Anda di halaman 1dari 19

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perairan umum (open water) adalah bagian di permukaan bumi yang
secara permanen maupun berkala digenangi oleh air (baik air tawar, air payau,
maupun air asin). Yang termasuk ke dalam perairan umum adalah air sungai,
sungai mati (oxbow lake), ledak-lebung (floodplain), saluran irigasi, kanal, estuari,
waduk, danau, rawa, logoon, telaga, kolam dan legokan-legokan. Indonesia
memiliki perairan umum yang dapat diperkirakan mencapai 53,45 juta ha yang
terdiri dari danau (alami dan buatan) seluas 2,1 juta ha, dan perairan rawa seluas
39,4 juta ha (Siregar, 2015).
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran
air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan
manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi
pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tiga)
aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku dan aspek akibat.
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat
berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air
sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Indikator yang umum diketahui pada
pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal
Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen
Demand, COD) (Warlina, 2004).
Pencemaran air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai,
laut dan air tanah yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Air dikatakan tercemar
jika tidak dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Walaupun fenomena alam,
seperti gunung meletus, pertumbuhan gulma yang sangat cepat, badai dan gempa
bumi merupakan penyebab utama perubahan kualitas air, namun fenomena
tersebut tidak dapat disalahkan sebagai penyebab pencemaran air. Pencemaran ini
dapat disebabkan oleh limbah industri, perumahan, pertanian, rumah tangga,
industri, dan penangkapan ikan dengan menggunakan racun. Polutan industri
2

antara lain polutan organik (limbah cair), polutan anorganik (padatan, logam
berat), sisa bahan bakar, tumpaham minyak tanah dan oli merupakan sumber
utama pencemaran air, terutama air tanah. Disamping itu penggundulan hutan,
baik untuk pembukaan lahan pertanian, perumahan dan konstruksi bangunan
lainnya mengakibatkan pencemaran air tanah (Puspitasari, 2007).
Daerah Aliran Sungai (DAS) diberi arti “keseluruhan daerah kuasa (regime)
sungai yang menjadi alur pengatus utama”. Pengertian “sungai” di sini mencakup
alur pengatus yang dapat tidak berair pada masa pelepasan air kecil. DAS
merupakan padanan istiah drainage area, drainage basin, atau river basin dalam
bahasa Inggris, atau stroom gebied dalam bahasa Belanda. Batas DAS dirupakan
oleh garis bayangan sepanjang punggung pegunungan atau lahan meninggi, yang
memisahkan sistem aliran yang satu dari sistem aliran tetangganya. Atas dasar
pengertian ini maka secara teori semua kawasan darat habis terbagi menjadi
sejumlah DAS. Suatu DAS terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah tadahan
(catchment area) yang membentuk daerah hulu atau “daerah kepala sungai” dan
daerah penyaluran air yang berada di bawah daerah tadahan
(Notohadiprawiro, 2006).
Berdasarkan defisini dari pencemaran air, dapat diketahui bahwa penyebab
pencemaran air dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi ataupun
komponen lain sehingga kualias air menurun dan air pun tercemar. Banyak
penyebab pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi 2
(dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan dan tidak langsung.Sumber
langsung meliputi efluen yang keluar industri, TPA sampah, rumah tangga dan
sebagainya. Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air
dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber
pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian.
Tanah dan air mengandung sisa dari aktifitas pertanian seperti pupuk dan
pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu
pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam (Zanatia, 2015).

Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi


dan/atau komponen lain ke dalam air atau udara. Tak jarang, akibat sampah yang
3

dapat menurunkan kualitas air sungai, bisa terjadi juga endapan, dan terhambatnya
laju air. Konservasi tanah dan air dilakukan sebagai upaya dalam memperbaiki
daerah aliran sungai dan daerah sekitarnya agar dapat dimanfaatkan serta menjadi
produktif. Banyak sumber yang menyebabkan terjadinya pencemaran daera aliran
sungai, begitu juga dengan dampak yang akan diberikan (Puspitasari, 2007).
Pengukuran kualitas lingkungan selama ini secara parsial berdasarkan
media udara, air, lahan, sehingga memantau hasilnya. Salah satu cara untuk
mereduksi banyaknya informasi tersebut adalah dengan menggunakan indeks.
Dalam hal ini yang akan dilakukan penggunaan indeks kualitas di perairan sungai.
Masuknya limbah ke perairan sungai akan dapat merubah sifat fisika, kimia dan
biologi dari ekosistem sungai. Perubahan tersebut dapat menurunkan kualitas air
dan mengganggu tatanan kehidupan organisme di dalam sungai
Perairan dapat dipandang sebagai sesuatu yang tersusun dari tiga unit yang saling
mempengaruhi yaitu biota, habitat dan manusia. Biota ini antara lain meliputi
semua ikan, plankton, benthos, moluska, krustacea, dan reptilia
(Sinambela dan Sipayung, 2015).

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran air Sungai
Gelis, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran Sungai Gelis,
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
3. Untuk mengetahui cara menanggulangi pencemaran Sungai Gelis, Kabupaten
Kudus, Jawa Tengah.

Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah sebagai sumber informasi mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran, dampak yang ditimbulkan, dan cara
penanggulangan pencemaran Sungai Gelis, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah serta
sebagai syarat untuk mengikuti praktikum Pencemaran selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Perairan
4

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,


energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Kemampuan air pada suatu sumber air,
untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut
menjadi cemar disebut daya tampung beban pencemaran. Air limbah adalah sisa
dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Sedangkan baku
mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan
(Baihaki, 2018).
Masalah pencemaran ini disebabkan aktivitas manusia seperti pembukaan
lahan untuk pertanian, pengembangan perkotaan dan industri, penebangan kayu
dan penambangan di daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai (DAS) serta
limbah rumah tangga yang tinggal di daerah pesisir. Pembukaan lahan pertanian
telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang masuk ke
perairan melalui aliran sungai. Pesatnya pengembangan perkotaan dan industri
telah meningkatkan jumlah limbah terutama limbah cair yang sulit dikontrol.
Pencemaran pada perairan pesisir sebagai dampak dari adanya aktivitas ekonomi
menjadi salah satu hal yang perlu ditangani dalam pengelolaan wilayah pesisir
yang inovatif (Fransisca, 2011).
Pencemaran air terjadi jika ada polutan yang masuk ke dalam air seperti
zat kimia, energi dan unsur lainnya sehingga merubah bentuk asli dari air menjadi
berubah warna dan mengeluarkan bau yang tidak enak. Adapun beberapa zat
kimia yang bisa mencemari air diantaranya adalah zat fosfat yang berasal dari
deterjen yang digunakan untuk mencuci baju, kebocoran bahan bakar minyak dari
kapal atau tangki yang tumpah, logam berat hasil buangan dari pabrik, limbah
organic dari sampah rumah tangga dan juga kotoran hewan (Baihaki, 2018).
Pada dasarnya bahan pencemar yang mencemari perairan dapat
dikelompokkan menjadi: bahan pencemar organik; bahan pencemar penyebab
terjadinya penyakit; bahan pencemar senyawa anorganik/mineral; bahan pencemar
organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme; bahan pencemar berupa
5

zat radioaktif; bahan pencemar berupa endapan/sedimen; bahan pencemar berupa


kondisi (misalnya panas). Dampak pencemaran tidak hanya membahayakan
kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan
manusia atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai
estetika lingkungan pesisir, serta dapat merugikan secara sosial ekonomi
(Fransisca, 2011).

Pencemaran Sungai
Sungai merupakan salah satu wadah tempat berkumpulnya air dari suatu
kawasan. Air permukaan atau air limpasan mengalir secara grafitasi menuju
tempat yang lebih rendah Kualitas air sungai disuatu daerah sangat dipengaruhi
oleh aktifitas manusia, khususnya yang berada di sekitar sungai. Jika aktifitas
tersebut diimbangi oleh kesadaran masyarakat yang tinggi dalam melestarikan
lingkungan sungai, maka kualitas air sungai akan relatif baik. Namun sebaliknya,
tanpa adanya kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat maka kualitas air
sungai akan menjadi buruk. Buruknya kualitas air sungai akan berdampak pada
menurunnya jumlah biota sungai dan secara umum akan semakin menurunkan
kualitas air sungai di bagian hilir yang kemudian bermuara di laut
(Yogafanny, 2015).
Perubahan kondisi kualitas air pada aliran sungai merupakan dampak dari
buangan dari penggunaan lahan yang ada. Perubahan pola pemanfaatan lahan
menjadi lahan pertanian, tegalan dan permukiman serta meningkatnya aktivitas
industri akan memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis dalam suatu
Daerah Aliran Sungai. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan
pertanian akan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan
kualitas air sungai (Agustiningsih et al., 2012),
Secara umum masalah utama yang ditimbulkan akibat pencemaran
perairan sungai oleh buangan jenis efluen (buangan) meliputi aspek kesehatan,
berkaitan dengan bakteri patogenik yang mencemari badan air dan hewan benthos
(shellfish, aspek estetik, mereduksi kandungan oksigen terlarut akibat kandungan
bahan organic yang tinggi, eutrofikasi (penyuburan berlebihan), dan pencemaran
badan air oleh pestisida, logam berat dan bahan beracun lainnya. Untuk
6

menanggulangi pencemaran laut dewasa ini tidaklah begitu mudah, hal ini
disebabkan karena laut mempunyai jangkauan batas yang tidak nyata. Meskipun
demikian ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
pencemaran laut, sebagai bagian dari upaya pengelolaan lingkungan laut, antara
lain dengan membuat alat pengolah limbah, penimbunan (alokasi) bahan
pencemar di tempat yang aman, daur ulang limbah, dan lain-lain
(Poedjiastoeti, 2006).
MBAS merupakan materi pencemar yang lebih dikenal sebagai deterjen.
Deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air.
Limbah deterjen sangat sukar diuraikan oleh bakteri, sehingga tetap aktif untuk
jangka waktu yang lama. Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga
meningkatkan senyawa fosfat pada air yang merangsang pertumbuhan ganggang.
Pertumbuhan ganggang yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air
tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan
terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini mati, akan terjadi proses
pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan pengendapan
bahanbahan yang menyebabkan pendangkalan (Fransisca, 2011).

Sumber Bahan Pencemar


Secara umum, sumber pencemaran dapat dikategorikan dalam dua jenis,
pencemaran point source dan non-point source. Pencemaran point source adalah
sumber dari identifikasi lokal tunggal/tunggal. Point source relatif mudah untuk
didentifikasi, diukur dan dikontrol. Pencemaran point source termasuk debit dari
pabrik pengolahan limbah kota dan pabrik industri. Sumber tidak langsung (non-
point source) dan sumber langsung (point source) dapat diintegrasikan dengan
aplikasi Arcgis agar dapat mengetahui titik dan sumber yang menjadi satu dimensi
dalam peta. Salah satu indikator pencemaran di sungai adalah parameter BOD.
Nilai BOD dapat mempengaruhi kemampuan sungai untuk pulih kembali atau self
purification. Kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah dari
berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai pemulihan diri atau self
purification (Pangestu et al., 2017).
Point Source Discharges (Sumber Titik) sumber titik atau sumber
pencemar yang dapat diketahui secara pasti dapat berupa suatu lokasi seperti air
7

limbah industri maupun domestik serta saluran drainase. Air limbah adalah sisa
dari suatu hasil usaha dan kegiatan yang berwujud cair). Non Point Source
(Sebaran Menyebar) ialah berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti.
Pencemar masuk kedalam perairan melalui run off (limpasan) dari wilayah
pertanian, pemukiman dan perkotaan (Mahyuri, 2019).
Limbah cair domestik, yaitu limbah cair yang berasal dari pemukiman,
tempat- tempat komersial (perdagangan, perkantoran, institusi) dan tempat-tempat
rekreasi. Air limbah domestik (berasal dari daerah pemukiman) terutama terdiri
atas tinja, air kemih, dan buangan limbah cair (kamar mandi, dapur, cucian yang
kira-kira mengandung 99,9 % air dan 0,1 % padatan). Zat padat yang ada tersebut
terbagi atas ± 70 % zat organik (terutama protein, karbohidrat dan lemak) serta
sisanya 30 % zat anorganik terutama pasir, air limbah, garam- garam dan logam
(Novilyansa, 2017).
Diantara sumber penghasil limbah yang potensial mencemari air sungai
adalah limbah dari usaha/industri kecil. Selain tersebar di antara pemukiman
penduduk, industri-industri kecil sebagian besar tidak berijin serta membuang
limbahnya langsung ke sungai ataupun anak sungai yang akhirnya mengalir ke
sungai. Beban pencemaran yang ditimbulkan tentu saja menurunkan kualitas air
sungai.Dampak lain dari pencemaran limbah usaha kecil, seperti industri tahu-
tempe, pabrik tapioka, usaha laundry, ternak dan sejenisnya selain menurunkan
mutu air sungai, juga telah dirasakan masyarakat karena bau busuk dan sumber
penyakit yang mengganggu kesehatan masyarakat (Priyono, 2011).

Karakteristik Air yang Tercemar


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air, kualitas air di Indonesia dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu: 1.
Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana /sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, air
8

untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan


mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
(Hanisa et al., 2017).
Perairan dinyatakan tercemar jika parameter fisik, kimia, dan biologinya
mengalami perubahan. Beberapa indikator atau tanda bahwa air telah tercemar
yaitu perubahan suhu air, perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen, perubahan
warna, bau dan rasa air, timbulnya endapan, koloid, dan bahan terlarut; adanya
mikroorganisme; dan meningkatnya radioaktivitas air. Untuk mengetahui tingkat
pencemaran suatu perairan perlu dilakukan pengujian parameter kualitas air.
Parameter air yang umum diuji untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah
parameter fisika, kimia dan biologis air. Parameter fisika air berupa suhu, daya
hantar listrik, kekeruhan, konsentrasi padatan terlarut dan tersuspensi. Parameter
kimia air seperti nilai keasaman (pH), oksigen terlarut, BOD, COD, minyak dan
lemak, logam berat dan bahan pencemar lainnya, sedangkan parameter biologis
air dapat berupa bakteri Escherichia coli, mikrobentos dan bioindikator lainnya
(Novilyansa, 2017).
Bau air dipengaruhi oleh komposisi kimia dan bahan organik yang terdapat
di dalam air seperti bangkai binatang, bahan buangan atau penguraian senyawa
organi oleh bakteri. Sedangkan rasa pada air dapat ditimbulkan oleh beberapa hal
yaitu adanya gas terlarut misalnya organisme hidup (ganggang), adanya limbah
padat maupun limbah cair serta adanya organisme pembusuk limbah. Kadar BOD
dapat mengakibatkan terjadinya kondisi tanpa oksigen, dengan demikian maka
bakteri dan organisme akan mudah berkembang biak dengan cepat dan dapat
menimbulkan penyakit bagi manusia, seperti penyakit kulit, saluran pernafasan,
diare dan menrunkan daya tahan tubuh. Makin rendah BOD maka kualitas air
minum tersebut semakin baik (Setiawan, 2018).
Dampak Pencemaran terhadap Biota Air
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya
kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan
kehidupan dalam air yang membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi
9

perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun
yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Akibat
matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang
seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi
sulit terurai. Panas dari industri juaga akan membawa dampak bagi kematian
organisme, apabila air limbah tidak didinginkan dahulu (Warlina, 2004).
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan
mengalami tiga macam proses akumulasi yaitu fisik, kimia dan biologis. Buangan
limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dengan toksisitas yang tinggi
ke lingkungan perairan mengakibatkan bahan pencemar langsung terakumulasi
secara fisik dan kimia lalu mengendap di dasar laut. Melalui rantai makanan
terjadi metabolisme bahan berbahaya secara biologis dan akhirnya akan
mempengaruhi kesehatan manusia. Akumulasi melalui proses biologis inilah yang
diesbut dengan bioakumulasi.Bahan pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme
atau ikan melalui proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun
dari tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Bahan pencemar dapat masuk
ke dalam tubuh ikan melalui tiga cara yaitu melalui rantai makanan, insang dan
difusi permukaan kulit (Santosa, 2013).
Keracunan yang disebabkan oleh merkuri ini, umumnya berawal dari
kebiasaan memakan makanan dari laut, terutama sekali ikan, udang dan tiram
yang telah terkontaminasi oleh merkuri. Awal peristiwa kontaminasi merkuri
terhadap biota laut adalah masuknya buangan industri yang mengandung merkuri
ke badan perairan teluk (lautan). Selanjutnya dengan adanya proses
biomagnifikasi yang bekerja di lautan, konsentrasi merkuri yang masuk akan terus
ditingkatkan disamping penambahan yang terus menerus dari buangan pabrik.
Merkuri yang masuk tersebut kemudian berasosiasi dengan sistem rantai makanan
yang diambil dari perairan dan ikut termakan oleh manusia bersama makanan
yang diambil dari perairan yang tercemar oleh merkuri
(Ainudin dan Widiyawati, 2017).

Pengendalian Pencemaran Perairan


Usaha untuk pengendalian pencemaran sungai antara lain, Limbah-limbah
industri sebelum dibuang kesungai harus dinetralkan dahulu sehingga tidak lagi
10

mengandung unsur-unsur yang mencemari perairan, Melarang membuang sampah


ke sungai, sampah harus dibuang ditempat-tempat yang telah ditentukan,
Mengurangi penggunaan pestisida dalam membasmi hama tanaman, Setiap
perusahaan minyak diwajibkan memiliki peralatan yang dapat membendung
tumpahan minyak dan menyedotnya kembali. Dengan demikian tumpahan minyak
tidak akan menyebar luas sehingga pengaruhnya terhadap pencemaran dapat
berkurang. Akan tetapi peranan masyarakat juga sangat penting terhadap
pencemaran lingkungan karena kurangnya kesadaran akan akibatakibat yang
berdampak negatif karena pencemaran air sungai.Pemberdayaan masyarakat
adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri
(Dawud et al., 2016).
Strategi pengendalian pencemaran air merupakan upaya yang dilakukan
dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran air serta
pemulihan kualitas air sesuai kondisi alaminya sehingga kualitas air sungai terjaga
sesuai dengan peruntukkannya. Strategi pengendalian pencemaran air
memerlukan serangkaian kriteria dan alternatif untuk mencapai tujuan yang
diinginkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya yang ada. Strategi
pengendalian pencemaran air dirumuskan berdasarkan wawancara mendalam
dengan keyperson serta berdasarkan hasil AHP (Analytic Hierarchy Process) .
Kriteria dan alternatif untuk mencapai tujuan strategi pengendalian pencemaran
air disusun berdasarkan hasil survey lapangan serta diskusi terhadap keyperson
yang berkompeten dalam pengendalian pencemaran air Rumusan hasil survey dan
pengamatan di lapangan yang dilanjutkan dengan wawancara mendalam terhadap
keyperson dalam upaya pengendalian pencemaran air adalah sebagai berikutt,
Perilaku masyarakat menyumbang terjadinya pencemaran air sungai. Belum
optimalnya koordinasi antar intansi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber
daya air dan pengendalian pencemaran air (Agustiningsih et al., 2012).
STUDI KASUS

Sungai Gelis merupakan salah satu sungai yang melintasi Kabupeten


Kudus. Sungai Gelis digunakan sebagai tempat pengaliran air hujan yang
keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia di sekitar DAS.
11

Banyaknya aktivitas penduduk disekitar sungai meningkatkan jumlah limbah


domestik masuk ke Sungai Gelis. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung status
mutu air sungai di Sungai Gelis. Sungai Gelis sebagai daerah penelitian memiliki
panjang ±29 km dan dibagi ke dalam 5 lokasi titik sampling. Analisis status mutu
air sungai dilakukan menggunakan metode indeks pencemaran yang telah
dianggap komprehensif menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 115 Tahun 2003. Hasil penelitian menunjukkan status mutu air
sungai pada Sungai Gelis adalah cemar sedang.
Adapun tujuan dari laporan ini dalah untuk mengetahui faktor faktor yang
menyebabkan pencemaran air Sungai Gelis , untuk mengetahui dampak yang di
timbulkan dari pencemaran di Sungai Gelis, untuk mengetahui cara
menanggulangi pencemaran Sungai Gelis. Penilitian dilakukan di Sungai Gelis
Kabupaten Kudus. Lokasi penelitian padaSungai Gelis memiliki panjang ±29 km
dengan hulu mata air yang terletak pada Dusun Semliro, Desa Rahwatu,
Kecamatan Gebog sampai dengan Jembatan Desa Jati Kulon, Kecamatan Jati.
Pengambilan sampel air sungai dilakukan pada tanggal 10 Mei 2016. Analisis
laboratoriumdilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat CITO.Parameter
yang diukur dan diamati adalah parameter fisika, kimia dan mikrobiologi.
Penelitian kualitas air dilakukan dengan membagi sungai menjadi 5 titik lokasi
pengambilan sampel dengan 4 segmen. Pembagian segmentasi sungai berdasarkan
pada pola penggunaan lahan yang ada dengan tetap memperhatikan kemudahan
akses, biaya dan waktu sehingga ditentukan titik yang mewakili kualitas air
sungai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Adapun hasil dari penelitian iani adalah
sebagai berikut:
12
13
14
15

Pembahasan
Kadar BOD yang tinggi ditentukan oleh aktivitas lingkungan. Sekitar
seperti sawah, mandi cuci, kakus, dan kebun yang mengakibatkan masuknya
beberapa bahan organik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Seftiana (2017) yang
menyatakan bahwa bahan organik dapat menurunkan kualitas air di mata air
tersebut. Umumnya nilai COD akan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai
16

BOD5, karena BOD5 terbatas hanya terhadap bahan organik yang bisa diuraikan
secara biologis saja, sementara nilai COD menggambarkan kebutuhan oksigen
untuk total oksidasi baik terhadap senyawa yang dapat diuraikan secara biologis
maupun terhadap senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis.
Konsentrasi yang melebihi baku mutu pada titik yang berada pada
Bendung adalah BOD, COD, DO, Detergen, Fenol, Khlor Bebas, pH, Phospat dan
Fecal Coliform. Hal ini terjadi akibat adanya aktivitas di sekitar titik ini. Hal ini
Azwar (2013) yang menyatakan bahwa baku mutu yang sesuai sesuai dengan
adanya aktivitas warga yaitu pembuangan limbah detergen Limbah yang
mengandung detergen ke sungai. sampah-sampah dari hasil rumah tangga ini
apabila dibuang langsung ke sungai tanpa melakukan pengolahan akan
menjadikan kadar BOD, COD, DO, Khlor Bebas dan Phospat meningkat.
Sedangkan untuk konsentrasi Fecal Coliform karena masyarakat masih melakukan
buang air besar di sekitar sungai dan untuk parameter fenol disebabkan
olehpenggunaan pestisida atau desinfektan pada sawah.
Strategi pengendalian pencemaran sungai adalah perlu adanya izin dalam
melakukan aktivitas penambangan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah pasir
yang ditambang. Perlu dilakukannya sosialisasi kepada pengusaha tani agar
menurunkan penggunaan desinfektan kimia. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Harahap (2012) yang menyatakan bahwa melakukan pemerataan penyebaran pada
pencemaran sungai dan pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah
padat, perlu adanya fasilitas pembuangan sampah disekitar pemukiman, membuat
peraturan melarang pembuangan sampah di sungai, perlu dilakukannya sosialisasi
kepada industri dan petani untuk melakukan pengurangan penggunaan bahan
kimia dan melakukan pengolahan terlebih dahulu kepada limbah sebelum dibuang
ke badan sungai.
Penyebab pencemaran yang mana salah satunya adalah adanya masyarakat
yang masih menggunakan deterjen yang mana hasil deterjen tersebut di buang ke
aliran perairan sunga sehingga perairan tersebut tercemar karena terkenanya
limbah domestic. Hal ini sesuai dengan Priyono (2011) yang menyatakan bahwa
Diantara sumber penghasil limbah yang potensial mencemari air sungai adalah
limbah dari usaha/industri kecil. Selain tersebar di antara pemukiman penduduk,
17

industri-industri kecil sebagian besar tidak berijin serta membuang limbahnya


langsung ke sungai ataupun anak sungai yang akhirnya mengalir ke sungai. Beban
pencemaran yang ditimbulkan tentu saja menurunkan kualitas air sungai.Dampak
lain dari pencemaran limbah usaha kecil, seperti industri tahu-tempe, pabrik
tapioka, usaha laundry, ternak dan sejenisnya selain menurunkan mutu air sungai,
juga telah dirasakan masyarakat karena bau busuk dan sumber penyakit yang
mengganggu kesehatan masyarakat.
Kondisi baku mutu dari perairab sungai gelis itu sendiri sudah tercemr
melalui karakteristik nyang tidak layak pakai dalam kondisi sebagai kebutuhan
rumah tangga maupun hal lain nya. Hal ini sesuai dengan Hanisa (2017) yang
menyatkan bahwa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air, kualitas air di Indonesia dibagi menjadi 4 (empat) kelas
yaitu: 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk prasarana /sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, D., Sasongko. S.B., dan Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal.
Jurnal Presipitasi. 9 (2).
18

Ainuddin, dan Widyawati. 2017. Studi Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di
Perairan Sungai Tabobo Kecamatan Malifut Kabupaten Halmahera Utara.
Jurnal Ekosistem. 17 (1).
Dawud, M., Namara. I., Chayati. N. Muhammad F. 2016. Analisis Sistem
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Cisadane Kota Tanggerang Berbasis
Masyarakat. Seminar Nasional Sains dan Teknologi.
Fahtomiaji, N., Syamswisna dan E. Ariyati. 2013. Penyusunan Penuntun
Praktikum pada Materi Pencemaran di Sma Berdasarkan Uji Kualitas Air
Sungai Kapuas.
Hanisa, E., W. D. Nugraha dan A. Sarminingsih. 2017. Penentuan Status Mutu Air
Sungai Berdasarkan Metode Indeks Kualitas Air National Sanitation
Foundation (IKA-NSF) sebagai Pengendalian Kualitas Lingkungan (Studi
Kasus : Sungai Gelis, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Jurnal Teknik
Lingkungan. 6 (1): 1-15.
Mahyuri, A. 2019. Evaluasi Daya Dukung Sungai Deli Melalui Kemampuan Self
Purification. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Novilyansa, E. 2017. Analisis Kualitas Air di Wilayah Sungai Seputih-Sekampung
Berbasis Sistem Informasi Geografis. [Tesis]. Universitas Lampung
Bandar. Lampung.
Pangestu, R., E. Riani dan H. Effendi. 2017. Estimasi Beban Pencemaran Point
Source dan Limbah Domestik di Sungai Kalibaru Timur Provinsi DKI
Jakarta, Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungannya. 7 (3): 219-226.
Priyono, A. 2011. Kajian Beban Pencemaran Limbah Usaha Kecil di Sungai
Ciliwung Segmen Kota Bogor. Jurnal Media Konservasi. 16 (1): 32-40.
Puspitasari, D. E. 2007. Dampak Pencemaran Air terhadap Kesehatan Lingkungan
Dalam Perspektif Hukum Lingkungan (Studi Kasus Sungai Code di
Kelurahan Wirogunan Kecamatan Mergangsan dan Kelurahan
Prawirodirjan Kecamatan Gondomanan Yogyakarta). MIMBAR HUKUM.
21(1).
Santosa, R. W. 2013. Dampak Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Perusahaan
Pertambangan terhadap Nelayan Tradisonal. Lex Administratum. 1 (2).
Setiawan. 2018. Analisis Kualitas Air Sumur Berdasarkan Parameter Fisika dan
Kimia di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat Kota Metro.
[Skripsi]. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sinambela, M dan M. Sipayung. 2015. Makrozoobentos dengan Parameter Fisika
dan Kimia di Perairan Sungai Babura Kabupaten Deli Serdang. Jurnal
Biosains. 1(2).
Siregar, E. M. S. 2015. Morfometri dan Potensi Sumberdaya Air Danau Laukawar.
[Skripsi]. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
19

Warlina, L. 2004. Pencemaran Air: Sumber, Dampak dan Penanggulangannya.


Makalah. Institut Pertanian Bogor.
Zanatia, F.K., Hikmaya, A.N., Rahmadi, A. 2015. Pencemaran Air di Daerah
Aliran Sungai Cimencrang Jawa Barat: Sumber, Dampak, dan Solusi.
Junal Agroteknologi. 1(1).

Anda mungkin juga menyukai