ADINDA SEPTIANINGRUM
Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan akhir dengan judul “Pembenihan
Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Di PT Citra Larva Cemerlang, Kalianda,
Lampung Selatan dan Pembesaran Di PT Maju Tambak Sumur 1 Bakauheni, Lampung
Selatan” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan
akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Adinda Septianingrum
NIM J3H81810
RINGKASAN
ADINDA SEPTIANINGRUM
Laporan Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya pada
Program Studi Teknologi Produksi dan Manajem Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Pembimbing 1:
Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si
NIP 196410261992032001
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan tugas akhir yang berjudul “Pembenihan Udang Vaname Litopenaeus
Vannamei Di PT Citra Larva Cemerlang, Kalianda, Lampung Selatan dan
Pembesaran Di PT Maju Tambak Sumur 1, Bakauheni, Lampung Selatan”.
Penulisan laporan akhir disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan dan mendapatkan gelar ahli madya dari program studi teknologi
produksi dan manajemen perikanan budidaya, sekolah vokasi, institut pertanian
bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua yang yang senantiasa memberikan motivasi baik secara moril
maupun materil, semangat, dan doa yang tiada hentinya.
2. Ibu Dr. Ir. Mia Setiawati, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
banyak membantu dan memberikan bimbingan, arahan, saran, dan nasehat
dalam penyelesaian laporan tugas akhir.
3. Bapak Andri Iskandar, M.Si, M.Sc selaku dosen penguji yang telah
memberikan koreksi dan saran dalam penyusunan laporan tugas akhir.
4. Bapak Dr. Wiyoto, S.Pi, M.Si selaku ketua program studi Teknologi
Produksi Dan Manajemen Perikanan Budidaya, Sekolah Vokasi, Institut
Pertanian Bogor.
5. Bapak Juarto Edi P. Sebagai pembimbing lapang di produksi naupli,
Bapak Cipto Sutrisno sebagai pembimbing lapang di laboratorium dan
Bapak Agus sebagai pembembing lapang produksi benur, serta bapak
Heru Yuwono di pembesaran yang telah memberi ilmu dan bimbingannya
selama di lapang.
6. PT Citra Larva Cemerlang dan PT Maju Tambak Sumur yang telah
menerima dan mengizinkan untuk menimba ilmu serta pengalaman di
pembudidayaan udang vaname.
7. Rekan-rekan mahasiswa program studi Teknologi Produksi dan
Manajemen Perikanan Budidaya angkatan 55 yang selalu memberikan
semangat dan motivasi. Penulis sadar bahwa dalam penulisan tugas akhir
ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga laporan
ini bermanfaat dalam menambah ilmu dan informasi tentang kegiatan
pembenihan dan pembesaran udang vaname di Indonesia
Adinda Septianingrum
DAFTAR ISI
Daftar Tabel IV
Daftar Gambar IV
Daftar Lampiran VI
I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
II Metode 3
2.1 Lokasi Dan Waktu Pkl 3
2.2 Komoditas 3
2.3 Metode Kerja 6
III Keadaan Umum 7
3.1 PT Citra Larva Cemerlang 7
3.2 PT Maju Tambak Sumur 9
IV Fasilitas Produksi 11
4.1 Fasilitas Pembenihan 11
4.2 Fasilitas Pembesaran 19
V Kegiatan Pembenihan 25
5.1 Pemeliharaan Induk 25
5.2 Pemijahan Induk 29
5.3 Penetasan Telur 33
5.4 Penampungan Naupli 34
5.5 Pemeliharaan Larva 36
5.6 Kultur Pakan Alami 45
VI Kegiatan Pembesaran 51
6.1 Persiapan Wadah 51
6.2 Penebaran Benur 55
6.3 Pemeliharaan Di Nursery Pond (Np) 57
6.4 Pemeliharaan Di Grow Out (Go) 60
6.5 Pemanenan 74
VII Aspek Usaha 78
7.1 Pembenihan 78
7.2 Pembesaran 82
VIIIPenutup 86
8.1 Kesimpulan 86
8.2 Saran 86
Daftar Pustaka 87
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
II METODE
2.1 Lokasi dan Waktu PKL
2.2 Komoditas
Komoditas yang dipilih untuk PKL pembenihan dan pembesaran adalah udang
vaname yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Klasifikasi udang vannamei menurut boone (1931) dalam Wyban dan Sweeney
(1991) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Super Famili : Penaeoidea
Famili : Penaeidae
Genus :Litopenaeus
Spesies :Litopenaeus vannamei
Habitat udang sangat beragam tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari
tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya bersifat bentis dan hidup pada
permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut yang
biasanya campuran lumpur berpasir. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa induk udang putih
ditemukan di perairan lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72 meter.
Menyukai daerah yang dasar perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang putih adalah
catadromus atau dua lingkungan, di mana udang dewasa akan memijah di laut terbuka.
Setelah menetas, larva udang vaname akan bermigrasi ke daerah pesisir pantai atau
mangrove yang biasa disebut daerah estuari tempat nurseri ground nya, dan setelah
dewasa akan bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti
pematangan gonad (maturasi) dan perkawinan (Wyban dan Sweeney 1991). Hal ini sama
seperti pola hidup udang penaeid lainnya, hutan mangrove merupakan tempat berlindung
dan mencari makanan setelah dewasa akan kembali lagi ke laut (Elovaara 2001).
Siklus hidup udang vaname dimulai dari udang dewasa yang melakukan pemijahan
hingga terjadi fertilisasai. Setelah 16-17 jam dari fertilisasi, telur menetas menjadi larva
(nauplius). Tahap naupli tersebut menyerap kuning telur yang tersimpan dalam tubuhnya
dan akan moulting, kemudian bermetamorfosis menjadi zoea. Zoea akan mengalami
metaforfosis menjadi mysis. Mysis mulai terlihat seperti udang kecil memakan alga dan
zooplankton. Setelah 3 sampai 4 hari, mysis mengalami metaforfosis menjadi post larva
(PL). Tahap PL adalah tahap saat udang sudah memiliki karakteristik udang dewasa.
Keseluruhan proses dari tahap naupli sampai PL membutuhkan waktu sekitar 12 hari.
5
Metode yang dilakukan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini
diantaranya melaksanakan secara langsung seluruh kegiatan pembenihan di PT Citra
Larva Cemerlang, Kalianda dan pembesaran udang vaname di PT Maju Tambak Sumur,
Bakauheni, Lampung Selatan, kegiatan tersebut meliputi:
1. Mengikuti dan melakukan secara langsung seluruh kegiatan pembenihan udang
vaname di PT Citra Larva Cemerlang, Kalianda dan pembesaran di PT Maju
Tambak Sumur, Bakauheni, Lampung Selatan.
2. Melakukan pengamatan serta observasi tentang pembenihan pembenihan udang
vaname di PT Citra Larva Cemerlang, Kalianda dan pembesaran di PT Maju
Tambak Sumur, Bakauheni, Lampung Selatan.
3. Melakukan wawancara dengan pimpinan operasional, staf pegawai dan pihak-pihak
lain yang berkompeten dan menangani dibidangnya. Metode ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi tentang fasilitas pembenihan udang vaname di PT Citra
Larva Cemerlang, Kalianda dan pembesaran di PT Maju Tambak Sumur,
Bakauheni, Lampung Selatan.
4. Melakukan pencatatan dan pelaporan atas kegiatan pembenihan dan pembesaran
udang vaname yang dilakukan selama PKL seperti jurnal harian, laporan periodik,
dan laporan PKL.
5. Mengumpulkan dan membandingkan informasi-informasi dalam kegiatan PKL
atau studi pustaka dengan kegiatan wawancara dan observasi yang dilakukan.
7
IIIKEADAAN UMUM
3.2.1 Sejarah
PT Citra Larva Cemerlang (PT CLC) adalah perusahaan yang bergerak pada
kegiatan produksi naupli dan larva udang vaname. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2015
dan resmi beroperasi pada tahun 2017. Secara aspek teknis, lokasi ini sangat strategis
karena dekat dengan sumber air laut maupun air tawar, terhindar dari cemaran limbah
industri pertanian maupun limbah industri pertambangan karena jauh dari lokasi pabrik,
serta tersedia sarana dan prasarana penunjang seperti jaringan listrik, sarana komunikasi
dan transportasi sebagai penunjang kegiatan produksi
PT CLC merupakan hatchery yang memiliki unit karantina induk, pemeliharaan
induk, produksi naupli, pemeliharaan larva sampai panen dalam satu area hatchery yang
terletak secara terpisah. Hal ini dilakukan perusahaan sebagai upaya untuk menerapkan
aspek biosecurity disetiap unit hatchery, sehingga dapat menghindari penyebaran
penyakit dari luar ke dalam unit dan antar unit produksi.
PT. Citra Larva Cemerlang (PT CLC) merupakan unit pelaksana proses produksi
naupli dan benur udang vanamei Litopenaeus vaname yang terletak di jalan sinar laut
ketang, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Titik koordinat PT CLC yaitu
-5,7071985, 105,5655908 yang mempunyai luas wilayah atau luas lahan 1 HA yang
terdiri dari 1 unit produksi larva, 1 unit produksi naupli, serta fasilitas lainnya seperti mess
karyawan, musholah, kantor, laboratorium, area panen dan rumah jaga.
Berikut merupakan batasan-batasan dari PT CLC :
Sebelah Timur : Pantai Batu Rame
Sebelah Barat : PT. Maju Tambak Sumur (Hatchery)
Sebelah Utara : Pantai Batu Rame
Sebelah Selatan : PT. Maju Tambak Sumur
PT. Citra Larva Cemerlang sendiri adalah perusahaan yang berdiri sendiri sebagai
penyuplai naupli dan benur ke berbagai tambak di lampung dan pulau jawa.
Head of Hatchery
5 Biofeed 5
6 Promotion and Marketing 2
3.2.1 Sejarah
Perusahaan PT Maju Tambak Sumur awal mula didirikan pada Tahun 1990 dengan
bergerak pada bidang Aquakultur pembudidayaan udang. Perkembangan perusahaan dari
tahun ke tahun yang bertumbuh signifikan menjadikan perusahaan tersebut menjadi
perseroan perorangan tebesar di Provinsi Lampung. Perusahaan PT Maju Tambak Sumur
bepusat di kantor utama di Panjang Bandar Lampung yang saat ini sudah memiliki sekitar
lima lokasi tambak diantaranya PT Maju Tambak Sumur Desa Ruguk, PT Maju Tambak
Sumur Desa Sumur, PT Maju Tambak Sumur Desa Ketang, PT Maju Tambak Sumur
Desa Gayau Padang Cermin, PT Maju Tambak Sumur desa Lubuk Kalianda, PT Maju
Tambak Sumur Desa Pegantungan Bakauheni, PT Maju Tambak Sumur Seluma
Bengkulu, PT Maju Tambak Sumur Kota Agung Bengkulu.
PT. Maju Tambak Sumur Bakauheni (PT MTS) merupakan unit pelaksana proses
produksi pembesaran udang vaname Litopenaeus vannamei yang terletak di 1 Desa
Sumur, Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Titik koordinat
PT MTS yaitu 05049’2,244 LS dan 105046’34,8 BT yang mempunyai luas wilayah atau
luas lahan 75,8 HA.
3.2.4 Ketenagakerjaan
PT Maju Tambak Sumur (PT MTS) memiliki 83 tenaga kerja yang terbagi menjadi
beberapa divisi dan menjalankan kerjanya sesuai dengan job desk. Selain itu, PT MTS
memiliki tenaga kerja harian yang dibutuhkan saat persiapan wadah dan pemanenan.
11
IV FASILITAS PRODUKSI
A B
Gambar 5 Wadah pemeliharaan induk udang vaname: (a) Bak karantina induk (b) Bak
maturasi induk
Kegiatan penetasan telur dilakukan di dalam tank fiber dengan diameter 1,2 m dan
volume air sebanyak 900 liter. Hatching tank berfungsi untuk menginkubasi telur sampai
telur menetas menjadi naupli. Hatching tank dilengkapi dengan inlet menggunakan pipa
PVC berukuran 2 inci dan dilapisi kain strimin yang berfungsi sebagi filter, lalu terdapat
outlet menggunakan pipa PVC 2 inci dan terdapat keran untuk mengatur besaran air yang
keluar. Selain itu terdapat pula alat pengaduk yang terbuat dari pipa dengan panjang 1,2
m dan papan pengaduknya berukuran 15 cm x 20 cm.
Wadah penampungan naupli di PT CLC berupa tank fiber berdiameter 0,8 m dan
memiliki kapasitas air sebanyak 400 liter yang dilengkapi pipa PVC 2 inci sebagai pipa
rinsing, serta inlet dan outlet .
A B
Gambar 7 Wadah penetasan telur dan penampungan naupli: (a) holding tank (b)
hatching tank
dilapisi oleh filter bag sedangkan saluran outlet pada bak pemeliharaan larva
menggunkan pipa berukuran 3 inci yang langsung terhubung ke saluran pembuangan.
Kemiringan bak pemeliharaan larva yaitu 2-5% untuk memudahkan pada saat proses
pemanenan.
A B
Gambar 8 Wadah pemeliharaan larva: (a) Bak pemelirahaan larva (b) Keran aerasi bak
pemeliharaan larva
A B
Gambar 9 Wadah kultur alga Thalasossira sp. : (a) Wadah kultur alga intermediet (b)
Wadah kultur alga massal
Sumber air untuk kegitan produksi di PT CLC berasal dari laut Selat Sunda dengan
metode pengambilan air menggunakan pompa berdaya 10 hp dan pipa PVC 8 inci
dialirkan ke sand filter. Untuk mendapatkan air laut bersih dan minimal bahan organik
sand filter dibagi menjadi 4 bagian yaitu intake sand filter, penyaringan dengan pasir
kasar (sand filter 1), penyaringan dengan pasir halus (sand filter 2), dan tandon treatment.
Pada intake sand filter terdapat pipa 8 inci yang telah dilubangi berfungsi agar mencegah
kotoran berupa ganggang laut masuk ke dalam bak sand filter. Kemudian air tersebut
dialir kan ke sand filter yang berisi batu kali yang disusun setinggi 20-25 cm, hamparan
kain GT 300, batu split disusun setinggi 20-25 cm, hamparan kain GT 300 dan pasir silika
yang disusun setinggi 50 cm. Kemudian pada bak penyaringan pasir halus atau sand filter
2 terdapat kantong arang batok setinggi 10% dari tinggi bak filter yang dilapisi dengan
kantong GT 300 berukuran 40 x 70 cm, lembaran kain GT 300 dan pasir silika setinggi
70 cm. Air laut yang telah melewati proses filter dengan sand filter akan ditampung di
14
tandon treatment. Kapasitas tandon treatment yaitu 150 ton, dan terdapat 4 unit tandon
treatment yang aktif digunakan.
Air laut akan ditreatment menggunakan kaporit dan thiosulfat dengan perbandingan
2:1. Timbang kaporit sebanyak 10 ppm, pindahkan kedalam ember dan larutkan kedalam
10 liter air kemudian aduk hingga merata. Endapkan selama 5-10 menit kemudan
gunakan cairan klorin yang terpisah dengan endapan untuk tambahkan ke dalam tandon
treatment. Diamkan selama 4-6 jam. Timbang 5 ppm thiosulfat kemudian larutkan dalam
10 liter air, dan tebarkan secara merata di tandon treatment. Diamkan selama 2-4 jam.
Air laut akan dialirkan kembali ke pressure filter. Pressure filter merupakan sistem
penyaringan air bertekanan dalam tank fiber bulat yang dilengkapi pengatur penggunaan
filter, back wash, pembilasan sesuai penggunaan yang berisi pasir untuk menyaring residu
klorin dari sterilisasi air dengan kaporit dan dapat diisi karbon aktif atau arang aktif untuk
menyaring residu bromin. Pressure filter akan diisi dengan karbon aktif sebanyak 40%
dari kapasitas tank. Kemudian isi dengan air 50% dari kapasitas tank, setelah itu tutup
tank dengan kepala pressure, mur dan barrel. Setelah itu lakukan back wash selama 10-
15 menit untuk membuang kotoran yang masuk pada saat pengisian pressure filter. Untuk
pengoperasian pressure filter dapat dilakukan dengan membuka ball valve pipa distribusi,
kemudian nyalakan pompa distribusi. Maintenance untuk pressure filter dapat dilakukan
dengan mengganti seal tip pada barell yang bocor, melakukan pencucian dengan air tawar
setiap satu bulan sekali, lakukan back wash dan rinse (pembilasan) setiap akan
menggunakan dan sesudah digunakan agar agar tekanan dalam pressure filter tetap stabil,
dan lakukan penjadwalan penggunaan pressure filter untuk menghindari berkembangnya
mikroba dalam pressure filter.
Air laut yang sudah melewati proses filter dengan pressure filter akan ditampung
dalam tandon. Kapasitas tandon yang dimiliki oleh PT CLC yaitu 50 ton yang berjumlah
4 unit. Sebelum air laut didistribusikan untuk proses produksi, dilakukan pengecekan
berupa salinitas, pH, klorin dengan menggunakan sampel sebanyak 30 ml. Hal ini sesuai
menurut (Wedemeyer 1977 dalam Pipper et al. 1982), kandungan chlorine yang
dianjurkan untuk kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan atau udang adalah 0,03 ppm.
Adapun standar baku mutu kualitas air untuk air reservoir dapat dilihat pada tabel 2.
A B C
15
D E F
Gambar 10 Sistem pengairan (a) Intake air (b) Sand filter (c) Pressure filter (d) Tandon
(e) Pompa air laut (f) Resevoir
Sumber energi listrik yang digunakan di PT CLC berasal dari PLN yang berdaya
yang beroperasi selama 24 jam setiap harinya. Selain itu, juga menggunakan mesin
Generator Set atau genset yaitu genset caterpillar dengan daya 125 kVA dan genset
cummins dengan daya 150 kVA berfungsi sebagai back up yang berjumlah masing-
masing 1 unit.
4.2.1.1 Bangunan
4.2.1.3 Peralatan
agar telur tidak mengendap dan menggumpal pada dasar tank sehingga mengurangi
jumlah telur yang busuk dan tidak menetas. Alat pengaduk telur terbuat dari pipa PVC
berukuran ¾ sepanjang 120 cm dan disambungkan dengan papan berbentuk persegi
panjang berukuran 40 cm x 20 cm, dan jaring sampling untuk memudahkan pada saat
memilih induk udang yang sudah siap dipijahkan. Sedangkan untuk kegiatan ablasi,
peralatan yang dibutuhkan adalah wadah dipping induk udang ke dalam larutan iodine,
gas torch untuk memanaskan dan mensterilisasi gunting, dan guntung ablasi untuk
memotong mata induk udang.
A B C
Gambar 13 Peralatan pembenihan PT Citra Larva Cemerlang: (a) Alat pengaduk telur
manual (b) Jaring sampling (c) Seser naupli
A B C D
18
E F G H
Gambar 14 Peralatan pembenihan PT Citra Larva Cemerlang: (a) Terpal (b) Seser larva
(b) Batu aerasi (d) Timah pemberat (e) Pipa central drain (f) Net panen (g)
Gayung pakan (h) Heater
Pemanenan memerlukan peralatan seperti seser panen, scoop panen untuk takaran
pengambilan benur pada saat proses pengemasan dengan ukuran yang berbeda-beda
sesuai dengan permintaan jumlah benur per kantong kemasan, gelas ukur untuk mengukur
air yang akan dimasukan kedalam plastik, box panen, tabung oksigen, karet gelang, tank
penampungan benur untuk menampung benur dan mengaklimatisasi benur sebelum
dikemas, dan solatip. Adapun penambahan es batu untuk menjaga suhu agar tetap stabil
saat diperjalanan.
19
A B
Gambar 16 Peralatan pembenihan PT Cita Larva Cemerlang : (a) Scoop panen (b)
packing box
Wadah budidaya merupakan salah satu fasilitas utama karena digunakan sebagai
tempat untuk kegiatan pemeliharaan. Tambak berbentuk persegi dan persegi panjang
dengan kontruksi beton dan semi beton (beton 50% tanah 50%) digunakan untuk proses
pemeliharaan udang vaname di PT MTS 1. Jumlah petakan yang aktif digunakan untuk
budidaya yaitu 90 petak, yang terdiri dari 18 kolam untuk nursery pond (NP) dan 72
kolam untuk grow out (GO). PT MTS memiliki 9 blok dari blok A sampai dengan blok
I.
Petak GO dilengkapi dengan kincir (paddle wheel) sebanyak 5-25 unit kincir
menyesuaikan luas petakan, jalan inseksi dan jembatan anco berjumlah 2-4 unit. Saluran
inlet terletak pada salah satu sisi tambak bagian atas yang menyambung dengan kanal
yang terhubung pada tandon rekondisi 2. Pipa inlet dilapisi oleh kain waring sebagai filter
fisik untuk menyaring kotoran dan saluran outlet yang terletak pada salah satu sisi tambak
bagian dasar, berseberangan dengan sisi saluran inlet. Saluran outlet menyambung
dengan kanal pembuangan limbah. Pada saluran inlet dan outlet menggunakan pipa 8
inci. Sedangkan untuk petak NP memiliki fasilitas yang sama, namun pada kolam NP
terdapat penambahan Aerasi. Setiap petak tambak NP maupun GO terdapat central drain.
Central drain merupakan tempat keluarnya kotoran atau limbah budidaya melalui pipa
PVC berukuran 6 inci. Selain itu central drain juga berfungsi dalam penyifonan kolam,
dimana setiap central drain memiliki selang spiral yang terhubung langsung ke kanal
limbah.
20
Salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan budidaya yaitu
tersedianya air yang layak bagi budidaya. Tambak di PT MTS 1 menggunakan sumber
air laut yang berasal dari Selat Sunda. Jarak pengambilan air laut berkisar 50 m dari pump
house dengan kedalaman 3 m di bawah surut terendah dari permukaan air laut. Proses
pengambilan air laut dilakukan secara langsung dengan menggunakan 12 unit pompa
berkapasitas 10 HP dengan pipa inlet dan outlet berukuran 8 inci. Air laut dialirkan ke
tandon pengendapan dengan konstruksi semi beton (50% beton dan 50% tanah)
berjumlah 6 unit. Letak inlet dan oulet pada tandon pengendapan dibuat saling
berseberangan. Pada tandon pengendapan terakhir terdapat dua sekat yang berbentuk zig-
zag bertujuan agar padataan tersuspensi dalam air limbah dapat pengendap. Ukuran
tandon pengendapan yaitu 2.000 m2. Kemudian air dialirkan ke dalam tandon treatment.
Terdapat 8 tandon treatment yang aktif digunakan dalam proses budidaya. Air pada
tandon treatment diberikan Trichloroisocyanuric Acid (TCCA) dengan dosis 3-10 ppm
yang bertujuan untuk mendesifeksi air akan digunakan selain itu pada tandon treatment
juga diberikan bakteri pengurai seperti bakteri Nictobacter sp untuk proses nitrifikasi dan
bakter dari golongan Lactobacillus sp. sebangai probiotik. Pompa yang digunakan untuk
mengalirkan air dari tandon pengendapan ke tandon treatment berjumlah 7 unit dengan
daya 10 HP. Umumnya air pada tandon treatment diberikan perlakuan sesuai dengan
kondisi dari air tersebut dan proses treatment dilakukan selama 6-12 jam sebelum air
dipindahkan ke tandon rekondisi.
Tandon rekondisi merupakan tandon yang digunakan untuk mengetahui apakah air
yang akan digunakan sebagai media budidaya sudah layak untuk makhluk hidup.
Terdapat dua jenis tandon rekondisi yang ada di PT MTS ini, yang pertama adalah tandon
rekondisi yang berisi ikan nila dan ikan bandeng, dan yang kedua adalah tandon yang
keadaan airnya sudah mendekai layak. Tandon rekondisi berjumlah 8 unit yang aktif
digunakan. Pompa yang digunakan untuk mengalirkan air dari tandon treatment ke tandon
rekondisi berjumlah 2 unit dengan daya 10 HP. Setiap 3 siklus, masing masing tandon
dilakukan rehabilitasi dengan mengangkat lumpur dan memberikan kapur CaO sebanyak
1 kg m-2.
21
A B C
D E F
Gambar 18 Sistem pengairan PT MTS 1: (a) Intake air laut (b) Pipa pompa air laut (c)
Pompa air laut (d) Filter (e) Tandon pengendapan (f) Tandon rekondisi
PT MTS 1 memiliki instalasi aerasi pada setiap kolam nursery pond (NP) yang
menggunakan blower pada setiap petakan NP dipasangkan aerasi dengan jarak 100 cm.
untuk satu petak tambak umumnya terdapat 100-150 titik aerasi untuk menyuplai
kebutuhan oksigen.
4.2.2.1 Bangunan
A B C
D
Gambar 20 Bangunan PT Maju Tambak Sumur 1: (a) Ruang pakan (b) Gudang kapur
(c) Pump house (d) Gudang pakan
23
PT MTS 1 memilki 2 unit truk dengan merek Mitsubishu Colt Diesel yang
digunakan untuk menganngkut pakan, kapur, pupuk, kaporit, probiotik serta obat-obatan
ke setiap petakan tambak. Selain itu alat transportasi lainnya yaitu mobil Mitsubishi Fuso
berjumlah 1 unit yang digunakan untuk menangkut hasil panen.
4.2.2.3 Peralatan
A B C D E
Gambar 21 Peralatan pembesaran PT MTS 1: (a) Secchi disk (b) DO meter (c) pH meter
(d) Mikroskop (e) Autoclave
25
V. KEGIATAN PEMBENIHAN
Induk memiliki peran penting dalam proses pembenihan. Induk merupakan input
dalam kegiatan pembenihan. Induk yang berkualitas baik akan menghasilkan benih yang
berkualitas. Induk yang baik dipengaruhi oleh cara pemeliharaan induk yang baik dan
menerapkan sistem biosecurity selama pemeliharaan.Induk yang digunakan oleh PT Citra
Larva Cemerlang (PT CLC) adalah induk impor berasal dari Kona Bay Marine Resources,
Hawaii. Pengiriman induk dari Hawaii menuju unit PT CLC menggunakan angkutan
pesawat sehingga perlu ada kegiatan penanganan induk. Induk yang didatangkan
sebanyak 500 ekor, terdiri dari 250 ekor induk betina dan 250 ekor induk jantan.
Kegiatan penanganan induk yang baru saja tiba dimulai dari memisahkan induk
jantan dan betina dengan melihat tanda pada box. Kemudian hitung jumlah box jantan
dan betina lalu sesuaikan dengan data berita acara penerimaan induk yang berisi informasi
jumlah, asal, suhu, salinitas dan kematian induk. Pengecekan fisik meliputi penimbangan
bobot, pengukuran panjang, nekrosis, dan kelengkapan organ dilakukan untuk
mengetahui kualitas induk yang akan digunakan. Setelah selesai dengan data berita acara
penerimaan, selanjutnya setting bak karantina jantan dan betina. Transfer kantong induk
satu persatu untuk menghindari kesalahan penempatan. Dipping kantong induk
menggunakan iodine 100 ppm selama 30 detik lalu letakan di dalam bak yang telah
ditentukan. Lakukan aklimatisasi selama 30-60 menit. Kemudian ambil 3 sampel kantong
induk jantan dan betina lalu cek suhu, salinitas, DO, dan pH air. Catat suhu pada kantong
dan bak secara berkala, untuk mengetahui suhu awal air kantong dan air bak sampai suhu
mendekati sama. Masukkan air sirkulasi ke kantung induk untuk aklimatisasi suhu dan
salinitas air. Jika suhu air kantong dan bak sudah sama (toleransi ± 0,5 oC) lakukan
pengecekan induk satu persatu, catat di lembar check sheet dan pindahkan ke bak dengan
hati-hati. Atur padat tebar induk yaitu 5-6 ekor m-2
Lamanya pemeliharaan di bak karantina ini biasanya berlangsung selama 10-15
hari atau lebih, tergantung dari kondisi induk dan kebutuhan ablasi. Selama pemeliharaan
di bak karantina induk udang diberi pakan berupa cumi-cumi dan cacing Nereis sp. Jika
suhu air dalam bak karantina sudah 27oC lakukan sirkulasi seacra perlahan-lahan.
Lakukan cek kematian induk secara berkala, segera angkat induk yang mati untuk
mengindari induk bersifat kanibal, sebab biasanya kematian induk susulan sering terjadi.
Persyaratan induk udang vaname yang dapat digunakan dalam kegiatan
pembenihan adalah induk berasal hasil budidaya yang mengikuti kaidah pemuliaan,
bersertifikat SPF, memiliki warna bening kecoklatan dan cerah dengan garis merah pada
tepi ujung uropod, cephalotorax lebih pendek dari abdomen dan punggung lurus
mendatar, terbebas dari virus seperti Taura Syndrome Virus (TSV), White Spot Syndrome
Virus (WSSV), dan Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV),
tidak mengalami nekrosis, anggota tubuh lengkap dan tidak cacat, insang bersih dan tidak
bengkak, tubuh tidak lembek dan keropos, serta bergerak dengan aktif (BSN 2006).
26
Persiapan wadah dilakukan sebelum penebaran induk udang vaname. Wadah yang
digunakan dalam pemeliharaan induk adalah bak beton dengan ukuran 4 m x 6 m dan
tinggi air 1 m dengan kapasitas tonasi air yaitu 15 ton. Bak maturasi induk berjumlah 8,
namun yang aktif terpakai untuk proses produksi ada 4 unit yang terdiri dari 2 unit bak
betina, 2 unit bak jantan. Sedangkan bak karantina berjumlah 4 unit yaitu 2 unit untuk
induk betina, dan 2 unit untuk induk jantan.
Persiapan wadah dimulai dari kegiatan pencucian bak dengan detergen dan iodine
100 ppm. Pencucian dilakukan dengan cara menggosokan dasar dan dinding bak dari
kotoran dan sisa klorin yang menempel, kemudian bilas menggunakan air tawar hingga
bersih. Kemudian bak diisi dengan air tandon sebanyak 10 ton, kemudian diberikan
kalium permanganat (PK) sebanyak 1,5 ppm yang ditebarkan secara merata kemudian
nyalakan aerasi kuat untuk membantu percampuranya dalam air. Diamkan larutan PK
tersebut selama 24 jam untuk mensterilisasi bak pemeliharaan induk dari bakteri patogen
yang terdapat pada dasar dan dinding bak, setelah 24 jam buang air tersebut lalu bilas
menggunakan air tawar sampai bersih. Kemudian isi kembali bak dengan air tandon
sebanyak 10 ton, 12 jam sebelum induk dipindahkan dari bak karantina ke bak maturasi.
Hidupkan aerasi hingga diperoleh gelembung riak yang cukup besar untuk meningkatkan
difusi oksigen terlarut (DO) di dalam air. DO yang diharapkan mencapai minimal 5 ppm.
Lakukan pengaturan aerasi dengan riak sedang (gelembung udara tidak terlalu besar,
namun riak air masih dapat menjangkau ke bagian tengah bak) pada saat induk akan
dimasukkan ke dalam bak maturasi.
Pemindahan induk dari bak karantina ke bak maturase yaitu setelah 10-15 hari
pemeliharaan. Penebaran induk dilakukan di pagi hari saat kondisi suhu masih rendah
dengan tujuan agar induk udang tidak mengalami stres. Karena suhu air pada bak
karantina dan bak maturasi induk relatif sama maka dapat dilakukan penebaran induk
secara langsung dengan cara memindahkan induk secara langsung dari bak karantina ke
bak pemeliharaan menggunakan seser. Padat tebar induk pada bak maturasi yaitu 5-6 ekor
m-2.. Jumlah induk yang terdapat pada bak maturase dan karantina berjumlah 120-130
ekor bak-1.
A B C
Gambar 22 Jenis pakan induk udang vaname: (a) Nereis sp. (b) Cumi-cumi (c) Pakan
buatan
Feeding rate (FR) pemberian pakan cacing laut adalah 5-6% dari biomassa induk.
Sebelum diberikan kepada induk udang, cacing laut ditimbang dan dicuci bersih dan
letakan cacing di dalam box kemudian alirkan dengan air laut selama 1-2 jam, lalu
pindahkan cacing kedalam ember pakan dan timbang dengan timbangan gantung,
sesuaikan dengan biomassa induk. Sedangkan untuk pakan cumi-cumi FR yang diberikan
yaitu 4-8%. Pemberian pakan cumi-cumi untuk induk udang harus dicacah terlebih
dahulu, tetapi untuk pakan cacing laut tidak perlu dicacah.
Pakan cumi-cumi dapat disimpan ke dalam freezer sedangkan untuk pakan cacing
laut penyimapanan menggunakan box streforoam yang dialirkan air dan diberi aerasi.
Usahakan saat pemberian pakan tidak menebar pakan di sekitar aerasi, karena induk udah
cenderung tidak memakannya. Selain pakan alami, induk udang vaname juga diberikan
pakan buatan dengan persentase FR sebanyak 2% dari biomassa. Kandungan protein pada
cacing laut Nereis sp. yaitu 43 % dan kandungan protein cumi-cumi yaitu 68,7%. Tabel
jadwal pemberian pakan induk dapat dilihat pada Tabel 5.
Selama pemeliharaan induk, respon induk terhadap pakan yang diberikan sangat
baik. Pakan yang diberikan hampir 70% dimakan oleh induk. Hal tersebut menjadi
indikator bahwa induk memiliki tingkat nafsu makan dan respon terhadap pakan yang
baik. Pemberian pakan harus dilakukan secara rutin dan sesuai prosedur sehingga induk
udang cepat dalam proses maturase dan menghasilkan telur yang berkualitas dan cepat
dapat dipijahkan kembali. Sisa pakan yang tidak termakan dan feses udang harus disifon
setiap hari untuk menjaga kualitas airnya.
Kualitas air adalah hal tepenting dari pemeliharan induk karena air merupakan
media hidup induk udang. Kualitas air yang buruk dapat mempengaruhi kesehatan udang
dan memperhambat reproduksi. Bakteri patogen yang menimbulkan penyakit juga rentan
28
tumbuh pada kualitas air yang buruk. Pengelolaan kulaitas air menjadi upaya untuk
mempertahankan kualitas air agar tetap optimal sehingga tidak mengganggu induk udang
baik secara fisik maupun biologi.
Selama pemeliharaan induk PT Citra Larva Cemerlang menerapkan sistem flow
through yaitu dengan mengalirkan air dari inlet dan membuang sedikit demi sedikit air
melalui outlet . Selain itu, untuk menjaga kualitas air dilakukan penyifonan dan
pergantian air sebanyak 50-60% secara rutin setiap hari pukul 07.00 WIB untuk
membuang kotoran dan sisa-sisa pakan yang tidak termakan.
Monitoring kualitas air dilakukan dengan mengukur beberapa parameter kualitas
air meliputi suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut (DO). Pengukuran suhu dan oksigen
terlarut dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan
sore hari pukul 16.00 WIB. Pengukuran salinitas dan pH dilakukan sebanyak satu kali
sehari yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIB. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat
pada Tabel 6.
Kesehatan induk udang dalam kegiatan pembenihan sangat perlu diperhatikan agar
kegiatan produksi dapat tetap berjalan dengan baik. Untuk mempertahankan kesehatan
udang maka perlu dilakukan monitoring serta pencegahan hama dan penyakit. Kegiatan
pencegahan hama dan penyakit yang dilakukan di PT CLC adalah dengan menerapkan
biosecurity pada kegiatan pemeliharaan induk salah satunya dilakukan dengan
menyediakan seser untuk setiap bak pemeliharaan induk. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya penyebaran penyakit dari satu wadah ke wadah yang lain. Pegawai
yang akan memasuki ruangan pemeliharaan induk diwajibkan memakai sepatu boot dan
membersihkan tangan terlebih dahulu dengan mencuci tangan menggunakan sabun cuci
tangan dan disemprot dengan alkohol 70%. Foot bath disediakan di setiap pintu masuk
29
ruangan produksi yang berfungsi sebagai tempat untuk desinfeksi alas kaki (sepatu boot).
Foot bath diisi larutan kalium permanganat 100 ppm.
C C C
Gambar 23 Pencegahan Hama dan Penyakit induk udang vaname: (a) footbath (b)
Westafel dan alkohol 70% (c) Sepatu boot
Selain penerapan biosecurity, PT CLC juga melakukan treatmet KMnO4 0,3 ppm
dilakukan dalam waktu dua hari pada pukul 21.00 WIB, kemudian setelah 2 jam aplikasi,
selanjutnya dilakukan sirkulasi air laut dengan debit 1,5 liter detik-1 sebanyak 100% ganti
air. Melakukan perendaman setiap alat yang digunakan di setiap bak dengan Iodine 100
ppm yang telah di siapkan. pastikan bahwa penggunaan setiap alat (misalnya seser induk
dan seser pakan) tidak bercampur antara bak satu dengan yang lain, untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang. Mencuci bersih peralatan seperti seser induk, seser naupli,
selang sifon dan ember pakan.
5.2.1 Ablasi
Setelah proses adaptasi berlangsung selama 10-15 hari biasanya proses ablasi
terhadap induk betina dapat dilakukan. Proses ini bertujuan untuk mempercepat
perkembangan telur dengan jalan memotong salah satu tangkai mata guna menghilangkan
organ-x yang diketahui merupakan penghasil hormon penghambat perkembangan gonad.
Proses ini dilakukan di ruangan maturasi. Pemotongan tangkai mata tersebut
menyebabkan penurunan produksi Gonad-Inhibiting Hormone (GIH). Hal ini
menghambat Y-organ yang akan menghasilkan Gonad Stimulating Hormone (GSH)
untuk mempercepat kematangan gonad (Wyban dan Sweeney 1991 dalam Pratama 2015).
Gonad inhibiting hormone (GIH) merupakan hormon yang hanya ada pada krustase, GIH
disintesis dalam sel neuroendokrin organ-x, tepatnya di dalam medula terminal yang
berada di tangkai mata. Neuropeptida hasil sintesis ditransportasikan melalui akson ke
kelenjar sinus untuk ditampung dan disekresikan. Sekresi GIH dikendalikan oleh
methionin encephalin dan dopamin. Gonad Stimulating Hormone (GSH) ditemukan pada
otak. Fungsi dari GSH adalah menghambat awal pergantian kulit oleh organ-Y dan
merangsang hormon androgen dalam pembentukan sperma dan memelihara pengeluaran
telur pada individu betina (Wyban dan Sweeney 1991 dalam Pratama 2015).
Kegiatan ablasi diawali dari mempersiapkan induk betina yang akan diablasi
dengan memilih induk yang memiliki organ reproduksi yang sehat dengan induk yang
memiliki organ reproduksi tidak normal dan tidak sedang atau sedang molting. Setelah
memilih induk yang akan diablasi, selanjutkan induk yang layak akan dipindahkan ke
30
dalam wadah, sedangkan induk yang tidak layak dan sedang molting dipindahkan
kembali ke bak karantina untuk dilakukan perawatan intensif. Kemudian siapkan wadah
berupa bak lalu isi dengan air sebanyak 15 liter, setelah itu tambahkan 5 ml iodine ke
dalam wadah tersebut secara merata kemudian rendam gunting bedah ke dalam bak
tersebut. Siapkan gas torch, dudukan, dan gunting bedah. Kemudian nyalakan gas torch
dan panaskan gunting bedah hingga membara. setelah itu induk yang akan diablasi
diangkat secara hati-hati, kemudian dipping induk tersebut dalam larutan iodine, dan
berilah tanda batas antara pangkal mata. Setelah itu pemotongan mata induk dilakukan
dengan menggunting mata bagian kanan semua atau pada mata kiri semua atau pada mata
yang dirasa tidak normal. Pengguntingan mata harus dilakukan sampai mata induk sampai
putus secara cepat untuk meminimalisasi luka akibat proses ablasi. Lalu tempelkan mata
induk yang sudah diablasi ke dalam larutan iodine guna menutup luka dan mempercepat
penyembuhan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ablasi adalah cara handling induk
yang harus hati-hati dan menggunakan sarung tangan agar tidak licin. Handling induk
harus hati-hati agar induk tidak jatuh atau terlepas (Pratama 2015). Proses ablasi
dilakukan tidak terlalu lama agar induk udang tidak mengalami stres. Keberhasilan ablasi
sangat tergantung pada ketepatan dan kecepatan dalam penanganan sehingga tingkat
stress udang sangat kecil. Hasil dari kegiatan ablasi adalah kematangan gonad dan masa
rematurasi induk akan lebih cepat menjadi 7-14 hari.
Sampling Induk merupakan kegiatan seleksi untuk mendapatkan induk yang baik
dan matang gonad sehingga siap untuk dipijahkan.Kegiatan sampling dilaksanakan setiap
hari pada pukul 07.00 WIB sekaligus melakukan kegiatan pergantian air. Sampling induk
betina dilihat secara visual dengan mengamati bagian punggung (chepalatorax) induk
betina. Ciri-ciri induk yang sudah matang gonad yaitu pada bagian punggungnya terlihat
warna kuning orange yang tebal hingga pangkal telson. Semakin tebal warna yang terlihat
dari cephalotorax hingga pangkal telson menandakan semakin banyak juga telur yang
dihasilkan sedangkan induk yang tidak matang gonad bagian tersebut terlihat transparan.
Induk betina yang telah matang gonad diambil menggunakan seser kemudian dimasukkan
ke dalam bak induk jantan.
31
A B C
Gambar 25 Sampling Induk Matang Gonad : (a) Induk betina matang gonad (b) dan (c)
Kegiatan sampling induk betina matang gonad
Tahapan tingkat kematangan gonad (TKG) udang dibagi menjadi empat tahap yaitu
TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV. Berikut adalah perbedaan tingkat kematangan
gonad (TKG) induk udang vaname yang disajikan pada Tabel 7.
Induk betina matang gonad dicampur ke wadah pemeliharaan induk jantan agar
terjadinya proses kawin. Proses kawin ditandai dengan induk jantan mengejar induk
betina yang berakhir dengan bagian bawah induk jantan menempel pada bagian bawah
induk betina sehingga sperma menempel pada bagian thelycum induk betina. Saat proses
pemijahan berlangsung, pencahayaan ruangan harus diperhatikan. Perangsangan dengan
menciptakan kondisi gelap terang buatan ini dilakukan untuk menciptakan manipulasi
lingkungan, karena secara alamiah proses perkawinan terjadi pada saat matahari akan
terbenam sampai masuk waktu malam.Proses perkawinan induk udang di alam terjadi
pada saat malam hari namun pada saat pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
pemijahan dilaksanakan pada siang hari dengan membuat ruangan pemijahan menjadi
minim pencahayaan dan menurunkan suhu ruangan agar keadaanya menyerupai keadaan
alamiah udang untuk memijah.
Pemijahan dapat diketahui dengan melihat tingkah laku induk jantan yang berenang
mengikuti induk betina. Kedua induk tersebut tampak seperti kejar-kejaran. Kemudian
induk jantan berenang sejajar dengan induk betina dan membalikkan tubuh ke arah
ventral udang betina. Setelah itu induk jantan mencengkram udang betina dan melepaskan
sperma yang ditempelkan pada thelycum Proses ini terjadi sekitar 2-6 detik. Pengejaran
induk jantan mengikuti induk betina adalah dikarenakan pada saat matang telur induk
betina mengeluarkan feromone. Udang betina pada saat matang gonad akan
mengeluarkan feromone sehingga menarik perhatian induk jantan. Feromone adalah
32
sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya pikat seksual pada
jantan maupun betina (Wyban and Sweeney 1991)
Proses pemijahan berlangsung selama 8 jam terhitung dari pemindahan induk
betina kedalam bak induk jantan, lalu pukul 15.00 WIB dilakukan sampling induk matting.
Sampling induk yang telah dibuahi menggunakan alat bantu jaring sampling untuk
memisahkan induk yang telah dibuahi dan tidak. Ciri-ciri induk yang dibuahi ditandai
dengan adanya sperma di bagian thelycum. Usahakan memilih induk yang spermanya
menempel dengan kuat pada thelycum, apabila sperma tidak lepas saat disentuh dengan
jari maka induk tersebut dapat dipindahkan, namun apabila sperma tidak menempel
dengan kuat maka spermanya tersebut akan lepas dan sebaiknya dibuang agar induk
jantan dapat melakukan pemijahan kembali. Kemudian sampling kedua dilakukan pada
pukul 18.00 WIB dengan menggunakan metode yang sama. Selama kegiatan sampling
berlangsung matikan aerasi untuk menjaga agar tidak membuat air dalam bak menjadi
keruh.
Proses pemindahan induk betina dari bak maturasi ke spawning tank harus
dilakukan secara hati-hati. Pemindahan induk menggunakan seser, dan setiap seser hanya
untuk membawa satu induk saja untuk menghindari luka dan stress selama proses
pemindahan. Kemudian seser tersebut dilapisi oleh kain handuk dan dicelupkan kedalam
air untuk menjaga agar keadaan tetap basah. Setiap spawning tank diisi oleh 6-8 ekor
induk. Kemudian tutup spawning tank dengan terpal untuk menghindari induk melompat
dari tank. Catat jumlah induk pada setiap tank dan informasi nomor bak induk berasal
agar memudahkan saat proses pemindahan kembali ke bak maturase.
Setelah pemindahan induk telah selesai, telur dalam spawning tank dipindahkan ke
dalam hatching tank yang dilakukan pada pukul 02.30 WIB dini hari. Kegiatan ini diawali
33
dengan menyiapkan ember, pipa berukuran 3 inci dengan tinggi 15-20 cm yang sudah
dilubagi dan dilapisi dengan kain filter, kemudian diatas pipa tersebut terdapat seser yang
ukuran meshnya lebih besar dari diameter telur untuk menyaring kotoran agar tidak ikut
terbawa ke kain filter. Setelah itu air di dalam tank disurutkan sebanyak 50% dari total
volume. Keran pada outlet dibuka secara perlahan dan hanya terbuka Sebagian saja untuk
menghindari tekanan yang dapat merusak telur. Setelah air dalam tank tersisa 50%,
kemudian telur yang berada pada kain filter diangkat dan kemudian dicelupkan ke dalam
larutan iodine 10 ppm kemudian bilas dengan air laut dan ditebarkan secara merata di
dalam hatching tank setelah itu besar aerasi diatur agar telur tidak mengendap di dasar
tank. Lakukan metode yang sama sampai air di dalam spawning tank habis. Spawning
tank akan dibersihkan setelah pemanenan telur sudah selesai dilaksanan. Pembersihan
spawning tank menggunakan deterjen dan air tawar.
Penetasan telur dilakukan pada tank bulat berdiameter 1 m. Tank penetasan telur
dilengkapi dengan titik aerasi sebanyak 2 unit dan alat pengaduk telur manual. Bak
penetasan telur disiapkan terlebih dahulu dengan membersihkan dinding, dasar bak,
selang aerasi, alat pengaduk telur manual. Dinding bak, dasar bak, selang aerasi dan alat
pengaduk telur manual dicuci menggunakan deterjen dengan cara digosok menggunakan
spons, kemudian dibilas menggunakan air tawar. Selanjutnya dilakukan pengeringan
kemudian dilakukan pemasangan selang dan batu aerasi. Bak diisi air laut sampai dengan
volume 900 liter. Proses pengisian air laut dilakukan dengan membuka pipa inlet. Air
yang digunakan berasal dari reservoir yang sebelumnya telah melalui proses treatment.
Penetasan telur akan terjadi setelah 8-12 jam telur dipindahkan dan mulai
diinkubasi. Inkubasi telur dilakukan sejak telur dipindahkan ke hatching tank sampai
dengan pukul 11.00 WIB. Selama proses inkubasi, aerasi diatur supaya sesuai untuk
menyuplai oksigen serta membuat pergerakan air agar telur tidak mengendap di dasar
tank. Proses inkubasi telur juga harus melakukan pengadukan telur setiap 15 menit sekali
menggunakan alat pengaduk telur manual. Pada saat pengadukan, diusakaan tidak
mengenai dasar dan dinding tank agar tidak merusak telur, pengadukan dilakukan secara
hati-hati dan harus dipastikan tidak ada telur yang mengendap. Telur yang mengendap
34
akan menurunkan daya tetas telur karena telur-telur tersebut akan saling menempel dan
menghalangi oksigen yang akan berdifusi ke dalam telur tersebut Sebab bila itu terjadi
akan mengakibatkan terganggunya perkembangan telur dan embrio yang terbentuk. Suhu
di dalam hatching tank juga harus dijaga agar tetap pada suhu 30-32oC, apabila
dibutuhkan untuk menjaga suhu agar tetap optimal maka lampu toki akan digunakan.
Pada pagi hari pukul 06.30 sebelum telur menetas, dilakukan pengambilan sampel telur
untuk menghitung banyaknya telur yang dibuahi (FR).
Perhitungan telur yang terbuahi dengan cara mengambil sampel telur sebanyak 60
ml dari 9 titik pengambilan dengan diaduk terlebih dahulu. Volume wadah yang
digunakan yaitu 900 L. Telur yang terbuahi ditandai dengan dinding sel yang simetris dan
memiliki dua lapis dinding sel. Melalui pemeriksaan tersebut dapat diketahui estimasi
jumlah telur dan total fekunditas induk, estimasi jumlah telur fertil, dan jumlah telur
infertil (fertilization rate). Pengecekan FR telur menggunakan mikroskop. Hasil
perhitungan FR dapat dilihat pada Lampiran 7.
A B
Gambar 28 Pengecekan telur: (a) Telur tidak terbuahi (b) Telur terbuahi
Perbesar aerasi sedikit demi sedikit jika telur mulai menetas. Atur agar gelembung
udara yang dihasilkan cukup untuk menyuplai oksigen, namun tidak membuat kotoran
atau cangkang telur yang mengendap teraduk ke atas. Aerasi yang kurang biasanya
ditandai dengan mengumpulnya naupli di permukaan air.
A B
Gambar 29 Penetasan telur : (a) Perhitungan jumlah telur (b) Pengadukan telur secara
manual
kemudian dilakukan pengisian air laut setelah proses pengeringan dengan volume air 400
L menggunakan filter dengan ukuran mesh 150 mikron untuk mencegah masuknya
kotoran ke dalam holding tank. Tambahkan EDTA sebanyak 8,6 ppm dengan aerasi kuat
selama 2-3 jam. Pemberian EDTA C10H16N2O8 berfungsi untuk mengikat kandungan
logam berat seperti besi dan tembaga (Aziz et al. 2005).
Setelah persiapan wadah dan air pada holding tank telah selesai dilakukan,
pemindahan naupli dapat dilakukan. Aerasi dimatikan sebelum dilakukan pemanenan
naupli yang bertujuan agar naupli berkumpul pada satu titik saja. Pemanenan naupli
dilakukan sebanyak tiga kali dimuali pada pukul 13.00 kemudian ditunggu selama 30-60
menit sampai naupli berada di permukaan air. Naupli yang berada di permukaan air akan
diambil menggunakan seser naupli kemudian lakukan dipping dengan iodine 2,5 ppm
setelah itu bilas dengan air laut. Naupli yang sudah melalui proses dipping akan diambil
menggunakan gayung naupli kemudian ditebar kedalam holding tank secara perlahan.
Pemeliharaan naupli dilakukan dengan adanya rinsing yang bertujuan untuk
menghilangkan kotoran dan naupli menjadi bersih. Rinsing sebesar 300% selama 8 jam
dilakukan dengan air mengalir melewati pipa 1,5 inci yang diberi lubang. Pada pukul
15.00 dilakukan perhitungan jumlah naupli dengan mengambil sampel sebanyak 60 ml
dengan pengambilan sampel sebanyak 9 titik dan dimasukan kedalam gelas ukur,
kemudian dihitung diatas cawan petri dengan bantuan finger count, dan semprotkan
alkohol 70% agar naupli tersebut mati memudahkan perhitungan naupli. Hasil
perhitungan jumlah naupli yang menetas dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pemanenan naupli dilakukan pada pagi hari pukul 07.00. pemanenan naupli
terdapat dua perlakuan yaitu naupli yang dipanen untuk ditransfer ke modul hatchery dan
pemanenan naupli yang dikemas untuk penjualan naupli. Pemanenan naupli untuk
kegiatan transfer ke modul hatchery diawali dengan menyiapkan alat dan bahan berupa
seser naupli dengan ukuran mesh 150 mikron, gayung, ember 10 liter, dipping iodine 5
ppm, air laut untuk membilas. Aerasi di dalam tank holding dimatikan sehingga naupli
akan berkumpul ditengah-tengah permukaan air. Naupli yang berkualitas ditandai dengan
naupli bergerak memutar dan berkumpul ditengah. Kemudian jika naupli sudah berada
dipermukaan, naupli diambil menggunakan seser kemudian lakukan dipping dengan
iodine 5 ppm dan bilas dengan air laut kemudian masukan ke dalam tank yang sudah
disiapkan. Penyeseran dilakukan sebanyak tiga kali sampai naupli tersisa sedikit dalam
tank holding. Naupli yang dipanen dipindakan ke dalam ember 10 liter menggunakan
gelas ukur. Pemindahan dilakukan dengan hati-hati dan menuangkan naupli harus dengan
menempelkan gelas ukur ke dinding ember agar tidak menumbukan gerakan air. Naupli
dibawa ke modul hatchery yang sudah ditentukan.
Pemanenan naupli untuk kepeluan penjualan dilakukan metode yang sama namun
perbedaannya terletak pada media yang digunakan untuk membawa naupli yaitu plastik
PE berukuran 120 x 60 cm. Maksimal air yang dalam satu kantong plastik yaitu 5 liter.
jumlah naupli dalam satu kantong plastik yaitu 500.000-1.000.000 ekor. Kemudian
dilakukan pengemasan dan penambahan oksigen dengan perbandingan oksigen dan air
yaitu 1:1 kemudian diikat menggunakan karet dan dimasukan kedalam styrofoam berisi
36
6 kantong.Naupli yang ditransfer ke hatchery dan dijual adalah naupli yang layak atau
sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan, yakni tidak terinfeksi IHHNV atau TSV,
bakteri luminiscent dan jamur, memiliki hatching rate >30%, dan memiliki pergerakan
yang aktif.
A B
Gambar 30 Proses pemanenan naupli: (a) Penyeseran naupli di holding tank (b) Dipping
naupli
Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan pipa instalasi aerasi, instalasi air laut,
instalasi air tawar, instalasi alga, dan outlet dan central drain, serta terpal sebagai penutup
agar suhu stabil selama proses pemeliharaan larva. Kemiringan bak adalah 2-5%, hal ini
bertujuan untuk memudahkan dalam pemanenan. Adapun sistem aerasi pada bak
pemeliharaan larva menggunakan aerasi gantung dengan jarak antar titik yaitu 40 cm dan
jarak dari dasar bak adalah 5 cm agar sisa pakan dan kotoran tidak teraduk. Persiapan
wadah pemeliharaan larva dilakukan pada awal mula siklus produksi setelah panen yaitu
dengan membersihkan dan melakukan sterilisasi ruangan modul, lantai, peralatan, dan
bak pemeliharaan. Sterilisasi dilakukan dengan pencucian menggunakan detergen 10 g L-
1
. Pencucian dilakukan dengan menggosok dinding bak, dasar bak dan selang aerasi
menggunakan spons atau scouring pad sampai bersih kemudian dibilas menggunakan air
bersih yang ditambahkan larutan kaporit 300 ppm.
Setelah proses sterilisasi, proses selanjutnya yaitu memasang peralatan bak seperti
batu aerasi dan pipa sirkulasi. Selang aerasi dipasang sesuai dengan urutan ukuran
panjangnya, jarak antar titik selang yaitu 40-50 cm, kemudian pasang timah pemberat dan
batu aerasi satu persatu dan pastikan jarak antara batu aerasi dengan dasar bak yaitu 5 cm.
Pemasangan pipa central drain dilakuakn dengan memasang kain filter dengan ukuran
mesh 56 mikron pada pipa dan diikatkan dengan kencang menggunakan karet. Pipa
37
sirkulasi dipasang di central drain bak pemeliharaan larva, pastikan pipa sudah terpasang
dengan benar.
Aerasi yang sudah terpasang akan diuji terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah
batu aerasi yang sudah terpasang bisa mengeluarkan udara secara maksimal, atau terjadi
kebocoran pada selang aerasi sehingga dapat segera diganti. Pengujian dilakukan dengan
pengisian air setinggi 20 cm kemudian hidupkan blower dan amati gelembung yang
keluar dari aerasi. Apabila gelembung udara yang keluar terlalu kecil maka batu aerasi
harus diganti. Buang air dalam bak dan bilas bak dengan tawar.
Pengisian air dapat dilakukan dengan mengalirkan air laut dari tandon treatment
menggunakan pipa PVC 1 ½ inci. Pada pipa inlet dipasang filter bag untuk mencegah
kotoran masuk ke dalam bak pemeliharaan larva. Debit air yang digunakan pada saat
pengisian air disesuakan dengan kebutuhan, namun rata-rata debit yang digunakan yaitu
2-3 ton jam-1. Pengisian air laut pertama yaitu sebanyak 13 ton dan air tawar sebanyak 1
ton. Kemudian air akan dilakukan proses treatment dengan penambahan EDTA sebanyak
10 ppm yang dilarutkan kedalam 10 liter air tawar kemudian disebarkan kedalam air di
bak pemeliharaan secara merata. Penambahan EDTA dilakukan 3 jam sebelum penebaran
naupli dilakukan.
Pemberian pakan dilakukan dengan menggunakan dua jenis pakan yaitu pakan
alami dan pakan buatan. Jenis pakan alami yang diberikan berupa Thalasiossira sp. dan
Artemia sp. yang dibekukan. Pada stadia naupli, larva masih memiliki cadangan makanan
yang berasal dari kuning telur (yolk sac) sehingga belum diberikan pakan. Pemberian
pakan Thalasiossira sp. dilakukan pada saat larva memasuki naupli 5-6 sampai dengan
stadia PL 1. Hal ini dikarenakan pada tahapan tersebut merupakan masa transisi sehingga
39
membutuhkan pakan alami yang mengandung antibodi disertai dengan ukuran bukaan
mulut larva (Sari 2013).
Pemberian Thalasiossira sp. dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pukul
07.00 dan pukul 13.00. Thalasiossira sp. yang diberikan hasil dari kultur massal 14 ton
DOC 3. Kepadatan Thalasiossira sp. di bak pemeliharaan larva dicek setiap dua kali
sehari. Kepadatan rata-rata Thalasiossira sp. selama kegiatan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) dapat dilihat pada Tabel 9.
Pakan Artemia sp. frozen dengan merek I&V Bioinstart mulai diberikan pada stadia
zoea 3 dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali yaitu pukul 15.00, 23.00, dan
05.00 WIB, kemudian stadia M1 – PL3 dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 6
kali yaitu pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00, dan 05.00 WIB, selanjutnya stadia PL4
- PL10 dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali yaitu pukul 11.00, 17.00, 23.00,
dan 05.00 WIB. Berikut merupakan feeding schedule pemeliharaan larva.
Pakan buatan diberikan mulai stadia PL 1 – PL5 dengan frekuensi pemberian pakan
sebanyak 3 kali yaitu pukul 08.00, 17.00, dan 20.00 WIB menggunakan jenis pakan PL
150 dan MP 2. selanjutnya stadia PL5 – PL10 dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak
4 kali yaitu pukul 08.00, 14.00, 20.00, dan 02.00 WIB menggunakan jenis pakan MP 3
dan Biospheres. Program pemberian pakan yang ditetapkan oleh PT CLC dapat dilihat
pada Lampiran 8.
40
A A A
Gambar 34 Jenis pakan larva udang vaname: (a) Frozen Artemia sp. (b) Pakan buatan
(c) Alga Thalasiossira sp.
Pengaturan aerasi juga dilakukan untuk menjaga kualitas air dalam bak
pemeliharaan. Intensitas aerasi hendaknya disesuaikan dengan stadia larva. intensitas
aerasi yang terlalu kecil akan berakibat menurunnya nilai DO dalam bak, namun intensita
aerasi yang terlalu besar akan membuat padatan tersuspensi di dasar bak menjadi teraduk
dan terangkat sehingga dapat membahayakan kelangsungan hidup larva.
41
Umumnya penyakit pada larva udang ditemukan saat larva dalam stadia mysis, zoea
dan PL. penyakit yang sering ditemukan saat pengecekan kesehatan yaitu Zoothamnium
sp. Zoothamnium sp. merupakan ektoparasit yang dapat menyebabkan penyakit
zoothamniosis pada udang vaname. Tubuh parasit ini terdiri dari zooid yang berbentuk
seperti kerucut hampir membulat dan pedicle yang berfungsi untuk melekat pada substrat.
Parasit ini dapat menyerang udang pada semua stadia mulai dari telur, larva dan udang
dewasa dengan kondisi perairan yang rendah kandungan oksigen terlarutnya (Mahasri
1996). Parasit ini hidupnya menempel di karapas, insang, kaki renang dan rostrum.
Serangan oleh parasit ini dapat mengakibatkan udang sulit bernafas, malas bergerak dan
mencari makan (Sinderman 1997). Sementara itu Tonguthai (1997) mengatakan bahwa
udang yang terserang Zoothamnium sp. sulit ganti kulit (molting), pertumbuhan
terhambat dan menyebabkan kematian.
Selain penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, penyakit lainnya yang sering
menyerang larva udang yang diakibatkan oleh kurangnya nutrisi sehingga membuat larva
menjadi lemah dan pertumbuhan organnya menjadi terhambat serta mengalami kesulitan
saat proses molting.
42
Salah satu pencegahan hama dan penyakit dalam kegiatan pembenihan khususnya
pemeliharaan benur yaitu dengan cara bekerja aseptic dan menerapkan sistem biosecurity.
Selain itu, untuk mencegah masuknya hama dan penyakit juga melakukan treatment pada
air budidaya, dalam setiap ruangan disediakan foot bath dengan larutan kalium
permanganat 100 ppm, sanitasi tangan dengan sabun dan larutan alkohol 70 %, dilakukan
sanitasi lantai dengan menyiram lantai setiap pagi.
Pengecekan populasi larva dilakukan saat larva memasuki stadia zoea1, mysis1, PL1,
PL7 dan PL10. Pengecekan populasi menggunakan metode volumetrik yaitu dengan
mengambil sampel di empat titik pada kedalaman 0,5 m dari permukaan air bak
pemeliharaan larva. Sampel diambil menggunakan gelas baker berukuran 500 ml,
kemudian dipindahkan ke dalam wadah kemudian dihitung satu persatu menggunakan
pipet bening. Jumlah larva dihitung dengan menggunakan rumus :
A B
Gambar 37 Estimasi populasi dan sampling partumbuhan larva : (a) Perhitungan
populasi larva (b) Pengukuran panjang larva
A B C D E
Gambar 38 Pemanenan benur : (a) Penyurutan air (b) Pemasangan jaring panen (c)
Penyeseran benur (d) Wadah penampungan benur (e) Wadah aklimatisasi
benur
A B C
Gambar 39 Pengemasan benur: (a) Proses scooping (b) Injeksi oksigen (c) Box
styrofoam untuk pengebasan benur
Benur yang sudah dipacking dalam styrofoam box, kemudian dususun ke dalam
kendaraan pengangkut dan susun dengan rapi. Hitung jumlah styrofoam box benur yang
akan dikirim dan catat pada form distribusi hasil panen. Konfirmasikan dan cocokkan
hasil penghitungan dengan bagian lain yang terkait (produksi atau marketing). Bila
mempergunakan kendaraan box terbuka, tutup bagian atasnya dengan terpal agar
terlindungi dari terik matahari dan hujan.
Transportasi larva adalah kegiatan setelah proses pengemasan selesai transportasi
benur dengan menggunakan pengangkutan sistem tertutup. Transportasi yang digunakan
untuk pengangkutan sesuai dengan jumlah yang akan dikirim dan jarak tempuh.
Transportasi benur dapat melalui dua jalur, yaitu jalur darat dan udara. Permintaan benur
mendominasi dari daerah Aceh, Sumatra Barat, Lampung dan Jawa Barat.
Kultur alga dilakukan secara bertahap mulai dari kultur skala laboratorium, skala
intermediet, dan skala massal. Jenis alga yang dibudidayakan di PT Citra Larva
Cemerlang yaitu alga diatom Thalasiosira sp. yang dikultur dalam salinitas 28 ppt.
Thalassiosira sp. merupakan jenis mikroalga unicellular mempunyai ukuran 4-32 µm,
pada kondisi dingin alga jenis ini ukuran selnya akan besar sementara pada kondisi panas
ukuran selnya tidak terlalu besar hingga kecil. Diatom Thalasiosira sp. yang dikultivasi
pada medium N:P:Si = 11:1:6 memberikan biomassa sebesar 0,067 g L-1, dengan
kandungan karbohidrat sebesar 7,7%, protein 0,93 %, dan lemak 9,69 % (Purba 2008).
Kegiatan kultur Thalassiosira sp. di PT Citra Larva Cemerlang menggunakan metode
upscaling. Kegiatan kultur dilaksanakan dari skala laboratorium, skala intermediet hingga
46
skala masal. Perbedaan dari skala kultur tersebut adalah volume kultur, wadah, dan pupuk
yang digunakan.
Kultur alga murni diawali dengan mengisolasi bibit dari Thalasiosira sp. di cawan
petri. Isolasi bibit alga membutuhkan alat dan bahan seperti sampel Thalasiosira sp.
dengan kepadatan minimal 35.000-45.000, media bactoagar dan pupuk, bunsen, batang
penyebar, parafilm, pipet effendorf dan tips. Bersihkan meja kerja dan tangan
menggunakan alkohol 70%, masukan media bactoagar dan sampel Thalasiosira sp. ke
dalam ruang asam. Matikan kipas dan sinar UV pada ruang asam dan nyalakan api bunsen,
teteskan 1 ml Thalasiosira sp. dan ratakan dengan batang penyebar yang sudah
dipanaskan dengan bunsen hingga membara. Kemudian diberi label dan rekatkan dengan
parafilm. Inkubasikan pada suhu ruang yaitu 28-30oC dan diinkubasi selama 4-10 hari.
Pemindahan isolat Thalasiosira sp. setelah diinkubasi ke dalam media ampul
berukuran 10 ml. Siapkan media agar yang sudah diinkubasi, media ampul dan pupuk,
bunsen, jarum ose. Bersihkan meja kerja dengan alkohol. Amati secara mikroskopis
koloni-koloni yang terbentuk dan pilih tipe koloni yang terpisah dengan kondisi sel baik
dan bebas kontaminasi. Lakukan pengambilan koloni secara aseptik menggunakan jarum
ose. Masukkan kedalam ampul 10 ml. Inkubasikan pada rak inkubasi selama 7-14 hari.
Wadah yang digunakan pada kultur skala laboratorium adalah erlenmayer 100 mL,
Erlenmeyer 500, botol kaca 1.000 mL, toples 5 L, dan toples 24 L. Sebelum digunakan
wadah dan peralatan seperti selang aerasi dan batu aerasi dicuci terlebih dahulu, untuk
wadah berbahan kaca seperti erlenmayer dicuci dengan pembersih porselen
menggunakan sikat botol sementara wadah yang tidak berbahan kaca seperti toples,
selang aerasi, dan batu aerasi dicuci menggunakan sabun pencuci piring menggunakan
sponge. Setelah dilakukan pencucian, dilakukan sterilisasi pada erlenmayer, selang aerasi
dan batu aerasi. Erlenmayer, selang dan batu aerasi disterilisasi menggunakan autoclave
selama 45-60 menit.
Air yang digunakan untuk kultur alga murni menggunakan salinitas 28 ppt, yang
sebelum digunakan harus disterilisasi dengan autoclave terlebih dahulu selama 45-60
menit. Kultur alga Thalasiossira sp. Murni membutuhkan pupuk untuk mengoptimalkan
pertumbuhannya. Terdapat 3 jenis pupuk yang digunakan dalam proses kultur alga murni.
Untuk membuat pupuk FeCl3 sebanyak 5 L, membutuhkan FeCL3 sebanyak 9,5 gram dan
EDTA 10,5 gram kemudian dilarutkan dalam 5 liter air tawar dan diberi aerasi. Untuk
membuat pupuk NaNO3 membutuhkan NaNO3 sebanyak 225 gram dan pupuk DSP
sebanyak 18 gram dan dilarutkan dengan 5 liter air tawar. Untuk membuat pupuk silikat
membutuhkan silikat sebanyak 30 ml gram dan EDTA 52,5 gram dilarutkan ke dalam 5
liter air tawar dan diberi aerasi. Pembuatan pupuk dilakukan setiap tiga hari sekali.
Pemindahan hasil kultur alga Thalasiossira sp. dari ampul ke dalam wadah
erlenmeyer 100 ml menggunakan 20 ml ampul. Pengecekan kontaminasi Thalasiossira
sp. harus dilakukan sebelum dipindahkan ke media lain menggunakan mikroskop dengan
teliti. Pengecekan menggunakan 1 ml ampul yang diteteskan diatas hemasitometer. Jika
kualitas alga Thalasiossira sp. sudah dalam keadaan yang berkualitas seperti tidak saling
menempel antar sel, tidak banyak ditemukan sel kosong atau lysis dan tidak ada
kontaminasi pada media maka dapat dipindahkan ke dalam media erlenmeyer 100 ml.
Inkubasi alga selama 3 hari. Setelah kultur Thalasiossira sp. di media 100 ml, selanjutkan
47
akan dipindahkan ke wadah media yang lebih besar seperti 500 ml, 1000 ml, 5 L dan 24
L.
A B C
Gambar 41 Wadah kultur Thalasiossira sp. murni: (a) Pemindahan isolat ke ampul 10
ml (b) media kultur 1 liter (c) Media kultur 24 liter
Kultur murni selesai dilakukan, lalu beralih ke kultur skala intermediet yaitu kultur
pada tank dengan volume air 2.000 L sebanyak 9 unit dan 1.000 L sebanyak 20 unit.
Persiapan wadah dilakukan yaitu dengan mencuci tank dengan detergen 10 g L-1 yang
kemudian penyiraman kaporit 100 ppm , setelah itu dilakukan pembilasan tank dengan
air tawar. Dilakukan pengisian air laut sebanyak 600 L dan air tawar sebanyak 200 liter
untuk mendapatkan salinitas 28 ppt. sebanyak 80 L (4 toples) kultur Thallasiossira sp.
DOC 2 ditebar di tank volume 2.000 L. Selanjutnya dilakukan pemupukan dengan FeCl3
500 gr, EDTA 500 gram, dan silikat 500 gr dilarutkan dalam air masing-masing sebanyak
5 liter, berikan aerasi agar memaksimalkan pengadukan. Setelah dilarutkan, ambil FeCl 3
160 ml, EDTA 160 ml, dan silikat 160 ml kemudian dicampurkan dengan DSP 40 gram
dan NaNO3 200 gram, larutkan ke dalam 8 liter air. Sebarkan pupuk sebanyak 1000 ml
untuk tank berkapasitas 2000 L. Pada pukul 15.00 dilakukan penambahan air laut
sebanyak 600 L dan air tawar sebanyak 200 L. setelah penambahan air, ditambahkan
pupuk dengan dosis yang sama. Waktu untuk mengkultur alga skala intermediet selama
2 hari sampai media kultur memiliki warna coklat pekat. Media kultur alga yang sudah
berwarna coklat pekat dipindahkan menggunakan pompa dengan selang ke dalam bak
kultur massal. Kultur alga skala intermediet menghasilkan Thalassiosira sp. dengan
kepadatan 300.000-380.000 sel ml-1.
Wadah yang digunakan untuk kultur skala masal adalah bak beton dengan volume
air 15 ton sebanyak 20 unit. Persiapan wadah yang dilakukan meliputi pencucian wadah
dengan detergent menggunakan sponge, pembilasan dengan menggunakan air tawar,
48
pengisian inokulan sebanyak 2 ton dan air laut sebanyak 5 ton. Setelah DOC 2 air laut
ditambahkan ssebanyak 8 ton. penyetingan aerasi, serta pemberian pupuk setelah diberi
inokulan. Pupuk yang digunakan adalah FeCl 500 gr, EDTA 500 gram, dan silikat 500 gr
dilarutkan dalam air sebanyak 5 liter, kemudian dicampurkan dengan DSP 40 gram dan
NaNO3 200 gram. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada DOC 1 dan
2. Kultur skala massal dilakukan selama 3 hari, kemudian alga sudah dapat diberikan pada
larva setelah itu dipindahkan menggunakan pompa melalui pipa dan tehubung dengan
instalasi di hatchery.
Artemia sp. termasuk ke dalam jenis zooplankton dari kelas crustacea yang sangat
diperlukan dalam kegiatan pembenihan udang dan ikan (Rostini 2007). Menurut
Mudjiman (2008), Artemia sp. secara umum tumbuh dengan baik pada suhu berkisar 25-
30 °C. Kista Artemia sp. yang ditetaskan pada salinitas 15-35 g L-1 akan menetas dalam
waktu 24-36 jam (Pitoyo 2004). Artemia sp. memiliki kandungan nutrisi diantaranya
52,7 % protein, 15,4 % karbohidrat, 4,8 % lemak, 10,3 % air, dan 11,2 % abu (Marihati
et al. 2013). Kultur Artemia sp. di PT Citra Larva Cemerlang bertujuan untuk sebagai
pakan benur dalam plastik kemas selama di perjalanan.
49
Wadah yang digunakan untuk dekapsulasi dan kultur siste Artemia sp. adalah tank
kerucut berkapasitas 500 L. Sebelum digunakan, wadah dicuci degan detergen pada
seluruh permukaan tank. Setelah itu dibilas dengan air tawar hingga bersih. Kemudian
dilakukan pengisian air laut dengan salinitas 30-33 ppt. Air diisi hingga kapasitas optimal
tank 500 L lalu ditambahkan aerasi sebanyak 2 titik. Persiapan wadah kultur
menghasilkan bak yang bersih dan higienis terbebas dari hama dan penyakit.
Rendam siste Artemia sp. dengan air laut selama 15 menit, kemudian bilas dengan
air mengalir dan ditiriskan. Siapkan air laut dalam drum 50 liter dengan estándar 10 liter
air untuk 1.000 gr artemia yang akan didekapsulasi. Kemudian takar kaporit dan soda api
dengan perbandingan 1:0,5. Larutkan kaporit dan soda api di wadah terpisah
menggunakan air sebanyak 10 L kemudian aduk hingga rata menggunakan pengaduk dan
aerasi kuat selama 15-30 menit. Kemudian campurkan kaporit dan soda api ke dalam
drum 50 L. Masukan siste Artemia sp. yang sudah dicuci hingga bersih kedalam laurutan
dekapsulasi yang sudah disiapkan. Aduk menggunakan aerasi selama 10-15 menit.
Lakukan pengamatan pada perubahan warna siste Artemia sp. menjadi oranye. Kemudian
siste Artemia sp. dapat ditebar di wadah kultur. Wadah yang digunakan untuk mengkultur
artemia sp adalah tank dengan bentuk kerucut dibagian bawahnya dan berkapasitas 500
L. Proses kutur dilakukan selama 24 jam hingga dapat dipanen, dengan pengadukan
menggunakan aerasi yang diberikan. Hasil dari penetasan siste Artemia sp. adalah naupli
Artemia sp. siap panen.
Artemia sp. yang sudah dikultur selama 24 jam dapat dipanen dengan mematikan
aerasi terlebih dahulu. Setelah itu, saluran outlet outlet Artemia sp. dibuka kemudian
dialirkan melalui selang untuk dilakukan penyaringan menggunakan seser berukuran 200
mikron. Naupli Artemia sp. yang telah disaring kemudian ditebar kedalam 2 buah ember
berkapasitas 15 L, selanjutnya naupli Artemia sp. akan dipindakan ke tank air yang
digunakan untuk pengemasan dan Artemia sp. sudah dapat diberikan sebagai pakan larva
dalam plastik kemas.
51
6 KEGIATAN PEMBESARAN
Pengeringan dan pembersihan wadah dimulai setelah panen total dan akan memulai
siklus baru. Wadah yang digunakan pada proses budidaya di PT Maju Tambak Sumur
(PT MTS) memiliki tiga jenis, yaitu tambak beton dan semi beton (50% tanah 50% beton),
sehingga waktu yang dibutuhkan dalam pengeringan dan pembersihan wadah berbeda-
beda. Tambak beton memiliki waktu pengeringan yang lebih singkat yaitu sekitar 3-5 hari,
sedangkan untuk tambak semi beton memiliki waktu pengeringan yang lebih lama sekitar
5-7 hari. Pengeringan dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari, maka dari itu
intensitas cahaya matahari juga berpengaruh terhadap lamanya pengeringan. Pengeringan
bertujuan untuk membunuh sisa-sisa organisme dan menguapkan bahan organik beracun
yang ada di dasar tambak (Ghufron et al. 2017).
Selanjutnya pembersihan kolam dilakukan dengan mengangkat lumpur, kerikil,
dan sisa-sisa bahan organik. Pada kolam semi beton dilakukan pembalikan tanah yang
bertujuan untuk mematikan patogen dan membantu menguraikan bahan-bahan organik
dalam tanah. Kemudian bersihkan rakit, kincir, dinding dan dasar tambak dari tritip dan
trisipan dengan menggunakan arit ataupun parang untuk melepaskan tritip dan trisipan
yang menempel dan setelah itu disemprot menggunakan air dengan tekanan tinggi.
Pemberisihan tambak dari lumpur dan lumur dilakukan dengan menyemprotkan air
bertekanan tinggi. Selama proses pengeringan dan pembersihan, dasar dan dinding
tambak juga harus dilakukan pengecekan apabila ada lubang ataupun kerusakan.
A B
Gambar 46 Pengeringan dan pembersihan wadah : (a) Pembersihan wadah dan perlatan
dari tritip (b) Pembersihan lumpur dan lumut
52
A B C
Gambar 47 Pemasangan peralatan tambak : (a) Bubbler ring (b) Kincir (c) Central drain
dan water level
Petakan untuk wadah pemeliharaan nursery pond (NP) harus memiliki instalasi
aerasi. Jumlah aerasi yang dipasangkan berbeda-beda tergantung pada luasan kolam.
Jarak antar pemasangan aerasi berkisar antara 100-120 cm, untuk tambak dengan luas
1500 m2 menggunakan aerasi sebanyak 130-150 unit. Aerasi yang terpasang harus
memenuhi kebutuhan oksigen terlarut dalam perairan sebanyak minimal 5 ppm. Aerasi
akan langsung terhubung pada blower yang berada di pematang tambak bersebelahan
dengan gubuk pakan. menurut Supono (2015), penempatan aerator sangat menentukan
posisi terkumpulnya lumpur di dasar kolam, memaksimalkan daerah bersih (clean zone)
dan memperkecil daerah stagnan (death zone), sedangkan untuk kelarutan oksigen
dipengaruhi oleh jumlah kincir yang digunakan, karena semakin banyak kincir air yang
digunakan akan mempengaruhi proses pengadukan. Tingginya kadar oksigen terlarut
dikarenakan adanya proses pengadukan pada badan air, dimana dengan adanya
pengadukan maka nutrien yang ada dapat dimanfaatkan pada proses fotosintesis dan akan
menghasilkan oksigen (Sidabutar 2019).
53
Kegiatan sterilisasi dasar dan dinding tambak menggunakan larutan kaporit dengan
dosis 1% dan larutan HCL 4%. Metode yang digunakan untuk mensterilisasi adalah
dengan menyemprotkan larutan HCL 4% terlebih dahulu kemudian keesokan harinya
dilakukan penyemprotan larutan kaporit 1%. Sebelum melakukan penyemprotan, larutan
HCL dan kaporit diencerkan terlebih dahulu menggunakan bak fiber dengan kapasitas air
2.500 liter.
Pengenceran larutan HCL dengan cara mengisi bak fiber sebanyak 2.500 liter
dengan air tandon, kemudian tambahkan 4% HCL atau sebanyak 100 liter untuk setiap
2.500 air. Metode pengenceran larutan kaporit sama dengan metode pengenceran HCL
yaitu isi bak fiber dengan 2.500 liter air tandon kemudian tambahkan 1% kaporit atau
setara dengan 25 kilo kaporit. Kapasitas air 2.500 liter dapat memenuhi kebutuhan HCL
dan kaporit di lahan seluas 2.000 m2.
Penyemprotan HCL dan kaporit memanfaatkan gaya gravitasi dengan menaruh
blong berukan 2.500 liter diatas mobil truk kemudian dialirkan dengan selang spiral yang
diujungnya sudah direkatkan untuk membuat tekanan agar bisa menjangkau daerah yang
jauh. Penyemprotan HCL dan kaporit tidak menggunakan pompa karena bersifat korosif
yang dapat membuat pompa cepat rusak.
Setelah penyemprotan HCL dan kaporit telah selesai, Langkah selanjutnya yaitu
mengisi tambak dengan air tandon setinggi 30 cm kemudian dilakukan penebaran kaporit
100 ppm atau sekitar 32 kg kaporit untuk luasan tambak 1.000 m 2 lalu diamkan selama
24 jam. Pada proses perendaman kaporit ini kincir dihidupkan selama 4 jam yang
berfungsi untuk meratakan kaporit keseluruh bagian kolam. Setelah 24 jam, air dalam
petak tambak dibuang dan sisakan air sebanyak 3.000 liter untuk tahap pengapuran.
6.1.5 Pengapuran
Jenis kapur yang digunakan dalam proses pengapuran adalah kapur CaO.
Pengapuran dilakukan menggunakan sisa air 3.000 liter tersebut. Dosis yang digunakan
untuk pengapuran pada kolam beton yaitu 0,5 kg m-2 sedangkan untuk kolam semi beton
dosis yang digunakan yaitu 1 kg m-2. Kapur CaO akan dicampur menggunakan air
kemudian siapkan pompa 2 inci dan selang spiral 2 inci kemudian semprotkan kapur
secara merata ke seluruh dinding dan dasar kolam.
Kegiatan pengapuran bertujuan untuk menaikan pH tanah, mempercepat proses
penguraian bahan organik, mengikat kelebihan gas asam arang (CO 2) yang dihasilkan
oleh proses pembusukan bahan organik dan pernapasan biota air, efek panasnya kapur
bisa berfungsi sebagai desinsektan yang bias mematikan kuman, mengikat partikel-
54
partikel lumpur halus yang melayang dalam air lalu mengendap ke dasar tambak,
sehingga air menjadi jernih dan kecerahan meningkat (Ghufran dan Kordi 2007).
A B
Gambar 49 Proses pengapuran : (a) Proses penyemprotan kapur (b) Kapur CaO
Pengisian air dilakukan setelah pemasangan peralatan tambak dan sterilisasi air.
Pengisian air dilakukan setelah dua hari setelah pengapuran. Air yang digunakan untuk
budidaya yaitu berasal dari air tandon rekondisi. Air dari tandon rekondisi tersebut
dialirkan melalui kanal inlet menggunakan pompa. Untuk luas petakan 1.500 m 2 dan
pengisian air setinggi 150 cm membutuhkan 2 unit pompa berdaya 8 hp. Pengisian air
dilakukan selama 8-10 jam. Pengisian air dilakukan 15-20 hari sebelum kegitan
penebaran benur dilakuakan. Air yang akan digunakan untuk kegiatan budidaya
kondisinya masih belum layak, maka dari itu kegiatan selanjutnya adalah mensterilisasi
air dan pembentukan ekosistem.
Media air yang digunakan untuk budidaya udang vaname berupa air harus melewati
tahap sterilisasi terlebih dahulu. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pengaplikasian
kupri sulfat sebanyak 1-2 ppm menyesuaikan nilai alkalinitas pada air di kolam tersebut.
Sebelum penebaran kupri sulfat, air dalam kolam tersebut dilakukan pengecekan
alkalinitas. Nilai alkalinitas sebelum dimulainya budidaya pada umumnya berada dalam
range 90-100 ppm. Apabila nilai alkalinitasnya 100 ppm maka cupri sulfat yang
dibutuhkan yaitu 1,5 ppm. Semakin tinggi nilai alkalinitas, semakin banyak kupri sulfat
yang ditambahkan. selama penebaran cupri sulfat kinci dihidupkan selama 4 jam. Kupri
sulfat diberikan untuk menekan pertumbuhan alga dengan cara menghambat proses
fotosintesis dan fosforilasi oksidatif pada rantai transportasi elektron (Pradeep et al. 2015)
Satu hari setelah penebaran kupri sulfat, dilanjutkan dengan penebaran crustacid
dengan merek delstar atau bestasin atau nuvet sebanyak 1,2 ppm selama pengaplikasian
55
crustacid, kincir harus dihidupkan selama 4 jam. Kegunaan crustacid ditunjukan untuk
mengendalikan hama karier berupa crustacea liar, menekan hama kompetitor dan
memutus siklus hidup vektor penyakit yang berpotensi membawa virus kedalam tambak
budidaya (Fahrizki et al 2015)
Kemudian sterilisasi dilanjutkan menggunakan kaporit setelah satu hari penebaran
crustacid. Dosis kaporit yang digunakan yaitu sebanyak 30 ppm nyalakan kincir selama
4 jam saat penebaran kaporit berlangsung. Diamkan selama 3x24 jam agar bisa
dilanjutkan ke tahap pembentukan ekosistem. Sterilisasi media bertujuan untuk
menghilangkan plankton yang merugikan pada air. Selain itu sterilisasi media air juga
berjutuan untuk menghilangkan hewan dari golongan crustacea dan molusca.
Sebelum benur ditebar, PT MTS 1 menerapkan uji bioassay yang bertujuan untuk
mengetahui air yang digunakan selama proses budidaya sudah netral dan layak. Uji
bioassay dimulai dengan mengambil air sebanyak 10 liter, kemudian air tersebut
56
dikirimkan ke laboratorium. Setelah itu tebar benur sebanyak 100 ekor dan di diamkan
selama 24 jam. Setelah 24 jam, benur yang masih hidup dihitung. Batas minimal SR
dalam bioassay yang ditetapkan yaitu 95-100%. Apabila SR benur masih dibawah 95%
treatment air akan dilanjutkan sampai keadaan air netral dengan melihat parameter airnya
dan menyesuaikan dengan standar baku mutu.
Penebaran benur dapat dilakukan apabila hasil uji bioassay sudah memenuhi
standar dan kegiatan persiapan wadah sudah selesai dilakukan. Benur yang digunakan
oleh PT MTS 1 berasar dai PT Central Protein Prima, Kalianda. Benur yang digunakan
berumur PL 8-10 yang memiliki sertifikat SPF (Spesific Pathogen Free) dan telah lolos
uji IMNV, TSV, IHHNV, dan WSSV. Benur yang digunakan pada kegiatan pembesaran
di PT MTS 1 berumur PL 8-10 yang berasal dari Hatchery PT Central Proteina Prima,
Kalianda. Padat penebaran benur setiap petakan tambak di PT MTS 1, dapat dilihat pada
Tabel 12.
Proses penebaran benur ke dalam kolam nursery pond (NP) dilakukan saat Pagi
hari atau sore. Sebelum di tebar, benur yang baru datang akan dimbil sebanyak dua
kantong sebagai sampel untuk dihitung jumlahnya, hal ini berguna untuk mendapatkan
rata-rata jumlah benur per kantong. Kemudian benur diaklimatisasi selama 20-30 menit
atau sampai suhu dalam kantong kemas dengan suhu pada air sudah sama. Apabila suhu
57
sudah sama ditandai dengan adanya embun pada kantong kemas. Setelah itu benur bisa
ditebar secara perlahan dengan memasukan kantong kedalam air. Proses ini dilakukan
dengan cara pemindahan kantong benur dan diapungkan ke petakan tambak, proses
pemindahan tersebut berlangsung cepat dan dilakukan dengan hati-hati agar menghindari
tingginya tingkat kematian benur.
Setelah itu, kantong dibuka dan dilakukan aklimatisasi secara langsung terhadap air
petakan dengan cara secara perlahan air dalam petakan dimasukkan ke dalam plastik. Hal
ini berfungsi untuk pengaklimatisasian salinitas, setelah itu perlahan benur dikeluarkan
dari plastik packing. Respon benur pada saat ditebar terlihat bergerak aktif yang
menandakan kondisi benur baik.
A B
C
Gambar 51 Proses penebaran benur : (a) Sampling jumlah benur perkantong (b) Proses
aklimatisasi (c) Penebaran benur
PT MTS 1 menerapkan sistem budidaya nursery pond (NP) atau pendederan. Benur
udang yang baru saja tiba dari hatchery ke tambak akan ditampung di kolam NP sampai
DOC 25, setelah itu udang ditransfer kedalam petakan grow out (GO) atau pembesaran.
Tujuan diadakannya sistem NP yaitu berawal dari adanya penyakit yang menyerang
udang pada tahap awal pemeliharaan membuat kerugian bagi PT MTS 1, sehingga harus
mempersiapkan wadah dari awal kembali, oleh karena itu sistem NP diterapkan untuk
mengurangi kerugian tersebut. Selain itu, manfaat lainnya yakni membuat ukuran udang
menjadi seragam dan mempercepat pertumbuhan. Selain itu NP juga digunakan sebagai
wadah benur menyesuaikan dengan lingkungannya yang baru.
menghasilkan 1 kg bobot udang diperlukan pakan sebesar 1,01 kg. Manajemen pemberian
pakan perlu diperhatikan agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ikan, menghasilkan
output yang baik, dan menekan biaya produksi.
Metode blind feeding merupakan metode menentukan dosis pakan udang dengan
memperkirakan dosis yang diperlukan tanpa melakukan sampling berat udang (Ghufron
et al. 2017). Pemberian pakan setelah masa blind feeding yakni menggunakan
perhitungan pakan berdasarkan FR. Nilai FR sudah terdapat penetapannya dari
perusahaan itu sendiri, dengan penetapan FR 2-9% dari bobot udang. Dosis pakan
diketahui dengan melihat tabel blind feeding yang sudah ditentukan pakan perharinya
untuk padat tebar 100.000 ekor. Contoh anajemen pemberian pakan blind feeding di PT
Maju Tambak Sumur dapat dilihat pada Tabel 13.
Setelah Day of Culture (DOC) 25 di nursery pond (NP), udang yang dipelihara akan
dipindahkan ke kolam grow out (GO) untuk proses pembesaran. Metode yang digunakan
PT MTS 1 untuk memindahkan udang vaname yaitu menggunakan pipa yang terhubung
antara kolam yang akan digunakan untuk GO dengan tank fiber. Kegiatan yang pertama
kali dilakukan saat akan transfer yaitu melakukan penyurutan air sampai air yang tersisa
di dalam tambak hanya 50-60 cm kemudian udang dijala secara hati hati untuk
menghindari stres. Udang yang telah dijala akan dipindahkan kedalam wadah yang
sebelumnya sudah diisi air sebanyak 5 kg atau setara dengan 5 liter. Setelah itu udang
dalam wadah dibawa ke pinggi tambak menggunakan rakit untuk kemudian ditimbang
terlebih dahulu. Setelah itu dimasukan sedalam tank fiber yang sudah dipasang pompa
untuk di transfer ke kolam GO. Hasil penimbangan udang akan dicatat untuk mengetahui
padat tebar pada kolam GO. Umumnya satu kolam NP dapat menyuplai udang kedalam
5-6 kolam GO.
A B
Gambar 52 Transfer nursery pond: (a) dan (b) Proses transfer
Pemberian pakan pada saat pemeliharaan di segmen grow out (GO) masih
menggunakan blind feeding hingga DOC 35 dan selanjutnya yaitu pada DOC 36 sampai
panen menggunakan pemberian pakan secara demand feeding yakni dengan
menggunakan target Avarage Daily Growth (ADG) atau pertambahan berat harian rata-
rata udang dalam waktu tertentu sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan
pertumbuhan udang (Haliman dan Adijaya 2005). Para teknisi akan menetapkan nilai
ADG setiap minggunya. Nilai ADG dapat menentukan jumlah pakan yang akan diberikan
dalam satu minggu kedepan. Pada saat pelaksanaan PKL target ADG yang ditetapkan
yaitu 0,25 gram hari-1 atau 1,75 gram minggu-1 untuk setiap ekor udang. Kemudian
setelah menentukan ADG, nilai SR juga harus ditentukan. Nilai SR dapat diperkirakan
61
dari ada tidaknya kematian pada anco serta perhitngan dengan SR konsumsi. SR
konsumsi merupakan metode yang digunakan untuk mengestimasi jumlah populasi udang
pada satu petak dengan menghitung akumulasi pakan yang diberikan setiap minggunya.
Mean Body Weight (MBW) ditentukan dengan cara menjumlahkan ADG selama
satu minggu dan MBW pada minggu ini. Sampling nilai MBW dilakukan seminggu sekali
dimulai pada DOC 39 Setelah itu dikalikan dengan jumlah tebar dan nilai FR dilihat dari
tabel ketetapan. Nilai FR didapatkan dari nilai MBW yang yang ada di tabel dan
mencocokan dengan nilai MBW yang sebenarnya. Nilai FR dapat dilihat pada Lampiran
12.
Setelah panen parsial dilakukan, populasi udang dalam petak tambak akan
berkurang. Maka dari itu pengontrolan pakan setelah panen parsial dilakukan untuk
menghindari over feeding yang akan berakibat memburuknya kualitas air. Pemberian
pakan setelah panen parsial diberikan sama banyaknya seperti sebelum panen parsial hal
ini dilakukan karena udang yang dipanen diparsial pertama merupakan allowance
62
sehingga SR real dikolam masih bisa dikatakan 100% atau sesuai jumlah tebarnya dan
tidak berkurang 10% dari yang telah dipanen parsial. Pakan akan dikurangi secara
bertahap apabila saat pengecekan anco yang diberikan pakan sebanyak 1% dalam 2,5 jam
setelah pemberian pakan namun pakan masih tersisa, tapi apabila pakan habis dalam 2,5
jam atau saat pengecekan anco maka pakan akan tetap diberikan sebanyak sebelum panen
parsial.
6.4.4 Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air dalam budidaya perikanan sangat penting untuk menjaga
kondisi lingkungan perairan selalu dalam kondisi optimal sehingga udang dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Pengelolaan kualitas yang dilakukan yaitu pengukuran
kualitas air secara kontinyu, sterilisai air yang akan digunakan, Pergantian air secara rutin,
penyiponan kali kali seminggu. Pengelolaan kualitas air di kolam NP yaitu dengan
Penyiponan setiap dua hari sekali dimulai saat DOC 7, 8 dan 9 kemudian penyiponan
dilakukan setiap hari mulai DOC 10-25 dan pengecekan kualitas fisika, kimia maupun
biologi air.
14 Kecerahan 25-35 cm
15 green algae 50-90 %
16 BGA <5 %
17 dinoflagelata <5 %
18 diatom <20 %
19 zooplankton <5 %
20 total bakteri >103 cfu/ml
21 total vibrio < 3x103 cfu/ml
22 Vibrio kuning <102 cfu/ml
23 Vibrio hijau < 103 cfu/ml
b. Kecerahan
Pengukuran kecerahan air dilakukan setiap dua hari sekali pada sore hari pukul
15.00. Tingkat kecerahan air diukur menggunakan secchi disk. Secchi disk dicelupkan ke
dalam air sampai dengan warna lempengan pada secchi disk terlihat samar-samar
kemudian lihat skala yang terdapat pada batang secchi disk yang menunjukkan nilai
kecerahan air. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air, kecerahan air tambak berkisar
antara 20–35 cm. Hasil pengukuran kecerahan dapat dilihat pada Lampiran 9.
a. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan setiap hari pada pukul 08.00 dan 14.00 secara in
situ menggunakan alat bernama refraktometer. Langkah seanjutnya, Ambil sedikit air
sampel menggunakan pipet tetes, kemudian teteskan dua tetes air sampel pada bagian
sensitif refraktometer, lalu tutup bagian tersebut dengan penutup yang tersedia pada
reftraktometer. Hasil pengukuran dapat dilihat dengan cara seperti diteropong lalu
arahkan alat refrakto ke bagian yang terang agar hasil pengukuran terlihat jelas. Hasil
pengukuran salinitas di PT MTS 1 berkisar antara 25-27 ppt. Udang vaname bersifat
euryhaline yang dapat beradaptasi pada rentang salinitas yang sangat luas, yaitu antara
1–40 ppt. Namun, untukmendapatkan pertumbuhan yang optimal membutuhkan salinitas
antara 15–25 ppt (Malik 2014). Hasil pengukuran salintas dapat dilihat pada Lampiran 9.
b. DO
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam
kegiatan budidaya maka sangat perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan budidaya
agar kegiatan budidaya berjalan dengan baik sehingga dapat meningkatkan produksi. DO
(Dissolved Oxygen) adalah oksigen yang tersedia dalam air yang berasal dari difusi udara
atau perpindahan udara dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, dan hasil
fotosintesis organisme berklorofil yang hidup dalam suatu perairan (Simanjuntak 2007
dalam Mardhiya 2017). Oksigen terlarut merupakan bagian parameter penting untuk
kehidupan udang. Menurut Hutabarat dan Evans (1984) dalam Mardhiya (2017)
menurunnya kadar oksigen terlaru dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh
biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam
lingkungannya. Pengukuran DO dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari secara
langsung di dalam tambak dengan menggunakan DO meter pada pukul 05.30 dan 18.00
WIB dengan tujuan untuk mengetahui nilai DO terendah pada perairan tambak. Terdapat
dua titik pengecekan DO dalam tambak yaitu daerah central drain dan pinggir tambak.
Dimana pada umumnya nilai DO pada central drain lebih rendah dari daerah pinggir
tambak. Menurut Suprapto (2005) berpendapat bahwa nilai DO optimal untuk budidaya
65
vannamei >3 mg L-1 dengan batas minimul DO dalam perairan yaitu 2 mg L-1. Hasil
pengukuran DO dapat dilihat pada Lampiran 9
c. pH
pH pada tambak udang vaname mulai dari awal penebaran benur hingga dua bulan
pemeliharaan nila pH berkisar antara 8.0-8.5, dan mulai menunjukan penurunan setelah
memasuki musim hujan hingga nili pH mencapai 7.0. Pengukuran pH dilakukan secara
ex situ dengan membawa air sampel sebanyak 500 ml menggunakan botol sampel dan
dibawa ke laboratorium. Tuangkan air sampel ke dalam gelas plastik sebanyak 50 ml
kemudian pH perairan di tambak diuji dengan pH meter dengan cara alat sensor pH meter
dicelupkan ke dalam gelas plastik. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap nilai dalam
alat pH meter tersebut. Pengukuran pH dilakuan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu
pada pukul 06.00 dan 15.00 WIB. Wyban & Sweeny (1991) mengemukakan bahwa
kisaran pH air yang cocok untuk budidaya udang vaname secara intesif sebesar 7,4–8,9
dengan nilai optimum 8,0. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Lampiran 9.
d. Redoks
Pengecekan redoks dilakukan pada pagi dan sore hari, yaitu pukul 05.30 dan pukul 15.00
WIB dengan cara membawa sampel air kolam menggunakan botol ke laboraturium untuk
dicek menggunakan redoks meter. Pengukuran redoks dilakukan dengan cara menuangkan air
kolam kedalam gelas minimal setinggi sensor redoks meter kemudian masukan redoks meter
dan tunggu angka berhenti atau stabil. Hasil pengukuran redoks dapat dilihat pada Lampiran
9.
e. Total Organic Matter (TOM)
Total Organic Matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu
perairan yang terdiri atas bahan organik terlarut, tersuspensi dan koloid. Menurut Adiwijaya
et al. (2003), bahwa kisaran optimal bahan organik pada budidaya udang vaname < 55 mg L-
1
. Prosedur yang dilakukan untuk mengukur TOM di tambak yaitu dengan menggunakan 25
ml aquades kemudian masukan ke dalam erlenmayer dan tambahkan 25 ml air sampel.
Masukan 5 ml H2SO4 dan 10 ml KMnO4 yang sudah distandarisasi. Nyalakan hotplate dengan
suhu 370oC kemudian panaskan larutan sampai mendidih, kemudian setelah mendidih tunggu
hingga 10 menit. Setelah 10 menit, angkat kemudian diamkan sampai suhunya 60-70oC.
Tambahkan 10 ml asam oksalat. Titrasi menggunakan KMnO4 hingga muncul warna merah
muda pertama. Dan catat kebutuhan titrasi KMnO4. Saat pengecekan TOM, membutuhkan
larutan blanko dengan metode yang sama tetapi tidak ditambahkan air sampel. Hasil
pengukuran TOM dapat dilihat pada Lampiran 9.
f. Alkalinitas HCO3
Pengukuran alkalinitas di PT Maju Tambak Sumur dilakukan setiap seminggu
sekali. Pengukuran alkalinitas menggunakan metode titrasi. Kegiatan pengukuran
alkalinitas yaitu diawali dengan menuangkan 50 ml air sampel ke dalam erelnmeyer.
Perhatikan warna air sampel, kemudian masukan 1 tetes indikator PP 0,5%. Jika warna
air sampel berubah menjadi merah mudah maka dilanjutkan dengan proses titrasi
menggunkan larutan H2SO4 0,02 N (yang sudah di standarisasi) sampai warna air sampel
berubah ke warna awal. Namun apabila saat diteteskan dengan PP warna air tidak berubah
maka tidak perlu di titrasi, langsung dilanjutkan dengan meneteskan MR BCG sebanyak
1 tetes sampai warna sampel berubah menjadi biru. Kemudian titrasi dengan H2SO4
66
sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah muda pertama. Catat kebutuhan
H2SO4 Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
menaikan pH larutan. Jumlah basa dalam air akan menentukan total alkalinitas, basa
karbonat dan bikarbonat paling berperan penting dalam alkalinitas. Menurut Supono
(2015) untuk budidaya dibutuhkan alkalinitas antara 75 hingga 200 ppm. Hasil
pengukuran alkalinitas dapat dilihat pada Lampiran 9.
g. Total Hardness
Pengukuran alkalinitas di PT Maju Tambak Sumur dilakukan setiap seminggu
sekali. Pengukuran total hardness menggunakan metode titrasi. Kegiatan pengukuran
diawali dengan menuangkan 50 ml aquades ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 1 ml
air sampel. Apabila keadaan very sorft water (tingkat kesadahan rendah) tidak perlu
dilakukan pengenceran menggunkan aquades, langsung menggunakan air sampel 50 ml.
Kemudian tambahkan 2 ml buffer solution. Tambahkan 1 tetes EBT 0,5% lalu kocok
hingga terjadi perubahan warna ungu. Titrasi menggunakan EDTA 0,01 M hinga terjadi
perubahan warna menjadi biru pertama kemudian catat kebutuhan titrasi. Untuk
menghidung total hardness dibutuhkan larutan blanko sebanyak dua buah (duplo). Proses
pembuatan blanko sama persis dengan proses pengukuran total hardness, namun yang
membedakan adalah pada blanko tidak ditambahkan air sampel. . Hasil pengukuran total
hardness dapat dilihat pada Lampiran 9.
h. Ca Hardness
Pengukuran Ca Hardness menggunakan metode titatri yang diawali dengan
menuangkan 50 ml aquades ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 ml air sampel.
Apabila air sampel yang digunkan dalam keadaan very soft water (tingkat kesadahan
rendah) maka tidak perlu dilakukan pengenceran dengan aquades,langsung menuangkan
50 ml air sampel. Tambahkan 2 ml NaOH 1 N. kemudian tambahkan 0,1 g bubuk
morexide kemudian kocok sampai warna sampel berubah menjadi warna anggur. Setelah
itu titrasi dengan EDTA hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu pertama dan catat
kebutuhan titari EDTA. Untuk menghidung Ca hardness dibutuhkan larutan blanko
sebanyak dua buah (duplo). Proses pembuatan blanko sama persis dengan proses
pengukuran Ca hardness, namun yang membedakan adalah pada blanko tidak
ditambahkan air sampel. Hasil pengukuran Ca hardness dapat dilihat pada Lampiran 9.
i. Amonia
Pengukuran amonia dilakukan satu kali dalam seminggu. Pengukuran amonia
menggunakan alat test kit merck dengan menuangkan air sampel sebanyak 2,5 ml
67
kemdian tambahkan lima tetes reagen satu sambil dikocok, lalu tuangkan ½ sendok
reagen dua dan tunggu selama 5 menit lalu dilanjutkan dengan menambahkan 3 tetes
reagen 3. Tunggu selama dua menit kemudian lihat perubahan warna pada sampel dan
samakan dengan warna pada indikator. Hasil pengukuran amonia dapat dilihat pada
Lampiran 9.
j. Nitrit
Pengukuran kandungan nitrit pada air dilakukan dengan cara membawa sampel air
ke laboraturium untuk dilakukan pengecekan menggunakan test kit. Siapkan air sampel
sebanyak 5 ml kemudian masukan reagen 1 sebanyak satu sendok, kemudian
dihomogenkan dan warna akan langsung beruhah. Untuk memudahkan menentukan nilai
nitrit dari warnanya pengamatan dilakukan dengan bantuan alat indikator warna yang
mana alat tersebut bekerja dengan cara membandingan warna air sampel yang sudah
diberi reagen dan air sampel yang belum diberi reagen. Nilai nitrit yang rendah akan
menghasilkan warna ungu muda, dan apabila nilai nitrit tinggi maka warna ungu semakin
tua. Nitrit merupakan hasil oksidasi dari amoniak yang dioksidasi oleh bakteri
Nitrosomonas sp. Kadar nitrit yang berlebihan akan menyebabkan perubahan proses
dalam transfer oksigen dan menyebabkan kerusakan jaringan respirasi (Pratama 2015).
Hasil pengukuran nitrit dapat dilihat pada Lampiran 9.
k. Nitrat
Pengukuran kandungan nitrat pada air dilakukan dengan cara membawa sampel air
ke laboraturium untuk dites menggunakan test kit. Siapkan air sampel sebanyak 6 ml
kemudian tambahkan reagen 1 sebanyak 1 sendok kemudian dihomogenkan. Nilai nitrat
berbanding lurus dengan nitrit, sehingga apabila dalam pengecekan nitrit didapatkan nilai
yang rendah maka tidak perlu dilakukan pengecekan nitrat karena dapat dipastikan nilait
nitratnya juga kecil, namun apabila dalam pengecekan nitrit didapatkan nilai yang tinggi
maka akan dilakukan pengecekan nitrat, hal ini dimaksudkan untuk menghemat reagen.
Nitrat merupakan hasil proses nitrifikasi dari nitrit menjadi nitrat, proses nitrifikasi
dibantu oleh bakteri jenis Nitrite Oxidizing Bacteria (NOB) seperti nitrobacter,
nitrococcus, nitrospira, dan nitrospina (Ebeling et al 2006 dalam supono 2015). Hasil
pengukuran nitrat dapat dilihat pada Lampiran 9.
l. Fosfat
Pengukuran kandungan fosfat pada air dilakukan dengan cara membawa sampel air
ke laboraturium untuk dites menggunakan test kit. Siapkan sampel sebanyak 5 ml,
kemudian tambahkan reagen 1 sebanyak 5 tetes dan reagen 2 sebanyak 1 sendok. Amati
perubahan warna untuk mengetahui nilai fosfat, jika warna bening maka kandungan fosfat
68
cenderung kecil diantara 0-0,5 tetapi apabila warna cenderung kebiruan maka nilai fosfat
berkisar 0,75-3,0. Fosfat merupakan nutrien primer yang dibutuhkan oleh fitoplankton
untuk pertumbuhan (Supono 2015). Keberadaan fosfat secara berlebihan yang disertai
dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulasi ledakan pertumbuhan alga di perairan
(algae bloom). Maka dari itu pengukuran fosfat di dalam perairan perlu dilakukan agar
kandungan fosfat tetap terkontrol dan tidak terjadi ledakan alga. Hasil pengukuran fosfat
dapat dilihat pada Lampiran 9.
b. Total Bakteri
Perhitungan total bakteri ditujukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang
terdapat di dalam media pemeliharaan udang. Penghitungan bakteri dapat dilakukan
dengan cara melakukan kultur bakteri dengan tingkat pengenceran tertentu. Kegiatan
mengkultur bakteri, PT Maju Tambak Sumur menggunakan media Nutrient Agar (NA).
untuk membuat media NA sebanyak 500 ml, membutuhkan 14 gr NA, kemudian
tambahkan 2% NaCl dari total volume media yang akan dibuat. Larutkan menggunakan
aquades sebanyak 500 ml, beri stirrer dan panaskan diatas hotplate dengan suhu 370 oC
hingga mendidih. Setelah mendidih, angkat dan diamkan hingga suhunya turun.
Kemudian sterilisasi kembali menggunakan autoclave sampai suhu 121oc dengan tekanan
1 atm. Tuangkan kedalam cawan petri sebanyak 8-10 ml, diamkan hingga dingin
kemudian simpan dalam showcase. Metode untuk perhitungan total bakteri menggunakan
metode yang sama dengan perhitungan bakteri vibrio, yaitu dengan spread plate dan
dilakukan pengenceran sebanyak dua kali. Perihitungan total bakteri dapat dilakukan
dengan cara menghitung koloni bakteri yang terbentuk. Hasil pengukuran Total bakteri
dapat dilihat pada Lampiran 9.
c. Plankton
Kepadatan dan jenis planton di perairan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup udang, oleh sebab itu pemantauan kepadatan dan jenis plankton harus dilakukan
secara rutin yaitu satu kali dalam seminggu. Pengecekan plankton dilakukan pada pukul
8.00-10.00 secara ex situ. Air sampel akan dibawa menggunakan botol sampel ke
laboratorium. Kemudian dilakan pengecekan menggunakan hemasitometer dengan
perberasan mikroskop 10 kali dan 40 kali. Jenis plankton yang sering ditemui di petak
tambak PT Maju Tambak Sumur yaitu dapat dilihat pada Lampiran 13.
6.4.6 Perlakuan
6.4.6.1 Penyiponan
Upaya pencegah penumpukan bahan organic, sisa molting dan mengurangi kadar
amoniak di dasar tambak, maka perlu dilakukan penyiponan dasar tambak dan
70
pembuangan lumpur agar tidak menjadi racun pada perairan tambak. Penyiponan
dilakukan pada saat dengan menggunakan selang spiral. Pembuangan lumpur dilakukan
dengan cara membuka pipa pembuangan lumpur yang terletak sejajar dengan saluran
outlet .Penyiponan setiap hari dimulai saat DOC 7, 8 dan 9 kemudian penyiponan
dilakukan sebanyak dua kali sehari saat DOC 10-25. Kemudian saat DOC 25 hingga
pemanenan, penyiponan dilakukan tiga hari sekali. Saat penyiponan berlangsung matikan
kincir tengah dan setelah itu tebarkan Somic sebanyak 1 ppm pada siang hari dan CaO
sebanyak 5 ppm pada malam hari. DOC 25 hingga pemanenan, sifon dilakukan dua kali
seminggu.
Feed additive ditambahkan ke dalam pakan satu jam sebelum pemberian pakan, dan
diaduk dengan air tawar serta binder dengan dosis 2-3% dari total pakan yang diberikan.
Binder yang digunakan yaitu produk dengan merek Omega. Pemberian Feed additive
dilakukan setiap satu mingu sekali. Pada saat bulan purnama, udang akan mengalami
molting dan biasanya feed additive yang digunakan dosisnya akan ditambahkan.
Salah satu faktor yang menghambat proses produksi yaitu terdapatnya hama dan
penyakit yang menyerang komoditas budidaya. Penyakit dapat timbul karena
ketidakseimbangan antara keadaan lingkungan budidaya, inang, dan patogen. Untuk
meningkatkan hasil produksi maka perlu dilakukan penanganan terhadap hama dan
penyakit pada kegiatan budidaya.
Hama yang ditemukan pada kegiatan pembesaran di PT MTS 1 yaitu burung bangau,
rajungan, kepiting dan biawak. Hama yang terdapat pada tambak harus dilakukan
penanganan karena dapat menjadi kompetitor, parasitor, bahkan predator bagi komoditas
yang dibudidayakan (Effendi 2012). Upaya untuk menanggulangi hama tersebut
dilakukan dengan pemasangan pagar pada sekitar lingkungan tambak, memasang terpal
pada pinggir petakan. Pemasangan jaring pada bagian pipa inlet juga dilakukan untuk
mencegah masuknya ikan dan udang liar.
Penyakit pada ikan dikelompokkan menjadi penyakit mikrobial dan penyakit non-
mikrobial. Penyakit mikrobial disebabkan oleh mikroba patogen seperti parasit, bakteri,
jamur, dan virus sedangkan penyakit non-mikrobial disebabkan oleh lingkungan yang
kurang baik, pakan, dan keberadaan hama di dalam perairan (Afrianto et al. 2015).
Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan cara pergantian air tambak secara rutin 3–
72
4 hari sekali, penggunaan probiotik dan manajemen pemberian pakan. Beberapa penyakit
yang disebabkan oleh virus pada udang belum dapat ditangani secara efektif maka perlu
dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah
pengelolaan kualitas air secara berkelanjutan, manajemen pemberian pakan yang baik,
dan jumlah padat penebaran (Andriyanto et al. 2013).
Penyebab timbulnya penyakit pada udang disebabkan oleh parasit, bakteri, jamur
dan virus. Parasit yang menyerang udang vaname disebabkan karena kualitas air tambak
yang kurang baik, terutama pada kondisi bahan organik yang tinggi melebihi batas.
Pencegahan keberadaan parasit dapat dilakukan dengan pergantian air tambak,
pemakaian probiotik dan pengelolaan pemberian pakan. Jenis parasit yang menyerang
udang diantaranya yaitu zoothmnium, vorticella, dan epistylis (Haliman dan Adijaya 2006
dalam Pratama 2015).
Virus merupakan ancaman serius bagi budidaya udang, karena dapat menyebabkan
kematian bagi udang dalam waktu singkat. Faktor pemicu munculnya virus yaitu faktor
nutrisi, lingkungan dan genetika. Beberapa virus yang sering menyerang udang adalah
White Spot Syndrome Virus (WSSV), Taura Syndrome Virus (TSV), Infectious
Myonecrosis Virus (IMNV), dan Infectious Hypodermal Hematopoetic Necrosis Virus
(IHHNV). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan infeksi virus adalah
dengan memakai benih kualitas unggul yang telah lulus uji SPF, pemakaian
immunostimulan, menjaga kualitas air serta monitoring penyakit secara rutin (Pratama
2015).
Terdapat penyakit yang ditemukan selama kegiatan PKL di PT MTS 1, sehingga
mengganggu kehidupan udang dan proses budi daya. Penyakit yang ditemukan ialah
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) penyakit Infectious Myonecrosis Virus ini lebih
dikenal dengan sebutan myo. Penyakit myo ini paling banyak ditemukan pada udang umur
lebih dari 40 – 50 hari tergantung penanganan dan pengelolaan penyakit yang diterapkan.
Pada awalnya hanya menyebabkan kematian individu dan akan menjadi massal jika
kualitas airnya tidak segera diperbaiki. Ciri-ciri udang yang terkena penyakit myo yaitu
terlihat lemas dan menempel di tepi tambak, tubuh berwarna putih susu, dan warna merah
pada ekor merupakan jaringan tubuh yang mati, apabila moulting bagian ekor ini akan
ikut lepas. Keberadaan hama juga dapat mengganggu kelangsungan hidup baik secara
langsung dan tidak langsung. Penularan Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) terjadi
secara horizontal karena kanibalisme dan melalui air, sedangkan penularan secara vertikal
diduga terjadi dari induk ke benur (Naim et al. 2014). Penyakit myonecrosis terjadi secara
akut di tambak dengan tingkat kematian yang tinggi dan gejala klinis pada udang muda,
yang kemudian penyakit akan menjadi kronis dengan tingkat kematian mencapai 40-70%
(Lightner et al. 2004).
spesifik udang setiap hari Average Daily Growth (ADG). Proses pemantauan dilakukan
pada pagi hari yaitu pukul 06.30 WIB atau setelah pemberian pakan pagi. Pemantauan
dilakukan pagi hari agar udang tidak mengalami stres berlebih dan apabila sudah siang
udang mulai pindah ke area tambak yang lebih dalam yaitu di tengah sehingga
pengambilan sample tidak efektif. Titik pengambilan sample diambil satu titik yaitu di
sekitar jembatan anco. Sampling survival rate (SR) dilakukan untuk mengestimasi
populasi udang dilihat dengan ada atau tidaknya kematian udang pada anco. Adapun data
rata-rata MBW, ADG, dan FCR untuk petakan pada blok A dan B dapat dilihat pada
Tabel 19. dan grafik MBW dapat dilihatt pada gambar 59.
16
14
12
10
MBW (g)
8
6
4
2
0
39 46 51 58 65 72 79
DOC (Hari)
A B
Gambar 60 Pemantauan kesehatan udang (a) dan (b) Hasil pengamatan hepatopankreas
di kolam E.7
6.5 Pemanenan
Pemanenan merupakan salah satu rangkaian hasil kegiatan akhir usaha pembesaran
udang yang telah mencapai ukuran tertentu. Pemanenan dapat dilakukan secara parsial
dan total. Panen parsial bertujuan untuk mengurangi biomassa udang sehingga tidak
melebihi daya dukung tambak, mengontrol ukuran udang sesuai dengan permintaan pasar,
dan menentukan waktu yang tepat untuk dilakukan panen total (Suwoyo 2018).
PT Maju Tambak Sumur (PT MTS 1) menetapkan panen parsial pertama setelah
DOC 65 atau saat ukuran udang mencapai 10 g ekor-1. Panen parsial dilakukan sebanyak
lima kali. Metode panen parsial yaitu dengan mengambil Sebagian udang yang dipelihara
menggunakan jala. Sebelum dijala, Pada saat pemanenan dilakukan, pemberian pakan
dilakukan pada sudut tambak agar udang berkumpul pada bagian sudut, kemudian jala
ditebar. Sebaiknya pada sisi tambak yang dilakukan pemanenan, kincir dimatikan agar
memaksimalkan penjalaan.
Untuk kepadatan 200.000 ekor dengan SR 100%, dilakukan pemanenan parsial
dengan asumsi sebagai berikut.
75
Panen parsial dilakukan setiap satu minggu sekali setelah panen parsial pertama
dilakukan. Pemanenan parsial merupakan pemanenan yang dilakukan secara bertahap.
Kelebihan dari pemanenan secara parsial yaitu untuk mengurangi resiko kerugian akibat
terserang penyakit, menurunkan kebutuhan oksigen terlarut sehingga mampu
meningkatkan DO, dan mengurangi padat tebar sehingga pertumbuhan menjadi lebih
cepat. Sedangkan, kekurangan dari panen parsial yaitu pemborosan tenaga kerja ketika
dilakukan pemanenan.Selama kegiatan PKL pembesaran di PT MTS 1 pemanenan
dengan cara parsial dilakukan sebanyak 5 kali. Panen parsial dilakukan pada pagi hari
pukul 06.00.
Udang yang telah dijala dimasukan kedalam tong panen berkapasitas 40 kg. setelah
udang dimasukan ke dalam tong, lalu tambahkan air dan es batu untuk mencegah agar
udang tidak merah dan cepat mengalami kebusukan. Kemudian tong panen tersebut
dibawa menggunakan mobil truk untuk dikumpulkan di ruang sortasi.
A B
Gambar 61 Panen parsial : (a) Proses penjalaan udang (b) Proses penimbangan hasil
panen
Pemanenan total dilakukan saat DOC 110 atau setelah melakukan lima kali panen
parsial dan ukuran udang sudah berada pada size 40 dengan bobot rata-rata per ekor
adalah 23-25 gram. Pemanenan total merupakan teknik pemanenan yang dilakukan
dengan cara semua udang yang ada di dalam satu petakan dipanen secara total dan seluruh
air media pemeliharaan disurutkan. Penyurutan air dilakukan menggunakan pompa
sebanyak dua buah. Kemudian udang dipanen dengan cara dijala dan dimasukan ke dalam
tong panen. Hal ini dilakukan untuk menghindari penumpukan udang yang berakibat
stress pada udang. Pemanenan juga dapat dilakukan dengan memasang jaring pada outlet
kemudian pipa outlet dibuka sehingga udang dapat tertampung di jaring kemudian
dipindahkan kedalam tong panen.
76
A B
Gambar 62 Proses panen total : (a) Penyurutan air dan penjalaan udang (b) Pengangkutan
hasil panen
Setelah panen parsial dan panen total dilakukan, hasil panen akan dibawa ke ruang
sortir menggunakan mobil truk. Sesampainya di ruang sortir, udang dalam tong panen
dipindahkan ke keranjang untuk proses pencucian. Setelah dicuci, udang dalam keranjang
dituangkan diatas meja sortir untuk melakukan sortasi. Udang dibagi kedalam tiga yaitu
KK udang yang ukurannya dibawah rata-rata, KM udang yang kulitnya lembek atau
sedang mengalami molting, BS adalah udang yang kemerahan dan terinjak, dan udang
fresh adalah udang yang ukurannya sesuai dan dalam keadaanya yang baik. Udang yang
disortir akan tertampung pada keranjang yang berada di bawah meja sortir.
Udang yang sudah disortir kemudian ditimbang. Dalam satu keranjang dapat
menampung sebanyak 38-40 kg udang. Kemudan siapkan es batu yang sudah dihaluskan.
Dalam box kemas dapat menampung 89-90 kg udang. Urutan dalam pengemasan udang
adalah lapisan pertama yaitu es batu yang di hancurkan dengan ketebalan 10-15 cm
kemudan masukan dua keranjang udang atau 80-90 kg udang kedalam box kemas. Setelah
itu tambahkan air yang suhunya sudah diturunkan menggunakan es batu. Air
ditambahkan sampai udang terendam oleh air. Fungsi air yaitu sebagai penghantar dingin
agar disalurkan ke setiap sudut secara merata untuk menghindari udang kemerahan dan
kebusukan. Setelah itu tambahkan es batu sampai memenuhi box. Kemudian box ditutup
rapat. Proses pengemasan dilakukan di dalam truk untuk memudahkan dalam
pengangkutan. Mobil truk mampu mengangkut 5,4 ton hasil panen dengan 60 box.
A B C
77
Gambar 63 Penanganan pasca panen : (a) Pencucian hasil panen (b) Sortasi dan grading
(c) Penimbangan hasil panen (d) Proses pengemasan dengan box
78
7. ASPEK USAHA
7.1 Pembenihan
7.1.1 Pemasaran
PT Citra Larva Cemerlang (PT CLC) , Kalianda menghasilkan produk, yaitu benur
dengan harga Rp 42 ekor-1. Segmen pembenihan udang vaname di PT CLC memiliki
penjualan benur udang stadia PL8-10. Benur yang dihasilkan dipesan oleh para petambak
via telepon maupun secara langsung. Konsumen berasal dari petambak dari daeran sekitar
Lampung, Padang, Aceh, Banten, Subang, Palembang, Tegal, Indramayu dan Medan.
Pengiriman benur dapat melalui jalur darat yaitu menggunakan pick up atau mobil box
dan jalur udara menggunakan pesawat.
Induk udang yang digunakan di PT CLC berasal dari Kona Bay Marine Resources,
Hawaii, USA yang telah memiliki sertifikat kesehatan dan telah dinyatakan Specific
Patogen Free. Induk yang dipijahkan berumur 9 bulan dengan bobot rata-rata induk
jantan sebesar 51 g ekor-1 dan betina memiliki bobot rata-rata sebesar 60 g ekor-1.
7.1.2.2 Pakan
Pakan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan udang vaname yaitu pakan
alami dan pakan buatan. Pakan alami yang digunakan yaitu cacing laut, cumi-cumi,
Thalasiossira sp, dan Frozen Artemia sp. sedangkan pakan buatan yang digunakan yaitu
berupa pelet Vitalis, Biosphere, PL 150, MP 2, MP 3 dan Mackay. Cacing laut dan cumi-
cumi berasal pengepul daerah sekitar perusahaan. Sedangkan frozen Artemia sp. berasal
dari perusahaan I&V Bioinstart yang mengantar langsung produknya ke PT Citra Larva
Cemerlang setiap hari.
Biaya Investasi Biaya investasi yaitu biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama
yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha yang bersifat tidak habis dipakai dalam satu
kali pemakaian. Penyusutan adalah alokasi biaya investasi selama satu tahun yang
dibutuhkan dalam kegiatan usaha. Biaya investasi pada kegiatan pembenihan udang
vaname yaitu sebesar Rp3.538.239.000,00. Rincian biaya investasi kegiatan pembenihan
udang vaname dapat dilihat pada Lampiran 14.
Biaya tetap merupakan suatu biaya yang harus dikeluarkan selama satu tahun baik
ada ataupun tidaknya kegiatan produksi. Biaya tetap pada kegiatan pembenihan udang
vaname yaitu sebesar Rp2.671.862.238,00 tahun-1. Rincian biaya tetap kegiatan
pembenihan udang vaname dapat dilihat pada Lampiran 15.
Biaya variabel merupakan suatu biaya yang hanya dikeluarkan ketika kegiatan
produksi berjalan dan besarannya dipengaruhi oleh skala dan jumlah produksi. Biaya
variabel pada kegiatan pembenihan udang vaname yaitu Rp 20.938.746.750 tahun -1.
Rincian biaya variabel kegiatan pembenihan udang vaname dapat dilihat pada Lampiran
16.
Biaya total atau total cost (TC) merupakan total biaya operasional yang dikeluarkan
selama produksi dalam waktu satu tahun. Biaya total pada kegiatan pembenihan udang
vaname sebesar Rp23.610.608.988,00 yang didapat dari perhitungan sebagai berikut:
80
Penerimaan (TR) merupakan hasil dari penjualan selama satu siklus atau satu tahun.
Total penerimaan dalam satu tahun produksi pembenihana udang vaname adalah Rp
36.067.761.437,00 yang didapat dari perhitungan sebagai berikut:
Penerimaan per siklus = Jumlah produksi x Harga ekor-1
= 858.756.225 x Rp 42,00
= Rp36.067.761.437,00
7.1.2.9 Keuntungan
Keuntungan merupakan hasil dari pendapatan dengan total biaya produksi (biaya
operasional). Keuntungan diperoleh jika hasil dari pendapatan dengan total biaya adalah
positif.
Keuntungan = Penerimaan total – Biaya total
= Rp 36.067.761.437,00 – Rp 23.610.608.988,00
= Rp 12.457.152.450,00
7.1.2.10 R/C Ratio
Analisis R/C ratio merupakan parameter analisis yang digunakan untuk melihat
pendapatan relatif suatu usaha dalam 1 tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan
tersebut. Suatu usaha dikatakan layak jika nilai R/C ratio lebih dari 1. Semakin tinggi
nilai R/C ratio, tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi. Nilai R/C ratio pada
kegiatan pembenihan yaitu 1,58 yang berarti setiap mengeluarkan biaya Rp1
mendapatkan penerimaan Rp1,58,00 dengan kata lain mendapat keuntungan Rp0,58,00
yang didapat dengan perhitungan sebagai berikut:
Penerimaan
R/C Ratio =
Biaya total
Rp 36.067.761.437,00
=
Rp 23.610.608.988,00
= 1,53
Break Event Point (BEP) merupakan nilai produksi suatu usaha mencapai titik
impas, yaitu tidak untung atau rugi. Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi
dan nilai BEP harga lebih rendah dibandingkan jumlah produksi dan harga yang berlaku
saat ini. Titik pulang pokok dicapai jika berhasil menjual benur udang vaname sebanyak
63.615.743 ekor benih, sedangkan titik balik modal dicapai, pada hasil penjualan Rp
2.671.862.213,00 yang didapat dengan perhitungan sebagai berikut:
Biaya tetap
BEP (Unit) = (biaya variabel)
Harga/ekor - Jumlah Produksi
Rp 2.671.862.238
= Rp 20.938.746.750
Rp 42- 858.756.225 ekor/tahun
81
Biaya tetap
BEP (Rp) =
1 - (biaya variabel)
Penerimaan
Rp 2.470.962.238,00
= Rp 14.186.931.125,00
1-
Rp 36.067.761.437
= Rp2.671.862.213,00
7.1.2.12 Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi (HPP) adalah kondisi jumlah harga penjualan produksi
berada pada titik terendah. Nilai HPP yang didapat dalam kegiatan pembenihan yaitu Rp
27,00 Dengan harga Rp 27,00 ekor benur -1 ini maka penjualan tidak mengalami
keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Nilai HPP didapat dari perhitungan sebagai
berikut:
Total biaya produksi
HPP =
Total produksi
Rp 36.067.761.437,00
= 36.067.761.437 ekor/tahun
= 27
Payback Period (PP) merupakan periode masa kembalinya modal yang merupakan
perbandingan antara besaran nilai investasi dengan keuntungan yang diperoleh setiap
tahunnya. Nilai PP untuk usaha pembenihan udang vaname yaitu 0,36 tahun. Berikut
perhitungan analisis PP :
Biaya Investasi
PP =
Keuntungan
Rp 3.538.239.000,00
=
Rp 12.457.152.450,00
= 0,3 tahun
82
7.2 Pembesaran
7.2.1 Pemasaran
PT Maju Tambak Sumur menjual produk hasil pembesaran udang vaname yaitu
udang konsumsi segar dengan ukuran 40-100 ekor kg-1 rata-rata ukuran udang yang dijual
yaitu ukuran 40 ekor kg-1 dengan harga jual yaitu Rp90.000,00 kg-1 . Tujuan pemasaran
udang vaname di PT Maju Tambak Sumur 1 (PT MTS 1) yaitu ke cold storage yang
terdapat di daerah Banyuwangi, Surabaya, dan Bali dan perusahaan-perusahaan pangan
yang mengolah udang. Promosi dilakukan dengan cara personal selling oleh bagian
pemasaran di perusahaan. Pihak perusahaan menawarkan produk melalui telepon atau
pesan singkat. Para pembeli mengajukan harga terlebih dahulu pada perusahaan
kemudian dilakukan negosiasi dan pembeli dengan harga tertinggi yang dipilih oleh
perusahaan. Konsumen atau pembeli datang secara langsung ke lokasi perusahaan dengan
menggunakan alat transportasi berupa mobil pick up dan mobil truk untuk mengangkut
udang. Konsumen membawa karyawan sendiri untuk melakukan proses sortasi serta
pengemasan udang.
Biaya investasi yaitu biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama yang dibutuhkan
untuk menjalankan usaha yang bersifat tidak habis dipakai dalam satu kali pemakaian
atau proses produksi dan dalam jangka waktu yang lama. Penyusutan adalah alokasi biaya
investasi selama satu tahun yang dibutuhkan dalam penyediaan peralatan dan
perlengkapan yang digunakan untuk kegiatan usaha dan bersifat tidak habis dalam satu
kali proses produksi. Biaya investasi pada kegiatan pembesaran udang vaname sebesar
83
Biaya tetap merupakan suatu biaya yang harus dikeluarkan selama satu tahun baik
ada ataupun tidaknya kegiatan produksi. Biaya tetap pada kegiatan pembesaran udang
vaname sebesar Rp71.384.261.290,00 tahun-1. Rincian biaya tetap kegiatan pembesaran
udang vaname dapat dilihat pada Lampiran
Biaya variabel merupakan suatu biaya yang hanya dikeluarkan ketika kegiatan
produksi berjalan dan besarannya dipengaruhi oleh skala dan jumlah produksi. Biaya
variabel pada kegiatan pembesaran udang vaname yaitu Rp83.139.196.254,00 tahun -1.
Rincian biaya variabel kegiatan pembesaran udang vaname dapat dilihat pada Lampiran
Biaya total atau total cost (TC) merupakan total biaya operasional yang dikeluarkan
selama produksi dalam waktu satu tahun. Total biaya yang didapat pada kegiatan
pembesaran udang vaname yaitu Rp148.501.745.420,00 tahun-1 yang didapat dari
perhitungan sebagai berikut:
Penerimaan atau Total Revenue (TR) merupakan hasil dari penjualan selama satu
siklus atau satu tahun. Penerimaan yang didapatkan dalam satu tahun produksi udang
vaname adalah Rp246.192.647.024,00
2.5.8 Keuntungan
Keuntungan merupakan hasil dari pendapatan dengan total biaya produksi (biaya
operasional). Keuntungan diperoleh jika hasil dari pendapatan dengan total biaya adalah
positif. Keuntungan yang didapat pada kegiatan pembesaran udang vaname yaitu
Rp11.798.950.500 tahun-1 yang didapat dari perhitungan sebagai berikut:
Keuntungan = Penerimaan total – Biaya total
= Rp246.192.647.024,00 – Rp154.523.457.544,00
= Rp91.669.189.480,00 tahun-1
84
Break Event Point (BEP) merupakan nilai produksi suatu usaha mencapai titik
impas, yaitu tidak untung atau rugi. Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi
dan nilai BEP harga lebih rendah dibandingkan jumlah produksi dan harga yang berlaku
saat ini. Titik pulang pokok dicapai jika berhasil menjual udang vaname sebanyak
1.006.343 kg Titik balik modal dicapai, pada hasil penjualan Rp71.244.550.690,00 yang
didapat dari perhitungan sebagai berikut:
Biaya tetap
BEP (Unit) = (biaya variabel)
Harga/ekor -
Jumlah Produksi
Rp 71.384.261.290,00
= Rp 40.000 -
Rp 154.523.457.544,00
4.529.904 Kg
= 1.766.253 kg
Biaya tetap
BEP (Rp) = (biaya variabel)
1 - Penerimaan
Rp71.384.261.290,00
= Rp 154.523.457.544,00
1 - Rp 246.192.647.024,00
= Rp 246.192.647.024
Harga Pokok Penjualan (HPP) Harga Pokok Penjualan (HPP) adalah kondisi
jumlah harga penjualan produksi berada pada titik terendah. Nilai HPP yang didapat pada
kegiatan pembesaran udang vaname sebesar Rp80.772,00 yang berarti dengan harga Rp
80.772,00 kg-1 ini maka penjualan tidak mengalami keuntungan dan tidak mengalami
kerugian. Nilai HPP didapat dari rumus sebagai berikut :
Total biaya produksi
HPP =
Total produksi
Rp154.523.457.544,00
= 4.529.904 Kg
85
= Rp 34.112,000
Rp 81.338.713.000
=
Rp 91.669.189.480
= 0,9 tahun
86
8. PENUTUP
8.1 Kesimpulan
8.2 Saran
Kegiatan pembenihan di PT Citra Larva Cemerlang dan kegiatan pembesaran di PT
Maju Tambak Sumur sudah baik, serta telah menghasilkan produksi yang tinggi dan
berkelanjutan. Namun, terdapat saran untuk kegiatan pembesaran udang vaname di PT
Maju Tambak Sumur 1, Bakauheni, Lampung Selatan yaitu diharapkan untuk dapat
melakukan perbaikan peralatan budidaya lebih rutin serta lebih meningkatkan kesadaran
untuk menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan SOP.
87
DAFTAR PUSTAKA
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2019. Data Ekspor-Impor Udang Vaname. [diunduh 2021
Jan 25]. https://www.bps.go.id/
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-7253-2006. Induk Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Kelas Induk Pokok. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2014. SNI-8037.1:2014. Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Bagian 1:Produksi Induk Model Indoor. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2019. Rencana Strategis Kementrian
Kelautan dan Perikanan 2014-2019. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Adiwijaya, D., Sapto P.R., Sutikno, Sugeng, Subiayanto.2003. Budidaya udang vaname
(Litopenaeus vannmaei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Seartemen
Kelautan dan Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air
Payau Jepara. 29 hlm.
Afrianto S, Muqsith A. 2014. Manajemen produksi nauplius udang vaname (Litopenaeus
vannamei) di Instalasi Pembenihan Udang (IPU) Gedung Balai Perikanan
Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jawa Timur. J Ilmu Perikanan. 5(2):53–
54.
Andriyanto F, Efani A, Riniwati H. 2013. Analisis faktor-faktor produksi usaha
pembesaran udang vanname (Litopenaeus vannamei) di Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan Jawa Timur : Pendekatan fungsi Cobb-Douglass. J
ECSOFiM. 1(1):82–96
Arifin, Z., Andrat, K. dan Subiyanto. 2007. Teknik Produksi Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Secara Sederhana. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara 9 hal.
Aziz T, Amalia Rizky P, Vishe Devah. 2005. Removal Logam Berat dari Tanah
Terkontaminasi dengan Menggunakan Chealating Agent (EDTA). Jurnal Teknik
Kimia, 2(21).
Bishop, J.M. and W.F. Herrkind. 1976. Buring and Molting pink shrimp Penaeus
duorarum (Crustacea: Penaeidae) under selected photoperiods of white light and
UV-light. Biol. Bull. 150: 163-183.
Elovaara A. K, 2001. Shrimp Farming Manual. Practical Technology For Intensive
Commercial Shrimp Production. United States Of America, 2001. Chapter 4 page
1 - 40.
Fahrizki, A. Yulianto, H. Saefulloh. 2015. Uji Toksisitas Bahan Aktif Niklosamida
Terhadap Crustacea Sebagai Water Treatment dalam Budidaya Udang Vannamei
(Litopenaus vannamei). Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
M, Ghufran, M. H dan Kordi, K. 2007. Pemeliharaan Udang Vaname. Surabaya
Ghufron M, Lamid M, Sari P, Suprapto H. 2017. Teknik pembesaran udang vaname
Litopenaeus vannamei pada tambak pendampingan PT Central Proteina Prima
Tbk di Desa Randutatah, Kecamatan Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. JAFH.
7(2):70–77
88
Gunarto, Suwoyo, H.S, Tampangallo. 2012. Budidaya Udang Vaname Pola Intensif
Dengan Sistem Bioflok Di Tambak. Balai Penelitian dan Pengembangan Air
Payau
Haliman R W dan Adijaya D S. 2005. Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih
yang Tahan Penyakit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hudi L dan Shahab A. 2005. Optimasi produktivitas budidaya udang vaname
(Litopenaeus vannamei) dengan menggunakan metode respon surface dan non
linear programming. Prosiding Seminar Nasional manajemen Teknologi II.
Hlm.:28.1-28.9
Lightner D V, Pantoja CR, Poulos BT, Tang KFJ, Redman RM, Andrade TP, Bonami JR.
2004. Infectious myonecrosis: new disease in Pacific white shrimp. Global
Aquaculture Advocate 7: 85.
Mahasri, G. 1996. Pengaruh Manipulasi Tingkat Aerasi dan Padat Tebar Terhadap
Infestasi Parasit Protozoa Kelas Ciliata Pada Benur Udang Windu. Tesis.
Malik I. 2014. Budidaya Udang Vannamei : Tambak Semi Intensif dengan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Jakarta: WWF-Indonesia.
Mangampa, M. dan Suwoyo, H.S, 2016. Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) TeknologiIntensif Menggunakan Benih Tokolan. Jurnal Riset
Akuakultur, 5(3), pp.351-361
Mardhiya, R.I., Surtono, Arif. Suciyati. 2017. Sistem Akuisisi Data Pengukuran Kadar
Oksigen Terlarut Pada Air Tambak Udang Menggunakan Sensor Dissolved
Oxygen (DO). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan.Universitas Lampung.
Marihati, Muryati, dan Nilawati. 2013. Budidaya Artemia salina Sebagai Diversifikasi
Produk dan Biokatalisator Percepatan Penguapan di Ladang 25 garam. Peneliti
Madaya Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. Jurnal
Agromedia 31 (1): 57-66.
Mudjiman A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Pitoyo. 2004. Artemia salina (Kegunaan, Biologi dan Kulturnya). INFIS Manual Seri No
12. Jakarta. (ID): Direktorat Jendral Perikanan dan International Development
Research Centre.
Poernomo, A. 2002. Perkembangan udang putih vannamei (Litopenaeus vannamei) di
Jawa Timur. Disampaikan dalam Temu Bisnis Udang. Makassar, 19 Oktober
2002, 26 hlm.
Pradeep V, Ginkel S, park T, Igou C, Johnston T, Snell, and Chen Y. 2015. Use of Copper
to Selectively Inhibit Brachionus calyciflorus (Predator) Growth in Chlorella
kessleri (Prey) Mass Cultures for Algae Biodiesel Production. International
Journal of Molecular Sciences, 16:20674-20684. DOI: 10.3390/ijms160920674.
Pratama JS. 2015. Pembenihan Dan Pembesara Udang Vaname Litopenaeus vannamei
Di Balai Produksi Induk Udang Unggul Dan Kekerangan Karangasem, Bali Dan
Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur [Laporan Tugas
Akhir]. Bogor (ID): Program Diploma Institut Pertanian Bogor.
Purba O S. 2008. Pengembangan Medium untuk Peningkatan Produktivitas Kultur Batch
Diatom Laut Thalassiosira sp. . [Tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi
Bandung.
89
Purwanta W dan Firdayati M. 2002. Pengaruh Aplikasi Mikroba Probiotik Pada Kualitas
Kimiawi Perairan Tambak Udang. Jakarta (ID): Trobos Press.
Putra AN. 2010. Aplikasi pemberian prebiotik, probiotik, dan sinbiotik untuk
meningkatkan kecernaan pakan ikan nila Oreochromis niloticus. [tesis]. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.
Reantoso MB, Tran L, Hue DTT. 2013. What Happens when Hepatopancreas - Shrimp‘s
Main Organ For Food Absorption, Digestion and Storage – Becomes Infected by
a Pathogen? FAO Aquaculture Newsletter 51.
Rostini I. 2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada Skala
Laboratorium. [Skripsi]. Universitas Padjajaran Press.
Sari DN. 2013. Budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei di PT. Suri Tani Pemuka
Unit Hatchery Banyuwangi dan PT. Surya Windu Kartika, Banyuwangi, Jawa
Timur [Laporan Tugas Akhir]. Bogor (ID): Program Diploma Institut Pertanian
Bogor
Sidabutar, E.A. (2019). Distribusi Suhu, Saliniats dan Oksigen Terlarut Terhadap
Kedalaman Perairan Teluk Prigi Kabupaten Trenggalek. Journal of Fisheries and
Marine Research. Vol.3 No.1. Halaman 46- 52
Sinderman, C. J. 1997. Ciliata Injeslahun in Disease Diagnosist and Control in North
America Marine Aqu
Supono. 2015. Manajemen Lingkungan Untuk Akuakultur. Yogykarta (ID) : Plantaxia
Suprapto. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei).
CV Biotirta. Bandar Lampung. 25 hal.
Susanto, Khoironi, N. Maharani, D. Ariana dan A. Saefudin, 2004. Pemilihan dan
Pemeliharaan Induk Udang. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 40 hal.
Suwoyo HS. 2018. Perkembangan Teknologi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Pusat Riset
Perikanan.
Tonguthai, K. 1991. Disease of the Freshwater Prawn, Macrobrachium rosenbergii.
AAHRI Newsletter Article. Vol.4, No.2, December. Bangkok. Thailand.
Trumbull, J.F and M.R.P. Briggs. 1994. Enviromental Control in Shrimp Culture.
Institute of Aquaculture University of Stirling. Scotland.
Wedemeyer G A & Yasutake W T. 1977. Clinical methods for the assessement of the
effect enviromental stress on fish health. Technical Papers of The U.S. Fish and
Wildlife Service. U.S. Depart. of the Interior, 89: 1-17.
Wyban J A, Sweeney J N. 1991. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic
Institute Shrimp Manual. Honolulu, Hawai, USA. 158 hal
90
LAMPIRAN
88
No. Petak Luas (m2) Jumlah (ekor) Kepadatan (ekor m-2) Asal Benur
1 A11 4200 420.000 100 PT CPP
2 A12 4200 420.000 100 PT CPP
3 A14 4200 420.000 100 PT CPP
4 A14.1 1000 100.000 100 PT MTS
5 A14.2 1500 150.000 100 PT MTS
6 B11 4200 480.000 114 PT CPP
7 B12 4200 480.000 114 Growth
8 B14 4200 480.000 114 Growth
9 B14.1 750 150.000 200 PT MTS
10 B14.2 1500 300.000 200 PT MTS
11 E7 3000 300.000 100 PT CPP
12 E7.1 600 60.000 100 PT CPP
13 E7.2 500 120.000 240 PT CPP
14 E8 1100 300.000 273 PT CPP
15 E9 2500 240.000 96 PT CPP
16 E10 3000 300.000 100 PT CPP
17 E10.1 600 60.000 100 PT CPP
18 E10.2 550 120.000 218 PT CPP
19 D6 2000 400.000 200 PT CPP
20 D7 2500 500.000 200 PT CPP
21 D8 2000 400.000 200 PT CPP
22 D9 2500 400.000 160 PT MTS
23 D10 2500 400.000 160 PT MTS
24 D11 2500 500.000 200 PT CPP
92
Alkalinita
ppm 102 150 146 135 131 135 131 119 148 123 121 113 131
s HCO3
Hardness
ppm 1587 1202 1394 913 1491 1394 1587 1298 1691 1491 1298 1010 1010
Ca
Hardness
ppm 5483 5483 5098 5483 5194 5579 6349 6258 6060 5483 5868 5387 5772
Total
Vibrio CFU/m 1,8x1 1,8x1 1,0x1 3,1x1 1,4x1 8,0x1 2,0x1 1,6x1
<101 <101 <101 <102 <101
hijau L 02 02 02 02 02 01 02 02
Vibrio CFU/m 3,8x1 4,4x1 1,2x1 7,9x1 1,9x1 3,3x1 3,0x1 4,5x1 4,0x1 3,8x1 2,4x1 2,8x10 3,0x1
kuning L 02 02 03 02 03 02 02 02 02 02 02 2 02
Total CFU/m 2,7x1 2,2x1 3,8x1 2,5x1 1,7x1 4,0x1 3,8x1 2,1x1 5,0x1 2,8x1 2,7x1 2,5x10 3,5x1
bakteri L 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 3 03
101
Jumlah panen
No. Bak Jumlah tebar (ekor) (ekor) SR (%)
B21 2.000.000 880.000 44
B22 1.900.000 900.000 47
B23 2.000.000 900.000 45
B24 2.000.000 970.000 49
B25 2.000.000 800.000 40
B26 2.000.000 790.000 40
B27 2.000.000 750.000 38
B28 2.300.000 1.120.000 49
B29 2.300.000 1.100.000 48
B30 2.100.000 900.000 43
B31 1.500.000 560.000 37
B32 1.500.000 800.000 53
B33 1.900.000 890.000 47
B34 2.200.000 1.050.000 48
B35 2.300.000 1.180.000 51
B36 1.700.000 850.000 50
B37 1.700.000 780.000 46
B38 1.400.000 600.000 43
B39 1.400.000 600.000 43
B40 2.000.000 950.000 48
Rata-Rata 45
102
DOC 39 46 51 58 65 72 79 86 93 100
Kondisi Udang
Jumlah Tebar 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
MBW (g) 2,7 4,2 6,1 7,9 10 12,5 15,1 17,6 19,9 22,5
Size (ekor kg-1) 370 238 163 126 100 80 66 57 50 44
ADG (g hari-1) 0,13 0,21 0,27 0,25 0,3 0,35 0,37 0,36 0,33 0,37
Pakan/minggu (Kg) 120 141 173 202 222 192 154 149 140 139
Akumulasi Pakan
298 439 614 816 1038 1230 1384 1533 1673 1812
(kg)
SR Konsumsi (%) 103 95 92 126 104 98 96 94 92 88
SR (%) 100 100 100 100 99 98 97 96 95 95
Biomassa (Kg) 270 420 610 790 990 1100 1435 1654 1831 2025
FCR 1,1 1,04 1 1,03 1,06 1,04 1,13 0,93 0,91 0,89
% anco 0,5 0,5 0,8 0,8 0,80 1 1 1,5 1,5 2
Kontrol Anco (jam) 2 2 2 2 2 1,5 1,5 1 1 1
FR (%) 6,06 5,28 4,24 3,5 3,11 2,76 2,61 2,33 2,26 2,09
103
Umur
Spesi- Kebutu- Teknis Nilai
No Komponen fikasi han Satuan Harga Satuan Harga Total (tahun) Sisa Penyusutan
200.000.000,0
1 Lahan 1.000 m2 200.000,00 0
2 Kantor 50 m2 1 unit 23.500.000,00 23.500.000,00 20 2.350.000,00 1.057.500,00
142.500.000,0 285.000.000,0
3 Hatchery 300 m2 2 unit 0 0 20 28.500.000,00 12.825.000,00
4 Ruang Induk 100 m2 1 unit 47.500.000,00 47.500.000,00 20 4.750.000,00 2.137.500,00
4mx6
5 Bak Maturasi m 8 unit 5.000.000,00 40.000.000,00 10 4.000.000,00 3.600.000,00
4mx6
6 Bak Karantina m 4 unit 5.000.000,00 20.000.000,00 10 2.000.000,00 1.800.000,00
Tank
fiber 900
7 Spawning Tank L 8 unit 2.300.000,00 18.400.000,00 10 1.840.000,00 1.656.000,00
Tank
fiber 400
8 Holding Tank L 8 unit 1.800.000,00 14.400.000,00 10 1.440.000,00 1.296.000,00
Tank
Fiber 900
9 Hatching Tank L 8 unit 2.300.000,00 18.400.000,00 10 1.840.000,00 1.656.000,00
Volume
10 Baskon dipping 22 L 5 unit 35.000,00 175.000,00 2 17.500,00 78.750,00
11 Batu Aerasi 6.000 unit 2.500,00 15.000.000,00 2 1.500.000,00 6.750.000,00
12 Selang Aerasi 105 roll 55.000,00 5.775.000,00 2 577.500,00 2.598.750,00
106
Regulator
13 Aerasi 6.000 unit 1.800,00 10.800.000,00 2 1.080.000,00 4.860.000,00
14 Seser Induk 8 unit 85.000,00 680.000,00 3 68.000,00 204.000,00
15 Seser Naupli 150 mesh 1 unit 300.000,00 300.000,00 3 30.000,00 90.000,00
16 Seser Telur 150 mesh 8 unit 300.000,00 2.400.000,00 3 240.000,00 720.000,00
Ember
Penampungan
17 telur 10 L 8 unit 25.000,00 200.000,00 3 20.000,00 60.000,00
10
18 Filter bag mikron 25 unit 250.000,00 6.250.000,00 2 625.000,00 2.812.500,00
19 Alat sifon 4 unit 150.000,00 600.000,00 3 60.000,00 180.000,00
20 Pisau cacah 3 unit 50.000,00 150.000,00 2 15.000,00 67.500,00
Lesindo
Timbangan Kapasita
21 gantung s 150 kg 2 unit 85.000,00 170.000,00 3 17.000,00 51.000,00
22 Ember pakan 10 L 1 unit 25.000,00 25.000,00 2 2.500,00 11.250,00
23 DO meter 1 unit 3.900.000,00 3.900.000,00 2 390.000,00 1.755.000,00
Termometer
24 raksa 20 unit 150.000,00 3.000.000,00 2 300.000,00 1.350.000,00
25 pH meter 2 unit 1.000.000,00 2.000.000,00 2 200.000,00 900.000,00
26 Refraktometer ATC 2 unit 500.000,00 1.000.000,00 2 100.000,00 450.000,00
27 Mikroskop Olympus 2 unit 23.000.000,00 46.000.000,00 5 4.600.000,00 8.280.000,00
Hand Tally
28 Counter 2 buah 30.000,00 60.000,00 2 6.000,00 27.000,00
29 Gunting ablasi 2 buah 20.000,00 40.000,00 2 4.000,00 18.000,00
30 Sarung tangan 5 buah 15.000,00 75.000,00 2 7.500,00 33.750,00
Astral
31 Pressure filter Pool 2 unit 12.000.000,00 24.000.000,00 20 2.400.000,00 1.080.000,00
107
5 m x 10
m x 1,5
32 Bak resevoar m 4 unit 5.000.000,00 20.000.000,00 20 2.000.000,00 900.000,00
5 m x 10
m x 1,5
33 Tandon m 2 unit 5.000.000,00 10.000.000,00 20 1.000.000,00 450.000,00
34 Bak Sand Filter 40 m2 1 unit 8.000.000,00 8.000.000,00 20 800.000,00 360.000,00
35 Mesin Ozon 1 unit 15.000.000,00 15.000.000,00 10 1.500.000,00 1.350.000,00
36 Tank Artemia 500 L 4 unit 4.300.000,00 17.200.000,00 10 1.720.000,00 1.548.000,00
135.000.000,0 810.000.000,0
37 Blower 10 HP 6 unit 0 0 10 81.000.000,00 72.900.000,00
Pompa Air
38 Laut 10 HP 1 unit 17.600.000,00 17.600.000,00 10 1.760.000,00 1.584.000,00
39 Pompa Air 5 HP 1 unit 2.400.000,00 2.400.000,00 10 240.000,00 216.000,00
100 watt,
Pompa Sakka
40 submersible Pro 3 unit 1.800.000,00 5.400.000,00 10 540.000,00 486.000,00
Tank alga
41 intermediet 2000 L 10 unit 2.000.000,00 20.000.000,00 5 2.000.000,00 3.600.000,00
Tank alga
42 intermediet 1000 L 20 unit 1.500.000,00 30.000.000,00 5 3.000.000,00 5.400.000,00
Bak alga 4mx6 112.000.000,0
43 massal m, Beton 20 unit 5.600.000,00 0 5 11.200.000,00 20.160.000,00
bangunan
44 pump house 12 m2 1 unit 5.700.000,00 5.700.000,00 20 570.000,00 256.500,00
5mx7 240.000.000,0
45 Bak larva m, Beton 40 unit 6.000.000,00 0 20 24.000.000,00 10.800.000,00
46 Ruang logistik 10 m2 1 unit 4.750.000,00 4.750.000,00 20 475.000,00 213.750,00
47 Lampu LED 10 watt 70 unit 45.000,00 3.150.000,00 20 315.000,00 141.750,00
108
10
8 Gas Torch 1 unit 100.000,00 100.000,00 3 10.000,00 30.000,00
10
9 Cartridge 1 unit 500.000,00 500.000,00 10 50.000,00 45.000,00
11
0 Cawan Petri Ø 10 cm 15 buah 50.000,00 750.000,00 2 75.000,00 337.500,00
11 Hemocytomete
1 r Asistant 1 unit 1.000.000,00 1.000.000,00 3 100.000,00 300.000,00
11 1mx2
2 Papan tulis m 3 unit 1.100.000,00 3.300.000,00 5 330.000,00 594.000,00
11
3 Kipas angin Sanex 21 unit 150.000,00 3.150.000,00 5 315.000,00 567.000,00
11
4 Galon 20 L 3 unit 60.000,00 180.000,00 5 18.000,00 32.400,00
11 Iwaki 20
5 Tabung reaksi mL 36 buah 9.500,00 342.000,00 2 34.200,00 153.900,00
11 Tabung Gas
6 LPG 3 kg 1 buah 120.000,00 120.000,00 10 12.000,00 10.800,00
11 144.000.000,0
7 Pipa PVC 6 inci 200 m 720.000,00 0 10 14.400.000,00 12.960.000,00
11
8 Pipa PVC 3 inci 180 m 195.000,00 35.100.000,00 10 3.510.000,00 3.159.000,00
11 HP 120-
9 Hi-Blow LL 2 unit 8.300.000,00 16.600.000,00 10 1.660.000,00 1.494.000,00
333.823.900,0 ###########
Total 3.538.239.000 0 #
112
Harga Satuan
No Komponen Kebutuhan Satuan (Rp) Harga Per Bulan (Rp) Harga Per Tahun (Rp)
1 Penyusutan 277.738.237,50
4 Pakan Induk Nereis sp. 69 Kg 60.000,00 4.140.000,00 49.680.000,00
5 Pakan Induk Cumi-cumi 90 Kg 55.000,00 4.950.000,00 59.400.000,00
6 Pakan pelet Vitalis 2.5 81 Kg 50.000,00 4.050.000,00 48.600.000,00
7 Gaji Direktur 1 Orang 15.000.000,00 15.000.000,00 180.000.000,00
8 Gaji Manajer 1 Orang 11.000.000,00 11.000.000,00 132.000.000,00
9 Gaji Kepala unit 5 Orang 7.500.000,00 37.500.000,00 450.000.000,00
10 Gaji Marketing 3 Orang 5.000.000,00 15.000.000,00 180.000.000,00
11 Gaji Staff 24 Orang 2.600.000,00 62.400.000,00 748.800.000,00
12 Gaji Security 2 Orang 2.200.000,00 4.400.000,00 52.800.000,00
13 Biaya perawatan 3.500.000,00 42.000.000,00
14 Biaya Listrik 3.800 kVa 1.115,00 4.237.000,00 50.844.000,00
15 Biaya PBB 400.000.000,00
Total 2.671.862.237,00
113
Umur
Teknis
No Komponen Spesi-fikasi Kebu-tuhan Satuan Harga Satuan Harga Total (tahun) Nilai Sisa Penyusutan
1 Lahan 758000 m2 10.000,00 7.580.000.000,00
2
2 Petak Tambak (m ) 4200 8 unit 336.000.000,00 2.688.000.000,00 15 268.800.000,00 161.280.000,00
2
3 Petak Tambak (m ) 2000 13 unit 260.000.000,00 3.380.000.000,00 15 338.000.000,00 202.800.000,00
2
4 Petak Tambak (m ) 600 2 unit 12.000.000,00 24.000.000,00 15 2.400.000,00 1.440.000,00
2
5 Petak Tambak (m ) 550 3 unit 16.500.000,00 49.500.000,00 15 4.950.000,00 2.970.000,00
2
6 Petak Tambak (m ) 750 5 unit 37.500.000,00 187.500.000,00 15 18.750.000,00 11.250.000,00
Petak Tambak
16 (m2) 700 3 unit 21.000.000,00 63.000.000,00 15 6.300.000,00 3.780.000,00
Kapasitas
34 Timbangan duduk 50 kg 25 unit 145.000,00 3.625.000,00 2 362.500,00 1.631.250,00
Kayu 1,2 m
35 Palet x1m 75 buah 100.000,00 7.500.000,00 5 750.000,00 1.350.000,00
Mitsubishi
36 truk panen Fuso 220 2 unit 645.000.000,00 1.290.000.000,00 15 129.000.000,00 77.400.000,00
Mitsubishi
37 Truk Pakan colt diesel 2 unit 300.000.000,00 600.000.000,00 10 60.000.000,00 54.000.000,00
Honda
38 Motor inventaris Supra Fit 1 unit 10.000.000,00 10.000.000,00 10 1.000.000,00 900.000,00
Isuzu
39 Mobil inventaris Panther 1 unit 165.000.000,00 165.000.000,00 15 16.500.000,00 9.900.000,00
All
American
67 Autoclave 1925x 1 unit 8.800.000,00 8.800.000,00 10 880.000 792.000
68 Oven memmert 1 unit 19.000.000,00 19.000.000,00 10 1.900.000 1.710.000
69 Inkubator Memmert 1 unit 17.000.000,00 17.000.000,00 10 1.700.000 1.530.000
70 Showcase Panasonic 1 buah 1.600.000,00 1.600.000,00 10 160.000 144.000
71 Kulkas Panasonic 1 buah 1.500.000,00 1.500.000,00 10 150.000 135.000
72 Buret 50 ml 3 buah 250.000,00 750.000,00 5 75.000 135.000
73 Statiff dan klem buret 2 buah 210.000,00 420.000,00 5 42.000 75.600
Cummins
100 Genset 1250 kVA 3 unit 2.900.000.000,00 8.700.000.000,00 20 870.000.000 391.500.000
Total 81.338.713.000,00 7.375.871.300,00 5.866.410.450,00
121
No Komponen Kebutuhan Siklus-1 Satuan Harga Satuan Harga siklus-1 Harga Tahun-1
1 Benur 36.378.600 Ekor 45,00 1.637.037.000,00 4.911.111.000,00
2 TCBS 616 gram 3.800,00 2.340.800,00 7.022.400,00
3 Nutrient Agar 196 gram 6.000,00 1.176.000,00 3.528.000,00
4 Aquades 1.000 L 10.000,00 10.000.000,00 210.000.000,00
5 Alkohol 70% 150 L 65.000,00 9.750.000,00 204.750.000,00
6 Kaporit 20.000 Kg 25.000,00 500.000.000,00 1.500.000.000,00
7 Asam Oksalat 10 botol 68.000,00 680.000,00 2.040.000,00
8 H2SO4 10 botol 224.000,00 2.240.000,00 6.720.000,00
9 MR BCG 10 botol 350.000,00 3.500.000,00 10.500.000,00
11 EDTA 10,5 L 64.000,00 672.000,00 2.016.000,00
12 NaOH 10 L 70.000,00 700.000,00 2.100.000,00
13 Morexide 10 botol 1.290.000,00 12.900.000,00 38.700.000,00
14 Test kit Amonia 15 set 1.500.000,00 22.500.000,00 67.500.000,00
15 Test Kit Nitrat 15 set 2.000.000,00 30.000.000,00 90.000.000,00
16 Test Kit Nitrit 15 set 1.115.000,00 16.725.000,00 50.175.000,00
17 test Kit Fosfat 15 set 1.700.000,00 25.500.000,00 76.500.000,00
18 NaCL 700 gram 1.600,00 1.120.000,00 3.360.000,00
19 Pakan RW500 650 Pack 378.000,00 245.700.000,00 737.100.000,00
20 Pakan RW700 700 Pack 380.000,00 266.000.000,00 798.000.000,00
21 Pakan Bintang 581 800 sak 325.000,00 260.000.000,00 780.000.000,00
22 Pakan Bintang 582 700 sak 425.000,00 297.500.000,00 892.500.000,00
23 Pakan Irawan 683 PV 200.373 kg 14.000,00 2.805.221.478,08 8.415.664.434,24
24 Pakan Irawan 683 SP 456.848 kg 15.000,00 6.852.723.677,28 20.558.171.031,84
25 Pakan Irawan 684 S 526.695 kg 17.000,00 8.953.808.962,69 26.861.426.888,06
123
RIWAYAT HIDUP