Kelompok 15 :
1. Adelia Agung Purnami (26010118140037)
2. Ananda Tania Salsabila (26010118140090)
3. Clarisa Ika Oktaviana (26010118120020)
4. Kevin Alvarado Satriatama (26010118140101)
Puji syukur atas kehadirat Allah, SWT. Atas segala rahmat, nikmat, dan
karunia-NYA sehingga penyusunan dan penyelesaian makalah dengan judul
“Keberadaan, Potensi, Kondisi, dan Pengelolaan Padang Lamun di Kepulauan
Banggai, Kabupaten Sulawesi Tengah” dapat berjalan dengan lancar. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumberdaya Perairan.
Makalah ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuani berbagai pihak,
oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada :
Allah, SWT
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan
Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi
Dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini belum sempurna dan
masih membutuhkan saran dan kritiknya untuk makalah yang lebih baik.
Demikian, semoga dengan adanya makalah ini dapat mendatangkan manfaat bagi
pembaca dan kami sendiri.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dalam makalah ini akan dibahas mengenai potensi, kondisi, serta cara
pengelolaan padang lamun di Kepulauan Banggai, Kabupaten Sulawesi Tengah.
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian lamun dan morfologinya
2. Mengetahui jenis-jenis lamun yang ada di Wilayah Kepulauan Banggai,
Sulawesi Tengah
3. Mengetahui potensi lamun di Wilayah Kepulauan Banggai, Sulawesi
Tengah
4. Mengetahui jasa ekonomi lamun di Wilayah Kepulauan Banggai, Sulawesi
Tengah
5. Mengetahui kondisi lamun di Wilayah Kepulauan Banggai, Sulawesi
Tengah
6. Mengetahui pengelolaan lamun di Wilayah Kepulauan Banggai, Sulawesi
Tengah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
beragam, ada yang berbentuk seperti lidi, pitaa, dan bulat. Rhizome merupakan
batang yang terbenam serta berbuku – buku yang pada buku – bukunya tumbuh
batang pendek yang tegak, berdaun, berbunga, dan tumbuh akar, dengan adanya
rhizome dan akar, maka lamun akan tumbuh kokoh didasar perairan dan tahan
terhadap ombak maupun arus. Morfologi tumbuhan lamun memiliki bentuk yang
hampir sama, terdiri dari akar, batang, daun. Morfologi daun umumnya
memanjang kecuali jenis Halophila yang memiliki bentuk daun lonjong (Aziizah
et al., 2016).
4
yang lurus dengan ujung daun melengkung, H. pinifolia memiliki bentuk daun
yang lurus dan halus, sedangkan C. serrulata memiliki bentuk daun selempang
yang menyempit dengan ujung daun seperti gergaji. Menurut Ati et al. (2016)
menyatakan bahwa pada bagian pesisir Minahasa ditemukan Sembilan jenis
lamun yaitu E. acoroides, T. hemprichii, C. rotundata, Halophila ovalis,
Halophila minor, Halodule pinifolia, Halodule uninervis, Syringodium
isoetifolium, dan Thalassodendron ciliatum. Lamun jenis T. hemprichii dan C.
rotundata. Perbedaan jenis lamun yang ditemukan dapat diidentidfikasi dengan
mudah dengan bentuk daun yang dimiliki oleh lamun tersebut.
Perairan Sulawesi tengah dilokasi di Kecamatan Tinangkung, Banggai
Kepulauan ditemukan sembilan spesies lamuan dan didominasi dengan empat
spesies yakni: Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides , Halophila ovalis, dan
Thalasia hemprichi,. Beberapa jenis lamun yang masih jarang ditemukan di
tempat lain, seperti Halophila Ovalis dan Thalasodendron Ciliatum. Perairan
Sulawesi utara terdapat tujuh jenis lamun dan tiga lamun yang mendominasi yaitu
yaitu: T. hemprichii, S. isoetifolium, dan C. serrulata. Perairan Sulawesi selatan
dilokasi ditemukan 8 jenis lamun dan sebaran lamun didominasi oleh tiga jenis
yaitu E. acoroides, T. hemprichii dan C. rotundata. Dari semua keseluruhan,
jenis-jenis lamun yang ditemukan membentuk hamparan padang lamun campuran
yang tersusun dari dua jenis atau lebih. Menurut Supriadi et al. (2012)
menyatakan bahwa Jenis jenis lamun tersebut membentuk hamparan padang
lamun campuran yang tersusun dari dua jenis atau lebih. Sebaran yang terjadi
perairan Sulawesi selatan lamun didominasi oleh tiga jenis yaitu E. acoroides, T.
hemprichii dan C. rotundata.
5
(Sumber : Sjafrie et al., 2018)
Jasa pendukung dan jasa pengaturan dapat dianggap sebagai fungsi dan manfaat
ekologis. Sedangkan jasa penyedia merupakan produk yang diperoleh dari
ekosistem misalnya makanan, bahan baku, sumberdaya genetik, sumber obat,
energi, dan sebagainya. Selain itu ekosistem lamun juga memberikan jasa
lingkungan sebagai daerah penangkapan ikan, sumber biota, serta penyedia lahan
bagi ussaha budidaya rumput laut (Sjafrie et al., 2018)
Ekosistem lamun di Pulau Sulawesi sering mengalami degradasi
lingkungan dan penutupannya selalu menurun akibat adanya wissatawan.
Sehingga jasa ekosistem lamun sebagai jasa pendukung dan penyedia akan
mengalami penurunan. Pemanfaatan wisata bahari akan mengalami tekanan pada
ekosistem lamun maka perlu dilakukan penelitian profil ekosistem lamun sebagai
salah satu indikator kesehatan pesisir (Adli et al., 2016). Ekosistem pesisir sendiri
merupakan penyedia jasa pendukung kehidupan, seperti air bersih dan ruang yang
diperlukan bagi manusia. Lamun merupakan bagian dari ekosistem pesisir yang
perlu dilestarikan karena lamun sendiri memiliki jasa ekosistem yang secara
langsung dan tidak langsug telah memberikan manfaat bagi perekonomian
penduduk di wilayah pesisir. Jasa ekosistem lamun sebagai pendukung dan
pengaturan secara ekologis juga sebagai penahan abrasi pantai dan penangkap
sedimen (Hidayat et al., 2014).
6
2.4 Potensi Lamun di Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah
Kabupaten Banggai merupakan satu satunya kabupaten maritim di
Provinsi Sulawesi Tengah yang terdiri dari pulau pulau kecil. Kondisi perairan
laut di Banggai Kepulauan masih baik dan sangat memungkinkan untuk
ditumbuhi lamun. Dengan potensi lamun yang begitu melimpah ini, pemanfaatan
lamun belum begitu populer sehingga keberadaan lamun di Kabupaten Banggai
Kepulauan hanya memiliki fungsi tidak langsung bagi kepentingan masyarakat.
Ekosistem lamun di Kabupaten Banggai Kepulauan telah berperan besar dari sisi
ekologis (Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah,
2009).
Berikut adalah beberapa potensi lamun :
A. Potensi Lamun sebagai penyerap karbon.
Lamun mempunyai potensi dan berperan seperti hutan di daratan dalam
mengurangi karbondioksida (CO2), seperti tanaman darat lainnya. Lamun
memanfaatkan karbondioksida (CO2) untuk proses fotosintesa dan
penyimpanannya dalam bentuk biomassa. Potensi lamun sebagai karbon biru
(blue carbon) terbesar berada pada bagian bawah lamun yang terdiri dari
rhizome dan akar lamun serta penyimpanan karbon di sedimen. Estimasi stok
karbon sedimen yang dilakukan di area padang lamun di Kepulauan
Spermonde, Sulawesi Selatan tepatnya di Pulau Bonetambung dan Pulau Lae-
Lae. Ekosistem padang lamun di Pulau Bonetambung yaitu 14.175 ha dan di
Pulau Lae-Lae didapatkan total luasan lamun yaitu 5.04 ha. Hasil analisis
karbon sedimen didapatkan rerata di Pulau Bonetabung 9,5 MgC/ha atau
setara dengan 35,87 MgCO2e/ha dan di Pulau Lae-Lae didapatkan rerata
sebesar 8,98 MgC/ha atau setara dengan 35,92 MgCO2e/ha (Yushra et al.,
2020).
B. Ekosistem padang lamun sebagai lahan budidaya ikan baronang.
Pantai Barat Provinsi Sulawesi Selatan memiliki potensi yang cukup
besar yang ditandai dengan panjang garis pantainya kurang lebih sebesar 155
Km, namun selama ini pemanfaatan wilayah perairan dangkalnya masih
sangat terbatas dan belum optimal khususnya pada ekosistem padang lamun.
Ekosistem padang lamun memiliki potensi untuk menjadi acuan dalam
7
pengelolaan strategi wilayah pesisir dengan tujuan untuk memelihara atau
meningkatkan kestabilan lingkungan pesisir. Upaya pemanfaatan ekosistem
lamun belum banyak dilakukan dan masih terbatas pada kegiatan
penangkapan ikan saja. Oleh karena itu dikembangkan budidaya ekosistem
lamun melalui inovasi teknologi dengan keramba jaring tancap. Salah satu
komoditi yang paling berpotensi dikembangkan adalah ikan Baronang, karena
jenis ikan ini memijah di padang lamun sehingga bibitnya dapat diambil dan
dibesarkan pada Keramba Jaring Tancap (KJT) yang dipasang dipermukaan
dasar perairan di sekitar padang lamun (Rauf et al., 2017).
8
relatif lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang lain (Pemerintah
Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah, 2009).
Faktor kimia dan fisika dapat memengaruhi penyebaran dan pertumbuhan
lamun. Faktor tersebut adalah suhu, kecepatan arus, salinitas, ph, dan kecerahan.
Perubahan suhu terhadap kehidupan lamun antara lain dapat memengaruhi
metabolisme, penyerapan unsur hara, dan kelangsungan hidup lamun. Kisaran
suhu yang baik bagi pertmbuhan lamun adalah 29 - 30⁰ c. Kecepatan arus
mendukung pertumbuhan dan penyebaran lamun diperlukan kecepatan arus
berkisar 0,05 – 1,00 m.det-1. Kecerahan yang tinggi ini pula membuktikan
kekuatan vegetasi lamun sebagai perangkap sedimen. Kondisi ini menguntungkan
bagi vegetasi lamun karena akan mendukung proses fotosintesis yang optimal.
Menurut Ati et al. (2016) (menyatakan bahwa kisaran suhu yang baik bagi
pertumbuhan lamun adalah 29 - 30⁰ c. Lamun dapat tumbuh dengan baik pada ph
air laut yang normal, yaitu 7,8 – 8,5. Pertumbuhan lamun dibutuhkan kisaran
optimum salinitas 24 - 35‰. Pertumbuhan dan penyebaran lamun diperlukan
kecepatan arus berkisar 0,05 – 1,00 m.det-1. Nilai kecerahan yang tinggi sanggat
menguntungkan saat proses fotosentesis.
Selain faktor fisika dan kimia perairan, faktor lain yang memengaruhi
penyebaran dan pertumbuhan lamun adalah aktivitas manusia. Ekosistem lamun
di wilayah sulawesi cenderung tidak diperhatikan keberadaannya karena dianggap
mengganggu aktivitas keseharian masyarakat, seperti kegiatan penangkapan ikan,
kojeng-kojeng, dan kegiatan wisata. Banyaknya kunjungan wisata dan aktivitas
pemancingan oleh penduduk diduga merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi kestabilan kondisi perairan yang selanjutnya menyebabkan
rendahnya jenis dan jumlah lamun di lokasi tersebut. Pembangunan atau kegiatan
reklamasi pada kawasan industri yang merusak ekosistem lamun berdampak pada
penyusutan ekosistem lamun. Menurut Fahruddin et al. (2017) menyatakan bahwa
aktivitas antropogenik mempunyai potensi untuk memodifikasi faktor
hidrodinamika dan kualitas perairan yang pada akhirnya akan memengaruhi
pertumbuhan dan penyebaran lamun. Kegiatan reklamasi untuk pembangunan
kawasan industri atau pelabuhan ternyata menurut data yang diperoleh telah
9
terjadi pengurangan terhadap luasan kawasan padang lamun, sehingga
pertumbuhan, produksi ataupun biomassanya akan mengalami penyusutan.
10
e. Pengalihan aliran air yang dapat merubah tingkat salinitas alamiah harus
diminimalkan
f. Pencegahan terhadap tumpahan minyak dengan mencermati padang lamun
melalui pemantauan dan evaluasi
g. Inventarisasi, identifikasi dan pemetaan sumberdaya padang lamun sebelum
ada kegiatan.
Rrekomendasi yang dapat dilakukan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan
yang didalamnya juga termasuk pengelolaan lamun di wilayah Banggai
Kepulauan adalah sebagai berikut : (Adel, et al., 2016)
1. Melakukan sosiallisasi secara berkala terhadap masyarakat yang belum
berrmukim di wilayah pesisir maupun di seitar Pulau Banggai dan
memberikan pemahaman pada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan
sumberdaya perikanan dengan pendekatan ekosistem.
2. Adanya kelembagaan yang dikelola masyarakat sebagai bagian dari strategi
pengawasan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Sedangkan untuk strategi keberlanjutan pada tahun ke- 3-15 adalah :
1. Melindungi, mempertahankan keanekaragaman ekosistem, dan
memanfaatkan potensi sumberdaya secara berkelanjutan.
2. Status keberlanjutan diperkuat oleh regulasi atau peraturan yang mengatur
secara keseluruhan tentang pengelolaan sumberdaya bidang perikanan.
3. Pemerintah daerah bersama dengan peneliti dari akademisi atau pergutuan
tinggi, LSM atau NGO, dan stakeholders melakukan riset secara berkala
terhadap pengelolaan tersebut.
11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan tingkat tinggi (Antophyta) yang
dapat hidup dan terbenam di lingkungan laut, memilik pembuluh, daun,
rimpang (rizome), berakar, dan dapat berkembang biak secara generatif yang
melalui pertumbuhan biji dan vegetatif atau dengan tunas. Morfologi
tumbuhan lamun, terdiri dari akar, batang, dan daun.
2. Jenis lamun di Indonesia ada 12 jenis, sedangkan di Banggai Kepulauan
ditemukan sembilan spesies lamuan dan didominasi dengan empat spesies
yakni: Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides , Halophila ovalis, dan
Thalasia hemprichi,.
3. Jasa ekosistem dapat dibedakan menjadi empat komponen yaitu jasa
pendukung atau supporting services, jasa penyedia atau provisioning services,
jasa pengaturan atau regulating services dan jasa budidaya cultural services.
Jasa ekosistem lamun di Kepulauan Banggai, Sulawesi dapat mengalami
penurunan dengan adanya wisatawan yang berkunjung.
4. Potensi lamun di wilayah Banggai begitu melimpah, namun pemanfaatan
lamun belum begitu populer sehingga keberadaan lamun di Kabupaten
Banggai Kepulauan hanya memiliki fungsi tidak langsung bagi kepentingan
masyarakat.
5. Kondisi lamun di wilayah Banggai termasuk dalam kategori sehat dan kurang
sehat dengan penutupan antara 40% hingga 95%. Ekosistem lamun yang
termasuk dalam kategoti sehat ditemukan di daerah selatan Bangkurung,
Bone bone, P. Mangrove, P. Ganemo, dan P. Silumba, dan pada pulau – pulau
yang lainnya berada pada kondisi kurang sehat.
6. Pengelolaan lamun di wilayah Banggai dapat dilakukan dengan cara
melakukan sosialisasi dan pemahaman terhadap masyarakat serta danya
kelembagaan yang dikelola oleh masyarakat. Untuk jangka panjang dapat
dilakukan dengan cara melindungi dan mempertahankan keanekaragaman
12
ekosistem, memperkuat status keberlanjutan dengan regulasi, dan melakukan
riset secara berkala.
3.2 Saran
Saran yang didapatkan dari makalah ini adalah :
1. Sebaiknya sebagai mahasiswa sudah selayaknya ikut serta menjaga
kelestarian lingkungan.
2. Sebaiknya sebagai mahasiswa perikanan sudah selayaknya mengetahui
tentang seluk beluk permasalahan ekosistem lamun.
3. Sebaiknya sebagai mahasiswa perikanan ikut serta dalam pengelolaan
ekosistem lamun.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Rauf, A., A. Asni, H. Hamsiah dan A. Asmidar. 2017. Evaluasi Kesesuaian
Lahan Budidaya Ikan Baronang pada Ekosistem Padang Lamun di
Pantai Barat Sulawesi Selatan. Jurnal Akuatika Indonesia, 2(1), 58-63.
Riniatsih, I. 2015. Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi (MTP) di Padang
Lamun di Perairana Teluk Awur dan Pantai Prawean Jepara. Jurnal
Kelautan Tropis. 18 (3) : 121-126.
Rochmady, 2010. Rehabilitasi Ekosistem Padang Lamun. Makassar : Universitas
Hasanuddin.
Sjafrie, N. D. M., U. E. Hernawan, B. Prayudha, I. H. Supriyadi, M. Y. Iswari,
Rahmat, K. Anggraini, S. Rahmawati, dan Suyarso. 2018. Status
Padang Lamun Indonesia 2018. Jakarta : Puslit Oseanografi – LIPI.
Supriadi, R. F. Kaswadji, D. G. Bengen, dan M. Hutomo. 2012. Komunitas
Lamun di Pulau Barranglompo Makassar: Kondisi dan Karakteristik.
Maspari Journal,vol 4 (2):148-158.
Yushra, Y., G. S. Adiguna, L. W. Sasongko dan R.P. Widyastuti. 2020. Estimasi
Stok Karbon Sedimen Pada Area Padang Lamun di Kepulauan
Spermonde, Sulawesi Selatan. Manfish Journal, 1(01), 43-57.
15