PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biologi Perikanan adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
keadaan ikan yaitu sejak individu ikan tersebut menetas (hadir kealam) kemudian
makan, tumbuh, bermain, bereproduksi dan akhirnya mengalami kematian secara
alami atau oleh karna factor lain. Biologi Perikanan ini merupakan pengetahuan
dasar ketika mendalami pengetahuan dinamika populasi ikan, pengembangan
spesies ikan dan upaya pelestarian spesies ikan yang akan mengalami kepunahan
di perairan lainnya (Diliana, 2015).
Ikan merupakan vertebrata akuatik dan bernapas dengan insang, beberapa
jenis ikan bernafas melalui alat tambahan berupa modifikasi gelembung renang
(gelembung udara). Ikan merupakan organisme yang mempunyai kemampuan
bergerak sehingga tidak tergantung pada arus yang kuat atau genangan air yang
disebabkan oleh angin, mereka dapat bergerak di dalam air menurut kemauannya
sendiri. Ikan memiliki keanekaragaman bentuk, ukuran, habitat serta distribusi
jenis berdasarkan perbedaan ruang dan waktu sehingga membutuhkan
pengetahuan tentang pengelompokan atau pengklasifikasian ikan. Pengenalan
struktur ikan tidak lepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang
merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis
ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan.
(Safitri, 2017).
Ikan memiliki keanekaragaman bentuk, ukuran, habitat serta distribusi
jenis berdasarkan perbedaan ruang dan waktu sehingga membutuhkan
pengetahuan ten-tang pengelompokan atau pengklasifikasian ikan. Pengenalan
struktur ikan tidak lepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang
merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis
ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan.
Ikan merupakan vertebrata akuatik dan bernapas dengan insang, beberapa jenis
ikan bernafas melalui alat tambahan berupa modifikasi gelembung renang
(gelembung udara). Ikan merupakan organisme yang mempunyai kemampuan
bergerak sehingga tidak tergantung pada arus yang kuat atau genangan air yang
2
disebabkan oleh angin, mereka dapat bergerak di dalam air menurut kemauannya
sendiri (Safitri,2017).
Ikan merupakan salah satu makhluk hidup yang secara umum
bereproduksi secara seksual. Dalam proses reproduksinya, ikan mempunyai
tingkah laku dan tata cara yang berbeda-beda, mulai dari tingkah laku meminang
dan kawin, memijah, sampai penjagaan terhadap telur dan anak-anaknya. Pada
tulisan ini, diuraikan secara singkat mengenai tingkah laku reproduksi ikan
tersebut. Reproduksi pada makhluk hidup merupakan suatu proses alam dalam
usaha mempertahankan keturunan dan keberadaan jenisnya di alam. Ada dua cara
berbeda pada makhluk hidup dalam membentuk keturunan, yaitu reproduksi
secara seksual dan secara aseksual. Reproduksi seksual terjadi karena bertemunya
gamet jantan (sperma) dengan gamet betina (sel telur) dalam suatu proses
pembuahan (fertilisasi), sedangkan pada reproduksi aseksual, keturunan yang
terbentuk tanpa melalui proses pembuahan (Fahmi, 2010).
Ikan mempunyai cara yang berbeda-beda dalam tingkah laku meminang
(courtship) dan tingkah laku kawinnya (Mating). Dalam tingkah laku tersebut,
ikan jantan dan betina dewasa sama-sama melepaskan sperma dan telur melalui
bermacam cara agar terjadi pembuahan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Selain dapat memberikan ketepatan waktu dalam pelepasan sperma dan telur agar
pembuahan dapat berhasil baik, tingkah laku meminang juga dapat menjamin dua
individu yang berpasangan tersebut berasal dari jenis yang sama. Individu jantan
dari setiap jenis ikan mempunyai tanda-tanda atau sinyal tersendiri yang hanya
dimengerti oleh betina dari jenisnya. Begitu pula ikan betina mempunyai sinyal-
sinyal khusus yang hanya dimengerti oleh individu jantannya (Fahmi, 2010).
Ikan platy pedang (Xiphophorus helleri) merupakan salah satu ikan air
tawar yang banyak dibudidayakan sebagai ikan hias oleh petani ikan hias. Ikan
platy pedang (Xiphophorus helleri) mempunyai ciri warna yang menarik. Warna
pada ikan platy pedang sangat mempengaruhi nilai ekonomisnya. Warna indah
pada ikan hias disebabkan oleh kromatofor (sel pigmen) yang terletak pada
lapisan epidermis, yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan
lingkungan dan aktifitas seksual. Kromatofor dapat diklasifikasikan menjadi 5
3
kategori warna dasar yaitu melanofor, eritrofor, xantofor, leukofor, dan iridofor
(Rachmawati et al., 2016).
Apabila seekor individu ikan berbuat kesalahan dengan melakukan
perkawinan dengan individu dari jenis lain, maka telur atau spermanya hanya
akan terbuang percuma. Oleh karena itu, jenis-jenis ikan yang hidup bersama di
dalam lingkup area yang sama, mempunyai tingkah laku meminang dan tingkah
laku kawin yang berbeda-beda, sehingga mereka hanya dapat melakukan
perkawinan dengan pasangan dari jenis yang sama. Karakter individu yang diukur
meliputi ukuran panjang (panjang total dan panjang cagak, dalam cm), bobot
tubuh dalam keadaan segar (dalam gram), sex (jenis kelamin), tingkat kematangan
gonad, dan bobot gonad segar (dalam gram). Tingkat kematangan gonad
ditentukan secara visual mengikuti skala kematangan gonad standard (five point
maturity scale for partial spawners) yang terbagi menjadi TKG I (dara), TKG II
(dara berkembang), TKG III (mulai matang), TKG IV (matang) dan TKG V
(mijah). Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat.
Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon, dan lingkungan (zat hara)
(Fahmi, 2010).
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui dan melihat secara langsung perbedaan ciri seksual primer
dan sekunder ikan Platy Pedang (Xiphophorus helleri) jantan dan betina.
2.Untuk mengetahui pola tingkah laku reproduksi ikan Platy Pedang
(Xiphophorus helleri)
3.Untuk mengetahui lamanya waktu yang diperlukan ikan Platy Pedang
(Xiphophorus helleri) untuk melakukan pemijahan
Manfaat Praktikum
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat masuk untuk
mengikuti praktikum biologi perikanan dan untuk menambah wawasan praktikan
mengenai tingkah laku reproduksi dari ikan Platy Pedang (Xiphophorus helleri).
4
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Platy Pedang (Xiphophorus helleri) ini memiliki sifat yang ramah
dan tidak agresif, oleh karena itu sangat cocok digunakan sebagai ikan hias pada
aquascaping. Ikan platy dapat hidup pada pH 7,0 – 8,0, pada suhu 20 – 26 °C.
Ikan Platy dapat diberi pakan buatan maupun alami. Ikan ini sangat mudah
beradaptasi dan memiliki toleransi yang baik dalam berbagai kondisi lingkungan
tempat hidupnya. Platy menyukai habitat dengan banyak tanaman, karena ikan ini
cenderung berenang dan berkembang biak diantara tetanaman. Ikan ini menyukai
arus sedang (Nata, 2017).
Ikan platy pedang termasuk ikan omnivora, tetapi lebih cenderung
menyukai makanan dari tumbuh-tumbuhan. Makanan harus tersedia sejak fase
larva, oleh karena itu kebanyakan pembudidaya ikan terlebih dahulu telah
menyediakan atau melakukan kultur pakan alami sebelum memijahkan ikan.
Adapun beberapa jenis pakan alami yang sering diberikan pada fase larva ikan
antara lain Paramecium, Infusoria, Vinegar Eel, Artemia, Kutu Air, Jentik
Nyamuk, Cacing Sutra, Cacing Darah (Blood Worm), dan lain sebagainya
(Irawan, 2017).
Proses reporduksi Ikan Platy Pedang berlangsung sangat cepat, Platy
Pedang betina mampu memiliki kemampuan untuk menyimpan spermanya hingga
1 tahun, sehingga terkadang ditemukan Platy Pedang betina dapat berkali-kali
melahirkan tanpa kehadiran jantan selama persediaan sperma masih tersedia.
Anak Platy Pedang akan menjadi induk setelah berumur 3–5 bulan. Ikan ini
memiliki kebiasaan makan sebagai bottom feeder atau mencari makan pada dasar
perairan. Ikan Mas dialam juga hidup menepi sambil mengincar makanan berupa
binatangbinatang kecil yang biasanya hidup dilapisan lumpur tepi danau atau
sungai (Taradhipa et al., 2018).
ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitatnya.
Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran kecil sebagai
konsekuensi dari kelangsungan hidup yang rendah (Putra et al., 2010).
Pengamatan tingkah laku ikan memijah berkaitan dengan waktu ikan
melakukan pemijahan (siang atau malam hari), tingkah laku ikan sebelum, saat,
dan setelah pemijahan serta jumlah telur yang dikeluarkan tiap jam pada hari
pemijahan. Pengamatan tingkah laku memijah yang dilakukan secara massal
maupun individual menggunakan perbandingan rasio pemijahan jantan:betina.
Masing-masing wadah pemijahan diberi aerasi. Selain itu, untuk mengetahui
tingkah laku memijah setiap induk, maka dilakukan pula pengamatan dengan
memijahkan induk secara berpasangan. Selama pengamatan, induk diberi pakan
komersial berbentuk tepung (Herjayanto et al., 2016).
Pada masa pemijahan , tingkah laku ikan dapat dibagi menjadi tiga fase,
yaitu tinkah laku pada fase pra pemijahan, tingkah laku pada fase pemijahan dan
tingkah laku pada fase pasca pemijahan. Tingkah laku reproduksi ini dipengruhi
oleh sifat ikan itu sendiri, apakah ikan itu melakukan perlindungan terhadap
keturunannya atau tidak. Tingkah laku ikan yang menjaga keturunannya dapat
dikatakan relatif lebih banyak variasinya dari pada ikan ovipar, terutama tingkah
laku pasca pemijahan. macam tingkah laku ikan pada fase pra pemijahan
diantaranya ialah aktifitas mencari makan, ruaya, pembuatan sarang, sekresi
feromon (pengenalan lawan jenis, mencari pasangan), gerakan-gerakan rayuan
dan lain-lain. Tingkah laku ikan pada fase pemijahan diantaranya ialah bersamaan
dengan pengeluaran produk seksual ada ikan yang melakukan sentuhan bagian-
bagian tubuh, gerakan eksotik dengan menggetarkan seluruh bagian tubuh,
gerakan pembelitan tubuh ikan jantan atau ikan betina oleh ikan jantan,
penyimpanan telur oleh ikan jantan atau ikan betina ke dalam sarang, gua, bagian
pada tubuh, pada busa, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Tingkah laku ikan pada
fase pasca pemijahan diantaranya ialah penyempurnaan penutupan sarang,
penjagaan sarang yang berisi telur yang telah dibuahi atau telur yang sedang
berkembang, menjauhi daerah pemijahan dan lain-lain (Aris dan Hidayat, 2016).
Dalam akuarium, kombinasi ideal ikan Swordtail adalah 3 betina untuk 1
jantan. Alat kelamin jantan disebut gonopodium, terletak di bagian sirip perut.
8
Saat kawin. Swordtail jantan secara konstan akan mengejar betina sambil
“mencium” area sirip perut betina. Tidak lama setelah itu mereka akan
melancarkan serangan dengan menginseminasi sperma lewat gonopodium
mereka. Proses kawin ini berlangsung sangat cepat. Swordtail betina memiliki
kemampuan menyimpan sperma hingga 1 tahun, sehingga terkadang ditemukan
Swordtail betina dapat berkali-kali melahirkan tanpa kehadiran jantan selama
persediaan sperma masih ada. Swordtail sangat produktif. Seekor betina dapat
melahirkan antara 2-50 anak. Selang 28 hari kemudian mereka dapat melahirkan
batch berikutnya. Setelah dilahirkan, anakan sebaiknya dipisah dengan ikan
dewasa, karena sangat sering ditemukan kasus ikan dewasa memakan anak yang
baru lahir. Dari sejak lahir, setiap anak Swordtail sepenuhnya mampu berenang
dan makan. Anak ikan biasanya bersembunyi di sekitar tanaman air. Anak
swordtail akan menjadi induk setelah berumur 3-5 bulan (Taradhipa et al., 2018).
Faktor kematian telur yang tinggi disebabkan karena kualitas telur yang
buruk dan disebabkan oleh induk ikan yang masih muda dengan umur antara 6-8
bulan dengan bobot rata rata jantan 4-6gram dan betina 7-8gram yang belum
memiliki kualitas telur dan sperma yang baik karena masih perlu beradaptasi
dengan lingkungan, dan faktor genetik karena tidak diketahui induk koridoras
berdasarkan persilangan induk yang bagus atau tidak, dugaan lain juga
dikarenakan penanganan manusia yang kurang baik pada saat pemeliharaan telur,
lama jarak untuk memindahkan substrat ke wadah berpengaruh terhadap
pemeliharaan telur. Derajat pembuahan pada ikan sangat ditentukan oleh kualitas
telur, spermatozoa, media dan penanganan manusia dan menurut Tang dan juga
menambahkan kualitas telur dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi umur induk dan genetika. Faktor Faktor
eksternal meliputi pH, suhu, cahaya, kepadatan dan polusi, tetapi faktor eksternal
tidak mempengaruhi karena semua faktor eksternal dalam keadaan terkontrol
(Amjad et al., 2017).
METODE PRAKTIKUM
Prosedur Praktikum
Prosedur dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diendapkan air alam sehari sebelum ikan dimasukkan.
3. Disiapkan aerator sebagai penghasil oksigen.
4. Disiapkan tumbuhan air yang akan diletakkan ke dalam wadah.
5. Dimasukkan ikan secara aklimasi ke dalam wadah yang airnya telah
diendapkan selama satu hari.
6. Ditutup dengan terpal agar memberikan kesan gelap pada habitatnya.
7. Didokumentasikan setiap hari tingkah laku ikan yang akan melakukan
pemijahan.
Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
10
Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum, ikan jantan dan ikan betina platy pedang
dapat dibedakan berdasarkan warna dan bentuk siripnya. Dimana sirip ekor ikan
jantan lebih meruncing dibandingkan sirip ekor betina yang tumpul seperti ikan
pada umunya. Hal ini sesuai dengan Irawan (2017) yang menyatakan Ikan platy
pedang jantan memiliki bentuk ekor belakang yang unik, yaitu bagian bawah ekor
belakang yang memanjang dan menyerupai bentuk pedang. Sedangkan ikan platy
pedang betina memiliki bentuk ekor belakang normal seperti ikan plati pada
umumnya. Ukuran maksimal ikan ini dapat mencapai 10 cm untuk betina dan 12
cm untuk jantan.
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa ikan platy pedang
merupakan ikan yang menyukai tempat yang memiliki banyak tanaman dan
berarus sedang dan hal ini berpengaruh dalam proses pemijahan. Hal ini sesuai
dengan Nata (2017) yang menyatakan ikan platy dapat hidup pada pH 7,0 – 8,0,
pada suhu 20 – 26 °C. Ikan Platy dapat diberi pakan buatan maupun alami. Ikan
ini sangat mudah beradaptasi dan memiliki toleransi yang baik dalam berbagai
kondisi lingkungan tempat hidupnya. Platy menyukai habitat dengan banyak
tanaman, karena ikan ini cenderung berenang dan berkembang biak diantara
tetanaman. Ikan ini menyukai arus sedang.
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa ikan platy edang bettina
mampu menyimpan sperman hingga 1 tahun sehingga ikan betina mampu
melahirkan tanpa kehadiran jantan. Hal ini sesuai dengan Taradhipa et al (2018)
yang menyatakan proses reporduksi Ikan Platy Pedang berlangsung sangat cepat,
13
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aris, T., dan R. Hidayat. 2016. Paper Adaptasi Reproduksi Ikan. Fakultas Ilmu
Perikanan dan Kelautan. Universitas Brawijaya.
Diliana, S.Y. 2015. Tugas Biologi Perikanan Seksualitas Ikan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran, Jatinangor.
15
Fahriza, A., H, Alawi dan Sukendi. 2016. The Effect of Light Difference and Feed
that Provided to Improve The Quality of Fish Colour, Growth and
Survival rate for Platy Fish (Xiphophorus helleri). Media Neliti.