Anda di halaman 1dari 31

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal memiliki kekayaan sumber daya perikanan yang cukup

besar, terutama dalam perbendaharaan jenis-jenis ikan. Sekitar 2000 spesies ikan

air tawar yang terdapat di Indonesia, sedikitnya ada 27 jenis yang sudah

dibudidayakan (Amri dan Khairuman, 2011). Ikan-ikan yang dibudidayakan

tersebut merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomi penting.

Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) merupakan komoditas asli Indonesia

yang sudah dibudidayakan sejak lama, namun demikian jenis ini hanya

terkonsentrasi di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat. Secara umum, budidaya ikan

nilem saat ini masih bersifat tradisional, bahkan hanya berupa sampingan dari hasil

budidaya ikan secara polikultur dengan ikan mas, mujaer atau nila dan gurame,

sehingga hasil budidaya belum optimal (Dian Azhar Semidang et al, 2018).

Pemijahan adalah salah satu kegiatan produksi benih untuk

keberlangsungan kegiatan berikutnya, mengingat perkembangan di alam mulai

mengurang akibat penangkapan yang berlebihan, maka dari itu perlu dilakukan

pelestarian atau budidaya. Pemijahan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :

pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning)

dan pemijahan buatan (induced/artificial breeding).

Salah satu kunci keberhasilan dalam pemijahan adalah pemilihan induk

yang tepat. Induk-induk yang diperoleh dari hasil kegiatan budidaya pada

umumnya tidak semua bagus, dalam arti semua hasil budidaya tidak dapat

dijadikan induk untuk dipijahkan. Oleh karena itu induk yang diperoleh dari
2

budidaya dipilih dan diseleksi menurut ukuran serta memenuhi syarat untuk

dipijahkan yakni harus sehat, tubuh tidak cacat, mempunyai ukuran berat yang siap

untuk dipijahkan dan dapat menghasilkan telur yang berkhualitas. Masa

kematangan gonad ikan Nilem untuk dapat menghasilkan telur dicapai pada umur

1-1,5 tahun sedangkan ikan sturgeon selama 14 tahun. Selain itu, masa rematurasi

yang dibutuhkan ikan nilem hanya selama 3 bulan (Novianto, 2013).

Agar mendapatkan larva ikan nilem dengan angka kelulushidupan yang

tinggi maka dibutuhkan teknik pemijahan dan penetasan telur. Hal di tersebut

penulis melakukan praktek magang di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar

(BBPBAT) Sukabumi untuk mengetahui dan mempelajari teknik pemijahan dan

penetasan telur ikan nilem (Osteochilus vittatus).

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk memperoleh pengetahuan

dan keterampilan dalam teknik pemijahan ikan nilem (Osteochilus vittatus) di

BBPBAT Sukabumi,serta mengetahui permasalahan dan alternatif pemecahan

masalahnya.

Sedangkan manfaat dalam praktek magang ini adalah dapat melakukan

praktek teknik pemijahan ikan nilem (Osteochilus vittatus).secara langsung,

menambah wawasan, pengalaman dan keterampilan mahasiswa dalam

menerapkan ilmu yang ditekuni untuk dijadikan bekal di masa yang akan datang

dalam menyongsong dunia kerja.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi dan Morfologi Ikan Nilem (Ostechilus vittatus)

Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) menurut (Saanin, 1968) diklasifikasikan

dalam: Kingdom: Animalia, Phylum: Chordata, Subphylum: Craniata, Class:

Pisces, Subclass: Actinopterygi, Ordo: Ostariophysi, Subordo: Cyprinoidae,

Famili: Cyprinidae, Genus: Osteochilus, Species: Osteochilus vittatus. Ikan nilem

akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5–6 ppm,

karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm

(Willoughby, 1999). Morfologi ikan Nilem (Osteochilus vittatus) dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Ikan Nilem (Osteochilus vittatus)


Sumber: superperikanan.com
Ikan nilem adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang sangat potensial

untuk dikembangkan menjadi produk unggulan budidaya perikanan. Dihabitat

aslinya, ikan ini banyak ditemukan hidup liar di perairan umum terutama di sungai-

sungai yang berarus sedang dan jernih.

Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia

yang hidup di sungai–sungai dan rawa–rawa. Ciri–ciri ikan Nilem yaitu pada sudut–

sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut–sungut peraba. Sirip punggung


4

disokong oleh tiga jari–jari keras dan 12–18 jari–jari lunak. Sirip ekor berjagak dua,

bentuknya simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari–jari keras dan 5 jari–jari lunak.

Sirip perut disokong oleh 1 jari–jari keras dan 13–15 jari-jari lunak. Jumlah sisik-

sisik gurat sisi ada 33-36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memanjang dan

pipih, ujung mulut runcing dengan mencong (rostral) terlipat, serta bintik hitam

besar kepada ekornya merupakan ciri utama ikan nilemIkan ini termasuk kelompok

omnivora, makanannya berupa ganggang penempel yang disebut epifition dan

perifition (Djuhanda, 1985).

Menurut Susanto (2001) suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup

ikan nilem berkisar antara 18 – 280C, dan untuk pH berkisar antara 6,7 – 8,6. Ikan

Nilem (Osteochilus vittatus) hidup di perairan yang jernih. Oleh karena itu, ikan ini

dapat ditemukan di sungai-sungai. Populasi ini hanya cocok dipelihara di daerah

sejuk, yang tingginya diatas permukaan air laut mulai dari 150 – 1000m, tetapi yang

paling baik adalah di daerah setinggi 800m, dengan suhu air optimum 18 – 280C.

Konsekuensi dari peningkatan usaha budidaya ikan nilem menyebakan

terjadinya peningkatan kebutuhan larva dan induk dalam jumlah besar.

Permasalahan yang dihadapi adalah mortalitas larva masih tinggi (Pillay dan Kutty,

2005). Mortalitas larva yang tinggi biasanya terjadi pada fase perkembangan larva

(Effendie,2002). Fase ini merupakan fase kritis yaitu saat kuning telur mulai habis

juga masa transisi ketika larva mulai memanfaatkan pakan dari luar (Effendie,

1997).

Kualitas dan kuantitas pakan merupakan faktor yang sangat penting dan

berhubungan dengan perkembangan larva (Samsudin et al. 2010). Pakan ikan

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pakan buatan dan pakan alami. Salah satu pakan
5

alami yaitu Spirulina sp. Pakan ini mampu menekan mortalitas larva. Spirulina sp.

Merupakan salah satu pakan alami larva udang dan ikan yang mempunyai nutrisi

tinggi. (Hariyati, 2008).

Menurut Jangkaru (1989), ikan nilem tahan terhadap penyakit, dan

termasuk dalam kelompok omnivora, di alam makanannya berupa periphiton dan

tumbuhan penempel dengan demikian ikan nilem dapat berfungsi sebagai

pembersih jaring apung. Potensi lain yang dimiliki ikan nilem sampai saat ini

telurnya yang sangat digemari oleh masyarakat karena cita rasanya yang gurih dan

saat ini sudah diekspor ke negara lain seperti Singapura, Taiwan, Malaysia, dan

Hongkong yang katanya sebagai bahan pembuat saos. Ikan nilem juga diolah

menjadi dendeng, abon, pepes, dan snek ikan (baby fish) terutama yang mempunyai

ukuran 5-7 gram.Dengan pertimbangan keunggulan komperatif tersebut diatas ikan

nilem sangat memungkinkan sekali untuk dibudidayakan dan dikembangkan

diberbagai wilayah.

2.2. Pemeliharaan dan Seleksi Induk

Sebelum dilakukan pemijahan pemilihan induk adalah faktor penting.

Keberhasilan pemijahan sangat ditentukan oleh kualitas induk dan lingkungan

pemijahan induk harus memenuhi persyaratan yaitu:induk betina umurnya

mencapai 1-1,5 tahun, berat badan sekitar 100 gram, bila diurut pelan-pelan kearah

genital ikan mengeluarkan cairan berwarna kekuning-kuningan. Induk jantannya :

perut mengembung dan terasa empuk ketika diraba, 8 bulan berat badan sekitar 100

gram, bila diurut perlahan-lahan kearah genital induk jantan akan mengeluarkan

cairan seperti susu, dengan menejemen induk yang lebih intensif rematurasi induk

ikan nilem diperlukan waktusekitar 3 bulan, dan dengan pakan yang intensif
6

protein 30-42% sangat bagus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas telur dan

benih yang dihasilkan (Musida, 2008).

Masa kematangan gonad ikan nilem untuk dapat menghasilkan telur dicapai

pada umur 1-1,5 tahun sedangkan ikan sturgeon selama 14 tahun. Selain itu, masa

rematurasi yang dibutuhkan ikan nilem hanya selama 3 bulan (Novianto, 2013).

Seleksi induk merupakan tahap awal dalam kegiatan budidaya ikan yang sangat

menentukan keberhasilan produksi. Dengan melakukan seleksi induk yang benar

akan diperoleh induk yang sesuai dengan kebutuhan sehingga produktivitas usaha

budidaya ikan optimal (Riskiyanto Efendi, 2017).

2.3. Pemijahan

Pemijahan merupakan kegiatan menggunakan induk ikan jantan dan betina,

dengan tujuan untuk memperoleh benih ikan dalam jumlah yang banyak dan

bermutu baik sehingga dapat dikembangkan menjadi ikan konsumsi dan

peremajaan induk. Pemijahan harus dilakukan di kolam khusus karena sangat

berpengaruh terhadap benih ikan yang dihasilkan baik mutu maupun jumlahnya.

Hardja mulia (1976) mengatakan bahwa faktor-faktor yang penting dalam

pemijahan adalah:

1. Induk yang baik dan sudah matang gonad,

2. Persiapan terutama untuk penetasan telur dan pemeliharaan benih,

3. Persediaan pakan alami dan makanan tambahan yang

cukup, mulai dari habisnya cadangan makanan (kuning

telur)

4. Sifat-sifat air yang cukup zat asam dan sedikit zat racun sisa

pembusukan.
7

Tingkat kelulus hidupan ikan nilem melalui pemijahan buatan dengan dosis

penyuntikan ikan betina 0,6 ml/kg bobot tubuh dan dosis penyuntikan ikan jantan

0,4 ml/kg bobot tubuh sudah sangat baik karena persentasenya > 90% (Anggraini,

2016).

Anak ikan yang baru ditetaskan dinamakan larva, tubuhnya belum

sempurna baik organ dalam maupun luar. Perkembangan larva dibagi menjadi dua

tahap, yaitu pro larva dan post larva. Prolarva masih mempunyai kantong kuning

telur, tubuhnya transparan, mulut dan rahang belum berkembang, ususnya

merupakan tabung yang lurus. Masa post larva mulai dari hilangnya kantong kuning

telur sampai berbentuk organ-organ baru sehingga pada akhirpost larva secara

morfologis sudah mempunyai bentuk seperti induk (Effendi, 1979).

Proses pembelajaran makan pada larva terjadi dari endogenous feeding

(sumber makanan yang masih berasal dari tubuh. Contohnya, kuning telur) ke

exogenous feeding (sumber makanan dari luar. Contohnya pakan tambahan).

Dengan keterbatasan organ pemangsanya karena masih dalam tahap

perkembangan, seperti gerakan berenang untuk memburu makanan yang masih

sangat terbatas, ukuran bukaan mulut sangat kecil, kondisi saluran pencernaannya

yang masih sangat sederhana, larva dipaksa untuk bisa memburu, memangsa dan

mencerna mangsanya. Upaya tersebut adakalanya tidak berhasil sehingga larva

tetap tidak bisa makan, sementara kuning telur sudah habis digunakan dan larva

mengalami ketiadaan sumber energi (Effendi, 1979).


8

2.4. Penetasan Telur

Ikan nilem termasuk ikan ovipar, oleh karenanya selain kualitas sel telur

dan spermatozoa, perkembangan embrio sangat dipengaruhi oleh faktor

lingkungan baik fisik maupun kimiawi. Beberapa parameter media inkubasi yang

menentukan perkembangan dan kelangsungan hidup embrio dan larva ikan meliputi

temperatur O2 terlarut, pH dan CO2 bebas (Wijayanti, 2010). Pada temperatur

rendah (23-25o C), metabolisme dan proses enzimetik yang memediasi diferensiasi

embrio berjalan dengan lambat sehingga perkembangan embrio lambat. Pada

temperatur tinggi (30-31o C) cleavage berjalan dengan cepat namun setelah

memasuki tahap gastrula hampir seluruh embrio mengalami kematian (Wijayanti,

2010).

Selain temperatur dan pH, embrio yang sedang berkembang membutuhkan

oksigen secara terus menerus. Konsumsi oksigen pada tahap awal rendah tetapi

terus meningkat sejalan dengan perkembangan embrio. Kebutuhan oksigen ini

berkaitan dengan proses respirasi dan metabolisme yang berlangsung selama

perkembangan embrional hingga penetasan (Wijayanti et al., 2010). Telur ikan

nilem dapat berkembang dan menetas dengan baik pada media dengan kandungan

oksigen terlarut sebesar 4,0-4,2 ppm hingga 6,0-7,7 ppm.

Pada pembenihan intensif, inkubasi embrio dilakukan dalam wadah atau

tempat yang terkontrol. Dalam skala kecil, inkubasi embrio dapat dilakukan dengan

menggunakan baskom, bak plastik atau pun akuarium yang dilengkapi dengan

sistem aerasi. Dalam skala yang lebih besar, inkubasi embrio dapat dilakukan dalam

bak terpal, bak fiber ataupun corong penetasan.


9

2.5. Pakan

Menurut Afrianto dan Liviawati (2005), ikan membutuhkan energi untuk

mempertahankan hidup dan kelestarian keturunannya. Sumber energi bagi ikan

bersumber dari pakan. Energi dalam pakan dapat dimanfaatkan setelah pakan

tersebut dirombak menjadi komponen yang lebih sederhana. Secara umum ikan

kebiasaan makanan ikan Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan pemakan

fitoplankton dan detritus. Makanan alam lainya biasanya berupa plankton baik

fitoplankton atau zooplankton ,kelompok cacing ,tumbuhan air organisme bentos

dan ikan maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada oraginsme

yang di pelihara (Taofiqurohman, 2007).

Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

pertumbuhan ikan, baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut.

Sedangkan pakan dibutuhkan oleh ikan sejak mulai hidup yaitu dari larva, dewasa

sampai ukuran induk. Tidak semua pakan yang dimakan ikan digunakan untuk

pertumbuhan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk metabolisme

basal (pemeliharaan) dan sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan

reproduksi (Fujaya, 2004).

Mokoginta (1998) dalam Habibi et al., (2013) menyatakan bahwa

pemberian pakan dengan kandungan nutrisi (protein, lemak, karbohidrat, meniral,

vitamin + E) yang baik akan mempengaruhi pematangan gonad, fekunditas dan

kualitas telur secara maksimal. Faktor pakan yang diberikan juga bisa

mempengaruhi kematangan gonad dikarenakan kandungan protein yang ada

dipakan yang berbeda- beda, mungkin ini salah satu penyebab kenapa bisa

kematangan gonad ikan berbedapula.


10

Pengelolaan pakan merupakan kunci keberhasilan dalam budidaya ikan air

tawar, karena ketersediaan pakan yang memadai secara kualitas dan kuantitas

akan berpengaruh terhadap keberhasilan pada budidaya ikan, berupa: ikan yang

sehat, tumbuh optimal dan berkualitas tinggi (DKP Provinsi Jateng, 2017).

Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan. Untuk

merangsang pertumbuhan, diperlukan jumlah dan mutu makanan yang tersedia

dalam keadaan cukup serta sesuai dengan kondisi perairan.

2.6. Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang sangat penting mempengaruhi

keberhasilan kegiatan pembenihan. Ikan Nilem akan melakukan pemijahan pada

kondisi oksigen berkisar antara 5 – 6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum

untuk kelangsungan hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm. Suhu yang optimum untuk

kelangsungan hidup ikan Nilem berkisar antara 18 – 28ºC, dan untuk pH berkisar

antara 6,7 – 8,6. Ikan Nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen

berkisar antara 5 – 6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan

hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm. Suhu pada media air selama penelitian berkisar 24 – 27

OC, serta pH dan DO-nya berkisar 6,23 – 7,25 dan 5,13 – 6,99 ppm (Siti Zahra et

al, 2021).

Pada lingkungan yang berubah terlalu asam atau tidak tertoleransi di bawah

5,5 atau alkali di atas 8,0 maka akan terjadi reaksi di dalam tubuh ikan sehingga

mempengaruhi perilakunya. Perubahan pH secara mendadak akan menyebabkan

ikan meloncat-loncat atau berenang sangat cepat dan tampak seperti kekurangan

oksigen hingga mati mendadak. Sementara perubahan pH secara perlahan akan

menyebabkan lendir keluar berlebihan, kulit menjadi keputihan dan mudah terkena
11

bakteri (Lesmana, 2001).

2.7. Hama dan Parasit

Hama juga dikenal sebagai predator atau pemangsa. Hama berupa hewan,

baik yang hidup didalam air maupun yang hidup didarat. Hama yang menyerang

ikan nilem antara lain keong, kodok dan burung. Kegiatan yang paling efektif

adalah melokalisir seluruh areal perkolaman dengan pagar tembok sehingga hama

tidak dengan mudah masuk ke areal perkolaman. Sedangkan gejala sakit yang

sering timbul pada ikan Nilem yaitu lemas atau stres, dan ditandai dengan

punggung ikan nilem menjadi berwarna hitam.

Secara umum, ikan yang terserang penyakit memiliki kelainan fisik atau

perilaku. Kelainan tersebut dapat dijadikan sebagai sasaran diagnosis infeksi parasit

ikan dan benih yang terinfeksi parasit biasanya permukaan kulit tampak gelap dan

terjadi kematian secara tragis. Kematian ikan yang disebabkan oleh parasit dapat

dibedakan dengan kematian ikan yang disebabkan faktor lain, misalnya kekurangan

pakan. Benih ikan yang mati akibat infeksi parasit cenderung mengapung di

permukaan perairan, sebaliknya ikan yang mati karena kelaparan cenderung

tenggelam di dasar perairan (Djarijah, 2001).

Penyakit ikan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan

gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat–alat tubuh atau sebagian alat tubuh,

baik secara langsung maupun tidak langsung yang datang dari interaksi yang tidak

serasi antara lingkungan, kondisi inang, dan adanya jasad patogen. Hal inilah yang

memungkinkan akan memberikan dampak kepada ikan bahwasanya ikan akan

sakit.

Penyakit akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan


12

akuakultur. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan padat tebar tinggi pada

area yang terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat mendukung

perkembangan dan penyebaranya. Kondisi dengan padat tebar tinggi akan

menyebabkan ikan mudah stres sehingga ikan menjadi mudah terserang penyakit,

selain itu kualitas air, volume air dan alirannya berpengaruh terhadap

perkembangan suatu penyakit. Populasi yang tinggi akan mempermudah penularan

penyakit melalui kontak antara ikan sakit dengan ikan sehat (Irianto, 2005).
III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan Praktek Magang akan dilaksanakan pada tanggal - Januari

sampai - Februari 2024 di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)

Sukabumi yang terletak di Jl.selabintana no 37,selabatu, Kec.cikole, kota

sukabumi,Jawa Barat.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan selama praktek pembenihan ikan nilem

dicantumkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat-alat yang Digunakan


Alat Fungsi
Keramba Wadah pemeliharaan induk
Timbangan Mengukur berat ikan
Jaring Tutup wadah pemijahan
Scoopnet Menangkap Larva
Penggaris Mengukur panjang induk
Serok Menangkap Induk Ikan
Multimeter Mengukur pH ,DO, dan suhu air
Kamera Digital Dokumentasi
Alat Tulis dan kuisioner Dokumentasi dan mendapatkan informasi
Aerator Menambah oksigen di perairan
Bak Pemijahan Wadah pemijahkan induk ikan
Bak Penetasan Telur Wadah untuk menetaskan telur ikan
Spuit Alat untuk menyuntik hormon ke ikan
Pemberat Alat untuk merapikan jaring agar tidak
mengapung ke permukaan

Bahan-bahan yang digunakan serta fungsinya selama praktek pemijahan

ikan Nilem dicantumkan pada Tabel 2.


14

Tabel 2. Bahan – bahan yang Digunakan


Bahan Fungsi
Induk Ikan Nilem Induk yang akan dipijahkan
Larutan NaCl fisiologis 0,9% Sebagai bahan pengencer ovaprim
Pelet Pakan ikan
Stabilizer Membius induk ikan
Ovaprim Hormon untuk merangsang Ovulasi

3.3. Metode Praktek Magang

Metode yang digunakan dalam praktek magang ini adalah praktek langsung

di lapangan pada objek-objek pemijahan ikan Nilem (Osteochilus vittatus). Data

yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh

langsung dari wawancara dengan pegawai Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Tawar Sukabumi. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yang berhubungan

dengan data yang diperlukan, serta ditambahi dengan literatur yang mendukung

kelengkapan dan kejelasan mengenai data yang didapatkan tersebut.

3.4. Tektik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer diperoleh langsung dari

wawancara dengan pegawai BBPBAT Sukabumi dan pengamatan langsung. Data

sekunder diperoleh dari instansi terkait yang berhubungan dengan data yang

diperlukan, serta ditabah dengan literatur yang mendukung kelengkapan dan

kejelasan mengenai data yang didapatkan tersebut.

3.5. Prosedur Praktek

3.5.1. Pemeliharaan Induk

Pemeliharaan induk Ikan Nilem (Osteochilus vittatus), selama pemeliharaan

diberi pakan komersial berupa pellet. Pemberian pakan dengan frekuensi 2 kali

sehari yaitu pagi dan sore secara at station. Wadah yang digunakan untuk

pemelihaarn iduk berupa keramba jaring apung dimana keramba tersebut terbuat
15

dari jaring yang disusun berukuran 5 x 5 dengan kedalaman air sekitar 1 m.

Keramba terletak di waduk 2 yang telah dilengkapi dengan kincir air yang berguna

memercepat masuknya oksigen kedalam air waduk. Pemeliharaan induk terletak

pada waduk 2 yakni KJA 12 dan KJA 9, induk jantan dan betina berada pada

keramba terpisah.

3.5.2. Seleksi Induk

Seleksi induk bertujuan untuk mendapatkan induk yang matang gonad

dengan mengecek lubang genital setiap induk. Untuk induk betina lubang gentital

berwarna merah dan membengkak, perutnya membuncit dan bila diurut keluar

cairan kuning sedangkan untuk induk jantan pada lubang genital terdapat tonjolan,

perut ramping dan bila diurut keluar cairan semen kental berwarna putih susu.

Kemudian diletakkan di dalam bak pemberokan.

3.5.3. Persiapan Wadah

Ketiga, dilakukan persiapan wadah seperti pencucian alat-alat yang akan

dipakai pada saat pemberokan, penetasan telur, Pencucian bak penetasan,

pencucian bak fiber untuk pemijahan, pemasangan hapa pada bak pemijahan dan

pemeriksaan aerasi.

3.5.4. Pemijahan Ikan Nilem

Sebelum melakukan pemijahan, ikan harus di berok (puasakan). Bak

pemberokan digunakan untuk menampung sementara induk ikan nilem sebelum

dilakukan penyuntikan. Bak yang terbuat dari bak fiber yang berukuran 1000 L ini

disiapkan sehari sebelum induk dipijahkan. Bak dibersihkan terlebih dahulu untuk

menghilangkan kotoran dan penyakit yang terdapat pada dinding serta dasar bak.

Setelah selesai dibersihkan maka dilakukan pengisian air dan bak ini dipasangkan
16

hapa dan dilengkapi dengan aerasi yang bertujuan untuk membantu proses

masuknya oksigen dalam bak pemberokan tersebut.

Selanjutnya, Pemijahan ikan nilem dilakukan dengan teknik pemijahan

semi alami. Setelah diberok induk dipijahkan dengan rangsangan hormon ovaprim

yang diencerkan dengan mengunakan NaCl 0.9%. Penyuntikan hormon ini pada

kegiatan budidaya sangat penting untuk dilakukan karena berfungsi untuk

merangsang terjadinya peningkatan proses fisiologis reproduksi akibat adanya

peningkatan jumlah hormon dalam tubuh (Tariga, 2012). Pemijahan dilakukan

dengan teknik semi buatan (inducedspawning). Semi buatan dilakukan dengan cara

merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon kemudian dipijahkan secara

alami. Hormon yang digunakan adalah ovaprim, Menurut Sukendi (1995), Ovaprim

adalah campuran analog salmon Gonadotropihin Releasing Hormon (sGnRH-a)

dan anti dopamine. Ovaprim adalah hormon yang berfungsi untuk merangsang dan

memacu hormon gonadothropin pada tubuh ikan sehingga dapat mempercepat

proses ovulasi dan pemijahan, yaitu pada proses pematangan gonad dan dapat

memberikan daya rangsang yang lebih tinggi, menghasilkan telur dengan kualitas

yang baik serta dapat menekan angka mortalitas.

3.6. Analisis Data

Seluruh Data yang diperoleh dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Tawar (BBPBAT) Sukabumi dikumpulkan dan ditabulasikan dalam bentuk tabel

dan dianalisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran tentang teknik

pemijahan Ikan Nilem (Osteochilus vittatus). Analisis data dilakukan secara

deskriptif untuk mendeskripsikan tentang permasalahan mengenai teknik

pemijahan Ikan Nilem lalu dicari solusinya sesuai keadaan langsung di lapangan
17

dan literatur yang sudah ada sebelumnya. Adapun parameter yang diukur dan rumus

yang dipakai adalah:

 Perhitungan Fekunditas

Fekunditas merupakan ukuran penilaian terhadap potensi reproduksi ikan

yaitu jumlah telur yang terdapat di dalam ovari ikan betina (Iswara, Saputra, dan

Solichin, 2014). Menurut Andy (2005) dalam Harianti (2013) Fekunditas ikan

ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik dengan rumus (Andy, 2005)

Fekunditas = 𝐵g x Fs 𝐵𝑠

Bs

Keterangan:

F= Jumlah seluruh telur (butir)

Bg = Bobot seluruh gonad (gr)

Bs = Bobot sebagian kecil gonad (gr)

Fs = Jumlah telur pada sebagian gonad (butir)

 Perhitungan FR% (Fertilization Rate)

Derajat pembuahan telur atau Fertilization Rate (FR) merupakan

presentase telur yang terbuahi dari jumlah telur yang dikeluarkan pada proses

pemijahan (Fariedah et al., 2018) dalam Ishaqi dan Sari (2019). Derajat

pembuahan telur (FR) dan daya tetas telur dihitung dengan rumus:

FR = (Jumlah telur terbuahi / Jumlah total telur) x 100

 Penghitungan HR % (Hatching Rate)

HR (Hatching Rate) merupakan presentase telur dari awal fertilisasi

hingga telur menetas,untuk mendapatkan nilai HR sebelumnya dilakukan

sampling larva untuk mendapatkan jumlah total larva yang berhasil menetas.
18

Menghitung HR dapat diketahui dengan menggunakan rumus (Mukti et al., 2001)

dalam Septihandoko dan Lamid (2020) yaitu:

(Jumlah telur yang menetas / Jumlah telur yang dibuahi) x 100

⮚ Untuk mengetahui persentase perhitungan % (Indeks Ovi

Somatic) dapatdigunakan rumus:

( ) ⅹ100

Keterangan : FR = Derajat Pembuahan Telur

HR = Derajat Penetasan Telur

IOS= Derajat Telur Yang Di Ovulasikan

3.6.1. Data Primer

Data Primer yang didapatkan melalui kegiatan langsung teknik pemijahan

ikan nilem yang dilakukan langsung di Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Tawar(BBPBAT) Sukabumi Beberapa data yang mencakup data primer ini yaitu:

Tabel 3. Sumber induk Ikan Niem (Osteochilus vittatus) yang Dipijahkan di


Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi
No Jenis Induk Sumber

1 Jantan
2 Betina

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui sumber induk Ikan Nilem (Osteochilus

vittatus) yang akan digunakan untuk dipijahkan di Balai Besar Perikanan Budidaya

Air Tawar Sukabumi.

Tabel 4. Pemeliharaan Induk Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) yang


Dipijahkan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
Sukabumi
19

Media Ukuran
No Jenis Induk Padat Tebar
Pemeliharaa Media
n Pemeliharaan
1

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui media pemeliharaan yang digunakan,

ukuran media, serta padat tebar induk Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) yang akan

dipijahkan yang ada di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Tabel 5. Wadah Pemijahan dan Penetasan Telur

No Bak Pemijahan Bak Pentasan Telur


1
2
3

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui wadah pemijahan dan penetasan telur

ikan Nilem (Osteochilus vittatus) yang akan dipijahkan yang ada di Balai Perikanan

Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.

Tabel 6. Jenis Pakan yang Diberikan Terhadap Induk Ikan Nilem


(Osteochilus vittatus) di Balai Besar perikanan Budidaya Air
Tawar Sukabumi.
No Induk Jenis Pakan Dosis Frekuensi

1 Jantan
2 Betina

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui jenis pakan yang diberikan, jumlah

dosisnya serta frekuensi pemberian pakan pada induk ikan Nilem (Osteochilus

Vittatus) di Balai Perikanan Besar Budidaya Air Tawar Sukabumi

Tabel 7. Kandungan Nutrisi Pakan

Nutrien Kandungan
20

Kadar air maks


Protein min
Lemak min
Serat Kasar maks
Abu min

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui kandungan nutrisi pakan yang

diberikan induk ikan Nilem (Osteochilus vittatus) di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Tabel 8. Tingkah Laku Induk Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) Sebelum


Memijah di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
Sukabumi

No Induk Tingkah Laku

1 Jantan
2 Betina

Berdasarkan Tabel 8 kita dapat mengetahui tingkah laku dan kebiasaan ikan

sebelum memijah dari hasil pengamatan yang telah dilakukan di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Tabel 9. Berat Induk Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) yang telah di Seleksi
di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi.
Jenis kelamin Berat induk (kg)
Induk I II III
Jantan
Betina

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui berat induk ikan Nilem yang akan

digunakan pada pemijahan buatan yang ada di Balai Perikanan Besar Budidaya Air

Tawar (BBPBAT) Sukabumi.

Tabel 10. Hormon dan Dosis yang Digunakan pada Pemijahan Ikan Nilem
(Osteochilus vittatus) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
Sukabumi.
21

Dosis (Ovaprim 0,3


No. Jenis Hormon Berat induk betina (kg)
ml/kg)

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui jenis hormon yang digunakan pada

pemijahan ikan Nilem (Osteochilus vittatus) serta dosis penggunaan hormon

tersebut.

Tabel 11. Fekunditas Ikan Nilem yang Dipijahkan

No Berat Berat Jumla Jumlah Fekundita


sampe Total h Telur Telur dalam s(butir)
l(ml) Telur (ml) Sampe 1 liter (butir)
l
(butir)

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui jumlah telur dari induk ikan Nilem

dengan bobot tubuhnya yang dipijahkan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Tawar (BBPBAT) Suakbumi.

Tabel 12. Index Ovi Somatic Induk Ikan Nilem yang Dipijahkan

Induk betina Berat telur yang


No sebelum di Induk betina sesudah dihasilkan(gram) IOS %
pijahkan dipijahkan (gram)
(gram)

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui jumlah index ovi somatic pada induk

ikan Nilem (Osteochilus vitattus) yang dipijahkan di Balai Besar Perikanan


22

Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Tabel 13. Ciri – Ciri Telur yang Terbuahi dan Tidak Terbuahi

No Telur Ciri – Ciri

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui ciri-ciri telur ikan Nilem (Osteochilus

vittatus) yang terbuahi dan tidak terbuahi.

Tabel 14. Fertilization Rate (FR)

Jumlah telur Jumlah telur


Wadah Jumlah total
yang terbuahi yang tidak FR %
penetasan telur(butir)
(butir) terbuahi (butir)

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui jumlah fertilization rate pada ikan

Nilem (Osteochilus Vittatus) yang dipijahkan di Balai Besar Perikanan Budidaya

Air Tawar Sukabunmi.

Tabel 15. Hatching Rate (HR)

Wadah Jumlah Telur Jumlah Telur yang


yang HR %
Terbuahi (butir)
Menetas (butir)

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui jumlah telur yang menetas dan

persentase telur ikan Nilem (Osteochilus vittatus) yang menetas di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.


23

Tabel 16. Pengukuran Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Induk ikan


nilem (Osteochilus vittatus) di Balai Besar Perikanan Budidaya
AirTawar (BBPBAT) Sukabumi.

Sampel Kualitas Air


Parameter Bak
Kolam Indukan Bak Pemijahan
penetasan
telur
Suhu (oC)
DO (mg/l)
pH

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui rata-rata kualitas air yang baik bagi

pertumbuhan ikan Nilem (Osteochilus vittatus) mulai dari pemeliharaan induk,

penetasan, dan pemeliharaan larva di Balai Besar Perairan Budidaya Air Tawar

(BBPBAT) Sukabumi.

Tabel 17. Hama dan Penyakit yang Ditemukan pada Ikan Nilem
(Osteochilus vittatus) yang Dipijahkan di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Tawar Sukabumi

No Fase Hama Penyakit


1. Induk
2. Telur
3. Larva
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui ada atau tidaknya hama dan penyakit

yang ditemukan pada ikan Nilem (Osteochilus vittatus) yang dipijahkan di Balai

Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

3.6.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari wawancara ditabulasikan dalam tabel. Data yang

diperoleh dianalisis dan akan ditarik kesimpulan. Adapun tabel yang diperlukan

adalah sebagai berikut:

Tabel 18. Tingkat Pendidikan Tenaga Pelaksana di BBPBAT Sukabumi

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase


24

Magister
Sarjana
Sarjana Muda
SLTA
SLTP

Dari Tabel 18 di atas dapat diketahui tingkat pendidikan tenaga pelaksana

di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Data ini

bergunauntuk mengetahui perkembangan pendidikan pekerja-pekerja di BBPBAT

Sukabumi dalam usaha pengembangan pada masa yang akan mendatang.

Tabel 19. Jumlah Pegawai dan Status Kepegawaian di BBPBAT Sukabumi


Status Kepegawaian Jumlah Persentase

Teknisi

Pegawai
Tata Usaha
Dll

Jumlah

Berdasarkan Tabel 19 di atas dapat diketahui status kepegawaian dan

jumlah pegawai yang ada di Balai Besar perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)

Sukabumi. Status kepegawaian yang didata meliputi teknisi, pegawai, tata usaha

dan lain-lainnya. Dari tabel 8 diatas dapat diketahui jumlah keseluruhan pegawai

yang ada dan persentasenya di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar

(BBPBAT) Sukabumi.

Tabel 20. Tingkat Keahlian Tenaga Pelaksana Di BBPBAT Sukabumi.


Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
25

Tenaga Ahli

Tenaga Terampil
Tenaga Pembantu

Berdasarkan Tabel 20 di atas dapat diketahui keahlian tanaga pelaksana di

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, sehingga

mempunyai bidang keahlian masing-masing untuk pembenihan ikan yang intensif

untuk mencapai hasil budidaya yang optimal.

Tabel 21. Jumlah dan Luas Tambak/Kolam di BBPBAT Sukabumi

Jenis Jumlah Bentuk Ukuran Luas

Tambak
Kolam
Dst

Jumlah

Dari Tabel 21 di atas dapat diketahui berapa jumlah, bentuk, ukuran, dan

luas keramba yang ada dan perkembangannya, hal ini erat kaitannya dengan

kegiatan budidaya ikan Nilem (Osteochilus vittalus) Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.

Tabel 22. Keadaan Sarana dan Prasarana yang Ada di BBPBATSukabumi

Sarana dan Prasarana Jumlah (unit) Keadaan

Dst
Jumlah

Berdasarkan Tabel 22 di atas dapat diketahui keadaan sarana dan prasarana

yang ada di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.
26

Sarana dan prasarana yang ada merupakan fasilitas yang dapat mendukung semua

kegiatan yang ada di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)

Sukabumi.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E Liviawaty.2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 203 hlm.


Anggraini, S. 2016. Pengaruh Sgnrh-A+ Domperidonen Dengan Dosis
Berebeda

Untuk Stimulasi Ovulasi,Kualitas Telur Dan Larva Ikan Pawas.Jurnal Perikanan


Dan Kelautan. Pekanbaru

Asmawi, S. 1986.Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Cetakan kedua. PT.


Gramedia, Jakarta. 44 hal.

Cahyono, B. 2000. Budidaya Ikan Di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta.


Djuhanda, M. 1985. Ikan Air Tawar. EGC. Jakarta.

Djarijah, S. A. 2001. Budidaya Ikan Bawal. Kanisius. Yogyakarta. 86 hlm.

Effendie I. 2002.Biologi Perikanan. Penebar Yayasan Pustaka Nusantara.


Yogyakarta. Indonesia. 15 hal.

Effendie, M.I. 1979. Biologi Perikanan Cetakan I. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Effendi. 1997. Biologi perikanan . yayasan pustaka nusatama: Yogyakarta. 163 hal

Fortearh N., L. Wee and M firth. 1993. Water quality. In : P. Hart and D.O„ Sullivan
(eds.). Recirculation Systems: Design, Contruction And Management.
University Of Tasmania At Launceston, Australia.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. PT.


Rineka Cipta, Jakarta.

Habibi. 2013. Kematangan Gonad Ikan Sepat Mutiara (Trichogaster leeri Blkr)
Dengan Pemberian Pakan Yang Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia, 1(2) :127-134

Hariyati. 2008. Perkembangan Post-Larva Ikan Nilem Osteochilus hasselti dengan


Pola Pemberian Pakan Berbeda. Jurnal Scripta Biologica, Volume 1:185-
192

Hardjamulia, A. 1987. Beberapa Aspek Pengaruh Penundaan Dan Frekueensi


Pemijahan Terhadap Potensi Reproduksi Ikan Mas( Cyprinus carpio L).
Desertasi Pada Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Jangkaru. Z. 1989. Budidaya Ikan Dalam KantongJaring Terapung. Pros.Lokakarya


Nasional Teknologi Tepat Guna Bagi Pengembangan Perikanan Budidaya
Air Tawr. Bogor, Hlm 82-92
28

Lesmana, d.s. 2001. Kualitas air untuk ikan hias air tawar. Penebaran swadaya,
Jakarta . 88 hal

Musida. 2008. Siklus Reproduksi Ikan, Feromon Sex dan Kebutuhan Lingkungan
untuk Memijah. Artikel Penelitian Biologi.

Pillay TVR, Kutty MN. 2005. Aquaculture principles and practices “second
edition”. USA:Blackwell Publishing.

Rustidja. 2004. Pembenihan Ikan-Ikan Tropis, Fakultas Perikanan Universitas


Brawijaya, Malang. 120 hlm.

Saanin. H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Cetakan I. Bina Cipta,
Jakarta.

Samsuddin R, Suhenda N, Suhli. 2010. EvaluasiPenggunaanPakandengan Kadar


Protein yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Benih IkanNilem
(Osteochilushasselti).Prosiding Forum Inovasi teknologi
Akuakultur;Bogor.P.697-701.

Subagja.J., R.Gustiano dan L. Winarlin .2006. Pelestarian Ikan Nilem (Osteochilus


hasselti C.V) Melalui Teknologi Pembenihannya. Dalam : Lokakarya
Nasional Pengolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia
: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional. Bogor. P
279- 286.

Sukendi, 2003. Vitelogenesis dan Manipulasi Fertilisasi pada Ikan. Bagian Bahan
Mata Kuliah Biologi Reproduksi Ikan. Jurusan Budidaya Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. 110 hal.

Susanto, h. 2001. Budidaya ikan di perkarangan. Penebaran swadaya, Jakarta.

Sutisna, D. H. dan Sutarmanto.1995. PembenihanIkan Air Tawar.Yogyakarta :


Kansius.

Taufiqurohman, S. Dkk, 2007. Studi Kebiasaan Makanan Ikan (Food Habit) Ikan
Nilem (Ostechilus vittatus) Di Tarogonong Kabupaten Garut. Laporan
Penelitian Peneliti Muda (LITMUD) UNPAD. Universitas Padjajaran.
Bandung

Wijayanti, G.E., Sugiarto, P. Susatyodan A. Nuryanto. 2010.


PerkembanganEmbriodan Larva IkanNilem yang Diinkubasipada media
denganBerbagaiTemperatur.Prosiding Seminar Nasional Basic Science
VII Vol III hal 180-187.

Willougbhy. S. 1999. Manual of Salmonid Farming. Black Well Science,


London.Pillay TVR, Kutty MN. 2005. Aquaculture principles and
practices “second edition”. USA:Blackwell Publishing.
29

LAMPIRAN
30

Lampiran 1. Organisasi Praktik Magang

1. Pelaksana Praktik Magang

Nama Lengkap : AddinaFitria

NIM : 2104110698

Jurusan : Budidaya Perairan

Alamat : Jl.T. Bey Sei Mintan II No. 5

2. Dosen Pembimbing

Nama Lengkap : Prof. Dr. Ir. Sukendi, MS

NIP : 196210131989031001

Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan KelautanUniversitas Riau

Alamat Kantor :Fakultas Perikanan dan Kelautan,Universitas Riau, Kampus

Bina Widya Km. 12,5 Pekanbaru, Riau28293


31

Lampiran 2. Anggaran Biaya Magang

1. Biaya Persiapan

a. Pengerjaan proposal Rp. 100.000


b. Memperbanyak proposal Rp. 80.000
c. Kertas alat tulis Rp. 85.000 +
Rp. 265.000
2. Biaya pelaksanan
a. Tranportasi Rp. 4.000.000
b. Sewa kamar selama magang Rp. 800.000
c. Konsumsi Rp. 1.500.000
d. Dokumentasi Rp. 100.000 +
Rp. 6.400.000
3. Biaya penulisan laporan
a. Pengetikan laporan Rp. 100.000
b. Perbanyakan laporan Rp. 100.000
c. Biaya ujian Rp. 450.000 +

Rp. 650.000

d. Biaya tidak terduga Rp. 1.000.000 +


Rp. 8.315.000

Total Biaya ”Delapan Juta tiga ratus lima belas ribu Rupiah”

Anda mungkin juga menyukai