Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEKNIK KARANTINA IKAN

PENYAKIT INFEKSI DAN NON INFEKSI PADA IKAN

Dosen Pengampu: Nelwida, S.Pt, M. P

DISUSUN OLEH
PSP B. 1

DEA AMELIA E1E019004


RIO FERNANDO PUTRA E1E019019
BENI HARDIANSYAH E1E019025
DESTA HUTAGAOL E1E019028
ARDANIAH E1E019031
AHMAD AFRIADI E1E019033
ADE RAY ANTO SIHOMBING E1E019036
GALUH PUSPA JAYATRI E1E019039
ARMARENTI E1E019042
M. FARHAN AL IQROMI E1E019045
HARLY RAHMA FEBRYANTI E1E019048
TAUFIQ IKHSAN MAULANA E1E019051
DIAH MAULANI SAPUTRI E1E019053

PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Atas segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah” penyakit infeksi dan non-infeki
pada ikan” tepat waktu .

Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada


sumber-sumber yang membantu menyelesaikan makalah ini. Dalam penyusunannya
penulis menyadari akan kekurangan yang ada dan masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karna itu, penulis mengharapkan krtik dan saran yang membangun guna
memperbaiki makalah ini dikemudian hari agar lebih baik dari sebelumnya.

Akhir kata penulis mengharapkan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi siapapun yang membacanya.

Jambi, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3  Tujuan.................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
2.1. Jenis-Jenis Penyakit Infeksi Dan Non Infeksi Pada Ikan Karantina...................3
2.2. Penyebab Penyakit Infeksi Dan Non Infeksi Pada Ikan Karantina...................10
2.3. Penularan Penyakit Infeksi Dan Non Infeksi Pada Ikan Karantina..................14
2.4. Tanda-Tanda Ikan Terserang Penyakit.............................................................15
2.5. Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit Ikan.....................................................15
2.6. Efek Penyakit Infeksi Dan Non Infeksi Pada Ikan Karantina Terhadap Manusia
..................................................................................................................................16
BAB III PENUTUP...................................................................................................17
3.1 Kesimpulan........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha budidaya perikanan dewasa ini telah berkembang dengan pesat.


Perkembangan ini sesuai dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi di
sektor perikanan. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi
perikanan adalah dengan mengembangkan usaha budidaya perikanan baik tawar,
payau maupun air laut dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Seiring dengan peningkatan peran sektor ini dalam pembangunan nasional, efek
negatif yang ditimbulkannya terhadap lingkungan pun semakin meningkat akibat
usaha intensifikasi tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan dan rendahnya
efektifitas upaya pencegahan dan pengendalian. Salah satunya berupa serangan hama
dan penyakit ikan yang menjadi penyebab utama kegagalan dalam usaha budidaya.
Hama dan penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang harus
dihadapi dalam budidaya ikan, dan akibat yang ditimbulkannya biasanya tidak
sedikit. Oleh karena itu penyebaran penyakit ini harus dijaga supaya kerugian yang
timbul bisa diturunkan. Tidak seperti usaha perkebunan atau peternakan dimana
hewan atau tumbuhan lebih mudah dikontrol, hewan akuatik lebih membutuhkan
perhatian khususnya dalam hal penyakit ikan. Jenis – jenis penyakit yang ditemukan
dalam usaha akuakultur sangat beragam. Beberapa diantaranya sedikit atau tidak
diketahui karakteristik inangnya dan banyak yang tidak menunjukkan gejala-gejala
tertentu.
Penyakit ikan merupakan hambatan paling besar dalam usaha akuakultur. Kasus
penyakit ikan tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab saja, akan tetapi merupakan
hasil akhir dari beragam sebab akibat interaksi antara inang, lingkungan perairan, dan
patogen. Dibawah kondisi akuakultur, ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh
terhadap kerentanan inang terhadap penyakit. Faktor lingkungan perairan tidak hanya
mencakup air dan komponen-komponennya akan tetapi juga mencakup manajemen
akukultur yang lain (misalnya penanganan, perlakuan dengan obat-obatan, prosedur
transportasi ikan, dll). Sedangkan faktor patogen mencakup virus, bakteri, parasit, dan
jamur dimana timbulnya penyakit ikan disebabkan oleh spesies tunggal suatu patogen
atau oleh saling interaksi antara pathogen yang berbeda. Penyakit ikan yang
disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, dan jamur disebut penyakit infeksi. Sedangkan
penyakit non infeksi disebabkan oleh lingkungan, nutrisi, dan genetika.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penyakit infeksi dan non infeksi pada ikan karantina?


2. Apa penyebab penyakit dari ikan?

1
3. Bagaimana penularan penyakit ikan?
4. Bagaimana tanda-tanda ikan terserang penyakit?
5. Bagaimana pencegahan dan pengobatan dari ikan yang terserang penyakit?
6. Bagaimana efek infeksi dan non infeksi pada ikan karantina terhadap
manusia?

1.3  Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui semua yang
berkaitan dengan abnormalitas ikan akibat penyakit infeksi dan non-infeksi mulai dari
penybab, penularan, tanda-tanda, pencegahannya, dan efek terhadap manusia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Jenis-Jenis Penyakit Infeksi Dan Non Infeksi Pada Ikan Karantina

Kasus penyakit pada budi daya ikan air tawar di Indonesia sudah terjadi
bersamaan dengan sejarah dimulainya usaha pembudidayaan ikan. Dokumentasi
wabah penyakit ikan, telah dilaporkan pada tahun 1930 (Dactylogyrus cyprinid),
1932 (Ichthyophtirius multifilis), 1951 (Myxobolus sp.), 1970-1974 (Lernaea
cyprinaceae), 1980 (Aeromonas-Pseudomonas), 1992 (Epizootic Ulcerative
Syndrome), 2001 (rapid mass mortality on giant gouramy). Sejak Maret 2002,
pembudidaya ikan mas dan koi di Indonesia menghadapi kasus penyakit yang serius
akibat infeksi Koi Herpes Virus (KHV). Akibat penyakit tersebut, pembudidaya ikan
mas dan koi di Jawa, Bali, Sumbawa, Sumatera, dan Kalimantan Selatan mengalami
kerugian lebih dari 100 milyar rupiah dalam kurun dua tahun. Wabah KHV sangat
sporadis, sehingga dianggap sebagai salah satu penyakit yang paling serius pada budi
daya ikan air tawar di Indonesia (Dana, 2004; Taukhid, 2004).

Abnormalitas adalah keadaan dimana suatu individu mengalami ketidak


normalan baik tubuh atau pun gen dan abnormalitas dapat terjadi akibat penyakit
ataupun dari keturunan. Penyakit infeksi, yaitu penyakit yang disebabkan oleh jasad
penyebab penyakit seperti parasit, bakteri, dan virus. Sementara itu , Penyakit non-
infeksi adalah penyakit yang timbul akibat adanya gangguan faktor yang bukan
patogen. Penyakit noninfeksi tidak menular. Penyakit non-infeksi yang banyak
ditemukan adalah keracunan dan kekurangan gizi. Keracunan dapat disebabkan oleh
pemberian pakan yang berjamur, berkuman dan pencemaran lingkungan perairan.

A. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi, yaitu penyakit yang disebabkan oleh jasad penyebab


penyakit seperti parasit, jamur, bakteri, dan virus.

1. Penyakit yang disebabkan virus, antara lain adalah Infectious Pancreatic


Necrosis (IPN), Viral Haemorrhagic Septicaemia (VHS), Channel Catfish
Virus (CCV), Infectious Haemopotic Necrosis (IHN).
2. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri, antara lain adalah Flexibacter
columnaris, Edwardsiella tarda, Edwardsiela ictalurus, Vibrio anguillarum,
Aeromonas hydrophylla, Aeromonas salmonicida.
3. Penyakit yang disebabkan oleh jamur, antara lain adalah Ichthyoponus sp,
Branchyomycetes sp, Saprolegnia sp dan Achlya sp.
4. Penyakit yang disebabkan oleh parasit. Jenis parasit ada beberapa macam
yaitu endoparasit dan ektoparasit. Yang termasuk kedalam endoparasit antara

3
lain adalah protozoa dan trematoda, sedangkan ectoparasit adalah crustacean.
Penyakit yang disebabkan oleh protozoa antara lain adalah Ichtyopthirius
multifiliis, Myxobolus sp, Trichodina sp, Myxosoma sp, Henneguya sp dan
Thelohanellus sp. Penyakit yang disebabkan oleh trematoda antara lain adalah
Dactylogyrus sp, Gyrodactylus sp dan Clinostomum sp. Penyakit yang
disebabkan oleh crustacean antara lain adalah Argulus sp, Lernea cyprinaceae.

Untuk memahami tentang berbagai jenis penyakit infeksi dan bagaimana para
pembudidaya melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan pada ikan yang
terserang penyakit, maka harus dipahami terlebih dahulu tentang morfologi dari
macam-macam penyakit tersebut. Oleh karena itu dalam penjelasan berikut akan
diuraikan tentang biologi dan morfologi dari berbagai jenis penyakit yang biasa
menyerang ikan budidaya.  

Pengobatan jamur, Ikan yang terserang penyakit ini tubuhnya ditumbuhi


sekumpulan benang halus seperti kapas dan dapat menyerang telur sehingga
menghambat pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ikan yang
disebabkan oleh jamur dapat diobati dengan tiga cara, yaitu direndam larutan kalium
permanganate, larutan garam dapur, dan larutan malachite green. Ikan direndam
dalam larutan kalium permanganate 1 gram per 100 liter, selama 60 – 90 menit. Ikan
direndam dalam larutan garam dapur (10 gram per liter) selama 1 menit. Sedangkan
untuk mengobati penyakit ikan dengan malachite green, sebelumnya dibuat larutan
baku (1 mg serbuk dilarutkan dalam 450 ml air). Untuk merendam ikan, 1–2 ml
larutan baku itu dilarutkan (diencerkan) dalam 1 liter air, untuk dipakai merendam
ikan selama 1 jam. Pengobatan diulang sampai tiga hari berturut-turut. Selain itu juga
dapat dilakukan dengan perendaman selama 24 jam tetapi dosisnya dikurangi menjadi
0,15 – 0,70 ppm. Dapat juga menggunakan formalin 100 – 200 ppm selama 1 – 3 jam
dan perendaman dengan larutan garam dapur (NaCl) 20 ppm selama 1 jam.
Pengobatan bakteri,Ikan yang terserang penyakit ini akan bergerak lambat,
bernafas megap-megap di permukaan air, warna insang pucat dan warna tubuh
berubah gelap. Juga terdapat bercak-bercak merah pada bagian luar tubuhnya dan
kerusakan pada insang dan kulit.  

Pengobatan Trematoda, Pada ikan budidaya salah satu jenis parasit dari
kelompok Trematoda yaitu Dactylogyrus dan Gyrodactylus biasa menyerang ikan
pada bagian insang dan kulit. Insang yang dirusaknya akan menjadi luka dan
menimbulkan pendarahan yang akan mengakibatkan terganggunya pernafasan ikan.
Pengobatan yang dapat dilakukan dengan metode perendaman dalam larutan formalin
teknis (formalin 40%) sebanyak 250 ml dalam 1 m3 selama 15 menit atau dengan
larutan Methylene Blue 3 ppm selama 24 jam dan larutan Malachite Green 2 – 3 ppm
selama 30 – 60 menit.

4
A. Parasit

Parasit merupakan organisme bersel satu (protozoa) seperti sporozoa, ciliata,


flagellata, crustacea, dan helminth. 

B. Jamur

Prinsipnya adalah ikan dapat terserang jamur bila ikan tersebut kurang
mendapat penanganan yang kurang sempurna. Selain penanganan yang kurang
sempurna tersebut dapat juga disebabkan karena air yang mengandung bahan kimia
yang dapat menyebabkan terkikisnya lendir dan kulit ikan ( iritasi ) dan akhirnya
menyebabkan luka. Bisa juga disebabkan karena perubahan suhu air atau sifat air
yang mendadak. Biasanya ikan yang barudiangkut dari suatu tempat akan banyak
terinfeksi penyakit ini. Ikan yang pada saat mendekati kematangan kelamin juga
mudah terinfeksi oleh jamur. Hal ini kemungkinan besar karena pengaruh hormonal.

C. Bakteri

Penyakit akibat infeksi telah banyak dilaporkan menginfeksi ikan terlebih-


lebih apabila ikan tersebut dibudidayakan pada tempat yang menggunakan sumber air
dari perairan yang kaya akan bahan organik. Karena sifat bakteri akan lebih subur
pertumbuhannya pada tempat bahan organik tinggi.

Secara umum, gejala akibat infeksi bakteri pada ikan dapat dibedakan menjadi empat
macam, yakni :

 Peracute, ikan menglamai kematian tanpa gejala yang jelas.


 Acute, ikan yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis terutama pendarahan
(haemorrhage) pada insang, anus, organ dalam, pangkal sirip,, gembung perut,
dan lain-lain.
 Sub-acute, ikan yang terinfeksi mengalami gejala agak ringan seperti luka.
 Chronic, ikan yang terinfeksi mengalami gejala : pada bagian eksternal
umunya dijumpai borok, sedangkan pada bagian internal seperti
infeksi Mycobacterium dapat dijumpai bintil-bintil kecil berwarna putih yang
sering disebut dengan tubercle/granuloma.

D. Virus

Penyakit akibat infeksi virus telah banyak dilaporkan menginfeksi ikan


terlebih-lebih apabila ikan tersebut dibudidayakan pada tempat yang menggunakan
sumber air dari perairan yang kaya akan bahan organik. Biasanya insidensi penyakit
virus berkaitan erat dengan perubahan suhu air.

5
B. Penyakit Non-Infeksi

Gejala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan. Biasanya ikan
yang mengalami keracunan terlihat lemah dan berenang tidak normal dipermukaan
air. Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik kemudian mati. Penyakit
karena kurang gizi, ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang
dengan ukuran tubuh. Ikan juga akan terlihat kurang lincah.

Untuk mencegah terjadinya keracunan, pakan harus diberikan secara selektif


dan lingkungan dijaga agar tetap bersih. Bila tingkat keracunan tidak terlalu parah
atau masih dalam taraf dini, ikan-ikan yang stress dan berenang tidak normal harus
segera diangkat dan ditempatkan pada wadah yang berisi air bersih, segar dan
dilengkapi dengan suplai oksigen. Untuk mencegah kekurangan gizi, pemberian
pakan harus terjadwal dan jumlahnya cukup. Pakan yang diberikan harus dipastikan
mengandung kadar protein tinggi yang dilengkapi lemak, vitamin A, mineral. Selain
itu, kualitas air tetap dijaga agar selalu mengalir lancar dan parameter kimia maupun
biologi mencukupi standar budidaya.

a. Akibat Lingkungan

Penyakit akibat lingkungan pada ikan masih sering terjadi. Penyakit ini
berdasarkan pada penyebabnya dibedakan menjadi 2 golongan yaitu yang disebabkan
oleh faktor abiotik dan biotik.

1. Faktor Abiotik

a. Suhu/temperatur
Selain suhu yang tinggi pada daerah tropis, masalah yang sering
ditemukan adalah masalah perubahan suhu yang terlalu ekstrim akibat
pengaruh musim, misalnya musim kemarau. Suhu rendah akan menyebabkan
kecepatan metabolisme turun sehingga nafsu makan ikan jadi menurun. Suhu
dingin dibawah suhu optimum akan berpengaruh pada penekanan kekebalan
pada ikan. Suhu optimum tersebut akan berbeda bagi masing-masing jenis
ikan hias.

b. Cahaya dan Kelarutan Oksigen


Cahaya diperlukan untuk proses fotosintesis dan fotosintesis akan
meningkatkan kelarutan oksigen di dalam sistem akuatik. Banyak faktor yang
berpengaruh dalam proses ini akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen
di dalam air.

6
CO2 + 2 H2X ———– tenaga cahaya ———– [CH2O] + H2O + 2X
6CO2 + 6H2O ———– tenaga cahaya ———– C6H12O6 + 6O2
Tahap kebutuhan oksigen terlarut untuk ikan adalah antara 4 – 10 ppm. Ikan
dapat hidup di bawah 4 ppm, tetapi kadar oksigen yang rendah akan
mempengaruhi kadar tumbuh besar ikan secara keseluruhan.

c. pH
pH air yang dibutuhkan oleh ikan akan bervariasi tergantung pada
jenis ikan tersebut. Pada umunya ikan akan toleran terhadap range pH
tertentu, misalnya untuk ikan hias jenis Koi dan koki range pH nya antara 6,2
sampai 9,2. pH air yang ekstrim dibawah atau diatas pH optimum akan
mengakibatkan gangguan pada keshatan ikan. pH optimum akan bervariasi
tergantung pada jenis ikan. Efek langsung dari pH rendah dan pH yang terlalu
tinggi adalah berupa kerusakan sel epitel, baik kulit maupun insang, hal ini
akan mengganggu pada proses penyerapan oksigen terutama bagi ikan yang
bernafas dengan menggunakan insang.

d. Kesadahan
Kesadahan pada lingkungan pembudidaya ikan hias dikenal dengan
istilah air lunak dan air keras. Nilai kesadahan air pada air biasanya ditentukan
dengan kandungan kalsium karbonat atau magnesium. Tingkatan nilai
kesadahan untuk air dapat dibedakan menjadi air yang lunak (kesadahan
rendah), air yang sedang, dan air yang keras atau kesadahan tinggi dan sangta
keras. Tiap jenis ikan terutama ikan hias memerlukan kesadahan air yang
tidak sama. Ikan neon tetra misalnya memerlukan kesadahan air yang rendah
apabila dibandingkan dengan ikan hias dari golongan siklid.

Kandungan kalsium Nilai kesadahan


Tingkat kesadahan
karbonat (dCHo)
Lunak (rendah) 0 – 50 0 – 3,5

Sedang 50 – 150 3,5 – 10

Keras (tinggi) 150 – 100 10,5 – 21

Sangat keras > 300 > 21

e. Bahan cemaran
Bahan cemaran biasanya berasal dari sumber air yang digunakan pada
suatu usaha budidaya ikan terutama, yang menggunakan sumber air dari
sungai atau perairan umum lainnya.

7
Cemaran bisa berasal dari   limbah domestik maupun limbah industri.
Bahan cemaran dapat berupa bahan beracun dan logam berat. Bahan cemaran
tersebut secara langsung dapat mematikan atau bisa juga melemahkan ikan.
Pada cemaran konsentrasi rendah yang berlangsung dalam jangka waktu yang
lama akan menimbulkan efek yang tidak mematikan ikan tetapi mengganggu
proses kehidupan ikan (sublethal) hal ini akan mengganggu kesehatan ikan.
Pada kondisi demikian ikan akan mudah terinfeksi oleh segala macam
penyakit-penyakit misalnya penyakit akibat infeksi jamur dan bakteri.

2. Faktor Biotik

Algae yang menutupi permukaan air akan mengganggu proses pernafasan


ikan. Sedangkan algae yang tumbuh dalam air akan berpengaruh pada pergerakan
ikan. Ikan akan terperangkap pada algae tersebut. Selain itu algae sel tunggal yang
berupa filament akan masuk kedalam lembar insang dan akan mengganggu pada
proses pernafasan ikan, sehingga ikan lama kelamaan akan mengalami kekurangan
oksigen.

Beberapa algae yang biasanya tumbuh berlebih (blooming) akan berpengaruh


pada pengurangan kandungan oksigen dalam air baik dari aktivitas fotosintesa
terutama pada waktu malam hari. Akibat dari aktivitas pembusukan algae akan
menimbulkan bahan beracun seperti amoniak. Selain itu beberapa algae akan bersifat
racun bagi ikan misalnya dari jenis Mycrocystis aeruginosa.

3. Faktor Penanganan (Handling)

Beberapa faktor penanganan ikan perlu diperhatikan adalah: pemberian pakan


yang tidak seimbang, penanganan ikan secara kasar dan jumlah padat tebar terlalu
tinggi. Pemberian pakan yang tidak seimbang. Pemberian pakan secara berlebihan
perlu dihindari, karena pakan yang berlebih akan jatuh ke dasar perairan menjadi
substrat pertumbuhan bakteri. Selain dari itu, bahan organik menyebabkan proses
perombakan dan selanjutnya akan meningkatkan persaingan terhadap penggunaan
oksigen.

 Penanganan ikan secara kasar

Pada saat ikan dijadikan sampel pemeriksaan penyakit, tindakan penanganan


ikan secara kasar dapat menyebabkan cidera pada ikan. Masalah penyakit
akibat bakteri dan jamur merupakan masalah utama yang sering dihadapi
akibat penanganan ikan secara kasar.

8
 Jumlah padat tebar terlalu tinggi

Kepadatan ikan yang terlalu tinggi menyebabkan ikan saling berebut oksigen.
Kekurangan oksigen akan menyebabkan ikan stres dan daya tahan tubuhnya
menurun sehingga mudah dihinggapi penyakit. Bagi ikan berduri, badannya
akan mudah mendapat luka sehingga penyakit akan mudah menular dari satu
ikan ke ikan lainnya. Kondisi padat juga akan menyebabkan terjadi ‘krisis
sosial’ di mana ikan yang besar akan mendominasi ikan kecil, akibatnya
proses tumbuhbesar ikan akan terhambat sehingga ukuran ikan menjadi tidak
seragam.

b.  Penyakit Nutrisi

Pakan ikan harus mengandung cukup protein karena protein yang dibutuhkan
oleh ikan relatif tinggi. Kekurangan protein akan menurunkan daya tahan tubuh ikan
terhadap penyakit. Selain itu pertumbuhan juga terganggu.  Kekurangan vitamin pada
ikan juga mengakibatkan kelainan2 pada tubuh ikan, baik kelainan bentuk tubuh atau
kelainan fungsi fisiologi.

Kekurangan vitamin pada ikan mengakibatkan kelainan-kelainan pada tubuh ikan


baik kelainan bentuk tubuh ataupun kelainan fungsi faal (fisiologi). Contohnya:

1. Kekurangan vitamin A mengakibatkan pada pertumbuhan yang lambat,


kornea mata menjadi lunak, mata menonjol dan mengakibatkan kebutaan,
pendarahan pada kulit dan ginjal.
2. Ikan yang kekurangan vitamin B1 (Thiamin) menunjukkan gejala : ikan lemah
dan kehilangan nafsu makan, timbulnya pendarahan atau penyumbatan
pembuluh darah, abnormalitas gerakan seperti kehilangan keseimbangan, dan
warna kulit ikan menjadi pucat.
3. Kekurangan vitamin B2 (Riboflavin) menunjukkan gejala: mata ikan keruh
dan pendarahan pada okuler mata, akibatnya ikan lama kelamaan akan
mengalami kebutaan, kulit berwarna gelap, nafsu makan hilang, pertumbuhan
lamban dan timbulnya pendarahan pada kulit dan sirip.
4. Ikan yang mengalami kekurangan vitamin B6 (Pyridoxine) akan
menyebabkan frekuensi pernafasan meningkat, ikan kehilangan nafsu makan,
ikan lama kelamaan akan mengalami kekurangan darah.
5. Vitamin C sangat berperan di dalam pembentukan kekebalan tubuh, karena itu
kekurangan vitamin C yang berlangsung dalam periode lama akan
mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh. Kekurangan vitamin C pada
ikan akan menunjukkan gejala ikan berwarna lebih gelap, pendarahan terjadi
pada kulit, hati dan ginjal. Kekurangan vitamin C juga akan menyebabkan

9
terjadinya kelainan pada tulang belakang yaitu bengkok arah samping
(Scoliosis) dan bengkok arah atas dan bawah (Lordosis). Pada tabel dibawah
ini dapat dilihat beberapa contoh kelainan pada tubuh ikan akibat dari
kekurangan nutrisi tertentu.

c. Genetik

Perkawinan kekerabatan pada ikan dapat menimbulkan masalah pada


penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi suatu penyakit. Hal ini disebabkan
karena miskinnya variasi genetik dalam tubuh ikan itu sendiri. Kelainan lain yang
ditimbulkan karena perkawinan kekerabatan yaitu tutup insang tidak bisa tertutup
dengan sempurna, sehingga hal tersebut akan mengganggu proses pernafasan ikan,
lama kelamaan ikan mengalami kekurangan darah akibat rusaknya sistem pembuat
darah karena minimnya oksigen yang dipasok pada jaringan pembuat darah.

2.2. Penyebab Penyakit Infeksi Dan Non Infeksi Pada Ikan Karantina

Berdasarkan penyebabnya, penyakit pada ikan dapat dibedakan menjadi dua,


yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Penyakit infeksi merupakan penyakit
yang disebabkan oleh infeksi patogen ke dalam tubuh inang. Patogen penyebab
penyakit pada ikan dapat berupa virus, bakteri, parasit dan jamur. Sedangkan
penyakit non-infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh selain infeksi
patogen, misalnya menurunan kualitas lingkungan, kekurangan pajan (malnutrisi),
dan cacat secara genetik. Menurut Suwarsito dan Mustafidah (2011), penyakit ikan
dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi (oleh bakteri, virus, parasit, dan jamur)
dan penyakit non-infeksi (stres, tumor, gangguan gizi, pakan, dan traumatik).

Pada pengamatan luar tubuh ikan nila terdapat bintik putih pada tubuh ikan,
berbentuk lurus, nafas terengah-engah, warna lebih gelap, dan terdapat luka pada
kulit dan mulut. Tanda-tanda tersebut berarti ikan dalam keadaan sakit. Bintik putih
pada ikan disebabkan karena serangan Ichthyophthirius multifiliis atau disebut juga
dengan white spot. Sedangkan pada organ dalam tubuh tidak ada perubahan apapun.
Pada insang ikan ditemukan bakteri Aeromonas hydrophila setelah dilakukan
pengamatan di bawah mikroskop. Selain itu, ditemukan juga penyakit Trichodina
pada lendir ekor ikan.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelompok kami, ditemukan 4


macam parasit pada ikan, antara lain:

1. Trichodina sp. pada lendir ekor ikan

10
Spesies Trichodina yang ditemukan pada ikan nila (Oreochromis nilotius)
adalah pada lendir ekor ikan. Identifikasi T. reticulata sangat mudah dilakukan karena
spesies ini mudah ditemukan di bagian lendir dari permukaan tubuh seperti sirip dan
kulit tetapi jarang ditemukan pada bagian insang. Ciri khusus lainnya sehingga
spesies ini mudah dikenali adalah terdapat beberapa sel seperti struktur melingkar
atau persegi di pusat dari adhesive disk (Windarto, et al., 2013). Trichodinid adalah
salah satu protozoa ektoparasit penting yang biasanya ditemukan pada insang, kulit
dan sirip ikan yang digambarkan seperti bentuk piala dengan lapisan silia
homosentrik dan lingkaran koordinasi dentikel sitoskeletal (Deb, et al., 2015).

Terdapat luka pada kulit ikan yang terserang Trichodina sp., dan produksi
lendir berlebihan. Infeksi berat juga dapat menyebabkan anoreksia dan lemah. Nafsu
makan ikan menurun, dan pada tubuh sering terjadi pendarahan yang dapat
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur (Fidyandini, et al., 2012). Pada
cakram Trichodina terdapat kait yang melekat kuat sehingga mengakibatkan ikan
yang terserang mengalami gatal-gatal sehingga ikan akan menggosok-gosokkan
badan ke dasar kolam atau pinggir kolam, sehingga dapat menyebabkan luka. Ikan
yang terserang juga akan menjadi lemah dengan warna tubuh yang kusam dan pucat
(tidak cerah), produksi lendir yang berlebihan dan nafsu makan ikan turun sehingga
ikan menjadi kurus.

Pencegahan dan pengobatan penyakit parasit Trichodina sp. pada ikan selama
ini menggunakan bahan kimia dan antibiotik seperti NaCl, formalin dan CuSO4.
Penggunaan antibiotik dan bahan kimia secara terus menerus dapat menimbulkan
efek samping pada ikan dan lingkungannya. Dibutuhkan alternatif lain untuk
mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan bahan alami. daun api-api (A.
marina) digunakan sebagai antibakteri karena pada daun ini mengandung beberapa
senyawa polar yang mampu mengendalikan perkembangan Trichodina sp. Senyawa
polar tersebut yaitu saponin, flavonoid dan tannin yang dapat bekerja sebagai
antimikroba dengan cara merusak membran sitoplasma dan membunuh sel epidermis
(Afifah, et al., 2014).

2. Ichthyophthirius multifiliis pada permukaan tubuh


Ichthyophthirius multifiliis (Ich) adalah parasit yang menginfeksi ikan air
tawar di seluruh dunia menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar di
perusahaan budidaya (Jorgensen, et al., 2011). Ichthyophthirius multifiliis Fouquet,
1876, adalah patogen protozoa global yang signifikan ikan air tawar baik dalam
lingkungan air dingin dan air hangat. I.multifilis telah secara langsung, siklus
hidupnya tergantung pada suhu yang ditandai oleh tahap parasit (trophont) yang
memakan jaringan epitel (kulit, sirip dan insang) dan bertanggung jawab untuk
ketidakseimbangan osmoregulasi, infeksi sekunder dan mortalitas selama proses

11
infeksi tinggi (Picon-Camacho, et al., 2012). Parasit ini memilki distribusi di seluruh
dunia dan menginfeksi ikan air tawar pada tahap pertumbuhan yang berbeda, dari
remaja ke calon indukan (Xu, et al., 2005).

I. multifilis merupakan parasit yang memakan sel-sel darah. Ikan yang


terinfestasi I. multifilis menunjukkan adanya perubahan jumlah leukosit (sel darah
putih). Komponen leukosit yang berhubungan dengan infeksi parasit yaitu eosinofil
sehingga dengan meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit. Infestasi
parasit juga dapat memacu peningkatan eosinofil. Jumlah monosit akan meningkat
jika ada substansi asing pada jaringan atau sirkulasi darah dan neutrofil bersifat
fagosit yang dapat bermigrasi kejaringan lain untuk memakan bakteri (Mahasri, et al.,
2011).

Pada seluruh permukaan tubuh ikan terdapat bercak-bercak putih yang


menandakan bahwa ikan terserang penyakit Ichthyophthirius multifiliis. Tanda
penyakit ini adalah bercak-bercak putih di sekitar sirip dan badan ikan, berukuran
kurang dari 1 mm. Gejala yang tampak selain bercak putih adalah lemas sehingga
mudah terkena infeksi sekunder. Penyebab bercak/bintik putih ini adalah ciliata kecil
(sering disebut Lehthyoplithitius, yakni parasit yang memiliki rambut getar/cilia)
yang berenang-renang di kolam ikan untuk mencari inang. Jika telah menemukan
inang, mereka akan mengubur diri ke dalam lapisan epidermis dimana mereka bisa
memperoleh makanan untuk sel-sel tubuh mereka. Jika tidak segera menemukan
inang dalam waktu 24 jam, mereka akan mati (Zhang, et al., 2004).

Pengobatan penyakit ini yaitu dengan cara:

 Perendaman dalam larutan garam dapur pada


konsentrasi 500-10.000 ppm (tergantung jenis dan umur ikan) selama 24 jam,
dilakukan pengulangan setiap 2 hari.
 Perendaman dalam larutan Kalium Permanganate (PK) pada dosis 4 ppm
selama 12 jam, dilakukan pengulangan setiap 2 hari.
 Perendaman dalam larutan Acriflavin pada dosis 10-15 ppm selama 15 menit,
dilakukan pengulangan setiap 2 hari.

3. Streptococcus sp. pada lendir sirip ikan


Pada lendir sirip ikan terdapat Streptococcus sp. Infeksi Streptococcus,
merupakan masalah penyakityang akhir-akhir ini paling sering dijumpai sebagai
konsekuensi intemsifikasi pada budidaya perikanan, sehingga menimbulkan kerugian
ekonomi yang diperkirakan lebih dari US$ 100 juta per tahun. Ikan nila (Oreochromis
niloticus) adalah inang spesifik untuk Streptococcosis. Apalagi perkembangan
budidaya ikan nila di Indonesia makin pesar ditunjang dengan pencanangan Menteri
Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Indonesia Bersatu II yang mengkatagorikan

12
ikan nila masuk dalam unggulan produk perikanan selain rumput laut, udang windu,
kerapu, dan catfish (Lusiastuti, et al., 2010).

Pada jurnal Supriyadi dan Gardenia (2010) menyatakan ikan nila sampel
menunjukkan gejala ikan kurus, warna kehitam-hitaman, mata menonjol berwarna
putih. Dari hasil autopsi diperoleh gejala hati ikan berwarna pucat dan bertekstur
rapuh. Menurut Lusiastuti, et al. (2010), infeksi Streptococcus agalactiae lebih
bersifat akut yang menyebabkan kematian 100% ikan nila dalam waktu kurang lebih
satu minggu dalam uji coba penelitian yang sedang berlangsung. Frekuensi kejadian
biasanya terjadi sepanjang tahun terutama terjadi pada saat suhu air turun. Selain
penyakit dengan gejala tersebut, penyakit lain yang sering terdapat adalah penyakit
akibat infeksi jamur yang terjadi terutama pada saat pasca angkut (Supriyadi dan
Gardenia, 2010).

Infeksi bakteri Streptococcus ditangani dengan penggunaan antibiotik untuk


melawan bakteri. Penggunaan antibiotik dapat melalui oral/mulut, atau suntikan.
Antibiotik diberikan harus dengan teratur dan tepat dosisnya. Bila gejala yang timbul
cukup berat maka diperlukan perawatan di rumah sakit. Obat-obatan lain yang umum
digunakan yaitu obat pendamping, seperti anti demam, anti nyeri, dan lainnya.

4. Aeromonas hydrophila pada insang


Aeromonas hydrophila merupakan endemik bakteri ptogen yang
menyebabkan pendarahan motil dan ulserasi saat ikan stres. A.hydrohila tersebar luas
dan sulit untuk mengontrol dan mengobati karena tidak ada obat yang efektif atau
vaksin. Penyakit Aeromoniasis disebabkan oleh infeksi A. hydrophila merupakan
masalah di seluruh dunia yang mempengaruhi bayak spesies ikan (Robinson, et al.,
2014).

Menurut Wahjuningrum, et al. (2013), setelah uji tantang dengan bakteri A.


hydrophila, benih mengalami gejala klinis seperti kulit kemerahan, berenang tidak
beraturan, dan adanya kerusakan pada sirip. Namun, tidak semua benih mengalami
sakit dan gejala klinis saat terjadi serangan patogen. Beragam faktor mempengaruhi
masing-masing individu dalam menanggapi suatu patogen. Patogen harus dapat
menembus sistem imun benih untuk dapat menimbulkan penyakit. Daya tahan alami
benih memungkinkan setiap individu menjadi terbebas dari serangan patogen.
Masing-masing individu memiliki daya tahan yang berbeda, hal ini ditentukan dari
umur, jenis kelamin, status nutrisi, dan stres. A. hydrophyla banyak ditemukan pada
luka infeksi, hati, dan ginjal.

Pengobatan yang selama ini banyak dilakukan adalah dengan pemberian


antibiotik. Namun, penggunaan antibiotik pada skala besar kurang efisien, karena
selain tidak ekonomis, dampak yang ditimbulkannya adalah bertambahnya jenis

13
bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan dapat mencemari lingkungan (Mariyono
dan Sundana, 2002). Salah satu cara pengobatan alternatif yang efektif adalah
menggunakan fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan obat alamiah yang berasal dari
tumbuhan, bahan bakunya telah mengalami standarisasi, memenuhi syarat baku yang
resmi, telah dilakukan penelitian ilmiah mengenai bahan baku serta kegunaan dan
khasiatnya jelas seperti resep dokter. Berdasarkan hasil penelitian Ayuningtyas
(2009), ekstrak daun meniran 5 ppt dan bawang putih 20 ppt dapat menghambat
pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada ikan lele dumbo dengan metode injeksi.

2.3. Penularan Penyakit Infeksi Dan Non Infeksi Pada Ikan Karantina

Penyakit adalah salah satu faktor penyebab kegagalan dan menghambat


perkembangan subsektor budidaya. Penyakit pada komoditas perikanan timbul
sebagai akibat dari adanya interaksi inang atau organisme yang dibudidaya serta
kondisi fisika dan kimia yang tidak seimbang di dalam lingkungan perairan.
Ketidakseimbangan faktor-faktor fisika dan kimia perairan dapat mengakibatkan
terjadinya penyakit non infeksi, sedangkan ketidakseimbangan faktor biologi
khususnya melimpahnya organisme patogen dapat menyebabkan penyakit infeksi
yang bisa terjadi transmisi penularan antara satu organisme inang dengan lainnya.
Penyakit yang menyerang ikan dapat terjadi secara kronis dimana infeksi terjadi
dalam waktu yang relatif lama dengan tingkat efek serangan relatif kecil. Penyakit
pada ikan juga dapat terjadi secara akut dalam waktu yang singkat, tetapi dampak
yang ditimbulkannya sangat besar dan massif. Oleh karenanya, gejala klinis awal
perlu segera dicermati agar dapat diambil tingakan pencegahan maupun pengobatan
sehingga tidak terjadi kerugian yang sangat besar.

Penyakit yang menyerang organisme, termasuk ikan terjadi melalui proses


hubungan dengan beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, kondisi inang, dan adanya
organisme maupun mikroorganisme patogen. Hal ini berarti juga bahwa penyakit
dapat terjadi manakala adanya interaksi yang tidak seimbang antara faktor biotik
(organisme maupun mikroorganisme) dan faktor abiotik (non biologi atau
lingkungan) di dalam suatu ekosistem dimana ikan tersebut berada. Penyakit yang
melibatkan mikroorganisme dan parasit lebih dikenal dengan istilah penyakit infeksi
(infectious disease) serta penyakit yang disebabkan oleh selain organisme infeksi,
misalnya faktor fisika kimia perairan, stress, dan sebagainya dikenal dengan istilah
penyakit non infeksi (non infectious disease). Keterkaitan interaksi ketiga kompenen
tersebut dalam kondisi yang tidak ideal, tidak seimbang, dan melebihi ambang batas
kenormalan dapat menyebabkan penyakit.

Beberapa agen infeksius (patogen), seperti jamur, parasit, virus, maupun


bakteri memberi konstribusi terhadap terkendalanya perkembangan subsektor

14
budidaya perikanan. Sakit bahkan kematian yang dialami ikan dapat berlangsung
secara akut hingga kronis. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit yang bahkan mengarah pada kematian.

2.4. Tanda-Tanda Ikan Terserang Penyakit

Tanda-tanda awal ikan terserang penyakit bisa dengan mengamati tingkah


lakunya: biasanya nafsu makan menurun, produksi lendir berlebih, warna tubuh
berubah, ikan menyendiri atau terpisah dari kelompoknya, menggosokkan tubuhnya
pada jaring atau pada dinding bak, berenang tidak normal sepeti mengambang di
permukaan, gerak renang tidak terkontrol, atau diam di dasar.

Lebih lanjut akan terlihat gejala klinis seperti kemerahan di pangkal sirip,
bagian bawah operculum, dan bagian tubuh lainnya serta adanya luka. Jenis penyakit
parasitik yang paling sering dijumpai adalah dari kelompok trematoda insang yaitu
(Diplectanum spp., Haliotrema spp. dan Pseudorhabdosynochus spp.); trematoda kulit
(Benedenia sp. dan Neobenedenia sp.) dan Protozoa (Cryptocaryon irritans,
Amyloodinium ocellatum. dan Trichodina spp.).

Untuk penyakit bakterial, jenis yang paling umum menginfeksi adalah


kelompok bakteri Gram negatif dari jenis Vibrio so. Seperti yang dipaparkan oleh
Koordinator Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung, Ir. Julinasari Dewi, di BBPBL Lampung. Vibriovulnificus, V.
alginolyticus dan V. fluvialis merupakan kelompok bakteri Vibrio yang paling sering
menginfeksi ikan budidaya, sedangkan untuk penyakit virus,VNN (Viral Nervous
Necrotic) dan Iridovirus yang mendominasi.

2.5. Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit Ikan

Usaha Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Ikan :


1. Dilakukan pengeringan kolam sebelum ditebari ikan.
2. Sebelum dasar kolam kering taburkanlah kapur secara merata dengan dosis
100 gram/m2. Baru kemudian air dialirkan kembali dan dibiarkan selama 15
hari
3. Untuk pemeliharaan ikan dalam bak-bak kecil dapat digunakan Kalium
permanganate dengan dosis 1gram per 100 liter
4. Jangan memasukkan/mendatangkan ikan dari daerah yang terkena wabah
5. Pisahkan ikan yang sakit dengan ikan yang sehat, bila ikan-ikan Nampak telah
parah sebaiknya dimusnahkan

15
6. Air bekas membawa ikan dan sisa-sisa ikan yang sakit jangan dibuang
dikolam atau di aliran air, buanglah ke lubang tanah
7. Kolam yang telah terkena penyakit hatus di dekontaminasi dengan jalan
dikeringkan dan pengapuran dengan dosis 200 gram permeter persegi
selamasatu minggu
8. Alat-alat penampungan dan penangkapan dijaga kebersihannya supaya tidak
terkontaminasi dan sewaktu-waktu dicuci dengan larutan kalium
permanganate 20ppm atau dengan kaporit 0,5ppm
9. Tingkatkanlah gizi makanan ikan yang akan menambah daya tahan tubuh ikan
10. Gunakan bibit unggul yang memiliki dya tahan tinggi terhadap penyakit
11. Karantina ikan. Karantina ikan mutlak dan perlu dilakukan oleh peternak ikan
bila akan menerima atau mengirimkan ikan dari atau ke tempat lain. Tindakan
ini untuk mencegah timbulnya / masuknya bibit penyakit ikan dan mencegah
penyebaran penyakit ikan.

2.6. Efek Penyakit Infeksi Dan Non Infeksi Pada Ikan Karantina Terhadap Manusia

Zoonosis adalah infeksi penyakit ikan terhadap manusia akibat kesalahan


manajem dan penanganan ikan maupun produk olahannya.

Patogen ikan menyebabkan penyakit pada banyak spesies ikan air tawar dan
laut. Namun, relatif sedikit patogen ikan yang diketahui bersifat zoonosis atau
menyebabkan penyakit pada manusia. Penularan penyakit zoonosis dari hewan
terutama melalui kontak langsung, kontak langsung dengan vector dan media yang
terkontaminasi, konsumsi oral atau inhalasi aerosol.

Beberapa bakteri patogen diantara potensi zoonosis dapat ditemukan dalam


hubungan dengan hewan air. Aeromonas spp ; misalnya lebih sering dikaitkan dengan
spesies air tawar sedangkan Vibrio spp. Umumnya terkait dengan spesies laut dari
organisme akuatik. Cacing terpenting yang didapat manusia dari ikan adalah cacing
herring (spesies Anisakis) atau cacing cod (Pseudoterranova decipiens),
Diphyllobothrium latum, Paragonimus westermani, cacing hati (Clonorchis sinesis
dan Opistorchis viverrini), cacing usus (family Heterophyidae dan Eterophyidae),
Angiostrongylus cantonensis, Spirometra erinacei-europaei (cacing pita) dan
Gnathostoma spp. (Nematoda). Semua parasit yang disebutkan diatas dikaitkan
dengan faktor social budaya dan perilaku, khususnya konsumsi makanan laut mentah
atau setengah matang, sedangkan resiko manusia tertular infeksi patogen ikan pada
umumnya rendah. Ada beberapa kasus berakibat fatal, seperti kelumpuhan bahkan
kematian. Kesadaran terhadap potensi risiko penting bagi pengelola perikanan,
pemancing, dan nelayan komersial.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Abnormalitas adalah keadaan dimana suatu individu mengalami ketidak


normalan baik tubuh atau pun gen dan abnormalitas dapat terjadi akibat penyakit
ataupun dari keturunan. Penyakit infeksi, yaitu penyakit yang disebabkan oleh jasad
penyebab penyakit seperti parasit, bakteri, dan virus. Sementara itu , penyakit non-
infeksi adalah penyakit yang timbul akibat adanya gangguan faktor yang bukan
patogen. Penyakit noninfeksi tidak menular. Penyakit non-infeksi yang banyak
ditemukan adalah keracunan dan kekurangan gizi. Keracunan dapat disebabkan oleh
pemberian pakan yang berjamur, berkuman dan pencemaran lingkungan perairan.

Penyakit adalah salah satu faktor penyebab kegagalan dan menghambat


perkembangan subsektor budidaya. Penyakit pada komoditas perikanan timbul
sebagai akibat dari adanya interaksi inang atau organisme yang dibudidaya serta
kondisi fisika dan kimia yang tidak seimbang di dalam lingkungan perairan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Afriantono, E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.
Kanisius, Yogyakarta.

Dailami. D, A.S. 2002. Agar Ikan Sehat. Swadaya. Jakarta.

Deswan, Rudi. 2013. Hama dan Penyakit Abnormalitas Ikan Akibat Penyakit Infeksi
dan Non Infeksi. Lampung: Politeknik Negeri Lampung

Lesmana, Darti. S, 2003. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Ikan Hias. Penebar
Swadaya.

Mardian. 2010. Tanda-tanda ikan yang terserang penyait. Erlangga: Jakarta

Niputudk. 2016. Penyakit Non Infeksi pada Ikan.


(https://ndkbluefin.wordpress.com/2016/04/12/penyakit-non-infeksi-pada-
ikan/)

18

Anda mungkin juga menyukai