Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

PEMBESARAN IKAN LELE Clarias sp.

Disusun oleh:
Nama: Ida Ayu Widhiasih Nurtami
NIM: C24140002

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu komoditas perikanan yang sangat prospektif untuk
dibudidayakan dalam skala industri maupun rumah tangga adalah ikan lele
(Clarias sp.). Secara ekonomis, usaha budidaya ikan lele sangat menguntungkan
dan tidak membutuhkan perawatan yang rumit. Keunggulan budidaya ikan lele
adalah membutuhkan lahan yang terbatas dengan padat tebar tinggi, mudah
diterapkan di masyarakat, permintaannya tinggi, diversifikasi produk, waktu
pemeliharaannya singkat, dan pemasarannya relatif murah. Usaha pengembangan
ikan lele di Indonesia semakin meningkat. Permintaan konsumen yang cukup
tinggi terhadap ikan lele, mendorong pembudidaya untuk memproduksi ikan lele
sampai ukuran konsumsi (Aquarista et al. 2012).
Produksi ikan lele ukuran konsumsi secara nasional mengalami kenaikan
18,3 persen per tahun yaitu dari 24.991 ton pada tahun 1999 menjadi 57.740 ton
pada tahun 2003. Kebutuhan benih ikan lele mengalami peningkatan pesat yaitu
dari 156 juta ekor pada tahun 1999 menjadi 360 juta ekor pada tahun 2003 atau
meningkat rataan 46 persen/tahun (Jatnika et al. 2014). Perkembangan produksi
ikan lele di Indonesia meningkat secara signifikan selama 2006-2010, dengan
kenaikan rata-rata setiap tahun sebesar 39,66 persen. Pada tahun 2010, produksi
ikan lele meningkat drastis dari 144.755 ton pada tahun 2009 menjadi 242.811 ton
pada tahun 2010 atau naik sebesar 67,74 persen (Triyanti & Shafitri 2012).
Peluang usaha budidaya lele sudah bukan bisnis baru lagi di Indonesia..
Perkembangannya yang cepat terlebih setelah ditemukannya bibit unggul baru
seperti sangkuriang dan phyton, sehingga usaha ikan lele semakin berkembang
dan dapat menghasilkan keuntungan hingga puluhan juta rupiah. Dagingnya yang
empuk dan gurih sehingga sangat cocok untuk lauk. Ada banyak jenis olahan ikan
lele, mulai dari pecel lele, ikan bakar lele, hingga kemudian bisa menjadi satu
usaha franchise yang sangat terkenal di Indonesia. Permintaan pasar yang semakin
tinggi sehingga membuat peluang usaha budidaya ikan lele semakin digemari oleh
masyarakat baik sebagai usaha sampingan, maupun usaha utama sebagai mata
pencaharian (Nafisa 2015).
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah mahasiswa mampu menerapkan
prinsip-prinsip akuakultur di lapangan dan mampu melakukan pembesaran ikan
lele hingga ukuran konsumsi dengan berat 100 gram.

II. METODOLOGI

a. Waktu dan tempat praktikum


Pembesaran ikan lele dilaksanakan pada tanggal 23 November 2015
sampai dengan 28 desember 2015. Pemeliharaan di laksanakan di kolam
percobaan FPIK IPB. Materi praktikum diberikan oleh asisten di ruangan
Departemen Budidaya Perairan setiap hari kamis pukul 15.30 WIB – 18.00 WIB.

b. Alat dan bahan


Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum yaitu benih siap tebar,
kolam untuk pembesaran (kolam terpal), pakan, timbangan, serok, ember, air,
probiotik dan ekstak bawang putih.
III. TEKNIK PEMBESARAN IKAN LELE Clarias sp.

a. Prasarana dan sarana pembesaran ikan lele


i. Prasarana pembesaran ikan lele
a. Penyediaan air
Sumber air yang di gunakan untuk kegiatan pembesaran ikan lele yang
bertempat di kolam percobaan FPIK berasal dari danau LSI. Air tersebut
disalurkan pada bak besar sebagai bak penampungan. Kemudian air disalurkan
pada bak-bak pembesaran. Pembuangan air dari kolam pembesaran ke Sungai
Ciapus yang lokasinya tepat di belakang kampus IPB Darmaga, Bogor.

b. Penyedian kolam
Kolam yang digunakan dalam kegiatan pembesaran ikan lele adalah kolam
terpal. Jumlah ikan lele yang ditebar di kolam pembesaran adalah sebesa 9.441
ekor. Kolam yang digunakan dalam kegiatan pembesaran ikan lele adalah kolam
percobaan FPIK IPB. Pada dasarnya budidaya ikan lele dengan model kolam
terpal biayanya relatif murah. Terpal merupakan bahan plastik kedap air, dimana
sifat itu yang membuatnya berguna sebagai lapisan penahan air di kolam.
Keunggulan penggunaan kolam dari terpal antara lain kolam terpal mudah dibuat,
suhu kolam lebih stabil dibandingkan kolam semen, lele mudah dikontrol, dan
kondisi air relatif lebih bersih (Rosalina 2014).
ii. Sarana pembesaran ikan lele
a. Larva
Benih ikan lele yang digunakan merupakan hasil dari pendederan. Ukuran
ikan yang siap di tebar pada kolam pembesarana berukuran 7 cm – 8 cm. Benih
ikan yang di tebar sebanyak 9.441 ekor. Salah satu faktor yang menunjang
keberhasilan budidaya adalah tersedianya benih yang memenuhi syarat baik
kualitas, kuantitas, maupun kontinuitasnya. Benih yang tersedia dalam jumlah
banyak tapi kualitasnya rendah, hanya akan memberatkan petani pembesaran
karena hasilnya tidak seimbang dengan kualitas pakan yang diberikan. Sementara
benih yang berkualitas bagus tetapi jumlahnya terbatas juga tidak akak akan
meningkatkan produksi usaha pembesaran (Yulinda 2012).
Untuk mendapatkan benih yang berkualitas baik dalam jumlah yang baik,
harus melalui pembenihan secara terkontrol yaitu dengan melakukan pemijahan
buatan yang diikuti dengan pembuahan buatan. Benih lele yang dipilih harus
sehat, karena benih yang tidak sehat menyebabkan pertumbuhannya tidak optimal
dan mudah sekali terserang penyakit. Kriteria benih yang baik diantaranya adalah
ukuran seragam dan warna mengkilap, gerakan lincah dan gesit, tidak cacat dan
tidak ada luka ditubuhnya, bebas dari penyakit, posisi tubuh normal dalam air
(tidak mengambang ke atas), nafsu makan tinggi, dan tidak mudah stres (Sinjal
2014).
b. Pakan
Untuk mendapatkan pertumbuhan ikan yang optimum, perlu ditambahkan
pakan tambahan yang berkualitas tinggi, yaitu pakan yang memenuhi kebutuhan
nutrisi ikan. Nilai gizi pada ikan umumnya dilihat dari komposisi zat gizinya
seperti kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan minaral. Selain nilai
gizi makanan, perlu diperhatikan pula bentuk dan ukuran yang tepat untuk ikan
yang dipelihara (Dani et al. 2005). Pada kegiatan pembesaran ikan lele, pakan
buatan yang digunakan merupakan bentuk pelet. Tipe pelet yang digunakan
adalah pelet apung dengan merk COMFEED la 12-2 30 kg yang diproduksi oleh
japfa.

iii.Kegiatan pembesaran
a. Persiapan wadah (kolam) pembesaran
Persiapan wadah bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi
kehidupan ikan dan pertumbuhan pakan alami. Hal tersebut, untuk membuat
pertumbuhan lele selama dipelihara akan optimal. Persiapan wadah dimulai dari
membersihkan kolam yang akan digunakan dalam kegiatan pembesaran ikan lele.
Kolam mulai diisi dengan air hingga batas tertentu. Selanjutnya dilakukan
pemupukan yang bertujuan untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati
yang akan menjadi maknanan alami bagi ikan lele pada kolam tersebut. Pupuk
yang digunakan dalam pemupukan adalah pupuk urea. Benih hasil pendederan di
tebar di kolam pembesaran.
b. Pemeliharahan benih
Pemeliharan benih hasil pendederan yang ditebar di kolam pembesaran
tidak jauh berbeda dengan pemeliharan saat pendederan ikan lele. Ikan lele diberi
pakan tiga kali sehari pada waktu pagi, siang, dan sore hari. Sampling ikan
dilakukan setiap minggu untuk diketahui pertumbuhan dan petambahan bobot
rata-rata dari ikan lele
c. Pengelolahan pakan
Pakan adalah makanan yang dimakan oleh ikan kultur baik yang berasal
dari dalam wadah (ekosistem) produksi maupun dari luar wadah produksi (pakan
buatan). Pakan pertama kali dimanfaatkan untuk kebutuhan dasar dan belum
digunakan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan hanya dapat terjadi jika kebutuhan
energi untuk pemeliharaan dan aktifitas yang lain sudah terpenuhi dan jika
terdapat kelebihan energi maka akan dipergunakan untuk pertumbuhan (Kurniasih
2008). Pada kegiatan pembesaran ikan lele, feeding rate (FR) pakan adalah 6%.
Artinya jumlah pakan yang diberikan adalah 6% dari biomassa total ikan lele.
Pakan diberikan sebanyak tiga kali dalam sehari, yaitu pagi, siang, dan sore.
Dalam melakukan budidaya atau pemebesaran ikan lele manajemen pakan
harus diperhatikan. Menurut Kurniasih (2008), pakan merupakan faktor luar yang
dapat mempengaruhi mortalitas ikan. Cara pemberian pakan tidak dilakukan
dalam satu waktu seluruh pakan habis, tetapi tebarkan secara perlahan. Bila nafsu
makan ikan masih besar, tambahkan pelet hingga ikan lele tampak malas
menyambut pakan. Hal ini dilakukan juga untuk menghindari menumpuknya sisa
pakan didasar perairan yang nanti akan mengganggu pertumbuhan ikan.
Penyimpanan pakan (pelet) ikan harus diperhatikan agar pakan tidak ditumbuhi
cendawan dan berbau tengik (Ratnasari 2011).
d. Pengelolaan kualitas air
Kualitas air memegang pearanan penting dalam kegiatan budidaya. Untuk
mendapatkan hasil maksimal, kualitas dan kuantitas air harus tetap terjaga.
Penurunan kualitas air dapat mengakibatkan kematian, pertumbuhan terhambat,
timbulnya hama penyakit, dan pengurangan rasio konversi pakan. Faktor yang
berhubungan dengan air perlu diperhatikan antara lain oksigen terlarut, pH,
amonia, dan lain-lain. Kisaran optimum kualitas air pada pembesaran ikan lele
antara lain suhu 25-30 oC, pH 6,5-8,5, oksigen terlarut >4 mg/L, amonia <0,01
mg/L, dan kecerahan -50 cm (Ratnasari 2011).
Kualitas air harus dalam kisaran optimum untuk menunjang pertumbuhan
ikan lele. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan kualitas air adalah
timbunan sisa pakan di dasar perairan yang dapat menimbulkan amoniak.
Pengaruh yang berbahaya dari amonia yaitu berhubungan dengan nilai pH dan
suhu air. Kandungan amonia hasil metabolisme yang meningkat cenderung
menyebabkan gangguan yang bersifat fisiologis dan memicu stres. Stres
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh dan nafsu makan sampai mengakibatkan
terjadinya kematian (Wijaya et al. 2014). Oleh karena itu saat pemberian pakan
harus dipastikan bahwa pakan habis dimakan oleh ikan lele dan diberikan secara
perlahan. Suhu, oksigen terlarut, dan kecerahan air harus selalu diperiksa,
dikontrol, dan dilakukan pergantian air.
e. Manajemen kesehatan ikan
Penanggulang organisme patogen dapat dilakukan dengan manajemen
lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan
mencukupi. Bila serangan sudah terjadi dapat diobati menggunakan obat-obatan
yang direkomendasikan. Selain itu kita juga harus menjaga lingkungan budidaya
untuk tetap optimum bagi pertumbuhan ikan lele. Solusi dan tindakan terhadap
penyakit dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan tindakan pencegahan
atau preventif (lingkungan dan kualitas air) seperti penerapan biosecurity. Kedua
adalah dengan cara pengobatan atau kuratif (obat-obatan, vaksin, dll) melalui
pakan dan air (Dirjen Perikanan Budidaya 2004).
Pada kegiatan pembesaran, dilakukan pemberian probiotik. Penggunaan
probiotik ke dalam air pemeliharaan ikan dapat memberikan pengaruh yang baik
terhadap kesehatan ikan. Probiotik akan mengubah komposisi bakteri di dalam air
dan sedimen sehingga dapat memperbaiki beberapa parameter kualitas air dan
meningkatkan kelangsungan hidup ikan. Penambahan probiotik akan menguraikan
bahan organik di dalam kolam sehingga hasil dari bahan organik yang akan
menjadi amonia dapat ditekan konsentrasinya dimana amonia dapat mengganggu
kesehatan ikan budidaya (Aquarista et al. 2012).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil
i. Survival Rate
Survival rate (SR) yang diperoleh dalam kegiatan pembesaran ikan lele
adalah sebesar 95%.
ii. Growth Rate

Growth Rate (GR)


2.00
1.80 1.78
1.60
1.40
1.20
GR (g/hari)

1.09 GR
1.00
0.80
0.60
0.40
0.31
0.20 0.19
0.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Minggu ke-

Grafik 1. Pertumbuhan rata-rata (growth rate) ikan lele


Pertumbuhan rata-rata atau growth rate (GR) ikan lele pada minggu
pertama adalah 0,31 gram/hari dan pada minggu kedua turun menjadi 0,19
gram/hari. Pada minggu ketiga GR ikan lele meningkat cukup tinggi yaitu
menjadi 1,09 gram/hari dan terus meningkat pada minggu keempat yaitu sebesar
1,78 gram/hari.
iii. Spesific Growth Rate
Spesific Growth Rate
(SGR)
8.00
7.00 7.28
6.56
6.00
5.00 SGR
4.37
SGR (%)

4.00
3.00
2.00 2.04
1.00
0.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Minggu ke-

Grafik 2. laju pertumbuhan spesifik ikan lele


Terlihat pada grafik bahwa pada minggu pertama SGR ikan lele adalah
4,37% kemudian turun pada minggu kedua menjadi 2,04%. Pada minggu ketiga
SGR ikan lele naik kembali menjadi 7,28% dan kemudian turun kembali pada
minggu keempat menjadi 6,56%.
iv. Pertambahan panjang

Pertambahan Panjang
18.00
16.00
Pertambahan panjang (cm)

16.45
14.00
14.29
12.00
10.00 10.82
10.72 Pertambahan panjang
8.00
7.71
6.00
4.00
2.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Hari ke-

Grafik 3. Pertambahan panjang ikan lele.


Pertambahan panjang ikan lele mulai dari pertama kali ditebar pada kolam
pembesaran hingga hari ke-35 terus meningkat. Terlihat pada grafik pertambahan
panjang ikan lele berturut-turut adalah 7,71 cm, 10,72 cm, 10,82 cm, 14,29 cm,
dan 16,45 cm. Pada hari ke-17 pertambahan panjang ikan lele tidak begitu besar.
v. Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah Konsumsi Pakan


(JKP)
100.00
90.00
80.00 88.35
70.00
60.00 JKP
JKP (kg)

50.00 58.23
40.00 47.60
30.00
20.00 24.70
10.00
0.00
1 2 3 4
Minggu ke-

Grafik 4. Jumlah konsumsi pakan ikan lele


Jumlah konsumsi pakan ikan lele terus meningkat dari minggu pertama
hingga minggu keempat. Jumlah konsumsi pakan dari minggu pertama hingga
minggu keempat berturut-turut adalah 24,07 kg, 47,60 kg, 58,23 kg, dan 88,35 kg.
vi. Feed Convertion Ratio

Feed Convertion Ratio


(FCR)
3.00
2.50
2.00
FCR
1.50
FCR

2.69
1.00
0.50 1.20
0.51 0.77
0.00
1 2 3 4
Minggu (%)

Grafik 5. Feeding convertion rate (FCR) ikan lele


Nilai Feeding convertion rate (FCR) ikan lele bervariasi dari minggu ke
minggu. Pada minggu pertama nilai FCR ikan lele adalah 1,20 dan meningkat
menjadi 2,68 pada minggu kedua. Nilai FCR mengalami penurunan yang cukup
besar pada minggu ketiga yaitu menjadi 0,51 dan meningkat pada minggu
keempat menjadi 0,77.
vii. Efisiensi Pemberian Pakan

Efisiensi Pemberian Pakan


(EPP)
250.00

200.00 194.55
150.00 EPP
EPP (%)

130.10
100.00
83.06
50.00
37.23
0.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Minggu ke-

Grafik 6. Efisiensi pemberian pakan (EPP) ikan lele.


Efisiensi pemberian pakan ikan lele pada minggu pertama hingga minggu
keempat berturut-turut adalah 83,06%, 37,23%, 194,55%, dan 130,10%.

b. Pembahasan
Kelangsungan hidup atau survival rate adalah peluang hidup suatu
individu dalam waktu tertentu. Tingkat kelangsungan hidup akan menentukan
produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara.
Faktor yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan lele adalah padat
tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air (Ratnasari 2011). Kelangsungan
hidup ikan dalam kegiatan pembesaran ikan lele adalah 95%. Artinya peluang
hidup ikan lele yang dibudidayakan dalam kegiatan pembesaran dalam waktu
tertentu baik. Menurut Marnani et al. (2011), survival rate masih termasuk baik
jika kisarannya lebih dari 50%.
Growth Rate (GR) merupakan pertumbuhan rata-rata ikan lele.
Pertumbuhan rata-rata diperoleh dari perbandingan antara selisih bobot rata-rata
akhir dan bobot rata-rata awal per waktu. GR ikan lele terus meningkat dari
minggu kedua hingga minggu keempat. Nilai GR berturut-turut adalah 0,19
gram/hari, 1,09 gram/hari, dan 1,78 gram/hari. Terjadinya pertumbuhan
merupakan indikator bahwa energi yang dikonsumsi sudah melebihi energi yang
dibutuhkan untuk maintenance dan volunetary (Abidin et al. 2015).
Specific growth rate (SGR) adalah pertumbuhan rata-rata spesifik harian
ikan lele. Pertumbuhan fase awal hidup ikan mula-mula berjalan dengan lambat
untuk sementaran tetapi kemudian pertumbuhan berjalan dengan cepat dan diikuti
dengan pertumbuhan yang lambat lagi pada umur tua. Pertumbuhan berjalan
lambat karena sebagian besar makanannya digunakan pemeliharaan tubuh dan
pergerakan.

Jumlah konsumsi pakan ikan lele terus bertamabah setiap minggunya.


Jumlah konsumsi pakan ikan lele berturut-turut dari minggu pertama hingga
minggu keempat adalah 24,07 kg, 47,60 kg, 58,23 kg, dan 88,35 kg. Hal ini juga
berkaitan dengan bertambahnya biomassa ikan lele. Semakin besar biomassa ikan
lele maka jumlah konsumsi pakan ikan lele juga semakin besar. Karena nilai
jumlah konsumsi pakan berbanding lurus dengan biomassa ikan lele (Trisnawati
et al. 2014).
Konversi pakan yang diperoleh dalam kegiatan pembesaran ikan lele
berhubungan langsung dengan nilai efisiensinya. Semakin rendah nilai konversi
pakan maka nilai efisiensinya akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin tinggi
nilai konversi pakan makan nilai efisiensinya akan semakin rendah. Nilai konversi
pakan menunjukkan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan tiap
satuan berat ikan. Nilai efisiensi pakan menunjukkan jumlah pakan dalam berat
kering yang berhasil disimpan menjadi bagian dari tubuh ikan (Abidin et al.
2015). Pada minggu kedua diperoleh nilai FCR tertinggi yaitu 2,69 dan pada
minggu ketiga diperoleh nilai FCR terkecil yaitu 0,51. Pada minggu pertama nilai
FCR adalah 1,22 dan minggu keempat 0,77. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi
pakan pada minggu kedua rendah karena memiliki nilai FCR yang tinggi.

Ikan lele membutuhkan nutrisi yang cukup tinggi untuk menunjang


pertumbuhan dan kelulushidupannya. Oleh karena itu pakan yang diberikan harus
sesuai dengan kebutuhan baik jumlah maupun kualitasnya. Faktor utama yang
menentukan tinggi rendahnya efisiensi pemanfaatan pakan ialah nilai nutrisi
dalam pakan yang diberikan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
-menjawab tujuan

5.2 Saran
- saran untuk praktikum kedepannya bagaimana??

DAFTAR PUSTAKA
Dani NP, Budiharjo A, Listyawati S. 2005. Komposisi pakan buatan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan kandungan protein ikan tawes (Puntius
javanicus Blkr.). BioSMART. 7(2):83-90.
Rosalina D. 2014. Analisis kelayakan usaha budidaya ikan lele di kolam terpal di
Desa Namang Kabupaten Bangka Tengah. Maspari Journal. 6(1):20-24
VI.
Daftar pustaka
Abidin Z, Junaidi M, Paryono, Cokrowati N, Yuniarti S. 2015. Pertumbuhan dan
konsumsi pakan ikan lele (Clarias sp.) yang diberi pakan berbahan baku
lokal. Jurnal Depik. 4(1):33-39.
Aquarista F, Iskandar, Subhan u. 2012. Pemberian probiotik dengan carrier zeolit
pada pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Perikanan
dan Kelautan. 3(4):133-140.
[DIRJEN PERIKANAN BUDIDAYA]. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha
Lele Sangkuriang (Clarias sp.).Sukabumi (ID): Balai Budidaya Air Tawar
Sukabumi.
Jatnika D, Sumantadinata K, Pandjaitan NH. 2014. Pengembangan usaha
budidaya ikan lele (Clarias sp.) di lahan kering di Kabupaten
Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Manajemen
IKM. 9(1):96-105.
Kurniasih T. 2008. Evaluasi pertumbuhan, sintasan, dan nisbah kelamin huna biru
(Cherac albertisii) dan red claw (Cherax quadricarinatus) dengan
pemberian pakan alami dan pakan buatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia. 15(1):61-68.
Marnani S, Listiowati E, Santoso M. 2011. Frekuensi pemberian pakan dan
kondisi pemeliharaan berbeda terhadap laju pertumbuhan lele dumbo
(Clarias gariepinus). Jurnal Omni-Akuatik. 10(12):7-13.
Nafisa R. 2015. Peluang usaha ternak lele yang menguntungkan [internet].
[diunduh pada: 13 desember 2015]. Tersedia pada:
http://caramemulaiusaha.com/peluang-usaha-budidaya/
Ratnasari D. 2011. Teknik pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) di
biotech agro, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur [skripsi]. Surabaya
(ID): Universitas Airlangga.
Sinjal H. 2014. Efektivitas ovaprim terhadap lama waktu pemijahan, daya tetas
telur dan sintasan larva ikan lele dumbo, Clarias gariepinus. Jurnal
Budidaya Perairan. 2(1):4-21.
Trisnawati Y, Sumianto, Sudaryono A. 2014. Pengaruh kombinasi pakan buatan
dan cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap efisiensi pemanfaatan
pakan, pertumbuhan, dan kelulushidupan lele dumbo (Clarias gariepinus).
3(2):86-93.
Triyanti R, Shafitri N. 2012. Kajian pemasaran ikan lele (Clarias sp.) dalam
mendukung industri perikanan budidaya (studi kasus di Kabupaten
Boyolali, Jawa tengah). Jurnal Sosek KP. 7(2):177-191.
Wijaya O, Rahardja BS, Prayogo. 2014. Pengaruh padat tebar ikan lele terhadap
laju pertumbuhan dan survival rate pada sistem akuaponik. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. 6(1):55-57.
Yulinda E. 2012. Analisi finansial usaha pembenihan ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) di kelurahan lembah sari kecamatan Rumbai Pesisir Kota
Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 17(1):38-55.

Anda mungkin juga menyukai