Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI PERAIRAN

PENGAMATAN PERUBAHAN PERILAKU IKAN


LELE (Clarias batrachus)
TERHADAP INSEKTISIDA SIDAMETHRIN

Oleh :
Adinda Ainun Mardiah
1710714220002

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada Praktikan sehingga Praktikan
dapat menyelesaikan praktikum dan menulis laporan ini dengan baik. Dan
Praktikan ucapkan terima kasih kepada Tim Dosen Pengampu Mata Kuliah
Ekotoksikologi serta kepada asisten praktikum yang telah memberi arahan saat
praktikum berlangsung.
Praktikan menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
laporan ini, untuk itu praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi terciptanya laporan yang baik dan benar di
kemudian hari. Semoga laporan Praktikum Ekotoksikologi Perairan ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca. Praktikan mengucapkan terima kasih atas segala
arahan sehingga laporan ini dapat tersusun dengan baik.

Banjarbaru, November 2019

Praktikan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL........................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
a. Latar Belakang................................................................................ 1
b. Tujuan dan Kegunaan..................................................................... 3
c. Waktu dan Tempat.......................................................................... 3
d. Alat dan Bahan................................................................................ 3
II. PENGAMATAN ORGAN LUAR....................................................... 4
a. Jenis Ikan yang Digunakan dalam Praktikum Berdasarkan
Nama Lokal, Nama Ilmiah dan Nama Perdagangan....................... 4
b. Kondisi Kesehatan Ikan Berdasarkan Ciri-ciri
Ikan yang Sehat dan Sakit............................................................... 5
c. Bentuk Mata Ikan............................................................................ 7
d. Bentuk Bagian Kepala, Hidung, Mulut, Rahang Atas dan Bawah. 7
e. Bentuk Bagian Tubuh Ikan............................................................. 7
f. Bentuk Sirip Punggung, Sirip Dada, Sirip Perut, Sirip Dubur
Dan Sirip Ekor................................................................................ 8
g. Kondisi Organ Luar yang Mengarah pada Kesehatan Organ
Lainnya........................................................................................... 8
III. PENGAMATAN PERILAKU IKAN................................................... 9
a. Hasil................................................................................................ 9
b. Pembahasan..................................................................................... 10
IV. PENUTUP............................................................................................. 14
a. Kesimpulan..................................................................................... 14
b. Saran............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

1.1................................................................................................................. Alat
yang Digunakan..................................................................................... 3
1.2................................................................................................................. Bahan
yang Digunakan..................................................................................... 3
3.1. Pengukuran Ikan Lele (Clarias batrachus)........................................... 9
3.2. Pengamatan Perilaku Ikan Setelah Diberikan Racun............................ 9

iii
I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan


fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk
ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan
lingkungan . Sedangkan menurut Andhika Puspito Nugroho, M.Si dalam
buku ajar Ekotoksikologi , ekotoksikologi mempelajari efek toksik
substansi (substances) pada non human species dalam suatu kompleks
sistem (system).
Dengan mempelajari ekotoksikologi dapat diketahui keberadaan
polutan dalam suatu lingkungan (ekosistem) yang dalam waktu singkat,
dapat menyebabkan perubahan biokimiawi suatu organisme. Selanjutnya
perubahan tersebut dapat mempengaruhi perubahan fisiologis dan respon
organisme, perubahan populasi, komposisi komunitas, dan fungsi
ekosistem. Perubahan biokimiawi sampai dengan ekosistem menunjukkan
adanya peningkatan waktu respon terhadap bahan kimia, peningkatan
kesulitan untuk mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia
spesifik, dan increasing importance (Puspito,2004).
Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang membahas seputar efek
merugikan berbagai efek samping yang merugikan dari berbagai agen kimiawi
terhadap semua sistem makhluk hidup. Pada bidang biomedis, ahli toksikologi
akan menangani efek samping yang timbul pada manusia akibat pajanan obat dan
zat kimiawi lainnya, serta pembuktian keamanan atau bahaya potensial yang
terkait penggunaannya.
Toksikan adalah agen yang mampu menghasilkan dampak atau
respon buruk dalam suatu sistem biologis, yang dapat secara serius
merusak struktur dan fungsi atau menyebabkan kematian. Dampak buruk
disini dimaksudkan sebagai gambaran dari hasil pengukuran atau
kuantifikasi yang berada di luar kisaran normal yang ditemukan pada
organisme sehat. Toksikan atau bahan kimia asing (xenobiotics) dapat

1
2

memasuki ekosistem perairan secara kebetulan atau dengan sengaja


dibuang ke dalamnya, yang secara serius merubah kualitas air dan
membuat lingkungan perairan menjadi tidak layak bagi organisme.
Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun
mekanisme kerjanya. Hal tersebut dapat disebabkan lebih pekanya suatu organ,
atau lebih tingginya kadar bahan kimia dan metabolitnya di organ Toksisitas
merupakan sifat bawaan suatu zat, bentuk dan tingkat manifestasi toksiknya pada
suatu organisme bergantung pada berbagai jenis faktor. Faktor yang nyata adalah
dosis dan lamanya pajanan. Faktor yang kurang nyata adalah species dan strain
hewan, jenis kelamin, umur, serta status gizi dan hormonal. Faktor lain yang turut
berperan yaitu faktor fisik, lingkungan dan sosial. Di samping itu, efek toksik
suatu zat dapat dipengaruhi oleh zat kimia lain yang diberikan bersamaan. Efek
toksik dapat berubah karena berbagai hal seperti perubahan absorpsi, distribusi,
dan ekskresi zat kimia, peningkatan atau pengurangan biotranformasi, serta
perubahahan kepekaan reseptor pada organ sasaran (Lu, 1995).
Penggunaan insektisida merupakan suatu hal yang sulit dipisahkan
dengan kegiatan pertanian khususnya dalam budidaya tanaman guna
meningkatkan produk baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sifat
penting yang dimiliki insektisida adalah daya racun atau toksisitas. Meski
insektsida tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu jenis hama
tertentu dalam kegiatan pertanian tetapi pada dasarnya bersifat racun untuk
semua makhluk hidup. Hampir semua jenis insektisida yang ada tidak
bersifat selektif dan mempunyai spektrum yang luas sebagai racun
sehingga merupakan sumber pencemar yang potensial bagi sumber daya
dan lingkungan perairan. Penggunaan insektisida yang bersifat racun
kronis seperti orghano-posfat diramalkan menyebabkan perubahan
keseimbangan populasi hayati yang berakibat menurunnya
keanekaragaman hayati (biodeversitas) berbagai ekosistem (Sungkawa,
2008 dalam Hidayat, 2013)
Dalam praktikum ikan yang menjadi uji terhadap insektisida
sidamethrin yaitu ikan lele (Clarias batracus) yang merupakan salah satu
komoditas budidaya yang memiliki berbagai kelebihan, diantaranya adalah
3

pertumbuhan cepat dan memiliki kemampuan beradaptasi terhadap


lingkungan yang tinggi (Sitio, M. H. F., Jubaedah, D., & Syaifudin, M.
(2017). Dari penjelasan diatas maka praktikum ekotoksikologi diperlukan
agar dapat mengetahui proses respon buruk yang dialami ikan lele. Selain
itu untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari toksikan serta megetahui
berbagai jenis efek toksik.

b. Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk
mengamati, mempelajari dan mengetahui perubahan tingkah laku ikan
ketika berada di dalam suatu lingkup wilayah yang mengandung toksin
serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat toksisitas suatu
bahan pencemar.
c. Waktu dan Tempat
Praktikum mata kuliah Ekotoksikologi Perairan dilaksanakan
pada Hari Sabtu, 23 November 2019 pada pukul 09.00 WITA. Praktikum
bertempat di Laboratorium Iktiologi Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
d. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1. Alat yang Digunakan
No. Alat Kegunaan
1. Alat Tulis Untuk mencatat hasil pengamatan
2. Sarung Tangan Untuk melindungi tangan dari racun
insektisida
3. Masker Untuk melindungi bau menyengat dari racun
insektisida
4. Ember Untuk meletakkan ikan sebelum dimasukan
ke dalam toples / sebelum di beri racun
5. Toples Kaca Untuk wadah pengamatan perilaku ikan
6. Stopwatch Untuk menghitung waktu pada saat ikan
bereaksi
7. Timbangan Untuk mengukur berat tubuh ikan
8. Penggaris Untuk mengukur panjang tubuh ikan
9. Pipet Tetes Untuk memasukkan/meneteskan bahan
kimia (insektisida) ke dalam wadah reaksi
4

(toples kaca)

Tabel 3.2. Bahan yang Digunakan


No. Bahan Kegunaan
1. Insektisida Sidamethrin Sebagai bahan kimia yang dipakai untuk
50 g/l reaksi toksisitas pada ikan
2. Air bersih 2500 ml Sebagai media ikan yang diberikan racun
3. Ikan Lele (Clarias Sebagai objek pengamatan
batracus)
II. PENGAMATAN ORGAN LUAR

a. Jenis Ikan yang Digunakan dalam Praktikum Berdasarkan Nama


Lokal, Nama Ilmiah dan Nama Perdagangan
Ikan Lele (Clarias batracus) merupakan ikan yang hidup di perairan
tawar. Ikan ini dapat bertahan hidup pada kondisi perairan yang sangat buruk
karena memiliki insang tambahan (arborescent) yang terletak di bagian atas
lengkung insang kedua dan ketiga terdapat kantung insang tambahan yang
berbentuk seperti pohon (arborescent organ) (Bachtiar, 2006).
Ikan Lele yang memiliki nama ilmiah Clarias batracus dikenal dengan
berbagai nama di beberapa daerah. Antara lain adalah Kalang (Sum-Bar), Maut
(Gayo), Seungko (Aceh), Sibakut (Karo), Pintet (Kal-Sel), Keling (Makassar),
Cepi (Sul-Sel), Lindi (Ja-Teng), dan Keli (Malaysia). Sedangkan secara
internasional Ikan Lele (Clarias batracus.) sering disebut sebagai Catfish.
Menurut Saanin (1968), klasifikasi Ikan Lele (Clarias batrachus) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias batrachus
Berdasarkan klasifikasi diatas, diketahui bahwa :
Nama Lokal : Ikan Lele
Nama Ilmiah : Clarias batrachus
Nama Perdagangan : Catfish
b. Kondisi Kesehatan Ikan Berdasarkan Ciri-ciri Ikan yang Sehat dan
Sakit

5
6

Ikan Sehat Secara Eksternal


1) Gerakannya Aktif. Secara umum, ikan sehat secara penampakan luar
( eksternal ) selalu bergerak aktif. Ikan memiliki sifat reotaksis positif dan
negatif. Ia selalu bergerak aktif baik itu melalwan atau searah arus
perairan. Umumnya ikan yang sehat, gaya berenangnya tenang, tidak
tersendat-sendat. ikan yang suka menggesekkan bagian tubuhnya ke alat-
alat atau benda sekitarnya, umumnya terserang parasit. Hal ini mungkin
karena rasa gatal yang ditimbulkan akibat gigitan kutu ataupun jamur/
bakteri pada kulit maupun insang. ikan yang sehat umumnya berenang
dengan tenang, dasi/pectoral fin – sirip depan bawah perut diturunkan
sehingga terlihat gagah pada saat berenang.
2) Nafsu makan tinggi. Ikan sehat selalu memiliki nafsu makan yang tinggi.
Dengan begitu, asupan nilai gizi yang diperlukan tubuh ikan untuk proses
kehidupannya bisa terpenuhi secara maksimal. Pertumbuhan akan baik,
reproduksi, pencernaan, serta segala system yang bekera pada fungsi
kehidup ikan akan berlangsung dengan baik.
3) Warna kulit yang cerah, tidak berselaput ataupun mengeluarkan lendir
yang berlebihan. Warna kulit yang mengkilap/hitam menandakan kondisi
ikan yang tidak sehat. Garis hitam vertical/stress bar yang sangat
menyolok/tegas menandakan ikan dalam kondisi stress yang berat. Jumlah
garis ini berbeda-beda menurut varian ikan. Biasanya berjumlah antara 7-
18 bar. Stress bar ini tidak menentukan sakit tidaknya seekor ikan, tetapi
sebagai parameter kondisi ikan akibat kaget, atau kondisi lingkungan yang
tidak cocok bagi ikan. Banyak jenis ikan yang menunjukkan stress-bar nya
dengan jelas.
4) Sisik pada ikan yang bersih dan tidak terkelupas, tidak berbintik putih dan
berlendir terlalu banyak. Sirip ikan haruslah terlihat bersih dan lengkap.
Sirip yang sobek, rusak, berjamur menandakan ikan tidak sehat. Biasanya
pada sirip ikan sering terserang fin rot. Sirip yang tidak cacat dan
seimbang akan membuat bentuk ikan indah dipandang.
5) Warna mata yang bening / cerah , tidak berselaput ataupun berbintik putih.
Bola mata yang tidak terlalu mencolok keluar seperti ban radial. Mata
demikian disebut pop eye yang disebabkan kondisi air yang jelek, dan ikan
7

terjangkit intestinal bakteri. Ukuran mata yang terlalu besar pada ikan
yang berukuran kecil menandakan ikan tersebut terhambat
pertumbuhannya atau biasa disebut bantet/ kontet. Selain itu mata yang
hitam dapat diakibatkan oleh penyakit internal dan terlalu lama terkena
kontaminasi obat-obatan dalam jangka lama.
6) Bentuk tubuh ikan yang ideal, tidak kurus yang nampak dari ketebalan
dahi/ jidat. ikan yang tidak cacat fisik, biasanya terlihat dari depan/ muka
dimana sisi kiri dan kanan terlihat sama. Mulut ataupun bagian tubuh
lainnya tidak ada yang lebih ke kiri/ ke kanan.
7) Cara bernafas yang berirama teratur, dimana kedua insang membuka dan
menutup bersamaan, tanpa ada yang lebih besar membukaya ataupun
bernafas hanya dengan satu insang. Biasanya ikan yang bernafas dengan
satu insang terjangkit Gill Fluke Dactylogyrus atau kutu insang. Tutup
insang rata menutupi insang, tidak pendek dan tidak menganga terbuka.
Juga harus diperhatikan nafas yang snagat cepat, yang dapat disebabkan
oleh kekurangan oksigen namun dalam jangka panjang akan merusak
fungsi insang.
Ikan Sakit Secara Eksternal
1) Warna Tubuh Menjadi gelap, nafsu makan berkurang, nafas tersengal-
sengal, sering berada pada permukaan air. Gejala ini biasanya timbul
akibat ikan kekurangan oksigen.
2) Ikan lebih sering menyendiri di sudut kolam, geraknya kurang lincah,
sebelum muncul tanda merah tau bitik putih pada kulitnya ikan
menggesek-gesekkan badannya ke dinding kolam. Itu di akibatkan adanya
kutu atau jamur pada tubuh ikan serta nafsu makan berkurang. Seandainya
ada ikan dengan ciri-ciri tersebut sebaiknya ikan di pisahkan dengan yang
lainnya (karantina) sambil di beri pengobatan dan berikan juga heater.
3) Ciri ikan yang sakit, biasanya dia menyendiri dan melipat ekor. Tapi
bukan berarti itu saja, ikan yang sakit juga bisa dilihat dari penampilan
fisik tubuh mereka. Misalnya ikan yang sakit ulcer/ borok, masih berenang
-renang dengan aktif dan makannya juga banyak.
4) Badan ikan berjamur, jambul rusak/ bolong.
8

5) Badan ikan kena parasit/kutu, white spot.


6) Malas, tidak mau makan. Keseimbangan terganggu, menggantung
dipermukaan air, menggosok-gosokkan tubuhnya di benda lain. Cirri-ciri
penyakit ini biasanya karena ikan tersebut sedang stress.
7) bintik-bintik merah pada seluruh permukaan tubuh dan sirip, timbul luka
pada permukaan tubuh. Cirri-ciri ini muncul pada ikan yang tersetang
Carp Erithrodermatitis.
8) Pembengkakan kulit, penonjolan pada kulit di pangkal ekor. Merupakan
gejala dari carp pox.
9) Berenang secara tidak normal, menggelepar mnggelepar kemudian diam di
dasar perairan, menggantung di permukaan air.
10) Ikan berwarna gelap, satu matanya rusak, yaitu cirri-ciri dari viral
haemorhagic septicaemia.
Berdasarkan pengamatan saat praktikum ikan lele memiliki gerak
refleks yang baik, gaya berenang tenang, gerakan lincah, warna kulit cerah, warna
mata bening, tidak mengeluarkan lendir berlebih, maka berdasarkan keterangan
diatas maka diketahui bahwa Ikan Lele (Clarias batrachus) yang digunakan
dalam praktikum memiliki ciri-ciri sebagai ikan yang sehat.

c. Bentuk Mata Ikan


Bentuk mata bulat tidak menonjol, berdasarkan ciri-ciri ikan yang sehat,
warna mata ikan yang digunakan sebelum diberikan racun berwarna bening /
cerah dan berwarna khas, berbeda dengan ikan yang sudah diberikan racun, mata
ikan sedikit-demi sedikit mulai memudar dan berwarna lebih pucat.

d. Bentuk Bagian Kepala, Hidung, Mulut, Rahang Atas dan Bawah


Secara eksternal tidak terlihat perbedaan yang mencolok pada bagian
kepala, hidung, mulut, rahang atas dan bawah untuk ikan yang belum diberikan
racun dengan yang sudah diberikan bagian racun.

e. Bentuk Bagian Tubuh Ikan


Ikan Lele (Clarias batrachus) memiliki kulit yang licin, berlendir dan
sama sekali tidak memiliki sisik. Warnanya hitam kemerahan dengan loreng-
loreng seperti baju tentara. Warna kulit ini akan berubah menjadi mozaik hitam
9

putih jika Ikan Lele (Clarias batrachus) sedang dalam kondisi stress dan akan
menjadi pucat jika terkena sinar matahari langsung. Ikan Lele (Clarias batrachus)
memiliki kepala yang panjang, hampir mencapai seperempat dari panjang
tubuhnya. Tanda yang khas dari Ikan Lele (Clarias batrachus) adalah tumbuhnya
empat pasang sungut seperti kumis di dekat mulutnya. Sungut ini berfungsi
sebagai alat penciuman serta alat peraba saat mencari makanan. Memiliki 3 buah
sirip tunggal, yaitu sirip punggung yang berfungsi sebagai alat berenang, sirip
dubur dan sirip ekor berfungsi sebagai alat bantu untuk mempercepat dan
memperlambat gerakan. Selain itu, Ikan Lele (Clarias batrachus) juga
mempunyai dua sirip berpasangan yaitu, sirip dada dan sirip perut. Sirip dada
mempunyai jari-jari yang keras dan runcing yang biasa disebut patil. Alat ini
berfungsi sebagai senjata sekaligus alat bantu gerak ke kanan dan ke kiri.
Walaupun berfungsi sebagai senjata, patil ini tidak memiliki racun (Bachtiar,
2006).

f. Bentuk Sirip Punggung, Sirip Dada, Sirip Perut, Sirip Dubur dan Sirip
Ekor
Bentuk sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur dan sirip ekor
ikan sebelum diberikan racun berwarna lebih cerah dan lebih mencolok,
sedangkan setelah diberikan racun warna sirip berangsur-angsur mulai memudar
dan memucat.

g. Kondisi Organ Luar yang Mengarah pada Kesehatan Organ Lainnya


Kondisi organ luar yang mengarah pada kesehatan organ lainnya sebelum
diberikan racun dalam keadaan normal, semua organ dalam keadaan yang sehat.
III. PENGAMATAN PERILAKU IKAN

a. Hasil
Bahan
Insektisida Sidamethrin dengan konsentrasi 50 g/l
Dengan Perlakuan 10 tetes pipet ,1 pipet terukur 0,5
Insektisida Sidamethrin yang diberikan 0,5 ml x 10 tetes = 5 ml
Air bersih 2500 ml
Ikan Lele (Clarias batracus)

Tabel 3.1. Hasil Pengukuran Ikan Lele (Clarias batrachus)


Berat (gram) Panjang Total (cm)
Lele (Clarias 36 18
batrachus)

Tabel 3.2. Pengamatan Perilaku Ikan Setelah Diberikan Racun


Waktu Pengamatan Perilaku Ikan Percobaan
5 menit - Gerakan ketujuh ikan masih lincah
- Menggosokkan tubuh ke dinding toples
- Pada menit ke-5 warna kulit berubah menjadi putih pucat
namun masih banyak bagian yang terlihat kehitaman
10 menit - Ikan mulai kehilangan keseimbangan
- Gerakan ikan terlihat melemah dan lambat
- Ikan sering muncul ke permukaan
- Pada menit ke-9, warna tubuh ikan lele terlihat pucat
- Terdapat luka pada sisik akibat gesekan dengan beberapa
ikan lainnya
15 menit - Gerakan semakin lambat
- Pada menit ke-12, mata ikan lele tidak sebening pada saat
sebelum diberi toksin
- Pada menit ke-15 banyak ikan yang berjatuhan pada
dasar toples
20 menit - Sebagian besar ikan tidak lagi naik ke permukaan
ataupun berenang, hanya satu ikan yang aktif berenang
- Menit ke-16 ikan yang berada di dasar perairan tidak
merespon dan posisi telentang

10
11

- Menit ke- 17 dari 7 ikan, maka 6 ikan dinyatakan mati


- Menit ke-20 ikan yang belum mati masih berenang
namun kehilangan keseimbangan
25 menit - Ikan yang dinyatakan mati dalam keadaan telentang
mulut terbuka
- Mengeluakan lendir yang sangat banyak
- Mata menonjol
- Ikan lele yang tersisa 1 mulai jatuh ke dasar toples
30 menit - Semua ikan tidak melakukan pergerakan
- Pada menit ke-28 keseluruhan ikan lele dinyatakan mati

b. Pembahasan

a. Gambaran Perilaku Ikan Percobaan dalam waktu ke-0 Perlakuan


Sampai Ikan Mengalami Kematian

Gambaran perilaku ikan sesuai dengan keterangan pada Tabel


3.2. Pengamatan Perilaku Ikan Setelah Diberikan Racun menunjukkan
bahwa gerakan ikan saat ikan sebelum di beri insektisida sidamethrin yaitu
dalam kondisi yang normal, gerakan lincah, keseimbangan terjaga, sampai
pada titik yang mana ikan tidak mampu bertahan dengan perlakuan racun
yang diberikan maka ikan akan menunjukkan dengan gerakan-gerakan
seperti berenang dengan terombang-ambing, ikan mulai hilang
keseimbangan, sering muncul kepermukaan, menggosokkan bagian
tubuhnya ke dinding toples.

b. Pengamatan Perilaku Ikan Saat Awal Diberi Dosis Racun Sampai


Mengalami Perubahan Gerakan
Dalam praktikum ekotoksikologi kali ini yang menjadi titik fokus adalah
memperhatikan perilaku ikan sejak di beri racun, serta apa saja yang di alami oleh
ikan lele sebelum masuk ke fase mati,dari ikan yang terlihat tenang, bergerak
dengan baik, berenang dengan lincah. Pada Praktikum sebelum melakukan
pengamatan perubahan perilaku, pertama-tama Ikan Lele (Clarias batrachus)
ditimbang dan diukur panjang totalnya. Didapatkan hasil untuk ikan Lele dengan
berat badan 36 gram, panjang total 18 cm. Ikan lele (Clarias batrachus) dengan
12

jumlah 7 dimasukkan ke dalam toples kaca yang sebelumnya berisi air sebanyak
2.500 ml atau 2,5 liter, dan insektisida simethrin berkonsentrasi 50 g/l, sebanyak
10 tetes dengan ukuran 0,5 ml per tetesnya, sehingga racun insektisida
sidamethrin yang diberikan sebesar 5 ml untuk 2.500 ml air.
Berdasarkan pengamatan diketahui perilaku ikan percobaan terdapat
banyak perbedaan pada saat sebelum diberikan toksin dan saat sesudah diberikan
toksin baik dari kondisi fisik maupun tingkah lakunya. Sebelum diberikan toksin,
ikan cenderung berenang lincah dan agresif, mata ikan berwarna hitam cerah
tidak menonjol dan ikan sedikit berlendir. Kondisi fisik menunjukkan ciri-ciri
ikan sehat. setelah diberi toksin insektisida simethrin 50g/liter sebanyak 10 tetes,
terlihat banyak perubahan pada kondisi ikan. Gerakan ikan cenderung lemah, ikan
kehilangan keseimbangan, ikan lebih sering berenang ke permukaan dan tidak
berenang secara agresif, setelah dalam hitungan menit ke-15 banyak ikan yang
berjatuhan ke dasar dalam posisi telentang, dengan mulut dan operculum terbuka,
mata menonjol, lendir yang berlebih pada permukaan kulit, insang berwarna
coklat tua. Menurut Singh (2013), hal ini terjadi untuk melindungi insang agar
intensitas terpapar zat racun menurun. Nafas ikan terengah-engah, terjadi ram jet
ventilation yaitu gerak cepat dan tidak beraturan. Ikan yang mati dalam kondisi
mulut dan operkulum terbuka, sirip dada dan sirip perut kaku melengkung kearah
anterior, sirip punggung kaku mengembang, warna tubuh pucat dan berlendir.
Sampai pada menit ke-17 ikan di katakan mati dengan jumlah 6, dan 1 ikan yang
dapat bertahan, namun pada menit ke-28 seluruh ikan di nyatakan mati.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses cepatnya
kematian pada ikan yaitu : Pertama, tempat / wadah untuk percobaan yang
dimensinya tidak terlalu besar. Kedua, banyak nya jumlah ikan yang di
gabung dalam suatu tempat yang sama. Ketiga, ukuran ikan yang menjadi
objek pengamatan. Keempat, semakin besarnya dosis yang di berikan.
Kelima, jenis racun yang mana dalam praktikum menggunakan
SIDAMETHRIN 50 EC adalah insektisida racun kontak dan lambung
berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan (emulsifiable concentrate/EC)
berwarna kuning untuk mengendalikan hama penting pada pertanaman
jagung, kakao, kapas, kedelai, kubis, sawi teh dan tembakau. Keenam,
13

kesehatan ikan merupakan hal yang mempengaruhi cepatnya proses


kematian pada ikan.
Ikan diberikan racun insektisida sidamethrin yang mana
memberikan efek terhadap ikan sehingga ikan mengalami toksisitas akut
yang mendadak. Akut adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu kondisi atau penyakit yang terjadi tiba-tiba, dalam
waktu singkat, dan biasanya menunjukkan gangguan yang serius. Ikan
yang diberikan racun cenderung diam dan tidak bergerak aktif. Tingkah
laku ini diduga sebagai pola adaptasi untuk memperkecil proses biokimia
toksikan yang sudah terserap ke dalam tubuh ikan sehingga dapat bertahan
hidup atau memperlambat efek lethal.

c. Pemberian Dosis Racun yang Berbeda Sehingga akan Menunjukkan


Respon yang Berbeda
Dapat diketahui bahwa dalam 2.500 ml air bersih, insektisida dengan
konsentrasi 50 gram/l sebanyak 5 ml menimbulkan efek keracunan yang lebih
lambat daripada insektisida dengan konsentrasi 500 gram/l dengan dosis yang
sama. Hal ini dikarenakan dikarenakan semakin besar konsentrasi insektisida,
maka dampak keracunan yang dialami oleh Ikan Lele (Clarias batrachus) akan
semakin besar, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
bahwasanya Lethal Concentration (LC-50) adalah konsentrasi yang menyebabkan
kematian pada 50% binatang percobaan, namun dihubungkan dengan waktu
terpapar dari bahan tersebut biasa digunakan untuk bahan gas (Jenova, 2009).
Sedangkan Lethal dose (LD-50) adalah suatu besaran yang diturunkan secara
statistik, guna menyatakan dosis tunggal suatu senyawa yang diperkirakan dapat
mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan coba
setelah perlakuan. LD50 merupakan tolak ukur kualitatif yang sering digunakan
untuk menyatakan kisaran dosis total (Sulastry, 2009).
Setiap spesies ikan akan menunjukkan respon yang berbeda
terhadap perubahan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup.
Konsentrasi racun yang mencemari perairan juga dapat mempengaruhi
seberapa besar respon yang diberikan terhadap kondisi lingkungan yang
14

berubah ketika zat racun tersebut mengalami kontak dengan reseptor


didalam tubuh ikan.
Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung pada
sifat zatnya sendiri, tetapi juga pada kemungkinan untuk berkontak
dengannya dan pada jumlah yang masuk dan diabsorpsi. Dengan kata lain,
tergantung dengan cara kerja, frekuensi kerja dan waktu kerja zat tersebut
diperairan yang bereaksi dengan reseptor didalam tubuh ikan. Perbedaan
waktu matinya ikan yang diberikan dosis lebih sedikit mengalami
kematian dalam waktu yang relatif lama, sedangkan untuk dosis racun
yang diberikan lebih banyak secara umum akan menyebabkan reaksi
kematian terhadap ikan dalam waktu yang lebih singkat. Tidak mampunya
ikan untuk beradaptasi secara langsung terhadap perubahan kondisi
lingkungannya menyebabkan hal tersebut dapat terjadi. Secara umum ikan
yang berada dalam kondisi perairaan yang tercemar racun akan
menunjukkan respon khusus yang terindikasi dari perubahan warna yang
semakin pucat, produksi lendir berlebih dipermukaan tubuh, serta mata
yang terlihat keruh.
IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan


bahwa Ikan Lele (Clarias batrachus) saat sebelum dan sesudah diberikan
racun memiliki perbedaan yang terlihat jelas. Sebelum diberikan racun,
gerakan ikan lincah, warna cerah dan tidak terjadi perubahan secara
eksternal dari ciri-ciri ikan yang sehat, namun setelah ikan diberikan racun
ikan cenderung naik kepermukaan, berenang lamban, luka di bagian sirip
akibat gesekan dengan ikan lainnya lalu mengalami hilang keseimbangan
kemudian ikan mengalami kematian, dan semakin lama ikan berada
didalam zat racun maka warna ikan akan semakin memudar/pucat. Faktor
yang mempengaruhi tingkat toksisitas ikan terhadap bahan pencemar
bahwa dosis toksin yang ada di dalam air menjadi pengaruh besar terhadap
perubahan kondisi fisik dan tingkah laku ikan. Semakin banyak toksin
yang terdapat di dalam air maka akan semakin cepat pula merusak sel-sel
dan jaringan dalam tubuh ikan sehingga dapat menyebabkan kematian
pada ikan. Selain itu ada faktor lain yaitu, tempat/wadah, ukuran ikan
sendiri serta kondisi fisik dan kesehatan ikan.

B. Saran

Sebaiknya dalam melakukan praktikum, praktikan lebih teliti


dalam mengamati perubahan perilaku ikan , dan mencatat hasil dari
praktikum agar lebih mudah memahami faktor yang mempengaruhi
tingkat toksisitas bahan pemcemar. Selain itu, praktikan sebaiknya
melakukan praktikum dengan beberapa perlakuan agar dapat
membandingkan antara perlakuan satu dengan perlakuan yang lainnya.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Adharini, R. I., Suharno, S., & Hartiko, H. Pengaruh Kontaminasi Insektisida


Profenofos Terhadap Fisiologis Ikan Nila Merah (Oreochromis SP.)
(Contamination Effect of Profenofos Insecticide on Physiology of Red
Nila (Oreochromis SP.)). Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23(3), 365-
373.
Bachtiar, Y. 2006. Panduan Lengkap Budidaya Lele . Jakarta: Agro Media Pustaka.

Fitriana, Alvionita Nur. Forensic Toxicology. Jurnal Majority, 2015, 4.4.

Puspito, Andhikan. 2004. Ekotoksikologi. Universitas Gajah Mada: Yogjakarta.

Saanin, Hasanuddin. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta:


Bogor.

Sitio, M. H. F., Jubaedah, D., & Syaifudin, M. (2017). Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Benih Ikan Lele (Clarias sp.) Pada Salinitas Media yang
Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 5(1), 83-96.

Sulastry, Feni. 2009. Uji Toksisitas Akut yang Diukur dengan Penentuan LD 50
Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) Terhadap Mencit
BALB/C. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.
Supriyono, E., & Nirmala, K. (2008). Studi Mengenai Toksisitas Surfaktan
Deterjen, Alkyl Sulfate (As), Terhadap Post Larva Udang Windu
Penaeus monodon Fabr.
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengukuran Ikan Lele Gambar 2. Hasil Pengukuran

Gambar 3. Menimbang Berat Ikan Gambar 4. Memasukan insektisida


sidamethrin
Gambar 5. Insektisida Sidamethrin Gambar 6. Setelah dimasukkan racun

Gambar 7. Kondisi pada menit ke-17 Gambar 8. Kondisi pada menit ke-26

Anda mungkin juga menyukai