Anda di halaman 1dari 20

1.

MEMAHAMI BUDIDAYA PERIKANAN

1.1 PENDAHULUAN

1.1.1 DESKRIPSI

Ikan sebagai sumber protein hewani makin meningkat permintaannya dengan


meningkatnya kesadaran masyarakat pada gizi asupan makanan. Ikan-ikan laut hasil tangkapan
nelayan yang mengisi sebagian besar produk ikan dipasaran mulai bergeser dengan produk
ikan budidaya. Stagnannya hasil tangkapan atau bahkan cenderung menurun menyebabkan
kekosongan produk pada pasar yang selalu meningkat. Tentunya produk perikanan budidaya
menjadi produk ikan yang mengisi kekurangan dari produk tangkapan alam.
Budidaya ikan di Indonesia menjadi salah satu sektor yang mengalami perkembangan
pesat dan diandalkan memenuhi kebutuhan produk ikan baik pasar domestik mapun ekspor
akibat semakin luasnya perairan laut Indonesia yang telah mengalami penangkapan ikan
berlebih. Luasnya wilayah perairan laut dan darat memberikan potensi besar wilayah Indonesia
sebagai lahan budidaya ikan.
Berbagai jenis ikan baik ikan laut, payau maupun tawar telah dikembangkan di
Indonesia. Berbagai jenis wadah budidaya ikan telah dimanfaatkan menyesuaikan kondisi
lingkungan dan kebutuhan. Untuk itu sebelum membahas lebih mendalam tentang pakan ikan,
perlu dipahami terlebih dahulu tentang budidaya ikan sehingga dapat memberikan gambaran
awal manfaat pakan ikan untuk perkembangan budidaya ikan.
Dalam bab ini disampaikan tentang teknis budidaya dengan ke-empat faktor utamanya
yaitu (1) Komoditi ikan itu sendiri, (2) Air sebagai media hidup ikan, (3) Wadah
budidaya ikan dan (4) Pakan Ikan. Meskipun secara singkat, diharapkan dapat
memberikan penyegaran dan gambaran awal mempelajari pakan ikan.

1.1.2 RELEVANSI
Budidaya ikan sebagai bidang yang memanfaatkan pakan ikan harus dipahami
lebih awal bagi mahasiswa sebelum mempelajari tentang pakan ikan. Pemahaman jenis
ikan yang dibudidayakan, metode budidaya dan perkembangannya menjadi landasan
bagi mahasiswa untuk memanajemen pakan ikan serta merekayasanya.
Mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang sistem budidaya ikan untuk
memenuhi kebutuhan ikan pada pasar lokal maupun internasional. Pemahaman bab ini
menjadi dasar bagi mahasiswa untuk mempelajari bab selanjutnya.
1.1.3 KOMPETENSI
Pada akhir pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi
berupa pemahaman tentang budidaya ikan. Adapun materi pokok yang disampaikan
dalam bab ini adalah faktor utama dalam budidaya ikan.

1.2 PENYAJIAN

Budidaya perikanan dapat juga disebut akuakultur dengan mengadopsi istilah


berbahasa inggris yaitu aquaculture merupakan kegiatan untuk memproduksi biota
(organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan
(profit) baik memperbanyak jumlah individu (reproduksi), meningkatkan bobot
(pertumbuhan) maupun meningkatkan kualitas. Pembudidayaan ikan menurut UU no.
31 th. 2004 tentang Perikanan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan,
dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
lingkungan hidup baru, laju pertumbuhannya cukup tinggi, mampu berkembang biak
dalam keadaan tertangkap, mampu menyesuaikan diri terhadap makanan buatan yg
diberikan, dapat dibudidayakan dengan kepadatan tinggi, tahan terhadap penyakit dan
parasit dan memenuhi selera konsumen.
1.2.1 Komoditi Budidaya Perikanan

Komoditi budidaya perikanan secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2


tujuan utama yaitu sebagai produk konsumsi dan ikan hias. Meskipun terdapat tujuan-
tujuan lain seperti bahan baku kosmetik, namun sebagian besar masih terbagi dalam
dua tujuan besar diatas.

Komoditi Budidaya Perikanan Konsumsi

Budidaya produk perikanan konsumsi telah berkembang pesat di Indonesia


baik pada komoditi ekspor maupun untuk pasar lokal. Sebagai perwakilan komoditi
budidaya ikan konsumsi populer yang dikembangkan di Indonesia adalah ikan lele
pada komoditi perikanan air tawar dan udang vanamei pada komoditi budidaya
perairan payau dan laut.
Ikan Lele ( Clarias sp) menjadi produk primadona lokal di sebagian besar
wilayah Indonesia. Beberapa wilayah seperti kepulauan Bangka Belitung yang
sebelumnya memiliki masyarakat yang anti pada ikan lele menjadi wilayah dengan
deretan warung pecel lele. Produksi ikan lele dari petani lokal tidak mencukupi
kebutuhan sehingga harus didatangkan dari wilayah lain seperti Palembang dan
Jakarta.
Lele menjadi primadona tidak hanya bagi konsumen karena cita rasanya,
namun juga bagi petani pembudidaya dengan proses budidayanya yang relatif mudah.
Daya tahan tubuh lele yang lebih kuat terhadap perubahan kualitas air menjadikan ikan
ini dapat dibudidayakan pada perairan yang kurang optimum sekalipun. Perairan pulau
Bangka yang cenderung asam dan kurang optimum untuk komoditi perikanan tawar
lainnya, dapat digunakan untuk membudidayakan ikan lele.
Berbagai strain ikan lele telah dihasilkan peneliti maupun pembudidaya ikan
disamping jenis-jenis lele lokal. Setelah muncul ikan lele paiton yang diproduksi
perusahaan pakan ikan Charoen Phokhpand, berturut-turut diperkenalkan strain-strain
ikan lele seperti lele sangkuriang dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
(BBAT) Sukabumi, lele piton yang mirip ular piton dari pembudidaya ikan di Jawa
Barat dan lele masamo yang diproduksi perusahaan pakan ikan Matahari Sakti di
Mojokerto. Percepatan pertumbuhan menjadi andalan strain-strain ikan lele tersebut
dengan efektifitas pemanfaatan pakan. Lele-lele tersebut dipromosikan mampu
mencapai hasil 1 kilogram ikan dengan 0,8 kilogram pakan ikan atau sering disebut
FCR 0,8 (Feed Convertion Ratio). Perkembangan strain-strain tidak berhenti pada
publikasi, dimana petani-petani ikan di Blitar mengklaim mampu menghasilkan
produksi ikan lele lebih cepat ketika pembesarannya menggunakan benih dari ikan lele
sangkuriang dengan ikan lele dumbo lokal. Yang pasti perkembangan strain semakin
beragam dalam upaya yang sama yaitu menghasilkan produksi budidaya ikan lele yang
cepat dan meningkatkan keuntungan petani pembudidaya ikan.
Secara umum budidaya ikan lele dibagi dalam proses pembenihan dan
pembesaran. Proses pembenihan dapat dilakukan secara alami, semi buatan dan
buatan. Pembenihan secara alami tidak banyak perlakuan oleh manusia selain seleksi
induk yang matang gonad, semi buatan telah menggunakan hormon buatan untuk
mempercepat pemijahan namun proses pemijahan dilakukan secara alami sedangkan
cara buatan dilakukan dengan campur tangan manusia baik penyuntikan hormon
maupun pencampuran sel telur dan sel sperma.
Pada tahap pembesaran, secara umum dilaksanakan melalui tahapan persiapan
kolam, penebaran benih, pemberian pakan selama pemeliharaan, pengendalian kualitas
air dan penyakit serta diakhiri pemanenan. Ikan lele yang bersifat omnivora cenderung
carnivora menjadikan munculnya kanibalisme selama budidaya, sehingga perlu
dilakukan grading dan pemisahan dalam periode waktu tertentu.

Gambar 1.1. Proses pembenihan ikan lele

Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) saat ini menjadi produk unggulan


budidaya perairan payau disamping bandeng. Pesisir-pesisir di Indonesia bertebaran
tambak-tambak udang yang membudidayakan udang vanamei untuk mensuplay
kebutuhan bahan baku pabrik-pabrik pembekuan udang yang berorientasi ekspor.
Sekitar satu dasawarsa sebelumnya, udang windu (Peneaus monodon) atau dengan
nama dagang Black Tiger menjadi primadona budidaya udang dengan permintaan serta
harga jual yang tinggi pada pasar internasional. Namun seiring bermunculan penyakit-
penyakit yang menyerang udang windu dan sulit terkendali menjadikan produksi
udang windu menurun tajam dan mulai digantikan dengan udang vanamei.
Secara umum proses budidaya udang dibagi menjadi pemijahan, pendederan
dan pembesaran. Pemijahan udang dilakukan secara alami, namun untuk mempercepat
pematangan gonad, dilakukan proses ablasi dimana dilakukan penjapitan atau
pemotongan tangkai mata udang. Hal ini dilakukan karena terdapat hormone
penghambat gonad yang dapat dicegah dengan teknik ablasi.

Gambar 1.2, Sistem Hormon Induk Udang ( Setiawan A, 2004)

Setelah pembenihan dilakukan pendederan atau disebut juga pentongkolan


selama kurang lebih 20 hari. Benur udang ditebar dalam tambak dengan kepadatan 1–3
ekor /m3 untuk budidaya tradisional, 3-10 ekor /m3 untuk semi intensif dan 10–30
ekor /m3 untuk tambak intensif. Sistem budidaya intensif dan tradisional ini
menunjukkan sejauh mana ketergantungan kebutuhan udang terhadap manusia. Pada
sistem intensif hamper seluruh kebutuhan udang diberikan oleh manusia.
Pemeliharaan udang dilakukan selama kurang lebih 4 bulan. Pengendalian
penyakit, monitoring kualitas air, manajemen pakan udang sangat mempengaruhi
tingkat keberhasilan budidaya udang. Setiap 1 minggu, perlu dilakukan sampling untuk
menentukan kondisi udang dan jumlah pakan yang diberikan ( Nonny, 2004).

Tabel 1.1. Jenis dan Ukuran Pakan Udang berdasarkan umur udang.
Komoditi Budidaya Ikan Hias
Ikan hias memiliki peminat yang tidak sedikit baik dari konsumen dalam negeri
maupun luar negeri. Berbagai jenis ikan yang memiliki keindahan telah dikembangkan
di Indonesia. Bahkan Indonesia telah memiliki Balai Riset Ikan Hias (BRIH) yang
khusus mengembangkan ikan hias yang berlokasi di Depok.
Ikan hias yang dibudidayakan mulai dari pembenihan hingga pembesarannya
masih didominasi oleh ikan air tawar. Untuk ikan air laut beberapa telah mampu
dipijahkan secara terkontrol, diantaranya adalah ikan badut atau clown fish.
Ikan clownfish (Ocellaris clownfish) memiliki sifat hermafrodit, maka relatif
mudah untuk mendapatkan sepasang heteroseksual ikan clownfish. Cukup
menempatkan dua ikan remaja ke dalam akuarium yang sama. Ikan yang paling
dominan biasanya berubah menjadi betina, sementara lainnya akan mengembangkan
testis fungsional. Salah satu prasyarat yang paling penting untuk pembibitan ikan
clownfish adalah bahwa ikan "merasa" aman. Nutrisi yang baik diperlukan ikan
clownfish akan bertelur. Ikan jantan membakar banyak kalori untuk mempertahankan
sarang sehingga energi dari makanan sangat diperlukan. Nutyang yang baik tidak
hanya untuk induk ikan, tetapi juga akan mempengaruhi kesehatan telur dan larva,
serta fekunditas betina. (Scott W, Fish Channel.com)
Sedangkan jenis-jenis ikan hias air tawar sangat beragam mulai dari yang
relative mahal seperti arwana, koi (Ciprinus carpio) hingga ikan hias bernilai
ekonomis sedang seperti ikan koki, manfish, black ghost dan ikan dari marga chiclid.
BRIH depok juga mengembangkan jenis-jenis ikan eksotis di Indonesia sebagai ikan
hias seperti ikan pelangi dari sungai di Papua, ikan gurami padang dan ikan botia.
Sistem budidaya ikan dapat dibedakan menjadi sistem budidaya terbuka, sistem
budidaya semi tertutp dan sistem budidaya tertutup. Sistem budidaya terbuka
merupakan sistem budidaya yang paling awal ada dan menggunakan perairan umum
sebagai lahan budidaya. Sedangkan sistem semi tertutup mulai mengurangi
ketergantungan pada perairan umum, namun masih banyak berpengaruh. Pada sistem
budidaya tertutup memiliki pengaruh yang minim dari perairan umum maupun
lingkungan.

1.2.2 Sistem Budidaya Perikanan


Wadah yang digunakan sebagai pada sistem budidaya ada bermacam jenis
yaitu akuarium, kolam, bak, karamba jaring apung dan karamba tancap. Masing-
masing wadah memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing sebagai wadah
budidaya ikan. Kolam banyak digunakan untuk pembesaran ikan. Dari bahan
pembuatannya, kolam dapat dibedakan menjadi kolam tanah, kolam semi permanen
dan kolam permanen. Pembesaran ikan juga dapat dilakukan pada bak. Yang
membedakan bak dengan kolam adalah pada bak lebih mudah untuk dipindahkan dan
tidak merubah kondisi lahan yang ditempati. Untuk perairan umum, budidaya ikan
dapat dilakukan di karamba jaring apung dan karamba tancap. Yang membedakan
penggunaan keduanya adalah kedalaman perairan umum lokasi budidaya. Karamba
jaring apung lebih banyak digunakan pada perairan yang lebih dalam.

Sistem Budidaya Terbuka


Sistem budidaya terbuka menggunakan lingkungan atau perairan umum
sebagai tempat pembudidayaan ikan. Kondisi air sebagai media budidaya ikan sangat
tergantung pada kondisi air di perairan umum tempat budidaya. Wadah yang
digunakan pada sistem budidaya terbuka ini adalah karamba jaring apung, karamba
tancap dan pen culture.
Karamba jaring apung merupakan wadah yang mengapung pada permukaan air
pada perairan umum. Lokasi yang seringkali digunakan untuk karamba jaring apung
adalah danau, waduk, sungai dan laut. Kedalaman perairan mempengaruhi penentuan
lokasi karamba jaring apung. Hal ini menentukan jarak antara dasar jaring pada
karamba jaring apung dengan dasar perairan. Jarak dasar jaring dengan dasar perairan
yang terlalu dekat akan beresiko pada terjadinya kekeruhan perairan yang berakibat
pada penurunan kualitas air pada jaring. Gambar karamba jaring apung terdapat pada
Gambar 1.3.
Gambar 1.3. Karamba Jaring Apung di Perairan Umum
(Tahang dan Priyambodo, 2005)

Karamba jaring apung merupakan model pembudidayaan ikan dalam jaring tertutup
pada semua sisi kecuali sisi atas dan diapungkan dengan pelampung berupa drum,
sterofoam maupun jurigen. Pada karamba jaring terapung seringkali ditambahkan
rumah jaga sebagai tempat penjagaan, sebab lokasi budidaya yang diperairan umum
menjadikan karamba jaring apung jauh dari lokasi tempat tinggal.

Karamba tancap seperti halnya karamba jaring apung juga dipergunakan untuk
memanfaatkan perairan umum. Karamba tancap dapat digunakan di sungai dengan
kedalaman berkisar 1 meter dan daerah pasang surut. Jika jaring pada karamba jaring
apung menggantung dipermukaan air, pada karamba tancap tiang-tiang penopangnya
menancap pada dasar perairan. Sarana mempertahankan ikan didalam karamba tidak
hanya menggunakan jaring, melainkan dapat dengan bambu, kayu dan kawat.

Gambar 1.4. Karamba Tancap memanfaatkan perairan sungai.

Kondisi perairan tempat meletakan karamba tancap sangat mempengaruhi


pertumbuhan ikan yang dipelihara baik dari debit air dan kualitas air. Sungai yang
umumnya memiliki debit air yang cukup besar menjadikan komoditi ikan yang
dipelihara dalam karamba tancap merupakan jenis ikan yang mampu tumbuh dengan
baik pada perairan mengalir atau bahkan deras.

Metode karamba tancap juga dapat dilakukan pada area pasang surut pesisir
pantai. Karamba pada area tersebut lebih sering disebut dengan pen culture. Pada pen
culture, konstruksi berupa kayu atau bambu diberikan pada bagian keliling dan atas.
Sementara bagian dasar adalah dasar perairan. Dengan demikian pengaturan agar tidak
terdapat lubang antara dasar dan kerangka pen culture perlu diperhatikan. Pada bagian
depan pen culture yang mengarah ke laut, diberikan penahan ombak berupa genteng,
batako atau batu dengan sudut kemiringan 45. Hal ini diperlukan agar kekuatan
ombak tidak merusak pen culture.

   

Gambar 1.5. Pen culture di Loka Budidaya Laut Lombok (Wibowo , 2008)

Sistem Budidaya Semi Tertutup


Pada budidaya sistem ini dilakukan pemisahan dan menekan pengaruh
lingkungan terhadap sistem budidaya. Namun pengaruh lingkungan masih banyak
memberikan efek pada budidaya akibat adanya hubungan dengan lingkungan. Wadah
yang digunakan dalam sistem budidaya semi tertutup adalah kolam dan bak.
Kolam merupakan wadah budidaya yang seringkali kita jumpai di pekarangan
rumah. Kolam dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan komoditi yang dibudidayakan


Kolam yang dibuat diwilayah pesisir dengan media pemeliharaan ikan dengan air
payau seringkali disebut dengan tambak. Komoditas yang dibudidayakan di
tambak adalah udang vanamei, udang windu, rumput laut jenis Glacilaria, ikan
bandeng, ikan kakap dan ikan nila. Sementara kolam yang menggunakan media air
tawar dengan komoditi ikan air tawar seperti ikan mas, ikan gurami, ikan lele dan
jenis ikan lainnya lebih sering disebut sebagai kolam.
2. Berdasarkan debit air
Kolam yang menggunakan air dengan debit lebih dari 50 liter per detik disebut
sebagai kolam air deras. Kolam yang memiliki debit air antara 5 – 50 liter per detik
disebut sebagai kolam mengalir. Sedangkan kolam yang memiliki debit air 0 – 5
liter per detik disebut sebagai kolam air tergenang atau stagnan. Jenis kolam
berdasarkan debit airnya juga dapat menentukan jenis komoditi yang
dibudidayakan. Ikan mas lebih menyukai kolam dengan debit air yang tinggi atau
kolam air deras, sedangkan ikan lele dan gurami lebih sesuai untuk kolam air
tergenang atau stagnan.
3. Berdasarkan konstruksi pembuatan
Kolam yang dibuat secara tradisional tanpa memberikan tambahan penguat
pematang disebut kolam tradisional atau ekstensif. Kolam ini dibuat pada tanah
dan keseluruhan bagian kolamnya terbuat dari tanah. Sementara kolam semi
intensif merupakan kolam yang bagian kolamnya (dinding pematang) terbuat dari
tembok sedangkan dasar kolamnya terbuat dari tanah. Berikutnya adalah kolam
intensif yaitu kolam yang keseluruhan bagian kolam terdiri dari tembok.

Gambar 1.6. Kolam ekstensif (atas kiri), kolam semi permanen (atas kanan)
dan kolam permanen (bawah) (Gusrina, 2008)
Bak memiliki fungsi hampir sama dengan kolam, namun bak lebih mudah
dipindah-pindahkan dan tidak merubah kondisi lahan yang ditempati. Bak dapat
dibedakan dari bahan yang digunakan yaitu bak beton, bak fiber dan bak terpal atau
plastic. Bak dapat digunakan untuk budidaya pada tahap pembenihan maupun
pembesaran. Bak merupakan solusi tepat untuk pemanfaatan lahan sempit. Selain itu
bak juga dapat digunakan pada lahan yang kurang optimal seperti pH tanah yang
rendah atau tekstur tanah yang porous ( mudah menyerap air ). Pada beberapa daerah
yang minim sumber air, pembudidayaan ikan di kolam terpal menjadi solusi untuk
dapat membudidayakan ikan. Tentu saja dengan komoditas ikan yang sesuai untuk
kolam air tergenang atau stagnan.

Gambar 1.7. Bak fiber ( kiri ) dan bak terpal ( kanan ) (dokumentasi pribadi)

Salah satu daerah kering yang diupayakan bermanfaat melalui budidaya ikan
di kolam terpal adalah daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Komoditas yang
dikembangkan adalah lele dimana ikan tersebut mampu hidup dan berkembang pada
perairan tergenang. Program sejenis juga telah dilaksanakan oleh Universitas Bangka
Belitung bagi masyarakat desa Balunijuk, kabupaten Bangka, dimana kolam terpal
digunakan untuk membudidayakan ikan lele sebagai upaya membudidayakan ikan
pada lahan yang tidak memiliki sumber air mengalir.

Sistem Budidaya Tertutup


Pada sistem budidaya tertutup, pengaruh lingkungan terhadap budidaya dapat
diminimalkan. Hal itu dapat terjadi akibat minimnya hubungan langsung antara
lingkungan budidaya dengan lingkungan luar. Sistem budidaya tertutup dilakukan
dalam ruangan (indoor) dengan wadah akuarium dan bak.
Akuarium merupakan wadah yang seringkali digunakan dalam upaya
pemanfaatan ikan sebagai hiasan. Kondisi wadah yang transparan pada satu atau lebih
sisi wadah memudahkan seseorang melihat kondisi ikan yang dipelihara di akuarium.
Akuarium dapat digunakan untuk budidaya ikan tawar dan air laut biasanya pada
proses kegiatan pembenihan ikan atau untuk pemeliharaan ikan hias. Sehingga selain
sebagai wadah hiasan, akuarium juga digunakan sebagai wadah penetasan telur,
pemijahan dan perawatan larva pada beberapa jenis ikan. Dengan sifat akuarium yang
dapat dilihat dari satu atau lebih sisinya, maka salah satu atau lebih sisi akuarium
dibuat dari bahan yang transparan. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan akuarium adalah kaca dan plastik mika.
Berdasarkan fungsinya, akuarium dapat dikelompokkan menjadi akuarium
sejenis, akuarium kelompok dan aquascape. Akuarium sejenis merupakan akuarium
yang dimanfaatkan untuk satu jenis ikan saja. Umumnya perlakuan ini terjadi pada
pemanfaatan akuarium sebagai wadah penetasan telur, perawatan larva dan pemijahan
yang merupakan bagian pembenihan ikan. Sementara akuarium berkelompok
digunakan pada pemeliharaan berbagai jenis ikan hias berikut hiasan akuarium.
Pemeliharaan ikan hias dalam akuarium secara berkelompok dapat memberikan
keindahan dari berbagai corak ragam dan warna ikan hias dalam suatu akuarium.
Kelompok terakhir adalah aquascape. Aquascape lebih menonjolkan sisi tanaman yang
dipelihara dalam akuarium. Penambahan beberapa ikan hias melengkapi keindahan
aquascape ini. Jika pada akuarium pemeliharaan ikan membutuhkan aerator sebagai
sarana suplai oksigen ke dalam air, pada aquascape membutuhkan pensuplai
karbondioksida (CO2) yang dibutuhkan tanaman-tanaman untuk berfotosintesis.
Oksigen yang dibutuhkan ikan penghias diperoleh dari hasil fotosintesis tanaman air.
Gambar 1.8. Mahasiswa mempraktikan pembuatan akuarium (dokumentasi pribadi).

1.2.3. Kualitas Air Budidaya Ikan


Dalam upaya pembudidayaan ikan secara optimal, maka kualitas air pada
sistem budidaya ikan diupayakan dapat sesuai dengan nilai optimal parameter kualitas
air yang dibutuhkan olah komoditi yang dibudidayakan. Kesehatan ikan yang
dibudidayakan dapat dipengaruhi oleh kualitas air lingkungan budidaya ikan.
Parameter-parameter kualitas air budidaya ikan yang perlu dipantau antara lain
suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman air, oksigen terlarut, pH, alkalinitas, bahan
organic, plankton, bakteri (total bakteri dan vibrio). Parameter kualitas air dapat
dikelompokkan manjadi parameter fisik, kimia dan biologi. Parameter kualitas air
secara umum untuk budidaya perairan terdapat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Standart kualitas air untuk budidaya perairan.


Parameter Konsentrasi
Alkalinitas 10 – 400
Aluminium < 0.01
NH3 < 0.02
Ammonia (TAN) <1.0
Arsenic <0.05
Cadmium 0.005
Calcium 4 - 160
Karbondioksida 0-10
Klorin <0.003
Oksigen terlarut >5
Hardness total 10 - 400
Magnesium < 15
Merkuri < 0.02
Nitrit NO2 0.1
Nitrat NO3 0 – 3.0
pH 6.5 – 8
Total Dissolved Solid (TDS) <400
Total Suspensed Solid (TSS) <80
Zinc < 0.005
Sumber : Lawson, 1995.

Kedalaman air pada wadah budidaya khususnya sistem semi tertutup memiliki
pengaruh dalam meminimalkan fluktuasi dan stratifikasi. Kedalaman air ideal untuk
budidaya ikan adalah berkisar anatara 1 – 2 meter, dimana pada kedalaman ini cahaya
matahari mampu masuk hingga mendekati dasar dan baik untuk produktivitas perairan.
Jika kedalaman terlalu rendah, maka terjadi fluktuasi suhu yang besar antara siang hari
dan malam hari. Suhu yang terlalu tinggi pada sinag hari membahayakan bagi ikan.
Sementara kolam yang terlalu dalam menimbulkan stratifikasi suhu, cahaya dan
produktifitas perairan.
Suhu memiliki peran penting pada hewan akuatik, karena sifat hewan akuatik
yang poikilothermal. Perubahan suhu dapat memberikan pengaruh pada kelarutan
oksigen dan proses fisiologis meliputi tingkat respirasi, efisiensi pakan, pertumbuhan,
tingkah laku dan reproduksi. Semakin tinggi suhu suatu perairan dapat memberikan
efek pada penurunan tingkat oksigen dalam air. Kondisi perubahan suhu dan kadar
oksigen memberikan perubahan pada tingkat respirasi ikan. Penurunan jumlah oksigen
yang terserap akibat penurunan respirasi ikan memberikan pengaruh pada tingkah laku,
pertumbuhan, efisiensi pakan dan reproduksi. Pada Tabel 1.3 dapat dilihat pengaruh
tingkat suhu perairan terhadap respon konsumsi ikan.

Tabel 1.3. Pengaruh suhu terhadap respon konsumsi pakan

(Tucker dan Hargreaves, 2004)


Suhu optimal untuk pertumbuhan ikan secara umum adalah antara 29 – 30C
untuk perairan tropis. Pertambahan maupun penurunan suhu diluar suhu optimum
berpengaruh pada penurunan tingkat pertumbuhan ikan yang dibudidayakan. Kondisi
sedemikian memberikan efek pada semakin tinggi rasio pakan terhadap pertumbuhan
sehingga mengurangi target keuntungan dalam budidaya komersial.
Parameter kualitas air pencerahan merupakan parameter untuk mengukur
kemampuan penetrasi cahaya matahari ke dalam suatu perairan. Telah dikatahui bahwa
cahaya matahari memiliki peran penting dalam penyediaan oksigen dalam perairan
umum dimana cahaya matahari digunakan untuk proses fotosintesis. Nilai kecerahan
dpat diukur dengan lempeng secchidisk untuk menentukan titik terdalam penetrasi
cahaya ke dalam suatu perairan. Nilai kecerahan dipengaruhi oleh partikel-partikel
tersuspensi dalam perairan baik partikel organic maupun non organic. Kecerahan suatu
perairan tergambar pada Gambar 1.9.
Nilai kecerahan optimum adalah pada 25 – 30 cm, dimana kekeruhan terjadi
akibat plankton dan flok bakteri bukan partikel non organic tersuspensi seperti tanah.
Kekeruhan akibat plankton, flok bakteri dan tanah tersuspensi dapat dibedakan dari
warna perairan. Semakin padat kandungan plankton suatu perairan maka semakin
rendah tingkat kecerahannya.

Sinar matahari

x Daerah
h fotosinteti
P=R k
P>R
h=2x Daerah
respirasi
R>P
h : daya tembus sinar matahari dalam air
x : kecerahan (sechhi dish)
Gambar 1.9. Pengukuran dan nilai kecerahan perairan

Perairan memiliki warna akibat keberadaan phytoplankton, zooplankton,


partikel tanah, partikel organik dan ion logam. Perairan yang digunakan untuk
budidaya ikan atau udang sebaiknya berwarna kehijauan / kebiruan. Warna kuning
atau keeamasan dapat terjadi akibat perkembangan diatom yang besar. Kondisi air
sedemikian merupakan air terbaik untuk budidaya udang. Perairan yang kehijauan
merupakan perairan dengan pertumbuhan lebih besar pada phytoplankton, kecoklatan
mengindikasikan pertumbuhan zooplankton dan coklat mengindikasikan kelebihan
partikel tanah tersuspensi.
Perairan yang kurang baik untuk budidaya adalah air yang berwarna hitam,
hitam kehijauan, coklat tua dan merah. Warna-warna tersebut mengindikasikan
berlebih pertumbuhan pythoplankton, dasar perairan yang buruk dan kandungan asam
yang tinggi. Warna merah pada perairan dapat diindikasikan adanya kadar logam pada
tingkat yang tinggi dan kematian phytoplankton.
Salinitas merupakan suatu ukuran konsentrasi ion-ion yang terlarut dalam air
yang diekspresikan dalam gram per liter (g/L) atau part per thousand (ppt). Unsur
utama pembentuk salinitas adalah sodium (Na+) dan klorida (Cl-). Diluar kedua
unsur tersebut juga terdapat ion magnesium (Mg2+), kalsium (Ca2+), potassium (K+),
sulfat (SO4-) dan bikarbonat (HCO3) yang memberi pengaruh pada nilai salinitas.
Sehingga salinitas dapat dikatakan sebagai tingkat keasinan atau kadar NaCl suatu
perairan. Perairan dapat dibagi berdasarkan salinitasnya menjadi perairan tawar pada
salinitas 0 ppt, perairan payau pada salinitas 1 – 30 ppt dan perairan laut pada salinitas
lebih dari 31 ppt. Umumnya perairan laut memiliki salinitas berkisar antara 30 – 37
ppt. Parameter salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh curah hujan dan tingkat
evaporasi. Komoditi budidaya ikan memiliki kemampuan beradaptasi dengan salinitas
berbeda-beda. Sebagian jenis ikan seperti bandeng dan nila memiliki toleransi salinitas
yang lebar atau disebut dengan euryhaline. Sementara sebagian lainnya disebut
stenohaline dimana komoditi ikan tersebut memiliki toleransi salinitas yang kecil.
pH merupakan konsentrasi ion hydrogen dimana memiliki range nilai antara 0
hingga 14. pHoptimal untuk pertumbuhan ikan antara 6,5 – 8. pH diwawah 5 dan
diatas 10 menjadi batas kematian ikan dan udang. pH dibawah 6,5 dan diatas 8,5
berpengaruh pada reduksi pertumbuhan ikan. Perbedaan pH dari pagi hari hingga
malam hari sebaiknya tidak lebih dari 0,5. Ketika pH meningkat, amoniak dan nitrit
akan menjadi racun, namun jika pH menurun maka unsure H dan S menjadi lebih
bersifat racun.
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.
Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara
bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.
1.2.4. Pakan Ikan
Pakan ikan memiliki peran penting dalam pertumbuhan komoditi perikanan
yang dibudidayakan. Pertumbuhan ikan tidak optimal tanpa nutrisi yang baik. Warna
ikan hias tidak cerah jika pakan tidak mendukung. Demikian juga pada proses
pematangan gonad yang lambat ketika nutrisi pakan tidak memberikan manfaat untuk
pematangan gonad.
Pakan ikan menjadi permasalah utama pada wilayah-wilayah kepulauan seperti
kepulauan Bangka Belitung. Hal ini disebabkan pada ketergantungan petani ikan pada
produk pakan yang dihasilkan perusahaan pakan ternak. Memang penggunakan pakan
komersil dari perusahaan pakan lebih praktis karena petani tinggal menggunakan.
Namun ketika budidaya dilakukan pada wilayah kepulauan, selain harga pakan lebih
mahal akibat biaya transportasi, juga ketersediaannya terbatas pada waktu-waktu
tertentu seperti pada saat ombak tinggi. Sehingga perlu produksi pakan mandiri yand
menjadikan pembudidaya ikan tidak tergantung pada ketersediaan pakan komersil.
Lebih mendalam tentang pakan ikan dibahas dalam buku ini.

1.3 PENUTUP
1.3.1 RANGKUMAN
 Komoditi budidaya perikanan secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2
tujuan utama yaitu sebagai produk konsumsi dan ikan hias.
 Secara umum budidaya ikan lele dibagi dalam proses pembenihan dan
pembesaran. Proses pembenihan dapat dilakukan secara alami, semi buatan
dan buatan. Pada tahap pembesaran, secara umum dilaksanakan melalui
tahapan persiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan selama
pemeliharaan, pengendalian kualitas air dan penyakit serta diakhiri
pemanenan.
 Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) saat ini menjadi produk unggulan
budidaya perairan payau disamping bandeng. Secara umum proses budidaya
udang dibagi menjadi pemijahan, pendederan dan pembesaran. Pemijahan
udang dilakukan secara alami, namun untuk mempercepat pematangan gonad,
dilakukan proses ablasi dimana dilakukan penjapitan atau pemotongan tangkai
mata udang. Setelah pembenihan dilakukan pendederan atau disebut juga
pentongkolan selama kurang lebih 20 hari. Benur udang ditebar dalam tambak
dengan kepadatan 1–3 ekor /m3 untuk budidaya tradisional, 3-10 ekor /m3
untuk semi intensif dan 10–30 ekor /m3 untuk tambak intensif.
 Komoditi Budidaya Ikan Hias air laut adalah ikan badut atau clown fish.
Sedangkan jenis-jenis ikan hias air tawar sangat beragam mulai dari yang
relative mahal seperti arwana, koi (Ciprinus carpio) hingga ikan hias bernilai
ekonomis sedang seperti ikan koki, manfish, black ghost dan ikan dari marga
chiclid.
 Sistem budidaya terbuka menggunakan lingkungan atau perairan umum
sebagai tempat pembudidayaan ikan. Kondisi air sebagai media budidaya ikan
sangat tergantung pada kondisi air di perairan umum tempat budidaya. Wadah
yang digunakan pada sistem budidaya terbuka ini adalah karamba jaring
apung, karamba tancap dan pen culture.
 Pada sistem Budidaya Semi Tertutup dilakukan pemisahan dan menekan
pengaruh lingkungan terhadap sistem budidaya. Namun pengaruh lingkungan
masih banyak memberikan efek pada budidaya akibat adanya hubungan
dengan lingkungan. Wadah yang digunakan dalam sistem budidaya semi
tertutup adalah kolam dan bak.
 Pada sistem budidaya tertutup, pengaruh lingkungan terhadap budidaya dapat
diminimalkan. Hal itu dapat terjadi akibat minimnya hubungan langsung
antara lingkungan budidaya dengan lingkungan luar. Sistem budidaya tertutup
dilakukan dalam ruangan (indoor) dengan wadah akuarium dan bak.
 Parameter-parameter kualitas air budidaya ikan yang perlu dipantau antara lain
suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman air, oksigen terlarut, pH, alkalinitas,
bahan organic, plankton, bakteri (total bakteri dan vibrio). Parameter kualitas
air dapat dikelompokkan manjadi parameter fisik, kimia dan biologi.
 Pakan ikan menjadi permasalah utama pada wilayah-wilayah kepulauan
seperti kepulauan Bangka Belitung. Hal ini disebabkan pada ketergantungan
petani ikan pada produk pakan yang dihasilkan perusahaan pakan ternak.
Selain harga pakan lebih mahal akibat biaya transportasi, kendala pakan juga
terjadi saat ketersediaannya terbatas pada waktu-waktu tertentu seperti pada
saat ombak tinggi.

Anda mungkin juga menyukai