Oleh :
Cahya Kastim Putra (117230087)
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mangrove Dalam
Mendukung Program Zero Net Carbon”.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Ibu Lysa Dora Ayu Nugraini, M.T., pada bidang studi Pengantar Geodesi dan
Geomatika. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
salah satu point dari materi pokok Pengantar Geodesi dan Geomatika bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
6 Desember 2023
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................................................................5
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................20
4.2 SARAN........................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22
3
Bab I
PENDAHULUAN
Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar
dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Menurut data dari FAO
(2007), luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005 terus mengalami
penurunan, yaitu dari 4.200.000 Ha menjadi 2.900.000 Ha. Dalam kurun waktu antara
tahun 2000-2005, luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan sebesar
50.000 Ha atau sekitar 1,6 %. Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi
mangrove menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove
berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk
kehidupan organisme akuatik. Masalah lingkungan hidup yang terjadi, sebagian besar
timbul akibat sikap dan perilaku manusia yang tidak diantisipasi dengan pendekatan
prefentif dari lingkungan. Kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia
disebabkan oleh perilaku manusia terhadap lingkungannya (Permatasari, 2019:8).
Menurut Manik, pada masalah lingkungan hidup dapat disebabkan oleh peristiwa alam,
pertumbuhan penduduk yang pesat, pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan,
industrialisasi, dan transportasi (Manik, 2016:52).
1.3 Tujuan
5
Bab II
DASAR TEORI
Hutan Mangrove ini mempunyai ciri ekologi yang unik. Artinya mereka
dapat hidup di perairan dengan salinitas tinggi dan biasanya ditemukan di
sepanjang daerah air surut (Dephut, 2004). Menurut struktur ekosistem, secara garis
besar dikenal tiga tipe formasi mangrove (Romzul, 2018), yaitu :
1. Mangrove Pantai
Tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur horizontal formasi ini
dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Avicennia sp),
diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba, Rhizophora
apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas
campuran Rhizophora-Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui
komunitas murni Nypa fructicans di belakang komunitas campuran
yang terakhir.
6
2. Mangrove Muara
Pengaruh oleh air laut sama dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara
dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora spp. Di tepian alur, diikuti komunitas
campuran Rhizophora–Bruguiera dan diakhiri komunitas murni N. fructicans.
3. Mangrove sungai
Pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan berkembang
pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Jenis-jenis mangrove
banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.
7
Berdasarkan pemetaan mangrove nasional tahun 2021, luas mangrove
eksisting adalah sebesar 3.364.080 Ha, dan luas potensi habitat mangrove adalah
756.183 Ha. Hal ini berarti bahwa luas ekosistem mangrove di Indonesia adalah
4.120.263 Ha, yang merupakan penjumlahan dari luas areal mangrove eksisting dan
potensi habitat mangrove. Dengan demikian komposisi mangrove eksisting dan
potensi habitat mangrove terhadap keseluruhan ekosistem mangrove di Indonesia
berturut-turut adalah 82% dan 18%.
8
Berdasarkan Gambar 2.2.1. terlihat bahwa kondisi mangrove eksisting yang
ada saat ini kondisinya didominasi oleh mangrove lebat (93%), diikuti mangrove
sedang (5%) dan mangrove jarang (2%).
9
2.3 Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
1. Fungsi fisik
Hutan mangrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta
tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus,
mempercepat pembentukan lahan baru serta melindungi pantai dari erosi laut/
abrasi (green belt).
2. Fungsi biologis
3. Fungsi ekonomi
10
Keanekaragaman hayati yang kaya di dalam hutan mangrove menciptakan
hubungan yang erat antara tanaman dan hewan yang mendukung ekosistem secara
menyeluruh. Dengan akar panggung yang kompleks, tanaman mangrove tidak
hanya menyokong diri mereka sendiri tetapi juga membantu menstabilkan bank dan
garis pantai. Fungsi ini membantu mempertahankan integritas ekosistem pesisir,
menciptakan lingkungan hidup yang seimbang dan harmonis.
11
ini memberikan dasar bagi pengelolaan sumber daya dan wilayah yang efektif dan
tepat sasaran. Dalam konteks pembangunan, fokus pada wilayah pesisir menjadi
semakin penting seiring perubahan paradigma pembangunan yang memengaruhi
ekosistem mangrove. Oleh karena itu, pemetaan tematik mangrove perlu dilakukan
dengan identifikasi klasifikasi yang sesuai dengan tingkat pengelolaan dan
kebutuhan stakeholder. Penyusunan Dokumen Teknis Pengumpulan Dan
Pengolahan Data Geospasial Mangrove bertujuan menyediakan pedoman teknis
yang standar bagi Kementerian/Lembaga dan masyarakat dalam pelaksanaan
kegiatan ini. Dokumen tersebut menjadi landasan untuk memastikan bahwa
pengumpulan dan pengolahan data geospasial mangrove dilakukan sesuai dengan
standar yang telah disepakati untuk mencapai hasil yang optimal.Tahapan
Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove adalah sebagai berikut
(BIG, 2014):
1. Data Peta
Data spasial yang mencakup wilayah mangrove yang ingin dijelajahi. - Peta
dasar seperti peta topografi atau citra satelit yang mencakup wilayah tersebut.
Software GIS seperti ArcGIS, QGIS, atau platform lainnya untuk analisis dan
visualisasi data geospasial.
Perangkat lunak pengolahan citra satelit untuk ekstraksi informasi dari citra
satelit yang digunakan untuk memantau mangrove.
12
5. Sumber Data Lainnya
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh seperti citra satelit atau drone untuk
pemantauan dan pemetaan mangrove.
Cara membuat IGT Mangrove menurut Peraturan BIG Nomor 3 Tahun 2014
adalah sebagai berikut:
1. Pasal 1
2. Pasal 2
Informasi Geospasial Tematik Mangrove wajib mengacu pada Informasi
Geospasial Dasar.
a. 1:250.000;
b. 1:50.000; dan/atau
c. 1:25.000.
3. Pasal 3
13
4. Pasal 4
14
Bab III
Pembahasan
15
Tabel 3.3.1. Persentase Hutan Mangrove di Kabupaten Tanah Laut
16
Rata-Rata 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kabupaten Tanah Laut memiliki ekosistem hutan mangrove yang cukup luas
dan beragam. Terdapat 18 jenis mangrove dan 5 jenis asosiasi yang ditemukan di
wilayah ini. Beberapa contoh jenis mangrove meliputi Avicennia marina, Sonneratia
caseolaris, Rhizophora apiculata, dan lainnya. Tumbuhan asosiasi melibatkan Jeruju,
Waru, Ketapang, Pandan, dan Cemara.
Dari 11 desa yang memiliki hutan mangrove, Desa Pagatan Besar memiliki
kondisi terbaik dengan INP rata-rata sebesar 2,74% dan kerapatan rata-rata 0,18
individu/ha. Sementara Desa Takisung, meskipun memiliki nilai tinggi, mengalami
kerusakan dan pembatasan dalam pemasangan transek lapangan. Pengelompokan hutan
mangrove berdasarkan jenisnya menghasilkan tiga kelompok utama. Kelompok
pertama terdiri dari Desa Pantai Harapan, Bawah Layung, Pagatan Besar, Swarangan,
dan Muara Asam-Asam. Kelompok kedua melibatkan Desa Sungai Rasau, Tabanio,
Takisung, Kuala Tambangan, dan Tanjung Dewa. Kelompok ketiga adalah Desa Muara
Kintap, yang mengalami perubahan dari mangrove menjadi tanaman jenis Akasia.
Kesimpulannya
Kabupaten Tanah Laut memiliki luas hutan mangrove yang signifikan, tersebar
di enam kecamatan pesisir dan sebelas desa. Desa Pagatan Besar menonjol sebagai
17
daerah dengan kondisi hutan mangrove yang baik, memiliki Indeks Nilai
Perkembangan (INP) rata-rata sebesar 2,74% dan kerapatan rata-rata mencapai 0,18
individu/ha. Di sisi lain, Desa Takisung menunjukkan kondisi hutan mangrove yang
rusak dengan INP 2,51% dan kerapatan rata-rata 0,19 individu/ha, meskipun
pengambilan data lapangan dibatasi oleh pemasangan transek yang tidak melebihi 20
meter.
Terdapat 23 jenis mangrove dan tumbuhan asosiasinya di Kabupaten Tanah Laut, yang
termasuk dalam 16 famili berbeda. Jenis mangrove ini melibatkan berbagai famili
seperti Avicenniaceae, Sonneratiaceae, Rhizophoraceae, dan lainnya. Analisis
pengelompokan menunjukkan bahwa hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi
tiga cluster. Cluster pertama terdiri dari lima desa dengan komposisi jenis mangrove
yang mirip, cluster kedua terdiri dari empat desa dengan komposisi jenis yang berbeda,
dan cluster ketiga terdiri dari satu desa dengan perubahan dari mangrove menjadi jenis
tanaman lain. Pola pengelompokan ini membantu memahami sebaran dan komposisi
jenis mangrove di Kabupaten Tanah Laut secara lebih terinci.
1. Penyerapan karbon
18
Mangrove mempunyai kemampuan khusus untuk menyimpan karbon disekitar
tanah liat. Karbon yang tersimpan ini berperan sebagai kontribusi berkelanjutan
terhadap penyimpanan karbon di dalam tanah.
4. Perlindungan Pesisir
Konservasi dan restorasi lahan basah, termasuk hutan bakau, dapat menjadi
bagian integral dari strategi net zero carbon. Melibatkan Masyarakat lokal dalam upaya
ini juga dapat meningkatkan keberlanjutan dan efektivitasnya.
20
Bab IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Hutan Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis
tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan
mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air
laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang
rendah.
Hutan mangrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta
tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, mempercepat
pembentukan lahan baru serta melindungi pantai dari erosi laut/ abrasi (green belt).
Sebagai tempat asuhan (nurser ground), tempat mencari makanan (feeding ground)
untuk berbagai organisme yang bernilai ekonomis khususna ikan dan udang, tempat
berkembang biak (spawning ground), sebagai penghasil serasah/ zat hara yang
cukup tinggi produktivitasnya, dan habitat berbagai satwa liar. Kawasan hutan
mangrove berpotensi sebagai tempat rekreasi (ecotourism), lahan pertambahan dan
penghasil devisa dengan produk bahan baku industri.
21
Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove diperlukan untuk
mengetahui sumberdaya mangrove yang ada di wilayah pesisir, sehingga dapat
dilakukan pengelolaan sumberdaya dan wilayah yang tepat. Pemetaan tematik
mangrove perlu dilakukan dengan identifikasi klasifikasi atau derajat kedetilan
informasi mangrove yang bersinergi dengan tiap tingkat atau level pengelolaan dan
kebutuhan stakeholder, dan hal tersebut sangat terkait dengan Data Geospasial
4.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Konservasi Tanah dan Air, Ditjen PDASRH. (2021). Peta Mangrove
Nasional.
Rahmanto, Bagus Dwi. (2020). Peta Mangrove Nasional dan Status Ekosistem
Mangrove di Indonesia. Disampaikan dalam Webinar “Development for
Mangrove Monitoring Tools in Indonesia”. Direktorat Konservasi Tanah dan Air
23