Anda di halaman 1dari 27

Makalah

EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

“Disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ekologi


Perairan”

Dosen Pengampuh :

Dr. Ir. Hasim M.Si.

Oleh Kelompok II :

EXAL EYATO 1111419007

HESTI 1111419015

INDRAWAN ABAS 1111419035

IRWANTO KARIKAN 1111419025

NURAFNI PONTOH 1111419020

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kekuatan dan
petunjuk untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Tanpa pertolongan- Nya kami
tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini di susun berdasarkan tugas dan proses pembelajaran yang
telah diberikan kepada kami. Makalah ini di susun dengan menghadapi berbagai
rintangan, namun dengan penuh kesabaran kami mencoba untuk menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini membahas tentang fitoplankton yaitu tetraselmis tema yang
akan di bahas di makalah ini sengaja di pilih oleh Dosen pembimbing untuk kami
pelajari lebih dalam. Butuh waktu yang cukup panjang untuk mendalami materi
ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami selaku penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian makalah
ini. Semoga makalah yang kami buat ini dapat di nilai dengan baik dan di hargai
oleh pembaca. Meski makalah ini masih mempunyai kekurangan, kami selaku
penyusun mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.

Gorontalo, 25 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
1.4 Manfaat..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Definisi Ekositem Hutan Mangrove...................................................................3
2.2 Deskripsi Ekosistem Hutan Mangrove...............................................................4
2.2.1 Klasifikasi Mangrove.................................................................................5
2.2.2 Morfologi Tumbuhan Mangrove................................................................5
2.2.3 Reproduksi Tumbuhan Mangrove..............................................................6
2.2.4 Habitat Tumbuhan Mangrove.....................................................................7
2.2.5 Faktor-Faktor Lingkungan Hutan Mangrove..............................................7
2.3 Zonasi Ekosistem Hutan Mangrove....................................................................9
2.4 Struktur Vegetasi Ekosistem Hutan Mangrove.................................................11
2.5 Fungsi Ekologis Ekosistem Hutan Mangrove...................................................14
2.6 Kerusakan Hutan Mangrove.............................................................................15
2.7 Manfaat Hutan Mangrove.................................................................................16
BAB III PENUTUP........................................................................................................20
3.1. Kesimpulan......................................................................................................20
3.2. Saran................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi adalah salah satu ilmu yang mempelajari hubungan organisme dan
lingkungannya. Hubungan ini kompleks, bervariasi, dan hirarkis. Kata ekologi
pertama kali digunakan oleh ahli biologi Jerman Ernst Haeckel pada tahun 1869.
Ekologi berasal dari kata Yunani yaitu oikos dan logos. Oikos yang berarti
“rumah” atau “tempat tinggal” dan Logos yang berarti ilmu. Haeckel
mendefinisikan ekologi sebagai “studi dengan lingkungan alam termasuk
hubungan organisme satu sama lain dan lingkungan mereka. Sebuah ekosistem
atau sistem ekologi merupakan unit fungsionla yang terdiri dari semua organisme
dalam tempat tertentu yang saling berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan
fisik dan antar hubungan oleh aliran energi yang berkelanjutan dan siklus material
(Kumar dan Mina, 2018).
Ekosistem terbagi dalam beberapa bagian yaitu ekosistem darat, ekosistem
hutan, padang rumput beriklim sedang, dan hutan hujan tropis. Salah satu jenis
ekosistem yang tergolong dalam ekosistem hutan yaitu ekosistem hutan
mangrove. Hutan mangrove adalah salah satu tipe hutan yang tumbuh pada daerah
pasang surut yang tergenang saat pasang dan bebas genangan saat surut yang
komunitas tumbuhannya toleransi terhadap garam (Kusuma, et al 2003 dalam
Setiawan 2013).
Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung dari angina tau di
belakang atau dibelakang terumbu karang dilepas pantai yang terlindung.
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.
Dikatakan kompleks karena ekosistemnya disamping disamping dipenuhi oleh
vegetasi mangrove, dan juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan.
Jenis tanah yang berada dibawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline
young soil) yang mempunyai kandungann liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan
basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organic, total
nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian arah daratan
(Kusaman, 1994 dalam Julikha dan Lita, 2017).

1
Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam pesisir
mempunyai peranan penting yang ditinjau dari sudut sosial, ekonomi, dan
ekologis. Fungsi Utama dari hutan mangrove adalah sebagai penyeimbang
ekosistem dan penyedia berbagai kebutuhan hidup bagi manusia dan makhluk
hidup lainnya. sumberdaya hutan mangrove selain dikenal memiliki potensi
ekonomi sebagai penyedia sumberdaya kayu, penangkapan ikan, kepiting, dan
lain-lain, juga berfungsi untuk menahan gelombang laut dan intrusi air laut ke
darat. Fungsi lainnya adalah sebagai sumber penghasilan masyarakat pesisir yang
dapat dikembangkan sebagai objek wisata, pertanian atau pertambakan, dan lain
sebagainya (Takarendehang et al, 2018).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja dekripsi ekosistem mangrove?
2. Bagaimana zonasi ekosistem mangrove?
3. Bagaimana struktur vegetasi ekosistem mangrove?
4. Apa saja fungsi ekologis ekosistem mangrove?
5. Kerusakan hutan mangrove
6. Apa saja manfaat hutan mangrove?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah adalah untuk menambah wawasan para pembaca
mengenai Ekosistem Mangrove berdasarkan beberapa aspek. Tak hanya itu,
makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Planktonologi
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan mahasiswa mengenai ekosistem hutan mangrove.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ekositem Hutan Mangrove
Secara umum hutan mangrove merupakan tipe hutan yang tumbuh pada
daerah pasang surut (terutama pantai yang terlindung, laguna, muara, dan sungai)
yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang
komintas tumbuhannya toleransi terhadap garam. Hutan mangrove dapat
didefiniskan sebagai suatu tipe hutanyang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai terlindung, laguna, dan muara sungai). Mangrove memiliki
fungsi yang terpenting adalah sebagai penyambung daratan dan lautan. Selain tiu
mangrove juga dapat meredam gejala-gejala alam yang ditimbulkan oleh abrasi,
gelombang, badai dan penyangga bagi kehidupan biota lainnya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Odum (1971) di muara Sungai Florida didapatkan
hasil bahwa dalam rantai makanan mangrove memiliki peran yang sangat penting
dengan bebasis detritus (Arizona dan Sunarto, 2009).
Hutan mangrove digolongkan menjadi tiga macam yaitu fungsi fisik,
fungsi ekologis, dan fungsi ekonomis. Fungsi hutan mangrove secara fisik
meliputi untuk menjaga kestabilan garis pantai dan tebing sungai dari erosi dan
abrasi, mempercepat perluasan lahan dengan adanya jerapan endapan lumpur
yang terbawa oleh arus ke kawasan hutan mangrove, mengendalikan laju intrusi
air laut, sehingga air sumur disekitarnya menjadi lebih tawar, melindungi daerah
di belakang mangrove dari hempasan gelombang , angin kencang dan bahaya
tsunami.
Fungsi hutan mangrove secara ekologis diantaranya adalah sebagai tempat
mencari (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan tembat
berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang, dan biota
laut lainnya, serta sebagai tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama
burung dan reptil. Fungsi lain dari hutan mangrove adalah sebagai penyerap
karbon. Fungsi hutan mangrove secara ekonomis adalah hasil hutan berupa kayu,
hasil hutan bukan kayu seperti madu, obat-obatan, minuman, bahan makanan,
tanin, dan lain-lain, serta sumber bahan bakar (arang dan kayu bakar).

3
2.2 Deskripsi Ekosistem Hutan Mangrove
Para ahli mendefiniskan istilah hutan mangrove secara berbeda-beda,
namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama yaitu mangrove sebagai
tumbuhan dan mangrove sebagai komunitas. Mangrove dapat didefiniskan
sebagai tumbuhan yang khas di pantai pada daerah tropis dan sub tropis yang
terletak di daearah litoral yang terlindung. Definisi lai dari hutan mangrove yaitu
sebagai hutan yang tumbuh pada tanah berlumpur alluvial di daerah panati dan
muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis
pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnizera,
Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Rusila et al, 2006
dalam Wardhani et al, 2016).
Hutan mangrove hanya dapat ditemukan di daerah tropis dan sebagian
didaerah subtropis. Komunitas tumbuhan mangrove terdiri atas berbagai genus
dan familia yang memiliki kesamaan adaptasi fisiologi, morfolohi, dan reproduksi
yang memungkinkan untuk hidup dilingkungan berair dan payau sampai asin
(halofit). Namun, pada umumnya dapat dietmukan hampir di seluruh kepulauan
Indonesia. Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya , dengan luas sekitar 1.350.600
ha (38%), di Kalimantan 978.200 ha (28%) dan di Sumatera 673.300 ha (19%).
Mangrove didaerah tersebut atau daearah lainnya dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik pada pantai yang memiliki sungai yang besar dan terlindung.
Mangrove juga dapat tumbuh didaerah lain seperti pesisir akan tetapi
pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat terdapat didaerah tropis dan
subtropis. Untuk mengenali jenis tumbuhan mangrove dapat dilihat dari
karaktersitik morfologinya. Morfologi adalah sebuah cabang dalam ilmu biologi
yang secara khusus mempelajari tentang bentuk struktur luar dari sebuah
organisme. Karakteristik morfologi pada tumbuhan mangrove dapat dilihat dari
bentuk pohon atau tanaman, bentuk akar, bentuk buah, bentuk dan susunan daun,
rangkaian bunga dan habitat tempat tumbuh (Wardhani et al, 2016).
Ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan yang
sangat bergantung pada kadar salinitas, endapan debu (hasil sedimentasi), dan
pasang surut air laut. Air laut yang naik mempunyai fungsi untuk memberikan

4
makanan, meningkatkan kadar salinitas yang berfungsi membantu pertumbuhan
dan perkembangan ekosistem mangrove (Yuniastuti et al, 2018).
2.2.1 Klasifikasi Mangrove
Kata mangrove mmempunyai dua arti yaitu yang pertama sebagai
komunitas atau penduduk tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam
atau salinitas (pasang surut air laut), dan kedua sebagai individu spesies. Istilah
mangal digunakan apabila berkaitan digunakan apabila berkaitan dengan
komunitas hutan dan istilah mangrove digunakan untuk individu tumbuhan.
Mangrove sering diterjemahkan sebagai komunitas hutan bakau , sedangkan
tumbuhan bakau merupakana salah satu jenis dari tumbuhan yang hidup di hutan
pasang surut tersebut. Jenis-jenis mangrove yaitu Avicennia sp, Sonneratia sp,
Rhizopora sp, Bruguiera sp, dan Ceriops sp (Yuniarti, 2004 dalam Imran dan
Ismail, 2016).
Pedada (Sonneratia alba smith) biasaya tumbub pada substrat berlumpur
dan memiliki kulit dan batang berwarna krem sehingga coklat dengan retak-retak
halus di bagian permukaanya. Akar berupa akar nafas yang terlihat pada saat air
laut sedang surut. Daunnya tebal berbentuk bulat telur, yang berwarna hijau cerah
dan letaknya saling berhadapan. Buah berbentuk bola gepeng yang berwarnna
hijau keabu-abuan dengan diameter 5 – 7,5 cm. Bunganya berbenang sari cukup
banyak, terdapat diujung-ujung ranting dan berwarna putih (Imram dan Ismail,
2016).
2.2.2 Morfologi Tumbuhan Mangrove
Mangrove memiliki katakter morfologi yang unik sebagai bentuk adaptasi
terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Respon morfologi yang
ditunjukan tumbuhan mangrove, antara lain dengan membentuk sistem perakaran
dan buah yang unik. Respon fisiologi mangrove ditandai dengan terbentuknya
struktur anatomi yang khas pada daun, misalnya adanya kelenjar garam dan
mekanisme yang unik dalam pengeluaran garam. Bentuk morfologi akar, buah
dan anatomi pada tumbuhan mangrove merupakan karakter taksonomiyang baik.
Hal ini berarti bahwa bentuk morfologi ketiga karakter tersebut selalu ada pada
tumbuhan mangrove dan secara genetik diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dengan demikian macam-macam tipe akar seperti akar tunjang, akar

5
pensil, akar papan, dan akar lutut merupakan bentuk spesialisasi morfologi yang
cukup valid sebagai penanda takson tertentu pada mangrove. Demikian pula
morfologi buah yang membentuk berbagai variasi propagul dapat digunakan
sebagai karakter untuk membedakan kelompok pada mangrove ( Tomlinson, 1986
dalam Idrus et al, 2014). Sifat morfologi mangrove pada lokasi yang berbeda-
beda tidak mengalami perubahan seghingga menjadi ciri khas taksonomi
mangrove, khususnya pada tingkatan famili, marga dan spesies.
2.2.3 Reproduksi Tumbuhan Mangrove
Mangrove merupakan tumbuhan penghasil biji (spermatophyte) dan
memiliki bunga yang menciolok. Biji mangrove relative lebih besar bila
dibandingkan dengan biji tumbuhan lainnya dan seringkali mengalami
perkecambahan saat masih melekat di pohon induk (vivipar). Pada saat jatuh
biasanya biji mangrove akan mengapung dalam waktu tertentu kemudian
tenggelam. Lamanya periode mengapung bervariasi tergentung jenisnya. Biji
beberapa spesies mangrove dapat mengapung lebih dari setahun. Pada saat
mengapung biji mangrove akan terbawa arus ke berbagai tempat dan akan tumbuh
apabila terdampar pada daerah yang sesuai. Kecepatan pertumbuhan biji
mangrove tergantung oleh iklim dan nutrient tanah. Pada famili Rhizophoraceaea
biji berbentuk propagal yang memanjang apabila masak akan jatuh ke air dan
tetap dormansi hingga tersangkut di tanah yang aman, kemudian akan menebarkan
akar dan tumbuh, misalnya Rhizophora, Ceriops dan Bruguiera. Beberapa jenis
mangrove menggunakan cara konvensional (biji normal untuk reproduksi seperti.
Heritieralittoralis, Lumnitzera dan Xyclocarpus.
Keanekaragaman komunitas mangrove terdiri atas tumbuhan, hewan, dan
mikroba, namun tanp kehadiran tumbuhan mangrove kawasan tersebut tidak dapat
disebut sebagai ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove adalah suattu sistem
yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikroba, yang saling
berinteraksi dengan lingkungan dihabitat mangrove. Tumbuhan mangrove di
Indonesia terdiri atas 47 spesies pohon, 5 spesies semak, spesies herba dan
rumput, 29 spesies epifit, 2 spesies parasit, serta beberapa spesies alga dan
bryophyte. Formasi hutan mangrove terdiri atas 4 genus utama yaitu Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguera, terdapat pula Aegiceras, Lumnitzera,

6
Acanthus Illicifolius, Acrosticum Aureum, dan Pluchea Indica. Pada perbatasan
rawa dengan air tawar tumbuh nypa Fruticans dan beberapa jenis Cyperaceae
(Setyawan, 2002 dalam Imran dan Ismail, 2016).
2.2.4 Habitat Tumbuhan Mangrove
Hutan mangrove habitatnya di wilayah pesisir pantai pasang surut.
Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau. Tanaman
dikotil adalah tumbuhan yang buahnya berbiji berbelah dua. Kelompok pohon
didaerah mangrove biasanya terdiri atas suatu jenis pohon tertentu saja atau
sekumpulan komunitas pepohonan yang dapat hidup di aria sin. Hutan mangrove
bisa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropics, antar 32° Lintang
Utara dan 38º Lintang Selatan (Imran dan Ismail, 2016).
2.2.5 Faktor-Faktor Lingkungan Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah tumbuhan halofit (tumbuhan yang hidup pada
tempat-tempat berkadar garam tinggi atau bersifat alkalin) yang hidup di
sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah
mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub-
tropis. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland
dan hutan payau (Kusmana 2010). Faktor lingkungan dapat mempengaruhi
keanekaragaman mangrove. Berikut faktor lingkungan yang mempengaruhi
habitat hidup mangrove :
1. Substrat
Substrat yang baik untuk kehidupan mangrove adalah substrat lanau
karena substrat lanau memiliki ukuran butir substrat yang kecil dan halus sehingga
pada penyerapan nutrien oleh akar dapat berlangsung dengan baik dan mudah. Hal
inilah yang membuat banyak spesies mangrove yang ditemukan di substrat lanau
seperti Rhizopora apiculata, Rhizopora stylosa, Rhizopora mucronata dan
Sonneratia alba, sedangkan untuk substrat berpasir banyak ditemukan jenis
Avicennia marina dan Rhizopra mucronata yang mendominasi jenis mangrove di
wilayah tersebut. Substrat yang baik untuk jenis mangrove yaitu pasir berlanau
karena susbtrat pasir dapat membantu akar mangrove dalam penyerapan nutrien.
Substrat pasir berlanau banyak ditemukan di lokasi habitat mangrove yang
mendekati pantai (Zaki et al, 2012).

7
Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan
mangrove. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang
berlumpur. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir.
Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan
Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka
tegakan menjadi lebih rapat (Darmadi, 2012).
2. Salinitas
Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar
antara 10-30 ppt. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
dan zonasi mangrove ,hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan. Salinitas air
akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang.
Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air (Lahabu, 2015).
Pengaruh Salinitas pada kehidupan mangrove adalah pada propagul
membantu dalam perkembangnnya. Propagul merupakan buah mangrove yang
telah mengalami perkecambahan. Propagul terbagi dua yaitu vivipari dan
kriptovivipari. Vivipari adalah biji yang telah berkecambah ketika masih melekat
pada pohon induknya dan kecambah telah keluar dari buah, sedangkan
kriptovivipari adalah adalah biji yang telah berkecambah, ketika masih melekat
pada pohon induknya, tetapi masih tertutup oleh kulit, sedangkan untuk seedling
(anakan,) membantu pada pertumbuhan terutama dalam mendapatkan makanan
pada aktivitas fotosintesis (Wahyudi et al., 2014).
3. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Dinar (2010) dalam Tefarani, 2018, air laut mempunyai
kemampuan menyangga yangsangat besar untuk mencegah perubahan pH.
Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya
sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan
kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut
permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5.
Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan,
telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer.

8
4. Pasang Surut
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi
tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.
Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan
salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya
akan menurun pada saat air laut surut (Indriyanto, 2006).
5. Gelombang dan Arus
Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem
mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup
besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan
luasan hutan. Gelombang dan arus berpengaruh langsung terhadap distribusi
spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai
menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.
Gelombang dan arus juga mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui
transportasi nutriennutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang
berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari run off daratan
dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut
pada saat surut (Indriyanto, 2006).
6. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi).
Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20°C dan jika suhu
lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops,
Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28°C. Bruguiera tumbuh
optimal pada suhu 27°C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26°C
(Cahyanto, 2013)
2.3 Zonasi Ekosistem Hutan Mangrove
Pertumbuhan komunitas vegetasi mangrove secara umum mengikuti suatu
pola zonasi. Pola onasi berkaitan erat dengan faktor lingkungan seperti tipe tanah
(lumpur, pasir, atau gambut), keterbukaan terhadap hempasan gelombang,
salinitas, serta pengaruh pasang surut (Dahuri, 2003 dalam Tefarani, 2018).
Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona (Noor dan
Suryadiputra, 1999 dalam Tefarani, 2018) adalah sebagai berikut :

9
1. Mangrove terbuka adalah daerah yang paling dekat dengan laut, memiliki
substart agak berpasir, sering ditumbuhi oleh jenis mangrove Avicennia sp. Pada
zonasi ini biasanya berasosiasi dengan Sonneratia sp. Yang dominan tumbuh
pada lumpur dalam yang kaya akan bahan organic.
2. Mangrove tengah merupakan mangrove yang terletak dibelakang
mangrove zona terbuka. Pada zona ini umumnya didominasi oleh jenis mangrove
Rgizophora sp. Selain itu, sering juga dijumpai jenis mangrove Bruguiera sp dan
Xyclocarpus sp.
3. Mangrove payau adalah zona yang yang berada disepanjang sungai berair
payau sampai tawar. Zona ini biasanya didominassi oleh komunitas Nypa dan
Sonneratia.
4. Mangrove daratan adalah mangrove yang berada di zona perairan payau
atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis
yang utama ditemukan pada zona ini termassuk Ficus microcarpus, Insta bijuga,
N. fructicans, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp, dan Xyclocarpus moluccensis.
Zona ini memiliki kekayaan jenis tinggi daripada zona lainnya.
Pada hutan mangrove terdapat zonasi yang tergantung dari adaptasi tiap
jenis tumbuhan dan lingkungannya. Daya adaptassi ari setiap jenis tumbuhan
mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh yang akan menentukan jenisnya.
Setiap zonasi diidentifikasikan berdasarkan individu jenis mangrove atau
kelompok jenis dan dinamakan sesuai dengan jenis dan dominan atau berdasarkan
kelimpahannya. Zonasi di tepi air biasanya tipis dan ditumbuhi oleh jenis pionir,
seperti Avicennia alba dan Sonneratia alba, setelah itu zona Rhizopora spp dan
Kemudian zona Bruguiera spp (Hilmi, 2005 dalam Wintah, 2018).
Ekosistem mangrove bersifat dinamis dinamis, labil, dan kompleks.
Ekosistem mangrove bersifat dinamis karena dapat terus tumbuh, berkembang,
mengalami suksesi, dan mengalami perubahan zonasi. Ekosistem mangrove
bersifat labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali. Ekositem
mangrove bersifat kompleks karena merupakan habitat berbagai jenis satwa
daratan dan biota perairan (Kusmana, 1995 dalam Mughofar et al, 2018).
Ekosistem mangrove mempunyai karakter yang unik dibandingkan karakter yang
unik dibandingkan dengan tipe ekosistem lainnyaa karena adanya zonasi.

10
Pembentukan zonasi pada ekosistem mangrove dipengaruhi oleh geomorfologi,
adaptasi terhadap salinitas, pengaruh pasang surut, dan lingkungan kimia fisik
(Lugo dan Snedaker, 1974 dalam Tihurua et all, 2020).
Zonasi adalah kumpulan vegetasi yang merupakan sebuah kondisi dimana
vegetasi saling berdekatan yang mempunyai sifat atau tidak ada sama sekali jenis
yang sama walaupun tumbuh dalam lingkungan yang sama dimana dapat terjadi
perubahan lingkungan yang dapat mengakibatkan perubahan nyata diantara
kumpulan vegetasi, selanjutnya vegetasi tersebut dapat terjadi pada batas yang
jelas atau tidak jelas atau bisa terjadi bersama-sama (Anwar et al,1984 dalam
Mughofar et al, 2018). Zonasi hutan mangrove dipengaruhi oleh substrat,
salinitas, dan pasang surut. Hal ini berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir,
atau gambut), keterbukaan (terhadapap hempasan gelombang), salinitas serta
pengaruh pasang surut dan arus yang membawa material sedimen dan substrat
yang terjadi secara priodik yang menyebabkan perbedaan dalam pembentukan
zonasi mangrove.
2.4 Struktur Vegetasi Ekosistem Hutan Mangrove
Pemahaman tentang struktur vegetasi penting dalam kegiatan penelitian
ekologi hutan. Menurut Marpaung (2002) dalam Dajafar et all (2014), struktur
vegetasi adaalh komponen penyusun hutan itu sendiri yang masing-masing adalah
pohon, tiang, pancang, semai/anakan, liana. Epifit dan tumbuhan bawah. Struktur
individu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membnetuk suatu tegakkan di
dalam suatu ruang. Hutan selain di wilayah daratan terdapat pula diwilyah pesisir
lautan yaitu hutan mangrove.
Menurut Hardjosuwarno (1982) dalam Acik dan Sudarmadji (2017).
Struktur dan komposisi jenis pada vegetasi hutan merupakan salah satu tujuan
yang penting dalam kajian tentang vegetasi hutan, dan struktur vegetasi terbagi
atas : (a) struktur vertikal yaitu struktur tingkat anakan, tingkat pancang, tingkat
tiang, dan tingkat pohon, (b) struktur horizontal dalam artian distribusi spesies dan
individu,, dan (c) struktur kuantitatif dalam artian kelimpahan spesies dalam
komunitas.
Hutan mengarove merupakan vegetasi pantai yang mempunyai
karaktersitik tumbuh di daerah interdital, berlempung atau berpasir jenis tanahnya

11
berlumpur, memiliki daerah yang digenangi air secara berkala baik pada saat
pasang purnama maupun setiap hari. Hutan mangrove menerima pasokan air
tawar yang cukup dari darat, yang terlindung dari gelomban arus besar dan arus
pasang surut. Hutan mangrove bisa dibedakan ke dalam sejumlah ke dalam
sejumlah zonasi berdasarkan jenis pohon penyusun yang dominan. Vegetasi
hutan mangrove merupakan kumpulan beberapa tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis dan hidup bersama pada suatu tempat. Di antara individu-individu
ini terjadi interaksi yang kuat dianatar tumbuhan-tumbuhan itu sendiri maupun
dengan hewan yang hidup didalam vegetasi itu dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungannya (Baderan, 2019). Menurut Arrijani et al, 2006 menyatakan
bahwa secaar umum peranana vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan
pengaturan keseimbangan karbondioksida (CO2) dan oksigen (O2) dalam udara,
perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah,
mencegah banjir dan mengendalikan erosi.
Menurut Dahuri (2003) dalam Cahyanto dan Kuaresin (2013)
keanekaragaman hayati yang dijumpai di indonesia terdiri dari tiga tingkatan yaitu
keanekaragaman genetic, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman
ekosistem. Ekosistem mangrove merupakan salah satu jenis keanekaragaman yang
sering dijumpai di daerah pesisir. Ekosistem mangrove memiliki struktur vegetasi
yang khas, terdiri dari karakteristik yang tersusun secara berurutan seperti pohon,
pancang, tiang, dan perkecambah sehingga membentuk suatu rangkaian zonasi
tertentu. Jenis-jenis vegetasi mangrove di pengaruhi oleh beberapa zonasi seperti
zonasi Avicennia, Rhizopora, Brugueria, dan Nypah. Zonasi tersebut memiliki
karakteristik yang menonjol didaerah vegetasi mangrove diantaranya adalah jenis
tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, lahan tergenang air alut secara
periodik, menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat seperti dari sungai,
mata air dan air tanah, memiliki akar yang kuat.
Struktur vegetasi mangrove memiliki fungsi yang begitu penting bagi
keberlangsungan makhluk hidup disana baik secara fisik, ekologi, an ekonomi.
Fungsi vegetasi mangrove secara fisik adalah sebagai pelindung pantai dari
pengaruh gelombang laut dan untuk membentuk daratan. Fungsi vegetasi secara
ekologi adalah sebagai daerah tempat mencari makan (feeding ground) bagi

12
beranekaragam biota perairan seperti ikan, udang, dan kepiting, sebagai daerah
asuhan (nursey ground), dan sebagai daerah pemijahan (spawning ground) (Nursa
et all, 2005 dalam Cahyanto dan Kurasein, 2013).
Fungsi lain dari vegetasi mangrove adalah fungsi ekonomi yaitu sebagai
pengahsil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil
bibit. Hutan mangrove memiliki peran dan manfaat yang begitu besar yaitu
banyak sekali fauna yang dapat berasosiasi dengan tumbuhan mangrove dan
sekitarnya, sehingga mengahsilkan nutrisi bagi orgnisme yang ditunjang dari
beragamnya jenis vegetasi mangrove. Hal inilah yang menjadikan kawasan
vegetasi mangrove menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi makhuk hidup
lainnya. keanekaragaman jenis pada vegetasi mangrove tergantung dari faktor
lingkungan fisik yaitu jenis tanah, terpaan ombak dan penggenangan oleh air
pasang. Faktor lain yang mempengaruhi keanekaragaman jenis pada vegetasi
mangrove adalah berdasarkan tempat tumbuhnya dan dibeakan dalam beberapa
zonasi. Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi terjadinya pertumbuhan
diantaranya adalah supali air tawar dan salinitas, stabilitas substrat, dan pasokan
nutrient (Duhari, 2003 dalam Cahyanto dan Kuraesin, 2013).
Pertumbuhan vegetasi mangrove yang sangat baik dicirikan dengan
mempunyai tajuk yang tingginya mencapai 49 m dan membentuk suatu jalur yang
lebarnya 40 m. Menurut Setyawan et all, (2002) dalam Cahyanto dan Kuraesin
(2013) perubahan fisik dihutan mangrove seperti pengeringan, pembangunan
kanal-kanal air, dan pemakaian pupuk dalam pengelolaan tambak dapat
menyebabkan perubahan habitat mangrove sehingga struktur vegetasi mangrove
dapat berubah-ubah.
Menurut Tomlison (1986) dalam Saptarini (2012) diklasifikasikan dalam
tiga kelompok utama :
1. Komponen utama (major component) jenis-jenis dalam kelompok ini
mengembangkan spesialisasi morfologi seperti sistem akar udaa dan mekanisme
fisiologi khusus untuk mensekresikan kelebihan garam dalam upaya beradaptasi
dengan lingkungan mangrove. Jenis-jenis ini hanya tumbuh di hutan mangrove
dan tidak terdapat di lingkungan terserial (darat).

13
2. Komponen minor (minor component) bukan merupakan elemen utama
mangrove dan dapat tumbuh ditepi mangrove atau kearah lebih ke darat.
3. Mangrove asosiasi (associates) jenis-jenis ini bukan merupakan anggota
komunitass mangrove sejati dan tumbuh pada lingkungan vegetasi darat.
2.5 Fungsi Ekologis Ekosistem Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan jenis ekosistem hutan yang hanya tumbuh
pada daerah pasang surut dan pertemuan antara air tawar dari sungai dan air laut.
Ekosistem hutan mangrove mencapai lebih dari 70 spesies tanaman kayu, pakis
dan pohon-pohon palem yang tumbuh sepanjang gradient intertidal di daerah
tropis, sub tropis, dan pantai beriklim sedang, delta dan muara sungai (Bourgeois
et al, 2019). Hutan mangrove adalah vegetasi khas pada daerah tropis dan
subtropis yang dijumpai di tepi sungai, muara sungai dan tepi pantai.
Ekosistem mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis atau sering
disebut dengan nilai tidak langsung, salah satunya adalah sebagai pencegah intrusi
air laut. Intrusi air laut merupakan penyusupan air laut ke dalam air tawar. Intrusi
laut sering terjadi didaerah yang berdekatan dengan pesisir (Aurillia et al, 2020).
Fungsi ekologi lain dari hutan mangrove adalah sebagai habitat atau tempat hidup
binatang laut untuk berlindung, mencari makan, atau berkembang biak, serta
melindungi pantai dari abrasi laut.
Mangrove memiliki fungsi dan peran yang sangat beranekaragam, secara
ekologis hutan mangrove mempunyai fungsi baik dari aspek fisik, aspek kimia,
dan aspek biologi. Fungsi ekologi mangrove dari segi fisiknya sebagai pelindung
pantai, penahan banjir dan genangan pasang surut air laut, serta menyusun
mekanisme hubungan antar komponen dalam ekosistem mangrove maupun
ekosistem lainnya. Fungsi ekologis hutan mangrove dari aspek kimia berfungsi
sebagai penyerap bahan pencemar, sumber energi bagi biota laut, dan suplai bahan
organic dalam lingkungan perairan. Fungsi ekologis hutan mangrove dari aspek
biologi dapat digunakan sebagai untuk menjaga kestabilan produktivitas dan
ketersediaan sumberdaya hayati di perairan (Yuniastuti, 2018).
Secara ekologis, memiliki peran sebagai : (1) penjaga garis pantai
pemecah gelombang, pelindung pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau
abrasi da intrusi air laut, (2) penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida , (3)

14
peneydia nutrisi perairan dan pengolah bahan-bahn limbah hasil pencemaran, (4)
kawasan pemijah atau asuhan, (5) habitat berbagai jenis satwa, dan (6) sumber
plasma nutfah.
2.6 Kerusakan Hutan Mangrove
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuary,
dan muaramsungai dan delta ditempat terlindung yang terdapat di daerah tropis
dan subtropics. Hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang unik dan khas
serta merupakan potensi sumber daya yang sangat potensial. Dimana hutan
mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang sangat tinggi, tetapi sangat
rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan,
melestarikan, serta pengelolaannya (Novinaty et al, 2011 dalam Anugra et al,
2014).
Ekosistem hutan mangrove sangat mudah rusak dan rapuh. Kerusakan bisa
saja disebabkan oleh tindakan mekanis secara langsung, seperti memotong,
membongkar dan sebagainya. Dan akibat tidak langsung seperti perubahan
salinitas air, pencemaran air, adanya erosi, pencemaran minyak dan sebagainya
(Anugra et al, 2014).
Kerusakan mangrove dapat terjadi secara alami atau melalui tekanan
masyarakat sekitarnya. Kerusakan secara alami terjadi karena peristiwa alam
seeprti adanya angin topan atau badai dan iklim kering berkepanjangan yang
menyebabkan akumulasi kadar garam dalam tanaman. Sedangkan kerusakan yang
terjadi akibat tekanan masyarakat atau ulah manusia disebabkan karena
banyaknya aktivitas manusia disekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat
pada perubahan karakteristik fisik dan kimiawi disekitar habitat mangrove.
Kerusakan lain dari ulah manusia adalah pemanfaatan kayu mangrove untuk
berbagai keperluan, pembuatan tambak pemukiman, industri dan sebagainya (Ario
et al, 2015).
Kerusakan lain dari ekosistem hutan mangrove adalah akibat pengaruh
aktivitas masyarakat dan konversi lahan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan
meningkatnya kegiatan pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan
menyebabkan terjadinya tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir khususnya
ekosistem mangrove, yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.

15
Secara langsung yaitu seperti kegiatan penebangan dan konservasi lahan
sedangkan secara tidak langsung yaitu seperti pencemaran atau limbah berbagai
kegiatan pembangunan pelabuhan). Permasalah utama tentang pengaruh atau
tekanan terhadap habitat mangrove bersumber dari keinginan masyarakat untuk
pembukaan tambak-tambak untuk budidaya perairan. Selain itu juga,
meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu yang menyebabkan eksploitasi
berlebihan terhadap vegetasi hutan mangrove. Dalam situasi seperti ini, habitat
dasar dan fungsi dari hutan mangrove akan menjadi hilang (Alimuna et al, 2009).
2.7 Manfaat Hutan Mangrove
Keberadaan ekosistem hutan mangrove di wilayah pesisir mempunyai
manfaat yang sangat banyak. Manfaat dari keberadaan ekosistem hutan mangrove
meliputi : (1) mangrove sebagai habitat plasma nutfah yang tumbuh dengan baik
pada ekosistem hutan mangrove, (2) mangrove melindungi pantai dan sungai dari
bahaya erosi, (3) mangrove dapat menahan hasil proses penimbunan lumpur
sehingga membantu terbentuknya lahan baru, (4) mangrove dapat dijadikan
greenbelt di sempadan pantai dan sungai, (5) pengahsil kayu bakar dan bahan
baku industri, dan (6) kawasan mangrove dapat dijadikan sebagai tempat wisata
(Yuniastuti et al, 2018).
Hutan mangrove memiliki manfaat sebagai sumber cadangan pangan.
Ketika Negara mengalami krisis pangan pada tahun 1963 sampai 1965 masyarakat
pesisir memanfaatkan mangrove sebagai bahan pangan yaitu memanfaatkan bauh
mangrove sebagai pengganti nasi. Komodi buh mangrove akan menjadi
alternative pengganti beras dna ubi yang akan digunakan jika sewaktu-waktu
gagal panen. Dimana buah mangrove mempunyai komposisi karbohidrat yang
hampir sama dengan singkong, yaitu kandungan karhodidratnya sebanyak 92%.
Ekosistem hutan mangrove memiliki manfaat baik secara tidak langsung (non
economic, value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic
values). Menurut Riwayati (2014), mangrove memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Menumbuhkan Pulau dan Menstabilkan Pantai.
Salah satu peran dan manfaat ekosistem mangrove adalah adanya sistem
perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat, dan memerangkap sisa-sisa
bahan organic dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini

16
menyebabkan terjaganya kebersihan air laut dan memelihara kehidupan padang
lamun (seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove
seringkali disebut sebagai pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang
ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan
bagi tumbuhan terrestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Akar pohon
mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahayaerosi. Buah vivipar yang
dapat berkelana terbawa air hingga menetap di dasar yang dangkal dapat
berkembamg dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun
waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.
2. Menjernihkan Air
Akar pernapasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya
berfungsi untuk pernapasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap
endapan dan bisa memberihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari
daratan yang mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali
membawa zat-zat kimia atau polutan. Bila air sungai melewati akar-akar pasak
pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat dilepaskan dan air yang terus mengalir
ke laut menjadi bersih. Banyak penduduk melihat daerah ini sebagai lahan
maginal yang tidak berguna sehingga menimbunnya dengan tanah agar lebih
produkti. Hal ini sangat merugikan karena dapat menutup akar pernapasan dan
menyebabkan pohon mati.
3. Mengawali Rantai Makanan
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air, setelah mencapai
dasar akan teruarikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil
pengurairan ini merupakan makananan bagi lava dan hewan kecil air yang pada
gilirannya akan menjadi mangsa hewan yang lebih bear serta hewan darat yang
bermukim atau berkunjung dihabitat mangrove.
4. Melidnungi Dan Memberi Nutrisi
Akar tongkat pohon mangrove member zat makanan dan menjadi daerah
nursery bagi hewan ikan dan intervebrata yang hidup disekitarnya. Ikan dan udang
yang diungkap dilaut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan
perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini.

17
Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari
makan di habitat mangrove.
5. Manfaat Bagi Manusia
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahu bahwa hutan mangrove
sangat berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun
lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya semua
dapat dimanfaatkan manusia.
6. Tempat Tambat Kapak
Di daerah teluk yang terlindung seringkali dijadikan tempat berlabuh dan
bertambatnya perahu. Dalam keadaan cuaca buruk pohon mangrove dapat
dijadikan prlindungan bagi perahu dan kapal dengan mengikatnya pada batang
pohon mangrove. Perlu diperhatikan agar cara tambat semacam ini tidak dijadikan
kebiasaan karena dapat merusak batang pohon mangrove yang bersangkutan.
7. Obat-Obatan
Kulit, batang, dan pohonnya dapat dipakai untuk bahan pengawet dan
obat-obatan. Macam-macam obat yang dapat dihasilkan dari tanaman mangrove.
Campuran kulit batang beberapa spesies kulit mangrove tertentu dapat dijadikan
obat penyakit gatal atau peradangan pada kulit. Secara tradisional tanaman
mangrove di pakai sebagai obat penawar gigitan ular, rematik, gangguang alat
pencernaan dan lain-lain. Getah sejenis pohon yang berasosiasi dengan manrove
dapat menyebabkan kebutaan sementara bila kena mata, akan tetapi cairan getah
ini mengandung cairan kimia yang dapat berguna untuk mengobati sakit akibat
sengatan hewan laut. Air buah dan kulit akar mangrove dapat dipakai untuk
mnegusir nyamuk. Air buah tancnag dapat dipakai sebagai pembersih mata. kulit
pohon tancnag digunakan secara tradisonal sebagai obat sakit oerut dan
menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini digunakan sebagai penawar racun
ikan, buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai
menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa
dipakai dalam penangkapan ikan sebagai bahan pembius yang memabukkan ikan
(stupefied).

18
8. Pengawet
Buah pohon tancang dapat dijadikan sebagai bahan pewarna dan pengawet
kain dan jaring dengan merendam dalam rebusan buah tancang tersebut. Selain
mengawetkan dapat menghasilkan warna coklat-merah sampai coklat tua,
tergantung pekat dan lamanya merendam bahan. Pewarnaan ini banyak dipakai
untuk produksi batik, untuk memperoleh pewarnaan jingga-coklat. Air rebusan
kulit pohon ini dapat dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payan oleh
nelayan.
9. Pakan Dan Makanan
Daun mangrove banyak mengandung protein. Daun muda pohon api-api
dapat dikonsumsi sebagai sayur atau lalapan. Daun-daun ini dapat dijadikan
tambahan untuk pakan ternak. Bunga mangrove jenis api-api mengandung banyak
nectar atau cairan yang oleh tawon dapat dikonversi menjadi madu yang
berkualitas tinggi.
10. Bahan Mangrove Dan Bangunan
Batang mangrove banyak dijadikan bahan bakar baik sebagai kayu bakar
atau dibuat dalam bentuk arang untuk kebutuhan rumah tangga dan industri kecil.
Batang pohonnya berguna sebagai bahan bangunan. Bila pohon mangrove
mencapai umur dan ukuran batang yang cukup tinggi, dapat dijadikan tiang utama
atau lunas kapal layar dan dapat digunakan untuk balok kontruksi rumah tinggal.
Batang kayunya yang kuat dan tahan air dipakai untuk bahan bangunan dan
cerocok penguat tanah. Batang jenis tancang yang besar dank eras dapat dijadikan
pilar, pile, tiang telepon atau bantalan jalan kereta api. Bagi nelayan kayu
mangrove bisa juga untuk joran pancing serta kulit pohon mangrove dapat dibuat
tali atau bahan jaring.

19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahsan di aats dapat disimpulkan bahwa ekosistem
mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan yang sangat
bergantung pada kadar salinitas, endapan debu (hasil sedimentasi), dan pasang
surut air laut. Air laut yang naik mempunyai fungsi untuk memberikan makanan,
meningkatkan kadar salinitas yang berfungsi membantu pertumbuhan dan
perkembangan ekosistem mangrove. Klasifikasi mangrove terdiri dari 3
komponen yaitu komponen utama, komponen minor, dan komponen asosiasi.
Mangrove memiliki morfologi yang sangat unik dan terdiri dari akar, batang,
daun, dan buah. Habitat mangrove berada di wilayah pesisir pantai. Adapun faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah substrat, salinitas,
derajat keasaman (pH), pasang surut, gelombang dan arus, serta suhu. Zonasi
ekosistem mangrove terbagi menjadi empat zonasi yaitu zonasi terbuka, zonasi
tengah, zonasi payau, dan zonassi daratan.
Mangrove memiliki fungsi dan peran yang sangat beranekaragam, secara
ekologis hutan mangrove mempunyai fungsi baik dari aspek fisik, aspek kimia,
dan aspek biologi. Fungsi ekologi mangrove dari segi fisiknya sebagai pelindung
pantai, penahan banjir dan genangan pasang surut air laut, serta menyusun
mekanisme hubungan antar komponen dalam ekosistem mangrove maupun
ekosistem lainnya. Fungsi ekologis hutan mangrove dari aspek kimia berfungsi
sebagai penyerap bahan pencemar, sumber energi bagi biota laut, dan suplai bahan
organic dalam lingkungan perairan. Fungsi ekologis hutan mangrove dari aspek
biologi dapat digunakan sebagai untuk menjaga kestabilan produktivitas dan
ketersediaan sumberdaya hayati di perairan. Kerusakan hutan mangrove dapat
terjadi secara alami atau karena tekanan masyarakat disekitarnya.
3.2. Saran
Penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga para penulis
berharap agar pembaca dapat memberikan masukan atau kritikan yang bersifat
membangun sehingga makalah ini dapat lebih baik lagi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Acik, Rifan dan sudarmadji. 2017. Hubungan Faktor Ekologi Dengan Struktur
Komunitas Tumbuhan Mangrove Teluk Pangpang Taman Nasioanl Alas
Purwo. Jurnal Dasar. Vol 18 (1). Hal 61-64.

Alimuna, Wa. Sunarto dan Sigit Herumurti. 2009. Pengaruh Aktivitas Masyarakat
Terhadap Kerusakan Hutan Mangrove di Rarowatu Utara, Bombana
Sulawesi Tenggara. Universitas Gajah Mada.

Anugra, Fuad. Umar Husain. Dan Bau Toknok. 2014. Tingkat Kerusakan Hutan
Mangrove Pantai Di Desa Malasoka Kecamatan Balinggi Kabupaten
Parigi Moutong. Warta Rimba. Vol 2 (1). Hal 54-61.

Ario, Raden. Subardjo Petrus. Dan Gentur Handoto. 2015. Analisis Kerusakan
Mangrove Di Pusat Restorasi Dan Pembelajaran Mangrove (PRPM),
Kota Pekalongan. Jurnal Kelautan Tropis. Vol 18 (2). Hal 64-69.

Arizona M., dan Sunarto. 2009. Kerusakan Ekosistem Mangrove Akibat


Konservasi Lahan Di Kampong Tobati Dan Kampong Nafri, Jayapura.
Majalah Geografi Indonesia. Vol 2 (1).

Aurillia, M. F., dan D. R. Saputra. 2020. Analisis fungsi ekologis mangrove


sebagai pencegahan pencemaran air tanah dangkal akibat intrusi air laut.
Jurnal pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Vol 4 (1). Hal 424-437.

Baderan, Dewi Wahyuni. K. 2019. Struktur Vegetasi Dan Zonasi Mangrove Di


Wilayah Pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara
Provinsi Gorontalo. Bioma : Jurnal Biologi Makassar. Vol 4 (1). Hal 20-
20.

21
Bourgeois C, Alfaro Ac, Leopold A, Andreoli R, Bisson E, Desnues A, Duprey JL
and Marchand C. 2019. Sedimentary And Elemental Dynamics As A
Function Of The Elevation Profile In A Semi-Arid Mangrove
Toposequence. Catena. 173: 289-301.

Cahyanto, T., & Kuraesin, R. 2013. Struktur Vegetasi Mangrove Di Pantai Muara
Marunda Kota Administrasi Jakarta Utara Provonsi DKI Jakarta. Jurnal
Istek. 7(2).

Cahyanto, Tri dan R. kuraesin. 2013. Struktur Vegetasi Mangrove Di Pantai


Muara Marundu Kota Administrasi Jakarta Utara Provinsi Dki Jakarta.
Jurnal Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Sunand Gunung Djati Bandung. Vol 7 (2).

Dajafar, Amna., Abd hafidz olii., dan Femmy Sahami. 2014. Struktur Vegetasi
Mangrove Di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten
Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. Vol 2 (2).

Darmadi, L. Mw, Dan Khan, Ama 2012. Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove
Berdasarkan Karakteristik Substrat di Muara Harmin Desa Cangkring
Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. 3. 347-358.

Idrus, Al. A., Mertha I Gde., Gito Hadi Prayitno., dan M. Liwa Ihamdi. 2014.
Kekhasan Morfologi Spesies Mangrove Di Gili Sulat. Jurnal Biologi
Tropis. Vol 14 (2).

Imran Ali Dan Ismail Efendi. 2016. Inventarisasi Mangrove Di Pesisir Pantai
Cemara Lombok Barat. Jurnal Penelitian. Vol 1.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Pt Bumi Aksara. Jakarta.

Julaikha S, dan Lita Sumiyati. 2017. Nilai Ekologis Ekosistem Hutan Mangrove.
Jurnal Biologi Tropis. Vol 17 (1).

Kumar Pranav and Usha Mina. 2018. Fundamentals of Ecology and Environment.
New Delhi, India : Pathfinder Publication.

22
Kusmana, C. 2010. Respon Mangrove Terhadap Pencemaran. Bogor: IPB

Lahabu, Y., Schaduw, J. N., & Windarto, A. B. 2015. Kondisi Ekologi Mangrove
di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara
Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis. 2(1). 41-52.

Mughofar. A. Masykuri. M. dan Prabang, Setyono. 2018. Zonasi dan Komposisi


Vegetasi Hutan Mangrove Pantai Cengkrong Desa Karanggandu
Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur. Jurnal Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan. Vol 8 (1). Hal 77-85.

Riwayati. 2014. Manfaat Dan Fungsi Hutan Mangrove Bagi Kehidupan. Jurnal
Keluarga Sehat Sejahtera. Vol 12 (24). Hal 17-23.

Saptarini, D. 2012. Menjelajah Mangrove Surabaya. Surabaya : Pusat Studi


Kelautan LPPM ITS.

Setiawan, Heru. 2013. Status Ekologi Hutan Mangrove Pada Berbagai Tingkat
Ketebalan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. Vol 2 (2). Hal 104-
120.

Takarendehang, Roberto., Sondak Calvin F. A., Erly Kaligis., Deslie


Kunampang., Indri S. Manembu., dan Unstain N. W. J. Rembet. Kondisi
Ekologi Dan Nilai Manfaat Hutan Mangrove Di Desa Lansa Kecamatan
Wori, Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis. Vol 2
(1).

Tefarani, Rahmahdyan. 2018. Keanekaragaman Spesies Mangrove Dan Zonasi Di


Wilyaha Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang. Skripsi.
Universitas Negeri Semaranag.

Tihurua, E. F., Agustiani. E. L., dan Kusuma Rahmawati. 2020. Karakter Anatomi
Daun Sebagai Bentuk Adaptasi Tumbuhan Penyususn Zonasi Mangrove
Di Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesih Tengah. Jurnal Kelautam
Tropis. Vol 23 (2). Hal 255-264.

23
Wahyudi, A., Hendrarto, B., & Hartoko, A. 2014. Penilaian Kerentanan Habitat
Mangrove di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang
Terhadap Variabel Oseanografi Berdasarkan Metode CVI (Coastal
Vulnerability Index). Management Of Aquatic Resources Journal. 3(1),
89-98.

Wardhani H. W. Rismawan T., dan Samsul Bahri. 2016. Aplikasi Klasifikasi Jenis
Tumbuhan Mangrove Berdasarkan Karakteristik MorfologiM
Menggunakan Metode K-Nearest Neighbor (KNN) Berbasis Web. Jurnal
Coding Sistem Komputer Untan. Vol 04 (3). Hal 9-21.

Wintah. 2018. Analisis Zonasi Ekosistem Mangrove Pada Kawasan Mangrove


Bekas Tsunamin Di Aceh Barat Selatan. Jurnal Litbang Kota
Pekalongan. Vol 14.

Yuniastuti Eni. Astuti D.A.J. Dan Dwi. W. N. 2018. Aplikasi Data Penginderaan
Jauh Untuk Kajian Kondisi Eksisting Ekosistem Mangrove Di Wilayah
Kepesisiran Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera
Utara. Jurnal Geografi. Vol 19 (2). Hal 191-199.

Zaky, A.R, Chrisna A.S, Rudi P. 2012. Kajian Kondisi Lahan Mangrove di Desa
Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dan Kelurahan
Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Journal Of Marine
Research. 1(2):88-97

24

Anda mungkin juga menyukai