Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM BUDIDAYA PAKAN ALAMI

BUDIDAYA PAKAN ALAMI SPIRULINA (Spirulina sp.)

SPIRULINA NATURAL FEED CULTIVATION (Spirulina sp.)

Ariani Indah Sari


05051281924067

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pakan merupakan faktor penting dalam pemeliharaan ikan. Pada dasarnya
pakan yang diberikan harus mudah dicerna dan memiliki nutrisi yang tinggi.
Menurut Susanto (2002), pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas
pakan dan jumlah pakan yang diberikan. Budidaya pakan alami saat ini telah
mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat. Pakan alami sangat
berperan penting dalam usaha budidaya perikanan dikarenakan pakan alami
mempunyai sifat daya cerna yang baik, mudah didapatkan di alam, dan mudah
dikembangbiakkan, sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Pakan alami yang
sering digunakan pada produksi budidaya salah satunya yaitu Spirulina sp.
(Rusyani et al., 2007). Spirulina sp. merupakan makhluk hidup autotrof berwarna
kehijauan, kebiruan, dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin
menyerupai spiral (helix) sehingga disebut juga alga biru hijau berfilamen (cyano
bacterium). Bentuk tubuh spirulina sp yang menyerupai benang merupakan
rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter
1-12 mikrometer. Filamen spirulina hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak
bebas (Hariyati, 2008).
Spirulina sp merupakan salah satu pakan alami larva udang dan ikan yang
mempunyai nilai gizi tinggi. Kandungan protein pada spirulina sp berkisar antara
63-68 %, kabohidrat 18-20 %, dan lemak 2-3 %, dengan kandungan protein yang
tinggi ini maka spirulina sp. mempunyai sumber protein yang potensial bagi
makhluk hidup baik manusia atau pun hewan ternak (Hariyati, 2008). Pemberian
spirulina sp. sebagai pakan alami larva udang dan ikan dapat menekan besarnya
kematian larva tersebut, hal ini menjadikan spirulina sp. merupakan salah satu
aspek terpenting dalam pembenihan larva udang dan ikan (Hariyati, 2008).
Spirulina sp. adalah mikro algae yang tumbuh di alam dapat menjadi faktor
pembatas bagi kehidupan ikan dan udang karena jumlahnya yang tidak konstan,
padahal untuk memperoleh hasil yang optimal dibutuhkan pakan alami secara
kontinu dan jumlah yang memadai. Untuk mengatasi hal tersebut maka salah satu
alternatifnya adalah dengan mengkultur mikroalgae tersebut pada laboratoris,
karena dangan pemberian pakan alami yang tersedia dalam jumlah banyak dan
kontinu ini diharapkan dapat mengoptimalkan hasil kultum larva udang dan ikan
(Hariyati, 2008). Menurut Agusaputra, (2014) Spirulina sp. menjadi pakan alami
karena mengandung protein tinggi yaitu 39,63 % dan sumber mikronutrien serta
kaya akan gizi alami seperti B12, beta karoten dan phytopigment xanthophyl. Dari
komposisi bahan yang terkandung bahwa sprirulina baik sebagai bahan pengkaya
bagi Daphnia sp untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi bagi larva ikan.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat mengetahui dan memahami
serta menjelaskan mengenai spirulina yang digunakan menjadi pakan alami
budidaya ikan dan udang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Sprirulina sp.


Klasifikasi Spirulina adalah sebagai berikut :
Kingdom : Protista
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscilatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina sp.

Gambar 2.1. Spirulina (Sprirulina sp.)

Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat


ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar
(Ciferri, 1983). Ciri-ciri morfologinya yaitu filamen yang tersusun dari trikoma
multiseluler berbentuk spiral yang bergabung menjadi satu, memiliki sel berkolom
membentuk filamen terpilin menyerupai spiral, tidak bercabang, autotrof, dan
berwarna biru kehijauan. Bentuk tubuh Spirulina sp. yang menyerupai benang
merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis,
berdiameter 1-12 µm. Filamen Spirulina sp. hidup berdiri sendiri dan dapat
bergerak bebas. Struktur sel Spirulina sp. hampir sama dengan tipe sel alga
lainnya dari golongan cyanobacteria. Dinding sel merupakan dinding sel gram-
negatif yang terdiri dari 4 lapisan, dengan lapisan utamanya tersusun dari
peptidoglikan yang membentuk lapisan koheren. Peptidoglikan berfungsi sebagai
pembentukan pergerakan pada Spirulina sp. yang membentuk spiral teratur
dengan lebar belokan 26-28 µm, sedangkan sel-sel pada trichoma memiliki lebar
6-8 µm (Kabinawa, 2001). Bagian tengah dari nukleoplasma mengandung
beberapa karboksisom, ribosom, badan silindris, dan lemak. Membran tilakoid
berasosiasi dengan pikobilisom yang tersebar disekeliling sitoplasma. Spirulina
sp. mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis dan mengubah energi cahaya
menjadi energi kimia dalam bentuk karbohidrat (Mohanty et al., 1997).

2.2. Habitat Spirulina


Lingkungan tempat tumbuh Spirulina harus dapat memenuhi semua
kebutuhan yang diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan Spirulina yang baik.
Faktor lingkungan utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga antara lain
adalah nutrien, cahaya, suhu, pH dan agitasi (Richmond 1988). Fitoplankton
tersebut mempunyai daya toleransi tinggi dan dapat hidup di dalam keadaan
ekosistem seperti pada segmen I tersebut. Spirulina termasuk ke dalam mikroalga
mesofilik, yang dapat tumbuh pada temperatur 20-400C dengan suhu optimum
pertumbuhannya 25-330C. Suhu minimum untuk pertumbuhannya adalah antara
18-200C. Umumnya kisaran temperatur untuk pertumbuhan mikroalga hijau-biru
lebih besar dibandingkan jenis mikroalga lainnya (Borowitzka dan Borowitzka,
1988). Hasil pengukuran suhu selama penelitian berkisar antara 22,5-250C,
sehingga masih dalam kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan S. fusiformis.

2.3. Faktor Pertumbuhan


Pertumbuhan Spirulina sp. dalam media kultur sangat bergantung terhadap
perubahan kondisi lingkungan serta ketersediaan akan unsur hara dalam media
kultur. Kelimpahan spirulina akan sangat dipengaruhi dengan perubahan suhu,
pH, ataupun salinitas, dalam suatu kondisi salinitas akan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan Spirulina sp. dikarenakan naiknya salinitas akan
berpengaruh pada penghambatan proses fotosintesis (Mironyuk & Einor, 1986
dalam Sutomo, 1991). Proses respirasi, serta menghambat proses pembentukan sel
anakan (Soeder & Stangel, 1974 dalam Sutomo, 1991) dan salinitas juga akan
menghasilkan tekanan osmosis yang berbeda pada tiap tingkatan kepekatanya,
semakin tinggi salinitas maka akan semakin pekat air dan semakin berat pula
spirulina sp. melakukan osmosis untuk melakukan penyerapan nutrisi. Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salinitas yang
berbeda terhadap pertumbuhan Spirulina sp.

2.3.1. Nutrien
Kandungan nutrisi Spirulina sp. yang lengkap terutama protein yang tinggi
menyebabkan Spirulina sp. memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan
sebagai sumber protein. Spirulina sp. memiliki protein 60-71%, lemak 8%,
karbohidrat 16%, dan vitamin serta 1,6% Chlorophyll-a, 18% Phycocyanin, 17%
β- Carotene, dan 20-30% γ-linoleaic acid dari total asam lemak (Jongkon, et al.,
2008 dalam Amanatin, et al., 2013). Spirulina sp. juga telah digunakan sebagai
suplemen atau makanan pelengkap oleh penduduk Afrika sebagai sumber
makanan tradisional (Susanna, et al., 2007 dalam Amanatin, et al., 2013).

2.3.2. Karbondioksida (CO2)


Karbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk memenbantu proses
fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup
digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar
karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum
sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990). 
2.3.3. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna
untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat
menentukan pertumbuhan fitoplankton yaitu dilihat dari lama penyinaran dan
panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting
dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan
dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan kepadatan kultur
yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang dibutuhkan tinggi.
Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinhibisi dan
pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga minimal dinyalakan 18
jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga dapat tumbuh dengan
konstan dan normal (Coutteau,1996). 
2.3.4. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen.
Variasi pH pada dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur
mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah
ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur
alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5.
Secara umum kisaran pH yang optimum pada kulturNannochloropsis sp. antara 7
– 10 (Anonim, 2008).

2.3.5. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia,
biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan
dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi
fitoplankton diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur fitoplnkton
berkisar antara 20-24oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung
pada medium yang digunakan. Suhu di bawah 16oC dapat menyebabkan
kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36oC dapat menyebabkan
kematian.Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi.
Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan
air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur suhu udara
(Taw, 1990).

2.3.6. Pengadukan
Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan
medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium. (Coutteau, 1996 suatu
fitoplankton untuk membelah dari satu sel menjadi beberapa sel dalam
pertumbuhan.

2.4. Masa Pertumbuhan Spirulina


Pertumbuhan merupakan pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan
pembesaran sel (peningkatan ukuran), kedua proses ini memerlukan sintesis
protein. Menurut Fogg (1975); Ariyati (1998) dalam Hidayati (2014)
pertumbuhan Spirulina sp. dalam media terbatas sangat di pengaruhi oleh kondisi
cahaya, aerasi, dan nutrisi. Pertumbuhan Spirulina sp. terbagi akan lima fase
pertumbuhan yaitu fase lag, fase ini ditandai dengan peningkatan populasi yang
tidak nyata. Fase ini disebut juga dengan fase adaptasi terhadap lingkungan baru
biasanya terjadi pada hari ke 0-1. Fase eksponensial, ditandai dengan
meningkatnya populasi dengan pesat berkalilipat biasanya terjadi pada hari ke 2-5,
fase penurunan laju pertumbuhan dimana fase ini terjadi karena mulai
berkurangnya proses pembelahan sehingga populasi meningkat akan tetapi tidak
cepat seperti pada fase eksponensial fase ini biasanya terjadi pada hari ke 6-7, fase
selanjutnya yaitu fase stasioner, fase ini ditandai dengan seimbangnya laju
pertumbuhan dengan laju kematian pada Spirulina sp biasanya terjadi pada hari ke
8-9, fase kematian, pada fase ini laju kematian lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan sehingga kepadatan populasi terus berkurang biasanya terjadi pada
hari ke 10 (Haryati, 2008).

2.5. Manfaat Spirulina


Spirulina sp merupakan salah satu pakan alami yang telah dimanfaatkan
sebagai pakan alami pada budidava organisme laut seperti rotifer, larva oyster,
kerang mutiara, abalone, udang, kakap dan kerapu. Kandungan protein Spirulina
sp sebesar 60-71 %, lemak 8 %, karbohidrat 16 %6, 1,6 % kiorofil -a, 18 %
pikosianin, 17 % betacarotin, 20-30 % asam linoleat'dan vitamin. Spirulina sp
juga mengandung pigmen warna caretonoid yang tinggi serta sebagai sumber
potassium, kalsium, krom, tembaga, besi, magnesium, fosfor, selenium, sodium
dan seng. Spirulina sp mengandung pigmen biru fikosianin sekitar 20% berat
keringnya. Kandungan fikosianin dalam Spirulina sp. tergantung pada suplai
nitrogen. Fikosianin telah digunakan sebagai pewarna alami makanan, kosmetika,
dan obatobatan. Fikosianin merupakan protein kompleks yang mampu
meningkatkan kekebalan tubuh, bersifat antikanker dan antioksidan.

2.6. Media Proanalis Spirulina


Media kultur merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan
mikroalga. Penambahan nutrisi pertumbuhan ke dalam media kultur dapat
berpengaruh terhadap hasil kultur Spirulina sp. (Prabowo, 2009). Media yang
umum digunakan untuk kultur Spirulina sp. pada skala laboratorium adalah pupuk
pro analis (pro-A). Pupuk pro-A digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan sel,
namun jika dilihat dari segi ekomonis harganya masih tergolong mahal, maka dari
itu perlu dicarikan alternatif media kultur lain. Alternatif media kultur Spirulina
sp. yang telah digunakan yaitu ekstrak tauge dengan pupuk urea (Amanatin dan
Nurhidayati, 2013), limbah cair industri kecap (Rina et al., 2017), pupuk kompos
berbahan campuran limbah cair tahu, daun lamtoro dan isi rumen sapi
(Rahmawati, 2012), ekstrak kulit kakao (Widayati, 2014) dan penggunaan pupuk
kotoran ayam, kotoran burung, kotoran kerbau dan kotoran sapi (Astiani et al.,
2016), di antara beberapa alternatif yang mudah ditemukan yaitu air cucian beras.
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 9 november 2021 di Laboratorium
Budidaya Perairan dilakukan pada pukul 09.20–10.50 WIB dan juga sebagian
dilakukan melalu room meeting.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
No. Alat Jumlah
1 Aerator 1
2 Beker glass 1
3 Alumunium foil Secukupnya
4 Timbangan 1
5 Pipet tetes 1
6 Batang Pengaduk 3
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini terdapat pada tabel 3.2.1 :

3.2.2. Bahan
No. Alat Jumlah
1 Garam krosok 20 gram
2 Pupuk f/2 1 ml
3 Air vit 800 ml
4 Soda kue 8 gram
Bahan yang digunakan pada praktikum ini, terletak pada Tabel 3.2.2. yaitu:

3.3. Metode
Metode kerja pada praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1. Siapkan alat dan juga bahan bahan yang digunakan untuk praktikum kali
ini.
2. Air vit diukur sebanyak 800ml, kemudian pupuk f/2 yang digunakan
sebanyak 1 ml.
3. Lalu Timbang garam krosok sebanyak 20 ppt atau 200 gram/liter, dan
juga timbang soda kue sebanyak 8 gram dengan menggunakan
aluminium foil
4. Setelah itu Campurkan semua bahan tadi, aduk hingga rata dan juga
homogen.
5. Lalu masukkan cairan kedalam botol air vit.

6. Setelah itu cairan diambil dengan menggunakan pipet tetes yang


sudah disediakan, kemudian cairan itu diletakan kedalam
alumunium foil dan dimasukkan kedalam oven selama 24jam .
7. Kemudian terakhir cairan tersebut diletakkan kedalam botol air vit
dan diberi aerator lalu amati.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum budidaya pakan alami ini yaitu:

4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini dapat diketahui bahwa Pertumbuhan Spirulina sp.
menunjukan pola pertumbuha pada fase lag yang dimana pada hari ke-0 sampai
hari ke-1, dimana pada fase ini Spirulina sp. mengalami proses penyesuaian
terhadap lingkungan baru dan terlihat peningkatan pertumbuhan sel.
Kemudian Pada hari ke-2 sampai hari ke-4 kepadatan Spirulina sp. terus
mengalami peningkatan. Fase ini disebut dengan fase eksponensial.
Perbedaan biomassa Spirulina sp. dikarenakan perbedaan pada media yang
digunakan. Untuk analisa biomassa Spirulina sp. adalah pengaruh
penggunaan limbah air budidaya ikan sebagai media pertumbuhan Spirulina
sp. Perbedaan berat biomassa tersebut dikarnakan adanya perbedaan
kepadatan. Tingginya Biomassa akan berkorelasi dengan tingginya laju
pertumbuhan mikroalga. Penambahan biomassa yang tertinggi terjadi pada
perlakuan dari kelompok 6 dimana terjadi penambahan biomassa sebesar
0,0495 g bobot kering dari pengambilan 1 ml media sedangkan biomassa
panen terendah ada pada perlakuan kelompok 1 yakni seberat 0,0153 g bobot
kering dari pengambilan 1 ml media. Dimana perlakuan pada kelompok 6 ini
menggunakan media limbah budidaya lele. Sedangkan pada penambahan
biomassa terendah terjadi pada perlakuan kelompok 1 dimana terjadi
penambahan hanya sebesar 0,0153 g bobot kering dari pengambilan 1 ml
media. Dimana perlakuan pada kelompok 1 ini menggunakan perlakuan
teknis yang mana ditambahkan berbagai macam bahan. Dari hal ini dapat
diketahui bahwa penggunaan media limbah budidaya lele cukup baik untuk
digunakan sebagai media pada kultur Spirulina sp.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu:

1. Sprilulina (Spirulina sp.) memiliki banyak sekali kandungan nutrien sehingga


sangat baik digunakan sebagai pakan alami ikan budidaya.

2. Hasil Biomassa panen tertinggi Spirulina ada pada perlakuan kelompok ke-6
yakni sebesar 0,0495 g bobot kering dari pengambilan 1 ml media dengan
menggunakan media kultur limbah budidaya lele.

3. pH diatas 10,5 atau kurang dari 7 akan menghambat pertumbuhan spirulina sp


ketidak sesuaian pH akan mengakibatkan lisis dan dapat mengubah bentuk
pertumbuhan pigmen

4. Agitasi atau proses pengadukan merupakan faktor yang penting dalam


mengoptimalkan proses pertumbuhan Spirulina sp.

5. Pertumbuhan Spirulina sp terjadi dalam 4 fase yaitu fase lag (adaptasi), fase
logaritmik, fase stasioner dan fase deklinasi (kematian).

5.2. Saran
Sebaiknya pada saat praktikum juga menggunakan room metting agar yang
online bisa juga ikut praktikum, kemudian pada saat praktikum juga diberi
penjelasan agar praktikan memahami materi yang dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA

Agusaputra, T. 2014. Pengaruh Penambahan Tepung Spirulina sp. Pada Pakan


Terhadap Kecerahan Warna Ikan Komet (Carassius auratus). Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Amanatin, D. R., & Nurhidayati, T. (2013). Pengaruh Kombinasi Konsentrasi
Media Ekstrak Tauge (met) dengan Pupuk Urea terhadap Kadar Protein
Spirulina sp. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(2), 182-185.
Astiani, F., Dewiyanti, I., & Mellisa, S. (2016). Pengaruh Media Kultur yang
Berbeda terhadap Laju Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina sp. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa ilmu Kelautan dan Perikanan Unsyah, 1(3), 441-447.
Hariyati, R. 2008. Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina sp dalam Skala
Laboratoris. Laboratorium Ekologi dan Biosistematik Jurusan Biologi
FMIPA Undip: Vol. 10, No. 1, Hal. 19-22
Prabowo, D. A. (2009). Optimasi Pengembangan Media untuk Pertumbuhan
Chlorella sp. Skala Laboratorium. Skripsi. Bogor, Indonesia: Fakultas
Kelautan dan Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati, N., Yuliani., & Ratnasari, E. 2012. Pengaruh Pupuk Kompos
Berbahan Campuran Limbah Cair Tahu, Daun lamtoro dan isi Rumen Sapi
sebagai -Media Kultur terhadap Kepadatan Populasi Spirulina sp.
LenteraBio, 1(1), 17-24.
Richmond, J.E. 1988. Plankton and productivity in the oceans. Pergamon Press :
Oxford
Rina, T., Putri., Karmiati., Sudari, S., & Saputri, A. (2017). Organik Suplemen
Tinggi Protein Berbahan Dasar Spirulina sp. dengan Media Kultur Limbah
Cair Industri Kecap. Jurnal Jeumpa, 4(1), 80-91.
Rusyani, E., Sapta A. I. M., Lydia E., 2007. Budidaya Fitoplankton Skala
Laboratorium dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai
Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan: 9. Lampung. hal. 48-59.
Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta. Penerbit
Widayati, Y. (2014). Pemanfaatan Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L)
sebagai Sumber Nutrien dalam Kultur Spirulina sp. Skripsi. Bandar
Lampung, Indonesia: Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai