and Avicennia

6
Chrisna Adhi Suryono, Ekologi Mangrove Di Segara Anakan Ditinjau dari Aspek : Kelimpahan dan Distribusi,
Jurnal Kelautan Tropis Juni 2015 Vol. 18(1):20–27, ISSN 0853-7291, Hal 25

8
marina (Kint, 1934). Jenis-jenis lain seperti Rhizopora stylosa tumbuh dengan baik pada
substrat berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki substrat berupa pecahan
karang, kerang dan bagian-bagian dari Halimeda (Ding Hou, 1958). Kint (1934)
melaporkan bahwa di Indonesia, R. stylosa dan Sonneratia alba tumbuh pada pantai yang
berpasir, atau bahkan pada pantai berbatu. Pada kondisi tertentu, mangrove dapat juga
tumbuh pada daerah pantai bergambut, misalnya di Florida, Amerika Serikat (Chapman,
1976a).
Di Indonesia, kondisi ini ditemukan di utara Teluk Bone dan di sepanjang Larian –
Lumu, Sulawesi Selatan, dimana mangrove tumbuh pada gambut dalam (>3m) yang
bercampur dengan lapisan pasir dangkal (0,5 m) (Giesen, dkk, 1991). Substrat mangrove
berupa tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi (62%) juga dilaporkan
ditemukan di Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta (Hardjowigeno, 1989). Kondisi salinitas
sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar
salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu
menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang
lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya. Avicennia
merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang
luas dibandingkan dengan marga lainnya. A. marina mampu tumbuh dengan baik pada
salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 o/oo (MacNae, 1966;1968). Pada
salinitas ekstrim, pohon tumbuh kerdil dan kemampuan menghasilkan buah hilang. Jenis-
jenis Sonneratia umumnya ditemui hidup di daerah dengan salinitas tanah mendekati
salinitas air laut, kecuali S. caseolaris yang tumbuh pada salinitas kurang dari 10 o/oo.
Beberapa jenis lain juga dapat tumbuh pada salinitas tinggi seperti Aegiceras corniculatum
pada salinitas 20 – 40 o/oo, Rhizopora mucronata dan R. Stylosa pada salinitas 55 o/oo,
Ceriops tagal pada salinitas 60 o/oo dan pada kondisi ekstrim ini tumbuh kerdil, bahkan
Lumnitzera racemosa dapat tumbuh sampai salinitas 90 o/oo (Chapman, 1976a). Jenis-
jenis Bruguiera umumnya tumbuh pada daerah dengan salinitas di bawah 25 o/oo. MacNae
(1968) menyebutkan bahwa kadar salinitas optimum untuk B. parviflora adalah 20 o/oo,
sementara B. gymnorrhiza adalah 10 – 25 o/oo.
Zona vegetasi mangrove nampaknya berkaitan erat dengan pasang surut. Beberapa
penulis melaporkan adanya korelasi antara zonasi mangrove dengan tinggi rendahnya
pasang surut dan frekuensi banjir (van Steenis, 1958 & Chapman, 1978a). Di Indonesia,
areal yang selalu digenangi walaupun pada saat pasang rendah umumnya didominasi
oleh Avicennia alba atau Sonneratia alba. Areal yang digenangi oleh pasang sedang

9
didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora. Adapun areal yang digenangi hanya pada saat
pasang tinggi, yang mana areal ini lebih ke daratan, umumnya didominasi oleh jenisjenis
Bruguiera dan Xylocarpus granatum, sedangkan areal yang digenangi hanya pada
saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh
Bruguiera sexangula dan Lumnitzera littorea. Pada umumnya, lebar zona mangrove jarang
melebihi 4 kilometer, kecuali pada beberapa estuari serta teluk yang dangkal dan tertutup.
Pada daerah seperti ini lebar zona mangrove dapat mencapai 18 kilometer seperti di Sungai
Sembilang, Sumatera Selatan (Danielsen & Verheugt, 1990) atau bahkan lebih dari 30
kilometer seperti di Teluk Bintuni, Irian Jaya (Erftemeijer, dkk, 1989). Adapun pada
daerah pantai yang tererosi dan curam, lebar zona mangrove jarang melebihi 50 meter.
Untuk daerah di sepanjang sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut, panjang hamparan
mangrove kadang-kadang mencapai puluhan kilometer seperti di Sungai Barito,
Kalimantan Selatan. Panjang hamparan ini bergantung pada intrusi air laut yang sangat
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pasang surut, pemasukan dan pengeluaran material
kedalam dan dari sungai, serta kecuramannya. 7

7
Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor., hal.8

10
TIPE VEGETASI MANGROVE STRUKTUR

Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada daerah terbuka,
daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta
daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar.

a. Mangrove terbuka
Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Samingan (1980)
menemukan bahwa di Karang Agung, Sumatera Selatan, di zona ini didominasi oleh
Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang betul-betul dipengaruhi oleh air laut. Van
Steenis (1958) melaporkan bahwa S. alba dan A. alba merupakan jenis-jenis ko-dominan
pada areal pantai yang sangat tergenang ini. Komiyama, dkk (1988) menemukan bahwa di
Halmahera, Maluku, di zona ini didominasi oleh S. alba. Komposisi floristik dari
komunitas di zona terbuka sangat bergantung pada substratnya. S. alba cenderung untuk
mendominasi daerah berpasir, sementara Avicennia marina dan Rhizophora mucronata
cenderung untuk mendominasi daerah yang lebih berlumpur (Van Steenis, 1958).
Meskipun demikian, Sonneratia akan berasosiasi dengan Avicennia jika tanah lumpurnya
kaya akan bahan organik (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1993).
b. Mangrove tengah
Mangrove di zona ini terletak dibelakang mangrove zona terbuka. Di zona ini
biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. Namun, Samingan (1980) menemukan
di Karang Agung didominasi oleh Bruguiera cylindrica. Jenis-jenis penting lainnya
yang ditemukan di Karang Agung adalah B. eriopetala, B. gymnorrhiza, Excoecaria
agallocha, R. mucronata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis.
c. Mangrove payau
Mangrove berada disepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Di
zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia. Di Karang
Agung, komunitas N. fruticans terdapat pada jalur yang sempit di sepanjang
sebagian besar sungai. Di jalur-jalur tersebut sering sekali ditemukan tegakan
N.fruticans yang bersambung dengan vegetasi yang terdiri dari Cerbera sp, Gluta
renghas, Stenochlaena palustris dan Xylocarpus granatum. Ke arah pantai,
campuran komunitas Sonneratia - Nypa lebih sering ditemukan. Di sebagian
besar daerah lainnya, seperti di Pulau Kaget dan Pulau Kembang di mulut Sungai
Barito di Kalimantan Selatan atau di mulut Sungai Singkil di Aceh, Sonneratia

11
caseolaris lebih dominan terutama di bagian estuari yang berair hampir tawar (Giesen &
van Balen, 1991).
d. Mangrove daratan
Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur
hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona
ini termasuk Ficus microcarpus (F. retusa), Intsia bijuga, N. fruticans, Lumnitzera
racemosa, Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis (Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 1993). Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan zona lainnya. Meskipun kelihatannya terdapat zonasi dalam vegetasi
mangrove, namun kenyataan di lapangan tidaklah sesederhana itu. Banyak formasi serta
zona vegetasi yang tumpang tindih dan bercampur serta seringkali struktur dan korelasi
yang nampak di suatu daerah tidak selalu dapat diaplikasikan di daerah yang lain.

B. JENIS ENDEMIC MANGROVE/ JENIS TUMBUHAN LANGKA MANGROVE


Untuk kepentingan konservasi serta pengelolaan sumberdaya alam, jenis-jenis
yang bersifat langka dan endemik haruslah diberi perhatian lebih.Hanya sedikit jenis
mangrove yang bersifat endemik di Indonesia. Hal tersebut kemungkinan disebabkan
karena buah mangrove mudah terbawa oleh gelombang dan tumbuh di tempat lain. Selain
Amyema anisomeres (mangrove sejati), masih terdapat 2 jenis endemik lainnya (mangrove
ikutan), yaitu Ixora timorensis (Rubiaceae) yang merupakan jenis tumbuhan kecil yang
diketahui berada di Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, serta Rhododendron
brookeanum (Ericaceae) yang merupakan epifit berkayu yang diketahui berada di
Sumatera dan Kalimantan. Dalam hal kelangkaan, di Indonesia terdapat 14 jenis mangrove
yang langka, yaitu: Lima jenis umum setempat tetapi langka secara global, sehingga
berstatus rentan dan memerlukan perhatian khusus untuk pengelolaannya. Jenis-jenisnya
adalah Ceriops decandra, Scyphiphora hydrophyllacea, Quassia indica, Sonneratia ovata,
Rhododendron brookeanum (dari 2 sub-jenis, hanya satu terkoleksi). Lima jenis yang
langka di Indonesia tetapi umum di tempat lainnya, sehingga secara global tidak
memerlukan pengelolaan khusus. Jenis-jenis tersebut adalah Eleocharis parvula,
Fimbristylis sieberiana, Sporobolus virginicus, Eleocharis spiralis
dan Scirpus litoralis. Empat jenis sisanya berstatus langka secara global, sehingga
memerlukan pengelolaan khusus untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Jenis-jenis
tersebut adalah Amyema anisomeres, Oberonia rhizophoreti, Kandelia candel dan

12
Nephrolepis acutifolia. Dua diantaranya, A. anisomeres dan N.acutifolia hanya terkoleksi
satu kali, sehingga hanya diketahui tipe setempat saja.

C. KEANEKARAGAMAN FAUNA YANG BERASOSIASI DENGAN MANGROVE


Ekosistem mangrove memiliki multifungsi, yaitu fisik, ekologis dan sosial ekonomi.
Secara fisik, mangrove mampu menahan gelombang tinggi, badai dan pasang sewaktu-
waktu, sehingga mengurangi abrasi pantai. Secara ekologis mangrove memiliki fungsi
sebagai sumber plasma nutfah, tempat bertelur dan bersarangnya biota laut. Mangrove juga
dikatakan sebagai ekosistem yang sangat produktif karena mangrove merupakan tempat
yang kaya akan bahan organik dan bahan makanan lain bagi biota. Dari segi sosial
ekonomi, mangrove dapat digunakan sebagai areal tumpang sari dengan memelihara jenis-
jenis ikan payau yang bernilai ekonomi tinggi, atau yang sering disebut sebagai
silvofishery ataupun dimanfaatkan sebagai obyek daya tarik wisata alam dalam
pengembangan ekowisata. Fungsi ekologis mangrove ini sekaligus juga menjadikan
mangrove sebagai habitat bagi banyak satwa liar. Fauna mangrove hampir mewakili semua
phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia.
Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki
kekhasan bentang alam ataupun formasi vegetasi. Salah satu tipe vegetasi yang ada di TN
Alas Puwo adalah formasi hutan mangrove. Mangrove yang hidup di daerah pasang surut
dan berombak tenang berpotensi tumbuh di TN Alas Purwo ini karena TN Alas Purwo
memiliki beberapa lokasi yang sesuai. Hutan mangrove di TN Alas Purwo terbagi menjadi
beberapa wilayah dengan wilayah terluas adalah di sekitar Sungai Segara Anak, Seksi
Pengelolaan TN Wilayah I Tegaldlimo. Luasan hutan mangrove di daerah tersebut ± 866
ha. Selain Segara Anak hutan mangrove yang cukup luas terdapat juga di sekitar Teluk

13
Pangpang yang berada di wilayah kerja Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Muncar dengan
luas ±198 ha. Formasi mangrove ditemukan juga di beberapa wilayah lain di TN Alas
Purwo, namun luasan formasi mangrove. Pada masing-masing lokasi tersebut kurang dari
5 ha. Lokasi – lokasi tersebut diantaranya adalah Sunglon Ombo, Perpat, Slenggrong
maupun Buyukan.

1. FLORA & KERAGAMANNYA


Terlepas dari pohon bakau, sejumlah tanaman tingkat tinggi lainnya, pakis,
lumut, dan alga makro diatom planktonik dan ganggang uniseluler lainnya sering
ditemukan di hutan bakau. Giesen et al. (2007), mendaftarkan 262 tanaman tingkat
tinggi (mis. Tidak termasuk lumut dan alga) yang ditemukan di habitat bakau di Asia
Tenggara. Sebagian besar tidak spesifik untuk bakau, tetapi tanaman yang lebih besar
meningkatkan keanekaragaman flora hutan bakau, sementara fitoplankton
berkontribusi terhadap keseluruhan produktivitas bersih habitat bakau. Tidak mungkin
untuk menggambarkan semuanya di sini, tetapi kita akan secara singkat
mempertimbangkan peran fitoplankton dan komunitas mikro-alga bentik di hutan
bakau ekosistem. Komunitas fitoplankton dan mikro-alga bentik berkontribusi pada
fungsi bakau ekosistem dalam dua cara: Pertama, mereka membuat secara umum kecil
tetapi tetap terukur kontribusi terhadap produktivitas bersih keseluruhan habitat bakau.
Kedua, sejumlah besar diatom dan mikro-alga lainnya ditemukan pada akar
udara dan bagian bawah bakau lainnya yang terendam air pasang. Ini merupakan
sumber makanan penting untuk siput arboreal dan gastropoda lainnya, banyak yang
bergerak naik turun pohon dengan pasang merumput pada potongan kecil apa pun yang
mereka dapat temukan. Selain itu, mereka terkadang dapat berkontribusi secara
signifikan terhadap produktivitas primer hutan bakau secara keseluruhan.
Rhizophora mucronata Poir adalah salah satu jenis tanaman bakau . Juga
disebut dengan nama-nama lain seperti bakau betul, bakau hitam dan lain-lain. Kulit
batang hitam, memecah datar. Tanaman ini biasa ditemukan dalam hutan bakau atau
hutan mangrove, yaitu hutan adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau
yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Tanaman ini
sering bercampur dengan bakau minyak, namun lebih toleran terhadap substrat yang
lebih keras dan berpasir. Lebih menyukai substrat yang tergenang dalam dan kaya
humus; jarang sekali didapati di tempat yang jauh dari pasang surut. Menyebar luas
mulai dari Afrika timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara, kepulauan Nusantara,

14
melanesia dan Mikronesia. Diintroduksi ke Hawaii. Rhizophora mucronata tumbuh di
atas tanah lumpur. Lumpur tanah liat bercampur bahan organik merupakan tempat
tumbuh yang paling umum bagi hutan bakau, selain tanah bergambut, lumpur dengan
kandungan pasir yang tinggi, ahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang
berdekatan dengan terumbu karang. Salah satu teknik mengidentifikasi pohon bakau
cepat tumbuh yaitu dengan melihat lingkaran tahun pada batang (annual ring) seperti
yang dipublikasikan oleh Menezes dkk (2003) pada jurnal Wetland Ecology and
Management. Sebagaimana diketahui bersama bahwa lingkaran tahun pada batang
tanaman berkayu menunjukkan umur tanaman. Jenis Rhizophora mucronata adalah
jenis pohon bakau yang sulit dilihat lingkaran tahunnya.
Di areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran terhadap substrat
yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada
pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah
yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang
dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis tumbuhan
mangrove yang paling penting dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang
tahun. Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan
mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari akan
lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya
akumulasi tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka.
Penyebaran tanaman ini berada di Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia
tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia. Dibawa dan
ditanam di Hawaii. Tanaman ini mempunyai manfaat pada kayunya. Kayu digunakan
sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu digunakan untuk pewarnaan, dan
kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria (perdarahan pada air
seni). Kadang-kadang ditanam di sepanjang tambak untuk melindungi pematang.

15
Selain itu, ada juga Acanthus ilicifoliu Biasanya pada atau dekat mangrove,
sangat jarang di daratan. Memiliki kekhasan sebagai herba yang tumbuh rendah dan
kuat, yang memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetatif karena perakarannya
yang berasal dari batang horizontal, sehingga membentuk bagian yang besar dan kukuh.
Penyebaran dari India hingga Australia tropis, Filipina dan Kepulauan Pasifik barat.
Terdapat di seluruh Indonesia. Buah ditumbuk dan digunakan untuk “pembersih” darah
serta mengatasi kulit terbakar. Daun mengobati reumatik. Perasan buah atau akar
kadang-kadang digunakan untuk mengatasi racun gigitan ular atau terkena panah
beracun. Biji konon bisa mengatasi serangan cacing dalam pencernaan. Pohon juga
dapat digunakan sebagai makanan ternak.

16
Kawasan Samudera India bagian utara dan Pasifik barat daya (memanjang dari
Laut Merah sampai Jepang dan Indonesia) merupakan tempat keanekaragaman jenis
mangrove tertinggi di dunia. Saenger, dkk (1983) mencatat dua kawasan tersebut
mewakili masing-masing 44 dan 38 jenis dari 60 jenis mangrove sejati yang tercatat di
dunia. Sementara di kawasan Amerika Barat/Pasifik Timur, Amerika Timur/Karibea
dan Afrika Barat hanya memiliki 7 jenis serta Afrika Timur 9 jenis (Saenger, dkk,
1983).
Berdasarkan hasil identifikas yang dilakukan di Alas Purwo, ditemukan 27 jenis
mangrove sejati yang terdapat di TN Alas Purw o. Jeni s- j eni s tersebut adalah sebagai
berikut : Acrostichum Aureum, Ac. speciosum, Aegiceras corniculatum, floridum,
Avicennia alba, A. marina, A. lanata, A. officinalis, Bruguiera cylindrica, B.
gymnorrhiza, B. sexangula, Ceriops decandra, C. tagal, Excoecaria agallocha,
Heritiera littoralis, Lumnitzera rasemosa, Lumnitzera littorea, Nypa fruticans,
Pemphis acidula, Rhizophora apiculata, R. mukronata, Scyphiphora hydrophyllacea,
Sonneratia alba, S. caseolaris, Xylocarpus granatum, X. molluccensis, dan X. rumphii.

17
18
Seri Buku Informasi dan Potensi Mangrove di TN Alas Purwo | 2

19
2. FAUNA MANGROVE
Fauna mangrove di TN Alas Purwo baru beberapa kelompok yang telah
teridentifikasi, diantaranya adalah mamalia, aves (burung), reptil, epifauna maupun
plankton. Mamalia yang banyak ditemukan di ekosistem mangrove TN Alas Purwo
diantaranya adalah Kera Abu/Kera Ekor Panjang Macaca fascicularis, Lutung
Tracypithecus auratus, Babi Hutan Sus scrofa, Kelelawar Pteropus vampyrus dan
Kucing Bakau Felis viverrina. Aves (burung) merupakan kelompok satwa yang paling
banyak ditemui. Sedikitnya ditemui 24 jenis burung di habitat mangrove Segara Anak
dan 42 jenis burung di Teluk Pangpang. Diantara jenis - jenis burung tersebut, terdapat
burung yang langka dan dilindungi seperti Wilwo Mycteria cinerea, Bubut Hitam
Centropus.

Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti primata,
reptilia dan burung. Selain sebagai tempat berlindung dan mencari makan, mangrove
juga merupakan tempat berkembang biak bagi burung air. Bagi berbagai jenis ikan dan
udang, perairan mangrove merupakan tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat
mencari makan dan tempat pembesaran anak.

a. Mollusca
Moluska sangat banyak ditemukan pada areal mangrove di Indonesia. Budiman
(1985) mencatat sebanyak 91 jenis moluska hanya dari satu tempat saja di Seram,
Maluku. Jumlah tersebut termasuk 33 jenis yang biasanya terdapat pada karang,
akan tetapi juga sering mengunjungi daerah mangrove. Beberapa dari 91 jenis
kelompok moluska tersebut diketahui hidup di dalam tanah, sementara yang
lainnya ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang hidup menempel pada
tumbuh-tumbuhan. Di lokasi lain, keragaman jenis moluska tidak sebanyak di
Seram, sebagai contoh Giesen, dkk (1991) mencatat 74 jenis moluska pada
mangrove di Sulawesi Selatan, sementara Budiman (1988) menemukan 40 jenis di
Halmahera. Sebanyak 24 jenis dari 40 jenis yang ditemukan Budiman (1988)
merupakan jenis-jenis yang hidup di daerah mangrove, sehingga dapat dikatakan
sebagian besar dari jenis-jenis moluska tersebut hidup di daerah mangrove. 8

8
Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 12

20
Desa Dedap merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan
Tasikputripuyu Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, dimana terdapat berbagai
moluska (Gastropoda dan Bivalvia) yang berdasarkan penelitian terdapat
gastropoda 6 famili dan 14 spesies dan Bivalvia 1 famili 1 spesies.9 Diantaranya
sebagai berikut :

Gambar 2 : Famili littorinidae

9
Sri Wahyuni Arief Anthonius Purnama, Jenis-Jenis Moluska(Gastropoda Dan Bivalvia)
Padaekosistemmangrove Di Desa Dedap Kecamatan Tasikputripuyu Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau,
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian. Hlm 4 – 13.

21
Gambar 3 : Famili Melongenidae

Gambar 4 : Famili Neritidae

Gamabar 5 : Famili Potamididae

22
Gambar 6 Famili Corbiculidae

b. Kepiting
Kepiting juga umum ditemukan di daerah mangrove. Dari setiap meter persegi
dapat ditemukan 10 - 70 ekor kepiting (Macintosh, 1984), khususnya jenis-jenis
penggali dari genus Cleistocoeloma, Macrophthalmus, Metaplax, Ilyoplax,
Sesarma dan Uca (Wada & Wowor, 1989 & Sasekumar, dkk, 1989). Kepiting
Mangrove Scylla serrata merupakan kepiting yang hidup di daerah mangrove yang
bernilai ekonomi tinggi (Delsman, 1972). Lebih dari 100 jenis kepiting mangrove
diketahui hidup di Malaysia dan 76 jenis di Singapura. Sayangnya, pengetahuan
mengenai kepiting mangrove di Indonesia sangat sedikit sekali dipelajari. Giesen,
dkk (1991) mencatat sebanyak 28 jenis kepiting di mangrove Sulawesi Selatan
10
didominasi oleh genus Sesarma dan Uca.

Gambar : Episesarma versicolor dan lubang persembunyiannya

10
Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 13

23
Gambar : Uca rosea
Kepiting penting lainnya adalah kepiting lumpur (Scylla), spesies komersial
penting yang ditangkap terutama di atau dekat bakau di Indo-Pasifik Barat. Namun,
kepiting lumpur tidak menghabiskan seluruh siklus hidup di muara mangrove;
betina bergerak ke perairan lepas pantai untuk bertelur sebelum kembali ke tempat
yang relatif aman di muara. Setelah menetas, kepiting lumpur muda lewat melalui
sejumlah tahap pengembangan sebelum migrasi kembali ke keamanan relatif
muara mangrove. Scylla tidak ditemukan di garis pantai Atlantik Timur, tetapi
tinggal di bakau lainnya spesies kepiting seperti Ucides cordatus sama-sama
dihargai sebagai makanan lezat.11

Gambar : kepiting bakau

11
barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of agriculture, university of the
ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan.hlm47

24
Gambar : kepiting fiddler

Kepiting jantan(Uca sp.) Di luar liangnya. Cakar besar digunakan untuk


menarik wanita. Betina lebih kecil, warnanya kurang cerah dan kurang besar
cakar (kanan). Kepiting Fiddler mencari makan pada partikel kecil bahan organik dan
ganggang permukaan lumpur. Mereka sering hadir dalam jumlah yang sangat besar di
tanah berlumpur dan di sepanjang tepi hutan bakau, tetapi jarang ditemukan jauh di
dalam hutan bakau.12

c. Udang
Mangrove juga merupakan habitat penting bagi berbagai jenis krustasea lainnya,
termasuk berbagai jenis udang-udangan yang memiliki nilai komersial penting.
Sasekumar, dkk (1992) mencatat sebanyak 9 jenis udang di sungai-sungai kecil di
mangrove Selangor, Malaysia, yang sebagian besar diantaranya merupakan
anakan. Giesen, dkk (1991) mencatat sebanyak 14 jenis udang termasuk
Macrobrachium (8 jenis), Metapeneus (2 jenis) dan Palaemonetes (2 jenis) pada
mangrove di Sulawesi Selatan. Toro (dalam Manuputty, 1984) mencatat sebanyak
28 jenis krustasea, termasuk 8 jenis udang pada habitat mangrove di Pulau Pari,
Teluk Jakarta. Dua jenis yang paling umum ditemukan adalah Thalassina anomala
dan Uca dussumieri.13

d. Ikan

12
ibid hlm 48
13
Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 13

25
Ikan menjadikan areal mangrove sebagai tempat untuk pemijahan, habitat
permanen atau tempat berbiak (Aksornkoae, 1993). Sebagai tempat pemijahan,
areal mangrove berperan penting karena menyediakan tempat naungan serta
mengurangi tekanan predator, khususnya ikan predator. Dalam kaitannya dengan
makanan, hutan mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam bentuk material
organik yang terbentuk dari jatuhan daun serta berbagai jenis hewan invertebrata,
seperti kepiting dan serangga. Selain itu, mangrove juga merupakan tempat
pembesaran anak-anak ikan. Sasekumar, dkk (1992) mencatat sebanyak 119 jenis
ikan hidup pada sungai-sungai kecil di daerah mangrove di Selangor, Malaysia,
dimana sebagian besar diantaranya masih berupa anakan. Hal yang sama dapat
dilihat di Segara Anakan, tercatat lebih dari 60 % ikan yang tertangkap merupakan
ikan muda (Wahyuni, dkk, 1984). Beberapa jenis ikan yang ditemukan di areal
mangrove antara lain Tetraodon erythrotaenia, Pilonobutis microns, Butis butis,
Liza subvirldis, dan Ambasis buruensis (Erftemeijer, dkk, 1989). Di Indonesia,
Burhanuddin (1993) mencatat sebanyak 62 jenis ikan hidup di daerah mangrove di
Pulau Panaitan, Taman Nasional Ujung Kulon. Ikan yang dominan ditemukan
adalah Mugil cephalus yang bersifat herbivora, sedangkan jenis-jenis lain yang
juga umum ditemukan adalah Caranx kalla, Holocentrum rubrum, Lutjanus
fulviflamma dan Plotosus canius yang bersifat karnivora, serta Toxotes jaculator
yang bersifat insektivora. Ikan gelodok (Periopthalmus spp., Scartelaos spp.;
MacNae, 1968) merupakan ikan yang sering sekali terlihat “berenang” pada
genangan air berlumpur atau menempel pada akar mangrove.14

14
Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 13 – 14.

26
Gambar : Periophthalmus chrysospilos memanjat akar mangrove

Semua studi populasi ikan di muara mangrove telah menunjukkan bahwa


keanekaragaman spesies ikan sangat tinggi. Jumlah spesies di hutan bakau tropis jarang
kurang dari 100 dan kadang-kadang dua kali lipat, tetapi jumlah spesies ikan yang
ditemukan di hutan bakau berkurang di hutan bakau sub-tropis habitat. Beberapa
spesialis muara, tetapi sebagian besar berasal dari pantai lepas. Banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa akar bakau penting untuk perlindungan, dan juga bagi ikan
komposisi spesies bervariasi sesuai dengan jenis pohon bakau. 15

Ikan remaja di muara bakau sebagian besar memakan zoobenthos (sangat kecil
atau sedang) hewan mikroskopis), komponen utamanya adalah copepoda dan, pada
beberapa waktu tahun, kepiting sesarmid zoea. Di hutan bakau Australia timur laut, ikan
karnivora yang lebih besar tampaknya memberi makan terutama pada udang remaja dan
kepiting sesarmid. Ikan amfibi ini menyerap oksigen dari kulit, mulut dan tenggorokan
mereka, dan memiliki ruang insang yang terisi udara. Untuk bertahan hidup kulit
mereka harus tetap basah.

Periothalamus sp. atau yang biasa disebut ikan glodok adalah jenis ikan yang
mampu merangkak naik ke darat atau bertengger pada akar-akar pohon bakau. Karena
kemampuan inilah ikan glodok disebut juga ikan tembakul. Ikan ini hidup di zona
pasang surut di lumpur pantai.

Morfologi dan bentuk muka ikan ini sangatlah khas. Kedua matanya menonjol
di atas kepala seperti mata kodok, wajah yang dempak, dan sirip-sirip punggung yang
terkembang menawan. Badannya bulat panjang seperti torpedo, sementara sirip
ekornya membulat. Panjang tubuh bervariasi mulai dari beberapa sentimeter hingga
mendekati 30 cm. Keahlian yang dimiliki ikan yang satu ini, selain dapat bertahan hidup
lama di daratan (90% waktunya dihabiskan di darat), ikan gelodok dapat memanjat
akar-akar pohon bakau, melompat jauh, dan ‘berjalan’ di atas lumpur. Sebenarnya kaki
yang dimiliki ikan glodok ini adalah sirip dadanya yang telah mengalami adaptasi,
sehingga menjadi kuat, dan bisa digunakan untuk berjalan di lumpur mangrove.

15
barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of agriculture, university of the
ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan.hlm 46

27
Pangkal sirip dadanya berotot kuat, sehingga sirip ini dapat ditekuk dan berfungsi
seperti lengan untuk merayap, merangkak dan melompat.

Daya bertahan di daratan ini didukung pula oleh kemampuannya bernafas


melalui kulit tubuhnya dan lapisan selaput lendir di mulut dan kerongkongannya, yang
hanya bisa terlaksana dalam keadaan lembab. Oleh sebab itu glodok setiap beberapa
saat perlu mencelupkan diri ke air untuk membasahi tubuhnya. Ikan gelodok
Periophthalmus koelreuteri setiap kalinya bisa bertahan sampai 7-8 menit di darat,
sebelum masuk lagi ke air. Di samping itu, gelodok juga menyimpan sejumlah air di
rongga insangnya yang membesar, yang memungkinkan insang untuk selalu terendam
dan berfungsi selagi ikan itu berjalan-jalan di daratan. Yang menarik ketika berenang,
kedua mata ikan glodok ini tetap muncul di permukaan mirip periskop kapal selam dan
kedua matanya mampu bergerak secara independent, jadi yang satu bisa melihat ke kiri
dan yang lainnya bisa melihat ke kanan pada saat bersamaan. Selain itu, juga karena
berada di luar rongga kepala, mata yang mereka miliki mampu melihat ke segala arah
alias dapat berputar 360 derajat.

Gambar 4. morfologi ikan glodok (Periothalamus sp)

Hidup di wilayah pasang surut, gelodok biasa menggali lubang di lumpur yang
lunak untuk sarangnya. Lubang ini bisa sangat dalam dan bercabang-cabang, berisi air
dan sedikit udara di ruang-ruang tertentu. Ketika air pasang naik, gelodok umumnya
bersembunyi dilubang-lubang ini untuk menghindari ikan-ikan pemangsa yang
berdatangan. Bila air surut ikan glodok banyak terlihat keluar dari air, merangkak atau
melompat lompat di atas lumpur dan jika air pasang ia masuk ke hutan bakau, baru

28
turun kembali ke lumpur-lumpur pantai bila air telah surut atau ia bersembunyi pada
lubang-lubang sarangnya. Ikan gelodok hanya dijumpai di pantai-pantai beriklim tropis
dan subtropis di wilayah Indo-Pasifik sampai ke pantai Atlantik Benua Afrika.

Ikan glodok biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon


bakaunya. di pantai pulau-pulau karang yang ada bakaunya, glodok juga dapat di
temukan. Toleransinya sangat besar terhadap perubahan salinitas, suhu, pH dan DO.
Sirip dada ekornya digunakan sebagai alat gerak di darat. Ikan ini kadang-kadang
bergerombol bertengger pada akar-akar tunjang pohon bakau Rhizophora atau berada
di antara akar-akar tunjang pohon bakau Sonneratia. Ikan ini termasuk ikan yang paling
tahan terhadap kerusakan lingkungan hidup dan dapat tetap hidup dalam kondisi yang
“memprihatinkan” sekalipun.

Di Indonesia, ikan glodok ditemukan oleh Harden Berg pada tahun 1935 di
Sumatera dan Kalimantan dari jenis Periophtalmus
sp dan sekarang telah tersebar luas di sepanjang
Pantai Utara Jawa, Segara Anakan Cilacap dan
Nusakambangan, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara dan Maluku. Mereka dapat di temukan di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk hingga ke
Gambartumpukan
Hutan Lindung Angke Kapuk dan hidup diantara Contoh ikan glodok
sampah (Periothalamus
dan bahansp)
pencemar lain yang menumpuk di muara Jakarta

Gambar : ikan gelodok (Periophthalmus modestus )

e. Arthropoda
Untuk kelompok Arthropoda terbang yang hidup di mangrove, termasuk serangga,
dijelaskan oleh Abe (1988) dalam penelitiannya di Halmahera, Maluku bahwa

29
sebagian besar serangga yang ditemukan berasal dari ordo Hymenoptera, Diptera
and Psocoptera.

Gambar : Insekta di daerah mangrove

f. Reptil dan Amphibia


Sangat sedikit sekali Amphibia dapat ditemukan bertahan hidup pada
lingkungan yang berair asin seperti lingkungan mangrove. Meskipun demikian, 2
jenis amphibia telah diketahui dapat bertahan hidup pada lingkungan demikian,
yaitu Rana cancrivora and R. limnocharis (MacNae, 1968). 16
Jenis-jenis Reptilia yang umum ditemukan di daerah mangrove di Indonesia
diantaranya adalah buaya muara (Crocodylus porosus), biawak (Varanus salvator),
ular air (Enhydris enhydris), ular mangrove (Boiga dendrophila), Ular tambak
(Cerberus rhynchops), Trimeresurus wagler dan T. purpureomaculatus (MacNae,

16
Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 14

30
1968; Keng & Tat-Mong, 1989; Giesen, 1993). Seluruh jenis reptilia tersebut dapat
juga ditemukan pada lingkungan air tawar atau di daratan.17

Gambar : Gambar.9. Ular pohon (Chrysopelea sp.)

Buaya muara air asin (Crocodylus porosus) banyak ditemukan di habitat bakau
di sebagian besar Asia tropis, Papua Nugini dan Australia Utara, meskipun mereka kini
telah menghilang hampir sepenuhnya dari wilayah pesisir beberapa negara dengan
padat populasi pesisir (mis. Thailand dan Vietnam). Buaya muara panjangnya bisa
mencapai enam hingga tujuh meter, dan menjadi predator terbesar di habitat bakau,
mereka duduk di puncak rantai makanan. Di Afrika buaya Nil (Crocodylus niloticus)
juga biasa ditemukan di habitat bakau, tetapi di Indonesia American Alligator (Alligator
mississippiensis) mendiami rawa air tawar dan air payau, jarang tersesat ke habitat
bakau yang didominasi laut. 18

17
Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 14
18
barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of agriculture, university of the
ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan. Hlm45

31
Gambar : buaya muara air Crocodylus porosus

Monitor bakau (Varanus indicus), kadal yang dapat tumbuh hingga sekitar 1,2
m panjangnya, juga tersebar luas di utara Australia, Papua Nugini dan beberapa
Kepulauan Pasifik Barat lainnya. Sementara umum di bakau, monitor bakau juga
ditemukan di habitat darat lainnya, seperti yang lainnya lebih kecil kadal yang sering
ditemui di hutan bakau. Selain buaya dan kadal, berbagai macam ular adalah umum di
habitat bakau, tetapi hanya sedikit, jika ada, yang merupakan spesialis bakau sejati.
Bakau atau ular kucing (Boiga dendrophila), ular arboreal (penghuni pohon) yang
umum dijumpai di hutan bakau di Australia dan Asia, seringkali dianggap khas hutan
bakau, tetapi juga ditemukan di hutan terestrial terdekat.19

Gambar : biawak Gambar: Boiga dendrophila

g. Burung
Jenis-jenis burung yang hidup di daerah mangrove tampaknya tidak terlalu
berbeda dengan jenis-jenis yang hidup di daerah hutan sekitarnya. Mereka

19
barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of agriculture, university of the
ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan.

32
menggunakan mangrove sebagai habitat untuk mencari makan, berbiak atau
sekedar beristirahat. Bagi beberapa jenis burung air, seperti Kuntul (Egretta spp),
Bangau (Ciconiidae) atau Pecuk (Phalacrocoracidae), daerah mangrove
menyediakan ruang yang memadai untuk membuat sarang, terutama karena
minimnya gangguan yang ditimbulkan oleh predator.20
Bagi jenis-jenis pemakan ikan, seperti kelompok burung Raja Udang
(Alcedinidae), mangrove menyediakan tenggeran serta sumber makanan yang
berlimpah. Bagi berbagai jenis burung air migran (khususnya Charadriidae dan
Scolopacidae), mangrove memainkan peranan yang sangat penting dalam migrasi
mereka. Mangrove tidak hanya sebagai tempat perhentian, akan tetapi juga sebagai
tempat perlindungan dan mencari makan. Beberapa lokasi yang sangat penting bagi
burung bermigrasi diantaranya adalah Pantai Timur Sumatera (Danielsen &
Verheugt, 1989; Rusila 1991; Giesen, 1991;), Pantai Utara Jawa (Erftemeijer &
Djuharsa, 1988 dan Rusila 1987) dan Pantai Barat Sulawesi Selatan (Baltzer, 1990
dan Giesen, dkk, 1991).
Sementara itu, beberapa daerah lain di Kalimantan, Sulawesi dan Irian
kemungkinan juga merupakan lokasi-lokasi yang penting, akan tetapi masih
diperlukan survey yang lebih mendalam untuk membuktikan hal tersebut.Balen
(1988) mencatat sebanyak 167 jenis burung terestrial di hutan mangrove Pulau
Jawa, merupakan 34 % dari seluruh jenis burung yang telah tercatat di Pulau Jawa
(Andrew, 1992). Verheught, dkk (1993) menemukan sebanyak 120 jenis burung
(atau 150 jenis jika termasuk daerah lumpur disekitar hutan mangrove). Di
Sulawesi Selatan, Baltzer (1990) melaporkan dari 141 jenis burung yang
ditemukan di lahan basah propinsi tersebut, sebanyak 81 jenis ditemukan di hutan
mangrove (58 % atau 21 % dari seluruh burung di Sulawesi). Sementara itu, di
Irian Jaya, Erftmeijer, dkk (1991) menemukan 64 jenis burung hidup di hutan
mangrove diantara 90 jenis yang ditemukan di teluk Bintuni (71% atau 10% dari
seluruh burung di Irian Jaya). Jumlah ini mewakili 13% dari seluruh jenis burung
yang ada di Indonesia (Andrew, 1992).21

20
ibid
21
Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 15

33
Gambar : Mycteria cinerea , Nycticorax nycticorax, Casmerodius albus, Haliastur
indu,, Chrysocolaptes lucidus22

22
Jn Eong, Wooi Khoon Gong, Structure, Function And Management
Of Mangrove Ecosystems Series 2, (International Society for Mangrove Ecosystems
(ISME), Okinawa, Japan, and International Tropical Timber Organization (ITTO 2013) hlm. 44 - 57

34
Mangrove juga merupakan habitat yang baik bagi beberapa jenis burung yang
telah langka atau terancam kepunahan, seperti:

1. Wilwo (Mycteria cinerea - Milky Stork - Ciconiidae). Jenis ini telah dianggap
sebagai salah satu jenis bangau yang paling terancam di seluruh dunia (Verheught,
1987). Populasinya diperkirakan hanya tinggal berjumlah 5000 - 6000 ekor saja
(Verheught, 1987 dan Rose & Scott, 1994), dimana lebih dari 90% diantaranya
ditemukan di daerah hutan bakau di Indonesia, terutama di Sumatera dan Jawa.
Mereka hanya diketahui berbiak di hutan mangrove di Hutan Bakau Pantai Timur
(Danielsen dan Skov, 1987), Tanjung Koyan, hutan bakau Tanjung Selokan dan
hutan bakau Semenanjung Banyuasin, seluruhnya di Sumatera Selatan (Danielsen,
dkk, 1991). Di Jawa jenis ini hanya diketahui berbiak di hutan bakau Pulau Rambut
(Allport & Wilson, 1986 dan Rusila, dkk, 1994).
2. Bubut hitam (Centropus nigrorufus - Sunda Coucal - Cuculidae). Jenis ini telah
tercantum dalam Red Data Book dalam kategori Vulnerable. Merupakan jenis
endemik Pulau Jawa. Pada saat ini, jenis ini diperkirakan hanya bertahan hidup di
kawasan hutan mangrove dan rawa sekitar Tanjung Karawang, Indramayu dan
Segara Anakan (Andrew, 1990).
3. Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus - Lesser Adjutant - Ciconiidae). Bagi jenis
yang tergolong vulnerable ini, hutan mangrove merupakan habitat penting untuk
bersarang atau mencari makan (Silvius & Verheught, 1989). Populasi mereka
sebagian besar terdapat di pantai timur Sumatera (Sumatera Selatan, Jambi dan
Riau) dan beberapa kawasan hutan bakau di Delta Sungai Brantas dan Bengawan
Solo, pantai utara Jawa (Erftmeijer & Djuharsa, 1988) serta hutan mangrove di
Segara Anakan yang merupakan hutan mangrove terbesar yang saat ini tersisa di
Pulau Jawa (Erftmeijer, dkk, 1988). 23

h. Mamalia
Mamalia yang umum ditemukan pada habitat mangrove diantaranya adalah babi liar
(Sus scrofa), kancil (Tragulus spp.), kelelawar (Pteropus spp.) berang-berang (Lutra

23
Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field
Guide of Indonesian Mangrove. 2006) Hlm, 15 – 16

35
perspicillata dan Amblyonyx cinerea), lutung (Trachypithecus aurata), Bekantan
(Nasalis larvatus; endemik Kalimantan) dan kucing bakau (Felis viverrina) (MacNae,
1968; Payne, Francis & Phillipps, 1985; Melisch, dkk, 1993). Tidak satupun dari
mamalia diatas hidup secara eksklusif di mangrove. Bekantan tadinya dianggap hanya
hidup pada habitat mangrove, kemudian diketahui bahwa mereka juga menggunakan
hutan rawa gambut (Payne, dkk, 1985). Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
umum ditemukan di daerah mangrove dan sering terlihat mencari makan pada
hamparan lumpur di sekitar mangrove. Macaca ochreata ochreata (endemik Sulawesi)
pada masa lalu umum terlihat di daerah mangrove dekat Malili, Teluk Bone, Sulawesi
Selatan (Giesen, dkk, 1991).24
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatranus) masih ditemukan di wilayah
Sungai Sembilang, Sumatera Selatan (Danielsen & Verheugt, 1989), dimana jika areal
ini digabungkan dengan areal Taman Nasional Berbak di Jambi, dapat dianggap sebagai
tempat hidup harimau Sumatera yang terbaik (Frazier, 1992). Dari empat jenis
berangberang yaitu Aonyx cinerea, Lutra lutra, Lutra sumatrana dan Lutra
perspicillata yang diketahui hidup di Indonesia juga ditemukan di hutan mangrove.
Dari kelompok mamalia air, dua jenis lumba-lumba yaitu Orcella brevirostris dan
Sousa chinensis juga ditemukan di daerah muara sekitar hutan bakau, sedangkan
mamalia udara yang sering ditemukan adalah Pteropus vampirus.25
Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau
Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang
mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat
kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.
Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam
bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara
lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan
(Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa
nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara
Bentangan, Raseng dan Kahau. Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota
Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus
dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh

24
ibid
25
hal.16

36
bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur
laut dari Pulau Kalimantan.
Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi
“Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini
dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK
Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini juga
menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol. Ciri-ciri dan Habitat Bekantan. Hidung panjang
dan besar pada Bekantan (Nasalis larvatus) hanya dimiliki oleh spesies jantan. Fungsi
dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin
disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar
sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai Monyet
Belanda. Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai
75 cm dengan berat mencapai 24 kg. Kera Bekantan betina berukuran sekitar 60 cm
dengan berat 12 kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar (buncit). Perut buncit
ini sebagai akibat dari kebiasaan mengkonsumsi makanannya yang selain
mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian mereka juga memakan dedaunan yang
menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Bekantan (Nasalis larvatus) hidup
secara berkelompok. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seekor Bekantan jantan
yang besar dan kuat. Biasanya dalam satu kelompok berjumlah sekitar 10 sampai 30
ekor.
Satwa yang dilindungi ini lebih banyak menghabiskan waktu di atas pohon.
Walaupun demikian Bekantan juga mampu berenang dan menyelam dengan baik,
terkadang terlihat berenang menyeberang sungai atau bahkan berenang dari satu pulau
ke pulau lain.
Seekor Bekantan betina mempunyai masa kehamilan sekitar166 hari atau 5-6
bulan dan hanya melahirkan 1 (satu) ekor anak dalam sekali masa kehamilan. Anak
Bekantan ini akan bersama induknya hingga menginjak dewasa (berumur 4-5 tahun).
Habitat Bekantan (Nasalis larvatus) masih dapat dijumpai di beberapa lokasi antara
lain di Suaka Margasatwa (SM) Pleihari Tanah Laut, SM Pleihari Martapura, Cagar
Alam (CA) Pulau Kaget, CA Gunung Kentawan, CA Selat Sebuku dan Teluk
Kelumpang. Juga terdapat di pinggiran Sungai Barito, Sungai Negara, Sungai
Paminggir, Sungai Tapin, Pulau Bakut dan Pulau Kembang. Konservasi Bekantan.
Bekantan (Nasalis larvatus) oleh IUCN Redlist sejak tahun 2000 dimasukkan dalam
status konservasi kategori Endangered (Terancam Kepunahan) setelah sebelumnya

37
masuk kategori “Rentan” (Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan juga terdaftar pada
CITES sebagai Apendix I (tidak boleh diperdagangkan secara internasional)
Pada tahun 1987 diperkirakan terdapat sekitar 260.000 Bekantan di Pulau
Kalimantan saja tetapi pada tahun 2008 diperkirakan jumlah itu menurun drastis dan
hanya tersisa sekitar 25.000. Hal ini disebabkan oleh banyaknya habitat yang mulai
beralih fungsi dan kebakaran hutan.

Gambar : Nasalis larvatus, Trachypithecus cristatus

3. MANGROVE SEBAGAI HABITAT


Pentingnya hutan bakau jauh melampaui apa yang ditawarkan oleh vegetasi
mereka. Hutan mangrove menangkap dan mengumpulkan sedimen yang terbawa arus
pasang surut dari daratan lewat aliran sungai. Hutan mangrove selain melindungi pantai
dari gelombang dan angin merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain
seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan
sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem
mangrove juga sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan
system kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangrove merupakan tempat mencari makan
(feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan
membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan
tempat berlindung yang aman bagi berbagai juvenile dan larva ikan serta kerang
(shellfish) Dari predator. 26

26
Irwanto, 2006, Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove, Hlm 3

38
Jaringan sistem akar mangrove memberikan banyak nutrien bagi larva dan
juvenil ikan tersebut. Sistem perakaran mangrove juga menghidupkan komunitas
invertebrata laut dan algae. Memberikan gambaran tentang tingginya produktivitas
habitat pantai bermangrove ini, dikatakan bahwa satu sendok teh lumpur dari daerah
mangrove di pantai utara Queensland (Australia) mengandung lebih dari 10 milyar
bakteri, suatu densitas lumpur tertinggi di dunia. Beberapa hewan tinggal di atas pohon
sebagian lain di antara akar dan lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan yang
tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove penting pula untuk pengunjung yang hanya
sementara waktu saja, seperti burung yang menggunakan dahan mangrove untuk
bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari makan di bagian daratan yang lebih
ke dalam, jauh dari daerah habitat mangrove. 27

Gambar : diagram ilustrasi penyebaran fauna di habitat ekosistem mangrove

Burung-burung dari daerah daratan menemukan sumber makanan dan habitat


yang baik untuk bertengger dan bersarang. Mereka makan kepiting, ikan dan moluska
atau hewan lain yang hidup di habitat mangrove. Tiap spesies biasanya mempunyai
gaya yang khas dan memilih makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaanya
masing-masing dari keanekaragaman sumber yang tersedia di lingkungan tersebut.
Sebagai timbal baliknya, burung-burung meninggalkan guano sebagai pupuk bagi
pertumbuhan pohon mangrove. Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah

27
Irwanto, 2006, Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove, Hlm 4

39
hewan-hewan yang hidupnya menempati daerah dengan substrat yang keras (tanah)
atau akar mangrove maupun pada substrat yang lunak (lumpur). Kelompok ini antara
lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan dan golongan invertebrata
lainnya. Kelompok lainnya lagi adalah yang selalu hidup dalam kolom air laut seperti
macam-macam ikan dan udang yang aktif memakan detritus mangrove yang jatuh ke
dalam air. 28

Gambar : Siklus nutrisi serasah bakau

Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan makanan bagi
plankton, kepiting,uadang kecil dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut. Plankton
dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme darat dan
air di habitat yang bersangkutan. 29

28
ibid
29
Irwanto, 2006, Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove, Hlm 4

40
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Ekosistem hutan mangrove merupakan ekosistem yang khas atau unik hal inni
dikarenakan adanya pertemuan antara ekosistem laut dengan ekosistem air tawar
ataupun darat. Ekosistem Hutan Mangrove terdapat flora maupun fauna yang unik yang
tidak ditemukan di ekosistem lainnya beberapa diantaranya adalah ikan glodok atau
mudskipper (Periothalamus sp), ikan glodok adalah ikan yag unik sebab 90% waktu
yang dihabiskan berada di daratan atau terestrial asalkan masih terdapat lumpur di
bawahnya untuk melakukan pernapasan atau tidak ikan tersebut harus segera mencari
air untuk bernapas.
Ekosistem Hutan Mangrove sangat berperan penting terhadap kehidupan
makhluk hidup. Bila keseimbangan ekosistem Hutan Mangrove terganggu ataupun
dengan sengaja dirusak, maka secara langsung hal tersebut akan berdampak pada
kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di ekosistem tersebut secara tidak
langsung juga hal ini akan berdampak pada manusia, tumbuhan maupun hewan.

B. Saran
Ada beberapa saran atau solusi yang dapat membantu menjaga dan memlihara
ataupun membudidayakn Hutan Mangrove agar ekosistem nya tetap terjaga , yaitu : 1)
Mengharidi pertemuan kota dan menyambaikan suara keberatan atas pembangunan
mengganggu habitat satwa liar maupun suatu ekosistem, 2) Pelajari semua tetang
pentinganya Rawa Mangrove, dan membuat orang lain terkesan mengenai pentingnya
Rawa Mangrove terhadap keanekaragaman hayati di Bumi, 3) gunakan produk yang
ramah lingkungan untuk mengurangi polusi air.

41
DAFTAR PUSTAKA

Barry clough. continuing the journeyamongst mangroves. Continuing the Journey Amongst
Mangroves.international society for mangrove ecosystems (isme),c/o faculty of
agriculture, university of the ryukyus,1 senbaru, nishihara, okinawa, 903-0129 japan.

Chrisna Adhi Suryono, Ekologi Mangrove Di Segara Anakan Ditinjau dari Aspek :
Kelimpahan dan Distribusi, Jurnal Kelautan Tropis Juni 2015 Vol. 18(1):20–27, ISSN
0853-7291

Ghufran H. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Jakarta; PT. Rineka
Cipta

Irwanto, 2006, Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove

Jn Eong, Wooi Khoon Gong, Structure, Function And Management Of Mangrove Ecosystems
Series 2, (International Society for Mangrove Ecosystems (ISME), Okinawa, Japan, and
International Tropical Timber Organization (ITTO 2013)

Risma Haris, Keanekaragaman Vegetasi dan Satwa Liar Hutan Mangrove, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia Timur, Makassar

Sri Wahyuni Arief Anthonius Purnama, Jenis-Jenis Moluska(Gastropoda Dan Bivalvia)


Padaekosistemmangrove Di Desa Dedap Kecamatan Tasikputripuyu Kabupaten
Kepulauan Meranti, Riau, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir
Pengaraian. Hlm 4 – 13.

Yus Rusila Noor, dkk, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, (A Field Guide of
Indonesian Mangrove. 2006)

42

Anda mungkin juga menyukai