PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perairan umum (open water) adalah bagian di permukaan bumi yang
secara permanen maupun berkala digenangi oleh air (baik air tawar, air payau,
maupun air asin). Yang termasuk ke dalam perairan umum adalah air sungai,
sungai mati (oxbow lake), ledak-lebung (floodplain), saluran irigasi, kanal, estuari,
waduk, danau, rawa, logoon, telaga, kolam dan legokan-legokan. Indonesia
memiliki perairan umum yang dapat diperkirakan mencapai 53,45 juta ha yang
terdiri dari danau (alami dan buatan) seluas 2,1 juta ha, dan perairan rawa seluas
39,4 juta ha (Siregar, 2015).
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran
air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan
manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi
pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tiga)
aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku dan aspek akibat.
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat
berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air
sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Indikator yang umum diketahui pada
pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal
Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen
Demand, COD) (Warlina, 2004).
Pencemaran air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai,
laut dan air tanah yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Air dikatakan tercemar
jika tidak dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Walaupun fenomena alam,
seperti gunung meletus, pertumbuhan gulma yang sangat cepat, badai dan gempa
bumi merupakan penyebab utama perubahan kualitas air, namun fenomena
tersebut tidak dapat disalahkan sebagai penyebab pencemaran air. Pencemaran ini
dapat disebabkan oleh limbah industri, perumahan, pertanian, rumah tangga,
industri, dan penangkapan ikan dengan menggunakan racun. Polutan industri
2
antara lain polutan organik (limbah cair), polutan anorganik (padatan, logam
berat), sisa bahan bakar, tumpaham minyak tanah dan oli merupakan sumber
utama pencemaran air, terutama air tanah. Disamping itu penggundulan hutan,
baik untuk pembukaan lahan pertanian, perumahan dan konstruksi bangunan
lainnya mengakibatkan pencemaran air tanah (Puspitasari, 2007).
Daerah Aliran Sungai (DAS) diberi arti “keseluruhan daerah kuasa (regime)
sungai yang menjadi alur pengatus utama”. Pengertian “sungai” di sini mencakup
alur pengatus yang dapat tidak berair pada masa pelepasan air kecil. DAS
merupakan padanan istiah drainage area, drainage basin, atau river basin dalam
bahasa Inggris, atau stroom gebied dalam bahasa Belanda. Batas DAS dirupakan
oleh garis bayangan sepanjang punggung pegunungan atau lahan meninggi, yang
memisahkan sistem aliran yang satu dari sistem aliran tetangganya. Atas dasar
pengertian ini maka secara teori semua kawasan darat habis terbagi menjadi
sejumlah DAS. Suatu DAS terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah tadahan
(catchment area) yang membentuk daerah hulu atau “daerah kepala sungai” dan
daerah penyaluran air yang berada di bawah daerah tadahan
(Notohadiprawiro, 2006).
Berdasarkan defisini dari pencemaran air, dapat diketahui bahwa penyebab
pencemaran air dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi ataupun
komponen lain sehingga kualias air menurun dan air pun tercemar. Banyak
penyebab pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi 2
(dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan dan tidak langsung.Sumber
langsung meliputi efluen yang keluar industri, TPA sampah, rumah tangga dan
sebagainya. Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air
dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber
pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian.
Tanah dan air mengandung sisa dari aktifitas pertanian seperti pupuk dan
pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu
pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam (Zanatia, 2015).
dapat menurunkan kualitas air sungai, bisa terjadi juga endapan, dan terhambatnya
laju air. Konservasi tanah dan air dilakukan sebagai upaya dalam memperbaiki
daerah aliran sungai dan daerah sekitarnya agar dapat dimanfaatkan serta menjadi
produktif. Banyak sumber yang menyebabkan terjadinya pencemaran daera aliran
sungai, begitu juga dengan dampak yang akan diberikan (Puspitasari, 2007).
Pengukuran kualitas lingkungan selama ini secara parsial berdasarkan
media udara, air, lahan, sehingga memantau hasilnya. Salah satu cara untuk
mereduksi banyaknya informasi tersebut adalah dengan menggunakan indeks.
Dalam hal ini yang akan dilakukan penggunaan indeks kualitas di perairan sungai.
Masuknya limbah ke perairan sungai akan dapat merubah sifat fisika, kimia dan
biologi dari ekosistem sungai. Perubahan tersebut dapat menurunkan kualitas air
dan mengganggu tatanan kehidupan organisme di dalam sungai
Perairan dapat dipandang sebagai sesuatu yang tersusun dari tiga unit yang saling
mempengaruhi yaitu biota, habitat dan manusia. Biota ini antara lain meliputi
semua ikan, plankton, benthos, moluska, krustacea, dan reptilia
(Sinambela dan Sipayung, 2015).
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran air Sungai
Gelis, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran Sungai Gelis,
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
3. Untuk mengetahui cara menanggulangi pencemaran Sungai Gelis, Kabupaten
Kudus, Jawa Tengah.
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah sebagai sumber informasi mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran, dampak yang ditimbulkan, dan cara
penanggulangan pencemaran Sungai Gelis, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah serta
sebagai syarat untuk mengikuti praktikum Pencemaran selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Perairan
4
Pencemaran Sungai
Sungai merupakan salah satu wadah tempat berkumpulnya air dari suatu
kawasan. Air permukaan atau air limpasan mengalir secara grafitasi menuju
tempat yang lebih rendah Kualitas air sungai disuatu daerah sangat dipengaruhi
oleh aktifitas manusia, khususnya yang berada di sekitar sungai. Jika aktifitas
tersebut diimbangi oleh kesadaran masyarakat yang tinggi dalam melestarikan
lingkungan sungai, maka kualitas air sungai akan relatif baik. Namun sebaliknya,
tanpa adanya kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat maka kualitas air
sungai akan menjadi buruk. Buruknya kualitas air sungai akan berdampak pada
menurunnya jumlah biota sungai dan secara umum akan semakin menurunkan
kualitas air sungai di bagian hilir yang kemudian bermuara di laut
(Yogafanny, 2015).
Perubahan kondisi kualitas air pada aliran sungai merupakan dampak dari
buangan dari penggunaan lahan yang ada. Perubahan pola pemanfaatan lahan
menjadi lahan pertanian, tegalan dan permukiman serta meningkatnya aktivitas
industri akan memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis dalam suatu
Daerah Aliran Sungai. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan
pertanian akan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan
kualitas air sungai (Agustiningsih et al., 2012),
Secara umum masalah utama yang ditimbulkan akibat pencemaran
perairan sungai oleh buangan jenis efluen (buangan) meliputi aspek kesehatan,
berkaitan dengan bakteri patogenik yang mencemari badan air dan hewan benthos
(shellfish, aspek estetik, mereduksi kandungan oksigen terlarut akibat kandungan
bahan organic yang tinggi, eutrofikasi (penyuburan berlebihan), dan pencemaran
badan air oleh pestisida, logam berat dan bahan beracun lainnya. Untuk
6
menanggulangi pencemaran laut dewasa ini tidaklah begitu mudah, hal ini
disebabkan karena laut mempunyai jangkauan batas yang tidak nyata. Meskipun
demikian ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
pencemaran laut, sebagai bagian dari upaya pengelolaan lingkungan laut, antara
lain dengan membuat alat pengolah limbah, penimbunan (alokasi) bahan
pencemar di tempat yang aman, daur ulang limbah, dan lain-lain
(Poedjiastoeti, 2006).
MBAS merupakan materi pencemar yang lebih dikenal sebagai deterjen.
Deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air.
Limbah deterjen sangat sukar diuraikan oleh bakteri, sehingga tetap aktif untuk
jangka waktu yang lama. Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga
meningkatkan senyawa fosfat pada air yang merangsang pertumbuhan ganggang.
Pertumbuhan ganggang yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air
tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan
terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini mati, akan terjadi proses
pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan pengendapan
bahanbahan yang menyebabkan pendangkalan (Fransisca, 2011).
limbah industri maupun domestik serta saluran drainase. Air limbah adalah sisa
dari suatu hasil usaha dan kegiatan yang berwujud cair). Non Point Source
(Sebaran Menyebar) ialah berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti.
Pencemar masuk kedalam perairan melalui run off (limpasan) dari wilayah
pertanian, pemukiman dan perkotaan (Mahyuri, 2019).
Limbah cair domestik, yaitu limbah cair yang berasal dari pemukiman,
tempat- tempat komersial (perdagangan, perkantoran, institusi) dan tempat-tempat
rekreasi. Air limbah domestik (berasal dari daerah pemukiman) terutama terdiri
atas tinja, air kemih, dan buangan limbah cair (kamar mandi, dapur, cucian yang
kira-kira mengandung 99,9 % air dan 0,1 % padatan). Zat padat yang ada tersebut
terbagi atas ± 70 % zat organik (terutama protein, karbohidrat dan lemak) serta
sisanya 30 % zat anorganik terutama pasir, air limbah, garam- garam dan logam
(Novilyansa, 2017).
Diantara sumber penghasil limbah yang potensial mencemari air sungai
adalah limbah dari usaha/industri kecil. Selain tersebar di antara pemukiman
penduduk, industri-industri kecil sebagian besar tidak berijin serta membuang
limbahnya langsung ke sungai ataupun anak sungai yang akhirnya mengalir ke
sungai. Beban pencemaran yang ditimbulkan tentu saja menurunkan kualitas air
sungai.Dampak lain dari pencemaran limbah usaha kecil, seperti industri tahu-
tempe, pabrik tapioka, usaha laundry, ternak dan sejenisnya selain menurunkan
mutu air sungai, juga telah dirasakan masyarakat karena bau busuk dan sumber
penyakit yang mengganggu kesehatan masyarakat (Priyono, 2011).
perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun
yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Akibat
matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang
seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi
sulit terurai. Panas dari industri juaga akan membawa dampak bagi kematian
organisme, apabila air limbah tidak didinginkan dahulu (Warlina, 2004).
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan
mengalami tiga macam proses akumulasi yaitu fisik, kimia dan biologis. Buangan
limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dengan toksisitas yang tinggi
ke lingkungan perairan mengakibatkan bahan pencemar langsung terakumulasi
secara fisik dan kimia lalu mengendap di dasar laut. Melalui rantai makanan
terjadi metabolisme bahan berbahaya secara biologis dan akhirnya akan
mempengaruhi kesehatan manusia. Akumulasi melalui proses biologis inilah yang
diesbut dengan bioakumulasi.Bahan pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme
atau ikan melalui proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun
dari tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Bahan pencemar dapat masuk
ke dalam tubuh ikan melalui tiga cara yaitu melalui rantai makanan, insang dan
difusi permukaan kulit (Santosa, 2013).
Keracunan yang disebabkan oleh merkuri ini, umumnya berawal dari
kebiasaan memakan makanan dari laut, terutama sekali ikan, udang dan tiram
yang telah terkontaminasi oleh merkuri. Awal peristiwa kontaminasi merkuri
terhadap biota laut adalah masuknya buangan industri yang mengandung merkuri
ke badan perairan teluk (lautan). Selanjutnya dengan adanya proses
biomagnifikasi yang bekerja di lautan, konsentrasi merkuri yang masuk akan terus
ditingkatkan disamping penambahan yang terus menerus dari buangan pabrik.
Merkuri yang masuk tersebut kemudian berasosiasi dengan sistem rantai makanan
yang diambil dari perairan dan ikut termakan oleh manusia bersama makanan
yang diambil dari perairan yang tercemar oleh merkuri
(Ainudin dan Widiyawati, 2017).
Hasil
Adapun hasil dari penelitian iani adalah
sebagai berikut:
12
13
14
15
Pembahasan
Kadar BOD yang tinggi ditentukan oleh aktivitas lingkungan. Sekitar
seperti sawah, mandi cuci, kakus, dan kebun yang mengakibatkan masuknya
beberapa bahan organik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Seftiana (2017) yang
menyatakan bahwa bahan organik dapat menurunkan kualitas air di mata air
tersebut. Umumnya nilai COD akan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai
16
BOD5, karena BOD5 terbatas hanya terhadap bahan organik yang bisa diuraikan
secara biologis saja, sementara nilai COD menggambarkan kebutuhan oksigen
untuk total oksidasi baik terhadap senyawa yang dapat diuraikan secara biologis
maupun terhadap senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis.
Konsentrasi yang melebihi baku mutu pada titik yang berada pada
Bendung adalah BOD, COD, DO, Detergen, Fenol, Khlor Bebas, pH, Phospat dan
Fecal Coliform. Hal ini terjadi akibat adanya aktivitas di sekitar titik ini. Hal ini
Azwar (2013) yang menyatakan bahwa baku mutu yang sesuai sesuai dengan
adanya aktivitas warga yaitu pembuangan limbah detergen Limbah yang
mengandung detergen ke sungai. sampah-sampah dari hasil rumah tangga ini
apabila dibuang langsung ke sungai tanpa melakukan pengolahan akan
menjadikan kadar BOD, COD, DO, Khlor Bebas dan Phospat meningkat.
Sedangkan untuk konsentrasi Fecal Coliform karena masyarakat masih melakukan
buang air besar di sekitar sungai dan untuk parameter fenol disebabkan
olehpenggunaan pestisida atau desinfektan pada sawah.
Strategi pengendalian pencemaran sungai adalah perlu adanya izin dalam
melakukan aktivitas penambangan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah pasir
yang ditambang. Perlu dilakukannya sosialisasi kepada pengusaha tani agar
menurunkan penggunaan desinfektan kimia. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Harahap (2012) yang menyatakan bahwa melakukan pemerataan penyebaran pada
pencemaran sungai dan pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah
padat, perlu adanya fasilitas pembuangan sampah disekitar pemukiman, membuat
peraturan melarang pembuangan sampah di sungai, perlu dilakukannya sosialisasi
kepada industri dan petani untuk melakukan pengurangan penggunaan bahan
kimia dan melakukan pengolahan terlebih dahulu kepada limbah sebelum dibuang
ke badan sungai.
Penyebab pencemaran yang mana salah satunya adalah adanya masyarakat
yang masih menggunakan deterjen yang mana hasil deterjen tersebut di buang ke
aliran perairan sunga sehingga perairan tersebut tercemar karena terkenanya
limbah domestic. Hal ini sesuai dengan Priyono (2011) yang menyatakan bahwa
Diantara sumber penghasil limbah yang potensial mencemari air sungai adalah
limbah dari usaha/industri kecil. Selain tersebar di antara pemukiman penduduk,
17
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih, D., Sasongko. S.B., dan Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal.
Jurnal Presipitasi. 9 (2).
18
Ainuddin, dan Widyawati. 2017. Studi Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di
Perairan Sungai Tabobo Kecamatan Malifut Kabupaten Halmahera Utara.
Jurnal Ekosistem. 17 (1).
Dawud, M., Namara. I., Chayati. N. Muhammad F. 2016. Analisis Sistem
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Cisadane Kota Tanggerang Berbasis
Masyarakat. Seminar Nasional Sains dan Teknologi.
Fahtomiaji, N., Syamswisna dan E. Ariyati. 2013. Penyusunan Penuntun
Praktikum pada Materi Pencemaran di Sma Berdasarkan Uji Kualitas Air
Sungai Kapuas.
Hanisa, E., W. D. Nugraha dan A. Sarminingsih. 2017. Penentuan Status Mutu Air
Sungai Berdasarkan Metode Indeks Kualitas Air National Sanitation
Foundation (IKA-NSF) sebagai Pengendalian Kualitas Lingkungan (Studi
Kasus : Sungai Gelis, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Jurnal Teknik
Lingkungan. 6 (1): 1-15.
Mahyuri, A. 2019. Evaluasi Daya Dukung Sungai Deli Melalui Kemampuan Self
Purification. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Novilyansa, E. 2017. Analisis Kualitas Air di Wilayah Sungai Seputih-Sekampung
Berbasis Sistem Informasi Geografis. [Tesis]. Universitas Lampung
Bandar. Lampung.
Pangestu, R., E. Riani dan H. Effendi. 2017. Estimasi Beban Pencemaran Point
Source dan Limbah Domestik di Sungai Kalibaru Timur Provinsi DKI
Jakarta, Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungannya. 7 (3): 219-226.
Priyono, A. 2011. Kajian Beban Pencemaran Limbah Usaha Kecil di Sungai
Ciliwung Segmen Kota Bogor. Jurnal Media Konservasi. 16 (1): 32-40.
Puspitasari, D. E. 2007. Dampak Pencemaran Air terhadap Kesehatan Lingkungan
Dalam Perspektif Hukum Lingkungan (Studi Kasus Sungai Code di
Kelurahan Wirogunan Kecamatan Mergangsan dan Kelurahan
Prawirodirjan Kecamatan Gondomanan Yogyakarta). MIMBAR HUKUM.
21(1).
Santosa, R. W. 2013. Dampak Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Perusahaan
Pertambangan terhadap Nelayan Tradisonal. Lex Administratum. 1 (2).
Setiawan. 2018. Analisis Kualitas Air Sumur Berdasarkan Parameter Fisika dan
Kimia di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat Kota Metro.
[Skripsi]. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sinambela, M dan M. Sipayung. 2015. Makrozoobentos dengan Parameter Fisika
dan Kimia di Perairan Sungai Babura Kabupaten Deli Serdang. Jurnal
Biosains. 1(2).
Siregar, E. M. S. 2015. Morfometri dan Potensi Sumberdaya Air Danau Laukawar.
[Skripsi]. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
19