Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum ke-1 dan 2 Hari/tanggal : Kamis/28 Maret 2013

m.k Teknik Produksi Pakan Alami Dosen : Andri Hendriana, S.Pi


Tita Nopitawati,
M.Si Wiyoto, M.Sc
Asisten : Benedictus Victor S., A.Md
Rosi Sulistiani, A.Md

KULTUR MIKROALGA SKALA INTERMEDIET DAN SKALA MASSAL

Disusun oleh :

Kelompok 4/P1
Ririnjani J3H111046
Rijaldy Firzatullah J3H111009
Novita sari J3H111030
Arief Wahyudi J3H211064
M. Rizki D. J3H111032
Akhmad Bayhaki J3H111044

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha budidaya ikan pada saat ini semakin banyak dilaksanakan baik secara
intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar,
payau, dan laut. Selain pengembangan skala usaha, ikan yang dibudidayakan
semakin beragam jenisnya. Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha
budidaya ikan adalah ketersediaan pakan, dimana penyediaan pakan merupakan
faktor penting di samping penyediaan induk. Pemberian pakan yang berkualitas
dalam jumlah yang cukup akan memperkecil persentase larva yang mati. Jenis
pakan yang dapat diberikan pada ikan ada dua jenis, yaitu pakan alami dan pakan
buatan. Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, sedangkan
pakan buatan adalah pakan yang dibentuk dari beberapa macam bahan yang
kemudian diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan kebutuhan jenis ikan
tertentu. Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi
pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah
yang banyak sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya
ikan, mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran
yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu
memberikan rangsangan bagi ikan untuk mangsa serta memiliki kemampuan
berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya
pembudidayaan yang relatif murah. Upaya untuk memperoleh persyaratan dan
memenuhi kebutuhan nutrisi ikan pakan alami yang baik adalah dengan melakukan
kultur fitoplankton
Untuk dapat memenuhi kebutuhan mikroalga maka dilakukan peningkatan
volume kultur secara bertahap (upscaling). Peningkatan volume kultur dilakukan
dengan memindahkan kultur yang telah mencapai fase eksponensial akhir sebagai
inokulan ke media yang baru dengan volume yang lebih besar terus berlangsung
sehingga tidak terjadi kehabisan stok pakan alami.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan mikroalga
dengan dilakukannya peningkatan volume kultur secara bertahap yaitu kultur
Chlorella sp. dengan skala intermediet dan skala massal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroalga adalah salah satu jenis tumbuhan yang banyak tersebar baik di
perairan darat maupun laut (Burlew, J.S. 1995). Mikroalga memiliki jenis yang
beragam. Salah satu jenis mikroalga yang terkenal adalah Chlorella sp.
Klasifikasi Chlorella sp
Chlorella merupakan alga hijau yang diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcaales
Family : Chlorellacea
Genus : Chlorella
Menurut habitat hidupnya ada dua macam Chlorella, yaitu Chlorella yang
hidup di air tawar maupun yang hidup di air laut.
Pertumbuhan fitoplangkton ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel
atau bertambahnya jumlah sel. Chlorella merupakan salah satu jenis fitoplankton
yang digunakan dalam pemeliharaan larva kerapu bebek sebagai peneduh atau
penyangga kualitas air.(Anonim, 2011). Chlorella memiliki bentuk sel bulat atau bulat
telur, merupakan alga bersel tunggal, tetapi kadang-kadang dijumpai bergerombol.
Mikroalga Chlorella memiliki potensi sebagai pakan alami, pakan ternak,
suplemen, penghasil komponen bioaktif bahan farmasi dan kedokteran. Hal tersebut
disebabkan Chlorella banyak mengandung berbagai nutrient seperti protein,
karbohidrat, asam lemak tak jenuh, vitamin, klorofil, enzim, dll. Selain itu
Chlorella merupakan mikroalga yang sebagian besar hidup dilingkungan akuatik,
baik perairan tawar, air laut maupun air payau. (Prihantini et al., 2005).
Chlorella mengandung 50 % protein , lemak serta vitamin A, B, D, E, dan K.
Diameter selnya berkisar 2-8 mikron, Warna hijau pada alga ini disebabkan selnya
mengandung klorofil a dan b dalam jumlah yang besar, di samping karotin dan
xantofil (Volesky, 1970). Dinding selnya keras terdiri atas selulosa dan pectin. Sel ini
mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi
sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak. (Sachlan,
1982)
Melihat potensi yang dimiliki Chlorella sp. sangat besar, makin banyak
penelitian dilakukan terhadap jenis mikroalga ini. Penelitian tentang pertumbuhan
mikroalga biasanya dilakukan dalam fotobioreaktor tertutup. Dalam pertumbuhan
mikroalga dalam fotobioreaktor, ada beberapa faktor yang harus dipenuhi
(Anonymous, 1992).
Pada skala laboratorium ,peningkatan volume kultur bertahap dari mulai
tabung reaksi bervolume 10 ml, erlenmeyer 100 ml,1000 ml sampai 5000 ml.Setelah
mencapai volume 5 liter, kultur mikroalga telah siap untuk digunakan sebai inokulan
bagi tahap intermediet.
Tahap intermediet umumnya dilakukan di luar laboratorium dengan
menggunakan wadah akuarium,galon atau plastik. Dalam tahap ini juga dilakukan
peningkatan volume kultur secara bertahap dari mulai 20 liter hingga 500 liter. Kultur
dengan volume lebih dari 50 liter umumnya dilakukan di dalam bak fiber yang
berwarna bening atau plastik yang berukuran besar dan tebal.
Setelah melalui tahap intermediet, volume kultur ditingkatkan lagi melalui
kulter massal. Pada skala ini, kultur dilakukan di dalam (indoor) atau diluar ruangan
(outdoor) dengan menggunakan wadah bak beton atau bak fiber.
Tahapan-tahapan dalam budidaya mikroalga pada skala intermediet dan
massal umumnya hampir sama dengan budidaya mikroalga pada skala laboratorium
kultur murni. Yang membedakan adalah metode sterilisasi dan sumber nutrien yang
digunakan.Karena pada skala intermediet dan skala masal, budidaya mikroalga
dilakukan dalam jumlah besar maka metode sterilisasi pada skala laboratorium
seperti Autoclave dan oven tidak mungkin dilakukan. Pada skala ini metode
sterilisasi yang digunakan umumnya adalah metode sterilisasi kimiawi dengan
menggunakan larutan klorin atau ozon. Metode yang lain juga umum digunakan
adalah dengan radiasi sinar Ultra Violet.
Chlorella bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada
tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-35
ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini.
Alga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 40 0C, tetapi tidak tumbuh. Kisaran
suhu 25-300C merupakan kisaran suhu yang optimal. (Hirata, 1981).
Kehidupan Chlorella sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
dimana Chlorella tersebut berada. Faktor yang mempengaruhi kehidupan tersebut
adalah unsur hara, cahaya matahari, suhu, pH, CO 2, dan air. Unsur hara yang
dibutuhkan oleh Chlorella berupa unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur
hara makro terdiri dari N, P, K,S, Na, Si, dan Ca, sedangkan unsur hara mikro terdiri
dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, B dan lain-lain. Setiap unsur hara mempunyai
fungsi khusus bagi Chlorella tanpa mengabaikan pengaruh faktor lain. Unsur N,P,
dan S sangat penting dalam pembentukan dinding sel Chlorella. (Wirosaputro,
2002).
Cahaya matahari berperan penting untuk proses fotosintesis yang dibutuhkan
oleh Chlorella. Chlorellabanyak menyerap cahaya biru dan merah, keduanya bila
bergabung menjadi sinar ultraviolet yang memiliki daya penyembuh dan daya
pembersih. Suhu berperan di dalam memacu proses metabolisme dan untuk
Indonesia suhu yang optimum berkisar 25-30 0 C bagi Chlorella. Peranan pH dalam
budidaya sangat penting bila dikaitkan dengan kontaminan. kontaminan itu sangat
merugikan maka pH dapat diatur guna mengatasinya, yaitu dengan mengatur pH
menjadi asam tetapi Chlorella tidak terpengaruh olehnya, pH diusahakan menjadi
4,5-5,6. Ketika pH asam maka kontaminan tidak tahan hidup tetapi Chlorella tidak
terpengaruh kehidupannya, sehingga pencegahan kontaminan dapat dikendalikan.
(Wirosaputro, 2002).
Dalam pengkulturan Chlorella perlu di perhatikan sebagai pakan alami ikan
adalah: memiliki bentuk dan ukuran yang sesuai dengan mulut ikan, mempunyai nilai
gizi yang penting, isi sel padat dan dinding sel tipis, sehingga mudah diserap oleh
tubuh ikan, cepat berkembangbiak dan memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap
perubahan lingkungan, tidak mengeluarkan zat toksik, tidak bergerak aktif sehingga
mudah ditangkap. (Wirosaputro, 2002).
Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, tetapi juga
dapat dengan pemisahan autospora dari sel induknya. Menurut Cahyo (2011),
kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan fitoplankton
melalui beberapa fase diantaranya sebagai berikut.
Pertumbuhan mikroalga secara umum dapat dibagi menjadi lima fase yang
meliputi fase lag (adaptasi atau istirahat), fase eksponensial, fase penurunan
kecepatan pertumbuhan (deklinasi), fase stasioner dan fase kematian. Pada fase lag
penambahan jumlah densitas mikroalga sangat rendah atau bahkan dapat dikatakan
belum ada penambahan densitas. Hal tersebut disebabkan karena sel-sel mikroalga
masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadap media tumbuh sehingga
metabolisme untuk tumbuh manjadi lamban. Pada fase eksponensial terjadi
penambahan kepadatan sel mikroalga (N) dalam waktu (t) dengan kecepatan
tumbuh () sesuai dengan rumus eksponensial. Pada fase penurunan kecepatan
tumbuh pembelahan sel mulai melambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai
membatasi pertumbuhan. Pada fase stasioner, faktor pembatas dan kecepatan
pertumbuhan bersifat setimbang karena jumlah sel yang membelah dan yang mati
sama. Pada fase kematian, kualitas fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana
sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan (Fogg dan Thake, 1987 dalam Edhy et
al., 2003).

BAB III
METEDOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Februari, 7 dan 14 Maret
2013 pukul 07.00-10.20 WIB di Bak Diploma, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat & Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam skala lab adalah cawan petri, ose, bunsen,
mikroskop, erlenmeyer, mikrotip, mikropipiet sedangkan bahan yang digunakan yaitu
media Na. Alat-alat yang digunakan dalam skala intermediet adalah Galon 19 liter,
erlenmeyer, timbangan, mikroskop, haemocytometer, cawan petri, pipet sedangkan
bahan yang digunakan yaitu urea, inokulan, kaporit, tsp, kcl, media benneck. Alat-
alat yang digunakan dalam skala massal adalah bak fiber sedangkan bahan yang
digunakan yaitu inokulan, urea, TSP, KCL, natrium thiosulfat, klorin.
3.3 Prosedur Kerja
Pada skala lab langkah yang pertama kali dilakukan adalah alat dan bahan
disiapkan. Kemudian media benect yang sudah disiapkan dimasukan sebanyak
10ml kedalam tabung reaksi. Setelah itu koloni dari micro alga diambil menggunakan
jarum ose. Selanjutnya koloni dimasukan kedalam tabung reaksi.
Prosedur budidaya mikroalga skala Intermediet dalam kegiatan sterilisasi
wadah galon atau plastik dipersiapkan, pastikan tidak ada bagian yang bocor.
Kemudian galon atau plastik yang bervolume maksimal 19 liter diisi dengan air 9 liter
yang akan digunakan untuk kultur chlorella skala intermediet dilakukan sterilisasi.
Lalu larutan klorin dengan konsentrasi klorin aktif 30 ppm ditambahkan. Selanjutnya
selama 1 jam aerasi dengan tekanan yang kuat dipasang agar bahan klorin yang
dimasukan dapat tercampur secara homogen. Untuk menetralkan klorin, Na2S2O3
ditambahkan dengan konsentrasi 30% dari jumlah konsentrasi klorin yang telah
diberikan, dibiarkan kembali selama 1 jam. Proses pemupukan dilakukan, pupuk
ditimbang sesuai dengan perlakuan
Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III
Urea:600 ppm Urea ; 800 ppm Urea ; 1000 ppm
TSP ; 15 ppm TSP ; 15 ppm TSP ; 15 ppm
KCL ; 40 ppm KCL ; 40 ppm KCL ; 40 ppm

Setelah semua proses sterilisasi selesai dilakukan, pupuk dilarutkan dengan


akuades atau air bersih yang ada di dalam wadah. Setelah itu pupuk dimasukan ke
dalam galon, pupuk dibiarkan beberapa saat agar larut dengan homogen di dalam
wadah yang disiapkan.
Inokulan untuk kltur Chlorella Sp dipersiapkan dengan memanen kultur
bervolume 1 liter yang telah mencapai fase eksponensial akhir. Kemudian
ditambahkan inokulan ke dalam media yang telah disiapkan. Galon atau plastik di
persiapkan pada bawah cahaya lampu atau matahari yang telah diberi aerasi yang
kuat. Selanjutnya pengamatan pertumbuhan Chlorella pada masing-masing
perlakuan dengan menghitung kepadatannya dilakukan setiap hari agar pada tahap
akhir masa pemeliharaan bisa di bentuk suatu grafik perkembangan chlorella
Prosedur Budidaya Mikroalga Skala Massal, wadah fiber berukuran 1 ton
terlebih dahulu disiapkan, pastikan tidak ada bagian yang bocor. Kemudian bak fiber
diiisi dengan air sampai bervolume 500 liter. Lalu kaporit dengan konsentrasi klorin
aktif 25 ppm ditambahkan serta diberi aerasi yang cukup kuat, setelah klorin
ditambahkan air dibiarkan selama 24 jam bermaksud untuk menetralkan klorin,
Na2S2O3 dengan konsentrasi 25 ppm atau lebih tergantung konsentrasi klorin yang
tersisa juga ditambahkan, terakhir dibiarkan selama 1 jam agar konsentrasi kaporit
yang ada berkurang.
Proses pemupukan dilakukan, pupuk ditimbang sesuai dengan perlakuan
Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III
Urea:600 ppm Urea ; 800 ppm Urea ; 1000 ppm
TSP ; 15 ppm TSP ; 15 ppm TSP ; 15 ppm
KCL ; 40 ppm KCL ; 40 ppm KCL ; 40 ppm
Setelah semua proses sterilisasi selesai dilakukan, pupuk dilarutkan dengan
akuades atau air bersih yang ada di dalam wadah. Setelah itu pupuk dimasukan ke
dalam bak fiber, pupuk dibiarkan beberapa saat agar larut dengan homogen di
dalam wadah yang disiapkan.
Inokulan untuk kultur Chlorella Sp dipersiapkan dengan memanen kultur
bervolume 10 liter dari 1% volume media disiapkan yang telah mencapai fase
eksponensial akhir. Kemudian ditambahkan inokulan ke dalam media yang telah
disiapkan. Bak fiber dipersiapkan pada bawah cahaya lampu atau matahari yang
telah diberi aerasi yang kuat. Selanjutnya pengamatan pertumbuhan Chlorella pada
masing-masing perlakuan dengan menghitung kepadatannya dilakukan setiap hari
agar pada tahap akhir masa pemeliharaan bisa di bentuk suatu grafik
perkembangan chlorella
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berikut data hasil pemeliharaan Chlorella sp. selama 1 minggu dengan
perlakuan skala intermediet :
Waktu
pemeliharaa Hari, tanggal Hasil data serta PH PH
n
Hari ke 1 Kamis, 7 maret 2013 36,41 x 104 8,1

Hari ke 2 Jumat, 8 maret 2013 24 x 104 6,7


Hari ke 3 Sabtu, 9 maret 2013 105 x 104 7,1
Minggu, 10 maret
Hari ke 4 71 x 104 7,2
2013
Hari ke 5 Senin, 11maret 2013 87 x 104 7,5
Hari ke 6 Selasa, 12 maret 2013 101 x 104 7,6

Hari ke 7 Rabu, 13 maret 2013 93 x 104 7,7

Table 1. Data pengamatan chlorella sp. skala intermediet

Grafik 1. pertumbuhan Chlorella sp secara intermediet

Grafik 2. pH Chlorella skala intermediet

Waktu Kepadatan ( x 104


Pemeliharaan ) PH
Hari 1 2 7,8
Hari 2 8 7,5
Hari 3 15 7,5
Hari 4 10 7,6
Hari 5 17 7,4
Hari 6 20 7,4
Hari 7 27 7,4
Table 1. Data pengamatan Chlorella sp. skala massal

Grafik 3. pertumbuhan Chlorella sp secara massal


Grafik 1. pH Chlorella sp secara massal

Berdasarkan dari tabel diatas dapat memberi informasi bahwa data yang
diperoleh selama seminggu pemeliharaan atas perlakuan
Upscalling : Budidaya pada wadah yang berurutan mulai dari yang kecil sampai ke
yang besar

4.2 Pembahasan
Mikroalga adalah jasad renik yang termasuk tumbuhan bersel tunggal,
berkembangbiak sangat cepat dengan daur hidup relatif pendek (Panggabean,
1998). Alga mikroskopis biasa disebut dengan phytoplankton yang merupakan
sumber rantai makanan dilaut. Alga mikroskopis berfotosintesis seperti tanaman
tingkat tinggi. Alga ini secara biokimia dapat memanfaatkan CO2, seperti tanaman
daratan, dengan adanya enzim Rubisco (Ribulose 1.5. carboxylic biphosphate).
Sintesa biologis dari gula dan lemak diawali dari Siklus Calvin.
Menurut Sheehan dkk (1998) dari departemen energi Amerika Serikat, ada 3
komponen zat utama yang terkandung dalam alga, yaitu Karbohidrat, Protein, dan
Triacyglycerols. Karbohidrat dapat difermentasikan menjadi alkohol, protein dapat
diolah menjadi produk makanan dan kecantikan, dan Triacyglycerols dapat diubah
fatty acid.
Chlorella sp. merupakan alga bersel tunggal dari golongan alga hijau
(Chloropyta) yang telah dimanfaatkan secara komersial karena gizinya yang tinggi
(Srihati dan Carolina, 1995). Chlorella sp. memiliki peranan dalam memenuhi
kebutuhan manusia diantaranya sebagai makanan tambahan atau suplemen karena
kandungan nutrisinya lengkap (Royan, dkk. 2010). Meningkatnya permintaan akan
Chlorella sp. merupakan peluang dilakukannya peningkatan kultur Chlorella sp.
Menurut Eyster (1978) menyatakan bahwa konsentrasi nutrien yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan Chlorella sp. Baik makronutrien dan mikronutrien ditetapkan
menjadi tiga yaitu konsentrasi minimum, maksimum, dan optimum. Eyster (1978)
mengemukakan bahwa nutrien yang dibutuhkan oleh Chlorella sp. Berupa
makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien terdiri dari, N, P, K, Si dan Ca
sedangkan mikronutrien terdiri dari Fe, Mo, Cu, Mn, Zn dan Co. Unsur yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan Chlorella sp. antara lain N (0,14-0,7 g/l) dan P
(0,015-0,62 g/l). Kebutuhan unsur makro nutrien dan mikro nutrien dalam kultur
Chlorella sp. Harus tercukupi untuk pertumbuhan yang optimal terutama unsur N
dan P yang berfungsi untuk pembentukan klorofil dan keperluan fotosintesis
(Sumarlinah, 2000).
Berdasarkan dari tabel diatas dapat memberi informasi bahwa data yang diperoleh
selama seminggu pemeliharaan atas perlakuan kultur Chlorella sp. skala intermediet dapat
dilihat dari nilai laju pertumbuhan spesifik pada hari ke-1 sebesar 36,41 x 104 sel/mL.Hal
tersebut menggambarkan bahwa dalam waktu satu hari Chlorella sp. memiliki adaptasi yang
baik terhadap lingkungan kultur. Fase lag pada pertumbuhan Chlorella sp. ini berlangsung
selama kurang lebih dari 24 jam. Pada hari ke-2, jumlah populasi mikroalga menurun yaitu
menjadi 24 x 104 sel/mL sehingga tidak memasuki fase pertumbuhan eksponensial
melainkan fase kematian yakni banyak Chlorella sp. mati karena tidak dapat beradaptasi
dengan baik. Salah satu faktor yang menentukan lamanya fase adaptasi adalah umur kultur
yang digunakan sebagai inokulum. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan yang disebutkan
oleh (Fogg dan Thake, 1987 dalam Prihantini et al., 2005) yang menyebutkan fase adaptasi
akan menjadi lebih singkat atau bahkan tidak terlihat apabila sel-sel yang diinokulasikan
berasal dari kultur yang berada dalam fase eksponensial. Sedangkan pada pernyataan lain
disebutkan bahwa Chlorella Vulgaris memiliki daya adaptasi yang cepat terhadap
lingkungan kultur yang baru sehingga menunjukkan daya adaptasi yang cukup singkat dan
langsung tumbuh dengan cepat dan mudah pada saat dikulturkan (Sutomo, 2005).

Fase adaptasi terlihat secara jelas pada media perlakuan intermediet ini yang
mungkin disebabkan oleh lambatnya kemampuan sel mikroalga menyesuaikan
dirinya terhadap media kultur yang baru, sehingga tidak mampu mampu tumbuh dan
berkembang dengan cepat. Pertumbuhan sel naik drastis pada hari ke-3 sebesar
105 x 104 sel/mL. Hal ini menggambarkan bahwa Chlorella sp. dapat beradaptasi
dengan baik terhadap lingkungan kultur. Fase ini dinamakan fase eksponential.
Terbukti dengan adanya pernyataan yang menyebutkan bahwa pada fase
eksponensial terjadi penambahan kepadatan sel mikroalga (N) dalam waktu (t)
dengan kecepatan tumbuh () sesuai dengan rumus eksponensial (Fogg, 1965
dalam Panggabean, 2000 dan Suantika, 2009). Pada hari ke empat pertumbuhan
sel turun kembali yaitu dengan nilai menjadi sebesar 71 x 10 4 sel/mL. Hal tersebut
termasuk dalam fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat
karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Sesuai dengan
penjelasan (Suantika, 2009). Pada fase stasioner terjadi pada hari ke-5, karena
jumlah sel yang bertambah seimbang dengan jumlah sel yang mati. Chlorella sp.
mulai memasuki fase kematian pada hari ke-7, ditandai dengan jumlah sel yang
menurun, karena menurunnya ketersediaan nutrien di dalam media kultur. Turunnya
laju pertumbuhan Chlorella sp. juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti
adanya toksik yang dihasilkan oleh mikroalga sebagai hasil dari metabolisme yang
meracuni mikroalga itu sendiri dan berkurangnya proses fotosintesis akibat
bertambahnya jumlah sel sehingga hanya bagian tertentu saja yang memperoleh
cahaya.
Selanjutnya laju pertumbuhan meningkat relatif cepat di hari ke-4 sampai hari
ke-6. Hal tersebut menunjukkan sel mengalami fase adaptasi dengan baik terhadap
lingkungan kultur, sehingga pertambahan jumlah kepadatan sel relatif lebih cepat.
Hari ke-6, sel memasuki fase eksponensial, dengan laju pertumbuhan spesifik
mencapai 101 x 104 sel/mL dan terus meningkat. Pada hari ke-7, jumlah sel
mengalami penurunan. Penurunan jumlah sel ini diduga karena adanya
pemanfaatan nutrien yang berlebih dari hari-hari sebelumnya, sehingga
ketersediaan nutrien berkurang dari kebutuhan sel mikroalga untuk hari berikutnnya.
menurut (Annisa, 2005) fase deklinasi atau penurunan kecepatan petumbuhan dapat
terjadi karena nutrisi pada media kultur berkurang dan telah terbentuk senyawa
NH4+
dalam konsentrasi tinggi dan adanya produk esktraseluler dari mikroalga yang
meracuni diri sendiri sehingga dapat meningkatkan mortalitas Chlorella sp. (Fogg,
1965 dalam Panggabean, 2000 dan Suantika, 2009).
Mengenai pH pada hari pertama sebesar 8,1 pada hari kedua 6,7 kemudian
pada hari ke tiga sebesar 7,1 lalu pada hari ke empat 7,2 selanjutnya pada hari ke
lima 7,5 setelah itu hari keenam sebesar 7,6 serta pada hari ketujuh sebesar 7,7.
Hal demikian dikarenakan pada lingkungan netral yaitu derajat keasaman atau pH
digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen sesuai dengan pernyataan dari
(Reynolds, 1984 dalam Prihantini et al., 2005). Variasi pH dalam media kultur dapat
mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain
mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan
mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9,
kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH
yang optimum untuk kultur mikroalga adalah antara 79.
Hal tersebut menyebabkan CO2 sebagai sumber karbon utama bagi proses
fotosintesis mikroalga cukup tersedia sehingga proses metabolisme dapat
berlangsung cepat dan kerapatan sel meningkat. Selain itu, jenis karbon anorganik
yang paling banyak terdapat pada media asam (pH 4-6) adalah asam karbonat
(H2CO3) (Goldman et al., 1983 dalam Prihantini et al., 2005).
Sel Chlorella sp. pada skala massal memiliki jumlah kepadatan sel dan laju
pertumbuhan spesifik yang berbeda tiap perlakuan. Kepadatan Chlorella sp. tertinggi
terdapat pada perlakuan ke 3, dengan dosis urea 1000 ppm, TSP 15 ppm, KCL 40
ppm, sedangkan kepadatan sel terendah terdapat pada perlakuan dengan jumlah
dosis urea 600 ppm. Kelompok kami menggunakan dosis urea sebanyak 800 ppm.
Pertumbuhan puncak kepadatan populasi sel Chlorella sp. mencapai 27X104 yang
terjadi pada hari ke tujuh.
Jumlah sel pada media Chlorella Sp perlakuan 2 dan perlakuan 3 memiliki jumlah
yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuaan ke 1. Karena jumlah dosis pupuk
urea yang di pergunakan serta faktor faktor lain yang mendukung pertumbuhan
Chlorella tidak berlangsung secara baik. populasi mikroalga terus meningkat hingga
memasuki fase pertumbuhan eksponensial. Salah satu faktor yang menentukan
lamanya fase adaptasi adalah umur kultur yang digunakan sebagai inokulum. Fase
adaptasi akan menjadi lebih singkat atau bahkan tidak terlihat apabila sel-sel yang
diinokulasikan berasal dari kultur yang berada dalam fase eksponensial (Fogg dan
Thake, 1987 dalam Prihantini et al., 2005).
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen.
Derajat keasaman pada grafik yang paling terendah 7,4 pada hari ke 4 sampai ke 7.
Sedangkan pada masa penebaran merupakan derajat keasaman paling tinggi. Yaitu
7,8. Variasi pH dalam media kultur dapat mempengaruhi metabolisme dan
pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon
anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran
pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar
antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH yang optimum untuk kultur mikroalga
adalah antara 79.
BAB V
KESIMPULAN DaN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa fitoplankton jenis chlorella sp dapat dikultur dengan skala intermediet dan
skala massal. Hal tersebut dapat terjadi apabila faktor pendukung seperti kandungan
nutrisi dan kondisi lingkungan dalam kondisi optimum.

5.2 Saran
Sebaiknya kegiatan pengkulturan Chlorella dilakukan sampai masa kematian
karena dengan begitu para mahasiswa dapat menerangkan dan memperkirakan
jumlah Chlorella yang dibutuhkan ketika dalam usaha budidaya. Serta seharusnya
untuk praktikum selanjutnya alat dan bahan yang akan digunakan sudah siap dan
tersedia sebelum praktikum dimulai, ketepatan waktu mulai dari awal hingga selesai
praktikum harus sesuai jadwal yang telah ditentukan jadi tidak ada lagi penggunaan
waktu diluar jam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, 2005, Respon Chlorella pyrenoidosa terhadap Senyawa Klorporifos, Tesis.
Departemen Biologi, Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Anonim, 2011. Fitoplankton Alternatif Cocolite sp., Pacu Produksi Benih Kerapu
Bebek.http://Www.google.com. Diakses 27 Maret 2013.
Anonymous. 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang. Departemen
Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution of
Washington. Washington.
Cahyo A. D. 2011. Teknik Kultur Skeletonema costatum Sebagai Pakan Alami Udang
Vaname. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara Jawa Tengah.
Usulan PKL (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Kelautan Unair.
Surabaya.
Eyster, C. 1978. Nutrient Concentration Requirements for Chlorella sorokiniana. Available
from the author or the Mobile college Library, Mobile, Alabama 36613. 78-81.
Panggabean, Lily G. M. (1998). Mikroalgae: Alternatif Pangan dan Bahan Industri di Masa
Mendatang. Oseana Volume XXIII N0. 1: 19-26
Prihantini N H, Putri B, & Yuliati R. 2005. Pertumbuhan Chlorella Spp. Dalam Medium
Ekstrak Tauge (MET) Dengan Variasi pH Awal. Makara, Sains. Vol. 9(1) : 1-6
Royan, M. R., Khomaruddin., M. D. Arifi dan Minto. 2010. Chlo-Juice (Jus Chlorella) Sebagai
Minuman Multivitamin Berkhasiat, Berkalsium, Dan Berprotein Tingi Serta Sebagai Peluang
Usaha Multiprofit. PKMK. Universitas Airlangga. Surabaya. 16 hal.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Perternakan dan Perikanan Universitas Diponerogo.
Semarang.
Sheehan, J., T. Dunahay, J. Benemann, P. Roessler, (1998). A look Back at The U.S. Department
of Energys Aquatic Speciest
Srihati dan Carolina.1997. Pengaruh Berbagai Media Terhadap Kualitas Algae Bersel
Tunggal (Scenedesmus sp.) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.LIPI. Hal 877-
882.
Sumarlinah. 2000. Hubungan Komunitas Fitoplankton dan Unsur Hara N dan P di Danau
Sunter Selatan, Jakarta Utara. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal.
Sutomo. (2005). Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros
gracilis) dan Pemgaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 37 :43-58. Pusat Penelitian Oseanografi.
Wirosaputro, S. 2002. Chlorella Untuk Kesehatan Global Teknik Budidaya Dan
Pengolahan Buku II.Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai