Anda di halaman 1dari 13

Produktivitas Perairan Primer Danau Tamblingan

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Produktivitas Perairan

Disusun oleh :

Kelompok 6 / Perikanan A

Nelly Juenti 230110200004

Aldi Hakim 230110200008

Fathurrahman 230110200021

Zahra Egidita 230110200028

Rahajeng Balqis 230110200050

Efriza Rachima Putra 230110200055

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI PERIKANAN

JATINANGOR

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Suatu ekosistem dapat terbentuk dari interaksi makhluk hidup dan lingkungannya,
makhluk hidup dan makhluk hidup lainnya, serta makhluk hidup dan lingkungan abiotik
(habitat). Interaksi dalam suatu ekosistem didasarkan pada adanya hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dan pemanfaatan lingkungan abiotik untuk memenuhi kebutuhan dasar
makhluk hidup. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, komunikasi makhluk hidup biasanya adalah
pencarian energi untuk kelangsungan hidup, yang meliputi pertumbuhan, pemeliharaan,
reproduksi dan pergerakan. Sumber energi utama bagi ekosistem adalah sinar matahari.
Produksi ekosistem adalah proses di mana energi disediakan dan disimpan di
ekosistem. Masukan energi ke ekosistem yang relevan adalah transfer energi cahaya oleh
produsen menjadi energi kimia. Pada saat yang sama, penyimpanan energi dirancang untuk
konsumsi energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Produktivitas adalah tingkat produksi
makhluk hidup dalam satu ekosistem.
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), perubahan kecil dalam produktivitas
ekosistem dari waktu ke waktu menunjukkan kondisi lingkungan yang stabil, sedangkan
perubahan dramatis menunjukkan kondisi yang sebenarnya atau sedang terjadi, yang
menunjukkan perubahan lingkungan yang terjadi. Perubahan signifikan dalam interaksi di
antara organisme yang membentuk ekosistem. Menurut Campbell (2002), perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem biosfer disebabkan oleh faktor pembatas di setiap
ekosistem. Faktor terpenting yang membatasi produktivitas tergantung pada tipe ekosistem dan
musim lingkungan. Oleh karena itu, studi yang lebih rinci tentang produktivitas dan komputasi
membutuhkan pengetahuan tentang. Ini menawarkan aspek positif mengenai ekosistem itu
sendiri.

1.3 Tujuan
● Menjelaskan pengertian dari produktivitas primer
● Menjelaskan Jenis fitoplankton yang ditemukan dalam perairan Danau Tamblingan
● Menjelaskan cara menghitung produktivitas primer
● Menjelaskan keadaan produktivitas primer
● Menjelaskan kelimpahan fitoplankton dan cara menghitung kelimpahan fitoplankton
● Menjelaskan faktor yang mempengaruhi produktivitas primer
1.4 Manfaat
● Mengetahui pengertian dari produktivitas primer
● Mengetahui Jenis fitoplankton yang ditemukan dalam perairan Danau Tamblingan
● Mengetahui cara menghitung produktivitas primer
● Mengetahui keadaan produktivitas primer
● Mengetahui kelimpahan fitoplankton dan cara menghitung kelimpahan fitoplankton
● Mengetahui faktor yang mempengaruhi produktivitas primer
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Produktivitas Primer


Produktivitas primer adalah jumlah karbon yang dihasilkan organisme per satuan
waktu, sering kali diperkirakan sebagai jumlah karbon yang dikandungnya, umumnya sebagai
gram karbon yang diproduksi per m2 kolom air per hari. Dapat dinyatakan sebagai (gC m -2
hari -1) atau sebagai gram karbon yang dihasilkan dalam meter kubik per hari (gC m-3 hari-
1). Produktivitas primer adalah persentase sambungan energi yang dilakukan oleh produsen.
Menurut Campbell (2002), produktivitas primer menunjukkan jumlah energi cahaya yang
diubah menjadi energi kimia oleh autotrof dalam suatu ekosistem selama periode waktu
tertentu. Produksi utama ekosistem berasal dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh
tumbuhan berdaun hijau dengan menangkap energi dari sinar matahari. Secara kimia, proses
fotosintesis merupakan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) dimana sebagian energi cahaya
matahari disimpan sebagai energi potensial. Produksi utama yang terjadi di penanam atau
pabrik selama periode waktu tertentu adalah biomassa tanaman. Beberapa biomassa ini
digantikan oleh proses dekomposisi dan beberapa disimpan lebih lama sebagai bahan siklus
hidup. Jumlah bahan organik hidup yang terakumulasi pada satu waktu disebut biomassa
tanaman tegakan. Jadi jelas bahwa biomassa berbeda dengan produksi (produktivitas).
Produktivitas bersih komunitas adalah tingkat di mana produsen menimbun bahan organik
yang tidak digunakan (dimakan) oleh heterotrof (herbivora). Oleh karena itu, produktivitas
komunitas bersih merupakan produktivitas primer yang tersisa setelah dikurangi dengan apa
yang digunakan (dikonsumsi) oleh herbivora.

2.2 Studi Kasus


Danau Tamblingan yang berada di kecamatan Banjar, termasuk dalam kawasan Taman
Wisata Alam (TWA) Danau Buyan - Danau Tamblingan yang berada dalam pengawasan
BKSDA Bali, yang mana terletak pada 8°14’8”LS dan 115°05’15”BT dengan luas kawasan
adalah 1,703 Ha (Sutomo, 2014). Danau Tamblingan berfungsi sebagai kawasan lindung
dengan tujuan melindungi sumber daya alam dan sumber daya buatan karena merupakan
daerah tangkapan air (PERDA Prov Bali No 16, 2016).
Dari hasil identifikasi plankton di Danau Tamblingan ditemukan 3 filum fitoplankton
yaitu Chrysophyta, Chlorophyta, dan Cyanophyta. Tiga filum tersebut ditemukan dengan
jumlah genus yang bervariasi pada masing-masing stasiun yaitu: Chrysophyta (5 genus),
Chlorophyta (14 genus), Cyanophyta (2 genus). Filum yang ditemukan paling banyak adalah
filum Chlorophyta.

Chrysophyta Chlorophyta Cyanophyta


Chrysophyta (Golden Algae/Golden Algae) merupakan alga dengan pigmen turunan
dominan berupa xantofil (kuning) dan pigmen lain yaitu klorofil a, c dan fucoxanthin (coklat).
Chrysophytes adalah uniseluler uniseluler, koloni adalah uniseluler dan juga multiseluler. Ada
chrysophyta dengan lengkungan, dan ada vimpeta, Chrysophyta, yang dinding selnya
mengandung hemiselulosa, pektin atau silika. Chrysophyta menyimpan cadangan makanan
dalam bentuk karbohidrat atau lemak. Habitat di air tawar dan air laut. Chrysophyta hidup
sebagai fotoautotrof. Namun, beberapa spesies mampu menyerap zat organik terlarut
(mikotrofik) atau mengonsumsi partikel makanan dan bakteri dengan cara memanjangkan
pseudopoda.
Chlorophyta adalah kelas mikroalga kosmofilik, yang artinya tersebar luas di alam.
Kelas Chlorophyta memiliki potensi yang sangat besar, antara lain sebagai pakan alami, pakan
ternak, suplemen makanan, penghasil komponen bioaktif dalam bahan farmasi dan terapeutik.
Hal ini karena mikroalga mengandung berbagai nutrisi seperti protein, karbohidrat, asam lemak
tak jenuh, vitamin, klorofil, enzim, yang kaya akan serat (Wirosaputro 1998, Steenblock,
2000). Selain itu, Chlorophyta berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel.
Karena mikroalga mengandung karbohidrat, protein dan triasilgliserol yang merupakan bahan
baku biodiesel. Kandungan minyak rumput laut bervariasi tergantung pada jenis rumput laut,
tetapi umumnya antara 20 dan 50% (Huang et al, 2009).
Cyanophyta atau Cyanobacteria ada yang hidup sebagai plankton dan ada pula yang
hidup sebagai bentos. Spesies-spesies yang bersifat planktonik umumnya merupakan spesies-
spesies yang mengakibatkan terjadinya ledakan populasi (blooming) akibat eutrofikasi
(pengayaan nutrisi).
Sebagian besar plankton yang termasuk Chlorophyta mempunyai klorofil a dan b yang
digunakan untuk fotosintesis, sehingga memiliki laju metabolisme yang cepat (Fauziah dan
Laily, 2015). Filum tersebut ditemukan lebih banyak dibandingkan filum lainnya diduga
karena sifatnya yang kosmopolit dan mempunyai toleransi yang tinggi. Hal tersebut disebutkan
dalam Sartika dkk, (2012) yang menyatakan bahwa filum Chlorophyta merupakan filum yang
bersifat kosmopolit pada perairan danau, kolam, genangan air hujan dan sungai. Pratiwi dkk.
(2007) menyebutkan bahwa filum itu mempunyai batas toleransi yang tinggi terhadap suhu.
Menurut effendi (2003), Filum Chlorophyta mampu tumbuh dengan baik pada suhu 20-30 ºC.
Suhu yang terukur di danau Tamblingan berada pada rentang suhu 24-25ºC sehingga sesuai
untuk kehidupan filum Chlorophyta.

2.3 Cara Menghitung Produktivitas Primer


Pengukuran produktivitas primer pada umumnya didasarkan pada reaksi fotosintesis.
Beberapa metode pengukuran produktivitas primer adalah: metode panen yang cocok untuk
ekosistem pertanian; pengukuran oksigen, misalnya dengan metode botol gelap dan botol
terang, untuk ekosistem perairan; metode pH, yang cocok untuk ekosistem perairan; metode
klorofil, yang pada dasarnya adalah mengukur kadar klorofil; metode radioaktif; dan metode
CO2 (Vryzas, 2008). Menurut Wiryanto (2001), produktivitas primer dapat diukur dengan
beberapa cara, misalnya dengan metode C1 metode klorofil, dan metode oksigen(Michael,
1995). Metode oksigen dengan botol gelap terang banyak digunakan, meskipun hasilnya
terbatas dalam botol (Odum, 1993).
Boehme (2000) memperkenalkan metode oksigen dilakukan melalui pembacaan kurva
oksigen harian. Dengan metode ini sampel yang diteliti tidak dibatasi ukurannya dan dapat
diukur setiap saat, namun ada kemungkinan terjadi persinggungan oksigen di atmosfer dan di
dalam air. Sejumlah model untuk menghitung produktivitas primer badan air telah
menghasilkan hasil yang berbeda. Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energi cahaya
yang diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu
tertentu. Oksigen terlarut yang diukur menggunakan metode Winkler (APHA 2012). Nilai
oksigen terlarut pada botol terang dan botol gelap digunakan untuk menghitung nilai
Produktivitas primer bersih (Net Primary Productivity) dan produktivitas kotor (Gross
Primary Productivity). Rumus untuk menghitung nilai produktivitas primer bersih (NPP)
adalah:

(𝑂2 𝐵𝑇) − (𝑂2 𝐵𝐴) 𝑥 1000 𝑥 0.375


𝑁𝑃𝑃 =
𝑃𝑄 (𝑡)

NPP adalah produktivitas primer bersih (mgC/m/jam), 𝑂2 𝐵𝑇 adalah oksigen pada botol
terang setelah diinkubasi (mg/l), 𝑂2 𝐵𝐴 oksigen pada inisial sebelum diinkubasi (mg/l), PQ
adalah Photosynthetic Quotient = 1.2, t adalah waktu inkubasi (jam), 1000 merupakan
konversi liter menjadi m3 dan 0.375 merupakan konversi oksigen menjadi karbon.

2.3.1 Keadaan Produktivitas Primer


Effendie (2002) menyatakan bahwa besarnya populasi ikan dalam suatu perairan salah
satunya ditentukan oleh ketersediaan makanan di perairan tersebut yang meliputi jumlah dan
kualitas makanan yang tersedia, mudahnya mendapatkan makanan dan lama masa
pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut. Air danau termasuk juga air Danau
Tamblingan memiliki berbagai macam fungsi sehingga perannya penting dalam kehidupan.
Fungsinya diantaranya adalah untuk aktivitas pertanian, peternakan, dan penangkapan ikan.
Dengan demikian tidak jarang kualitas air danau akan terpengaruh oleh aktivitas tersebut. Salah
satu bioindikator untuk mengetahui kualitas suatu perairan danau adalah keberadaan plankton
khususnya fitoplankton (Munthe dkk., 2012).

2.3.2 Nilai Produktivitas Primer


Faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer badan air dalam
ekosistem. Faktor lingkungan mempengaruhi semua kegiatan yang berlangsung di lingkungan.
Beberapa pengaruh yang menentukan kandungan klorofil dan produktivitas primer adalah
kedalaman, cahaya, laju aliran air, suhu, salinitas, fosfat dan nitrit. Fitoplankton yang hidup di
reservoir mendukung produktivitas primer. Pengukuran produktivitas primer air alami harus
didasarkan pada jumlah aktivitas fotosintesis bakteri dan alga (Odum, 1971 dalam Vijayanti
et al., 2009).

2.4 Kelimpahan Fitoplankton


Kepadatan tertinggi Danau Tamblingan pada jurnal ini terdapat pada stasiun II dimana
pada stasiun tersebut memiliki kadar nitrat dan fosfat lebih tinggi. Menurut Miller (2005)
stasiun II merupakan limnetic zone (lapisan terbuka), dimana pada lapisan ini permukaan air
terpapar cahaya matahari yang cukup banyak dan pada lapisan inilah fotosintesis utama danau,
dimana produser (fitoplankton) menghasilkan oksigen.
Kelimpahan fitoplankton di Danau Tamblingan cukup tinggi mengingat masyarakat
setempat berprofesi sebagai nelayan. Sebagian besar mereka menangkap ikan menggunakan
kail dan jaring yang dipasang di tengah danau. Ikan yang paling banyak diperoleh adalah ikan
mujair dengan peruntukkan dijual ataupun dikonsumsi tergantung dari jumlah yang diperoleh.
Selanjutnya adalah ikan lele dimana menurut Santoso (1995) ikan tersebut mampu hidup di
perairan yang aliran airnya tidak terlalu deras misalnya di sungai, danau, dan waduk.
Selanjutnya adalah ikan zebra yang mempunyai ukuran kurang lebih dari 10 cm.

2.4.1 Cara Menghitung Kelimpahan Fitoplankton


Metode yang digunakan adalah metode sapuan untuk menghitung jumlah fitoplankton
dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dengan perbesaran 10 x 10. Untuk identifikasi dan
menghitung kelimpahannya berpedoman pada Yamaji (1976), Davis (1995), Algabase (2013)
dan SERC (2013). Sedangkan untuk perhitungan kelimpahan fitoplankton menggunakan
rumus APHA (1989).

Dimana :
N = Kelimpahan individu fitoplankton (individu/liter)
Z = Jumlah individu fitoplankton
X = Volume air sampel yang tersaring (40 ml)
Y = Volume 1 tetes air (0.06 ml) V = Volume air yang disaring (100L)

2.4.2 Penjelasan Kelimpahan Fitoplankton


Kelimpahan fitoplankton dapat terjadi karena tingkat kecerahan yang tinggi sehingga
menunjang proses fotosintesis bagi fitoplankton. Selain itu juga karena adanya sumber energi
dan kandungan hara yang mendukung pertumbuhan fitoplankton tersebut.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer


Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer meliputi suhu, cahaya, air,
curah hujan dan kelembaban, nutrisi, tanah dan herbivora.
a) Suhu
Produktivitas meningkat dari kutub ke khatulistiwa karena gradien suhu rata-rata
tahunan. Saat hujan tropis suhu bukanlah menjadi faktor dominan dalam menentukan
produktivitas, bukan panjang musim tanam. Adanya suhu yang tinggi dan konstan sepanjang
tahun berarti tanaman memiliki musim tanam yang lebih panjang, sehingga menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi. Suhu secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
produktivitas. Karena suhu berperan langsung dalam mengendalikan reaksi enzimatik dalam
proses fotosintesis, suhu tinggi dapat meningkatkan laju fotosintesis maksimum, sehingga
distribusi vertikal fitoplankton dapat terpengaruh.
b) Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi utama ekosistem. Cahaya memainkan peran yang
sangat penting dalam produktivitas primer karena hanya energi cahaya yang dapat
menggerakkan mesin fotosintesis pada tumbuhan dan fitoplankton. Hal ini berarti bahwa
daerah yang menerima sinar matahari tahunan lebih banyak dan lebih lama memiliki
kesempatan fotosintesis yang lebih lama untuk mendukung peningkatan produktivitas primer.
Iklim suhu (Wiharto, 2007). Dalam ekosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat
bergantung pada ketersediaan cahaya di dalam air. Tingkat pertumbuhan maksimum
fitoplankton berkurang ketika badan air tunduk pada kondisi ketersediaan cahaya rendah.
c) Air, curah hujan dan produktivitas air/kelembapan
Di ekosistem darat berkorelasi dengan ketersediaan air. Ketersediaan air merupakan
faktor pembatas untuk aktivitas fotosintesis, karena air merupakan komponen fundamental
dalam proses fotosintesis. Secara kimiawi, air bertindak sebagai pelarut universal dan
keberadaan air dapat membawa nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Air memiliki siklus dalam
ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem berupa air tanah, air sungai/air, dan air atmosfer
berupa uap. Uap di atmosfer dapat mengembun dan jatuh seperti hujan. Interaksi sepanjang
tahun antara suhu dan air hujan dalam jumlah besar menciptakan kondisi kelembaban yang
ideal bagi tanaman hutan hujan untuk meningkatkan produktivitas Menurut Jordan (1995)
dalam Wiharto (2007): Kelembaban yang tinggi meningkatkan produktivitas mikroba. Proses
lain yang sangat dipengaruhi oleh proses ini adalah pelapukan tanah yang cepat. Ini melepaskan
nutrisi yang dibutuhkan tanaman Anda. Saat hujan, kilat dan badai menghasilkan sejumlah
besar nitrogen, yang menempel di udara dan jatuh ke permukaan bumi dengan air hujan.
Namun, ketika hujan dan kehilangan air, tanah yang tidak tertutup vegetasi lebih mungkin
untuk tercuci, mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya
nutrisi dalam ekosistem.
d) Nutrisi
Tanaman membutuhkan berbagai macam nutrisi mineral, beberapa relatif besar dan
beberapa kecil, tetapi semuanya esensial. Di beberapa ekosistem terestrial, nutrisi organik
merupakan faktor pembatas utama untuk produktivitas. Ketika nutrisi tertentu atau nutrisi
individu tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, produktivitas menurun atau bahkan berhenti
sama sekali. Ada juga bukti yang menunjukkan bahwa nitrogen dan fosfor adalah nutrisi
pembatas utama di banyak ekosistem, dan bahwa CO2 dapat membatasi produktivitas.
Produktivitas laut umumnya paling tinggi di perairan dangkal dekat benua dan di sepanjang
terumbu karang di mana cahaya dan nutrisi berlimpah. Produktivitas primer per satuan luas
laut lepas relatif rendah karena terbatasnya ketersediaan unsur hara mineral terutama nitrogen
dan fosfor di permukaan tempat dalam. Fitoplankton paling produktif ketika arus ke atas
membawa nitrogen dan fosfor ke permukaan.
e) Tanah
Potensi ketersediaan hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh
mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon
dioksida (CO2) dari respirasi tanah serta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 )
yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion
hidrogen bermuatan positif (H ). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara
yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh
koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah(wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat
silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat
dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alumunium yang lebih dominan berasosiasi
dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga bisa menjadi sumber pengasaman tanah. Sulfat ini
dapat masuk ke ekosistem melalui hujan atau kekeringan, serta melalui aksi mikroorganisme
yang melepaskan senyawa sulfur dioksida. Asam organik juga dapat dilepaskan selama
penguraian sampah (Jordan, 1985 dalam Viharto, 2007).
f) Herbivora
Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas
vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut
tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998), bahwa
akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali
diketahui. Bahkan hubungan antara herbivora dan produktivitas primer bersih
kemungkinan bersifat kompleks, dimana konsumsi sering menstimulasi produktivitas
tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun
jika intensitasnya optimum. Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan,
bahwa, walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi,
hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain
itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi
bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik
bagi herbivora. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer
perairan dalam ekosistem, faktor lingkungan berpengaruh terhadap segala aktivitas yang
terjadi di lingkungan. Beberapa pengaruh yang menentukan kandungan klorofil dan
produktivitas primer adalah kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu, salinitas, fosfat,
dan nitrit. Fitoplankton yang hidup dalam perairan merupakan penyokong produktivitas
primer. Pengukuran tingkat produktivitas primer suatu perairan alami harus berdasarkan
besarnya aktivitas fotosintesis oleh bakteri dan alga (Odum, 1971 dalam Wijayanti dkk,
2009).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Produksi utama ekosistem berasal dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh
tumbuhan berdaun hijau dengan menangkap energi dari sinar matahari. Secara kimia, proses
fotosintesis merupakan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) dimana sebagian energi cahaya
matahari disimpan sebagai energi potensial. Pada studi kasus di Danau Tamblingan ditemukan
3 filum fitoplankton yaitu Chrysophyta, Chlorophyta, dan Cyanophyta. Menurut Sartika, dkk
(2012) filum Chlorophyta merupakan filum yang bersifat kosmopolit pada perairan danau,
kolam, genangan air hujan dan sungai. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas
primer adalah suhu, cahaya, air, curah hujan dan kelembaban, nutrisi, tanah dan herbivora.

3.2 Saran
Pada saat pembuatan makalah Produktivitas Perairan Primer Danau Tamblingan kami
menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 2012. Standard Methods for the
Examination of Water and Waste Water. 22st ed. Washington (US): APHA.
Behrenfald MJ, Boss E, Siegel DA, Shea DM. 2005. Carbon-based ocean productivity and
phytoplankton physiology from space. Global Biogeochemical Cycles. Vol 19.
Campbell J, Antonie D, Armstrong R, Arrigo K, Balch W, Barber R, Behrenfeld M, Bidigare
R, Bishop J, Carr ME, Esaias W, Falkowski P, Hoepffner N, Iverson R, Kiefer D,
Lohrenz S, Marra J, Morel A, Ryan J, Vedernikov V, Waters K, Yentsch C, Yoder
J. 2002. Comparison of algoritm for estimating ocean primary production from surface
chlorophyll, temperature and irradiance. Global biogeochemical cycles. Vol 16.
No 3, 1035.
Dewi A., Joko S., Syafruddin N. 2013. Komposisi kelimpahan fitoplankton perairan laut riau.
Students of Fisheries and Marine Science Faculty Riau University, Pekanbaru.
Dini Sofarini. 2012. Keberadaan kelimpahan fitoplankton sebagai salah satu indikator
kesuburan lingkungan perairan di waduk riam kanan. Enviro scienteae (8) 30-34.
Fendria W., Deny S.Y., Ni M.S. Plankton Community Structure In Tamblingan Lake, Buleleng
District, Bali. SIMBIOSIS IX (2): 123-133.
Mulkan N., Setyo B. S., James P. Panjaitan. 2017. Hubungan Antara Konsentrasi Klorofil-A
Dengan Tingkat Produktivitas Primer Menggunakan Citra Satelit Landsat-8. Jurnal
Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 8 No. 1.
Sartika, D., N.E. Fajri., dan A.H. Sinamarta. 2012. Keanekaragaman Fitoplankton dan
Hubungannya dengan Nitrat dan Fosfat di Danau Singkarak Kabupaten Solok Provinsi
Sumatera Barat. Universitas Riau.
Sutomo. 2014. Ekslporasi Keberadaan Tumbuhan Langka Lokal Bali di Kawasan Hutan Danau
Buyan Danau Tamblingan dan Beberapa Desa di Kabupaten Buleleng Bali. Jurnal Al-
Ahzar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. 2(4): 253 – 259.

Anda mungkin juga menyukai