Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Airaha, Vol.10, No.

02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-


9638

Performa Reproduksi Induk dan Tahapan Perkembangan Larva Udang Vaname


(Litopenaeus vannamei)
Reproductive Performance of Broodstock and Larvae Development of Pasific White
Shrimp (Litopenaeus vannamei)

Supryady, Ardana Kurniaji*, Ihwan, Diana Putri Renitasari, Nursakinah


Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone
*Korespondensi : ardana.kji@gmail.com

Received: June 2021 Accepted: November 2021

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati performa reproduksi dan perkembangan larva
induk udang vaname dengan program pakan dan pengontrolan kualitas air yang memadai.
Tahapan penelitian adalah persiapan media budidaya, pemeliharaan dan seleksi induk,
pemijahan, penetasan dan pemeliharaan larva. Induk yang dipijahkan berasal dari Hawai
dengan berat 35 g/ekor untuk induk jantan dan 40 g/ekor untuk induk betina. Induk diberi
pakan cacing laut dan cumi-cumi. Larva diberi pakan alami berupa Artemia salina,
Thallassiosira sp. dan Skeletonema costatum serta pakan buatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa performa reproduksi induk diamati dengan jumlah telur 102.400.000
butir dari 667 ekor induk, rata-rata fekunditas per induk 143.986 butir, jumlah naupli
75.520.000 ekor, derajat penetasan 60,9%. Perkembangan larva dimulai dari fase telur yang
mengalami embryogenesis, menetas menjadi naupli 1-6, kemudian menjadi zoea 1-3, mysis 1-
3 dan post-larva (PL). Pertumbuhan panjang post larva dari PL1-PL8 adalah 3,95-8,05 mm
dengan survival rate 43,95%. Kualitas air selama pemeliharaan masih dalam kisaran
optimum untuk pertumbuhan induk dan larva udang.
Kata Kunci: induk, larva, reproduksi, udang vaname

ABSTRACT
The aim of this study to observe the reproductive performance and larval development of
white shrimp broodstock with adequate feed and water quality control programs. The stages
of research were preparation of cultivation media, selection of broodstock, spawning,
hatching and rearing of larvae. The broodstock that were spawned came from Hawaii with a
weight of 35 g/ind for the male broodstock and 40 g/ind for the female broodstock. The
broodstock were fed with marine worms and squid. The larvae were given natural diet in the
form of Artemia salina, Thallassiosira sp. and Skeletonema costatum and artificial feed. The
results showed that the reproductive performance of the broodstock was observed with the
number of eggs 102.400.000 eggs from 667 broods, the average fecundity per broodstock
were 143.986 eggs, the number of naupli was 75.520.000 individuals, the hatching rate was
60.9%. Larval development starts from the egg stage which undergoes embryogenesis,
hatches into naupli 1-6, then becomes zoea 1-3, mysis 1-3 and post-larvae (PL). Length
growth from PL1-PL8 was 3.95-8.05 mm with a survival rate of 43.95%. Water quality
during rearing is still in the optimum range for the growth of broodstock and shrimp larvae.
Keywords: Broodstock, larvae, reproductive, shrimp of vanname

PENDAHULUAN 2019 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar


Udang telah menjadi salah satu 14,86% (KKP, 2019). Udang vaname
komoditas penting akuakultur yang banyak (Litopenaeus vannamei) banyak diminati
dibudidayakan. Produksi udang secara karena rasa dan nilai gizinya yang tinggi
nasional terus meningkat dari tahun 2015- (Purba, 2012). Rasa udang yang gurih dan

202
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

kandungan nutrisi lebih baik mampu sempurna (Wahidah et al., 2015).


meningkatkan pasar domestik dan ekspor. Perkembangan larva mulai dari stadia
Hal ini ditandai dengan peningkatan produksi nauplius, zoea, mysis hingga post larva perlu
udang vaname yang signifikan dibandingkan dikontrol dan diberikan treatment yang
dengan udang windu. Kebanyakan sesuai agar larva tumbuh dengan baik.
pembudidaya sudah beralih komoditas pada Menurut Nuntung et al. (2018) jumlah
budidaya udang vaname karena berbagai populasi dan tingkat kelangsungan hidup
keunggulannya (Utojo & Tangko, 2008). larva udang vaname (survival rate) akan
Beberapa keunggulan yang dimiliki menurun seiring dengan pergantian stadia
udang vaname yakni lebih responsif, larva dan dipengaruhi oleh kondisi
memiliki tingkat kelangsungan hidup tinggi, lingkungan serta ketersediaan pakan.
tahan terhadap serangan penyakit, dan waktu Perkembangan larva dipengaruhi oleh
pemeliharaan relatif singkat (Purnamasari et lingkungan atau media pemeliharaan dan
al., 2017). Menurut Panjaitan et al. (2017) ketersediaan pakan (Nuntung et al., 2018)
kelebihan lain dari udang vaname adalah Pakan seringkali memberikan pengaruh
mampu beradaptasi dengan salinitas yang terhadap kualitas induk dan perkembangan
luas (0,5-45 ppt), dapat dipelihara dengan larva. Terdapat dua jenis pakan yang
padat tebar tinggi dan memilik feed diberikan pada larva udang vaname selama
convertion ratio yang rendah. Permintaan proses pemeliharaan yakni pada alami dan
ekspor cukup besar menyebabkan udang pakan buatan. Masing-masing pakan
vaname memiliki prospek yang besar sebagai diberikan dengan jumlah dan frekuensi yang
komoditas unggulan dan penghasil devisa berbeda mulai dari stadia naupli hingga PL
negara (Herawati & Hatubarat, 2015). (Purba, 2012).
Permintaan udang vaname secara Begitu halnya dengan kontrol kualitas
global masih terus meningkat namun tidak air yang memerlukan perhatian intensif.
diimbangi dengan ketersediaan pasokan Pergantian air dilakukan setelah larva
sesuai kebutuhan pasar (Halim & Juanri, mencapai stadi mysis hingga PL-5.
2016). Salah satu kendala yang dihadapi Penyiponan dapat dilakukan untuk
pembudidaya adalah ketersediaan benih yang menghilangkan kotoran dan sisa moulting di
berkualitas (Purwono et al., 2012). Beberapa dasar wadah. Penelitian ini bertujuan untuk
benih yang dipasarkan belum terbebas dari mengamati perkembangan larva dan
penyakit (specific pathogen free) dan performa reproduksi induk udang vaname
memiliki harga yang cukup mahal (Utojo & dengan program pakan dan pengontrolan
Tangko, 2008). Kendala yang umum kualitas air yang memadai.
dirasakan pembudidaya adalah banyaknya
benih dengan mutu yang rendah beredar dan BAHAN DAN METODE
menyebabkan kegagalan atau kerugian Penelitian ini dilaksanakan di PT
seperti pertumbuhan udang lambat, ukuran Kawan Kita Kultur Persada Situbondo,
tidak seragam dan sangat sensitif terhadap Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Tahapan
perubahan kualitas air dan lingkungan penelitian meliputi persiapan induk,
(Purwono et al., 2012). Faktor penting dalam pemijahan induk dan penetasan telur,
menghasilkan bibit unggul terletak pada pengamatan telur, pemeliharaan dan
ketersediaan induk berkualitas dan kontrol pengamatan perkembangan larva.
titik kritis pada perkembangan larva terutama Persiapan Media dan Induk
pada tahapan zoea (Jusadi et al., 2011). Persiapan media dimulai dari
Ketersediaan benih berkualitas pencucian dan pengeringan bak pemijahan,
merupakan salah satu faktor penentu peneluran dan penetasan. Bak pemijahan
keberhasilan budidaya udang vaname. Benih yang akan digunakan berukuran 2×3×1 m3.
berkualitas dicirikan dengan perkembangan Air yang digunakan berasal dari perairan
larva yang baik dan karakter morfologi yang sekitar hatchery dan telah diberi perlakuan

203
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

berupa desinfeksi kaporit 100 ppm dan larva. Bak larva beraerasi berukuran
filtrasi secara mekanik menggunakan sand 4×2,5×3 m (volume 10 ton) telah disterilkan
filter. Bak pemijahan diatur gelap beraerasi menggunakan kaporit 10 ppm selama 1
debit udara 0,1 L/detik pada volume air 5.000 minggu dan diberi natrium thiosulfate dosis
L. Selanjutnya untuk sterilisasi air diberikan 5-7,5 ppm . Perkembangan larva diamati
EDTA 10 ppm/ton air. Induk yang digunakan menggunakan mikroskop perbesaran 10×
sebanyak 667 ekor berasal dari Hawai lensa objektif. Selama pemeliharaan larva
dengan berat 35 g/ekor (jantan) dan 40 g/ekor diberikan pakan yang terprogram dan
(betina). Induk diablasi untuk pematangan dilakukan kontrol kualitas air.
gonad dan dipelihara selama 7 hari di bak Tabel 1. Program pakan alami
maturasi secara terpisah jantan dan betina. Algae Artemia
Induk diberi pakan beku cumi-cumi dan DOC Stadia (sel/mL×1000) (g/hari)
kerang (15% dari bobot tubuh, 1 kali sehari) 1 N 10.000 -
serta pakan segar cacing laut (13% dari bobot 2 Z1 20.000 -
tubuh, 5 kali sehari). Selama pemeliharaan 3 Z1-2 25.000 -
induk dilakukan pengamatan kualitas air dan 4 Z2 35.000 -
penyiponan sisa pakan.
5 Z3 40.000 -
Seleksi Induk dan Pemijahan
6 ZM 40.000 -
Induk dipilih berdasarkan pengamatan
visual ukuran, kondisi induk, spermatofor, 7 M1 35.000 -
tingkat kematangan gonad. Performa 8 M2 30.000 75
reproduksi diamati dari total telur yang 9 M3 20.000 100
diproduksi setiap hari pada tiap bak yang 10 MPL 15.000 150
memiliki jumlah induk udang berbeda, 11 PL1 10.000 200
dilanjutkan pengamatan fekunditas atau total 12 PL2 - 250
telur per induk dan hatching rate. Induk 13 PL3 - 300
jantan dan betina matang gonad (rasio 1:1) 14 PL4 - 300
dimasukan dalam satu bak yang sama hingga 15 PL5 - 350
spermatophora menempel pada bagian 16 PL6 - 300
thelicum. Selanjutnya induk betina yang
17 PL7 - 250
telah memijah (metting) dipindahkan ke bak
18 PL8 - 100
peneluran dengan perendaman selama
beberapa detik di larutan iodin dosis 100 Jenis pakan alami yang digunakan
ppm, dengan kepadatan berbeda 16-28 ekor yakni artemia dan alga. Pemberian dilakukan
pada bak volume 4.000 L air. Induk yang 6 kali sehari. Jenis alga yang diberikan yakni
telah melepaskan telurnya dipindahkan ke Thallassiosira sp. dan Skeletonema
bak maturasi dengan perendaman iodin 500 costatum. Pemberian pakan buatan diberikan
ppm. Suhu air pada bak berkisar 29-30oC dan untuk mengurangi ketergantungan dengan
dilakukan pengadukan setiap satu jam pakan alami. Jenis pakan digunakan adalah
mencegah pengedapan telur. Sampling pakan komersial Frippak© #1 CAR dan
fekunditas, derajat penetasan telur, Mackay© MPZ (zoea), Frippak© #2 CD,
pengamatan telur dan embrio dilakukan pada Mackay© MP1 dan BiosMysis© (mysis),
tahap ini. Frippak© PL+150, Mackay© MP2 dan
Penetasan dan Pemeliharaan Larva Bios150© (PL 1-4), Frippak© PL+300,
Telur menetas ±16 jam setelah Mackay© MP3 dan Bios300©, flake,
spawning. Telur menetas menjadi naupli, evergreen feed, royal seafood (PL 5-10).
kemudian dipindahkan ke bak penampungan Frekuensi pemberian pak 8 kali untuk fase
naupli kapasitas 450 L menggunakan seser larva dan 6 kali untuk fase post-larva.
mesh size 100 µm. Selanjutnya naupli stadi 4 Adapun program pemberian pakan
dan 5 disampling dan dipindahkan ke devisi buatan dapat dilihat pada Tabel 2.

204
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

Tabel 2. Program pakan buatan


Program (g/juta SR (%) =
DO benur/hari) ∑larva hidup akhir pemeliharaan
Stadia × 100
C Zoe Mysi PL PL ∑larva hidup awal pemeliharaan
a s 1–4 5 – 10 Analisis Data
1 N - - - Data yang telah diperoleh berupa data
2 Z1 25 - - - fekunditas (F), derajat penetasan (HR),
3 Z1-2 30 - - - kelangsungan hidup (SR), pertumbuhan
4 Z2 35 - - - panjang (L) dan tahapan perkembangan larva
5 Z3 40 - - - ditabulasi, diinterpretasi dan dianalisis secara
6 ZM 25 25 - - deskriptif.
7 M1 - 65 - -
8 M2 - 85 - - HASIL DAN PEMBAHASAN
9 M3 - 105 - - Performa Reproduksi Induk
10 MPL - 70 70 - Performa reproduksi dari induk yang
11 PL1 - - 180 - digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
12 PL2 - - 220 - pada Tabel 3.
13 PL3 - - 270 - Tabel 3. Performa reproduksi induk
14 PL4 - - 320 - Variabel Hasil
15 PL5 - - 185 185 Jumlah Induk betina 667
16 PL6 - - - 420 (ekor)
17 PL7 - - - 470 Total Telur (butir) 102.400.000
18 PL8 - - - 520 Fekunditas (per induk) 143.986
19 PL9 - - - 570 Jumlah Naupli (ekor) 75.520.000
20 PL10 - - - 620 HR (%) 60,9
Variabel yang Diamati SR (%) 43,95
Fekunditas (F) merupakan jumlah Jumlah induk yang digunakan pada
telur yang dihasilkan induk. Perhitungan penelitian ini adalah 667 ekor yang
fekunditas mengacu pada Kantun (2011): didistribusikan pada bak yang berbeda. Total
Berat gonad (g) telur dari 667 ekor adalah 102.400.000 butir.
F= × ∑ telur sampel
Berat sampel gonad (g) Adapun rata-rata fekunditas yang diperoleh
gonad adalah 143.986 butir/induk. Total naupli
Derajat penetasan telur atau Hatching yang dihasilkan adalah 75.520.000 ekor
Rate (HR) dihitung dengan membandingkan dengan Harching Rate yang diperoleh adalah
jumlah telur yang menetas dan telur yang 60,9%. Pemeliharaan dilakukan hingga PL-8
dibuahi. Rumus perhitungan mengacu pada dan diperoleh Survival Rate 43,95%.
(Kurniaji et al., 2018): Umumnya fekunditas rata-rata yang
HR (%) =
∑ Naupli Menetas × 100 dihasilkan setiap induk udang vaname
∑ Telur Terbuahi berkisar antara 150-180 ribu telur, semakin
Pertumbuhan panjang diperoleh dari besar induk kemungkinan makin banyak telur
selisih panjang larva pada akhir pemeliharaan yang dihasilkan dan tingkat daya tetas atau
dan panjang larva awal. Perhitungan Hatching Rate (HR) dapat mencapai 79 %
pertumbuhan panjang larva (L) mengacu (Afrianto & Muqsith, 2014). Performa
pada (Nuntung et al., 2018): reproduksi induk berupa fekunditas dan
L = Panjang akhir – panjang awal tingkat daya tetas dipengaruhi oleh ukuran
tubuh, umur, diameter telur dan kematangan
Tingkat kelulushidupan benih atau gonad induk (Anwar et al., 2007). Penelitian
Survival Rate (SR) mengacu pada rumus sebelumnya menemukan bahwa SR pada
(Sa’adah & Roziqin, 2018): setiap fase pertumbuhan berbeda-beda. SR

205
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

teramati pada PL-8 adalah 52% (Nuntung et Atikah et al. (2018) bahwa jumlah telur
al., 2018). dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah induk,
30 Produksi Hari Ke- 6

Jumlah Telur (butir x106)


25 5
20 4
15 3
10 2
5 1
0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Jumlah Induk Jumlah Telur


Hasil pengamatan hubungan antara semakin besar induk maka semakin banyak
jumlah induk dan jumlah telur yang telur dihasilkan, semakin banyak induk maka
dihasilkan menunjukkan bahwa semakin telur yang dihasilkan juga semakin banyak.
banyak induk yang dipijahkan maka semakin Selain jumlah induk, ukuran dan tingkat
banyak telur yang dihasilkan. Peningkatan kematangan gonad, jumlah telur juga
jumlah induk sejalan dengan kenaikan dipengaruhi oleh kepadatan induk dalam
jumlah telur selama masa produksi. Menurut wadah pemijahan.
Gambar 1. Hubungan antara jumlah induk dan jumlah telur yang dihasilkan (jumlah induk
dan jumlah telur berbeda pada tiap hari produksi)
Produksi Hari Ke- 100
200.000
80

Hatching Rate (%)


160.000
60
120.000

80.000 40

40.000 20

0.000 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Fekunditas Hatching Rate


Gambar 2. Hubungan antara fekunditas dan hatching rate pada tiap hari produksi
Kepadatan optimal untuk induk meningkat. Hal ini sesuai dengan Kumlu et
vaname adalah 5 ekor/m2 (Kannan et al., al. (2011) bahwa fekunditas tidak
2015). Adapun pengamatan hubungan antara mempengaruhi derajat penetasan, namun
fekunditas dan hatching rate atau derajat dipengaruhi oleh kualitas telur, fertilitas dan
penetasan menunjukkan bahwa fekunditas kondisi lingkungan. Adapun fekunditas
tidak berpengaruh terhadap derajat dipengaruhi oleh kematangan gonad. Teknik
penetasan. Hal ini diketahui dari derajat ablasi mata diketahui berpengaruh terhadap
penetasan yang jumlahnya berbeda-beda fekunditas. Induk yang diablasi memiliki
pada tiap fekunditas induk. Pada produksi fekunditas yang lebih tinggi.
hari ke-12 teramati fekunditas tertinggi Perkembangan Larva
namun derajat penetasannya menurun. Perkembangan embrio telur udang
Begitupula pada produksi hari ke-23 teramati vaname hingga menetas menjadi nauplius
fekunditas menurun namun derajat penetasan dapat dilihat pada Tabel 4.

206
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

Tahapan perkembangan embrio pada membentuk ruang previtelin yang


telur udang vaname menjadi sebuah larva memisahkan telur dari membran luar hingga
dimulai dari fase cleavIage (pembelahan sel), membenruk zigot. Selanjutnya telur akan
morula, blastula (pembentukan blastoderm), membelah secara bertahap mulai dari
gastrula (penutupan kantung kuning telur), pembelahan satu sel, dua sel, empat sel,
organogenesis hingga embrio menetas dan delapan sel, 16 sel, 32 sel, banyak sel
keluar dari cangkang telur. Sesaat setelah (morula), blastula, gastrula, organogenesis
telur terbuahi, telur berkembang dan akan dan menetas menjadi larva (Wei et al., 2014).
Tabel 4. Perkembangan larva udang vaname (L. vannamei)
Stadia Gambar Perkembangan Larva Keterangan
Perkembangan telur udang
a b c
dengan pembesaran 10×40
(a) Zigot
(b) 4 sel
Embrio (c) Blastula
d e f (d) Gastrula
(e) Limb bud in embryo
(f) Larvae in membrane

Perkembangan Stadia naupli


a b c (a) Naupli 1
(b) Naupli 2
(c) Naupli 3
(d) Naupli 4
Naupli d e f (e) Naupli 5
(f) Naupli 6

Perkembangan Stadi Zoea


a b c (a) Zoea 1
(b) Zoea 2
Zoea
(c) Zoea 3

Perkembangan Stadi Mysis


a b c (a) Mysis 1
(b) Mysis 2
Mysis
(c) Mysis 3

Perkembangan stadi Post


Larva
Post
Larva

207
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

Naupli merupakan stadia pertama bagi vaname karena rentan terhadap berbagai
udang yang baru menetas dari telur. Pada perubahan lingkungan dan infeksi patogen
stadia nauplius ini belum memerlukan (Pérez-Morales et al., 2017). Zoea syndrome
makanan dari luar, hal ini karena naupli ditandai dengan kosongnya usus larva dan
masih memiliki yolk sac (kuning telur) kematian bisa mencapai 100% (Halima et al.,
sebagai cadangan makanannya. Nauplius 2006).
memiliki 3 tubuh, yaitu antena pertama, Secara normal larva mencapai stadia
antenna kedua, dan mandibula. Naupli mysis setelah 5 hari dari telur menetas.
dicirikan dari bentuk anterior (ujug kepala) Stadia ini menyerupai udang dewasa
lebih besar dari bagian posteriornya (ekor). dibanding dua stadia sebelumnya dan kondisi
Naupli juga memiliki sifat plantonik dan fisiknya lebih kuat. Jenis makanannya dapat
phototaxis positif. Naupli 1 memiliki bentuk berupa fitoplankton dan zooplankton dan
badan bulat telur dan memiliki tiga pasang cenderung menyukai zooplankton menjelang
anggota badan, naupli 2 memiliki antena akhir stadia mysis. Terdapat tiga substadia
pada bagian ujungnya terdapat setae dan dapat dibedakan dari perkembangan
(rambut), naupli 3 memiliki sepasang furcal toracic appendages dan pleopod (kaki
yang mulai jelas terlihat dan tiap furcal renang). Stadia mysis 1 ditandai dengan
memiliki tiga buah duri (spine), naupli 4 terbentuknya uropod primitive dan muncul
terdapat empat duri masing-masing furcal calon kaki (pleopod), mysis 2 ditandai
dan exopoda pada antena kedua sudah mulai dengan pertumbuhan pleopod dan mysis 3
beruas-ruas, naupli 5 memiliki struktur bagian pleopod semakin panjang dan beruas.
tonjolan tumbuh pada pangkal maxilla dan Perubahan bentuk dari stadia mysis
organ bagian depan mulai tampak jelas, menuju stadia post larva berlangsung pada
naupli 6 bagian setae berkembang semakin hari kesembilan setelah penetasan. Larva
sempurna dan duri pada furcal tumbuh pada udang ini sudah mirip dengan udang
panjang (Kitani, 1986). dewasa serta memiliki daya tahan lebih
Perubahan stadia dari nauplius menjadi tinggi, sehingga tidak mudah mati. Pada
zoea umumnya berlangsung dalam waktu stadia ini ditandai dengan sempurnahnya
sekitar 36-40 jam dimulai dari telur menetas. pembentukan pleopod serta terdapat rambut-
Pada stadia ini, perkembangan ukuran larva rambut pada pleopod yang akan membantu
sangat cepat dan feeding appendages mulai udang berenang. Hal ini sesuai pendapat
berfungsi dan aktif makan dari jenis Wyban & Sweeney (1991) bahwa stadia post
fitoplankton. Stadia zoea merupakan tahapan larva memiliki kemiripan dengan udang
paling lemah dan sensitif terhadap sinar yang dewasa dan panjang totalnya sekitar 4,5 mm.
kuat serta memiliki tiga substadia. Bagian Kemampuan berenangnya berubah, karena
tubuh dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: pleopod sudah berkembang dan mulai
karapas, toraks dan abdomen. Zoea 1 berfungsi. Post larva awal masih bersifat
dicirikan dengan perbedaan antara pelagis partikular hingga memasuki stadia
chepalothorax dan abdomen yang tampak PL yang bentik.
jika diamati dengan mata telanjang dan mata Pertumbuhan Larva
sudah ada tetapi tidak berada pada karapas, Pertumbuhan panjang benur dihitung
zoea 2 dicirikan dengan mata mulai berada dengan cara hasil selisih panjang benur akhir
pada tangkai mata dan terletak pada karapaks pemeliharaan dengan panjang benur pada
serta bagian rostrum tampak diantara kedua awal pemeliharaan sehingga menghasilkan
mata, zoea 3 dicirikan dengan terbentuknya pertumbuhan panjang mutlak. Pertumbuhan
biramous uropoda dan duri muncul pada panjang mutlak adalah perubahan atau
abdominal somites (segmen) (Nuntung et al., pertambahan panjang udang yang dipelihara
2018). dalam satuan waktu. Laju pertumbuhan
Stadia zoea diketahui tahap paling panjang harian benur digambarkan dalam
krtitis dalam perkembangan larva udang bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 3.

208
L a ju P e r tu m b u h a n P a n ja
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

(m m )
10
8
6
4
2
0
PL 1 PL 2 PL 3 PL 4 PL 5 PL 6 PL 7 PL 8
Stadia
Gambar 3. Laju pertumbuhan panjang larva udang vaname
Pengukuran panjang post larva yang memiliki gejala nafsu makan menurun,
diukur menunjukkan pertumbuhan panjang pergerakan lemah, dan anemia. Pada tubuh
mutlak benur sebesar 4,1 mm dan larva terlihat adanya hifa dan/atau miselia
pertumbuhan panjang rata-rata sebesar 0,51 cendawan. Pada kondisi yang serius, sering
mm per harinya. Hasil ini menunjukkan dijumpai tubuh larva udang terlilit dan
bahwa pakan yang diberikan selama dipenuhi oleh cendawan (Roza, 2012).
pemeliharaan digunakan untuk pertumbuhan Kualitas Air
sehingga terjadi pertambahan panjang seiring Kualitas air selama pemeliharaan induk
berlangsungnya waktu pemeliharaan. Hal ini dan larva saat penelitian dilakukan dapat
sesuai dengan penelitian Purnamasari et al. dilihat pada Tabel 5.
(2017) yang menunjukkan bahwa Tabel 5. Kualitas air pada bak induk
pertumbuhan panjang terbaik sebesar 4,35 Kualitas air
mm dan membuktikan adanya pengaruh SNI
No Parameter Hasil
pemberian pakan seiring berjalannya waktu 7311-
Pengukur
pemeliharaan. 2009
1 Suhu (˚C) 27-28 26-33
2 DO (ppm) >5 >5
3 pH 7,4-8,1 7,4-8,5
Salinitas
4 18-33 30-35
(ppt)

Tabel 6. Kualitas air pada bak larva


Kualitas air
SNI
No Parameter Hasil
7311-
Pengukur
Gambar 4. Larva terinfeksi Lagenidium sp. 2009
Pada penelitian ini juga ditemukan 1 Suhu (˚C) 28-33 29-32
adanya larva udang yang terinfeksi jamur 2 pH 8,3-8,5 7,4-8,5
Lagenidium sp menyebabkan larval mycosis. Salinitas
3 20-33 ppt 29-34
Jamur ini menginfeksi larva pada stadia zoea (ppt)
hingga mysis serta tumbuh optimal pada 4 Amonia 0 mg/L -
kisran suhu air antara 25 – 34 ˚C dan kisaran Berdasarkan hasil pengukuran kualitas
pH 7 – 9. Udang yang terinfeksi penyakit ini air menunjukkan bahwa kualitas air pada
pemeliharaan induk dan larva masih berada
209
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

pada kisaran normal sesuai SNI. Kualitas air Samakia : Jurnal Ilmu Perikanan, 5(2),
masih dapat ditolerir oleh larva udang 53–64.
vaname. Pada pemeliharaan larva kualitas air Anwar, L. O., Sumantadinata, K., & Carman,
sangat penting untuk diperhatikan karena O. (2007). Karakteristik sperma udang
larva masih sangat rentan terhadap perubahn vaname Litopenaeus vannamei pada
lingkungan (Esparza-leal et al., 2016). Suhu beberapa periode rematurasi. Jurnal
pada pemeliharaan larva terkategori normal. Akuakultur Indonesia, 6(1), 1–5.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Lestari et Ariadi, H., Fadjar, M., Mahmudi, M., &
al., 2018) suhu optimal pada pertumbuhan Supriatna. (2019). The relationships
larva udang vaname antara 26-32 ˚C. between water quality parameters and
Salinitas pada pemeliharaan larva adalah 5- the growth rate of white shrimp
35 ppt (Ariadi et al., 2019), pH berkisar 7,7- (Litopenaeus vannamei) in intensive
8,7 (Purba, 2012). ponds. AACL Bioflux, 12(6), 2103–
Kontrol kualitas air dilakukan setiap 2116.
hari. Pergantian air dilakukan setelah larva Atikah, I. D., Hartinah, & Wahidah. (2018).
mencapai stadia mysis2 – PL3 dengan Teknik pengelolaan induk udang
pengurangan berkisar 10 – 40 % dan saat PL 4 vaname (Litopenaeus vannamei bonne)
– panen mencapai 50 – 100 % dari volume di PT Esaputlii Prakarsa Utama, Barru,
bak pemeliharaan yang terisi. Pergantian juga Sulawesi Selatan. Sinergitas
dapat dilakukan ketika terjadi blooming Multidisiplin Ilmu Pengetahuan Dan
plankton atau terjadi kematian yang banyak Teknologi, 1(April), 78–83.
pada larva. Pergantian air secara keseluruhan Esparza-leal, H. M., Xavier, J. A. A., &
dilakukan seperti teknik pemanenan yaitu Wasielesky, W. (2016). Performance of
dengan memasang saringan pada pipa Litopenaeus vannamei postlarvae
pembuangan, sehingga larva akan tersaring reared in indoor nursery tanks under
dan tertampung pada saringan rangka besi. biofloc conditions at different salinities
Selanjutnya larva diseser dan diangkut and zero-water exchange. Aquaculture
kemudian dipindahkan ke bak baru. International,
https://doi.org/10.1007/s10499-016-
SIMPULAN 0001-5.
Performa reproduksi induk diamati Halima, R. W., Hemawan, T., Wirastiani, L.,
dengan jumlah telur 102.400.000 butir dari Al Amirulah, D. P., Murdjani, M.,
667 ekor induk, rata-rata fekunditas per Nur’aini, Y. L., & Triastutik, G.
induk 143.986 butir, diperoleh jumlah naupli (2006). Zoea syndrome (ZS) pada larva
75.520.000 ekor dengan derajat penetasan udang vannamei (Litopenaeus
60,9%. Perkembangan larva dimulai dari fase vannamei). Biosfera, , 22(1), 6–11.
telur yang mengalami embryogenesis, Herawati, V. E., & Hatubarat, J. (2015).
menetas menjadi naupli 1-6, kemudian Analisis pertumbuhan; kelulushidupan
menjadi zoea 1-3, mysis 1-3 dan post-larva dan produksi biomassa larva udang
(PL). Pertumbuhan panjang post larva dari vanamei dengan pemberian pakan
PL1-PL8 adalah 3,95-8,05 mm dengan Artemia Sp. produk lokal yang di
survival rate 43,95%. perkaya Chaetoceros calcitrans dan
Skeletonema costatum. PENA Akuatika
DAFTAR PUSTAKA Volume, 12(1), 1–12.
Afrianto, S., & Muqsith, A. (2014). James Wyban, & Sweeney, J. . (1991).
Manajemen produksi nauplius udang Intensive shrimp production
vaname (Litopenaeus vannamei) di technology : the Oceanic Institute
instalasi pembenihan udang Balai shrimp manual. The Oceanic Institute, ,
Perikanan Budidaya Air Payau, 163.
Gelung, Situbondo, Jawa Timur.

210
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

Jusadi, D., Ruchyani, S., Mokoginta, I., & udang vaname (Litopenaeus vannamei)
Ekasari, J. (2011). Peningkatan use. Journal of Aquaculture
kelangsungan hidup dan perkembangan Management and Technology, 7, 90–
larva udang putih melalui pengayaan 98.
rotifera dengan taurin. Jurnal Nuntung, S., Idris, A. P. S., & Wahidah.
Akuakultur Indonesia, 10(2), 131–136. (2018). Teknik pemeliharaan larva
Kannan, D., P, T., K, J., N, S., & Kumar, A. udang vaname (Litopenaeus vannamei
(2015). Procedure for maturation and bonne) di PT Central Pertiwi Bahari
spawning of imported shrimp Rembang, Jawa Tengah. Sinergitas
Litopenaeus vannamei in commercial Multidisiplin Ilmu Pengetahuan Dan
hatchery, South East Coast of India. Teknologi, 1(April), 137–143.
Fisheries and Aquaculture Journal, 06 Panjaitan, A. S., Hadie, W., & Harijati,
(04). https://doi.org/10.4172/2150- dan S. (2017). The use of Chaetoceros
3508.1000146 calcitrans, Thalassiosira weissflogii
Kantun, W. (2011). Biologi reproduksi udang and Its Combination to the larval
putih (Penaeus merguiensis de man, rearing of vaname (Litopenaeus
1888) di perairan papalang, kabupaten vannamei, Boone 1931). Berita
mamuju, provinsi sulawesi barat. Biologi, 16 (2), 111–216.
Jurnal Balik Diwa, 2(1), 31–39. Pérez-Morales, A., Band-Schmidt, C. J., &
Kitani, H. (1986). Larval development of the Martínez-Díaz, S. F. (2017). Mortality
white shrimp Penaeus vannamei boone on zoea stage of the pacific white
reared in the laboratory and the shrimp Litopenaeus vannamei caused
statistical observation of its naupliar by Cochlodinium polykrikoides
stages. Bulletin of Japanese Society of (Dinophyceae) and Chattonella Spp.
Scientific Fisheries, (7) 1131-1139. (Raphidophyceae). Marine Biology,
KKP. (2019). Laporan kinerja dirjen 164 (3).
perikanan budidaya kementerian https://doi.org/10.1007/s00227-017-
kelautan dan perikanan. Laporan 3083-3.
Kinerja Dirjen Budidaya, 53 (9), 1689– Purba, C. Y. (2012). Performa pertumbuhan,
1699. kelulushidupan, dan kandungan nutrisi
Kumlu, M., Türkmen, S., Kumlu, M., & larva udang vanamei (Litopenaeus
Tufan Eroldoǧan, O. (2011). Off- vannamei) melalui pemberian pakan
season maturation and spawning of the artemia produk lokal yang diperkaya
Pacific white shrimp Litopenaeus dengan sel diatom. Journal of
vannamei in sub-tropical conditions. Aquaculture Management and
Turkish Journal of Fisheries and Technology, 1 (1), 102–115.
Aquatic Sciences, 11(1), 15–23. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/
https://doi.org/10.4194/trjfas.2011.010 jamt/article/view/506.
3. Purnamasari, I., Purnama, D., & Utami, M.
Kurniaji, A., Nuryati, S., Murtini, S., & A. F. (2017). Pertumbuhan udang
Alimuddin. (2018). Maternal immunity vaname (Litopenaeus vannamei) di
response and larval growth of anti tambak intensif. Jurnal Enggano, 2 (1),
cyhv-3 dna vaccinated common carp 58–67.
(Cyprinus carpio) at different pre- Purwono, J., Sugyaningsih, S., & Yuliati, E.
spawning time. Pak. J. Biotechnol., (2012). Strategi pengembangan usaha
15(3), 689–698. pembenihan udang vaname (studi
Lestari, I., Suminto, & Yuniarti, T. (2018). kasus pada PT Suri Tani Pamuka -
Penggunaan Copepoda, Oithona Sp. Serang Banten). Jurnal NeO-Bis, 6(1),
sebagai subtitusi Artemia sp., terhadap 1–12.
pertumbuhan dan kelulushidupan larva

211
Jurnal Airaha, Vol.10, No.02 (Dec 2021): 202 – 212, p-ISSN 2301-7163, e-ISSN 2621-
9638

Roza, D. (2012). Kematian massal udang Wahidah, Omar, S. B. A., Trijuno, D. D., &
windu , Penaeus monodon fabricus Nugroho, E. (2015). Morphometric
akibat infeksi Lagenidium callinectes. variance of South Sulawesi’s
Prosiding Indoaqua -Forum Inovasi freshwater prawn Macrobrachium
Teknologi Akuakultur, 691–698. rosenbergii and Macrobrachium idae.
Sa’adah, W., & Roziqin, A. F. (2018). Upaya International Journal of Scientific and
peningkatan pemasaran benur udang Research Publications, 5 (4), 1–5.
vannamei (Litopenaeus vannamei) di Wei, J., Zhang, X., Yu, Y., Huang, H., Li, F.,
PT Artha Maulana Agung (AMA) Desa & Xiang, J. (2014). Comparative
Pecaron, Kecamatan Bungatan, transcriptomic characterization of the
Kabupaten Situbondo. Mimbar early development in Pacific white
Agribisnis: Jurnal Pemikiran shrimp Litopenaeus vannamei. PLoS
Masyarakat Ilmiah Berwawasan ONE, 9 (9).
Agribisnis, 4 (1), 84–97. https://doi.org/10.1371/journal.pone.01
Utojo, U., & Tangko, A. M. (2008). Status, 06201.
masalah, dan alternatif pemecahan
masalah pada pengembangan budidaya
udang vanamei (Litopenaeus
vannamei) di Sulawesi Selatan. Media
Akuakultur, 3 (2), 118.
https://doi.org/10.15578/ma.3.2.2008.1
18-125.

212

Anda mungkin juga menyukai