Anda di halaman 1dari 28

PENCEGAHAN PENYAKIT PADA IKAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Kesehatan Ikan Tahun
Akademik 2020/2021

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Fitria Nur Ajizah 230110180008
Fajar Nurul Arifah 230110180024
Tasya Nabila Witania S 230110180045
Cony Fadilla Febriani 230110180048
Muhamad Pauwwaz 230110180056
Mohammad Badai Putra S 230110180162

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2020
Kata Pengantar

Segala Puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang PENCEGAHAN PENYAKIT PADA
IKAN dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Pengelolaan Kesehatan Ikan. Pengetahuan tentang Kesehatan hewan
air sangat diperlukan terutama untuk mahasiswa program studi Perikanan.
Kualitas air yang memburuk serta malnutrisi dapat mengakibatkan ikan yang
dipelihara dapat terserang oleh hama dan penyakit. Oleh sebab itu Agar ikan yang
dipelihara di dalam wadah budidaya tidak terserang hama dan penyakit maka
harus dilakukan pencegahannya.
Penulis telah berusaha sebaik mungkin menyelesaikan makalah, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dalam
perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat
kepada siapa saja yang membacanya.

Jatinangor, Desember 2020

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah.........................................................................................1
1.3. Tujuan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Pengertian Pencegahan Hama dan Penyakit Pada Ikan...............................3
2.1.1 Hama Ikan........................................................................................................3
2.1.2 Penyakit Ikan....................................................................................................4
2.2 Pencegahan Penyakit Parasitis........................................................................4
2.2.1 Penyakit Akibat Infeksi Ichthyophthirius multifiliis......................................4
2.2.2 Penyakit Akibat Infeksi Ichthyobodo necator (Costia sp.).............................5
2.2.3 Penyakit Akibat Infeksi Trichodina sp...........................................................6
2.2.4 Penyakit Akibat Infeksi Epistylis sp................................................................7
2.2.5 Penyakit Akibat Infeksi Henneguya sp...........................................................7
2.3 Pencegahan Penyakit Bakterial.......................................................................8
2.3.1 Penyakit Bakterial Yang Menyerang Ikan Air Tawar..................................8
2.3.2 Penyakit Bakterial Yang Menyerang Ikan Air Laut...................................13
2.4 Pencegahan Penyakit Viral............................................................................17
2.4.1 Viral Nervous Necrotic (VNN)........................................................................17
2.4.2 Koi Herpes Virus (KHV).................................................................................18
2.4.3 Hervesvirus......................................................................................................18
2.4.4 Lymphocystis....................................................................................................18
2.4.5 Infectious Pancreatic Necrosis (IPN).............................................................19
BAB III PENUTUP........................................................................................................21
3.1 KESIMPULAN...............................................................................................21
3.2 SARAN............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam budidaya ikan, serangan penyakit adalah masalah dan aspek yang
sangat penting, artinya penanggulangan penyakit dan hama juga harus menjadi
pengetahuan yang penting bagi petani ikan dan siapa saja yang hendak
membudidayakan ikan. Sebab penyerangan penyakit maupun gangguan hama
dapat mengakibatkan kerugian ekonomis.
Munculnya penyakit pada ikan umumnya merupakan hasil interaksi
kompleks/tidak seimbang antara tiga komponen dalam ekosistem perairan yaitu
inang (ikan) yang lemah, patogen yang ganas serta kulitas lingkungan yang
memburuk.
Pengendalian hama dan penyakit sangat di perlukan untuk mencegah
terjadinya kerugian oleh pembudidaya dan kerugian bagi orang banyak akibat
mutu rendah dan penyakit yang menyerang. Untuk itu perlu di lakukan
pemberantasan hama dan penyakit dengan baik, terutama pada saat pengolahan
tanah pada tambak (Irfan, 2009).
Agar para pembudidaya ikan mampu mencegah serta mengatasi serangan
penyakit dan gangguan hama yang terjadi pada ikan pemeliharaannya, maka
mereka perlu dibekali pengetahuan menyenai sumber penyakit, penyebab, dan
jenisnya serta teknik-teknik penanggulangannya.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang dapat
diidentifikasi adalah sejauh mana pencegahan penyakit pada ikan dapat mencegah
resiko masuknya penyakit serta penyebarannya, khusunya untuk pembudidaya
dan ikan yang kita pelihara.
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah:
1. Mengetahui dan mempelajari apa saja penyakit yang dapat
membahayakan ikan budidaya dan pelihara.

1
2

2. Mengetahui tujuan bagaimana tindakan pencegahan dan pengobatan


agar tidak terserang oleh penyakit dan mencegah terjadinya penyakit
yang mematikan bagi ikan.
1.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pencegahan Hama dan Penyakit Pada Ikan

Kualitas air yang memburuk serta malnutrisi dapat mengakibatkan ikan


yang dipelihara dapat terserang oleh hama dan penyakit. Ikan yang sakit ini
tentunya merugikan karena akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Agar
ikan yang dipelihara di dalam wadah budidaya tidak terserang hama dan penyakit
maka harus dilakukan pencegahan. Pencegahan merupakan tindakan paling efektif
bila dibandingkan dengan pengobatan sebab pencegahan dilakukan sebelum
terjadi serangan, baik hama maupun penyakit sehingga biaya yang dikeluarkan
tidak terlalu besar.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya hama dan


penyakit pada kegiatan budidaya secara umum yaitu:

1. Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen


2. Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas penyakit
3. Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas atau daya
dukung kolam pemeliharaan
4. Sistem pemasukkan air yang ideal adalah parallel, tiap kolam diberi satu
pintu pemasukan air
5. Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya
6. Penanganan saat panen, atau pemindahan benih hendaknya dilakukan
secara hati-hati dan benar
7. Binatang seperti burung, siput, ikan seribu (Lebistus reticulatus peters)
sebagai pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke areal perkolaman.
2.1.1 Hama Ikan

3
Hama merupakan organisme pengganggu yang dapat memangsa,
membunuh, dan mempengaruhi produktivitas ikan, baik secara langsung maupun
secara bertahap. Hama bersifat sebagai organisme yang memangsa (predator),

4
5

perusak, dan kompetitor. Hama yang menyerang ikan biasanya berasal dari luar
melalui aliran air, udara, atau darat. Hama yang menyerang ikan budidaya
biasanya berupa ular, belut, ikan liar pemangsa. Sedangkan hama yang menyerang
larva dan benih ikan biasanya notonecta atau bebeasan, larva cybister atau ucrit.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan hama


terhadap ikan yaitu:

1. Pengeringan dan pengapuran kolam sebelum digunakan


2. Pemasangan saringan pada pintu pemasukan air agar hama tidak masuk ke
dalam kolam
3. Lakukan pembersihan secara rutin di sekitar kolam pemeliharaan agar
hama seperti siput tidak dapat berkembang biak disekitar kolam
2.1.2 Penyakit Ikan

Penyakit merupakan terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh


berbagai sebab yang dapat mematikan ikan. Secara garis besar penyakit yang
menyerang ikan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyakit infeksi
(penyakit menular) dan non infeksi (penyakit tidak menular). Pada prinsipnya
penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses
hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan, kondisi inang, dan kondisi
jasad patogen. Sumber penyakit atau agen penyakit antara lain adalah parasite,
cendawan atau jamur, bakteri, dan virus.
Beberapa tindakan pencegahan penyakit yang dapat dilakukan sebagai
berikut :

1. Sebelum pemeliharaan, kolam harus dikeringkan dan dikapur untuk


memotong siklus hidup penyakit
2. Kondisi lingkungan harus tetap dijaga, misalnya kualitas air tetap baik
3. Pakan tambahan yang diberikan harus sesuai dengan dosis yang dianjurkan
4. Penanganan saat panen harus baik dan benar untuk menghindari agar ikan
tidak luka-luka
6

5. Harus dihindari masuknya binatang pembawa penyakit

2.2 Pencegahan Penyakit Parasitis

Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki iklim yang mendukung


perkembangan parasit. Selain itu, tingginya mobilitas ikan antar sentral produksi
mempercepat arus penyebaran penyakit dan parasit pada ikan. Pada umumnya
parasite lebih banyak menyerang ikan yang dibudidayakan dibandingkan dengan
ikan yang hidup di perairan bebas. Salah satu penyebabnya yaitu pada ikan yang
dibudidayakan tingkat kepadatannya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang
hidup di perairan bebas. Kondisi yang disebabkan oleh serangan parasit memang
tidak seganas serangan bakteri, jamur atau virus. Akan tetapi, serangan parasit ini
dapat mempercepat terjadinya serangan sekunder oleh agen infeksius lainnya,
baik bakteri, jamur, maupun virus. Serangan sekunder inilah yang dianggap lebih
berbahaya dibandingkan dengan serangan primer yang disebabkan oleh parasit.

2.2.1 Penyakit Akibat Infeksi Ichthyophthirius multifiliis

Penyakit bercak putih disebabkan oleh kelompok parasit Ichthyophthirius.


Parasit I. multifiliis bergerombol dalam jumlah puluhan bahkan ratusan sehingga
terlihat sebagai bintik putih (white spot) sehingga disebut white spot disease.
Protozoa ini bersarang pada lapisan kulit dan sirip, merusak lapisan insang dan
sel-sel lendir, serta menyebabkan pendarahan yang terlihat pada sirip dan insang.
Serangan penyakit ini biasanya terjadi pada musim hujan, yaitu pada saat suhu
berkisar 20-24o C. Sedangkan pada musim kemarau, serangannya bersifat sporadis
saja. Gejala klinis yang disebabkan oleh I. multifiliis antara lain pergerakan ikan
hiperaktif atau kadang kala malas dan cenderung mengapung di permukaan air,
menggosok-gosokkan tubuh ke pinggir wadah, dasar, atau benda keras di
sekelilingnya, nafsu makan turun dan menjadi lemah, timbul bintik-bintik putih
pada sirip, tutup insang, permukaan tubuh, dan ekor.
7

Ich yang membenamkan diri dibawah lendir di kulit dan insang ikan
umumnya tahan terhadap terapi bahan kimia, oleh sebab itu sasaran terapi adalah
Ich yang berada di air. Cara pengendalian Ich adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengkarantinakan ikan dan tumbuhan


air yang datang, minimum 3 hari tergantung pada suhu air, menggunakan
peralatan terpisah untuk setiap wadah dan desinfeksi peralatan.
2. Meningkatkan aliran air.
3. Mengurangi kepadatan.
4. Memindahkan ikan dan membiarkan kolam/akuarium tanpa ikan selama
beberapa hari. Sebaiknya selama periode ini suhu dinaikkan karena pada suhu
tinggi laju reproduksinya akan meningkat. Dengan cara ini, tomit akan mati
karena tidak menemukan inang. Metoda tersebut memanfaatkan sifat I.
multifilis yang merupakan patogen obligat.
5. Terapi dengan metoda perendaman. Bahan yang digunakan adalah KMnO4 2-
4 ppm selama 30 menit sampai 1 jam, NaCl 3 % selama 1 jam dan Malachyte
green 1,5 ppm selama 6 jam. Terapi dapat diulangi sesuai kebutuhan.

2.2.2 Penyakit Akibat Infeksi Ichthyobodo necator (Costia sp.)

Ichthyobodo necator yang dikenal juga dengan nama Costia necatrix


merupakan Protozoa penyebab penyakit costiasis. Protozoa ini berbentuk buah
pear berukuran 6-12 µm dengan sepasang flagella panjang dan sepasang flagella
pendek sehingga dapat bergerak bebas. Parasit I. necator menyerang pada bagian
eksternal ikan seperti kulit dan insang. Gejala klinis ikan yang terserang antara
lain timbulnya mucus yang berlebihan, nafsu makan hilang dan ikan terlihat
sangat lemah, warna tubuh yang terinfeksi menjadi gelap atau keabu-abuan, kulit
luar rusak dan terjadi pendarahan, tampak sering menggosok-gosokkan tubuh ke
pinggir, dasar, atau benda keras di sekelilingnya, dan menyebabkan kematian
massal, terutama pada fase benih ikan.
Pengendalian Ichtyobodiasis dapat dilakukan dengan cara memperbaiki
kondisi budidaya, mengurangi kepadatan, dan menghindari ikan liar. Parasit ini
8

rentan terhadap terapi antiprotozoal yang umum digunakan, seperti treatment


dalam 25 ppm formalin selama 4–8 jam, diikuti dengan penggantian air sampai
75%. Selain itu juga dapat dilakukan perendaman dalam Malachyte green 0,1–
0,15 ppm selama 1–2 jam dan diulangi setiap 2 hari. Terapi ini hanya bisa
digunakan untuk ikan hias. Terapi lain yang terbukti efektif adalah perendaman
dalam larutan Nacl 1% selama 15–30 menit.

2.2.3 Penyakit Akibat Infeksi Trichodina sp.

Trichodina sp. merupakan jenis Protozoa penyebab penyakit trichodiniasis


(penyakit gatal). Trichodina sp. memiliki berbentuk bundar seperti cawan atau
topi yang berukuran 50-100 µm. Secara mikroskopis, Trichodina sp. terlihat
seperti lingkaran transparan dengan sejumlah silia. Biasanya Trichodina sp.
menyerang pada bagian kulit, sirip, kepala, dan insang sehingga menyebabkan
iritasi. Gejala-gejala klinis ikan yang terserang Trichodina sp. antara lain terdapat
bintik-bintik putih terutama di bagian kepala dan punggung, nafsu makan hilang
dan ikan menjadi sangat lemah, produksi mucus bertambah sehingga tubuh ikan
tampak mengkilap, sering dijumpai terjadinya pendarahan dan warna tubuh
kusam, memperlihatkan gejala flashing yang memantulkan cahaya, serta sering
menggosok-gosokkan tubuh ke pinggiran dan dasar wadah, atau benda keras di
sekelilingnya.

Cara pencegahan terbaik adalah menciptakan lingkungan yang tidak


menguntungkan bagi parasit yaitu desinfeksi kolam, mencegah kodok dan udang-
udangan atau vektor atau hama masuk ke kolam, menjaga kualitas air dan
mengatur kepadatan ikan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah terapi
menggunakan metoda perendaman dalam larutan NaCl 2,5 % selama 3 jam dan
dilakukan 3 hari berturut turut, atau bisa juga menggunakan terapi yang sama
seperti pada infeksi Ichthyopthiriasis.

2.2.4 Penyakit Akibat Infeksi Epistylis sp.


9

Epistylis sp. merupakan Protozoa penyebab penyakit epistialiasis atau red


sore disease. Protozoa ini bertangkai dan memiliki bulu getar, hidup bebas dan
melekat pada tanaman air, sering dijumpai pada ikan-ikan liar bersisik, ikan mas,
gurami, lele, ikan budidaya terutama Salmo salar dan Ichtalurus punctatus, dan
lain sebagainya. Selain menyerang telur ikan, Epistylis sp. juga menyerang pada
bagian kulit, sisik, sirip, dan insang dengan gejala klinis serangan antara lain ikan
yang sakit menunjukkan adanya borok yang tumbuh di kulit, sisik, atau sirip,
terjadi pendarahan, serta memperlihatkan gejala flashing.
Pengendalian dapat dilakukan dengan mengurangi faktor pemicu yaitu
mengurangi kepadatan, polusi dan kandungan bahan organik yang berlebihan.
Peningkatan aliran air atau penyaringan air akuarium yang lebih cepat dapat
mengurangi populasi Epistylis sp. dan siliata secara umum. Terapi yang
digunakan dan metoda pemberiannya sama dengan untuk Trichodina sp.

2.2.5 Penyakit Akibat Infeksi Henneguya sp.


Henneguya termasuk dalam famili Myxobolidae, yang merupakan salah
satu dari genera protozoa myxosporidia yang menginfeksi ikan air tawar tropis.
Parasit ini kosmopolit dan menginfeksi berbagai spesies ikan air tawar di dunia.
Henneguya sering dijumpai pada insang dan sirip punggung ikan liar dan berbagai
jenis ikan hias seperti ikan mas koki dan ikan budidaya terutama ikan gurami.
Spora Henneguya sp. terdapat dalam sista, berbentuk fusiform atau oval,
mempunyai 2 kapsul polar, dan struktur seperti ekor yang khas pada genus ini.
Infeksi myxosporidia umum dijumpai pada pengamatan post-mortem ikan
airtawar tropis liar. Sista yang ditemukan si sirip dan tubuh umumnya tidak
berbahaya bagi inang, akan tetapi mengganggu penampilan dan mengurangi
keindahan ikan. Sista yang menempel di lamella dapat menyebabkan
terganggunya aliran darah di insang, menimbulkan hiperplasia dan kematian. Sista
bisa saja menghilang, kemungkinan karena pecah. Hal ini menyebabkan lepasnya
spora ke perairan dan mampu menginfeksi ikan lain.

Cara pencegahan yaitu menghindari ikan yang terinfeksi. Jika ikan yang
terinfeksi sedikit, sista dapat dipecahkan satu persatu dan luka yang ditimbulkan
10

diolesi dengan antiseptik. Tentu saja hal ini harus dilakukan diluar wadah
budidaya dan air yang dipakai selama pengobatan tidak dibuang ke perairan.
Belum ada kemoterapi yang efektif untuk mengatasi parasit ini.

2.3 Pencegahan Penyakit Bakterial


Penyakit bakterial pada ikan merupakan salah satu penyakit yang dapat
menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Selain dapat mematikan ikan,
penyakit ini dapat mengakibatkan menurunnya kualitas daging ikan yang
terinfeksi. Bakteri patogen pada ikan dapat bersifat sebagai infeksi primer
atau sekunder. Penyakit akibat infeksi bacteria di Indonesia ternyata dapat
mengakibatkan kematian sekitar 50-100% (Supriyadi dan Rukyani, 1990).
Indikator keberhasilan dalam usaha budidaya ikan adalah kondisi
kesehatan ikan. Oleh karena itu masalah penyakit merupakan masalah yang
sangat penting untuk ditangani secara serius. Penyakit pada ikan merupakan
salah satu masalah yang sering dijumpai dalam usaha budidaya ikan. Di
Indonesia telah diketahui ada beberapa jenis ikan air tawar, dan diantaranya
sering menimbulkan wabah penyakit serta menyebabkan kegagalan dalam
usaha budidaya ikan.
Penanggulangan penyakit dapat dilakukan dengan cara pencegahan dan
pengobatan. Pencegahan penyakit pada ikan biasanya dilakukan dengan cara
menciptakan lingkungan steril dan pemberian pakan yang bernilai gizi baik.
Pengobatan yang dilakukan pada saat ikan terserang, biasanya diberikan
bahan kimia atau sejenisnya. Akan tetapi penggunaan bahan.
2.3.1 Penyakit Bakterial Yang Menyerang Ikan Air Tawar
1) Aeromonas hydrophila
Bakteri Aeromonas hydrophila adalah jenis bakteri yang bersifat
patogen dan dapat menyebabkan penyakit sistemik serta mengakibatkan
kematian secara masal. Bakteri Aeromonas hydrophila ini seringkali
mewabah di Asia Tenggara sampai sekarang. Salah satu penyakit yang dapat
menyerang ikan air tawar baik ikan hias atau pun ikan konsumsi dan dapat
mematikan sampai 100% ikan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
11

bakteri Aeromonas hydrophila, dengan gejala klinis berupa luka dibagian


tubuh ikan dan bakteri ini menyerang semua umur dan hampir semua
komuditas perikanan yang ada di Indonesia, khususnya di Jawa Barat bahkan
menjadi wabah mematikan pada ikan air tawar dan menyebabkan kerugian
yang sangat besar (Kamiso dan Triyanto, 1993).
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri heterotrofik uniseluller,
tergolong protista prokariot yang dicirikan dengan tidak adanya membran
yang memisahkan inti dengan sitoplasma. Bakteri ini biasanya berukuran 0,7-
1,8 x 1,0-1,5 µm dan bergerak menggunakan sebuah polar flagel (Kabata,
1985). Hal ini diperkuat oleh Krieg dan Holt (1984), yang menyatakan bahwa
Aeromonas hydrophila bersifat motil dengan flagela tunggal di salah satu
ujungnya. Bakteri ini berbentuk batang sampai dengan kokus dengan ujung
membulat, fakultatif anaerob, dan bersifat mesofilik dengan suhu optimum 20
- 30 ºC (Kabata, 1985).

Aeromonas hydrophila bersifat Gram negatif, oksidasi positif dan


katalase positif (Krieg dan Holt, 1984). Bakteri ini juga mampu
memfermentasikan beberapa gula seperti glukosa, fruktosa, maltosa, dan
trehalosa. Hasil fermentasi dapat berupa senyawa asam atau senyawa asam
dengan gas. Pada nutrient agar, setelah 24 jam dapat diamati koloni bakteri
dengan diameter 1-3 mm yang berbentuk cembung, halus dan terang (Isohood
dan Drake, 2002). Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang secara
normal ditemukan dalam air tawar. Infeksi Aeromonas hydrophila dapat
terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan, stres, perubahan temperatur air
yang terkontaminasi dan ketika host (inang) tersebut telah terinfeksi oleh
virus, bakteri atau parasit lainnya (infeksi sekunder), oleh kerena itu bakteri
ini disebut dengan bakteri yang bersifat patogen oportunistik (Dooley et al.,
1985).

Bakteri ini dapat bertahan dalam lingkungan aerob maupun anaerob


dan dapat mencerna material-material seperti gelatin dan hemoglobin.
Aeromonas hydrophila resisten terhadap chlorine serta suhu yang dingin
12

(faktanya Aeromonas hydrophila dapat bertahan dalam temperatur rendah ± 4


ºC), tetapi setidaknya hanya dalam waktu 1 bulan (Krieg dan Holt, 1984).
Penularan bakteri Aeromonas hydrophila sangat cepat melalui
perantara air, kontak bagian tubuh ikan, atau peralatan budidaya yang
tercemar/terkontaminasi bakteri. Bakteri ini bersifat patogen, menyebar
secara cepat pada padat penebaran yang tinggi dan dapat mengakibatkan
kematian benih sampai 100% (Kabata, 1985).
Aeromonas hydrophila yang patogen, diduga memproduksi faktor-
faktor eksotoksin dan endotoksin, yang sangat berpengaruh pada patogenitas
bakteri ini. Eksotoksin merupakan komponen protein terlarut, yang
disekresikan oleh bakteri hidup pada fase pertumbuhan eksponensial.
Produksi toksin ini biasanya spesifik pada beberapa spesies bakteri tertentu
baik Gram positif maupun Gram negatif, yang menyebabkan terjadinya
penyakit terkait dengan toksin tersebut.
Salah satu upaya yang umumnya dilakukan untuk pencegahan penyakit
akibat infeksi bakteri A. hydrophila yaitu dengan penggunaan vaksin. Menurut
Olga et al. (2007), penggunaan vaksin tidak menimbulkan dampak negatif baik
pada ikan, lingkungan, maupun konsumen. Vaksin yang umumnya digunakan
oleh kalangan petani merupakan jenis vaksin tradisional yang memiliki
kelemahan seperti, risiko terjadinya infeksi (Nuryati et al., 2010). Selain itu, ikan
yang divaksin perlu dilakukan vaksinasi secara berkala dan membutuhkan waktu
cukup lama untuk proses pembuatannya. Solusi dari permasalahan tersebut yaitu
dengan penggunaan bahan-bahan alami seperti fitofarmaka sebagai zat
imunostimulan dan antibakterial (Syahidah et al., 2015). Fitofarmaka memiliki
beberapa keunggulan dibanding bahan yang lain yaitu dapat dibuat dengan
teknik yang sederhana, pembuatan untuk pemakaian dalam jangka waktu lama,
lebih mudah dan praktis penggunaanya, serta tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan. Selain itu, fitofarmaka tidak hanya dapat digunakan pada tahap
pencegahan saja, tetapi juga pada tahap pengobatan.
13

Tanaman obat yang aman digunakan, murah dan mudah didapat oleh
para petani ikan adalah daun pepaya, yang merupakan salah satu tumbuhan
yang dapat digunakan sebagai obat alami untuk penyakit yang disebabkan
oleh bakteri. Kandungan bahan kimia yang terkandung dalam daun pepaya
seperti, senyawa polifenol, alkaloid karpain, flavonoid, dan lain – lain. Selain
itu, daun pepaya yang masih segar juga diketahui banyak menghasilkan getah
berwarna putih yang mengandung suatu enzim pemecah protein atau
proteolitik yang disebut enzim papain, enzim ini diketahui sangat ampuh
untuk menghambat laju pertumbuhan bakteri (Razak, 1996). Pengobatan
melalui sistem perendaman dalam larutan daun pepaya sangat efektif karena
senyawa anti bakteri yang larut dalam air dapat diserap dengan baik oleh kulit,
insang, hati, dan ginjal (Sukamto, 2007).
2) Streptococcus agalactiae
Streptokokosis menyebabkan ikan berenang whirling,
unilateral atau bilateral eksoptalmia, dan warna tubuh menjadi hitam
(Evans et al., 2002; Hardi et al., 2011a; Elder et al., 1994; ). Evans et
al., (2006a) menunjukkan hasil pengamatan bahwa S. agalactiae
menyebabkan ikan nila mati sebanyak 90% dalam enam hari setelah
injeksi. Gejala tingkah laku ikan nila sebelum mati terlihat seperti
berenang lemah dan berada di dasar akuarium, respons terhadap pakan
lemah, berenang tidak beraturan, tubuh membentuk huruf-C, perubahan
pada warna tubuh, dan bukaan operkulum menjadi lebih cepat.
Bakteri ini banyak menyerang ikan nila, menurut Sheehan et al.,
(2009) melaporkan bahwa bakteri S. agalactiae yang menginfeksi ikan
nila ditemukan dalam dua tipe yaitu tipe 1 (â- hemolitik) dan tipe 2

(non-hemolitik). Bakteri tipe 1 tumbuh baik (cepat) pada suhu 37oC


dan mampu menghidrolisis gula lebih banyak sedangkan bakteri tipe
2 memiliki sifat yang bertolak belakang dengan tipe 1, yaitu tumbuh

relatif lebih lambat pada suhu 37 oC dan hanya gula tertentu yang
mampu dihidrolisis. Dari hasil pengamatan di berbagai tempat di dunia
14

ternyata bakteri tipe 2 lebih ganas dibandingkan dengan tipe 1.


Penyebaran bakteri tipe 2 lebih luas dan ditemukan di beberapa wilayah
di Asia seperti Cina, Indonesia, Vietnam, dan Filipina juga di wilayah
Amerika Latin seperti Ekuador, Honduras, Meksico, dan Brazil. Hasil
pengujian patogenisitas yang dilakukan Hardi et al., (2011a)
diketahui bahwa bakteri tipe non- hemolitik menyebabkan kematian
setelah 6-24 jam pascainjeksi sedangkan tipe â-hemolitik kematian
terjadi setelah 48 jam. Perubahan pada gejala klinis ikan nila yang
diinjeksi bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat muncul (perubahan
pola renang, respons terhadap pakan dan perubahan pada mata dan clear
operculum) secara rataan muncul 6 jam pascainjeksi dan 12 jam pada
ikan nila yang diinjeksikan dengan bakteri tipe â-hemolitik.
Beberapa upaya vaksinasi untuk mencegah penyakit streptokokosis
sudah dilakukan antara lain injeksi vaksin formalin-killed cell
Streptococcus difficile berupa vaksin sel utuh dan ekstrak protein
bakteri Enterococcus sp. (Romalde et al., 1996), Streptococcus sp.
(Akhlaghi et al., 1996) dan S. iniae (Eldar et al., 1997; Klesius et al.,
2000). Evans et al., (2004a), Evans et al. (2004b) dan Evans et al.,
(2004c) melakukan uji efikasi vaksin gabungan (ECP) dan sel utuh dari
bakteri S. agalactiae.

3) Mycobacterium sp
Mycobacterium sp. yang dikenal sebagai penyebab penyakit ”tuberkulosis
ikan” (Fish TB), adalah bakteri yang berbentuk batang, dengan ukuran 0,2-0,6 x
1,0-10 μm, bersifat gram positif lemah, tidak bergerak, tidak membentuk spora
atau kapsul dan bersifat aerob. Bakteri ini banyak dijumpai di perairan tawar dan
laut maupun tanah dengan suhu pertumbuhannya yang optimal 25-30oc. tidak
dapat tumbuh pada suhu 37oc kecuali m. Marinum, m. Fortuitum dan m.
Chelonei. Mycobacterium sp. cara penularannya belum diketahui dengan pasti
kemungkinan beberapa yang mungkin adalah melalui makanan dan udara yang
terkontaminasi. Selain menyerang berbagai ikan air tawar maupun air laut,
15

Mycobacterium sp. dilaporkan juga menyerang katak, jenis-jenis kadal, ular,


buaya dan kura-kura maupun penyu. Pada ikan menunjukkan tanda-tanda seperti :
Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan vaksin adalah
salah satu cara alternatif untuk menghentikan infeksi Mycobacterium sp. karena
dapat meningkatkan kekebalan tubuh ikan terhedap serangan penyakit baik
kekebalan spesifik maupun non spesifik yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kelangsungan hidup ikan. Pemberian vaksin dirasa sangat efisien karena dengan
cara ini diperoleh kekebalan pada ikan hanya dengan satu atau dua kali pemberian
vaksin sampai ikan dapat panen. Keuntungan dari vaksinisasi yaitu tidak ada efek
samping yang ditimbulkan terhadap ikan, berbeda dengan antibiotik yang aman
dapat berpengaruh negative terhadap ikan (Supryadi dan Rukyani 1990).
a) Pembengkakan Vena,
b) Mata Menonjol,
c) Adanya Luka Pada Tubuh,
d) Mata Pucat, Lordosis
e) Skeliosis
f) Ulser atau Luka dan Rusaknya Sirip (patah-patah),
g) Adanya Bintil Berwarna Putih Keabu-abuan pada hati, ginjal, dan empedu,
h) Benjolan terdapat di berbagai organ seperti insang, perikardium, mata,
empedu, ginjal, dan hati.

2.3.2 Penyakit Bakterial Yang Menyerang Ikan Air Laut


Kelompok bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada ikan laut
adalah Pseudo- monas, Vibrio, Mycobacterium. Penyakit yang disebabkan oleh
Vibrio anguillarum di- kenal dengan nama penyakit merah (red di-sease). Di Laut
Utara penyakit ini pernah ditemukan pada ikan belut (Anguilla anguil- la),
sedangkan di Pasifik pernah ditemukan pada ikan hering (Clupea pallasi). Tanda-
tan- da ikan yang terserang penyakit "red disea- se" adalah sebagai berikut: pada
tahap per- mulaan warna sirip dan kulitnya berwarna kemerah-merahan, setelah
itu kulit menjadi rusak dan terlepas. Pada keadaan yang lebih gawat bisa terjadi
pendarahan pada perut yang akhirnya menyebabkan kematian ikan. Pada
16

serangan yang hebat, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian ikan secara
massal dalam suatu perairan.
Virus yang terdapat dalam tubuh ikan sering menimbulkan penyakit tumor
pada ikan yang bersangkutan. Ikan yang terserang virus kadang-kadang
mengalami penonjolan- penonjolan dermal dan epidermal. Penyakit ini seiing
ditemukan pada ikan laut dan terkenal dengan nama pe- nyakit kembang kol
(cauliflower disease).

Berdasarkan hasil-hasil dari penelitian menunjukkan bahwa banyak sekali


kelompok protozoa yang da- pat menimbulkan penyakit pada ikan laut. Namun
yang paling sering ditemui pada ikan laut adalah Eimeria sardinae (Coccidia),
Chloromyxum sp. (Myxosporida) dan Glu- gea hertwigi (Myxosporida). Emeria
sardinae pernah dilaporkan menyerang ikan hering (Chipea harengus, C. sprattus)
di Atlantik Utara dan Laut Baltik (THOMSON & RO- BERTSON 1926;
DOGIEL 1939;DOLL- FUS 1956) serta ikan sardine (Sardina pil- chardus) di
Portugal (PINTO et al. 1961). Penyakit ini umumnya menyerang testes ikan
sehingga menurunkan kemampuan ikan tersebut untuk bereproduksi. Chlo-
romyxum sp. pernah ditemukan menye- rang ikan sebelah (Hippoglosus
stenolepis). Penyakit ini menyebabkan daging ikan sebe- lah empuk seperti bubur.
Sedangkan Glugea hertwigi pernah ditemukan pada ikan-ikan "smelts" (Osmerus
eperlanus dan O. mor- dax). Tubuh ikan yang terserang penyakit ini akan diisi
oleh kista-kista microsporida. Pengisian tubuh ikan dengan kista-kista
microsporida dapat merusak saluran pen- cernaan makanan. Di samping itu kista-
kista ini dapat juga menyerang organ-organ ikan fungsi metabolisme dari organ-
organ tersebut.
Beberapa contoh bahan-bahan kimia serta antibiotika yang diberikan untuk
pengobatan penyakit pada ikan. Obat-obatan ini mempunyai nama per- dagangan,
sifat, warna, bentuk dan cara penggunaannya yang berbeda-beda, misalnya:
1) Perak nitrat (AgNO3) dipergunakan untuk mengobati mata ikan yang di-
serang jamur dan untuk membasmi penyakit busuk ekor.
17

2) Gammexane adalah insektisida yang juga sangat effektif bila digunakan un-
tuk membunuh kutu ikan (Argulus). Pemberian senyawa ini pada ikan ha- rus
dilakukan dengan berhati-hati sebab zat ini mampu berpenetrasi melalui
permukaan kulit. Penetrasi Gammexane ke dalam tubuh ikan akan
mengakibat- kan kerusakan pada kulit dan gatal- gatal serta pergerakan
menjadi tak ter- kontrol dan akhirnya mati.
3) Terramycine adalah antibiotik yang di- hasilkan oleh Streptomyces rimosus
dan digunakan untuk memberantas penyakit yang disebabkan oleh bakteri,
seperti Pseudomonas dan Aeromonas.
 Nocardia sp.
Nocardia sp. adalah bakteri yang bentuknya bervariasi yaitu bulat, oval
dan batang berfilamen, dengan ukuran diameter 0,5-1,2 μm, bersifat gram positif,
bergerak, tidak membentuk kapsul dan bersifat aerob. Bakteri ini terkenal di alam
termasuk di air dan tanah. Suhu optimal bagi pertumbuhan nocardia asteroides
antara 28-35oC, Sedangkan Nocardia kampachi tidak tumbuh pada suhu 10oC
atau 37oC. Nocardia sp. pada ikan cara penularannya belum diketahui dengan
pasti Nocardia sp. dilaporkan menyerang berbagai ikan air tawar dan air laut
antara lain:
a. Rainbaow trout (Oncorhynchus mykiss),
b. Brook trout (Salvelinus fontinalis),
c. Neon tetra,
d. Sepat (Trichogaster trichopterus),
e. Paradise fish,
f. Gurami
g. Ekor kuning (Seriolla quinquiradiata).

Gejala klinis pada ikan yang terserang adalah:

a. Pembengkakan pada organ yang terserang (seperti tumor),


b. Ulser atau luka pada permukaan tubuh,
c. Lemah, nafsu makan menurun dan kurus.
d. Edwardsiella tarda dan E. Ictaluri
18

Edwardsiella tarda dan E. Ictaluri adalah bakteri yang berbentuk batang


bengkok dengan ukuran 1 x 2-3 μm, bersifat gram negatif bergerak dengan
bantuan flagella tidak membentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif
anaerob. Bakteri ini dapat dijumpai di lingkungan air tawar dan air laut, dengan
suhu optimal bagi pertumbuhannya sekitar 35 o C, sedangkan pada suhu di bawah
10 o C atau di atas 45 o C tidak dapat tumbuh.

Edwardseilla tarda melaporkan menyerang ikan-ikan air tawar dan laut


antara lain:

a. Channel catfish (Ictalurus punctatus),


b. Chinook salmon (Onchorhynchus tshawyscha).
c. Ikan mas biasa (Cyprinus carpio),
d. Ikan laut merah (Evynnis japonicus),
e. Ikan flounder Jepang (Paralichthys olivaceus),
f. Belut Jepang (Anguilla japonica),
g. Bass mulut besar (Mycropterus salmoides),
h. Mullet (Mugil cephalus),
i. Ikan air tawar laut merah (Chrysophrys mayor),
j. Bass bergaris ( Morone saxatilis),
k. Tilapia (Tilapia nilotica),
l. Ekor kuning (Seriolla quinquiradiata).

Sedangkan Edwardseilla ictaluri melaporkan menyerang, antara lain:

a. Channel catfish (Ictalurus furcatus),


b. Brown bullhead (Ictalurus nebulosus),
c. Blus catfish (Ictalurus furcatus),
d. Danio (Danio devario),
e. Green knifefish (Eigemannia virens),
f. Lele jalan (darias batrachus),
g. Lele putih (Ictalurus catus).
19

Gejala serangan penyakit ini pada ikan adalah

a. Pada tahap infeksi ringan hanya menampakkan luka-luka kecil,


b. Perkembangan penyakit lebih lanjut, luka bernanah yang berkembang
dalam otot rusuk dan lambung.
c. Pada kasus akut, luka bernanah secara cepat bertambah dengan berbagai
ukuran,
d. Kemudian luka-luka terisi gas dan terlihat bentuk cembung menyebar ke
seluruh tubuh.
e. Warna tubuh hilang, dan
f. luka-luka merata diseluruh tubuh, jika luka digores, akan tercium bau
busuk (H2S).
2.4 Pencegahan Penyakit Viral
Virus merupakan organisme bertubuh kecil yang tidak dapat dilihat secara
langsung oleh mata. Virus menyerang makhluk hidup dan berkembang biak
didalam organisme inang dan pada saat itulah virus akan menyebabkan kerusakan
ataupun penyakit pada organisme inang (Afriyanto 1992). Virus dapat
memperbanyak diri didalam organ pencernaan sel inang sekaligus memproduksi
asam nukleat untuk hidupnya. Dalam tubuh inang virus akan membentuk
selubung protein yang disebut capsid berguna untuk media pertahanan diri
terhadap serangan organisme lain. Infeksi oleh virus akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yang cukup luas dan mengakibatkan kematian dalam waktu
yang relative cepat. Infeksi oleh virus berlanjut pada infeksi sekunder yang dapat
melemahkan tubuh ikan terutama ikan hias.
2.4.1 Viral Nervous Necrotic (VNN)
Viral Nervous Necrotic atau VNN merupakan salah satu infeksi virus
dalam sel dan jaringan yang dapat merubah fungsi sel dan jaringan. Virus ini akan
menyebabkan peradangan sehingga dapat merusak sel, jaringan dan menyerang
system saraf pada tubuh ikan. Gejala yang ditimbulkan dari serangan VNN yaitu
ikan bergerak berputar atau tertidur di dasar seperti kematian. Apabila virus ini
menyerang ikan hidup dapat dicegah dengan membekukan ikan tersebut namun
20

tidak aman untuk dikomsumsi. Saat ini, VNN menyerang larva ikan laut dan
mulai menyebar ke komoditas ikan air tawar. Virus ini bersifat sangat ganas dan
menular dengan cepat sehingga sangat sulit dikontrol. Hingga kini, belum
ditemukan cara yang efektif untuk menangani serangan virus ini. Namun
demikian, beberapa tindakan dapat dilakukan guna mencegah serangan VNN
dengan melakukan seleksi induk dan larva bebas VNN, disinfeksi telur,
mengurangi penanganan atau handling yang dapat menyebabkan stress,
mengurangi kepadatan larva atau benih, meningkatkan volume pergantian air baru
(pemeliharaan bak), penerapan biosekuriti, pemberian feed aditif seperti vitamin
C, multivitamin, imunostimulan dan vaksinasi VNN
2.4.2 Koi Herpes Virus (KHV)
Koi Herpes Virus atau KHV merupakan penyakit sangat serius yang
menyerang ikan mas dan koi. KHV dapat menyebabkan kematian massal sebesar
80-95% dari total populasi dan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. KHV
bersifat menular, penyebarannya berlangsung pada musim panas ketika suhu air
cukup tinggi mencapai 18-27℃ (Oata 2001). Gejala klinis ikan yang terserang
KHV yaitu perubahan sifat, tingkah laku dan penampilan yang abnormal,
kemudian terjadi kematian ikan yang berlangsung sangat cepat hanya 24-48 jam
setelah gejala klinis pertama terlihat. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk
menghindari penyakit KHV ini yaitu dengan manajemen kesehatan ikan yang
terintegrasi, melakukan seleksi induk atau benih, pemberian pakan yang
berkualitas dalam jumlah yang mencukupi, meningkatkan kualitas air yang
digunakan, mengurangi padat tebar, penerapan biosekuriti.
2.4.3 Hervesvirus
Hervesvirus sering menyerang berbagai jenis lele sehingga penyakit yang
ditimbulkannya dikenal dengan nama Channel Catfish Virus Disease (CCVD).
Infeksi virus ini disebabkan oleh virus Herpesvirus yang termasuk ke dalam jenis
penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian massal pada lele
terutama pada benih. CCVD menyebar melalui induk atau pada saat
pengangkutan, infeksi virus ini dapat mengakibatkan kematian secara massal.
Langkah awal untuk mencegah serangan virus ini dengan memberikan suntikan
21

imunisasi herpesvirus yang telah dilemahkan. Selain itu dapat dilakukan dengan
tindakan pencucian kolam dengan menggunakan klorin.
2.4.4 Lymphocystis
Lymphocystis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengan
menyerang sejumlah besar ikan tetapi serangannya terbatas pada jenis ikan yang
mengalami evolusi lanjut seperti keluarga cichlid. Virus limfosistis menyerang
sel-sel ikan sehingga sel tersebut akan membesar 50 hingga 100000 kali dari
ukuran normalnya. Saat infeksi berlangsung sel-sel yang terinfeksi akan
membesar sehingga akan membentuk kumpulan sel-sel yang berukuran besar dan
membentuk bintil berwarna putih. Gejala saat ikan terinfeksi virus ini akan
muncul bintil kecil berwarna putih atau abu-abu terkadang berwarna merah
jambu, muncul pada bagian sirip yang akan menyebar pada bagian tubuh lainnya.
Sejauh ini belum diketahui pengobatan yang tepat untuk menangani virus ini,
penyakit tersebut dapat sembuh dengan sendirinya dan jarang berakibat kematian.
Ikan yang terinfeksi limfosistis harus diisolasi untuk mencegah terjadinya
penularan hingga penyakit itu hilang, namun harus tetap dikarantina sekitar 2
bulan setelah penyakit hilang dari ikan yang terinfeksi.
2.4.5 Infectious Pancreatic Necrosis (IPN)
Infectious Pancreatic Necrosis merupakan jenis virus Birnavirus yang
memiliki tingkat bahaya yang tinggi dan sistematik pada ikan Salmonid muda.
Virus ini juga dapat menyerang Rainbow trout, brook trout, brown trout atlantic
samlon dan pacific salmon. Penularan virus IPN dapat terjadi secara vertical
dengan virus dapat berada dalam telur, atau horizontal melalui air, urin, sekresi
sexual serta ikan mati atau ikan sakit yang dimakan oleh ikan lain. Saat ini belum
ada pengobatan yang tersedia namun dapat dilakukan pencegahan penyakit IPN
dengan menjaga kualitas air, sanitasi lingkungan, peralatan, padat tebar rendah
dan di wilayah tertentu tersedia vaksin untuk mencegah penyakit IPN yaitu
Winvil 3 Micro.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Infeksi merupakan proses masuknya pathogen pada inang dan dapat


menyebabkan inang mengalami sakit atau tidak. Penyakit dapat bersifat infeksi
(dapat menular dari inang yang satu ke inang lainnya) dan noninfeksi. Timbulnya
penyakit merupakan hasil dari interaksi kompleks antara inang, pathogen dan
lingkungan. Keberadaan pathogen di lingkungan perairan pasti ada dan upaya
terbaik untuk mengelolanya adalah dengan melakukan tindakan pencegahan.
Tindakan pencegahan bisa dilakukan dengan menjaga kualitas perairan,
manajemen pakan yang baik, penerapan biosekuriti, atau pun dengan melakukan
vaksinasi.
3.2 SARAN
Perlu dilakukan kajian-kajian lebih lanjut agar mendapatkan cara
pencegahan dengan menggunakan bahan alami yang ramah lingkungan dan tidak
menyisakan residu berbahaya dalam tubuh ikan dan lingkungan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Afriantono, E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.


Kanisius, Yogyakarta.

DOGIEL, V. A. 1939. Coccidia of the testes of Clupeidae and their zoogeographical


significance, (in Russian) Trudy heningr. Obshch. Estest. 68 : 32-39.
DOLLFUS, R. P. 1956. liste des parasites animaux du hareng de L'atlantique Nord
et de la Baltique. J. Cons. Int. Explor. .Mer 22 : 58-65.
Evans JJ, Klesius PH, Glibert PM, Shoemaker CA, Al Sarawi MA,
Landsberg J, Duremdez R, Al Marzouk A, Al Zenki S. 2002.
Characterization of beta-haemolytic Group B Streptococcus
agalactiae in cultured seabream, Sparus auratus (L.) and wild
mullet, Liza klunzingeri (Day), in Kuwait. Journal of Fish
Diseases 25:505–513.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah


Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Handayani, E. 2015. Parasit Biota Akuatik. Mulawarman University Press

Hardi EH, Sukenda, Haris E, Lusiastuti AM. 2011a. Karakteristik dan


Patogenisitas Streptococcus agalactiae tipe â-hemolitik dan non-
hemolitik pada ikan nila. Jurnal Veteriner 12(2): 152-164.46.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured in the Tropics.


London and Philadelphia: Taylor and Fancis Press.

Kamiso dan Triyanto. 1993. Vaksinasi Aeromonas hydrophila untuk


Menanggulangi Penyakit MAS pada Lele Dumbo. (Abstrak).
Simposium Perikanan Indonesia I. Jakarta.

23
Krieg, N.R. dan J.G. Holt. 1984. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology.
Edisi ke-1. United States of America Baltimore: Williams & Wilkins
Company.

Kurniawan, A. 2012. Penyakit Akuatik. UBB Press

24
25

Nuryati S, Maswan, Alimuddin, Sukenda, Sumantadinata K, Pasaribu F H,


Soejoedono RD, Santika A. 2010. Gambaran darah ikan mas setelah
divaksinasi dengan vaksin DNA dan diuji tantang dengan koi herpes
virus. Jurnal Akuakultur Indonesia 9: 9–15.
Olga, Rini RK, Akbar J, Isnansetyo A, Sembirig L. 2007. Protein Aeromonas
hydrophila sebagai vaksin untuk pengendalian MAS (motile aeromonad
septicemia) pada jambal siam Pangasius hypophthalamus. Jurnal
Perikanan 9: 17–25.
Ornamental Aquatic Trade Assosiation (OATA). 2001. Koi Herpes Virus (KHV)
OATA. UK. Pp 4-33.
PINTO, J. S., I.F. BARRACA and M.E. ASSIS 1961. "Nouvelles observations
sur la coccidiose par Eimeria sardinal (Thelohan), chez les sardines des
environ de Lisbonne, en 1961. Notas. Ested Inst. Biol. Mar. lisb. 23 :
1-13.
Sheehan B, Lauke L, Lee YS, Lim WK, Wong F, Chan J, Komar C,
Wendover N, Grisez L. 2009. Streptococcal diseases in farmed
tilapia. Aquaculture Asia Pacific 5 : 6.
Sukamto. 2007. Cara – Cara Pengobatan Ikan Dengan Menggunakan
Ekstrak Tanaman Herbal. Warta Puslit bangbun. Vol. 13 No. 3.
Supriyadi, H. dan A. Rukyani. 1990. Immunopropilaksis dengan cara
vaksinasi pada usaha budidaya ikan. Seminar Nasional Ke II,
Penyakit Ikan dan Udang, Bogor. 16-18 Januari 1990.
Syahidah A, Saad C, Daud H, Abdelhadi Y. 2015. Status and potential of herbal
applications in aquaculture: A review. Iranian Journal of Fisheries
Sciences14 (1): 27–44.
THOMSON, J.G. and A. ROBERTSON 1926. Fish as the source of certain
coccidia recently described as intestinal parasites of man. Brit. Med. J. 1 :
282-283.

Anda mungkin juga menyukai