FILUM ARTHROPODA
Disusun oleh :
Kelompok 2/Perikanan-A
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Parasit dan Penyakit Ikan Filum Arthropoda perikanan ini. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Makalah yang berjudul Parasit dan Penyakit Ikan Filum Arthropoda ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan pada
Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran. Kami mengucapkan terima kasih kepada Dra. Rosidah, MSi., selaku
dosen penanggung jawab mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan atas segala
bimbingan dan masukan.
Kami telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan masukan yang membangun
bagi kami. Akhir kata, kami berharap semoga makalah yang telah disusun dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 1. Daur Hidup Chironomus tetans ........................................................... 4
Gambar 2. Larva menetas ..................................................................................... 9
Gambar 3. Larva Berkembang Menjadi Pupa ..................................................... 10
Gambar 4. Siklus Hidup Simulium sp. .................................................................. 11
Gambar 5. Cyclops sp. ........................................................................................ 13
Gambar 6. Siklus Hidup Cyclops sp. .................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
bukan sasaran. Sedangkan untuk penyakit yang diakibatkan oleh virus belum
dapat dilakukan pengontrolan dengan baik.
1.3 Manfaat
1. Mengetahui klasifikasi dan morfologi dari Chironomus sp., Simulium
sp. dan Cyclops sp.
2. Mengetahui siklus hidup dari Chironomus sp., Simulium sp. dan Cyclops
sp.
3. Mengetahui peran dari Chironomus sp., Simulium sp. dan Cyclops sp.
Bagi ikan.
4. Mengetahui gejala klinis yang ditimbulkan dari dari Chironomus sp.,
Simulium sp. dan Cyclops sp.
5. Mengetahui cara penanggulangan dari Chironomus sp., Simulium sp.
dan Cyclops sp.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
terlarut ini biasanya menetas pada umur antara 3-6 hari. Setelah menetas
larva akan berenang ke dalam air dan membuat berumbung untuk tempat tinggalnya
(Garno 2000). Larva Chironomous sp mempunyai bentuk tubuh yang memanjang,
silindris, dan terdiri dari kepala serta 12 segmen yang meliputi 3 segmen sebagai
thorax dan 9 segmen abdomen. Di dalam berumbung larva Chironomous sp
melakukan gerak yang undulated (bergelombang seperti ombak) sehingga air selalu
mengalir kedalam berumbung dan keluar melalui ujung lainnya yang terbuka.
Dengan cara ini larva tidak akan kekurangan oksigen dan karenanya larva
Chironomus sp dapat tinggal dan banyak ditemukan dalam perairan yang
mengandung oksigen terlarut sedikit (Garno 2000).
Larva adalah hewan muda yang bentuk dan sifatnya berbeda dengan
dewasa. Pada fase pupa atau kepompong terjadi penyempurnaan dan pembentukan
organ. Imago adalah fase dewasa atau fase perkembangbiakan.
Chironomus jantan dan betina akan melakukan pemijahan di udara. Setelah
proses pemijahan, induk betina akan meletakkan massa telurnya di permukaan air
dan telur akan tenggelam ke dasar perairan. Massa telur Chironomus berisi 100-
2000 butir telur dan akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Pada kondisi lingkungan
tropis, telur-telur akan mengalami masa inkubasi selama 24-48 jam sebelum
menetas.
Setelah telur menetas akan keluar larva, bentuknya memanjang seperti
belatung dan berukuran 1-100 mm. Larva Chironomus mempunyai habitat akuatik
dan bersifat saprofog atau dentrivor. Chironomus yang hidup dalam bentuk larva
akan membuat suatu tempat berbentuk tabung biasanya ditemukan di dasar kolam
atau bak air. Setelah larva cukup umur akan menutup tabungnya kemudian
mengubah diri menjadi kepompong atau pupa. Setelah beberapa hari menjadi pupa,
Chironomus akan keluar dari pupanya menjadi Chironomus dewasa yang berupa
nyamuk pemakan nektar. Selanjutnya Chironomus tetans akan mencari
pasangannya dan melakukan pemijahan. Dengan demikian maka siklus hidup
bloodworm pun akan berulang kembali. Chironomus dewasa sendiri hanya
bertahan hidup sekitar 2-3 hari, sebagian besar imago bersifat nokturnal dan banyak
ditemukan di sekitar cahaya. Siklus hidup dari telur hingga dewasa biasanya
memakan waktu kurang dari satu minggu atau bahkan lebih dari setahun tergantung
jenis spesies dan musim.
besar di tengahnya, lalu tumbuh dan disebut tropozoit. Tropozoit ini membentuk
vakuola vakuola makanan berisi sitoplasma sel inang dengan cara invaginasi dan
mengambil bagian-bagian sitoplasma. Sebenarnya Chironomus tidak secara
langsung menyebabkan penyakit pada ikan, cacing darah (Chironomus sp.),
merupakan tuan rumah perantara dari cacing dan protozoa yang menyebabkan
penyakit pada ikan. Gejalanya dimulai dari ikan tidak mau makan, menyebabkan
badan menjadi lemah dan tingkat imunitas menurun.
2.2 Simulium Sp
Famili Simuliidae. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah lalat punuk
karena mempunyai daerah toraks yang menonjol. Umumnya lalat ini berwarna
hitam sehingga dikenal dengan istilah blackfly.
- Kepala
Lalat ini mempunyai hamper seratus mata (ommatidia). Sebagi mata
majemuk, mata-mata ini terletak pada bagian atas kepalanya. Pada yang betina
setiap ommatidia berukuran kecil (10-15 mikron) dan mata majemuk ini terpisah
dengan baik di atas antena (dikhoptik). Pada yang jantan mata majemuk lebih besar
dan bersentuhan satu sama lain (holoptik), Antenanya kokoh seperti tanduk, beruas-
ruas, umumnya 11 ruas. Palpinya terdiri atas 5 ruas agak lebih panjang dari pada
probosisnya yang pendek. Ruas ketiga palpi memiliki alat sensoris yang besar.
Maksila dan mandibula pada yang jantan dan beberapa jenis betina yang tidak
menghisap darah tidak bergerigi. Jantan berbeda dari yang betina oleh besarnya
punuk pada toraks, merah dan besarnya mata, langsingnya abdomen dan adanya
sepasang klasper yang terlihat pada ujung abdomen.
- Toraks
Sayapnya pendek (1.5-6.0 mm), lebar, tidak berwarna dan transparan,
dengan lobus anal yang besar. Venasi sangat khas dengan vena radial yang
berkembang baik sepanjang sisi anterior sayap dan vena-vena median dan kubital
lemah di posterior. Karena penampilan sayap yang lemah ini lalat Simulium mampu
terbang di udara tenang berkilo-kilometer.
- Abdomen
Perutnya terdiri atas 8 ruas, tiga ruas terakhir terdapat alat kelamin
(genitalia) dan tidak terlihat. Ujung abdomen jantan lebih kompak dan relatif tidak
tampak. Betina mempunyai satu spermateka yang bentuknya subsperikal ( agak
membulat).
sebanyak 200 hingga 800 telur di bawah vegetasi permukaan atau benda di perairan.
Menurut Hadi (2010) telur dari Simulium berbentuk segitiga dan biasanya memiliki
ukuran 100 - 400 µm. Permukaan telur terbungkus oleh lapisan gelatin dan
berwarna krem keputihan Ketika pertama disimpan. Telur akan berubah warna
menjadi coklat kegelapan hingga hitam setelah 24 jam dan biasanya telur Simulium
sangat sensitive terhadap kondisi lingkungannya (telur hanya ditemukan pada aliran
air).
Setelah itu larva akan menetas dan menempel pada vegetasi air lainnya lain
seperti batuan (Gambar 2). Larva akan melewati enam tahap sebelum menjadi
kepompong. Telur yang telah menetas dicirikan dengan adanya kepala, sepasang
mata dan tubuh larva Simulium sp. yang silinder dengan toraks dan abdomen
posterior yang lebih besar dari abdomen anterior. Setelah itu larva akan berubah
menjadi pupa yang terbungkus dalam kepompong sutra dan biasanya melekat pada
vegetasi (Gambar 3) atau benda lain di sungai (Butler and Hogsette 1998).
Pupa akan memintal kokon yang memerlukan waktu satu jam hingga kulit
larva terlepas. Kokon biasanya berbentuk sandal (slipper-shaped) atau sepatu (shoe-
shaped) dan akan berubah menjadi gelap ketika akan dewasa. Perubahan tersebut
ditandakan dengan membelahnya kulit pupa hingga Simulium sp. dewasa keluar
dan mengapung ke permukaan lalu terbang ataupun bertengger pada benda di
permukaan air. Biasanya lalat yang berubah menjadi dewasa terjadi pada siang hari.
Pada beberapa jenisnya, Simulium sp. akan segera kawin setelah menjadi
Simulium dewasa. Panjang siklus Simulium sp., mulai dari telur menuju dewasa
biasanya bervariasi, tergantung pada spesies dan kondisi perairannya (Suhu, Aliran
air, dsb). Namun, biasanya interval waktu untuk menetas hingga dewasa
diperkirakan dari tiga hingga empat minggu. Simulium sp. dewasa yang baru keluar
akan hidup selama dua hingga tiga minggu, atau hingga 85 hari (Butler and
Hogsette 1998).
11
Simulium sp. yang sudah dewasa biasanya akan menjadi media dalam
perpindahan cacing filaria dengan menggigit dan menyerap darah inangnya.
Biasanya mikrofilaria akan berpindah dari darah ke lalat melalui hemocoel ke otot-
otot dadanya. Di hemocoel otot dada tersebut filaria akan berkembang menjadi
larva tahap pertama dan tahap kedua. Setelah itu filaria akan berpindah pada belalai
Simulium sp. pada tahap ketiga. Simulium sp. yang telah terinfeksi akan menjadi
media perpindahan larva filaria ke inang melalui gigitan tersebut. Larva tersebut
akan berkembang dalam jaringan subkutan dan menjadi filaria dewasa yang hidup
dalam tubuh inangnya (Lustigman dan Abraham 2009).
(sparganum). Baru bila Cyclops sp. tersebut termakan ikan Afea Larva
Pleurocercoid di tubuh ikan akan tumbuh menjadi larva stadium sparganum, disini
ikan menjadi tuan rumah perantara kedua bagi Diphyllobotrium. Sparganum yang
ada pada tubuh ikan akan menjadi dewasa, bila ikan tersebut dimakan oleh ikan
lain. (Suryanti S.R. 1980)
- Menyerang pada ikan: Ikan air tawar dan laut
- Menyerang pada bagian Bagian saluran otot melalui mulut
- Termasuk HPIK Bukan merupakan parasit karena Cyclops sp. merupakan
predator juga inang perantara duri cacing senga, hothriocepalus, dan
marsipametra.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam makalah ini mengenai
parasit Arthropoda, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit didefinisikan sebagai
suatu keadaan fisik, morfologi dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari
keadaan normal karena beberapa penyebab dna terbagi atas dua kelompok yaitu
penyebab dari dalam (Internal) dan luat (Eksternal). Penyakit parasitik merupakan
salah satu penyakit infeksi yang sering menyerang ikan. Serangan parasit bisa
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan, penurunan produksi ikan bahkan
kematian.
Berbagai organisme yang bersifat parasit berasal dari filum Arthropoda,
dengan gejala yang cukup sulit diidentifikasi karena termasuk parasit internal yang
menyerang inang dari dalam. Penanggulangnnya pun terbilang sulit namun hasil
yang didapatkan sangat sepadan karena apabila dibiarkan akan sangat merugikan
pembudidaya maupun ikan.
3.2 Saran
Parasit dan penyakit ikan merupakan ilmu dan teknik dasar
dalam meningkatkan produktivitas hasil perikanan dan kelautan. Untuk menunjang
tujuan tersebut, diperlukan ketelitian, keseriusan dan kajian yang lebih mengenai
wawasan parasit dan penyakit ikan ini sehingga dapat diimplementasikan dalam
bidang perikanan dan kelautan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Adler PH, McCreadie JW. 2002. Medical and Veterinary Entomology. Mullen G,
Durden L (editor). Cina (CN): Academic Press. Hlm. 185-200
Apsari IAP, Swacita IBN, Suratma NA. 1999. Pengaruh Kondisi Wilayah Asal dan
Jenis
Armitage PD, Cranston PS, Pinder LCV. 1995. The Chironomidae : The Biology
and Ecology of NonBiting Midges. London, Chapman & Hall.
Aryani N., Henny S., Iesje L., Morina R. 2004. Parasit dan Penyakit Ikan. UNAI
Press. Pekanbaru
Butler and Hogsette. 1998. Black Flies, Simulium spp. (Insecta: Diptera:
Simuliidae). EDIS, pp. 1-4.
Chaidir, I. 1992. Suatu studi tentang pemanfaatan pupuk organik sebagai media
kultur larva Chironomus. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18
19
Dewi ,S., Ketut M. S., dan Philip T. 2012. Siklus Hidup Kopepoda Laut (Cyclops
Sp.) Dari Perairan Gondol, Buleleng. Teknologi Akuakultur. Bali.
Farhadian, O., Yusoff, F.M., Mohamed, S., & Saad, C.R. 2009. Use of Cyclopoid
Copepod Apocyclops dengizicus as Live Feed for Penaeus monodon
Postlarvae. J. of The World Aquaculture Society, 40(1): 22-32.
Hadi, Upik. 2010. Apakah Simulium itu. Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kabata. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured In The Tropics. Taylor and
Francis. London page 109-114.
Lavens & Sorgeloos. 1996. Manual on the production and use of live food for
aquaculture. Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Rubtsov IA. 1990. Blackflies (Simuliidae). Second Edition. New York (US): EJ
Brill. Hlm. 3-4
Suryanti, S.,R. 1980. Parasit Ikan dan Cara Memberantasnya. Yayasan Sosial Tani
Membangun. Jakarta.