Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MANGROVE DALAM MENDUKUNG PROGRAM ZERO NET


CARBON

Disajikan sebagai tugas mata kuliah Pengantar Geodesi Geomatika


Program Studi Teknik Geomatika Program Sarjana
UPN “Veteran” Yogyakarta
(Dosen: Lysa Dora A. N., M.T.)

Oleh :
Cahya Kastim Putra (117230087)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mangrove Dalam
Mendukung Program Zero Net Carbon”.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak


yang terkait dalam penyusunan makalah ini. Penyusun mengharapkan agar makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada pembaca tentang hutan mangrove, ekosistem dan
manfaatnya untuk mendukung Program Zero Net Carbon.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Ibu Lysa Dora Ayu Nugraini, M.T., pada bidang studi Pengantar Geodesi dan
Geomatika. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
salah satu point dari materi pokok Pengantar Geodesi dan Geomatika bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat kesalahan sehingga


penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

6 Desember 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................5

1.3 Tujuan...........................................................................................................................5

BAB II DASAR TEORI.........................................................................................................6

2.1 Hutan Mangrove...........................................................................................................6

2.2 Pemetaan Hutan Mangrove di Indonesia......................................................................8

2.3 Fungsi dan Manfaat hutan Mangrove...........................................................................10

2.4 Informasi Geospasial tematik (IGT) Mangrove...........................................................11

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................................15

3.1 Hutan Mangrove di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan ................................15

3.2 Hutan Mangrove untuk Mendukung Program Zero Net Karbon.................................18

BAB IV PENUTUP...............................................................................................................20

4.1 SIMPULAN ................................................................................................................20

4.2 SARAN........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

3
Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar
dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Menurut data dari FAO
(2007), luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005 terus mengalami
penurunan, yaitu dari 4.200.000 Ha menjadi 2.900.000 Ha. Dalam kurun waktu antara
tahun 2000-2005, luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan sebesar
50.000 Ha atau sekitar 1,6 %. Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi
mangrove menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove
berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk
kehidupan organisme akuatik. Masalah lingkungan hidup yang terjadi, sebagian besar
timbul akibat sikap dan perilaku manusia yang tidak diantisipasi dengan pendekatan
prefentif dari lingkungan. Kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia
disebabkan oleh perilaku manusia terhadap lingkungannya (Permatasari, 2019:8).
Menurut Manik, pada masalah lingkungan hidup dapat disebabkan oleh peristiwa alam,
pertumbuhan penduduk yang pesat, pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan,
industrialisasi, dan transportasi (Manik, 2016:52).

Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground), tempat


pemeliharaan dan pemeliharaan (nurseries), tempat pemijahan dan pemijahan
(spawning ground), serta tempat berlindung yang aman bagi larva dan larva berbagai
jenis ikan dan kerrang - kerang dari predator. Habitat hutan bakau juga merupakan
rumah bagi berbagai jenis satwa liar dan predator.

Seiring bertambahnya jumlah penduduk , maka kebutuhan hidup manusia juga


meningkat. Peningkatan permintaan ini menimbulkan tekanan terhadap sumber daya
alam, karena banyak kerugian yang berdampak ekologis tidak diperhitungkan saat
menggunakan sumber daya alam. Demikian pula ketika mengembangkan wilayah
pesisir di sekitar hutan bakau atau kawasan hutan, pemanfaatan wilayah tersebut
biasanya tidak bijaksana dan dilakukan dari sudut pandang lingkungan hidup.
4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai


berikut

1. Apakah pengertian hutan mangrove?


2. Bagaimanakah pemetaan hutan mangrove di Indonesia?
3. Apa fungsi dan manfaat hutan mangrove?
4. Apa sajakah jenis-jenis mangrove?
5. Bagaimana membuat IGT Mangrove?
6. Bagaimana hutan mangrove dimanfaatkan untuk mendukung program zero net
karbon?

1.3 Tujuan

Makalah ini diharapkan dapat memberi informasi kepada mengenai:

1. Pengertian hutan mangrove


2. Pemetaan hutan mangrove di Indonesia
3. Fungsi dan manfaat hutan mangrove
4. Jenis-jenis mangrove
5. Membuat IGT Mangrove
6. Hutan mangrove dimanfaatkan untuk mendukung program zero net karbon?

5
Bab II
DASAR TEORI

2.1 Hutan Mangrove

Hutan Mangrove merupakan tumbuhan atau komunitas individu jenis


tumbuhan yang membentuk komunitas di zona intertidal. Hutan mangrove
merupakan salah satu jenis hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut
air laut, dimana air masuk pada saat air pasang dan meninggalkan genangan air
pada saat air surut.

Ekosistem mangrove adalah sistem lingkungan biotik dan biologis yang


berinteraksi dalam habitat mangrove. Hutan bakau bersifat dinamis karena terus
tumbuh, berkembang, dan dapat mengalami transisi sebagai respons terhadap
perubahan habitat alami. Dianggap tidak stabil karena mudah rusak dan sulit
dipulihkan. Dari sudut pandang ekologi, hutan bakau merupakan ekosistem yang
unik karena kawasan ini mengintegrasikan empat komponen biologis dasar dan
penting: tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.

Hutan Mangrove ini mempunyai ciri ekologi yang unik. Artinya mereka
dapat hidup di perairan dengan salinitas tinggi dan biasanya ditemukan di
sepanjang daerah air surut (Dephut, 2004). Menurut struktur ekosistem, secara garis
besar dikenal tiga tipe formasi mangrove (Romzul, 2018), yaitu :

1. Mangrove Pantai

Tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur horizontal formasi ini
dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Avicennia sp),
diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba, Rhizophora
apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas
campuran Rhizophora-Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui
komunitas murni Nypa fructicans di belakang komunitas campuran
yang terakhir.
6
2. Mangrove Muara

Pengaruh oleh air laut sama dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara
dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora spp. Di tepian alur, diikuti komunitas
campuran Rhizophora–Bruguiera dan diakhiri komunitas murni N. fructicans.

3. Mangrove sungai

Pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan berkembang
pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Jenis-jenis mangrove
banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.

Menurut Departemen Kehutanan (1992), kondisi ekologis yang mengatur


dan memelihara kelestarian ekosistem mangrove sangat tergantung pada kondisi
berimbangnya jumlah keterediaan air tawar dan air masin yang cukup. Menurut
Parcival and Womersley (dalam Kusmana, 1995) lebih lanjut menyatakan bahwa
kondisi lingkungan yang mempengaruhi hutan mangrove adalah kondisi
sedimentasi, erosi laut dan sungai, penggenangan pasang surut dan kondisi garam
tanah serta kondisi akibat eksploitasi. Beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah:

 Fisiologi pantai (topografi)


 Pasang (lama, durasi, rentang)
 Gelombang dan arus
 Iklim (cahaya, curah hujan, suhu, angin)
 Salinitas
 Oksigen terlarut
 Tanah
 Hara

2.2 Pemetaan Hutan Mangrove di Indonesia

7
Berdasarkan pemetaan mangrove nasional tahun 2021, luas mangrove
eksisting adalah sebesar 3.364.080 Ha, dan luas potensi habitat mangrove adalah
756.183 Ha. Hal ini berarti bahwa luas ekosistem mangrove di Indonesia adalah
4.120.263 Ha, yang merupakan penjumlahan dari luas areal mangrove eksisting dan
potensi habitat mangrove. Dengan demikian komposisi mangrove eksisting dan
potensi habitat mangrove terhadap keseluruhan ekosistem mangrove di Indonesia
berturut-turut adalah 82% dan 18%.

Luas mangrove eksisting tersebut dapat dirinci menurut kelas kerapatan


tajuk lebat, sedang dan jarang dengan luasan masing-masing sebagaimana tersaji
pada Tabel 2.2.1, dan disajikan dalam grafik lingkaran sebagaimana dalam Gambar
2.2.1

No Kelas Kerapatan Tajuk Luas (Ha) %


1 Mangrove Lebat 3.121.240 92,78
2 Mangrove Sedang 188.366 5,60
3 Mangrove Jarang 54.474 1,62
JUMLAH 3.364.080 100,00
Tabel 2.2.1 Luas mangrove eksisting di Indonesia
(Peta Mangrove Nasional, 2021)

Gambar 2.2.1 Diagram lingkaran proporsi mangrove eksisting berdasarkan


tingkat kerapatan (Peta Mangrove Nasional, 2021)

8
Berdasarkan Gambar 2.2.1. terlihat bahwa kondisi mangrove eksisting yang
ada saat ini kondisinya didominasi oleh mangrove lebat (93%), diikuti mangrove
sedang (5%) dan mangrove jarang (2%).

Disisi lain, untuk potensi habitat mangrove di Indonesia, total luasnya


adalah 756.183 Ha yang terdiri dari berbagai kondisi tutupan lahan yaitu area
terabrasi, lahan terbuka, mangrove terabrasi, tambak dan tanah timbul. Diantara
berbagai kondisi tutupan lahan tersebut, yang dominan adalah tambak sebesar lebih
kurang 84% dari potensi habitat mangrove, disusul oleh tanah timbul sebesar 7%.

No Penutupan Lahan Luas %


1 Area Terabrasi 4.129 0,55
2 Lahan Terbuka 55.889 7,39
3 Mangrove Terabrasi 8.200 1,08
4 Tambak 631.802 83,55
5 Tanah Timbul 56.162 7,43
JUMLAH 756.183 100,00
Tabel 2.2.2 Luas potensi habitat mangrove di Indonesia
(Peta Mangrove Nasional, 2021)

Gambar 2.2.2. Diagram lingkaran proporsi potensi habitat mangrove


berdasarkan kondisi penutupan lahannya.
(Peta Mangrove Nasional, 2021)

9
2.3 Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove

Hutan mangrove mempunyai tiga fungsi utama bagi kelestarian sumber


daya (Cahyo dalam Romzul, 2018), yakni:

1. Fungsi fisik

Hutan mangrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta
tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus,
mempercepat pembentukan lahan baru serta melindungi pantai dari erosi laut/
abrasi (green belt).

2. Fungsi biologis

Sebagai tempat asuhan (nurser ground), tempat mencari makanan (feeding


ground) untuk berbagai organisme yang bernilai ekonomis khususna ikan dan
udang, tempat berkembang biak (spawning ground), sebagai penghasil serasah/
zat hara yang cukup tinggi produktivitasnya, dan habitat berbagai satwa liar
antara lain: reptilia, mamalia, burung dan lain-lain. Selain itu, hutan mangrove
juga merupakan sumber plasma nutfah.

3. Fungsi ekonomi

Kawasan hutan mangrove berpotensi sebagai tempat rekreasi (ecotourism),


lahan pertambahan dan penghasil devisa dengan produk bahan baku industri.

Hutan mangrove di Kabupaten Tanah Laut memiliki peran integral dalam


menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Selain melindungi pantai dari abrasi yang
disebabkan oleh arus dan gelombang laut, hutan mangrove juga berfungsi sebagai
perangkap alami untuk zat-zat pencemar dan limbah. Keberadaannya membantu
membersihkan air laut di sekitarnya, menjaga kualitas air, dan melindungi
lingkungan pesisir dari dampak negatif.

10
Keanekaragaman hayati yang kaya di dalam hutan mangrove menciptakan
hubungan yang erat antara tanaman dan hewan yang mendukung ekosistem secara
menyeluruh. Dengan akar panggung yang kompleks, tanaman mangrove tidak
hanya menyokong diri mereka sendiri tetapi juga membantu menstabilkan bank dan
garis pantai. Fungsi ini membantu mempertahankan integritas ekosistem pesisir,
menciptakan lingkungan hidup yang seimbang dan harmonis.

Selain manfaat ekologisnya, hutan mangrove juga menyediakan layanan


lingkungan yang penting. Dengan menyimpan karbon dan berinteraksi dengan
lingkungan laut melalui penangkapan sedimen dan pencegahan pendangkalan
habitat laut, hutan mangrove mendukung kehidupan laut dan berkontribusi pada
mitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan yang
berkelanjutan dari hutan mangrove di Kabupaten Tanah Laut menjadi suatu
keharusan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir dan manfaatnya yang tak
ternilai.

2.4 IGT Mangrove

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG)


memiliki tujuan utama, yaitu mencapai penyelenggaraan IG yang berdaya guna dan
berhasil guna melalui kolaborasi, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Dalam
konteks Indonesia, Data dan Informasi Geospasial Tematik Mangrove menjadi
elemen kunci yang harus diintegrasikan secara sistematis. Pentingnya data ini tidak
hanya terbatas pada kebijakan pemerintah, namun juga menjadi landasan bagi para
pengambil keputusan dan masyarakat di wilayah pesisir. Keselarasan antara
Undang-Undang tersebut dan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012
memperkuat urgensi penyediaan data dan informasi ekosistem mangrove yang
handal, dipercaya, dan diakui oleh berbagai pihak.

Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove merupakan


langkah kritis untuk memahami sumber daya mangrove di wilayah pesisir. Proses

11
ini memberikan dasar bagi pengelolaan sumber daya dan wilayah yang efektif dan
tepat sasaran. Dalam konteks pembangunan, fokus pada wilayah pesisir menjadi
semakin penting seiring perubahan paradigma pembangunan yang memengaruhi
ekosistem mangrove. Oleh karena itu, pemetaan tematik mangrove perlu dilakukan
dengan identifikasi klasifikasi yang sesuai dengan tingkat pengelolaan dan
kebutuhan stakeholder. Penyusunan Dokumen Teknis Pengumpulan Dan
Pengolahan Data Geospasial Mangrove bertujuan menyediakan pedoman teknis
yang standar bagi Kementerian/Lembaga dan masyarakat dalam pelaksanaan
kegiatan ini. Dokumen tersebut menjadi landasan untuk memastikan bahwa
pengumpulan dan pengolahan data geospasial mangrove dilakukan sesuai dengan
standar yang telah disepakati untuk mencapai hasil yang optimal.Tahapan
Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove adalah sebagai berikut
(BIG, 2014):

Untuk membuat IGT mangrove, beberapa komponen yang diperlukan meliputi:

1. Data Peta

Data spasial yang mencakup wilayah mangrove yang ingin dijelajahi. - Peta
dasar seperti peta topografi atau citra satelit yang mencakup wilayah tersebut.

2. Perangkat Lunak (Software)

Software GIS seperti ArcGIS, QGIS, atau platform lainnya untuk analisis dan
visualisasi data geospasial.

3. Data Tematik Mangrove

Data spesifik tentang mangrove, termasuk distribusi jenis mangrove, luas


penutupan, kesehatan ekosistem, dan faktor-faktor terkait lainnya.

4. Pengolahan Citra Satelit

Perangkat lunak pengolahan citra satelit untuk ekstraksi informasi dari citra
satelit yang digunakan untuk memantau mangrove.

12
5. Sumber Data Lainnya

Data iklim, salinitas, atau faktor lingkungan lainnya yang memengaruhi


kesehatan mangrove.

6. Sistem Penginderaan Jauh

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh seperti citra satelit atau drone untuk
pemantauan dan pemetaan mangrove.

Cara membuat IGT Mangrove menurut Peraturan BIG Nomor 3 Tahun 2014
adalah sebagai berikut:

1. Pasal 1

Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove merupakan bagian


dari kegiatan penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik terkait sebaran dan
kondisi ekosistem Mangrove.

2. Pasal 2
 Informasi Geospasial Tematik Mangrove wajib mengacu pada Informasi
Geospasial Dasar.

 Informasi Geospasial Tematik Mangrove sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) disajikan pada skala peta:

a. 1:250.000;
b. 1:50.000; dan/atau
c. 1:25.000.

3. Pasal 3

Penyelenggaraan Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove


dilaksanakan berdasarkan Pedoman Teknis sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan Kepala ini.

13
4. Pasal 4

Pedoman Teknis Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove


disusun dan dimutakhirkan dengan memperhatikan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, kemampuan nasional yang ada, dan standar dan/atau
spesifikasi teknis yang berlaku secara nasional dan/atau internasional.

14
Bab III

Pembahasan

3.1 Hutan Mangrove di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan

Gambar 3.3.1 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3.3.2 . Peta Cluster Jenis Mangrove di Kabupaten Tanah Laut

15
Tabel 3.3.1. Persentase Hutan Mangrove di Kabupaten Tanah Laut

Lokasi Transek Di RDi Fi Ci RCi RFi INP

Total 0.51 3.00 6.50 22.58 1.40 3.00 7.40


Pantai Harapan
Rata-Rata 0.17 1.00 2.17 7.53 0.47 1.00 2.47

Total 0.36 3.00 3.00 35.22 1.71 3.00 7.71


Sungai Rasau
Rata-Rata 0.12 1.00 1.00 11.74 0.57 1.00 2.57

Total 0.94 3.00 7.00 18.86 1.63 3.00 7.63


Bawah Layung
Rata-Rata 0.31 1.00 2.33 6.29 0.54 1.00 2.54

Total 0.95 3.00 5.67 50.88 1.60 3.00 7.60


Tabanio
Rata-Rata 0.32 1.00 1.89 16.96 0.53 1.00 2.53

Total 0.54 3.00 11.00 15.43 2.23 3.00 8.23


Pagatan Besar
Rata-Rata 0.18 1.00 3.67 5.14 0.74 1.00 2.74

Total 0.57 3.00 6.00 20.89 1.52 3.00 7.52


Takisung
Rata-Rata 0.19 1.00 2.00 6.96 0.51 1.00 2.51

Total 0.45 3.00 6.33 24.48 1.27 3.00 7.27


Kuala Tambangan
Rata-Rata 0.15 1.00 2.11 8.16 0.42 1.00 2.42

Total 1.17 3.00 4.00 141.07 1.77 3.00 7.77


Tanjung Dewa
Rata-Rata 0.39 1.00 1.33 47.02 0.59 1.00 2.59

Total 0.65 3.00 8.00 40.52 1.32 3.00 7.32


Swarangan
Rata-Rata 0.22 1.00 2.67 13.51 0.44 1.00 2.44

Total 0.66 4.00 8.50 40.59 1.85 4.00 9.85


Muara Asam-Asam
Rata-Rata 0.17 1.00 2.13 10.15 0.46 1.00 2.46

Total 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00


Muara Kintap

16
Rata-Rata 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Sumber: Hasil analisis 2016

Kabupaten Tanah Laut memiliki ekosistem hutan mangrove yang cukup luas
dan beragam. Terdapat 18 jenis mangrove dan 5 jenis asosiasi yang ditemukan di
wilayah ini. Beberapa contoh jenis mangrove meliputi Avicennia marina, Sonneratia
caseolaris, Rhizophora apiculata, dan lainnya. Tumbuhan asosiasi melibatkan Jeruju,
Waru, Ketapang, Pandan, dan Cemara.

Desa-desa yang memiliki hutan mangrove termasuk Desa Pantai Harapan,


Sungai Rasau, Bawah Layung, Tabanio, Pagatan Besar, Takisung, Kuala Tambangan,
Tanjung Dewa, Swarangan, Muara Asam-Asam, dan Kintap (meskipun hutan
mangrove di Kintap telah hilang karena alih fungsi lahan). Hutan mangrove tersebar di
6 kecamatan pesisir dengan kondisi baik di Desa Pagatan Besar dan rusak di Desa
Takisung. Desa-desa tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan jenis mangrove yang
dominan.

Dari 11 desa yang memiliki hutan mangrove, Desa Pagatan Besar memiliki
kondisi terbaik dengan INP rata-rata sebesar 2,74% dan kerapatan rata-rata 0,18
individu/ha. Sementara Desa Takisung, meskipun memiliki nilai tinggi, mengalami
kerusakan dan pembatasan dalam pemasangan transek lapangan. Pengelompokan hutan
mangrove berdasarkan jenisnya menghasilkan tiga kelompok utama. Kelompok
pertama terdiri dari Desa Pantai Harapan, Bawah Layung, Pagatan Besar, Swarangan,
dan Muara Asam-Asam. Kelompok kedua melibatkan Desa Sungai Rasau, Tabanio,
Takisung, Kuala Tambangan, dan Tanjung Dewa. Kelompok ketiga adalah Desa Muara
Kintap, yang mengalami perubahan dari mangrove menjadi tanaman jenis Akasia.

Hutan mangrove di Kabupaten Tanah Laut memiliki peran penting dalam


menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir dan perlu mendapatkan perhatian untuk
pengelolaan yang berkelanjutan.

Kesimpulannya

Kabupaten Tanah Laut memiliki luas hutan mangrove yang signifikan, tersebar
di enam kecamatan pesisir dan sebelas desa. Desa Pagatan Besar menonjol sebagai
17
daerah dengan kondisi hutan mangrove yang baik, memiliki Indeks Nilai
Perkembangan (INP) rata-rata sebesar 2,74% dan kerapatan rata-rata mencapai 0,18
individu/ha. Di sisi lain, Desa Takisung menunjukkan kondisi hutan mangrove yang
rusak dengan INP 2,51% dan kerapatan rata-rata 0,19 individu/ha, meskipun
pengambilan data lapangan dibatasi oleh pemasangan transek yang tidak melebihi 20
meter.

Terdapat 23 jenis mangrove dan tumbuhan asosiasinya di Kabupaten Tanah Laut, yang
termasuk dalam 16 famili berbeda. Jenis mangrove ini melibatkan berbagai famili
seperti Avicenniaceae, Sonneratiaceae, Rhizophoraceae, dan lainnya. Analisis
pengelompokan menunjukkan bahwa hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi
tiga cluster. Cluster pertama terdiri dari lima desa dengan komposisi jenis mangrove
yang mirip, cluster kedua terdiri dari empat desa dengan komposisi jenis yang berbeda,
dan cluster ketiga terdiri dari satu desa dengan perubahan dari mangrove menjadi jenis
tanaman lain. Pola pengelompokan ini membantu memahami sebaran dan komposisi
jenis mangrove di Kabupaten Tanah Laut secara lebih terinci.

3.2 Mangrove Mendukung Program Zero Net Karbon

Mangrove dapat digunakan sebagai alat penting untuk mendukung program


net zero carbon melalui berbagai mekanisme dan perannya dalam siklus karbon.
Mangrove dapat berkontribusi terhadap program net zero carbon dengan cara sebagai
berikut:

1. Penyerapan karbon

Mangrove dapat menyerap karbon dioksida (CO2) dari udara dan


menyimpannya dalam jaringan pohon dan tanah. Hal ini menjadikannya
penyerapkarbon yang penting.

2. Penyimpanan karbon pada tanah liat

18
Mangrove mempunyai kemampuan khusus untuk menyimpan karbon disekitar
tanah liat. Karbon yang tersimpan ini berperan sebagai kontribusi berkelanjutan
terhadap penyimpanan karbon di dalam tanah.

3. Mencegah emisi gas rumah kaca

Ekosistem mangrove membantu mencegah pelepasan gas metana (CH4), gas


rumah kaca yang lebih kuat dibandingkan CO2, melalui proses penguraian bahan
organik di tanah liat.

4. Perlindungan Pesisir

Mangrove berfungsi sebagai pelindung alami Pantai. Mangrove menjaga


kesehatan pesisir dengan mengurangi risiko erosi dan abrasi pantai, serta mengurangi
kebutuhan akan infrastruktur konstruksi yang intensif karbon.

5. Bioteknologi Karbon Hijau

Mangrove dapat dimasukkan ke dalam proyek bioteknologi karbon hijau yang


bertujuan untuk meningkatkan penyerapan karbon dan mengurangi emisi melalui
reboisasi mangrove dan restorasi ekosistem mangrove yang terdegradasi.

6. Mendukung Konservasi dan Restorasi Lahan Basah

Konservasi dan restorasi lahan basah, termasuk hutan bakau, dapat menjadi
bagian integral dari strategi net zero carbon. Melibatkan Masyarakat lokal dalam upaya
ini juga dapat meningkatkan keberlanjutan dan efektivitasnya.

7. Mengembangkan ekowisata berkelanjutan

Mengembangkan ekowisata berkelanjutan di kawasan mangrove dapat


memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat lokal sekaligus melindungi
ekosistem dan meningkatkan kesadaran lingkungan.
19
8. Mengurangi emisi karbon dari penggundulan hutan

Pengelolaan hutan bakau secara lestari dapat mengurangi tekanan terhadap


hutan terestrial, yang seringkali menjadi korban penggundulan hutan. Oleh karena itu,
mangrove membantu mengurangi emisi karbon akibat deforestasi.

20
Bab IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Hutan Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis
tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan
mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air
laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang
rendah.

Berdasarkan pemetaan mangrove nasional tahun 2021, luas mangrove


eksisting adalah sebesar 3.364.080 Ha, dan luas potensi habitat mangrove adalah
756.183 Ha. Hal ini berarti bahwa luas ekosistem mangrove di Indonesia adalah
4.120.263 Ha, yang merupakan penjumlahan dari luas areal mangrove eksisting dan
potensi habitat mangrove.

Hutan mangrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta
tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, mempercepat
pembentukan lahan baru serta melindungi pantai dari erosi laut/ abrasi (green belt).
Sebagai tempat asuhan (nurser ground), tempat mencari makanan (feeding ground)
untuk berbagai organisme yang bernilai ekonomis khususna ikan dan udang, tempat
berkembang biak (spawning ground), sebagai penghasil serasah/ zat hara yang
cukup tinggi produktivitasnya, dan habitat berbagai satwa liar. Kawasan hutan
mangrove berpotensi sebagai tempat rekreasi (ecotourism), lahan pertambahan dan
penghasil devisa dengan produk bahan baku industri.

Di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89


jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis efipit,
dan 1 jenis paku. Jenis yang paling banyak di temukan adalah:
Avicennia sp., Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp.

21
Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove diperlukan untuk
mengetahui sumberdaya mangrove yang ada di wilayah pesisir, sehingga dapat
dilakukan pengelolaan sumberdaya dan wilayah yang tepat. Pemetaan tematik
mangrove perlu dilakukan dengan identifikasi klasifikasi atau derajat kedetilan
informasi mangrove yang bersinergi dengan tiap tingkat atau level pengelolaan dan
kebutuhan stakeholder, dan hal tersebut sangat terkait dengan Data Geospasial

Mangrove merupakan ekosistem esensial yang menjadi salah satu parameter


ekosistem Blue Carbon. Sebab, mangrove berperan memanfaatkan CO2 untuk
fotosintesis dan menyimpannya dalam stok biomass dan sedimen. Hutan mangrove
bahkan mampu menyimpan karbon (carbon sinks) sebanyak 4-5 kali lebih banyak
daripada hutan tropis daratan. Sehingga mangrove dapat memberikan kontribusi
besar dalam penyerapan emisi karbon sebagai aksi pencegahan climate change.

4.2 Saran

1. Penyusun menyarankan agar sosialisasi penanaman kembali hutan mangrove


lebih digalakkan mengingat banyaknya fungsi dari hutan mangrove bagi
lingkungan.
2. Penyusun menyarankan agar wisata ecotourism hutan mangrove lebih
diperhatikan oleh pihak terkait untuk menarik minat wisatawan lokal maupun
asing.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, untuk mengetahui luasan serta kerusakan
hutan mangrove di Kabupaten Tanah Laut, selain itu juga perlunya penelitian
hubungan hutan mangrove terhadap biota yang berasosiasi di Kawasan
mangrove tersebut.
4. Perlunya perhatian dari pemerintah dan dinas terkait untuk menangani hutan
mangrove yang ada di Kabupaten Tanah Laut, guna untuk pelestarian serta
konservasi mangrove itu sendiri

22
DAFTAR PUSTAKA

Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis


Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove.

Baharuddin, D. Salim. (2020). Analisis Kekritisan Lahan Mangrovekalimantan Selatan


Dengan Menggunakansistem Informasi Geografis Dalam Rangkapengelolaan
Konservasi Lahan Basah Pesisir. Jurnal EngganoVol. 5, No. 3, Oktober 2020:
495-509

Departemen Kehutanan. (2004). Statistik Kehutanan Indonesia, Frorestry Statistics of


Indonesia 2003. Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Direktorat Konservasi Tanah dan Air, Ditjen PDASRH. (2021). Peta Mangrove
Nasional.

[DLH] Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan. 2018. Identifikasi


Potensi Kerusakan Pantai dan Laut Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
Kamal, Muhammad, Phinn, S., & Johansen, K. 2015. Object-Based Approach for Multi-
Scale Mangrove Composition Mapping Using Multi-Resolution Image Datasets.
Remote Sens, 7(4), 4753–4783. https://doi.org/10.3390/rs70404753

Kusmana, C., S. Takeda, and H. Watanabe. (1995). Litter Production of Mangrove


Forestin East Sumatera, Indonesia. Prosidings Seminar V: Ekosistem
Mangrove, Jember, 3-6 Agustus 1994: 247-265. Kontribusi MAB Indonesia No.
72-LIPI

Rahmanto, Bagus Dwi. (2020). Peta Mangrove Nasional dan Status Ekosistem
Mangrove di Indonesia. Disampaikan dalam Webinar “Development for
Mangrove Monitoring Tools in Indonesia”. Direktorat Konservasi Tanah dan Air

Wantoro, M. Syahdan, D. Salim. (2017). Struktur Komunitas Jenis Mangrove Di


Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan. Mcsij - Jurnal Kelautan,
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017

23

Anda mungkin juga menyukai