Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI AKUAKULTUR

BUDIDAYA IKAN LELE (Clarias sp) MENGGUNAKAN


SISTEM BIOFLOK DENGAN MENGGUNAKAN EM4

CATFISH (Clarias sp) CULTURE USING A BIOFLOK SYSTEM


USING EM4

Kelompok 1

Dea Fitkaryanti 05051181722002


M Sidiq Irsyadil Firdaus 05051181722004
Alni Nuraisyah 05051181722006
Sandra Moethia Oktaviani 05051181722009
Erma Damayanti 05051181722024
Aswardy 05051181722027
Nur Ainil 05051181722021
M. Rido Akbar 05051281722015
Anders Parlindungan 05051281722018
Duwi Damayanti 05051281722021
Evitry Tamaria Gultom 05051281722029
Rahayu Permatasari 05051381722032
Rinda Julita Fahlevie 05051381722034
Topan Anugraha 05051381722037
Feni Haryani 05051381722039
Melva Selli 05051381722043
Achmad Iskandar Dinata 05051181622003

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020

1 Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam konteks akuakultur, sistem intensif pada umumnya mengindikasikan
praktek akuakultur dengan memanfaatkan lahan atau area kultur sekecil mungkin,
dengan kepadatan organisme kultur yang tinggi, sehingga nilai produksi per satu
satuan luas area kultur menjadi berlipat ganda (Midlen and Redding, 1998).
Penerapan sistim intensif secara signifikan meningkatkan produksi akuakultur,
sehingga margin keuntungan pembudidaya juga meningkat (Pillay, 1993). Input
teknologi dilakukan pada semua aspek dalam operasional akuakultur seperti,
infrastruktur, kualitas benih, nutrisi dan pakan, kualitas air, kesehatan dan
lingkungan akuakultur (Pillay, 1992; Midlen and Redding, 1998).
Teknologi bioflok merupakan teknologi ramah lingkungan yang dapat
memperbaiki kualitas air dengan penurunan konsentrasi amonia dikolam
(Adharani et al, 2016). Teknologi bioflok dapat meminimalkan pergantian air dan
akumulasi bahan organik di dalam kolam, hal tersebut dapat terjadi karena adanya
bantuan mikroba. Teknologi bioflok pada prinsipnya memanfaatkan mikroba
berupa bakteri heterotrof terseleksi untuk manajemen kualitas air berdasarkan
kemampuan bakteri tersebut dalam menguraikan N organik dan anorganik
(Ekasari, 2009). Bakteri heterotrof penyusun bioflok diantaranya yaitu Bacillus
subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus megaterium, Bacillus polmyxa, dan
Lactobacillus sp. (Simanjuntak, 2017). Pembentukan flok tidak hanya tersusun
dari bakteri heterotrof pembentuk flok dan bakteri berfilamen namun juga dari
zooplankton, mikro alga, fungi, partikel tersuspensi dan detritus (Schryver, 2008).
Proses pembentukan flok terjadi oleh aktifitas enzim yang di ekresikan bakteri
untuk mendekomposisi bahan organik sebagai sumber energy bagi pertumbuhan
sel, sel mengekresikan senyawa-senyawa metabolit sekunder berupa lendir, bio
polimer, peptide dan lipid,yang terakumulasi di sekitar sel dan terikat membentuk
kumpulan disebut flok yang dapat menjadi sumber makanan bagi organisme
akuatik (Crab et al, 2007).

2 Universitas Sriwijaya
2

Sistem bioflok memungkinkan untuk budidaya dengan padat tebar yang


tinggi sehingga produksi ikan lele (Clarias sp.) dapat di tingkatkan (Sutama et al,
2016). Budidaya ikan dengan system bioflok diketahui dapat meningkatkan
efesiensi pakan dan menurunkan biaya 1 pakan (Abulias et al, 2014).Keuntugan
teknologi bioflok tidak hanyaefesiensi pakan selain itu juga pengendalian kualitas
airsehingga media budidaya optimal bagi ikan (Rusherlistyani, 2017). Keunggulan
dari teknologi bioflok dalam pembesaran ikan lele telah mendorong untuk
melaksanakan penyaluran informasi dan teknologi kepada masyarakat.

1.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini ialah agar mahasiswa dapat mengetahui serta
memahami secara teknis budidaya ikan dengan sistem bioflok

3 Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Lele (Clarias sp.)


Klasifikasi ikan Lele (Clarias sp.) berdasarkan SNI (2000) adalah sebagai
berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
sub kelas : Teleostei
ordo : Ostariophysi
subordo : Siluroidea
family : Clariidae
genus : Clarias
spesies : Clarias sp.
Ikan Lele (Clarias sp.) memiliki kepala berbentuk depressed dorsal, agak
cembung, permukaan dorsal kepala ditutupi dengan kulit tebal sehingga tulang
tidak mudah terlihat, tetapi struktur tulangnya terlihat jelas. Mata ikan Lele
(Clarias sp.) berbentuk bulat ovoid dan terletak di dorsolateral bagian kepala.
Ikan lele memiliki jumlah sirip punggung 68–79, sirip dada 9–10, sirip perut 5–6,
sirip anal 50–60 dan sungut sebanyak 4 pasang, 1 pasang diantaranya memiliki
ukuran yang lebih besar dan panjang (Suprapto dan Samtafsir, 2013). Ikan lele
memiliki alat pernafasan tambahan yaitu aborescent organ terletak dibelakang
rongga insang. Aborescent organ berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk
pohon rimbun yang penuh kapiler darah, yang berfungsi untuk mengambil
oksigen dari udara bebas (Khairuman, 2011).
4
2.2. Teknologi Bioflok
Tingginya limbah organik dari sisa pakan dan feses hasil pemeliharaan
ikan nila secara intensif akan menyebabkan penumpukan dan pengendapan di

4 Universitas Sriwijaya

3
dasar media air pemeliharaan, sehingga diperlukan proses dekomposisi. Jika tidak
terdekomposisi media pemeliharaan akan terurai secara anaerob oleh bakteri
anaerob kemudian membentuk gas-gas toksik seperti asam sulfida, nitrit, dan
amonia dan berdampak negatif bagi metabolisme organisme budi daya hingga
kematian. Untuk mengurangi limbah organik dan limbah yang akan terbuang ke
perairan umum, diperlukan pengelolaan kualitas air agar media pemeliharaan
tetap dalam kondisi baik. Salah satu upayanya adalah pendekatan biologis dengan
memanfaatkan aktivitas bakteri untuk mempercepat proses dekomposisi limbah
organik (Sutama et al., 2016).
Teknologi bioflok merupakan teknologi penggunaan bakteri baik
heterotrof maupun autotrof yang dapat mengonversi limbah organik secara
intensif menjadi kumpulan mikroorganisme yang berbentuk flok, kemudian dapat
dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber makanan. Di dalam flok terdapat beberapa
organisme pembentuk seperti bakteri, plankton, jamur, alga dan partikel-partikel
tersuspensi yang memengaruhi struktur dan kandungan nutrisi bioflok, namun
komunitas bakteri merupakan mikroorganisme paling dominan dalam
pembentukan flok dalam bioflok (Schryver et al., 2008). Proses pembentukan
flok terjadi oleh aktifitas enzim yang di ekresikan bakteri untuk mendekomposisi
bahan organik sebagai sumber energy bagi pertumbuhan sel, sel mengekresikan
senyawa-senyawa metabolit sekunder berupa lendir, bio polimer, peptide dan
lipid, yang terakumulasi di sekitar sel dan terikat membentuk kumpulan di sebut
flok yang dapat menjadi sumber makanan bagi organisme akuatik (Crab et al.,
2007).
5
2.3. Budidaya Sistem Bioflok
Teknologi Bioflok (BFT) adalah teknik untuk meningkatkan kualitas air
dalam budidaya dengan menyeimbangkan karbon dan nitrogen dalam sistem
akuakultur. Ini merupakan metode untuk mengontrol kualitas air secara
berkelanjutan, dengan nilai tambah berupa ketersediaan protein mikroba sebagai
sumber makanan. Dari proses ini, sistem BFT menyediakan akuakultur
berkelanjutan yang mempertimbangkan aspek pembangunan lingkungan, sosial
dan ekonomi. Selain meningkatkan pertumbuhan bakteri heterotrofik, BFT

5 Universitas Sriwijaya
menyediakan protein bakteri untuk hewan, mengurangi permintaan suplemen
makanan, mengurangi biaya pakan hingga 30% untuk hewan air yang
dibudidayakan, dan juga mengurangi kadar nitrogen beracun dalam sistem dan
limbah budidaya. Kebutuhan untuk mengurangi dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh pembuangan nutrien dan limbah organik adalah hal mendasar
bagi akuakultur. Sistem BFT muncul sebagai alternatif dari sistem konvensional
untuk meminimalkan emisi efluen. Sistem BFT merupakan sistem yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan, meminimalkan dampak lingkungan dari
limbah organik dan pembuangan bahan organik, serta optimalisasi penggunaan air
sebesar 90%, mengetahui bahwa air adalah sumber akuakultur yang semakin
langka di Afrika (Suparno, 2016)
Sistem bioflok dikembangkan untuk meningkatkan kontrol lingkungan
terhadap produksi hewan akuatik. Dalam akuakultur, faktor yang berpengaruh
kuat adalah biaya pakan (terhitung 60% dari total biaya produksi) dan faktor yang
paling membatasi adalah ketersediaan air / lahan. Kepadatan stok tinggi dan
pemeliharaan hewan air memerlukan pengolahan air limbah. Sistem bioflok
adalah pengolahan air limbah yang menjadi sangat penting sebagai pendekatan
dalam budidaya. Prinsip dari teknik ini adalah menghasilkan siklus nitrogen
dengan mempertahankan rasio C: N yang lebih tinggi melalui stimulasi
pertumbuhan mikroba heterotrofik, yang mengasimilasi limbah nitrogen sehingga
dapat dimanfatkan oleh spesies budidaya sebagai pakan. Teknologi bioflok tidak
hanya efektif dalam mengolah limbah tetapi juga memberikan nutrisi kepada
hewan air. Penambahan sumber karbohidrat (molase) akan menjadi semakin
tinggi akibat terbentuknya C: N pada sistem bioflok dan kualitas air ditingkatkan
melalui produksi protein mikroba sel tunggal berkualitas tinggi. Dalam kondisi
seperti itu, mikroorganisme padat berkembang dan berfungsi baik sebagai
bioreaktor yang mengontrol kualitas air dan sumber makanan protein. Imobilisasi
spesies nitrogen beracun terjadi lebih cepat di bioflok karena laju pertumbuhan
dan produksi mikroba per unit substrat heterotrof sepuluh kali lebih besar
daripada bakteri nitrifikasi autotrofik. Teknologi ini didasarkan pada prinsip
flokulasi dalam sistem Teknologi bioflok telah diterapkan dalam budidaya udang

6 Universitas Sriwijaya
karena kebiasaan hunian dasarnya dan resistensi terhadap perubahan lingkungan6
(Nadya, 2016)
Teknologi bioflok ini dikenal dengan ramah lingkungan. Fakta tersebut juga
bisa menjadi catatan positif karena teknologi budidaya perikanan kini mengarah
pada konsep yang sudah dicanangkan dalam pembengunann keberlanjutan.
Bahkan, prihal tersebut menurut ketua I Assosiasi Pengusaha Catfish Indonesia
yaitu Iimsa Hemawan menyampaikan budidaya lele bioflok adalah usaha yang
mengandalkan teknologi, sehingga faktor kedisiplinan dalam penerapan prosedur
operasi standar (SOP) bisa menjadi sangat penting. Pendampingan teknologi yang
mempergunakan bioflok ini harus bisa dilakukan secara intens, dengan metode
yang memungkinkan masyarakat memahami dan mengadopsi secara mudah
(Diana, 2015)
7
2.4. EM4
Teknologi EM4 adalah teknologi budidaya pertanian untuk meningkatkan
kesehatan dan kesuburan tanah dan tanaman, dengan menggunakan
mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. EM4 merupakan
kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan yang berasal dari
alam Indonesia, bermanfaat bagi kesuburan tanah, pertumbuhanan dan produksi
tanaman serta ramah lingkungan. EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi
dan sintetik yang terdiri dari bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Sp), Bakteri
Fotosentetik (Rhodopseudomonas Sp), Actinomycetes Sp, Streptomyces SP dan
Yeast (ragi) dan Jamur pengurai selulose, untuk memfermentasi bahan organik
tanah menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh akar tanaman.
Teknologi EM4 ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari
Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang, dan telah diterapkan secara luas di
negara-negara lain di seluruh dunia, seperti Amerika, Brasil, Taiwan, Korea
Selatan, Thailand, Srilanka, India, Pakistan, Selandia Baru, Australia dan lain-
lain. Selain untuk Pertanian kini tersedia untuk EM4 Peternakan, EM4 Perikanan
dan EM4 Pengolahan Limbah dan Toilet. EM4 ini mengandung Bakteri
Fermentasi, mulai dari Genus Lactobacillus, Jamur Fermentasi, Actinomycetes
Bakteri Fotosintetik, Bakteri Pelarut Fosfat, dan juga Ragi. Pemanfaatannya

7 Universitas Sriwijaya
sering diaplikasikan dalam pembuatan kompos, atau pupuk bokashi. Manfaat
yang dirasakan petani, peternak, atau perikanan dalam produk hasil dekomposisi
menggunakan mikroba 4. Produktifitas yang tinggi pada budidaya lele tanpa
didukung penguasaan teknologi bidang perikanan akan menimbulkan banyak
masalah seperti pertumbuhan yang tidak maksimal, bau tak sedap serta dapat
menimbulkan kematian pada ikan. Pengolahan yang baik itu salah satunya dengan
menggunakan teknologi EM4 yang berguna untuk meningkatkan bakteri pengurai
pada bahan organik, menekan pertumbuhan bakteri pathogen, menstimulasi enzim
pencernaan dan meningkatkan kualitas air (Kurniawan D, 2013)
Sehingga EM4 bermanfaat untuk Meningkatkan pertahanan tubuh ikan,
meningkatkan pertumbuhan dan size ikan. Meningkatkan imunostimulan atau
daya tahan ikan, meningkatkan daya tahan tubuh ikan sehingga mengurangi
pengunaan antibiotik. Efisiensi energi dan pengelolaan kualitas air,
memfermentasi sisa pakan, kotoran, di dasar air. Meningkatkan oksigen terlarut
(DO) dan air menjadi bersih sehingga tidak diperlukan penggantian air berulang-
ulang. Menguraikan gas-gas amoniak, metan dan hydrogen sulfide.
Mempertahankan kualitas lingkungan dan aman dan ramah lingkungan (Sundari,
2012)

2.5. Konsorsium Mikroba


Salah satu teknik remediasi yang memanfaatkan mikroba dikenal dengan
bioremediasi. Bioremediasi adalah proses penguraian limbah menggunakan agen
biologi (mikroba) yang dilakukan dalam kondisi terkendali. Proses biodegradasi
senyawa hidrokarbon hingga sempurna melibatkan suatu kumpulan mikroba yang
saling berinteraksi secara sinergik dalam bentuk konsorsium. Penggunaan
konsorsium mikroba cenderung memeberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
penggunaan isolat tunggal, karena diharapkan kerja enzim dari tiap jenis mikroba
dapat saling melengkapi untuk dapat bertahan hidup menggunakan sumber
nutrient yang tersedia dalam minyak bumi mentah tersebut. Karakteristik dan
pertumbuhan konsorsium mikroba lokal (indigenous) yang memiliki potensi
mendegradasi beragam senyawa yang terdapat pada minyak mentah
(Komarawidjaja, 2009).

8 Universitas Sriwijaya
2.6. Kualitas Air
2.6.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor dalam budidaya dimana suhu
mempengaruhi kehidupan ikan. Suhu yang optimal untuk budidaya ikan adalah
berkisar 28-32ᵒC (Arifin, 2016).

2.6.2. pH
Derajat keasaman suatu air menjadi faktor dalam kualitas air dimana bila
ph tidak sesuai dengan kebutuhan organisme yang dipelihara akan menghambat
pertumbuhan ikan. Ph untuk pertumbuhan yang optimal adalah berkisar 6-8.
Pertumbuhan ikan akan terhambat jika ph tidak sesuai dengan kebutuhan
organisme tersebut (Arifin, 2016)

2.6.3. Amonia
Amonia adalah hasil akhir dari adanya proses penguraian oleh protein
terhadap sisa pakan dan hasil metabolisme ikan yang mengendap didalam
perairan. Diperairan gas amonia (NH3) akan mudah larut dan membentuk
amonium hidroksida (NH40H) yang berdisosiasi menghasilkan ion ammonium
(NH3+) dan hidroksil (OH-). Amonium yang tidak berdisosiasi bersifat toksik
(racun), namun NH4+ hampir tidak membahayakan (Arifin, 2016).

9 Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan pada 18 Maret 2020 di Laboratorium Dasar
Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan disajikan pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 3.2.1. Alat yang digunakan sebagai berikut:

No Nama Alat Spesifikasi Kegunaan


.
1. Kolam Bulat 1 Sebagai wadah pemeliharaan ikan
2. Toples dan derigen 1 Wadah penampung probiotik
3. Blower 1 Pengisian udara pada aerasi
4. Selang Aerator 1 Sebagai pelengkap aerator
5. Timbangan analitik 1 Untuk menimbang bahan
6. Batu aerasi 1 Tempat keluarnya udara aerasi
7. Blender 1 Menghaluskan bahan untuk pembuatan
prebiotik
8. Gelas ukur 1 Menakar bahan-bahan cair yang
dibutuhkan
9. Pisau 1 Mengupas kulit buah-buahan
10. pH meter 1 Mengetahui pH perairan

Tabel 3.2.2. Bahan yang digunakan sebagai berikut:

No Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan

10 Universitas Sriwijaya
.
1. Ikan Lele 300 ekor Objek yang diperhatikan
2. Nanas - Sumber karbon
3. Pisang ambon - Sumber karbon
4. Gula merah - Sumber karbon
5. Gula pasir - Sumber karbon
6. Ragi tape - Sumber mikroba
7. Ragi kue - Sumber mikroba
8. Yakult - Sumber mikroba
9. Kapur dolomite - Sebagai anti bakteri
10. Garam - Sebagai anti bakteri
11. Air - Media pemeliharaan ikan

10

3.3. Cara Kerja


3.3.1. Persiapan Kolam 9
Persiapan Kolam bulat yang akan digunakan sebagni wadah pemeliharaan
dibersihkan dari kotoran dan diberi air sebanyak 100 kali lalu dibagikan beberapa
saat dengan tatup terbuka agar isi yang tidak dinginkan menguap Pemberian akun
dengan penempatan ditengah kolam bulat.

3.3.2. Pembuatan Probiotik


Pisang dan nanas dikupas kulitnya kemudian ditimbang sebanyak 60 gram
Lalu dimasukkan menjadi blender, tambahkan ragi tape dan femipan, kemudian
tambankan dengan telur sebanyak 1 buah, lalu tambahkan vitamin C dan vitamin
B masıng-masing I butir. Semua bahan diblender sampai halus Lalu sediakar,
wadab dan air sebagai media untuk probiotik untuk tumbuh sebanyal 5 liter Lalu,
masukkan gula pasir, 2 botol yakult. pisang. Masukkan ragi tape yang telah
dihaluskan bersama ragi kue ke dalam wadah ialu diamkan campuran tadi selama
7 hari. setelah 7 hari pasuikan untuk selalu mengeceknya agar tidak terjadi
dengan aroma aroma tape atau tidak busuk.

3.3.3. Persiapan Media


Garam ditimbang sebanyak 500 gram dilarutkan kedalam udara
dimasukkan kedalam kolam bulat. Kemudian timbang kapur sebanyak 50 gram

11 Universitas Sriwijaya
dilarutkan ke udara. Larutan kapur, larutan gula merah sebanyak 50 ml, dan
probiotik sebanyak 50 mi ditambahkan ke kolam bulat Diamkan hingga 7 hari
untuk menumbuhkan bieflok sebagai persiapan penebaran benih ikan.

3.3.4. Pencbaran Benih


Benih ikan diaklımatısasi di dalam wadah pemeliharaan, dan kemudian
ditebar ke dalam kolam bulat. Sebclum ditebar benih ikan patin tinggi bobof awai
dan panjang awal dengan pengukkuran ikan sampel. Pemeliharaan dan Pemnakan
Pakan Pemeliharaan benih ikan dilakukan dengan mengontroi pH dan amonia
11
setiap minggu % dan tinggi muka udara Lalu dilanjutikan dengan tinggi udara
haru sebanvak 10%.
Pemberian pakan setiap 2 jam pada pagi hari dan sore pada jam 08.00 dan
16.00 WIB + 1 jam sepanjang pemeliharaan Pakan yang berisi pelet yang telah
terfermentasi selama 1 hari oleh probiouk. Takaran pakan sebanyak 400 gram
dicampurkan probiotik sebanyak 20 ml dan ditambah air 75 ml lalu diaduk hmgga
setara.

3.4. Parameter yang diamati


3.4.1. SR (Kelangsungan Hidup)
Kelangsungan hidup adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup
dari awal hingga akhir penelitian. Kelangsuan hidup dapat dihitung dengan rumus
(Effendie, 2003):
Nt
SR= x 100 %
No
Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pemeliharaa (ekor)
No = jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

3.4.2. Pertumbuhan Bobot Mutlak


Pertumbuhan mutlak pertumbuhan berat mutlak adalah selisih berat total
tubuh ikan pada akhir pemeliharaan dan awal pemeliharaan. Perhitungan
pertumbuhan berat mutlak dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 2003):

12 Universitas Sriwijaya
Wm = Wt - Wo

Keterangan :
Wm = Pertumbuhan berat mutlak (g)
Wt = Bobot rata-rata akhir (g)
Wo = Bobot rata-rata awal (g)

3.4.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak


Pertumbuhan panjang mutlak adalah selisih panjang total tubuh ikan pada
akhir pemeliharaan dan awal pemeliharaan. Perhitungan pertumbuhan panjang
12
mutlak dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 2003):

Pm = Pt - Po

Keterangan :
Pm = Pertumbuhan panjang mutlak (g)
Pt = Panjang rata-rata akhir (g)
Po = Panjang rata-rata awal (g)

3.4.4. FCR
Feed Convertion Ratio (FCR) adalah perbandingan antara jumlah pakan
yang diberikan dengan daging ikan yang dihasilkan. Menurut Effendi (2003),
FCR dapat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
F
FCR =
(Wt−Wo)
Keterangan:
FCR : Feed Convertion Ratio
F : jumlah pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan (kg)
Wt : Biomassa akhir (kg)
W0 : Biomassa awal (kg)

3.4.5. Kualitas Air


Parameter kualitas air yang diukur selama praktikum adalah pH dan suhu.
Parameter diukur setiap 7 hari sekali dari awal pemeliharaan hingga pemanenan.

13 Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Adapun hasil yang didapatkan selama praktikum pemeliharaan ikan lele
dengan sistem bioflok ini disajikan pada tabel-tabel dibawah ini:
Tabel 4.1 Data Hasil Sampling Selama Pemeliharaan

No Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3


Panjang (cm) Berat(gr) Panjang (cm) Berat(gr) Panjang (cm) Berat(gr)
1. 6 2,34 6,5 2,49 11 10,21
2. 6 1,85 6 1,95 9,5 6,28
3. 7 3,52 6,5 1,91 10 7,74
4. 7 1,85 7 2,64 8 5,47
5. 6,5 2,24 7 3,40 10 7,95
6. 7 2,89 7,5 2,38 10 8,0
7. 6 1,76 7,5 2,79 11 8,13
8. 6,5 1,75 6,5 2,25 10 6,73
9. 6,5 2,75 7 2,79 9,5 6,36
10. 8 9,17 8 4,6 10 8,46
11. 6,5 2,89 7 3,71 9,5 8,73
12. 7 2,89 6 2,06 10 7,12
13. 7 2,91 6,5 2,93 10 7,08
14. 6,5 2,32 7 2,27 11 8,94
15 6 2,70 8 3,00 12,5 18,61
16. 6,5 1,73 8,5 3,91 10 6,61
17. 7 2,21 7,5 3,70 11 7,71
18. 7 2,75 7 2,91 10 8,39
19. 7 2,19 6 1,92 11 8,38

14 Universitas Sriwijaya
14

20. 7,5 2,41 7,5 2,96 12,5 14,47


Tabel 4.2. Data Kelangsungan Hidup

Kelompok Data
Nt (ekor) No (ekor) SR(%)
Kelompok 1 257 ekor 300 ekor 85,67%

Tabel 4.3. Data hasil perhitungan FCR

Media F (g) Wt (g) Wo (g) D FCR


pemeliharaan

Ikan nila 53,676 10,325 6,725 7,025 5,05

Tabel 4.4. Dosis Pemberian Molase Selama Pemeliharaan

No Minggu Ke- Dosis Molase


1. Minggu ke-1 45 ml
2. Minggu ke-2 35 ml
3. Minggu ke-3 30 ml

Tabel 4.5. Volume Flok Selama Pemeliharaan

No Hari Ke- Volume Flok


1. Hari ke-1 3 ml/L
2. Hari ke-9 8,5 ml/L
3. Hari ke-15 4 ml/L

Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Kualitas Air

Parameter Minggu Ke-


Minggu Minggu Minggu
ke -1 ke -2 ke -3
Suhu (oC) 32,1 28,7 30,5
15
DO (mg/l) 7,5 7,5 7,2
pH 6,4 6 5
4.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan selama kegiatan praktikum, data
pertumbuhan bobot, panjang, biomassa serta FCR diukur selama 15 hari
pemeliharaan disajikan pada tabel 4.6. di bawah ini.
Tabel 4.6. Data Pemeliharaan Ikan Lele
Parameter Nilai

15 Universitas Sriwijaya
Biomassa Awal 0,83 kg
Biomassa Akhir 2,16 kg
Rata-rata Panjang Awal 6,725 cm
Rata-rata Panjang Akhir 10,325 cm
Pertumbuhan Bobot Mutlak 1,33 kg
Pertumbuhan Panjang Mutlak 3,6 cm
Jumlah Pakan 0,8 kg
Survival Rate 85.67 %
Biomassa ikan mati 0,34 kg
FCR 0,4

Berdasarkan data tersebut, pemeliharaan ikan lele dengan teknologi


bioflok dapat menurunkan FCR hingga mencapai 0,4 pada pemeliharaan 15 hari.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Avnimelech dan Kochba (2009), bahwa
teknologi bioflok dapat menurunkan FCR secara signifikan. Dari data tabel 4.6. di
atas diketahui biomassa awal 0,83 kg meningkat mencapai 2,16 kg pada akhir
pemeliharaan. Rata-rata panjang juga meningkat dari 6,725 mencapai 10,325 pada
akhir pemeliharaan. Pertumbuhan bobot mutlak mencapai 1,33 kg dan
pertumbuhan panjang mutlak 3,6 cm degan kelangsungan hidup yang cukup
16
tinggi mencapai 85,67 %.
Pengukuran flok penting dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya
kadar flok yang terdapat dalam media budidaya sehingga apabila flok dalam
kondisi rendah ataupun turun, maka perlu dilakukan aplikasi tambahan.
Begitupun sebaliknya, jika volume flok terlalu tinggi, ada beberapa langkah yang
dapat dilakukan yaitu ikan dapat dipuasakan sehingga ikan akan mengkonsumsi
flok. Kedua, dapat dilakukan pengenceran dengan mengurangi air media budidaya
sebanyak 1/3 dari ketinggian air awal dan menambahkan air baru sebanyak total
air yang telah dibuang sebelumnya. Menurut Sucipto (2018), volume flok yang
optimal pada bioflok ikan lele yaitu <50 ml/L dengan warna flok kecoklatan.
Volume flok yang terlalu tinggi (>50 ml) tidak baik untuk ikan, karena flok yang
terlalu tinggi mengindikasikan dominansi plankton dan mikroorganisme lainnya
sehingga terjadi persaingan antara ikan dan mikroorganisme tersebut untuk
memperoleh O2 dalam media budidaya. Volume flok selama praktikum disajikan
pada grafik 4.1. di bawah ini.
Grafik 4.1. Volume Flok Selama Pemeliharaan

16 Universitas Sriwijaya
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1 9 15

Harike-

Berdasarkan grafik di atas, terjadi peningkatan dan penurunan volume flok


dan flok terbilang sangat rendah. Penurunan terjadi karena flok dimakan oleh
ikan. Sedangkan peningkatan volume flok terjadi setelah dilakukan aplikasi
tambahan molase. Dari grafik di atas, flok mengalami penurunan drastis dari 8,5
ml/L menurun menjadi 4 ml/L yang terjadi pada hari ke-15. Penurunan drastis
volume flok ini terjadi karena flok lebih banyak dikonsumsi oleh ikan sebagai
pakan alami.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari pratikum teknologi bioflok ini adalah
sebagai berikut :

17 Universitas Sriwijaya
1. Berdasarkan data praktikum pemeliharaan ikan lele dengan teknologi bioflok
dapat menurunkan FCR hingga mencapai 0,4 pada pemeliharaan 15 hari
2. Rata-rata panjang ikan lele meningkat dari 6,725 mencapai 10,325 pada akhir
pemeliharaan.
3. Pertumbuhan bobot mutlak mencapai 1,33 kg dan pertumbuhan panjang
mutlak 3,6 cm dengan kelangsungan hidup yang cukup tinggi yaitu mencapai
85,67 %.
4. Volume flok mengalami penurunan drastis dari 8,5 ml/L menurun menjadi 4
ml/L yang terjadi pada hari ke-15. Penurunan drastis volume flok ini terjadi
karena flok lebih banyak dikonsumsi oleh ikan sebagai pakan alami.
5. Pemberian dosis molase dari minggu pertama sampai minggu ketiga
mengalami penurunan.

5.2. Saran
Kepada para praktikan, agar lebih serius dan saling bekerja sama pada saat
melakukan praktikum. Keseriusan dan kerjasama sangat diperlukan dalam suatu
praktikum, karena dapat mempengaruhi hasil dari praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
17

Abulias, N., Utarini, S. dan Winarni, E., 2014. Manajemen Kualitas Media
Pendederan Lele(Clarias sp.) Pada Lahan Terbatas dengan Teknik
Bioflok. Jurnal MIPA[online], 37(1), 16–21.

Adharani, N., Soewardi, K., Syakti, A.D dan Hariyadi, S., 2016. Manajemen
Kualitas Air dengan Teknologi Bioflok: Studi Kasus Pemeliharaan Ikan

18 Universitas Sriwijaya
Lele (Clarias Sp.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia[online], 21(1), 35-40.

Arifin, M. Y., 2016. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Strain Merah dan Strain Hitam yang dipelihara pada Media
Bersalinitas. Jurnal Ilmiah Universitas Batang Hari Jambi. Vol 16 (1).

Crab, R., Avnimelech, Y., Defoirdt, T., Bossier, P. and Verstraete,W., 2007.
Nitrogen Removal Techniques In Aquaculture for a Sustainable
Production. Jurnal Aquaculture [online], 270(1), 1–14.

Crab, R., Defoirdt, T., Bossier, P. and Verstraete, W., 2012. Biofloc technology in
aquaculture: Beneficial effects and future challenges. Jurnal Aquaculture
[online], 351–356.

Diana Rachmawati, Istiyanto Samidjan, Heryoso Setyono, (2015), Manajemen


Kualitas Air Media Budidaya IkanLele Sankuriang (Clarias gariepinus)
dengan Teknik Probiotik Pada Kolam Terpal Di Desa Vokasi Reksosari,
Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, PENA Akuatika, Vol 12 (1) : 24-
32

Ekasari, J., 2009.Teknologi Bioflok: Teori dan Aplikasi dalam Perikanan


Budidaya Sistem Intensif.Jumal Akuakultur Indonesia[online], 8(2), 117–
126.
Khairuman, H. dan Amri, K., 2011. Buku Pintar Budidaya dan Bisnis 15 Ikan
Konsumsi. Jakarta. Agromedia Pustaka.
Kurniawan D., Sri K., dan Nimas M. S., 2013. Pengaruh Volumee Penambahan
Effective Microorganism 4 (EM4) 1% dan Lama Fermentasi Terhadap
Kualitas Pupuk Bokashi dari Kotoran Kelinci dan Limbah Nangka. Jurnal
Industria, Vol 2.1: 57 66.

Komarawidjaja, W., 2009. Karakteristik dan Pertumbuhan Konsorsium Mikroba


Lokal Dalam Media Mengandung Minyak Bumi. Jurnal Teknik
Lingkungan. Vol 10 (1) : 114-119.

Midlen A, Redding TA. 1998. Environmental Management of Aquaculture.


Chapman and Hall. London. 224pgs.

Nadya Adharani, Kadarwan Soewardi, Agung Dhamar Ayakti, Sigid Hariyadi,


(2016), Manajemen Kualitas Air Dengan Teknologi Bioflok: Studi Kasus
Pemeliharaan Ikan Lele (Clarias Sp.), Jurnal Ilmu Pertanian (JIPI), Vol. 21
(1):35-40.

Pillay TVR. 1992 . Aquaculture and the Environment. Fishing News Book. 189
pgs.

19 Universitas Sriwijaya
Rusherlistyani., Sudaryati, D dan Heriningsih, S., 2017. Budidaya Lele Dengan
Sistem Kolam Bioflok[online].Yogyakarta: LPPM UPN VY.

Schryver, D., Crab, R., Defoirdt, T., Boon, N., Verstraete, W., 2008. The Basic of
Bio-floc technology: The Added Value for aquaculture. Journal
Aquaculture[online],277,(1), 125–137.

Simanjuntak, I.C., 2017. Perbedaan Konsentrasi Bakteri Penyusun Bioflok


terhadap Efisiensi Pemanfaatan Pakan, Pertumbuhan, dan
Kelulushidupan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Sains
Teknologi Akuakultur[online], 1 (1), 47–56.
Sundari E., Ellyta S., dan Riko R. 2012. Pembuatan Pupuk organic Cair
Menggunakan Bioaktivator biosca dan EM4. Prosiding SNTK TOPI.

Suparno dan Muhammad Qosim, (2016), Pengaruh Pengembangbiakan Bioflok


Pada Peningkatan Produksi Dan Kualitas Ikan Lele, Jurnal Inovasi dan
Teknologi, Vol. 5. No. 1.

Suprapto, N.S. dan Samtafsir, L.S., 2013. Biofloc-165 Rahasia Sukses Teknologi
Budidaya Lele. Depok. AGRO-165 Press.
Sutama, G., Sasanti, A.D. dan Taqwa, F.H., 2016. Pemeliharaan Ikan Patin
(Pangasius sp.) dengan Teknologi Bioflok Pada Padat Tebar Berbeda.
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia[online], 4(1), 200-215.

LAMPIRAN

Pengukuran Volume Flok

20 Universitas Sriwijaya
Pengukuran
kualitas air

Pengukuran Do

Pengukuran pH

21 Universitas Sriwijaya
Pengukuran Suhu

Pemberiaan
Pakan

22 Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai