Anda di halaman 1dari 50

Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

I. PENDAHULUAN

Peningkatan produksi perikanan budidaya secara global rata-rata


mecapai 8,9% per tahun sejak tahun 1970. Bila dibandingkan dengan
sektor perikanan tangkap dan peternakan dalam kurun waktu yang
sama masing-masing hanya mencapai 1,2 dan 2,8% per tahun. Namun
demikian, dalam lima decade mendatang, maka produksi budidaya
harus bertumbuh hingga lima kali lipat untuk mensuplai kebutuhan
populasi. Perkembangan ini harus mengatasi tiga hal pokok
(Avnimelech 2009) sebagai berikut: Memproduksi banyak ikan tanpa
meningkatkan penggunaan sumberdaya alam (tanah dan air) secara
nyata:
a. Membangun sistem budidaya yang berkelanjutan tanpa
merusak lingkungan
b. Membangun sistem budidaya dengan rasio cost/benefit
secara rasional guna mendukung kelangsungan budidaya
secara ekonomis dan sosial.

Salah satu faktor penting dalam mendukung ketiga hal tersebut


di atas adalah penyediaan nutrisi. Nutrisi dan pemberian pakan
Page | 1
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

memegang peranan penting untuk kelangsungan usaha budidaya


hewan akuatik. Penggunaan pakan yang efisien dalam suatu usaha
budidaya sangat penting oleh karena pakan merupakan faktor
produksi yang paling mahal. Oleh karena itu, upaya perbaikan
komposisi nutrisi dan perbaikan efisiensi penggunaan pakan perlu
dilakukan guna meningkatan produksi hasil budidaya dan
mengurangi biaya pengadaan pakan, serta meminimalkan produksi
limbah pada media budidaya. Untuk mencapai sasaran tersebut,
diperlukan pemahanan tentang nutrisi dan kebutuhan nutrien dari
kultivan, teknologi pembuatan pakan, serta kemampuan dalam
pengelolaan pakan untuk setiap tipe budidaya dari kultivan tertentu.

1.1. Pakan dalam Akuakultur


Seperti pada organism lainnya, hewan akuatik memerlukan
nutrien esensial untuk proses pertumbuhan, pemeliharaan dan
penggantian jaringan yang telah rusak, pengaturan beberapa fungsi
tubuh, serta untuk mempertahankan kondisi kesehatan. Seiring
dengan usaha intensifikasi budidaya, maka ketergantungan pada
sediaan pakan alami semakin berkurang dan sebaliknya suplai energy
semakin banyak ditentukan oleh pakan buatan yang diberikan. Dalam
Page | 2
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

hal ini diperlukan pakan dengan kadar nutrisi yang seimbang serta
pemberian yang cukup untuk mendukung pertumbuhan yang optimal
dan pada akhirnya untuk peningkatan pendapatan hasil usaha
budidaya. Sebaliknya penggunaan pakan yang tidak bermutu
berdampak pada respon pertumbuhan yang rendah, mudah terserang
penyakit, serta dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu,
perpaduan antara penggunaan pakan berkualitas tinggi serta
tingkat pengelolaan yang lebih baik telah terbukti memperbaiki
efisiensi penggunaan pakan, penurunan biaya pengadaan pakan, serta
mengurangi dampak kerusakan lingkungan.

Salah satu prinsip yang perlu diketahui dalam penerapan pakan


untuk kepentingan budidaya adalah program pemberian pakan secara
efektif (effective feeding program). Hal ini memerlukan pengetahuan
tentang kebutuhan nutrien dari kultivan yang akandipelihara, kebiasan
dan tingkah laku makan, serta kemampuan kultivan dalam mencerna
dan menggunakan nutrien esensial yang diberikan.

Pakan yang diberikan harus mampu menyediakan nutrient yang


dibutuhkan oleh kultivan seperti protein dan asam amino esensial,
Page | 3
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

lemak dan asam lemak, energy, vitamin, dan mineral. Dengan


demikian, kualitas pakan pada akhirnya ditentukan oleh tingkat
nutrient yang tersedia bagi kultivan. Hal ini penting oleh karena
baik ikan maupun udang memerlukan pakan semata hanya untuk
memenuhi Kebutuhan energi, sehingga nilai energy dari suatu pakan
turut menetukan tingkat efisiensnya.

Kebutuhan nutrien untuk spesies tertentu perlu diketahui.


Sebagai contoh, kebutuhan protein dari ikan omnivor seperti bandeng,
atau ikan herbivor seperti pada tilapia umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan ikan karnivor seperti pada kakap,kerapu dan
snapper. Setiap ikan juga berbeda mengenai kebutuhan asamlemak
esensial. Bandeng membutuhkan asam lemak dari kelompok n-3,
sementara ikan kakap dan udang windu membutuhkan asam lemak
dari kelompok n-3 dan n-6. Sebaliknya pada ikan tilapia
membutuhkan asam lemak n-6. Dengan demikian, dalam
memformulasikan suatu pakan hendaknya didasarkan pada
kebutuhan dan tingkat nutrien esensial yang diperlukan dari kultivan
tertentu.

Page | 4
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Dibidang pengembangan pakan, upaya perbaikan kualitas bahan


baku dan pengurangan biaya pengadaan pakan, serta perbaikan
pengelolaan pakan di tingkat petani terus dilakukan. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan bagi
kultivan yang dipelihara. Selama pembuatan pakan perlu
diperhatikan untuk tetap mempertahankan komposisi nutrien dan
sekaligus mengeleminir zat anti-nutrisi. Pengawasan terhadap kualitas
pakan dimulai dari pemilihan bahan baku hingga proses produksi dan
penyimpanan, dan terakhir pada pengguna di lapangan juga perlu
dilakukan.

Disamping itu, pengelolaan pakan harus dilakukan sebaik


mungkin dengan memperhatikan apa, berapa banyak, kapan, berapa
kali, dan dimana ikan/udang diberi pakan. Penerapan feeding regime
hendaknya disesuaikan dengan tingkah laku ikan, serta siklus alat
pencernakan guna memaksimalkan penggunaan pakan. Disamping
itu, upaya mengurangi limbah pakan tidak hanya berpengaruh
terhadap biaya produksi tetapi juga berdampak pada terpeliharanya
lingkungan budidaya.

Page | 5
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

1.2. Pakan dan Lingkungan

Usaha budidaya berkembang dengan pesat mulai dari sistem


ekstensif hingga sistem intensif. Perkembangan ini telah
menimbulkan masalah terutama dalam hal usaha budidaya yang
berkelanjutan. Nutrien yang tersedia dalam pakan, sebagaian besar
dapat menjadi polutan pada lingkungan budidaya, seperti nitrogen,
fosfor, bahan organik, dan hidrogen sulfida. Semakin tinggi padat
tebar membawa konsekuensi pada peningkatan limbah metabolik
yang dihasilkan. Di sisi lain limbah metabolik tersebut akan
terakumulasi dalam media budidaya dan pada gilirannya menjadi
zat racun yang menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan
organisme yang dipelihara.

Limbah hasil budidaya dapat berupa : (a) bahan padatan,


terutama berupa sisa pakan, kotoran ikan (feces), serta koloni bakteri;
(b) bahan terlarut, seperti amoniak, urea, karbondioksida, fosfor dan
hidrogen sulfida. Limbah ini akan meningkat seiring dengan
konversi pakan yang rendah. Pada kondisi ini diperlukan penyesuaian
jumlah pakan untuk mencegah terjadinya penumpukan sisa pakan
Page | 6
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

yang dapat meningkatkan polusi baik pada media budidaya, hamparan


sekitar media peliharaan, dan sekaligus pada daerah perairan pantai
(coastal zone).

Penerapan pakan yang ramah lingkungan merupakan suatu


keharusan sebagai upaya untuk berbudidaya yang berkelanjutan. Hal
ini dapat ditempuh dengan memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut :
 Pakan diformulasi dengan komposisi nutrien yang seimbang
(well-balanced diet) seperti ketersediaan asam amino yang
cukup, protein : energi rasio yang seimbang, sehingga -N
banyak yang terasimilasi dalam tubuh dan sedikit -N yang
diekskresikan oleh ikan;
 Total fosfor dalam pakan hendaknya disesuaikan dengan
organisme yang akan dipelihara. Bahan baku yang memiliki
ketersediaan fosfor yang tinggilebih baik digunakan;
 Perbaikan stabilitas pakan melalui penggunaan binder yang
efisien serta teknologi pembuatan pakan yang baik;
 Penggunaan sumber protein alternatif selain tepung ikan
Page | 7
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

perlu pengkajian lebih lanjut;


 Hindari penggunaan bahan baku asing (exotic feedstuff) yang
kemungkinan mengandung zat yang dapat menghambat
pertumbuhan, kecuali ada metode tertentu untuk mendeteksi
dan menghilangkan zat tersebut dalam pakan.
1.3. Pendekatan Sistem Budidaya yang Berkelanjutan
Dalam hal usaha budidaya yang berkelanjutan, maka dari sisi
nutrisi dan teknologi pakan terdapat beberapa issu penting, yaitu :
a. Diperlukan adanya upaya untuk mengurangi biaya pakan
Pakan merupakan faktor produksi terbesar dari suatu usaha
budidaya, dan ketersedian pakan yang ekonomis (cost-
effective feed) masih menjadi kendala utama. Oleh karena
itu,formula pakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga
menjadi sesuatu yang murah, seperti mengurangi
ketergantungan bahan baku impor dengan memanfaatkan
ketersediaan bahan baku lokal.
b. Alternatif penggunaan bahan pengganti tepung ikan

Page | 8
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Dalam pembuatan pakan, tepung ikan merupakan bahan


yang paling banyak digunakan. Peningkatan produksi hasil
budidaya yang diikuti dengan penurunan produksi tepung ikan,
diperlukan adanya alternatif pengganti sumber protein tersebut.
Harga tepung ikan semakin mahal dan ketersediaan semakin
langka sebagai akibat dari kebutuhan tepung ikan meningkat
serta kompetisi dengan produksi sektor pakan lain. Di negara-
negara Asia misalnya, kebutuhan produk perikanan cenderung
meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk yang
pada gilirannya ketersediaan tepung ikan semakin menurun.
Untuk beberapa spesies akuakultur, penggunaan bahan nabati
dan limbah hasil pengolahan (by-product) sebaiknya digunakan
untuk menghasilkan pakan yang murah. Beberapa diantaranya
menjadi sumber bahan baku potensial oleh karena kadar protein
yang tinggi serta kandungan abu yang rendah seperti pada
tepung daging. Demikian pula halnya dengan bahan baku
berupa biji-bijian dan kacang-kacangan. Penerapan
bioteknologi memungkinkan untuk memperoleh bahan baku
dengan kadar nutrisi yang cukup baik.
c. Penggunaan pakan supplemen
Page | 9
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Pakan komersial disamping lebih mahal, juga mengandung


nutrien yang melebihi dari apa yang dibutuhkan oleh ikan.
Pakan tersebut diformulasikan tanpa mempertimbangkan
padat tebar serta ketersediaan pakan alami di tambak. Konsep
penggunaan pakan tambahan berarti masih terdapat
ketergantungan terhadap sediaan pakan yang tumbuh secara
alami di tambak atau kolam untuk mensuplai sebagian nutrien
yang diperlukan oleh kultivan. Produktivitas alami dari suatu
media budidaya semakin penting, dan pemahaman lebih jauh di
bidang ini dapat membantu terciptanya sistem pemberian pakan
yang efisien.
d. Integrasi antara pakan, pengelolaan pakan dan kesadaran
lingkungan
Sisa pakan dan hasil metabolik lainnya merupakan sumber
polutan utama pada suatu sistem produksi budidaya. Oleh
karena itu, pakan yang dibuat hendaknya ramah lingkungan
(environment-friendly). Komposisi nutrisi, keseimbangan
nutrien, tingkat kecernaan, dan kestabilan pakan merupakan
faktor yang dapat berpengaruh terhadap kualitas air media

Page | 10
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

budidaya.

II. PENGELOLAAN PAKAN


Page | 11
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Pakan merupakan salah satu aspek penting dalam setiap aktivitas


budidaya akuatik. Pakan merupakan faktor produksi terbesar dan
mencapa 50% atau lebih dari total biaya operasional, sehingga perlu
dikelola dengan baik agar dapat digunakan secara efisien bagi
kultivan. Program pemberian pakan yang baik sangat diperlukan
untuk memperoleh hasil maksimal dalam kegiatan budidaya udang
maupun ikan.

Beberapa hal penting perlu diperhatikan selama pemberian


pakan pada hewan budidaya, antara lain:
1. Pakan berkualitas merupakan hasil formulasi dengan
menyediakan nutrien sesuai dengan kebutuhan kultivan yang akan
dipelihara, diproduksi dengan kualitas baik dimana nutrien yang
ada dapat tercerna secara maksimal;
2. Gunakan pakan yang attraktif, palatabilitas tinggi, serta
size/ukuran yang sesuai dengan hewan yang dipelihara;
3. Pertahankan kualitas pakan melalui penyimpanan dan penangan
yang baik dan benar;
4. Berikan pakan pada kultivan dengan jumlah dan frekuensi yang
tepat sesuai dengan jumlah dan ukuran populasi;
Page | 12
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

5. Distribusikan pakan secara merata pada media budidaya (tambak,


kolam dsb) sehingga semua udang mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh pakan;
6. Lakukan pengaturan pakan berdasarkan kualitas air dan nafsu
makan udang.

2.1. Presentase Pakan (Feeding rate)


Pakan yang diberikan selama periode budidaya berlangsung
sangat sulit untuk dikontrol secara tepat baik jumlah maupun waktu.
Oleh karena itu pengaturan jumlah pakan senantiasa dilakukan
sesuai dengan tingkat nafsu makan, pertumbuhan dan mortalitas
udang. Jika pakan diberikan terlalu sedikit dapat berakibat
pertumbuhan lambat, bahkan memicu kanibalisme terutama pada
pemeliharaan dengan kepadatan tinggi. Demikian pula sebaliknya,
pemberian pakan berlebih dapat menimbulkan masalah. Selain
sebagai limbah, sisa pakan dapat menyebabkan penurunan mutu air di
tambak.

Seberapa besar jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang


dipengaruhi oleh beberap faktor, yaitu: jenis pakan, ukuran udang,
Page | 13
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

suhu air, padat tebar,cuaca, kualitas air dan status kesehatan udang
itu sendiri. Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan guna
memaksimalkan penggunaan pakan bagi kultivan. Suhu misalnya,
mempunyai efek nyata terhadap konsumsi pakan dan pertumbuhan.
Pada udang vannamei, konsumsi pakan mencapai optimal pada suhu
27-31oC. Suhu di atas atau di bawah kisaran tersebut menyebabkan
konsumsi pakan menurun. Akiyama dan Chwang (1989)
merekomendasikan persentase pakan berdasarkan berat udang (Tabel
1) sebagai berikut.

Tabel 1. Persentase pakan yang diberikan berdasarkan berat


udang.

Sebagai Pakan Sebagai Pakan


Ukuran udang (g)
Tambahan Lengkap
0-3 10%-4% 15%-8%
3-15 4%-2,5% 8%-4%
15-40 2,5%-2% 4%-2%

Page | 14
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Untuk menghitung jumlah pakan harian yang diberikan pada


kultivan adalah dengan mengalikan total biomas udang dengan
persentase pakan sesuai dengan berat udang seperti tercantum
pada Tabel di atas.
Total biomas = jumlah populasi udang x berat individu rata-rata

Penentuan berat individu diupayakan seakurat mungkin


untuk menghindari kesalahan dalam penentuan jumlah pakan
harian. Hal ini dilakukan dengan melakukan sampling
pertumbuhan tiap 10-14 hari sekali. Jumlah sampel minimal 30
ekor. Tetapi jika variasi ukuran terlalu besar, maka jumlah
sampel ditingkatkan dua kali lipat. Untuk hasil yang lebih baik
seharusnya udang ditimbang satu per satu.
Sebagai alat bantu untuk memonitor respon pakan dapat
digunakan anco. Jumlah anco sekitar 4-6 buah yang dipasang
pada sisi tambak. Jumlah pakan yang dimasukkan ke dalam
anco sebanyak 1,5-2% dari jumlah pakan yang akan diberikan.
Page | 15
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Sejumlah pakan tersebut harus habis dalam waktu 1-1,5 jam


(udang ukuran besar) dan 2 jam untuk udang berukuran kurang
dari 4 gram. Jika pakan di anco habis dalam waktu lebih
singkat, maka jumlah pakan berikutnya dapat ditingkatkan
hingga 5%. Demikian pula sebaliknya, jika dalam waktu 1-2
jam pakan belum habis, maka diputuskan untuk mengurangi
jumlah pakan pada pemberian berikutnya.

2.2. Frekuensi Pemberian Pakan


Frekuensi pakan ditentukan berdasarkan tingkat kestabilan
pakan dalam air dan laju konsumsi pakan oleh udang. Pemberian
pakan lebih sering dapat memperbaiki rasio konversi pakan, serta
mengurangi jumlah nutrien yang hilang (leaching). Pada stadia
benih, frekuensi pakan lebih sering oleh karena laju metabolisme
pada saat itu sangat tinggi. Idealnya, udang stadia post larva diberi
pakan setiap 2-3 jam sekali (12-8 kali sehari). Seiring dengan
pertumbuhan udang di tambak, maka frekuensi pakan dapat dikurangi
dan umumnya maksimum 6 kali selama 24 jam.

2.3. Rasio Konversi Pakan (FCR)


Page | 16
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

FCR merupakan salah satu indikator seberapa jauh pakan yang


diberikan dapat dimanfaatkan oleh udang untuk mendukung
pertumbuhan dan sintasan. FCR menggambarkan jumlah pakan yang
diperlukan untuk menaikkan 1 kg berat udang. Semakin rendah nilai
FCR, maka pakan digunakan semakin efisien. Umumnya nilai FCR
kurang dari 2 masih dinyatakan baik. FCR yang tinggi kemungkinan
disebabkn oleh beberapa faktor, seperti : over feeding, defisiensi
nutrien tertentu, kualitas air yang buruk. Faktor-faktor tersebut
perlu terus dimonitor, sehingga program pemberian pakan lebih
efisien.

2.4. Attraktabilitas dan Palatabilitas


Formulasi pakan dengan nutrisi seimbang akan sia-sia jika tidak
dapat dikonsumsi oleh udang. Attraktabilitas dan palatabilitas
(citarasa) pakan menjadi penting untuk setiap pakan yang dihasilkan.
Pada saat pakan diberikan, attraktan (asam amino) dari pakan lepas ke
air dan dideteksi oleh kemoreceptor yang menyebar di seluruh tubuh
udang. Udang makan atas dasar penciuman dan bukan penglihatan,
sehingga pakan harus mengandung attraktan yang baik sehingga
mudah dikenali oleh udang. Pada saat udang mulai mengambil pakan,
Page | 17
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

palatabilitas (cita rasa) menjadi penting dan menentukan apakah


pakan yang diberikan ditelan atau tidak. Attraktan umumnya berasal
dari bahan-bahan hewani (tepung ikan, tepung udang, tepung cumi
dsb) dan sudah tersedia dalam pakan. Namun dalam prakteknya,
nafsu makan udang sering dipacu dengan menambahkan attraktan
dari luar seperti penggunaan silase ikan, silase biomas artemia dan
sebagainya.

2.5. Penyimpanan Pakan


Salah aspek penting dalam pengolaan pakan adalah aspek
penyimpanan. Pakan termasuk produk yang mudah rusak, sehingga
perlu disimpan dan ditangani dengan baik untuk menghindari
terjadinya hilangnya nutrien tertentu, terjadinya bau tengik, dan
tumbuhnya jamur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama
penyimpanan pakan adalah sebagai berikut :
1. Pakan harus disimpan ditempat yang kering, dingin dan
berventilasi
2. Pakan disimpan di atas rak papan dan jangan simpan di atas
lantai secara langsung
Page | 18
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

3. Pakan harus terhindar dari sinar matahari langsung


4. Pakan jangan disimpan lebih dari tiga bulan
5. Pakan yang sudah rusak jangan digunakan.
III. PENGELOLAAN PAKAN DAN LINGKUNGAN

Budidaya udang merupakan salah satu industri besar


(Rosenberry, 1999 dalam Burford dan Williams, 2001) dengan
tingkat produksi sekitar 30% dari total suplai udang dunia
(Browdy,1998). Tingginya produksi tersebut adalah sebagai
konsekuensi dari padat tebar tinggi yang didukung oleh pemberian
pakan buatan dalam pemenuhan kebutuhan energi. Oleh karenanya
tidak mengherankan pada tahun 1990an, 75% produksi udang dunia
menggunakan pakan buatan dan sejak itu pakan menjadi faktor
produksi terbesar. Terlebih lagi dengan kecenderungan peningkatan
produksi udang hasil budidaya, maka kebutuhan pakan pun juga pasti
meningkat. Briggs et. al., (2004) laju pertumbuhan tahunan dari hasil
budidaya udang mencapai 6,8% antara tahun 1999-2000 dan
mengalami penurunan sekitar 0,9% selama tahun 2002. Hal ini
dipicu oleh penurunan mutu lingkungan budidaya dan terjadinya
Page | 19
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

serangan penyakit.

Terkait dengan lingkungan pemeliharaan, air dan sedimen


tambak keduanya saling berinteraksi secara terus menenus dan
mempengaruhi lingkungan budidaya (Gambar 1). Sedimen tambak
selanjutnya dapat dipilah menjadi dua bagian besar yaitu dasar dan
pematang tambak serta akumulasi sedimen (sludge yang terkumpul
selama pemeliharaan). Sedimen ini bersumber dari sisa pakan,
feses, aliran air masuk, plankton yang mati, serta erosi. Komponen
tersebut perlu dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan
residu bahan organik yang berlebihan atau pada tingkat yang dapat
merusak lingkungan budidaya. Avnimelech et al., (2004), akumulasi
bahan organik yang berlebih menjadi pemicu kondisi lingkungan
yang anaerob, tingginya kebutuhan oksigen di sedimen, terjadinya
penurunan mutu lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada
respon pertumbuhan kultivan yang rendah.

Di Thailand misalnya, sistem budidaya udang intensif pada


mulanya dilakukan dengan padat tebar tinggi (50-100 ekor/m2);
produksi tinggi (6-12 ton/ha/MT), FCR tinggi (1.8->2.0), serta sistem
Page | 20
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

pergantian air yang lebih banyak (5-10% per hari hingga panen).
Pengelolaan air dilakukan dengan cara kombinasi antara penggantian
air baru dan pengelolaan fitoplankton melalui pengamatan warna air.
Bahkan pergantian air sangat sering terutama pada separuh waktu
pemeliharaan terakhir.

Gambar 1. Pengelolaan budidaya udang intensif dan interaksi


kualitas air (Smith dan Briggs, 1998)
Page | 21
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Akumulasi sedimen mulai disadari semakin besar pengaruhnya


terhadap aktivitas budidaya, sehingga perlu pengelolaan sebelum
siklus berikutnya berlangsung. Dari beberapa pengalaman, diketahui
bahwa jika sedimen yang menumpuk tidak dipindahkan atau
dihilangkan dari dasar tambak, akan berakibat fatal pada kualitas air
terutama pada awal pemeliharaan. Akan tetapi cara ini tidak
berlangsung lama seiring dengan kenyataan bahwa daerah pantai dan
estuarin telah mengalami kerusakan atau penurunan mutu air,
sehingga aktivitas budidaya dilakukan dengan sistem pergantian air
yang terbatas atau sedikit. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa
sistem pergantian air secara langsung menjadi pemicu serangan
penyakit. Terbukti bahwa penyakit viral seperti yellowhead melalui
perantaraan air, sedangkan whitespot melalui perantaraan krustase
yang masuk pada saat pergantian air dilakukan.

Terlepas dari keberadaan patogen atau carrier, penciptaan kondisi


lingkungan prima dalam budidaya perlu dilakukan. Faktor-faktor
terkait dengan masalah tersebut perlu diidentifikasi guna pengelolaan
lingkungan budidaya yang lebih baik. Salah satu diantaranya yang
Page | 22
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

sangat penting adalah keberadaan pakan buatan dan implikasinya


bagi media budidaya selama pemeliharaan. Hal ini didasarkan pada
beberapa hal seperti : (1) pakan merupakan faktor produksi yang
cukup mahal pada system budidaya semi intensif dan ntensif
(Posadas, 1988 dalam Millamena dan Trino, 1997); dan (2) pakan
merupakan input terbesar yang dapat mempengaruhi akumulasi
bahan organik di sedimen dan kualitas air tambak (Boyd, 1993)
sehingga potensi sebagai sumber polutan jika tidak dikelolah dengan
baik akibat kandungan N dan P yang tinggi (Jackson et al., 2003).

3.1. Akumulasi Nutrien dan Bahan Organik di Dasar Tambak

Ikan dan udang dapat mengakumulasi nutrien dari pakan yang


diberikan berkisar 5-40% (Tabel 2). Dari data yang ada diketahui
bahwa rerata nutrien yang dapat tertahan dalam tubuh ikan dan udang
adalah 13% carbon, 29% nitrogen, dan 16% posfor. Rendahnya
jumlah karbon sebagai konsekuensi dari banyaknya fraksi karbon
pakan yang lepas akibat respirasi. Data ini menunjukkan rendahnya
retensi nutrien dalam tubuh kultivan, sehingga sisanya seperti
nitrogen (75%) dan posfor (80%) terakumulasi di dasar tambak.
Page | 23
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Tabel 2.
Estimasi karbon, nitrogen dan posfor dalam tubuh ikan dan
udang yang dinyatakan dalam persentase total budget nutrien
(nutrien yang ditambahkan dalam bentuk pakan dan pupuk)a.
(Avnimelech dan Ritvo, 2003).

a. Input organik karbon melalui produktivitas primer tidak


diperhitungkan

Page | 24
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

b. Kalkulasi didasarkan pada jumlah C, N, dan P pada saat


panen (FCR)
c. 17% pada padat tebar rendah (1 Pl/m2) dan 34,6% untuk
penebaran 30 Pl/m2.

Komponen organik pada akumulasi sedimen merupakan


campuran antara kandungan organik tanah dasar dan material
berupa detritus. Detritus merupakan komponen sedimen yang
bersumber dari plankton, feses udang dan sisa pakan. Dengan
demikian, karakter dari akumulasi sedimen sangat ditentukan oleh
intensitas budidaya yang diterapkan, kandungan organik tanah dasar,
dan penerapan sistem pergantian air.

Secara umum, masalah yang dihadapi pada tanah dasar dan


akumulasi sedimen tambak adalah akumulasi bahan organik yang
berlebih dan pada akhirnya akan melepaskan amoniak dan senyawa
sulfur organik. Bahkan pada kondisi bahan organik sangat tinggi dan
tanah asam dapat berupa hidrogen sulfida. Dengan demikian, untuk
siklus pemeliharaan berikutnya (terutama sistem semi intensif dan
intensif), pembersihan sedimen sangat diperlukan. Jika tidak, maka
Page | 25
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

sedimen ini akan melepaskan bahan organik yang cenderung


menstimulasi perkembangan fitoplankton secara pesat terutama pada
bulan pertama pemeliharaan. Avnimelech dan Ritvo (2003)
menyatakan bahwa jumlah nutrien untuk setiap 1 cm lapisan dasar
tambak setara dengan 10 kali lipat atau lebih untuk kedalaman
tambak 1 meter (Tabel 3).

Tabel 3.
Konsentrasi komponen kimia pada dasar tambak dan kolom
air (Avnimelech dan Ritvo, 2003).

Kisaran konsentrasi
Komponen Unit
Air tambak Dasar tambak

Berat Kering % 10-3-10-1 20-80


Bahan organik Mg/kg 10-100 10.000-200.000

Page | 26
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Total N Mg/kg 1-10 1.000-20.000


Total N-amonia Ppm 0.1-10 1-1000
Total P Ppm 0.01-1 1.000-20.000

3.2. Budget Nutrien dan Padatan (solid) di Tambak


Sebuah contoh kasus tentang budget nutrien dan padatan di
tambak melalui studi yang telah dilakukan oleh Briggs dan Smith
(1994 dalam Smith dan Briggs,1998) pada tambak dengan tekstur
liat. Budget ditentukan berdasarkan bahan padatan, partikel bahan
organik, nitrogen dan posfor (Gambar 2). Dalam studinya, digunakan
tiga jenis tambak yaitu: tambak umur satu tahun, dua tahun dengan
kepadatan tebar berkisar 50-60ekor/m2,serta tambak umur satu tahun
dengan padat tebar tinggi (80-100 ekor/m2).

Hal mendasar yang penting dipahami dari Gambar 2 di bawah


ini adalah nilai prosentase yang ditampilkan bukan menjadi ukuran
akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah proporsi jumlah dari
Page | 27
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

setiap fungsi (aliran air masuk, pupuk, kapur, pakan dsb). Kondisi
demikian dapat menjadi acuan dalam pengelolaan lingkungan
budidaya udang.

Gambar 2. Budget
nutrien dan total
padatan di tambak
(Smith dan Briggs,
1998).

Pada Gambar 2 diketahui bahwa erosi tambak merupakan


sumber terbesar baik bahan padatan (88-93%) maupun bahan organik
(40-60%) di tambak. Demikian pula halnya dengan komponen pakan
memberikan kontribusi bahan organik yang cukup signifikan (31-
50%) meskipun kontribusi padatan relatif kecil (4-7%) terhadap

Page | 28
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

lingkungan budidaya. Ini penting oleh karena pakan juga menjadi


indikator tentang kontribusi kotoran yang dihasilkan oleh udang.

Pada tambak sistem ekstensif, aliran air masuk (influent water)


merupakan sumber sedimen terbesar, namun demikian pada sistem
intensif kontribusinya hanya berkisar 2-3%. Sedangkan kontribusi
bahan organik dari aliran air masuk cukup signifikan (7-13%), tetapi
tetap lebih rendah bila dibandingkan dengan komponen pakan dan
erosi tambak.

Tambak merupakan media sedimentasi yang cukup efektif


sehingga akumulasi sedimen di tambak dapat mencapai 91-94%.
Sekitar 58-70% dari sedimen tersebut akan mengendap sebagai
bahan organik di dasar tambak. Pergantian air secara rutin akan
menghasilkan 4% bahan padatan yang terbuang dan 3% pada saat
panen. Bahan padatan yang terbuang tersebut mengandung bahan
organik masing-masing 13 dan 9%. Sebaliknya pada udang itu
sendiri, kontribusi padatan dan bahan organik sangat sedikit yaitu
masing-masing sebesar 0.7% dan 6.1%.

Page | 29
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa factor penting dalam


budget nutrien dan padatan pada suatu tambak adalah karakter tanah
tambak. Pada tanah mangrove, kandungan organik dapat mencapai 2-
3 kali lipat dari tanah liat (contoh: tanah sawah). Sebaliknya pada
tanah berpasir kandunga organiknya sangat sedikit. Tanah yang
demikian, seringkali dijumpai bahwa penumbuhan awal
fitoplankton sangat sulit bahkan seringkali dijumpai adanya kematian
massal. Pada tanah berpasir, kondisi terberat adalah rembesan yang
tinggi menyebabkan bahan organik akan masuk ke dalam matrix
tanah dimana dekomposisi anaerob dapat terjadi. Setelah satu atau
dua siklus musim tanam, gagal produksi dapat terjadi sebagai akibat
dari kemundura mutu dasar tambak.

Seperti diketahui bahwa pakan merupakan sumber organik


terbesar kedua setelah erosi dasar tambak. Pakan tersebut sangat
potensial untuk menimbulkan masalah jika tidak dikelolah dengan
baik. Hal ini disebabkan oleh karena aktivitas budidaya banyak
bergantung pada ketersediaan pakan tambahan. Namun ironisnya,
jumlah pakan yang diberikan untuk mendukung petumbuhan kultivan
hanya sedikit yang terasimilasikan (Tabel 4). Dari sejumlah pakan
Page | 30
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

yang diberikan, hanya 18-27% nitrogen dan 6-11% carbon yang


dapat diasimilasikan dalam tubuh udang. Artinya, terdapat sejumlah
nitrogen dan carbon yang dapat menjadi limbah nutrien. Sebagian
dari padanya dapat dikonversi menjadi biomas plankton, menguap
ke udara atau tertahan di sedimen.

Nitrogen tersedia dalam pakan dalam jumlah yang cukup tinggi,


oleh karena kebutuhan protein bagi udang cukup tinggi yaitu sekitar
27-60% (Tabel 5). Namun demikian, sebagian besar (78%) hanya
terbuang ke tambak atau sedikit yang terasimilasi dalam tubuh udang
(Gambar 3) sehingga menjadi bahan pupuk yang sangat mahal
untuk menstimulasi pertumbuhan plankton dan berbagai komunitas
mikrobial. Burford dan Williams (2001), rendahnya retensi nitrogen
dalam bentuk biomass udang dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain: formulasi kurang optimal dan kualitas bahan baku,
kelebihan pakan, serta rendahnya stabilitas pakan di air.

Tabel 4.
Komposisi pakan, assimilasi nutrien dan jumlah yang hilang
Page | 31
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

ke lingkungan (Smith dan Stewart, 1996 dalam Smith dan


Briggs,1998).

Proksimat analisis (%BK) Komposisi Assimilasi pada FCR 1.65-2.40a


Nutrien % non-
Pakan Udang (g/kg BK) (g/kg assimilasi)
Assimilasi
Protein 45,4±2,6 54,2±2,5 454 61,2-89,4 80,3-86,5
Lemak 6,1±0,5 4,9±0,5 61 5,5-8,1 86,7-90,9
Abu 12,8±0,8 19,3±0,8 128 21,8-31,9 75,1-83,0
Serat 3,1±0,4 2,3±0,2 31 2,6-3,8 87,8-91,6
Karbohidrat 23,0±2,4 19,3±1,5 23 21,8-31,9 86,2-90,5
Berat 90,3±1,1 24,6±1,2 - - -
Kering 7,08±0,59 11,50±0,18 70,8 13,0-19,0 73,2-81,6
Nitrogen 1,34±0,20 1,19±0,15 13,4 1,3-2,0 85,3-90,0
Posfor 43,16±1,71 41,2±1,3 43,16 46,5-67,9 84,3-89,2
Carbon
a
(1 kg pakan kering pada FCR 1,65-2,40 menghasilkan 113-165 g kering udang).

Tabel 5.
Kebutuhan protein dalam pakan pada berbagai jenis udang
(Lim and Akiyama, 1995, Guillaume 1997 dalam Tacon
Page | 32
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

2002).

Species Kebutuhan protein (%)


Penaeus japonicas 40-60
P. brasiliensis 45-55
P. monodon 35-50
P. aztecus 29-51
P. merguensis 34-50
P. indicus 40-43
P. setiferus 28-32
P. stylirostris 30-35
P. penicillatus 22-27
P. cailorniensis >44
P. kerathurus >40
P. vannamei >30
P. duorarum 30
Metapeneus monoceros 55
M. macleayi 27

Page | 33
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Lingkungan pemeliharaan (seperti salinitas) juga merupakan


salah satu faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan
pakan. Shiau (1998) melaporkan bahwa udang windu yang dipelihara
pada salinitas yang lebih rendah menunjukan eksresi amoniak yang
lebih besar dari pada yang dipelihara pada salinitas yang lebih tinggi.
Hal ini mengindikasikan adanya penggunaan protein sebagai sumber
energy bukan lemak pada media pemeliharaan berkadar garam rendah.
Sedangkan nitrogen yang dihasilkan dari erosi tambak (konstributor
bahan padatan terbesar di tambak hanya sekitar16%. Sumber N
lainnya adalah dari aliran air masuk (4%) dan pemupukan, curah
hujan, post larvae sejumlah sejumlah 2%. Jumlah N yang
mengendap di dasar tambak (24%), udang yang dipanen (18%), dan
air buangan (27%). Selebihnya (30% N) diasumsikan lepas ke
atmosfir sebagai N2 atau amonia.Tingginya kandungan N hasil
buangan akan berdampak pada badan air lainnya (receiving water).
Hal ini akan berlangsung secara cepat seiring dengan meningkatnya
jumlah buangan limbah ke lingkungan dan mengakibatkan terjadinya
penurunan mutu air (Martin et al.,1998).
Page | 34
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Gambar 3. Budget nitrogen (N) di tambak (Smith dan


Briggs, 1998).

Pada budidaya dengan sistem terbuka (open sistem),


pergantian air tidak menghasilkan buangan –N yang signifikan
(17%) (Tabel 12). Artinya, unsur N tetap tersedia dan terakumulasi
seiring dengan meningkatnya jumlah pakan yang diberikan.
Page | 35
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Keterlambatan dalam pergantian air akan menimbulkan masalah


seperti blooming fitoplankton dan pada akhirnya mengakibatkan stres
pada udang.

Adapun bentuk -N dari suatu proses budidaya dengan pemberian


pakan buatan dapat dilihat pada Gambar 4. Pada dasarnya ada tiga
sumber-N terlarut sebagai hasil dari proses pemberian pakan, yaitu:
ekskresi insang, leaching dari pakan, dan leaching dari feses.
Bentuk -N dari pakan berupa amina-amina primer terlarut (dissolved
primary amines, DPA, 23%), sedang -N yang dihasilkan dari proses
leaching pada feces terdapat dalam bentuk urea.

Page | 36
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Gambar 4. Model ekskresi -N (mmol m -2 d-1) dari insang, pakan,


dan feses udang dalam kolom air tambak (assumsi biomass 500
g/m2, pemberian pakan 4 x sehari, suhu air 28 oC, dan asumsi sisa
pakan 10%; Burford dan Williams, 2001).
Urea ini dapat digunakan oleh komunitas mikroba tambak secara
cepat, sedangkan organik -N terlarut yang dihasilkan dari proses
leaching pakan kurang efektif dimanfaatkan oleh bakteria dan hanya
terakumulasi di dasar tambak. Baik pakan maupun feses keduanya
secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas air tambak
khususnya dalam mengakumulasi DON (Dissolved organik N) dan
stimulasi pertumbuhan mikrobia. Oleh karenanya, sebagai upaya
untuk mengurangi buangan limbah dari tambak perlu dihindari
adanya over feeding dan berupaya meningkatkan retensi nutrien
dalam tubuh ikan dan udang. Selain kandungan -N, pakan merupakan
sumber posfor terbesar di tambak (Gambar 5). Dari gambar tersebut
diketahui bahwa kebanyakan posfor terakumulasi di tambak,
sehingga sekali lagi sangat penting untuk mengolah limbah dasar
tambak baik selama pemeliharaan maupun setelah pemeliharaan

Page | 37
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

berlangsung.

3.3 Alternatif Solusi Pengelolaan Limbah pada Sedimen Tambak

Burford et al., (2001) dalam Jackson et al., (2003) menjelaskan


bahwa ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan pengelolaan limbah nitrogen di tambak, yaitu :
1. Perbaikan formulasi dan pengelolaan pakan
2. Perbaikan proses nitrogen di tambak
3. Perbaikan sistem desain dan manajemen limbah di tambak

Page | 38
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Gambar 5. Budget posfor di tambak (Smith dan Briggs, 1998).

3.4 Perbaikan Formulasi dan Pengelolaan Pakan

Formulasi pakan dibuat melalui penggunaan berbagai bahan baku


guna menghasilkan nutrien dan energi yang sesuai bagi kultivan yang
dipelihara. Jumlah dan jenis bahan yang digunakan disesuaikan
dengan jumlah nutrien yang dikandungnya. Namun demikian
faktor berupa kecernaan bahan dan harga turut menentukan dalam
pembuatan suatu ransum atau formula pakan. Pakan udang
khususnya, memerlukan protein yang cukup tinggi dalam pakannya.
Hal ini berarti bahwa kandungan N dalam pakan cukup tinggi seperti
dijelaskan sebelumnya. Peningkatan kecernaan pakan dan
retensi/asimilasi dalam tubuh udang perlu dilakukan. Jika tidak,
sumber N tersebut akan lepas ke lingkungan dan pada akhirnya
berpegaruh terhadap mutu air tambak. Oleh karenanya, sebelum
membuat suatu formulasi, faktor kandungan nutrien dan tingkat
kecernaan bahan sangat diperlukan. Pada kenyataannya, bahan
hewani memiliki tingkat kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan
Page | 39
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

dengan bahan nabati. Tidak mengherankan jika dalam pembuatan


pakan udang penggunaan bahan hewani banyak digunakan seperti
tepung ikan, tepung kepala udang, tepung cumi, dsb. Disamping itu,
faktor lain adalah bahan hewani memiliki profil asam amino yang
lengkap serta mengandung zat attraktan (Tacon,1993).

Ketergantungan terhadap penggunaan tepung ikan dalam suatu


formulasi pakan cukup tinggi (Lim,1994), bahkan sebagai sumber
protein hewani, kontribusi protein lebih dominan yaitu sekitar 60%
(Goddard,1996). Hal ini menyebabkan penggunaan tepung ikan
menjadi issu penting saat ini oleh karena kelangkaan sumberdaya
serta kompetisi penggunaan dengan sektor lain seperti
peternakan.Terkait dengan masalah tersebut, kajian formulasi untuk
beberapa species diarahkan pada pencarian bahan baku pengganti
tepung ikan. Upaya ini tidak hanya dimaksudkan untuk mengatasi
kelangkaan sumberdaya, tetapi sekaligus menciptakan pakan
dengan harga murah (sumber protein cukup mahal) serta ramah
lingkungan.

Page | 40
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Penggunaan growth enhancer (GE) dalam pakan banyak


diaplikasikan dengan tujuan meningkatkan asimilasi nutrien dalam
tubuh ikan maupun udang. Sebagai contoh adalah penggunaan cumi-
cumi, hidrolisis udang kecil (krill) dan beberapa jenis ikan. Hasil
percobaan (Cordova-Murueta, et al., 2003) menunjukkan bahwa
penggunaan ketiga sumber GH tersebut dalam pakan udang
menunjukkan respon pertumbuhan yang baik meskipun dalam jumlah
relatif sedikit.

Aspek lain adalah pengelolaan pakan secara umum terutama


yang terkait dengan jumlah dan frekuensi pemberian. Jumlah pakan
harian yang diberikan meningkat seiring dengan bertambahnya lama
pemeliharaan. Faktor terpenting dalam hal ini adalah estimasi
biomass harian dan laju pertumbuhan (SGR) seperti ditunjukkan
pada formula berikut ini :
Wt = Wo x (1 + SGR/100)t………………………(1)
SGR = ln(Wt/Wo)/t x 100………………………….. (2)
JPt = Wt x F……………………………………... (3)
dimana :

Page | 41
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Wt = Biomass pada hari ke-t (g)


Wo = Biomass awal (hari ke-0; g)
SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%/h)
JPt = Jumlah pakan pada hari ke-t (g)
F = Prosentase pemberian pakan (%)
t = Lama pemeliharaan (hari)

Nilai SGR dapat diketahui melalui pertumbuhan udang secara


normal yang diamati secara periodik. Setelah penentuan jumlah
pakan harian, masalah berikut adalah berapa kali pakan
diaplikasikan. Frekuensi pemberian pakan dimaksudkan untuk
mengoptimalkan penggunaan pakan bagi udang. Pakan memiliki
kestabilan yang terbatas dalam air, sehingga dalam waktu relatif
singkat diharapkan dikonsumsi oleh udang. Pakan yang terlalu lama
di dasar tambak, selain dapat melepaskan utrien tertentu
(leaching), juga mudah hancur sehingga sulit untuk ditangkap oleh
udang. Suatu percobaan telah dilakukan oleh Smith et. al., (2002)
dengan simulasi pemeliharaan udang (berat awal 5,6 g/ekor) di bak

Page | 42
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

kapasitas 2500 liter. Ada empat perlakuan frekuensi pemberian


pakan, yaitu: 3; 4; 5; dan 6 kali sehari. Dari hasil percobaan
dilaporkan bahwa frekuensi pemberian pakan lebih dari 3 kali sehari
tidak menguntungkan selama pakan itu memiliki kandungan nutrisi
yang cukup serta kestabilan dalam air yang tinggi. Dalam percobaan
ini, lama pakan dalam air untuk semua perlakuan adalah sama yaitu
12 jam. Kajian ini perlu verifikasi di lapangan, mengingat aplikasi
pakan di tambak seringkali diberikan dengan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari.

3.5. Perbaikan Proses- N di Tambak

Penggunaan bakteri remedian sudah umum digunakan guna


mengurangi kadar amonia, bahan organik dan selanjutnya
memperbaiki akumulasi sedimen ditambak. Disamping itu,
penambahan sumber karbon (gula, molases, dsb) umum digunakan
dengan maksud untuk merubah komoditas bakteri di tambak
sehingga meningkatkan aktivitas bakteri heterotropik yang berperan
untuk mereduksi amoniak. Namun demikian, yang menjadi masalah
Page | 43
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

adalah dalam bentuk apa ammonia direduksi dan apakah berlangsung


lama? (Smith dan Briggs, 1998). Liu dan Han (2004) telah
melakukan kajian pengolahan limbah hasil pemeliharaan larva udang.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa penambahan bakteri
remedian (Bacillus subtilis) dan nutrin berupa glukosa dan atau
posfat sangat signifikan terhadap penurunan kadarbahan organik
terlarut (DOM) dan total amonia nitrogen (TAN).

Strategi lain yang dapat dilakukan guna mengurangi inorganik


N di tambak adalah dengan cara manipulasi C/N rasio melalui
penambahan materi yang mengandung carbon (carbonaceus
material). Pada prinsipnya, penambahan sumber karbon di sedimen
adalah sebagai sumber makanan bakteri guna menghasilkan energi
bagi pertumbuhannya. Selama proses pertumbuhan, berarti terjadi
pembentukan sel-sel baru dalam bentuk protein seperti ditunjukkan
dalam diagram berikut (Avnimelech, 1999) :

Aktivasi suspensi di tambak (Gambar 6) merupakan salah satu


alternatif untuk menjadi biofilter. Hal ini telah berkembang pada
budidaya ikan nila. Prinsip yang sama digunakan pada budidaya
Page | 44
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

udang intensif di Belize. Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa


pada budidaya sistem intensif aerasi dan pencampuran air terjadi terus
menerus, sebagai bagian integral dari operasional budidaya.
Proses pencampuran dan pengaerasian merupakan wujud sebagaian
besar dari sistem produksi berbasis bioteknologi. Dengan aktivasi
suspensi ini terjadi populasi bakteri yang sangat padat pada kondisi
optimal, dan selanjutnya digunakan untuk mengolah limbah dan
menjamin terciptanya kondisi budidaya yang aman bagi ikan,
skaligus mendaur ulang pakan dalam sistem budidaya.

Page | 45
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

Gambar 6. Skema aktivasi suspensi di tambak. Pemeliharan dan


pengelolaan limbah berlangsung dalam wadah yang
sama (Avnimelech, 2000).

Untuk sistesa protoplasma mikrobial secara optimal memerlukan


C/N rasio sebesar 10 : 1 (Worne, 1992). Rasio ini terkait erat dengan
komposisi karbon dan nitrogen masing-masing sebesar 50% dan 10%
berat kering dengan efisiensi assimilasi karbon sekitar 5-10%
(Boyd,1995). Hari et al., (2004) telah melakukan percobaan pembesaran
Page | 46
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

udang (P. monodon) skala laboratoris dan skala massal di tambak


tentang pengaruh penambahan sumber karbon. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa penambahan karbohidrat (tepung tapioka) secara
signifikan menurunkan TAN dan meningkatkan populasi bakteri
heterotropik baik di kolom air maupun di sedimen. Kajian selanjutnya
(Avnimelech,1999) memformulasikan secara detail bahwa untuk
mengimmobilisasi 1 kg TAN diperlukan 20 kg karbon.

3.6 Perbaikan Desain dan Manajemen Limbah di Tambak

Baik teori, eksperimen secara laboratoris dan data lapangan


menunjukkan bahwa kondisi dasar tambak sangat penting dalam
mendukung keberhasilan produksi udang. Hal mendasar dalam hal ini
adalah bagaimana meminimalkan penutupan dasar tambak oleh sludge.
Ada dua cara secara simultan untuk mengontrol sedimendi tambak,
yaitu : (1) aerator: yang mengarahkan limbah organik pada daerah atau
zona tertentu di dasar tambak sehingga bagian tambak lainnya tetap
bersih dari akumulasi sedimen; dan (2) adanya daerah untuk menangkap
sediment di dasar tambak. Terlepas dari cara tersebut, (Avnimelech dan
Ritvo,2003) menjelaskan bahwa hal penting dan umum dilakukan unuk
Page | 47
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

perbaikan kondisi dasar tambak adalah melalui perlakuan tanah dasar


antar siklus pemeliharaan, baik dengan pengeringan atau dengan
mengangkat lapisan sedimen. Lebih lanjut Boyd dan Pippopinyo (1994),
kadar air dan pH optimum untuk proses respirasi dasar tambak adalah
masing-masing 12-20% dan 7,5- 8,0.

3. 7. Aplikasi Probiotik dan Feed Additive

Alasan penggunaan probiotik (Poernomo, 2004) adalah sebagai


berikut :
 Dalam budidaya udang intensif (kepadatan tebar (30 40 PL/m2
untuk udang windu atau 80-100 PL/m2 udang vanamei,
penimbunan kotoran (faeces udang, sisa pakan dan bangkai
plankton) didasar cukup cepat selama pembesaran udang (2,5 -
>3,0 kg TS/kg udang).
 Kotoran ini walaupun di bersihkan setiap hari masih banyak
tertimbun didalam tambak.
 Dalam waktu pembesaran udang selama minimum 4 bulan terjadi
proses pembusukan terutama dalam kondisi anaerob yang
Page | 48
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

menghasilkan gas beracun (H2S, NH3, NO2, dll) yang sangat


bahaya bagi udang yang dipelihara. Udang bisa stress dan lebih
peka terhadap penyakit dengan dampak akhir kegagalan
budidaya.
 Air sumber banyak terkontaminasi dengan virus dan bakteri
pathogen.
 Pengaruh negatif dari hasil pembusukan kotoran (bahan organik)
tersebut dapat diantisipasi dengan penggunaan ProBiotik secara
tepat (jenis dan cara aplikasi).
 Penggunaan ProBiotik dapat meningkatkan mutu dan kesehatan
lingkungan dan bahan pangan.
Salah satu faktor kunci dalam memilih jenis probiotik yang
digunakan adalah probiotik tersebut sudah mendapatkan legalitas melalui
pengujian secara saintifik. Hal ini penting oleh karena sekarang ini
jenis probiotik yang beredar di pasaran sangat banyak sehingga
selektifitas sangat diperlukan untuk efisiensi faktor produksi.

Hal yang sama juga berlaku pada aplikasi jenis dan jumlah feed
additive. Perlu disadari bahwa udang memiliki pola makan yang berbeda
dibandingkan dengan ikan. Sistem makan dengan menggigit makanan
Page | 49
Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname

secara sedikit demi sedikit memungkinkan adanya pelepasan nutrien


(termasuk feed additive yang ditambahkan) ke dalam media budidaya.
Dengan demikian karakteristik bahan additive harus diketahui.

Page | 50

Anda mungkin juga menyukai