Anda di halaman 1dari 17

TEKNIK KULTUR MIKROALGAE Thalassiosira sp SKALA MURNI &

MASSAL DI PT. MATAHARI CIPTA SENTOSA HATCHERY


SITUBONDO

PROPOSAL
PRAKTEK KERJA LAPANG

Untuk memenuhi persyaratan


Salah satu tugas akhir

SARI NURHIDAYATI
NIM : 201610260311013

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG

TEKNIK KULTUR MIKROALGAE Thalassiosira sp SKALA MURNI &


MASSAL DI PT. MATAHARI CIPTA SENTOSA HATCHERY
SITUBONDO

Oleh :

Nama : Sari Nurhidayati


NIM : 201610260311013
Jurusan : Budidaya Perairan
Fakultas : Pertanian - Peternakan
Judul : TEKNIK KULTUR MIKROALGAE Thalassiosira sp SKALA
MURNI & MASSAL DI PT. MATAHARI CIPTA SENTOSA
HATCHERY SITUBONDO

Proposal PKL diajukan sebagai persyaratan untuk tugas akhir


Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian – Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang

Malang, Juni 2019

Ketua Jurusan Perikanan Pembimbing,

Ganjar Adhywirawan S., S.Pi, MP Ganjar Adhywirawan S., S.Pi, MP


NIP: 11014100538 NIP: 11014100538

Mengetahui,
Wakil Dekan II

Dr. Ir. Aris Winaya, M.M., M.Si


NIP: 196405141990031002
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktek Kerja Lapang (PKL)
dengan judul TEKNIK KULTUR MIKROALGAE Thalassiosira sp SKALA
MURNI & MASSAL DI PT. MATAHARI CIPTA SENTOSA HATCHERY
SITUBONDO. Proposal Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dapat penulis selesaikan
berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1) Dr. Ir. Aris Winaya, M.M M.Si sebagai Wakil Dekan I Fakultas
Pertanian PeternakanUniversitas Muhammadiyah Malang.
2) Ganjar Adhywirawan S, S.Pi, M.Si selaku Ketua Jurusan Perikanan
merangkap dosen pembimbing yang telah memberikan izin kepada
penulis serta meluangkan waktu memberikan bimbingan serta arahan
untuk melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang.
3) Kepada kedua orang tua saya, Ayahanda “Iskandar S.PdI” dan Ibunda
“Djohartatik, SE.” yang dengan tulus mendoakan, memberi kasih
saying serta semangat agar tidak mudah menyerah dan fokus dalam
menyelesaikan studi.
4) Teman-teman angkatan yang selalu memberi semangat dan dukungan
serta memberi masukan-masukan kepada penulis.
5) Pihak-pihak yang sudah membantu dalam penyusunan proposal PKL
ini.
Penulis meyakini bahwa segala apa yang kami lakukan tidak luput dari
kesalahan, maka dari itu untuk kritik serta saran yang membangun sangat kami
harapkan agar penulis serat proposal PKL ini menjadi lebih baik.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Malang, Juni 2019

Penulis
RINGKASAN

SARI NURHIDAYATI. Teknik Kultur Thalassiosira sp Skala Muri & Massal


di PT. Matahari Cipta Sentosa Hatchery Situbondo. Dosen Pembimbing :
Ganjar Adhywirawan S, S.Pi, M.Si
Salah satu pakan alami ikan dan udang adalah fitoplankton. Komunitas
fitoplankton sendiri memiliki potensi dalam perairan karena hampir semua
organisme perairan tergantung pada plankton sebagai makanannya, baik dalam
suatu stadia pada seluruh siklus hidupnya maupun selama hidupnya. Salah satu
fitoplankton yang biasanya digunakan dalam pakan alami yaitu Thalassiosira sp.
Thalassiosira sp ini biasanya digunakan sebagai pakan alami udang Vannamei
atau udang putih.

Pelaksaan Praktek Kerja Lapang ini bertujuan untuk membantu mahasiswa


mendapat pengalaman dan ilmu mengenai budidaya perikanan. Praktek Kerja
Lapang ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juli – 15 Agustus 2019 di Benur MS
Situbondo Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini
yaitu dengan Survei Lapangan yang meliputi Observasi, Wawancara maupun
Kuisioner serta Studi Literatur. Alat dan bahan yang digunakan dalam PKL
dengan Judul “Teknik Kultur Thalassiosira sp Skala Muri & Massal di PT.
Matahari Cipta Sentosa Hatchery Situbondo” ini menggunakan bak untuk kultur
dan peralatan laboratorium serta bibit dari mikroalga tersebut.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang merupakan salah satu komoditas ekspor sub sektor perikanan yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) menargetkan kenaikan terhadap produksi udang sebesar
74,75% di tahun 2010–2014, yaitu dari 400.000-ton menjadi 699.000 ton.
Dalam pencapaian target tersebut, peningkatan produksi udang akan
diarahkan pada udang windu (Penaeus monodon) dan udang putih
(Litopenaeus vannamei) (Nurdin,2017). Salah satu sumberdaya hayati
perairan bernilai ekonomis penting dan telah dibudidayakan secara komersial
adalah udang putih (Litopenaeus vannamei). Udang putih beberapa tahun
terakhir mengalami perkembangan cukup pesat dan diharapkan dapat
menggantikan sementara udang windu dan memberikan andil terhadap
perolehan devisa negara setelah menurunnya produksi udang windu.
(Nurdin,2017)
Untuk menunjang kehidupannya dibutuhkan pakan alami yang cukup.
Salah satu pakan alami ikan dan udang adalah fitoplankton. Komunitas
fitoplankton sendiri memiliki potensi dalam perairan karena hampir semua
organisme perairan tergantung pada plankton sebagai makanannya, baik
dalam suatu stadia pada seluruh siklus hidupnya maupun selama hidupnya.
(Widiana, 2013). Salah satu fitoplankton yang berpotensi dikembangkan
dalam bidang akuakultur yang biasa digunakan sebagai pakan udang putih
yaitu Thalassiosira sp., dan Chaetoceros sp. Spesies tersebut sudah dapat
dikultur secara besar-besaran sebagai pakan dan memberikan nutrisi
berkualitas secara optimum untuk organisme seperti larva udang sesuai pada
stadia perkembangannya. (Nurdin,2017)
Setiap mikroalga memiliki kandungan karbohidrat, protein, lipid (lemak)
dan klorofil. Mikroalga laut Thalassiosira sp. memiliki kandungan
karbohidrat sebesar 7.7%, kandungan protein sebesar 0.93% dan kandungan
lemak sebesar 9.69%. Kultur mikroalga laut dilakukan sebagai upaya
mendapatkan pakan alami dengan jumlah yang cukup dan berkesinambungan
dalam kegiatan budidaya. (Purba, (2008) dalam Triswanto (2011). Kultur
fitoplankton dilakukan dalam skala laboratorium, skala intermediet, dan skala
massal. Kultur fitoplankton ini bertujuan untuk memperoleh biakan murni
agar dapat memenuhi ketersediaan pakan alami dalam jumlah yang cukup,
berkesinambungan dan tepat waktu. (Mufidah,2017)
Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk
mengetahui teknik kultur Thalassiosira sp. dalam skala murni sampai skala
massal di Benur MS Situbondo serta kendala yang ada dalam proses kultur,
serta untuk menambah wawasan serta pengalaman mahasiswa dalam bidang
perikanan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Kultur Thalassiosera sp skala murni sampai massal di Benur
MS Situbondo?
2. Bagaimana sarana dan prasarana kegiatan pengkulturan Thalassiosera
skala murni sampai massal di Benur MS Situbondo?
3. Kendala apa sajakah yang sering dihadapi selama kegiatan pengkulturan
Thalassiosera skala murni sampai massal di Benur MS Situbondo?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapang yang dilakukan
adalah:
1. Untuk mengatahui Kultur Thalassiosera sp skala murni sampai massal di
Benur MS Situbondo
2. Untuk mengetahui sarana dan prasarana selama kegiatan pengkulturan
Thalassiosera skala murni sampai massal di Benur MS Situbondo
3. Untuk mengetahui kendala apa saja yang sering dihadapi selama kegiatan
pengkulturan Thalassiosera skala murni sampai massal di Benur MS
Situbondo.
1.4 Manfaat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilakukan untuk memperoleh
informasi dasar tentang kultur alga pada pakan alami, dapat menambah
pengalaman, keterampilan dalam bekerja dan menambah wawasan serta
pengetahuan tentang cara mengkultur alga untuk pakan alami.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Thalassiosira sp


2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Triswanto (2011) sistematika ikan kerapu macan sebagai berikut:
Divisi : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Famili : Coscinodiscineae
Genus : Thalassiosira
Spesies : Thalassiosira sp
Menurut Triswanto (2011) genus Thalassiosira memiliki karakteristik
berupa benang mukosa sentral halus yang menghubungkan sel dalam rantai yang
longgor. Ada juga sebagian kecil sel yang menempel dalam sebuah massa
mukosa. Thalassiosira sp memiliki karakteristik yaitu pori pori sentral mukosa
yang sering disebut dengan single apiculus.
Deskripsi morfologi umum yang telah disepakati sebelumnya untuk Thalassiosira
sp meliputi bentuk rantai dan inmucilage yang menempel pada koloni, benang-
benang kitin menghubungkan sel dalam rantai, bentuk sel terlihat mengelilingi
persegi dengan sebuah cekungan dalam pusat valve, sebuah rimoportula besar
diantara muka valve dan mantel, sebuah lingkaran kecil yang diam dan dua atau
tiga lingkaran kecil fultoportulae dan susuna areola. (Gambar 1.)

Gambar 1. Thalassiosirra sp (sumber: Triswanto (2011)


2.1.2. Habitat Hidup
Menurut Sunarto (2008) Thlassiosira tergolong dalam diatom kelas
Bacillariophyceae dimana Mikroalga ini mendominasi komunitas fitoplankton di
lintang tinggi di daerah Artik dan Antartika, pada zona neritik daerah tropis dan
perairan lintang sedang (temperate), dan pada daerah upwelling. Beberapa ahli
menganggap bahwa diatom merupakan kelompok fitoplankton paling penting
yang memberi kontribusi secara mendasar bagi produktivitas laut, khususnya di
wilayah perairan pantai.
2.1.3 Reproduksi dan Siklus Hidup Plankton
Menurut Sunarto (2008) Secara umum sebagian besar diatom melakukan
reproduksi melalui pembelahan sel vegetatif. Hasil pembelahan sel menjadi dua
bagian yaitu bagian atas (epiteka) dan bagian bawah (hipoteka). Selanjunya
masing-masing belahan akan membentuk pasangannya yang baru berupa
pasangan penutupnya. Bagian epiteka akan membuat hipoteka dan bagian
hipoteka akan membuat epiteka. Pembuatan bagian-bagian tersebut disekresi atau
diperoleh dari sel masing-masing sehingga semakin lama semakin kecil ukuran
selnya. Dengan demikian ukuran individu-individu dari spesies yang sama tetapi
dari generasi yang berlainan akan berbeda. Reproduksi aseksual seperti ini
menghasilkan sejumlah ukuran yang bervariasi dari suatu populasi diatom pada
suatu spesies. Ukuran terkecil dapat mencapai 30 kali lebih kecil dari ukuran
terbesarnya
2.1.4 Fase Pertumbuhan Mikroalga
Menurut Triswanto (2011) Terdapat 4 fase dalam pertumbuhan
mikroalga yaitu fase lag (istirahat), fase logaritmik (pertumbuhan eksponensial),
fase stasioner (pertumbuhan stabil) dan fase deklinasi (kematian).
 Fase lag merupakan fase ketika populasi mikroalga tidak mengalami
perubahan, tetapi ukuran sel pada fase ini meningkat. Fotosintesis masih aktif
berlangsung dan organisme mengalami mentabolisme tetapi belum terjadi
pembelahan sel sehingga kepadatannya belum meningkat. Dalam perairan tambak
kondisi air masih bening atau remang remang dengan transparansi >80cm.
 Fase logaritmik diawali dengan pembelahan sel dengan laju
pertumbuhan yang terus menerus, pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
Dalam perairan tambak ditandai dengan air yang mulai berwarna sampai warna
pekat dengan transparansi 6-30 cm bahkan <30 cm.
 Fase Stasioner merupakan fase dengan pertumbuhan yang mulai
mengalami penurunan dibandingkan fase logaritmik. Pada fase ini, laju reproduksi
atau pembelahan sel sama dengan laju kematian dalam arti penambahan dan
pengurangan plankton relative sama sehingga kepadatan plankton cenderung
tetap. Dalam perairan tambak fase ini memperlihatkan warna yang cenderung
stabil dan sebaiknya dipertahankan supaya tidak terjadi droping plankton.
 Fase Deklanasi merupakan fase ketik terjadi penurunan jumlah atau
kepadata mikroalga. Pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan laju
reproduksi. Laju kematian mikrolga dipengaruhi oleh ketersediaan nutrient,
cahaya, temperature dan umur mikroalga itu sendiri. Dalam perairan tambak,
kematian mikroalga ditandai dengan meningkatnya transparansi, adanya
perubahan warna, serta terdapat bus atau buih.

2.2 Parameter Kualitas Air Mikroalga


Kualitas air sangat mempengaruhi keberhasilan kultur mikroalga oleh
karena itu perlu dilakukan pengamatan kualitas air secara rutin. Adapun parameter
kaulitas air yang perlu diamati yaitu sebagai berikut .
2.2.1 Suhu
Suhu secara langsung mempengaruhi efisiensi fotosintesis dan merupakan
faktor yang memnentukan dalam pertumbuhan mikroalga. Umumnya pada
kondisi laboratorium, perubahan suhu air dipengaruhi oleh temperature ruangan
dan intensitas cahaya. Kisaran optimum bagi pertumbuhan mikrolga umumnya
adalah 25-32ºC. (Sylvester et al., (2002) dalam Triswanto (2011).
2.2.2 Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor bagi pertumbuhan dan
perkembangan mikroalga, memiliki pertumbuhan yang baik pada salinitas
optimum antara 25-35 ppt. (Sylvester et al., (2002) dalam Nurdin (2017),
berpendapat bahwa salinitas merupakan konsentrasi garam yang terlarut dalam
satuan air. Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan
perkembangan fitoplankton. Fluktuasi salinitas secara langsung menyebabkan
perubahan tekanan osmosis di dalam sel fitoplankton. Umumnya fitoplankton air
laut hidup normal pada salinitas 25-35 ‰.
2.2.3 CO2
Senyawa Co2 adalah gas atmosfer yang terdiri dari satu atom karbon dan
dua atom oksigen. Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-
tumbuhan, fungi, dan mikroorganime pada proses respirasi dan digunakan oleh
tumbuhan dan mikroalga pada proses fotosintesis. Co2 didalam media kultur
merupakan faktor penting untuk mikroalga, karena secara langsung dipakai
sebagai bahan untuk membentuk molkul molekul organic seperti karbohidrat
melalui proses fotosintesa. (Sylvester et al., (2002) dalam Triswanto (2011).
2.2.4 Cahaya
Mikroalga merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk
senyawa organic dari senyawa-senyawa anorganik melalui proses fotosintesis.
Dengan demikian cahaya mutlak diperlukan sebagai sumber energi. (Sylvester et
al., (2002) dalam Triswanto (2011). Laju fotosintesis akan tinggi bila intensitas
cahaya tinggi dan menurun bila intensitas cahaya berkurang. (Edhy et al., (2003)
dalam Triswanto (2011). Budidaya mikroalga di laboratorium, cahaya matahari
dapat diganti dengan sinar lampu TL dengan intensitas cahaya 5.000-10.000 lux.
Intensitas cahaya adalah jumlah cahaya yang mengenai satu satuan permukaan.
Satuannya adalah footcandle atau lux. Kisaran optimum intensitas cahaya bagi
pertumbuhan mikroalga adalah 2.000-8.000 lux. (Sylvester et al., (2002) dalam
Triswanto (2011).

2.2.5 pH
Kebanyakan sel termasuk mikroalga sangat peka terhadap derajat
keasamaan cairan yang menjadi media hidupnya. Batas pH untuk pertumbuhan
jasad merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi kegiatan enzim. pH optimum
untuk pertumbuhan mikrolga adalah kisaran 7-8. (Cahyaningsih,2009).

2.3 Kultur Skala Murni


Kultur Murni adalah kultur yang dimulai dari kegiatan isolasi kemudian
dikembangkan secara sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang
digunakan mulanya hanya beberapa liter saja, kemudian berangsur-angsur
meningkat ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur
hingga volume 3 Liter masih dilakukan didalam laboratorium sehingga sering
disebut dengan kultur skala laboratorium. (Husma,2017) Dalam kultur skala
laboratorium terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan yaitu : Sterilisasi
alat, bahan dan air media, Isolasi, Kultur di media agar, Kultur di media cair,
Pembuatan larutan pupuk, Penghitungan, Penyimpanan dan Pemanenan. (Balai
Besar Perikanan Laut Lampung, (2017)

2.4 Kultur Skala Semi Massal


Kultur skala semi massal dilakukan diruangan semi out-door tanpa
dinding, beratap transparan untuk memenfaatkan sinr matahari. Bibit kultur semi
massal volume 100 Liter diperlukan bbit 5-10% dari volume total. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk teknis (Conwy dan Guillrd). (Balai Besar Perikanan Laut
Lampung, (2017)

2.5 Kultur Skala Massal


Dilakukan diruang terbuka untuk memanfaatkan cahaya matahari. Bibit
kultur skala massal volume 10m³ diperlukan bibit dari hasil kultur semi massal
sebanyak 10-20% (tergantung kepadatannya). (Balai Besar Perikanan Laut
Lampung, (2017)
BAB III

PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG

3.1 Waktu dan Tempat


Praktek Kerja Lapang ini akan dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 2019
sampai dengan tanggal 15 Agustus 2018 di Benur MS Situbondo.

3.2 Materi dan Alat

3.2.1 Materi
1. Bibit Thalassiosira sp
2. Teknik Kultur Mikroalga
3. Pupuk dalam proses pengkulturan

3.2.2 Alat
1. Laboratorium
2. Peralatan Pengkulturan Alga
3. Gedung Kantor
4. Gedung Pertemuan/Seminar/Training Centre
5. Mess Mahasiswa (asrama)
6. Musholla
7. Bak Kultur Mikroalga

3.3 Metode Teknis Pelaksanaan PKL


Bentuk kegiatan dan metode pengumpulan data yang dilakukan selama
pelaksanaan Prakter Kerja Lapang (PKL) ini adalah :
1. Survei Lapangan
a. Observasi: Observasi atau pengamatan langsung adalah cara pengambilan
data dengan menggunakan mata dengan adanya pertolongan alat.
(Sungadji dan Sopiah, (2010) dalam Irfiansyah (2015).
b. Wawancara: Wawancara merupaka teknik pengumpulan data dengan cara
bertanya langsung kepada responden atau informan. (Sungadji dan Sopiah,
(2010) dalam Irfiansyah (2015).
c. Kuisioner : Pengumpulan data pada kondisi tertentu kemungkinan tidak
memerlukan kehadiran sumber. Kuisioner dapat didistribusikan dengan du
cara anatar lain : Kuisioner secara personal dan kuisioner lewat pos.
(Sungadji dan Sopiah, (2010) dalam Irfiansyah (2015).
2. Studi Literatur
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mempelajari dokumen yang
berkaitan dengan kondisi objek pengamatan. Studi Literatur berkaitan dengan
kajian teoritis dan refrensi yang berkaitan(Sugiyono, 2012).

3.4 Teknis Pelaksanaan PKL


Pelaksanaan PKL akan melakukan kegiatan-kegiatan yang ada pada
lokasi sesuai dengan tujuan yang dicapai dalam kultur mikroalga. Adapun data
yang diambil selama kegiatan PKL sebagai berikut :
1. Teknik Kultur
Teknik kultur Mikroalga Thalassiosira sp meliputi teknik kultur
skala murni sampai massal, cara penghitungan kepadatan mikroalga.
2. Mengetahui kendala dan mengatasinya
Mencari kendala yang sering terjadi dalam kegiatan pengkulturan
mikroalga dan cara mengatasi masalah tersebut.

3.5 Jadwal Pelaksanaan


Adapun jadwal kegiatan yang akan di lakukan di Benur MS
Situbondo dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 Jadwal Kegiatan

Bulan
Kegiatan
Mei Juni Juli Agustus September
Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Survei
Lokasi
Pembuatan
Proposal
Pelaksanaan
PKL
Penyusunan
Laporan
DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Budidaya Laut Lampung, 2017. Kultur Pakan Hidup (Zooplankton
dan Phytoplankton). Kementrian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya, Balai Besar Budidaya Laut Lampung.
Cahyaningsih,2009. Kultur Massal Scenedesmus sp. sebagai Upaya Penyedia
Pakan Rotifera dalam Bentuk Alami Maupun Konsentrat. Jurnal Ilmiah
Perikanan & Kelautan. 1 (2) : 143-147.

Husma,2017. Biologi Pakan Alami. Makassar. CV Social Politic Genius (SIGn).


ISBN: 978-602-61042-6-7

Irfiansyah,2015. Teknik Kultur Chlorella sp. Skala Massal Untuk Pakan Rotifera
sp. Dan Starter Tambak di BBPBAP Jepara, Jawa Tengah. Budidaya
Perairan, Universitas Airlangga Surabaya.

Nurdin, 2017. Optimasi Pembentukan Bioflok Dari Chaetoceros sp.,


Thalassiosira sp. dan Bakteri Probiotik Melalui Variasi Salinitas Secara In
Vitro. Jurnal Bionature, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2017. ISSN 1411 –
4720

Mufidah,2013. Teknik Kultur Chlorella sp. Skala Laboratorium dan Intermediet


di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo Jawa Timur.
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga, Surabaya. Journal of Aquaculture and Fish Health
Vol. 7 No.2

Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.

Sunarto,2008. Karakteristik Biologi dan Peranan Plankton bagi Ekosistem Laut.


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran.

Triswanto,2011. Kultivasi Diatom Penghasil Biofuel Jenis Skeletonema Costatum,


Thalassiosira sp., dan Chaetoceros Gracilis pada Sistem Indoor dan
Outdoor. Skirpsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Widiana,2013. Potensi Fitoplankton sebagai Sumber Daya Pakan Pada


Pemeliharan Larva Ikan Mas (Cyprinus Carpio) di BBPBAT Sukabumi.
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN SGD Bandung

Anda mungkin juga menyukai