Anda di halaman 1dari 19

PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

(Alitropus typus, Chironomus tentans, Simulium)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Parasit dan Penyakit Ikan

Disusun oleh:

Kelompok 3

Perikanan B

Sekar Fathiyah A 230110180069


Muhamad Adrian Kemal H. 230110180087
Daffa Rachmadi Fauzi 230110180089
Rizka Nurfadillah 230110180091
Dwi Yuda 230110180092
Alin Shelina Nurashila 230110180093
Muqsithia Verentika Rahayu 230110180095
Nabila Beestari 230110180096
Muhammad Fajar Saputra 230110180105
Ericka Damayanti 230110180108
Gannisa Agustina P. 230110180109

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul Parasit dan Penyakit Ikan (Alitropus typus, Chironomus
tentans, Simulium) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan mengenai parasit Alitropus typus,
Chironomus tentans, Simulium bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah
Parasit dan Penyakit Ikan yang telah membantu kami dalam mengerjakan makalah
ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberi kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Jatinangor, Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan.......................................................................................... 2
1.3 Manfaat ....................................................................................... 2
II PEMBAHASAN
2.1 Alitropus typus............................................................................. 3
2.1.1 Ciri morfologi.............................................................................. 3
2.1.2 Siklus Hidup................................................................................ 4
2.1.3 Dampak Kerugian yang ditimbulkan........................................... 4
2.1.4 Gejala Klinis dan Penyakitnya.................................................... 5
2.1.5 Cara Penanggulangannya............................................................ 5
2.2 Chironomus tetans....................................................................... 6
2.2.1 Ciri morfologi.............................................................................. 6
2.2.2 Siklus Hidup................................................................................ 7
2.2.4 Gejala Klinis dan Penyakitnya.................................................... 8
2.2.5 Cara Penanggulangannya............................................................ 8
2.3 Simulium...................................................................................... 8
2.3.1 Ciri morfologi.............................................................................. 9
2.3.2 Siklus Hidup................................................................................ 9
2.3.3 Dampak Kerugian yang ditimbulkan...........................................10
2.3.4 Gejala Klinis dan Penyakitnya....................................................10
2.3.5 Cara Penanggulangannya............................................................11

III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................12
3.2 Saran ...........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi
yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh.
Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh yang
telah rusak. (Nuraini, 2008). Oleh karena itu perikanan merupakan salah satu
komoditas yang mempunyai nilai tinggi. Salah satu cara untuk memenuhi itu
adalah dengan membudidayakan ikan.
Perkembangan teknologi budidaya yang sangat pesat ke arah intensif dan
superintensif. Aplikasi teknologi budidaya ikan secara intensif bisa berdampak
terhadap lingkungan. Padahal selain faktor teknologi, maka keberhasilan suatu
kegiatan budidaya ditentukan pula oleh faktor: ketersediaan benih, kualitas
sumber daya manusia, kondisi lingkungan, sarana dan prasarana yang tersedia
serta serangan penyakit. Serangan penyakit merupakan salah satu faktor yang bisa
mengancam kelangsungan suatu usaha budidaya (Gusrina 2008).
Penyakit merupakan salah satu kendala utama dalam keberhasilan suatu
usaha budidaya perairan. Timbulnya penyakit adalah suatu proses yang dinamis
dan merupakan interaksi antara inang (host), jasad penyakit (patogen) dan
lingkungan. Dalam kegiatan budidaya ikan, apabila hubungan ketiga faktor adalah
seimbang sehingga tidak timbul adanya penyakit. Penyakit akan muncul jika
lingkungan kurang optimal dan keseimbangan terganggu. Secara umum,
timbulnya penyakit pada ikan merupakan hasil interaksi yang kompleks antara 3
komponen dalam ekosistem budidaya yaitu inang (ikan) yang lemah akibat
berbagai stressor, patogen yang virulen dan kualitas lingkungan yang kurang
optimal (Fegan 2001).
Penyakit infeksi dapat diakibatkan oleh parasit, virus, bakteri dan jamur.
Pada ikan terinfeksi ektoparasit akan menampakkan perubahan spesifik seperti
bintil-bintil atau luka dari yang kecil hingga yang besar, perubahan warna kulit
ikan dan lain-lain. Hal yang penting diamati adalah perubahan bentuk tubuh dan

1
organ luar pada ikan, misalnya insang menonjol dari dalam operkulum,
operkulum tidak

2
3

menutup, mata buta, ada kala di dalam mata ikan terdapat parasit yang menempel
dan lain-lain .Hal-hal tersebut perlu diamati sebelum mencari adanya parasit yang
mungkin ada pada ikan. Seringkali organisme parasit tidak terlihat secara visual
jika tidak ada tanda-tanda khusus pada ikan, dapat dilakukan pemeriksaan dengan
membuat preparat rentang (smear). Parasit yang diketemukan pada luar tubuh
ikan disebut ektoparasit, sedangkan di dalam tubuh ikan disebut endoparasit.
Ektoparasit bisa berasal dari monogenea, protozoa dan krustacea (Woo
1995).Salah satu contoh parasit yang menyerang ikan adalah alitropus typus,
chironomus tentans, simulium.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembutan makalah ini adalah :

1. Mengetahui ciri morfologi dari parasit Alitropus typus, Chironomus tentans,


Simulium.

2. Mengetahi siklus hidup dari parasit Alitropus typus, Chironomus tentans,


Simulium.

3. Mengetahui dampak penyakit yang ditimbulkan oleh parasit Alitropus typus,


Chironomus tentans, Simulium.

4. Mengetahui gejala klinis atau penyakit yang di timbulkan oleh parasit


Alitropus typus, Chironomus tentans, Simulium

5. Mengetahui cara penanggulangan dari parasit Alitropus typus, Chironomus


tentans, Simulium.

1.3 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah untuk mempermudah proses
pembudidayaan ikan, meminimalkan peluang terkenanya infeksi parasit pada ikan
yang di budidaya, dan mengetahui cara penanggulangannya untuk meningkatkan
tingkat produksi ikan yang berkualitas tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Alitropus typus

Gambar 1. Alitropus typus

Klasifikasi Alitropus typus menurut H. Milne Edwards (1840) sebagai


berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Isopoda
Famili : Aegidae
Genus : Alitropus
Spesies : Alitropus typus

2.1.1 Ciri morfologi


Parasit ini memiliki bentuk memyerupai kecoa dan memakan darah
inangnya sehingga jika parasit ini terdapat pada ikan dengan jumlah yang banyak
akan menyebabkan ikan mati kekurangan darah. Parasit ini biasanya hidup
menempel di bagian permukaan tubuh, di dalam mulut, dan di lubang hidung atau
tutup insang. Penularan terjadi secara horizontal, dan pemicunta antara lain karena
kondisi perairan dan kepadatan yang tinggi.
Ciri morfologi Alitropus sebagai berikut:
1. Bagian tubuh terdiri dari cephalon, peraeon, pleion
2. Parasit ini memiliki ukuran 0,2 – 0,8 cm
3. Memiliki antena

4
5

4. Perepods 1-3 berfungsi sebagai tangan sedangkan 4-7 berfungsi untuk


berjalan
5. Pemakan darah (blood feeder)
6. Hidup di air tawar dan air payau bersalinitas rendah

2.1.2 Siklus Hidup


Metamorfosis Alitropus merupakan metamorfosis ametabolus yaitu telur
dierami dalam marsupium kemudian menetas menjadi postlarva sebelum
berkembang menjadi dewasa.
Tempory host dimana inang parasit hidup secara singkat, kemudian
meninggakan inang. Alitropus muda kemudian dilepaskan dan berenang bebas
yang kemudian menginfeksi ikan lain. Alitropus sp bersifat hermaprodit protandri
dimana pada waktu muda parasit ini berjenis kelamin jantan sedangkan setelah
dewasa akan berubah menjadi betina.

Gambar 2. Siklus hidup Alitropus typus

2.1.3 Dampak Kerugian Untuk Ikan atau Penyakit yang ditimbulkan


Parasit Alitropus typus melekat pada ikan dapat menimbulkan penyakit
isopodiasis, yaitu penyakit yang disebabkan oleh isopod yang merupakan parasit
pemakan darah atau blood feeder. Parasit ini menginfeksi ikan pada saat di
perbenihan, pembesaran maupun pada stadia induk. Isopoda kemungkinan
mempunyai inang spesifik yang tinggi dan akan mencari kesempatan untuk
memilih inang yang tepat. Isopoda ini merupakan parasit fakultatif, yaitu parasit
yang akan menempel pada ikan jika keadaannya lemah atau lingkungan yang
buruk. Dengan sifat oportunistik dan parasit fakultatif, maka derajat kerusakan
pada ikan bervariasi sesuai dengan tempat penempelan isopoda dengan inangnya.
6

Ukuran Isopoda yang besar dapat menyebabkan kerusakan dan abrasi jika
menempel pada kulit dan insang ikan (Grabda 1991).
Pada umumnya penyakit isopodiasis terjadi pada budidaya ikan di
karamba jaring apung (KJA), baik di ekosistem air tawar maupun air laut. Seperti
pada penelitian Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus
fuscoguttatus pada Pendederan di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming
Kepulauan Seribu, Jakarta yang dilakukan oleh Heni Sela A. (2010) menunjukan
bahwa Alitropus typus ditemukan menyerang insang dan permukaan kulit benih
ikan kerapu macan yang dipelihara di keramba jaring apung. Serangan Alitropus
typus pada insang benih ikan kerapu macan menyebabkan ikan mengalami
kesulitan bernafas sehingga insang pucat, kehilangan nafsu makan dan berenang
tidak teratur. Akibat serangan parasit ini jaringan tubuh ikan rusak, nekrosis pada
dermis dan filamen insang. yang selanjutnya menyebabkan mekanisme pertahanan
tubuh tidak bekerja secara optimal. Parasit ini bila tidak segera ditangani
menyebabkan kematian bagi ikan.

2.1.4 Gejala Klinis dan Penyakitnya


Gejala klinis ikan yang terserang parasit Alitropus typus yaitu secara
visusal parasit ini tampak menempel pada tubuh ikan terutama di bawah sisik atau
pangkal sirip. Ikan yang terserang akan mengalami abnormalitas dalam berenang
atau hilang keseimbangan, gerakan lamban, kehilangan nafsu makan, anemia,
pertumbuhan lambat, terdapat luka dan pendarahan pada tempat gigitan yang
dapat mengakibatkan ikan mengalami infeksi sekunder oleh bakteri. Serta terjadi
kematian pada hari ke 2-3 setelah ikan diserang Alitropus typus (Koesharyani et
al. 1999).

2.1.5 Cara Penanggulangannya


a. Parasit dirontokkan menggunakan bahan kimia aktif yang
mengandung dischlorfos dengan konsentrasi 5-7 ppm selama 60 menit
dalam wadah terbatas.
7

b. Setelah parasit rontok, ikan dipindahkan ke wadah lain untuk


mencegah adanya infeksi sekunder oleh bakteri pada bekas gigitan
parasit.
c. Parasit dikumpulkan pada satu lokasi menggunakan spot light dan
diangkat menggunakan jaring.

2.2 Chironomus tetans


Menurut Sutrisno (2011), Chironomus tentans mempunyai klasifikasi
sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Chironomidae
Genus : Chironomus
Spesies : Chironomus tentans

Gambar 3. Chironomus tentans

2.2.1 Ciri morfologi


Chironomus tentans atau cacing darah (blood worm) dikenal sebagai
pakan alami di kalangan pembudidaya ikan hias. Chironomus tentans dapat
mencapai panjang 10-20 mm. Pada bagian anterior (kepala) terdapat mulut dengan
tipe penghisap, karena sifatnya yang menghisap darah atau cacing darah
(bloodworm), sedangkan pada bagian posteriornya bercabang 3. Larva
Chironomus tentans memiliki bentuk kalenjar ludah yang besar sehingga mudah
untuk mengamati bentuk kromosomnya. Pada periode larva, cacing darah
(bloodworm) akan berganti kulit sebayak 6 kali.
Cacing darah (blood worm) sering dianggap sebagai cacing sutera, karena
warnanya yang merah dengan tubuh bersegmen. Hal ini tentu sangat berbeda,
8

dikarenakan cacing darah ini merupakan larva serangga dari ordo


Dipteria (nyamuk). Warna merah pada cacing darah (bloodworm) ini disebabkan
oleh haemoglobin, yang sangat diperlukan oleh mahluk tersebut agar dapat hidup
pada kondisi dengan kadar oksigen rendah. Cacing darah (bloodworm) ini
mempunyai peran sebagai vektor dalam penyebaran parasit.
Cacing ini dapat dijumpai perairan-perairan bebas, seperti sungai, situ,
kolam, atau danau dan ditemukan dalam keadaan melata atau berenang, bahkan
terkadang terapung di badan-badan perairan serta senang bersembunyi dibalik
bebatuan, atau diantara bahan-bahan organik yang membusuk.

2.2.2 Siklus Hidup

Gambar 4. Siklus hidup Chironomus


Sumber : https://thecatchandthehatch.com/basic-entomology-for-fly-fishing/

Chironomus ini terdiri dari 4 tahap (fase) karena tergolong dalam


metamorfosis holometabola yang berarti organisme yang mengalami
metamorfosis sempurna. Tahap tersebut adalah tahap telur, tahap larva, tahap
kepompong, dan tahap serangga dewasa atau serangga terbang. Larva adalah
hewan muda yang bentuk dan sifatnya berbeda dengan dewasa. Pupa adalah
kepompong dimana pada saat itu serangga tidak melakukan kegiatan, pada saat itu
pula terjadi penyempurnaan dan pembentukan organ. Imago adalah fase dewasa
atau fase perkembangbiakan.
Setelah proses pemijahan, induk betina akan meletakkan massa telurnya
di permukaan air yang akan tenggelam ke dasar perairan dan kemudian menetas
menjadi larva. Siklus hidup dari telur hingga mencapai dewasa biasanya memakan
waktu kurang dari satu minggu atau bahkan lebih dari setahun tergantung jenis
spesies dan musim. Pada saat baru menetas larva chironomus berukuran tidak
lebih dari 1 mm.
9

Chironomus sp. tidaklah bersifat parasit akan tetapi merugikan bila


protozoa atau cacing lainnya yang bersifat parasit menjadi makanan bagi
Chironomus sp. yang membuat pakan alami ini termasuk yang berbahaya bagi
kelangsungan hidup ikan.

2.2.3 Gejala Klinis dan Penyakitnya


Chironomus tentants atau cacing darah tidak termasuk kedalam parasit
ataupun sumber penyakit ikan, hal ini terjadi karena cacing darah tidak
merugikan kehidupan ikan, namun justru sebaliknya cacing darah sangat
bermanfaat untuk dijadikan pakan alami untuk benih ikan karena memiliki
kandungan protein yang tinggi, menurut (Windanami 2006) cacing darah
memiliki kandungan protein hingga 65,2%.
Hanya saja habitatnya pada stadia larva yang hidup di dasar perairan
menyebabkanya menjadi sarana yang sempurna dalam penyebaran bakteri
ataupun racun bagi siapa saja yang memakannya. Hal inilah yang menjadikan
Chironomus tentantans bukan merupakan organisme parasit namun hanya sebagai
perantara bagi bakteri ataupun racun bagi ikan.

Bakteri yang memungkinkan untuk hidup dalam tubuh chironomids adalah


Salmonella sp, aeromonas sp, Nematomorpha: Gordioida, dan lainnya. 1) Ikan
yang terinfeksi bakteri Salmonella memiliki ciri-ciri tidak nafsu makan, badan
berlendir, serta terdapat bercak-bercak merah pada tubuhnya. 2) Ciri ikan yang
mengalami infeksi aeromonas ialah terlihat adanya luka seperti borok pada bagian
tubuh ikan. Luka yang tidak segera diobati ini lambat laun akan menyebar ke
seluruh tubuh dan ke ikan lainnya yang masih sehat. Ikan juga akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari adanya peradangan tersebut. Sirip juga akan
terlihat seperti rusak dan koyak, serta terjadi gangguan pada selaput lendir ikan
yang mengakibatkan ikan menjadi agak kesat saat dipegang. 3) Ciri ikan yang
terinfeksi nematoda adalah ikan melemah, terdapat luka pada ususnya dan
memungkinkan terjadinya anemia.
10

2.2.4 Cara Penanggulangannya


Chironomus tentants memiliki kemampuan toleransi yang tinggi pada
lingkungan yang buruk, hal tersebut menjadikanya sebagai penyalur racun atau
bakteri yang baik di perairan. Dengan begitu untuk dapat menanggulangi dampak
dari penyebaran bakteri oleh cacing darah ini, kulitas air dan kondisi lingkungan
harus tetap terjaga dengan baik agar tidak terjadi pencemaran air yang nantinya
dapat menginfeksi ikan melalui cacing darah sebagai pakannya. Adapun untuk
ikan yang terkena dampak Aeromonas masih dapat diselamatkan dengan bantuan
obat methyline blue

2.3 Simulium
Menurut Latreille (1802), Simulium mempunyai klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Simuliidae
Genus : Simulium

Gambar 5. Simulium
(sumber : Wikipedia)
2.3.1 Ciri morfologi
Simulium merupakan sejenis lalat kecil yang berukuran 3mm-8mm yang
dapat menghisap darah. Dalam Bahasa Indonesia simulium dikenal dengan nama
lalat punuk karena mempunyai daerah toraks yang menonjol (U.K. Hadi, 2010).
Simulium umumnya memiliki warna hitam sehingga dikenal juga dengan istilah
blackfly, istilah tersebut sebenarnya kurang tepat karena ada juga jenis yang
berwarna kuning keemasan.
Simulium memiliki mata majemuk yang terdiri dari kurang lebih seratus
mata (Ommatidia). Pada jantan ommatidia berukuran 25-40 mikron, sedangkan
11

pada betina memiliki ukuran ommatidia yang lebih kecil yaitu 10-15 mikron.
Simulium memiliki sayap yang pendek berukuran 1,5-6 mm, lebar, dan transparan
yang mampu terbang pada udara yang tenang. Simulium memiliki perut yang
beruas-ruas berjumlah delapan, pada tiga ruas terakhir terdapat alat kelamin yang
pada jantan relatif tidak tampak sedangkan pada betina agak membulat.

2.3.2 Siklus Hidup


Periode siklus hidup simulium berbeda pada setiap spesies dan kondisi
lingkungan. Simulium pada kondisi iklim tropis sepanjang tahun cenderung lebih
banyak berkembang biak dibandingkan dengan simulium yang hidup pada kondisi
iklim sedang. Telur, larva, dan pupa simulium hanya dapat ditemukan pada
perairan tawar, yang penyebarannya merata kecuali pada daerah gurun dengan
kondisi air yang sedikit.

Gambar 6. Siklus Hidup Simulium


(sumber : google)

Telur simulium umumnya menempel pada benda atau tumbuhan air, yang
akan tenggelam nantinya ketika fase larva. Jumlah telur berkisar antara 30-800
butir dengan ukuran Panjang 100-400 mikrometer. Larva simulium memiliki
kepala yang keras dilengkapi dengan sepasang mata sederhana, bentuk tubuh
silinder dengan bagian posterior abdomen melebar. Larva dapat berpindah tempat
dengan menghanyutkan tubuhnya ke aliran air, namun ketika sedang makan posisi
larva akan tegak dengan bagian posterior menempel pada substrat. Larva
simulium dapat memakan berbagai fitoplankton, seperti diatom dan jenis alga
lainnya. Pada fase pupa, simulium memintal kokon. Pada perairan sungai yang
12

memiliki arus cukup kencang, posisi kokon yang tertutup mengarah pada hulu,
sedangkan yang terbuka mengarah pada hilir. Hal tersebut untuk mencegah agar
kokon tidak terkoyak oleh aliran air. Ketika fase pupa berakhir, kokon akan
terbekah dan simulium dewasa muncul ke permukaan dengan gelembung udara,
dan dapat segera terbang.

2.3.3 Dampak Kerugian Untuk Ikan atau Penyakit yang ditimbulkan


Dampak terhadap ikan tidak ada dikarenakan lebih banyak berdampak
terhadap manusia dan hewan yaitu unggas dan mamalia.

2.3.4 Gejala Klinis dan Penyakitnya


Gigitan Simulium mula-mula tidak terasa sakit, kemudian terasa nyeri,
membengkak dan gatal yang berlangsung selama beberapa hari. Pada tempat
gigitan Simulium sp.akan terjadi radang setempat berupa benjolan (nodula).
Nodula ini berkembang sangat lambat dan dalam waktu 3-4 tahun hanya mencapai
ukuran 2-3cm. Benjolan ini jumlahnya bisa hanya beberapa saja, tetapi bisa juga
sangat banyak. Terkadang benjolan tersebut meradang yang diikuti terjadinya
abses. Kelainan patologis yang cukup berat bila infeksinya mengenai mata, yang
dapat menimbulkan kebutaan. Gejala awal pada mata berupa konjungtibitis, mata
berair dan potophobia yang diikuti keratitis, iritis, dan pecahnya bola mata yang
menimbulkan kebutaan. Penyakit yang dapat ditularkan oleh Simuliidae antara
lain adalah Onkosersiasis atau River blindness disease oleh Onchocerca volvulu
pada manusia di Afrika, Amerika latin dan Amerika tengah, Onkosersiasis pada
sapi oleh O. bovis, O. gutturosa, O. linealis, Onkosersiasis pada rusa oleh O.
tarsicola, Mansonellosis oleh Mansonella ozzardi pada manusia di Amerika latin,
Leukositozoonosis oleh Leucocytozoon simondi pada itik,L smithi pada kalkun,
Trypanosomiasis pada unggas oleh Trypanosoma confusum. Selain dapat
menularkan penyakit simulium juga sebagai penghisap darah yang sangat
mengganggu hewan dan manusia.

2.3.5 Cara Penanggulangannya


Selain dapat menularkan penyakit, Simulium juga merupakan penghisap
darah yang sangat mengganggu hewan dan manusia. Beberapa cara yang
13

digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit yang diakibatkan oleh


Simulium sp. adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan obat lalat yang telah terbukti ampuh dan aman bagi lingkungan
serta bagi ikan.
b. Simulium sp. dapat berkembang biak dengan baik di genangan air, sungai, air
rembesan, maupun saluran air di pinggir jalan. Maka untuk pencegahannya
adalah dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak
membuang sampah di lingkungan sekitar.
c. Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat dengan cara rajin
membersihkan kolam seperti mengganti air kolam, menyifon kolam, dll.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit infeksi dapat diakibatkan oleh parasit, virus, bakteri dan jamur.
Pada ikan terinfeksi ektoparasit akan menampakkan perubahan spesifik seperti
bintil-bintil atau luka dari yang kecil hingga yang besar, perubahan warna kulit
ikan dan lain-lain. Hal yang penting diamati adalah perubahan bentuk tubuh dan
organ luar pada ikan, misalnya insang menonjol dari dalam operkulum,
operkulum tidak menutup, mata buta, ada kala di dalam mata ikan terdapat parasit
yang menempel dan lain-lain. Dengan mengetahui kondisi ikan, maka akan
mempermudah proses pembudidayaan ikan, meminimalkan peluang terkenanya
infeksi parasit pada ikan yang di budidaya, dan mengetahui cara
penanggulangannya untuk meningkatkan tingkat produksi ikan yang berkualitas
tinggi.

3.2 Saran
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai parasit dan penyakit pada ikan
sebaiknya harus dilakukan praktek langsung sehingga apa yang kita pelajari di
perkuliahan dalam bentuk teori dapat diaplikasikan di lapangan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arianty, Heni S. 2010. Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan


Epinephelus fuscoguttatus pada Pendederan di Karamba Jaring Apung
Balai Sea Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. Sripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Barry, E. Edward, M. John. 2003. Survival of Salmonella enterica in Freshwater
and Sediments and Transmission by the Aquatic Midge Chironomus
tentans (Chironomidae: Diptera). America. PMC journal. 69(8). Hal:
4556- 4560
Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan.2017. Buku Saku Hama dan Penyakit
Ikan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen. Kebumen
Fegan, D., Henry C. Clifford III. 2001. Health Management for Viral Diseases in
Shrimp Farms. Word Aquaculture. 168-192 p
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. PWN – Polish Publisher Warsawa.
304p.
Gusrina. 2008. budidaya Ikan Jilid 3.Departemen pendidikan Nasional. Cianjur.
Jakarta.
Koesharyani, I., D. Roza, K. Mahardika, F. Johnny, Zafran and K. Yuasa. 2001.
Marine Fish Lanjutan and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual
for Fish Diseases Diagnosis II (Ed. By K. Sugama, K. Hatai and T.
Nakai). Gondol Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan
International Cooperation Agency. 49p.
Milne Edwards, H. 1840. Ordre des Copepods. In Histoire naturelle des
Crustaces, Comprerant l’ anatomoi, la physiologie et la
Classification de ces Animaux 3 : 411-529
Minggawati, infa. 2013. Posisi Penempatan Dan Jenis Media Tumbuh Budidaya
larva Chironomus tentants Pada Ekosistem Budidaya. Palangkaraya.
Ziraa’ah jurnal. 37(2). Hal: 1-5
Sutrisno, U. 2011. Pengaruh Padat tebar Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan
Gurame Padang (Ophronemus gouramy Lac). Skripsi. Universitas
Respati. Jakarta.
Takaoka H & U.K. Hadi. 1991. Two new black fly species of Simulium
(Simulium) from Java, Indonesia (Diptera: Simuliidae). Jpn. J. Trop. Med.
Hyg. 19: 357-370.
Takaoka H & U.K. Hadi. 1991. Two new black fly species of Simulium
(Simulium) from Java, Indonesia (Diptera: Simuliidae). Jpn. J. Trop. Med.
Hyg. 19: 357-370.

15
Takaoka, H. dan D.M. Davies. 1996. The Black Flies (Diptera : Simuliidae) of
Java, Indonesia. Bishop Museum Bulletin in Entomology 6. Bishop
Museum Press. Honolulu. Hawaii, USA.
Upik, K.H. 2010. Mengenal Simulium (Black Fly). Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan
IPB. Bandung, Indonesia.
Woo, P.T. K. 1995. Fish Disease and Metazoan. Department of Zoologi.
University of Guelph, Canada.

16

Anda mungkin juga menyukai