Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEORI REPRODUKSI SPESIES MANGROVE

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Sumberdaya Pesisir


Elfa Oprasmani, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Dinda Lestari 190384205050


Hetty Nuratika 170384205046
Siti Nur Kumala Sari 190384205056
Rudianto Sulthan Alamshah 170384205037

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi penyayang puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah TEORI REPRODUKSI SPESIES
MANGROVE

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Atas
perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.

Tanjungpinang, 1 Desember 2020

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


Daftar Isi ....................................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Musim Berbuah dan Propagul yang Bisa Disemai dan Teknik Penyemaian Mangrove 3
2.2 Teknik Penyemaian/Pembibitan Mangrove .................................................................... 7
2.3 Penanaman dan Penyulaman Mangrove ......................................................................... 8
2.3.1 Pemeliharaan Kawasan Mangrove ......................................................................... 10
2.3.2 Pemilihan Lokasi dan Kesesuaian Jenis Mangrove ............................................... 10
2.4 Konsep Kesesuaian Mangrove dengan Substart ........................................................... 11
BAB III .................................................................................................................................... 12
PENUTUP................................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 12
3.2 Saran ............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh
beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut
dan pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal,
estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia
memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih
89 spesies yang terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29
spesies epifit dan 2 spesies parasit. Hutan mangrove di Indonesia sangat banyak dan
hampir di setiap kawasan pesisir ataupun daerah estuaria terdapat mangrove. Hutan
mangrove merupakan jenis atau tipe hutan yang masih dipengaruhi oleh pasang surut
karena pada saat pasang akan tergenang dan pada saat surut akan bebas dari genangan.

Hutan mangrove membawa dampak yang baik bagi daerah estuaria maupun bagi
manusia yang bermukim di sekitar pesisir. Manfaat dari hutan mangrove adalah
melindungi pantai dari abrasi, sebagai tempat mencari makan dan berlindung bagi
organisme laut maupun darat. Adapun manfaat hutan mangrove bagi manusia adalah
sebagai bahan baku untuk bahan bakar, sebagai bahan makanan alternatif, dan
sebagainyaNamun seiring berkembangnya zaman dan banyaknya orang yang bermukim
di daerah pesisir maka sebagian orang memanfaatkan lahan mangrove sebagai lahan
pemukiman dengan cara menebang hutan mangrove dan juga mereka mengekploitasi
secara besar-besaran sehingga hutan mangrove semakin berkurang. Oleh karena itu perlu
diadakan upaya perbaikan dan pemulihan sehingga mangrove yang ada sekarang tidak
semakin berkurang demi masa depan generasi selanjutnya. Pengenalan rehabilitasi
mangrove akan memberi motivasi masyarakat dalam menghijaukan kembali pesisir dan
pantai.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana musim berbuah dan bentuk propagul yang bisa disemai dan Teknik
penyemaian mangrove?
2. Bagaimana teknik penyemaian mangrove?
3. Bagaimana teknik penananaman mangrove?
4. Bagaimana konsep kesesuaian mangrove dengan substart?

1
1.3 Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dipaparkan diatas, adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui kapan musim berbuah mangrove dan bagaimana bentuk propagul
yang bisa disemai
2. Mengetahui teknik penyemaian mangrove
3. Mengetahui teknik penanaman mangrove
4. Mengetahui konsep kesesuaian mangrove dengan substrat

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Musim Berbuah dan Propagul yang Bisa Disemai dan Teknik Penyemaian
Mangrove

Secara umum, penyemaian mangrove dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara
menanam langsung buah mangrove (propagul) ke areal penanaman dan melalui persemaian
bibit. Penanaman secara langsung tingkat kelulushidupannya rendah (sekitar 20-30 %). Hal
ini karena pengaruh arus laut pada saat pasang dan pengaruh predator. Sedangkan dengan
cara persemaian dan pembibitan, tingkat kelulushidupannya relatif tinggi (sekitar 60-80%).
Berikut adalah cara pembibitan beberapa jenis mangrove:

1) Rhizophora spp
Buah yang digunakan untuk pembibitan, sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang
berusia diatas 10 tahun. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir lepasnya hipokotil dari
buahnya.

Buah yang sudah matang dari Rhizophora spp, dicirikan dengan warna buah hijau tua
atau kecoklatan, dengan kotiledon (cincin) berwarna kuning atau merah.

Propagul Rhizophora yang siap dibibitkan ditandai dengan munculnya cincin kuning
diantara buah dan hipokotilnya.

Media yang digunakan untuk pembibitan adalah sedimen dari tanggul bekas tambak
atau sedimen yang sesuai dengan karakteristik pohon induknya. Media dibiarkan
selama kurang lebih 24 jam agar tidak terlalu lembek. Media tanam yang sudah
disediakan, dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam (polibek) berukuran lebar 12
cm dan tinggi 20 cm, yang telah diberi lubang keci-kecil kurang lebih 10 buah.

3
Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibek. Buah ditancapkan
kurang lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10 benih, diikat
menjadi satu agar tidak mudah rebah. Ikatan dibuka setelah daun pertama keluar.
Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan keluar setelah 3 bulan.

2) Bruguiera spp
Buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun. Buah dipilih yang sudah
matang dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah dari bonggolnya dan warna
hipokotil merah kecoklatan atau hijau kemerahan.

Buah yang terkumpul tidak perlu dicuci dengan air, tapi cukup dibersihkan dengan lap
dan dipilih buah yang segar, sehat, bebas hama dan penyakit, belum berakar dan
panjang hipokotil-nya 10-20 cm.

Bruguiera juga bisa dibibitkan dengan perlakuan khusus, yaitu dengan tidak mencabut
kelopaknya yang berwarna merah.

Kelopak buah jangan dicabut atau dilepaskan dengan paksa karena dapat merusak
buah. Media yang digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizophora spp. Semua
pekerjaan selalu dilakukan di bawah naungan (tidak mendapat sinar matahari secara
langsung), supaya buah tidak kering. sebelum penyemaian, polibek dibiarkan
tergenang oleh pasang. Penyemaian dilakukan pada awal pasang purnama, dimana
penggenangannya dapat mencapai hipokotil benih. Penyemaian Bruguiera spp seperti
pada Rhizophora spp, tetapi tidak usah diikat.

4
3) Ceriops spp
Ciri kematangan buah adalah kotiledon berwarna kuning dengan panjang kotiledon 1
cm atau lebih dan hipokotil berwarna hijau kecoklatan. Buah yang terkumpul dicuci
bersih dan buahnya dilepas. Kemudian, dipilih benih yang panjang hipokotil-nya 20
cm atau lebih.

Sekilas, propagul Ceriops hampir sama dengan Rhizophora, tapi sangat berbeda.
Ceriops lebih pendek, kecil dan langsing.

Penyiapan media untuk Ceriops spp sama dengan penyiapan media


semai Rhizophora spp. Penyemaian benih Ceriops spp sama dengan Bruguiera spp.

4) Excoecaria sp

Warna buah dari Excoecaria spp yang telah matang adalah kuning kecoklatan. Buah
coklat kecil-kecil dan akan jatuh setelah matang. Biji dipilih yang padat dan
mempunyai diameter 3mm atau lebih

5
Cara membibitkannya adalah dengan ditebar di parit yang berisi media dan terlindung
dari cahaya matahari secara langsung.

Media yang digunakan untuk pembibitan sama


dengan Rhizophora spp. Excoecaria spp dan pembibitannya tidak langsung dilakukan
pada polibek. Biji dari Excoecaria spp ditebar di parit yang berisi media dan
terlindung dari cahaya matahari secara langsung.

Parit dibuat di darat untuk menghindari biji terbawa arus. Setelah


daun Excoecaria spp tumbuh 3-5 buah, bibit bisa dicabut dan dipindahkan ke polibek.
Setiap satu polibek ditanami satu bibit.

5) Avicennia spp
Ciri kematangan buah adalah warna kulit buah kekuningan, dan kadang kulit buah
sedikit terbuka. Buah yang sudah matang mudah terlepas dari kelopaknya. Buah
dilepas dari kelopaknya dan dipilih benih yang bebas hama dan beratnya 1,5 gram
atau lebih.

Avicennia terkenal sebagai salah satu jenis mangrove yang tepung buahnya bisa
diolah menjadi aneka jenis makanan.

Setelah kelopak dilepas, buah direndam dalam air selama satu hari agar terkelupas
kulitnya. Buah yang belum terkelupas kulitnya, dapat dikupas dengan tangan.
Kemudian, buah dipindahkan ke dalam ember berisi air payau yang bersih.

Penyiapan media semai Avicennia spp tidak berbeda dengan Rhizophora spp. Polibek
disiram hingga cukup basah, barulah dilakukan persemaian. Benih disemaikan
masing-masing satu buah dalam satu polibek, dengan cara ditancapkan kurang lebih
sepertiga panjang benih ke dalam tanah/media.

6) Sonneratia spp
Ambil buah Sonneratia yang telah matang, yang dicirikan dengan telah pecahnya
buah secara alami, atau yang telah jatuh ke tanah. Satu buah Sonneratia, akan
memiliki ratusan biji yang siap untuk dibibitkan.

6
Rendamlah biji buah Sonneratia dengan air tawar, selama dua hari, hingga kulit
bijinya terkelupas dan berkecambah. Ambillah biji buah Sonneratia yang telah
terkelupas dan berkecambah tersebut, lalu bibitkan di tanah berpolibek.

Bila perlu, tanah bisa ditambahkan pupuk kandang, untuk membantu proses
pertumbuhan biji Sonneratia. Cara membibitkannya adalah dengan menancapkan
bagian yang lebih panjang dari bijinya, ke dalam tanah.

2.2 Teknik Penyemaian/Pembibitan Mangrove

Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan pembibitan mangrove adalah polybag,
benih mangrove berbagai jenis, lumpur, cetok dan bedeng. Sebagai informasi, polybag terdiri
dari dua tipe, yaitu polybag kecil untuk benih berukuran kecil, seperti Avicennia spp,
Sonneratia spp, dan Ceriops spp. Dan polybag besar untuk benih Rhizopora spp dan
Bruguiera spp. Polybag memiliki lubang di bagian samping dan bawahnya, yang berguna
untuk sirkulasi air dan udara.

7
Selanjutnya, lumpur yang digunakan pada tahap pembibitan ini, sebaiknya diambil dari
sekitar lokasi penanaman. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan ketahanan hidup benih
sewaktu pembibitan. Bedeng persemaian yang dipergunakan bisa disesuaikan dengan tiga
buah jenis bedeng.

Tahap pembibitan dilakukan setelah tahap perlakuan bibit selesai. Pembibitan dilakukan
dengan cara sebagai berikut :

1. Ambil polybag, lalu isi dengan lumpur yang ada disekitar bedeng.
2. Isi poly bag dengan sedimen, tetapi jangan terlalu penuh melainkan ¾ dari isi
polybag.
3. Setelah diisi lumpur, lipat bagian atas polybag ke bagian luar dengan tujuan pada saat
surut dan cuaca kering, Kristal –kristal garam air laut tidak terjebak di dalam polybag
yang bisa menghambat pertumbuhan benih mangrove.
4. Selanjutnya, tanam benih mangrove yang telah dipilih dan berkondisi baik ke dalam
sedimen dengan kedalaman yang cukup.
5. Jangan lupa untuk menanam benih Ceriops, Sonneratia dan Avicennia ke dalam
polybag kecil dan benih Rhizopora dan Bruguiera ke dalam polybag yang berukuran
besar.
6. Setelah itu, masukkan satu per satu polybag yang sudah terisi dengan benih – benih
mangrove tersebut ke dalam bedeng. Sebaiknya diusahakan agar satu buah bedeng
bisa digunakan untuk satu jenis mangrove saja, agar mempermudah distribusi pada
saat pengambilannya di tahap penanaman mangrove.

2.3 Penanaman dan Penyulaman Mangrove

Sebelum melakukan tahap penanaman mangrove, maka lokasi penanaman mangrove harus
sudah disepakati bersama antara tenaga pendamping, para mitra kerja dan masyarakat.
Tenaga pendamping bisa menyampaikan sebuah rekomendasi tentang letak lokasi penanaman
mangrove yang tepat yang berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada penelitian awal.

Beberapa faktor lingkungan penting yang harus diperhatikan sebelum melakukan tahap
penanaman mangrove antara lain adalah tipe substrat, salinitas, temperature, ketinggian
tanah, pH, musim dan saluran air. Substrat untuk penanaman mangrove harus sesuai dengan
jenis mangrove yang akan ditanam. Secara sederhana, pada sedimen yang berlumpur, maka
jenis Rhizopora spp adalah jenis mangrove yang tepat untuk ditanam. Avicennia spp dan
Sonneratia spp, menyukai tanah berpasir yang berada di pinggiran pantai. Jenis mangrove
lainnya seperti Ceriops spp dan Bruguiera spp bisa hidup bervariasi di substrat lumpur
berpasir. Salinitas atau kadar garam juga perlu diperhatikan, karena mangrove hidup pada
salinitas yang bervariasi. Kadar salinitas yang bervariasi ini ikut pula menentukan pola
penyebaran mangrove di habitatnya.

Perlu diketahui bahwa penentuan jenis mangrove untuk ditanam disuatu lokasi harus
disesuaikan dengan kondisi substratnya dan budaya masyarakat lokal setempat.

8
Beberapa hal yang kami temui dilapangan menginformasikan bahwa jenis – jenis mangrove
tertentu cenderung “tidak” disukai untuk ditanam di daerah tertentu, sebagai contoh di
Surodadi, misalnya jenis mangrove Rhizopora spp cenderung tidak bnyak ditanam tetapi
ditebangi, karena di wilayah tersebut perakaran Rhizopora spp ditengarai telah menyebabkan
jebolnya tanggul pertambakan mereka. Untuk itu, mangrove jenis Avicennia spp yang
dianggap memiliki sistem perakaran yang lebih rapat dan mampu menstabilkan tanah tambak.

Secara teori penanaman mangrove dengan mempergunakan bibit mangrove akan memiliki
tingkat kelulusanhidupan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penanaman
mangrove dengan menggunakan propagul. Namun demikian, penanaman mangrove dengan
propagul tanpa penyemaian sebaiknya juga dilakukan terutama pada saat penyulaman.
Faktanya, penanaman mangrove menggunakan propagul juga seringkali dilakukan dengan
alasan bibit mangrove lebih mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Sementara itu, penggunaan propagul sebagai “bahan baku” penanaman mangrove, walaupun
diklaim memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi, tetapi tidak demikian dengan daya
tahannya terhadap gelombang.

Selanjutnya, penanaman bibit mangrove harus dikelompokkan sesuai dengan jenisnya. Hal
ini dilakukan mengingat pada kondisi alami, mangrove memamng membentuk tegakan murni
yang berarti ditemukan secara berkelompok sesuai dengan jenisnya. Penanaman mangrove
sebaiknya dilakukan pada saat air laut surut. Namun demikian, apabila keadaan tidak
memungkinkan, maka penanaman mangrove bisa tetap dilaksanakan pada saat air tergenang
dengan syarat pada saat melakukan penanaman akar bibit benar – benar tertancap dengan
baik di sedimen dan terikat kuat di smaping ajirnya. Alat dan bahan yang dipergunakan untuk
melakukan tahapan penanaman mangrove adalah bibit mangrove berbagai jenis, cetok, ajir
dan tali rafia.

Teknik penanamannya sendiri adalah sebagai berikut :

1. Ambil satu bibit mangrove di bedeng.


2. Buka polybag yang menutupi sedimen dan akar bibit. Jangan buang polibag secara
sembarangan, tetapi letakkan polybag di atas ajir.
3. Tanam langsung bibit mangrove ke tanah dengan cara melubangi tanah dengan cetok,
sedemikian rupa hingga lubang penanaman cukup dalam, sehingga akar bisa tertanam
dengan baik.
4. Setelah itu, ikat batang bibit mangrove ke ajir dengan menggunakan tali rafia yang
telah disediakan. Penggunaan ajir berguna untuk menjaga bibit mangrove agar tidak
tumbang ketika terkena ombak. Jarak tanam adalah 1m x 1m.
5. Timbun dengan tanah. Jangan terlalu menekan tanah, sehingga oksigen bisa dengan
leluasa ke luar dan masuk ke tanah.
6. Ambil polybag yang terletak di atas ajir, kumpulkan menjadi stu di sebuah keranjang
atau plastik. Selanjutnya polybag bisa didaur ulang menjadi berbagai macam barang
plastik daur ulang.

9
Tidak semua bibit mangrove harus ditanam pada saat penanaman, melainkan bisa disisihkan
untuk tahapan selanjutnya, yaitu penyulaman. Penyulaman adalah tahapan penting setelah
tahapan penanaman, karena bertujuan untuk memelihara bibit – bibit mangrove yang telah
ditanam agar mendapatkan kelulushidupannya yang maksimal. Penyulaman dilakukan
dengan cara mengganti bibit – bibit mangrove yang telah mati dengan bibit – bibit mangrove
yang baru. Sebagai contoh, dari 10 ribu bibit yang ada, bisa disisihkan 2 ribu bibit untuk
penyulaman.

2.3.1 Pemeliharaan Kawasan Mangrove

Tahap ini adalah tahap lanjutan setelah tahap penyulaman selesai dilakukan. Tahapan
pemeliharaan mangrove memiliki tujuan jangka panjang untuk memastikan agar bibit – bibit
mangrove, bisa hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal yang harus dilakukan pada tahapan
ini adalah program penjarangan, yaitu berupa penebangan beberapa buah dan batang pohon
mangrove muda. Jika ditenggarai bibit mangrove yang berhasil tumbuh memiliki kepadatan
yang sangat tinggi. Hal ini penting dilakukan untuk memaksimalkan pertumbuhan pohon
mangrove lainnya. Hal seperti ini dilakukan agar pertumbuhan pohon mangrove bisa tumbuh
secara optimal.

Selain penjarangan, dilakukan juga pembersihan lokasi terhadap hama dan gangguan lainnya
seperti rumput liar, pencemaran minyak dan gangguan lainnya, serta pengelolaan saluran air.
Jika didapati terjadinya penutupan saluran air sebagai akibat dari perubahan alam di daerah
pesisir.

Selanjutnya tata aturan seperti larangan melakukan penebangan pohon mangrove yang telah
berhasil tumbuh dengan baik dilokasi penanaman, juga harus dibuat untuk memberikan
informasi dan pendidikan kepada masyarakat luas akan pentingnya penjagaan terhadap
kelestarian mangrove di pesisir.

2.3.2 Pemilihan Lokasi dan Kesesuaian Jenis Mangrove

Lokasi penanaman mangrove dapat dilakukan di kawasan hutan lindung, hutan produksi,
kawasan budidaya, dan di luar kawasan hutan pada daerah :

1. Pantai, dengan lebar sebesar 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi
dan terendah tahunan yang diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
2. Tepian sungai, selebar 50 m ke arah kiri dan kanan tepian sungai yang masih
terpengaruh air laut.
3. Tanggul, pelataran dan pinggiran saluran air ke tambak.

10
Pemilihan jenis mangrove juga harus disesuaikan dengan lahan yang akan direhabilitasi.
Beberapa jenis mangrove yang cocok untuk kondisi lahan tertentu menurut Bengen (2006)
adalah sebagai berikut :

1. Bakau (Rhizophora spp.) dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang
berlumpur, dan dapat mentoleransi tanah lumpur-berpasir, dipantai yang agak
berombak dengan frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Bakau merah (Rhizophora
stylosa) dapat ditanam pada substrat pasir berkoral.
2. Api-api (Avicennia spp.) lebih cocok ditanam pada substrat pasir berlumpur
terutama di bagian terdepan pantai, dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan.
3. Bogem/Prapat (Sonneratia spp.) dapat tumbuh baik dilolasi bersubstrat lumpur
atau lumpur berpasir dari pinggir pantai ke arah darat, dengan frekuensi genangan
30-40 kali/bulan.
4. Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat tumbuh dengan baik pada substrat yang
lebih keras yang terletak ke arah darat dari garis pantai dengan frekuensi genangan
30-40 kali/bulan.

2.4 Konsep Kesesuaian Mangrove dengan Substart

Habitat mangrove di daerah estuaria yang notabene selalu terkena pasang surut
sehingga daerahnya selalu tergenang secara berkala atau terus-menerus oleh air pasang.
Proses penggenangan inilah yang menyebabkan substrat mangrove “selalu berlumpur”.
mangrove sering disebut hutan payau atau populer dengan sebutan hutan bakau. Disebut
hutan payau, karena hutan ini tumbuh di atas substrat (media tumbuh) yang digenangi
campuran air laut dan juga air tawar. Perpaduan keduanya menjadikan air di daerah
tersebut menjadi payau. Disebut hutan bakau, karena orang sering mengenali dengan
keberadaan spesies bakau (Rhizopora sp) yang dominan.
Tetapi, tak selamanya mangrove berhabitat di daerah berlumpur. Hanya spesies-spesies
tertentu saja yang hidup di daerah ini, misalnya Rhizophora spp. Beberapa jenis
mangrove seperti Pandanus spp, Bruguiera spp, Avicennia spp, dan Sonneratia spp,
ternyata lebih menyukai substrat berpasir sebagai tempat hidup mereka. Beberapa
jenis Rhizhopora sp dan Sonneratia sp ditemukan di pantai dengan substrat karang
berlumpur.

Selanjutnya, Rhizophora stylosa dan Sonneratia alba juga mampu tumbuh di pantai
berbatu. Tak hanya itu, mangrove juga hidup di daerah pantai bergambut.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dikarenakan fungsi dan manfaat yang diberikan hutan mangrove begitu besar untuk
mahluk hidup terutama manusia,oleh karena itu maka kita harus bisa menjaga kelestarian
hutan mangrove agar tatap ada. Penanman dan pembibitan hutan mangrove bertujuan agar
keberadaan hutan mangrove bisa terjaga kelestarianya sehingga fungsi dan manfaat dari
hutan mangrove tersebuat akan kita rasakan sampai generasi kita selanjutnya. Kegiatan
penghijauan yang dilakukan terhadap Hutan-hutan yang telah gundul, merupakan salah satu
upaya rehabilitasi yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika, namun
yang paling utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove
tersebut.

Rehabilitasi hutan mangrove merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan


mangrove yang merupakan bagian integral dari pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu
yang ditempatkan pada kerangka Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit manajemen.
Penyelenggaraan rehabilitasi hutan mangrove yang dimaksud ditujukan untuk memulihkan
sumberdaya hutan yang rusak sehingga berfungsi optimal dalam memberikan manfaat kepada
seluruh pihak yang berkepentingan, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan kawasan pesisir, mendukung kelangsungan industri berbasis
sumberdaya mangrove. Tujuan tersebut dapat dicapai jika penanganan kawasan dilakukan
secara tepat, adanya kelembagaan yang kuat, dan teknologi rehabilitasi yang tepat guna
berorientasi pada pemanfaatan yang jelas.

3.2 Saran

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Sumber Daya Pesisir. Kami menyadari
bahwa dalam maalah ini terdapat banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharap kritik
dan saran dari pembaca guna memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik dan tentunya
menjadi lebih berguna bagi pemaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatra.
Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.

id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau diakses tanggal 2 april 2015

Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove
di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.

Tomlinson, P. B., 1986: The Botany of Mangroves, Cambridge University Press.

13

Anda mungkin juga menyukai