AKUAKULTUR
Disusun oleh:
Perikanan A
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2021
Akuakultur adalah rekayasa manusia dengan menambahkan input dan energi
untuk meningkatkan produksi oganisme akuatik yang bermanfaat dengan
memanipulasi tingkat pertumbuhan, mortalitas (kematian), dan reproduksinya.
Sebenarnya Akukultur sudah dikenal sejak kurang lebih 2000 tahun yang lalu.
Namun, baru disadari pentingnya akhir-akhir ini. Beberapa pakar ada yang
mendefinisikan akuakultur sebagai kegiatan pemeliharaan biota air pada kondisi yang
terkontrol, baik secara intensif maupun semimtensif.
Penyediaan benih bermutu dan induk unggul merupakan sarana produksi vital
bagi pembudidaya. Benih memainkan peranan penting sebagai sarana produksi utama
dalam mengoptimalkan sumber daya dan potensi perikanan budidaya. “Tersedianya
benih bermutu bagi pembudidaya merupakan faktor utama di dalam siklus
keberlanjutan produksi perikanan budidaya. Industri perbenihan dan pembesaran ikan
terjalin dalam mata rantai produksi yang terikat satu sama lain. Maksudnya, besar-
kecilnya produksi ikan konsumsi maupun ikan hias tergantung pada produktivitas
benih secara keseluruhan. Itu sebabnya, untuk menunjang dan mendukung
keberhasilan industrialisasi perikanan budidaya,baik perbenihan ikan air tawar, ikan
air payau maupun ikan air laut, diperlukan benih unggul dalam jumlah yang memadai
dan berkesinambungan. Pemeliharaan benih dapat dilakukan dengan sumber air yang
bersih, mengalir dan/atau aerasi, Pakan cacing sutra/Tubifex, Wadah akuarium,
fiberglass, kolam,
Benih ikan dalam umur, bentuk dan ukuran tertentu yang belum dewasa,
termasuk telur, larva, dan biakan murni alga. Pengamatan kesehatan benih dapat
dilakukan dengan perkembangan, aktivitas dan kesehatan benih diamatai secara
priodik baik melalui pengamatan visual, mikroskopis dan atau laboratoris. Benih
bermutu seperti benih yang dihasilkan melalui proses produksi yang baik dan benar,
yang dicirikan oleh beberapa karakteristik antara lain pertumbuhan cepat, seragam,
sintasan tinggi, adaptif, terhadap lingkungan pembesaran, bebas parasit dan tahan
terhadap penyakit, efisien dalam menggunakan pakan serta tidak mengandung residu
bahan kimia dan obat-obatan yang dapat merugikan bagi manusia dan lingkungan.
Pakan telah menjadi tantangan utama dalam akuakultur mengingat sumber protein
dalam pakan saat ini masih bergantung pada tepung ikan dan bungkil kedelai yang
sebagian besar masih impor sehingga menyebabkan harga pakan menjadi sangat
mahal padahal kontribusi biaya pakan ikan untuk produksi ikan mencapai 70% ,
tetapi yang diretensi oleh ikan sekitar 20-30% (rata-rata 25%) dari nutrien pakan
(Avnimelech dan Ritvo, 2003 dalam http//puguh.blogspot.com). Oleh karena itu
pencarian teknologi meningkatkan kemampuan retensi nutrient dan sumber protein
yang murah diperlukan untuk menjaga kesinambungan akuakultur
Pakan ikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam proses
pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan dapat berjalan optimal apabila jumlah pakan,
kualitas pakan dan kandungan nutrisi terpenuhi dengan baik. Pakan ikan terdiri dari
dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami biasanya digunakan
dalam bentuk hidup dan agak sulit untuk mengembangkannya. Sedangkan pakan
buatan, dapat diartikan secara umum sebagai pakan yang berasal dari olahan beberapa
bahan pakan yang memenuhi nutrisi yang diperlukan oleh ikan. Salah satu pakan ikan
buatan yang paling banyak dijumpai dipasaran adalah pelet. Pelet adalah bentuk
makanan buatan yang dibuat dari beberapa macam bahan yang kita ramu dan kita
jadikan adonan, kemudian kita cetak sehingga merupakan batangan atau bulatan
kecil-kecil. Ukurannya berkisar antara 1-2 cm. Jadi pellet tidak berupa tepung, tidak
berupa butiran, dan tidak pula berupa larutan (Setyono, 2012).
Permasalahan yang sering menjadi kendala yaitu penyediaan pakan buatan ini
memerlukan biaya yang relatif tinggi, bahkan mencapai 60–70% dari komponen
biaya produksi (Emma, 2006). Umumnya harga pakan ikan yang terdapat di pasaran
relatif mahal. Alternative pemecahan yang dapat diupayakan adalah dengan membuat
pakan buatan sendiri melalui teknik sederhana dengan memanfaatkan sumber-sumber
bahan baku yang relatif murah. Tentu saja bahan baku yang digunakan harus
memiliki kandungan nilai gizi yang baik yaitu yang mudah didapat ketika diperlukan,
mudah diolah dan diproses, mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ikan, dan
berharga murah. Misalnya sludge adalah sisa akhir dari pengolahan biogas yang
masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan yang memiliki kandungan
nutrisi lengkap yang dibutuhkan oleh ikan. Penambahan janggel jagung, tepung ikan
dan bekatul yang kurang bernilai ekonomis dapat dilakukan untuk menambah
kandungan nutrisi pada pelet yang dihasilkan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas,
penulis tertarik untuk memanfaatkan sludge, janggel jagung, tepung ikan dan bekatul
sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan dengan perbandingan tertentu sehingga
diperoleh pakan ikan yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan harga yang
relatif murah.
Pakan ikan dari nabati salah satunya adalah ampas tahu, ampas tahu merupakan
hasil sampingan dari proses pembuatan tahu dan potensinya di Indonesia cukup
tinggi. Kacang kedelai di Indonesia tercatat pada Tahun 1999 sebanyak 1.306.253
ton. Kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang
kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-112%, maka jumlah ampas tahu tercatat
731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat (http//bisnisukm.com).
Dilihat dari ketersediannya yang cukup melimpah dengan harga yang relatif murah
maka ampas tahu bisa menjadi kandidat yang cukup potensial untuk dijadikan
sebagai bahan baku pakan ikan, karena masih mengandung protein yang cukup
tinggi. Kedelai import umumnya mengandung protein sekitar 40%, sedangkan ampas
tahu berkisar antara 18% hingga 20%. Permasalahan muncul dalam penggunaan
ampas tahu ini yaitu kadar air yang cukup tinggi, dan serat kasar yang tinggi.
Beberapa penelitian tentang perbaikan kualitas ampas tahu ini telah banyak
dilakukan. Penelitian Azwar et al. (2009) mencatat terjadi kenaikan protein kasar
yang cukup tinggi dari ampas tahu yang difermentasi menggunakan Aspergillus
niger. Ampas tahu yang diinkubasi selama 7 hari dengan perpaduan sistem aerobik
dan anerobik mampu meningkatkan protein kasar sebesar 129,58% yaitu dari 15,40%
menjadi 35, 36%, menurunkan lemak sebesar 66, 32% yaitu dari 3,35 % menjadi
1,13% dan kenaikan abu sebesar 34,73% yaitu dari 2,42% menjadi 5,06 %. Kenaikan
abu ini di duga terjadi karena adanya peningkatan ketersediaan mineral khususnya
phosphat yang disebabkan terlepasnya ikatan fitat oleh enzim phitase yang
terkandung dalam A. niger.
Salah satu yang akan saya bahas adalah budidaya ikan hias. Bisnis ikan hias
memiliki prospek yang sangat menggiurkan, tidak perlu modal besar dan dalam
membudidayakannya tidak memerlukan keterampilan khusus serta pasarnya pun
terbilang cukup mudah, terutama di kota-kota besar. Untuk mendapatkan hasil
budidaya ikan hias yang baik dapat dilakukan dengan selalu menjaga kualitas dan
kuantitasnya. Dalam menjaga kualitas dan kuantitas tidak terlepas dari cara
budidaya ikan hias yang dilakukan. Budidaya ikan hias dapat menggunakan
wadah dari berbagai jenis selama tidak bocor. Wadah budidaya yang sering
digunakan untuk ikan hias adalah akuarium, kolam tanah, bak semen, kolam
terpal/plastik, bak fiber glass dengan ukuran yang beragam. Agar wadah
berfungsi dengan baik antara lain adalah wadah harus dapat menampung air
dengan baik, mudah dikelola dan tidak atau bukan berasal dari bahan yang dapat
mempengaruhi kehidupan ikan.
Kebanyakan ikan hias memiliki ukuran yang kecil, dengan demikian wadah
yang digunakan untuk pemeliharaannya pun harus berukuran kecil pula.
Penggunaan wadah untuk budidaya ikan hias tidak memerlukan tempat yang
besar dan luas seperti halnya ikan konsumsi. Dengan demikian, ruangan atau
wadah yang digunakan dapat menghemat tempat. Sesuai dengan namanya, maka
ikan yang digunakan sebagai penghias ruangan atau tempat yang dapat dipandang
mata dengan baik dan menyenangkan. Untuk itu, dalam budidaya dan
pemeliharaan ikan hias tersebut, wadahnya harus benar-benar mudah dikontrol
agar ikan yang dipelihara tetap berkualitas baik. Budidaya ikan hias dapat
menggunakan wadah dari berbagai jenis selama tidak bocor (Sakurai et al., 1990).
Wadah budidaya yang sering digunakan untuk ikan hias adalah akuarium, kolam
tanah, bak semen, kolam terpal/ plastik, bak fiber glass dengan ukuran yang
beragam. Selain itu, juga dapat dimanfaatkan barang-barang bekas yang tidak
bocor dan dapat ditambal dengan ukuran dan diameter yang beragam ukurannya.
Wadah budidaya ikan sistem airnya ada yang mengalir dan ada yang tergenang.
Wadah pembudidayaan ikan hias ini terdiri atas wadah perawatan induk,
pemijahan, penetasan telur, pendederan, pembesaran, dan penampungan hasil.
Apapun wadah yang digunakan tentunya fungsi dari wadah harus diperhatikan
dengan baik dan benar. Ada beberapa syarat agar wadah berfungsi dengan baik
antara lain adalah wadah harus dapat menampung air dengan baik, mudah
dikelola, dan tidak atau bukan berasal dari bahan yang dapat mempengaruhi
kehidupan ikan. Saat ini alternatif wadah dari plastik sebagai wadah untuk
budidaya khususnya ikan hias juga sudah banyak digunakan. Berbagai variasi
dalam bahan maupun bentuk mulai dari yang pabrikan atau cetakan sampai pada
yang buatan sendiri banyak dijumpai pada tempat-tempat budidaya ikan hias.
Persyaratan Wadah untuk Budidaya Ikan Hias Banyak alternatif wadah yang
dapat digunakan untuk budidaya ikan hias, namun sebaiknya wadah tersebut
memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai berikut: Wadah Tidak Bocor, Bahan
Wadah Tidak Mempengaruhi Kehidupan Ikan, Mudah Dikelola, Kuat dan Tahan
Lama Bahan untuk wadah budidaya ikan sebaiknya kuat dan tahan lama.
Walaupun daya tahan ini sangat relatif, yang jelas paling tidak harus tahan sampai
ikan dapat dipanen. Akan lebih baik bila wadah juga kuat dan tahan terhadap
lingkungan misalkan angin maupun hujan dan panas. Kolam yang berada di luar
(outdoor) harus dibuat dengan sistem yang dapat menghindari air berlebih atau
meluber saat hujan dengan membuat saluran limpasan, bisa juga dengan
memberinya naungan agar air hujan tidak masuk.
Irma Melati, Z. I. (n.d.). Pemanfaatan bahan nabati terfermentasi sebagai bahan baku
pakan ikan. Prosiding Seminar Nasional Ikan VI, 299-305. Retrieved from
http://iktiologi-indonesia.org/wp-content/uploads/2018/07/38.-Irma-
Melati.pdf