KATA PENGANTAR
Nopember 2012
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
Pengelolaan Ekosistim Mangrove iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
B. Komponen Mangrove
Unsur dominan dalam hutan mangrove adalah pohon-pohon
yang tumbuh dan tingginya mencapai lebih dari 30 meter,
memiliki tajuk (canopy) lebar, rapat dan tertutup. Banyak juga
species tumbuhan dan fauna lain yang atau eksklusif yang
menempati hutan mangrove. Topografi setempat dan karakteristik
hidrologi, tipe dan komposisi bahan kimia dari tanah dan pasang
surut menentukan tipe ekosisitem mangrove yang dapat dibuktikan
pada tempat-tempat tertentu.
Flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi
mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi yang
terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana dan zonasi yang
kompleks tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang
bersangkutan.
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
5
Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
b. Kelompok minor (tumbuhan pantai), dalam kelompok ini
tidak termasuk elemen yang mencolok dari tumbuh-
tumbuhan yang mungkin terdapat disekitar habitatnya dan
yang jarang berbentuk tegakan murni.
c. Kelompok asosiasi mangrove, dalam komponen ini jarang
ditemukan species yang tumbuh didalam komunitas
mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering
ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan darat.
D. Jenis-jenis Mangrove
Diperkirakan ada sekitar 89 spesies mangrove yang tumbuh di
dunia, yang terdiri dari 31 genera dan 22 famili. Tumbuhan
mangrove tersebut pada umumnya hidup di hutan pantai Asia
Tenggara, yaitu sekitar 74 spesies, dan hanya 11 spesies hidup di
daerah Caribbean.
Lebih lanjut menurut Soegiarto dan Polunin (1982) dalam
Supriharyono (2000) dari jumlah ini sekitar 51% atau 38 spesies
hidup di Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk spesies
ikutan yang hidup bersama di daerah mangrove (KLH et al., 1993
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
10
dalam Supriharyono, 2000). Ada beberapa spesies tumbuhan
pantai, yaitu sekitar 12-16 spesies, yang masih diragukan apakah
tumbuh-tumbuhan tersebut termasuk mangrove atau tidak.
Sebagai contoh, famili Rhizophoraceae mempunyai 17 genera dan
sekitar 70 spesies, akan tetapi hanya empat generasi dan 17
spesies diketahui benar-benar sebagai mangrove. Demikian pula
famili Combretaceae, hanya tiga genera dan lima spesies yang
diketahui sebagai mangrove (Supriharyono, 2000).
Ciri-ciri mangrove dari penampakan hutan mangrove
terlepas dari habitatnya yang unik adalah jenis-jenisnya relatif
sedikit, akar jangkar yang melengkung dan menjulang pada
Rhizophora sp, akar yang tidak teratur dan keras atau
pneumatofora pada marga Avicennia sp, dan Sonneratia sp, yang
mencuat vertikal seperti pensil, adaptasinya yang kuat terhadap
lingkungan sehingga biji (propagul) Rhizophora berkecambah di
pohon (vivipar), sehingga banyaknya lentisel pada bagian kulit
pohon (Departemen Kehutanan, 1997 dalam Noor et al., 1999).
Adapun beberapa jenis mangrove yang dikenal selama ini adalah:
a. Avicennia lanata
Nama setempat: api-api. Belukar atau pohon yang
tumbuh tegak atau menyebar, dapat mencapai ketinggian
hingga 8 m. Memiliki akar nafas dan berbentuk pensil. Kulit kayu
seperti kulit ikan hiu (berwarna gelap), coklat hingga hitam.
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
b. Rhizophora apiculata
Nama setempat: Bakau minyak, bakau tandok, bakau akik,
bakau puteh, bakau kacang, bakau leutik, akik, bangka minyak,
donggo akit, jangkar, abat, parai, mangi-mangi, slengkreng,
tinjang wako. Deskripsi umum: Pohon dengan ketinggian
mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm.
Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5
meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari
cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah.
Daun berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian
tengah kemerahan dibagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-
35 mm dan warnanya kemerahan. Unit dan letak: sederhana
dan berlawanan. Bentuk: elips menyempit dan meruncing.
Ukuran 7-19 x 3,5-8 cm. Bunga: Biseksual, kepala bunga
kekuningan yang terletak pada gagang berukuran < 14 mm.
Letak: di ketiak daun. Formasi: kelompok (2 bunga per
kelompok). Daun mahkota : 4; kuning putih, tidak ada rambut,
panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga: 4; kuning kecoklatan,
melengkung, Benang sari : 11-12; tak bertangkai. Buah: Buah
kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir ,warna
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
coklat, panjang 2,3-5 cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil Silindris,
berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah
jika sudah matang. Ukuran: Hipokotil panjang 18-38 cm dan
13
diameter 1-2 cm. Ekologi:
c. Avicennia marina
Nama setempat api-api putih, api-api abang, sia-sia putih,
pejapi, nyapi, hajusia. Deskripsi umum belukar atau pohon
yang tumbuh tegak atau menyebar, ketinggian mencapai 30 m.
memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk
pensil (atau
berbentuk asparagus), akar nafas tegak dengan sejumlah
lentisel. Kulit kayu halus dengan burik-burik hijau-abu dan
terkelupas dalam bagian-bagian kecil. Ranting muda dan tangkai
daun berwarna kuning tidak berbulu. Bagian atas permukaan
daun ditutupi bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung. Bagian
bawah daun putih-abu-abu muda. Unit & letaknya sederhana
dan berlawanan. Memiliki bentuk daun elips, bulat memanjang,
bulat telur terbalik. Ujungnya meruncing hingga membundar,
dengan ukuran 9 x 4,5 cm. Bunga seperti trisula dengan bunga
bergerombol muncul di ujung tandan, bau menyengat, nektar
banyak.
Letaknya di ujung atau di ketiak/tandan bunga. Daun
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
d. Acrostichum aureum
Nama setempat mangrove varen, paku cai, hata diuk, paku
laut. Batang menebal di bagian pangkal, cokelat tua dengan
peruratan yang halus, pucat, tipis. Ujung daun fertil berwarna
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
20
mucronata dan Rhizopohora apiculata, serta berumur
5-7 bulan untuk jenis Ceriop tagal dan Soneratia alba.
Tabel 1. Syarat bibit siap tanam
Tinggi minimal
Jenis
(cm)
Rhizophora mucronata (bakau) 55
Rhizophora apiculata (tinjang) 30
B. gymnorrhiza (tanjang merah) 35
Ceriop tagal (tengar) 20
Avicennia marina (api-api) 30
Soneratia alba (pedada bogem) 15
Xylocarpus granatum (nyirih) 40
Gambar 8. Rangkaian
Pembibitan Mangrove
(Rhizophora mucronata)
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
21
C. Teknik Pemeliharaan
27
Agraria
3. UU No.5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kehutanan
4. UU No.11 Tahun 1974 Tentang Perairan
5. UU No.9 Tahun 1985 Tentang Perikanan
6. UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam
31
Hayati dan Ekosistemnya.
7. UU No.9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan
8. UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
9. UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
10. UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
11. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
12. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
13. UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
14. UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pesisir dan kelautan
B. Penegakan Hukum
Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan
pantai adalah penegakkan hukum (law enforcement). Peraturan-
perundangan telah banyak diterbitkan. Tujuannya agar pengelolaan
pantai dapat dilakukan secara terpadu. Namun pada
implementasi, sering peraturan dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
C. Finansial
Dalam konsep dasar penilaian ekonomi (economic valuation)
sumberdaya alam, nilai sumberdaya mangrove ditentukan oleh
fungsi dari sumberdaya itu sendiri. Menurut Bann (1998), fungsi
ekologi sumberdaya mangrove antara lain sebagai: stabilitas
garis pantai, menahan habitat keanekaragaman, sedimen,
perlindungan dan produktifitas biomassa, sumber plasma nutfah,
rekreasi atau wisata, memancing dan produk-produk hutan. Nilai
ekonomi atau total nilai ekonomi hutan mangrove secara garis
besar dapat dikelompokan menjadi dua yaitu nilai penggunaan
Pengelolaan Ekosistim Mangrove
35
42
tembusan kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
Presiden setelah memperoleh masukan dari Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah dapat menyetujui atau tidak
menyetujui penyerahan kewenangan tersebut;
d. Dalam hal Presiden tidak memberikan persetujuannya,
kewenangan tersebut harus dilaksanakan oleh Kabupaten/ Kota;
e. Apabila Presiden memberikan persetujuannya, pelaksanaan
kewenangan tersebut diserahkan kepada Propinsi;
f. Apabila dalam jangka waktu satu bulan Presiden tidak
memberikan tanggapan, maka penyerahan kewenangan
tersebut dianggap disetujui;
g. Sebagai akibat dari penyerahan tersebut, Propinsi sebagai
Daerah Otonom harus melaksanakan kewenangan dimaksud
dengan pembiayaan yang dialokasikan dari dana perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
h. Apabila Propinsi tidak mampu melaksanakan kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf h, maka Propinsi
menyerahkannya kepada Pemerintah dengan mekanisme yang
sama sebagaimana tercantum pada huruf c sampai dengan
huruf h; dan
i. Apabila Kabupaten/ Kota sudah menyatakan kemampuannya
menangani kewenangan tersebut, Propinsi atau Pemerintah
wajib mengembalikannya kepada Kabupaten/Kota tanpa
persetujuan Presiden.
Pengelolaan Ekosistim Mangrove 43
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM