Anda di halaman 1dari 20

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap perairan memiliki tingkat produktivitas yang berbeda-beda tergantung

pada kondisi lingkungan dan kualitas yang dimiliki perairan tersebut, begitupula

pada perairan Teluk Kendari. Teluk Kendari sebagai salah satu wilayah pesisir

memiliki potensi sumberdaya perairan dan fungsi pendukung kehidupan yang

sangat penting. Berbagai kegiatan baik jasa kelautan seperti pelabuhan untuk

pelayaran dan perikanan, maupun kegiatan-kegiatan lain di sekitar pantai seperti

permukiman, perindustrian, pertambakan, dan sebagainya merupakan bagian dari

faktor pendukung kehidupan manusia. Kegiatan penduduk yang meningkat di

sekitar teluk pada umumnya akan memberikan dampak pada kualitas maupun

produktivitas perairan di teluk karena limbah dari semua kegiatan tersebut, baik

langsung ataupun tidak langsung, akan masuk ke perairan teluk. Peningkatan

unsur hara yang berasal dari aktivitas manusia dapat mengakibatkan peningkatan

produktivitas primer perairan serta akan mempengaruhi kelimpahan dan struktur

komunitas di perairan Teluk Kendari. Dalam kondisi unsur hara yang tinggi,

pertumbuhan jenis-jenis fitoplankton dapat berlangsung dengan sangat cepat,

sehingga diduga dapat memicu terjadi blooming dari fitoplankton yang dominan

di perairan tersebut (Irawati, et al., 2013).

Produktivitas perairan adalah laju produksi suatu makhluk hidup dalam

ekosistem perairan. Produktivitas perairan terbagi atas dua, yakni produktivitas

primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer adalah suatu proses

pembentukan senyawa-senyawa organik melalui proses fotosintesis. Proses

fotosintesis sendiri dipengaruhi oleh faktor konsentrasi klorofil a, serta intensitas


2

cahaya matahari. Nilai produktivitas primer dapat digunakan sebagai indikasi

tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan (Alexander, et al., 2008).

Sedangkan produktivitas sekunder adalah pembentukan biomassa pada suatu

populasi atau komunitas oleh heterotrof, dimana konsepnya yakni jumlah yang

dimakan sama dengan jumlah yang diserap tubuh ditambah jumlah yang

dikeluarkan.

Oleh karena itu, diperlukan bagi mahasiswa untuk melakukan praktek

Produktivitas Perairan ini, karena dengan itu mahasiswa dapat mengetahui

bagaimana Produktivitas di suatu perairan khususnya di perairan Teluk Kendari

dapat mempengaruhi organisme perairan.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari dilakukannya praktikum Produktivitas Perairan adalah agar

praktikan dapat mengetahui produktivitas primer perairan melalui pengukuran

kandungan oksigen terlarut, fosfat dan nitrat yang terdapat dalam perairan Teluk

Kendari.

Adapun manfaat dari praktikum produktivitas perairan ini yaitu praktikan

dapat mengetahui produktivitas primer perairan melalui pengukuran kandungan

oksigen terlarut, fosfat dan nitrat yang terdapat dalam perairan Teluk Kendari.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Produktivitas Perairan

Produktivitas primer perairan merupakan salah satu faktor penting dalam

ekosistem perairan laut, karena berperan dalam siklus karbon dan rantai makanan

untuk organisme heterotrof (Ma et al., 2014; Lee et al., 2014). Produktivitas

primer adalah kecepatan terjadinya proses fotosintesis atau pengikatan karbon dan

produksi karbohidrat (zat organik) dalam satuan waktu dan volume tertentu

(Lee et al., 2014). Pada ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer

perairan dilakukan olah fitoplankton dan kurang lebih produksi primer di laut

berasal dari fitoplankton (Nuzrafil, 2017).

Menurut Renita (2009), produktivitas primer fitoplankton merupakan salah

satu sumber oksigen di perairan. Oksigen yang dihasilkan akan digunakan dalam

proses-proses ekologis di perairan, misalnya respirasi dan dekomposisi. Faktor-

faktor yang mempengaruhi produktivitas primer fitoplankton, khususnya di

perairan estuary diantaranya adalah ketersediaan nutrien, cahaya matahari, suhu,

dan salinitas.

Produktivitas sekunder didefinisikan sebagai biomassa yang dihasilkan oleh

suatu populasi (organisme heterotrof) pada suatu interval waktu dan luasan

tertentu, tanpa mempertimbangkan tingkat kelangsungan hidup populasi tersebut

hingga akhir interval. Estimasi produktivitas sekunder menjadi dasar bagi para

ekologis untuk mengkuantifikasi peran dari konsumen khususnya makro

invertebrata bentik dalam siklus materi dan aliran energi dalam ekosistem akuatik.

Produksi dari suatu populasi biologi seringkali menjadi fokus utama dari para

peneliti karena dapat menjelaskan aliran energi yang terjadi pada populasi dan
4

dapat digunakan sebagai indikator fisiologi serta status nutrisi. Estimasi nilai

produktivitas sekunder menjadi informasi dasar yang penting untuk pengelolaan

sumberdaya alam secara rasional. Produktivitas sekunder adalah instrumen pokok

untuk evaluasi potensi suatu trofik sebagai salah satu komponen dari ekosistem.

Sebagai contoh, invertebrata bentik dapat merepresentasikan hubungan antara

produsen primer dan ikan dalam aliran energi serta daur bahan organic (Anindita,

2015).

Produktivitas sekunder merupakan fungsi dari lingkungan (ketersediaan

makanan, suhu, kadar oksigen terlarut, dan kedalaman). Kajian mengenai

produktivitas dapat digunakan sebagai indikator ekologis dan kesehatan suatu

perairan (Ozkan et al. 2010). Kelompok organisme yang sering digunakan dalam

pengukuran produktivitas sekunder adalah organisme invertebrata bentik. Sifat

organisme bentik adalah tidak memiliki pergerakan luas sehingga sangat kuat

mendapat pengaruh dari lingkungan dan menjadi organisme yang tepat untuk

menggambarkan nilai produktivitas sekunder (Ree, 2012).

B. Suhu

Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang baik untuk

pertumbuhannya. Kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton

adalah antara 20 – 30 °C (Cahyadi, 2016). Suhu juga memberikan efek tidak

langsung pada fitoplankton, selain efek langsungnya terhadap pertumbuhan,

aktivitas enzimatik, dan proses metabolism lainnya. Contoh efek tidak langsung

adalah terbentuknya thermocline yang memberikan dampak nyata terhadap

komunitas fitoplankton (Renita, 2009).


5

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi

badan air. Oganisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan

bawah) yang dibutuhkan bagi pertumbuhannya (Effendi 2003). Peningkatan suhu

mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi.

Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya

gas O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya (Suriyani, 2010).

Dalam berperan sebagai faktor pendukung produktivitas primer fitoplankton

di laut, suhu perairan berinteraksi dengan faktor lainnya seperti cahaya dan

nutrien. menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan produktivitas primer di laut,

suhu lebih berperan sebagai kovarian dengan faktor lain daripada sebagai faktor

bebas. Sebagai contoh, plankton pada suhu rendah dapat mempertahankan

konsentrasi pigmen-pigmen fotosintesis, enzim-enzim dan karbon yang besar. Ini

disebabkan karena lebih efisiennya fitoplankton menggunakan cahaya pada suhu

rendah dan laju fotosintesis akan lebih tinggi bila sel-sel fitoplankton dapat

menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Perubahan laju penggandaan sel hanya

pada suhu yang tinggi. Tingginya suhu memudahkan terjadinya penyerapan

nutrien oleh fitoplankton. Dalam kondisi konsentrasi fosfat sedang di dalam

kolom perairan, laju fotosintesis maksimum akan meningkat pada suhu yang lebih

tinggi (Irawati, 2011).

C. Kecerahan

Tingkat kecerahan adalah suatu angka yang menunjukkan jarak penetrasi

cahaya matahari ke dalam kolom air laut yang masih bisa dilihat oleh mata

manusia yang berada di atas permukaan air. Kecerahan air bergantung kepada

warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang


6

ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Secchi disk

dikembangkan oleh Profesor Secchi pada sekitar abad 19. Nilai kecerahan

dinyatakan dalam satuan meter dan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu

pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang

melakukan pengukuran (Sugiarti, 2010).

Kecerahan sangat berhubungan erat dengan produktivitas primer, karena

merupakan faktor penting terhadap laju fotosintesis dimana nilai kecerahan

diidentikkan dengan kedalaman sebagai berlangsungnya proses fotosintesis.

Kecerahan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti warna air, zat-zat terlarut

dan partikel-partikel tersuspensi (Cahyadi, 2016).

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan yang ditentukan secara

visual menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.

Semakin tinggi kecerahan, semakin dalam penetrasi cahaya yang masuk ke dalam

air, yang selanjutnya akan menentukan ketebalan lapisan air yang produktif.

Masuknya bahan pencemar, terutama yang berupa suspensi akan dapat

mengurangi kecerahan perairan (Suriyani, 2010).

D. Nitrat dan Fosfat

Nitrat dan fosfat merupakan zat hara yang memiliki peran sangat penting

dalam pertumbuhan dan perkembangan biota laut. Kedua zat hara ini berperan

penting terhadap pembentukan sel jaringan jasad hidup organisme laut dan juga

proses fotosintesi oleh fitoplankton. Fitoplankton merupakan salah satu parameter

biologi yang erat hubungannya dengan zat hara tersebut. Tinggi rendahnya

kelimpahan fitoplanktontergantung kepada kelimpahan zathara diperaian tersebut.

Menurut bahwa fosfat dan nitrat sangat penting bagi pertumbuhan dan
7

metabolisme fitoplankton yang merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas

dan tingkat kesuburan perairan (Paiki, 2017).

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan yang bersifat sangat

mudah larut dalam air dan stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi

sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak

tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar ammonium. Nitrat dapat digunakan

untuk menggambarkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligitrofik memiliki

kadar nitrat antara 0-1 mg/liter, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1-

5 mg/liter dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5-50

mg/liter (Suriyani, 2010).

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan

sedangkan ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara

langsung oleh tumbuhan akuatik. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi

dan kalsium sehingga tidak dapat dimanfaatkan oeh algae akuatik. Fosfat

berfungsi sebagai tempat menyimpan energi sel dan dalam hal sistem genetik.

Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/l P-PO 4.

Keberadaan fosfor yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ledakan

pertumbuhan algae di perairan. Algae yang berlebihan ini dapat membentuk

lapisan pada permukaan air yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen

dan cahaya matahari sehingga kuran menguntungkan bagi ekosistem perairan.

E. Oksigen Terlarut

Salah satu indikator kesuburan perairan adalah oksigen terlarut. Kadar

oksigen terlarut semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah

organik di perairan. Hal ini disebabkan oksigen yang ada dibutuhkan oleh bakteri
8

untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik. Oksigen terlarut

merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di laut. Sumber utama oksigen

dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan dari proses fotosintesis

fitoplankton. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk

respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Kandungan

oksigen terlarut sangat penting bagi biota perairan untuk melangsungkan

metabolisme tubuhnya (Sugiarto, 2010).

Menurut Suriyani (2010), dissolved oxygen (DO) merupakan salah satu gas

yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami

bervariasi dan tergantung pada suhu, salinitas, pergerakan air, dan tekanan

atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil

tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen terlarut

juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada

percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, fotosintesis,

respirasi dan buangan limbah yang masuk ke perairan.

Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman,

tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air,

aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air.

Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%.

Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi

kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaeorb) (Novrihatno, 2011).


9

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Produktivitas Perairan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 6

Desember 2018 Pukul 15.40-16.00 WITA dan bertempat di Laboratorium

Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari.

A. Alat dan Bahan

Adapun Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini dapat

dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan Beserta Kegunaannya


No. Alat dan bahan Satuan Kegunaan
Alat -
- Gelas ukur ml Mengukur sampel air
- Pipet ukur ml Mengukur sampel larutan
- Karet penghisap - Menghisap larutan
- Erlenmeyer ml Membuat larutan
- Alat titrasi - Menitrasi sampel
- Tabung reaksi - Mereaksikan sampel
- Patok berskala - Mengukur kedalamam perairan
- Termometer - Mengukur suhu perairan
- Secchi disk - Mengukur kecerahan perairan
- Pipa paralon - Mengambil subtrat perairan
- Tali rafia - Mengikat sampel saat proses inkubasi
- Stopwacth - Menghitung waktu
- Plastik sampel - Menyimpan substrat
- Alat tulis - Mencatat hasil pengamatan
- Kamera - Mendokumentasikan kegiatan
- Rak tabung - Menyimpan tabung reaksi
- Vorteks - Menhomogenkan sampel
- Hot plate - Menghasilkan panas
- Gegep - Menjepitkan tabung reaksi
2. Bahan
- Larutan H2SO4 - Sebagai bahan pencampur sampel saat
pengukuran DO dan nitrat
- Larutan MnSO4 - Sebagai bahan pencampur sampel
mengikat DO inisial, fosfat, dan nitrat
- Larutan NaN2 - Sebagai bahan pencampur sampel
10

mengikat DO inisial, fosfat, dan nitrat


- Larutan H2SO4 - Sebagai bahan pencampur sampel
- Larutan kanji - Sebagai bahan pencampur sampel
- Natrium tiosulfat - Sebagai larutan titrasi
- Amonium molibdat - Sebagai bahan pencampur sampel saat
manofanat pengukuran fosfat
- Aquades - Menghimpitkan sampe saat pengukuran
fosfat
- Air - Memanaskan sampel nitrat
- Brucine - Sebagai bahan pencampur sampel saat
pengukuran nitrat.
- Sampel botol terang - Menyimpan sampel
- Sampel botol gelap - Menyimpan sampel
- Sampel botol You C - Menyimpan sampel

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum Produktivitas Perairan ini

adalah sebagai berikut.

1. Suhu

- Menyiapkan termometer raksa yang terlebih dahulu diikat dengan

menggunakan tali rafia.

- Mengukur suhu dengan cara mencelupkan termometer kedalam perairan.

- Menunggu kurang lebih 1 menit.

- Mengangkat dari termometer lalu mengamati nilai ynag tertera.

- Mencatat hasil pengamatan.

2. Kecerahan

- Menyiapkan secchi disk yang telah diberi tali dan pemberat

- Memasukkan secchi disk kedalam perairan sampai warna hitam lalu warna

putih tidak kelihatan lagi atau terlihat samar-samar.

- Menarik perlahan secchi disk hingga warna hitam lalu warna putihnya

tampak kembali.
11

- Mencatat hasil pengamatan.

3. Kedalaman

- Menyiapkan patok berskala sepanjang 2 m.

- Menancapkan patok tersebut kedalam perairan.

- Mencatat hasil pengamatan.

4. Oksigen terlarut

- Memasukkan sampel kedua perairan kedalam botol sampel tanpa terdapat

gelembung udara setitikpun.

- Mengawetkan sampel dengan dengan mencampurkan masing-masing 2 ml

larutan mangan sulfat (MnSO4) dan natrium azida menggunakan pipet tetes,

lalu dikocok sampai terdapat endapan berwarna putih keruh.

- Menambahkan 2 ml asam sulfat (H2SO4) kedalam sampel.

- Menambahkan larutan kanji 1 tetes kemusian dititrasi dengan larutan

tiosulfat (Na2S2O4).

- Mencatat jumlah volume natrium tiosulfat (Na2S2O4) yang digunakan pada

saat titrasi.

- Menghitung kandungan oksigen terlarutnya (DO).

C. Analisis Data

1. Dissolve oxygen (DO)

DO = F1 x F2 x Ml titrasi (0,5) x 4

Dimana :

Nilai t 1
F 1=
0,225

F2 = 1 x b x Ml tirtasi x 4
12

50 x Vol . Botol Sampel


a=
Vol . Botol Sampel−4

a
b=
50
13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Praktek Produktivitas Perairan ini di lakukan di Teluk Kendari tepatnya di Jl.

Buburanda, Kelurahan Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Sulawesi

Tenggara. Tempat praktek ini lokasinya cukup dekat jalan raya, bahkan titik

pengambilan sampel kami tepat berada disamping jalan raya yang sementara

dibuat. Di sekitar lokasi pengambilan sampel juga banyak di temui berbagai

macam industri dan kegiatan seperti, hotel, Rumah sakit, rumah makan, tasmbak

ikan, sampai kompleks perumahan elit.

Gambar 1. Lokasi Praktek Produktivitas Perairan


(Sumber : Google.map, 2018)
14

B. Hasil

Hasil pengamatan yang didapatkan pada praktikum kali ini dapat dilihat pada

Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil Pengamatan di Lapangan Praktek Produktivitas Perairan.


No. Parameter Perairan Pengamatan Pertama Pengamatan Kedua
1. Suhu 310C 320C
2. Kedalaman 1m 50 cm
3. Kecerahan 36,5 cm 25,5 cm
- Terang 14 cm 12 cm
- Samar-samar 41 cm 30 cm
- Tidak nampak 59 cm 39 cm

Tabel 3. Hasil Pengamatan di Laboratorium Praktikum Produktivitas Perairan


No Sampel Kandungan DO
.
1. Botol Gelap 0,044
2. Botol Terang 0,040
3. Botol Inisial 0,010

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, maka dapat diketahui

bahwa kandungan nilai DO tertinggi ditemukan pada sampel botol gelap yaitu

0,044. Kemudian nilai DO botol terang tidak jauh berbeda dengan sampel

sebelumnya, yakni 0,040. Terakhir, pada sampel botol inisial memiliki kandungan

nilai DO terendah dari ketiga sampel yakni, 0,010,

Rendahnya kandungan DO pada ketiga sampel ini dipengaruhi oleh banyak

faktor, salah satunya yaitu suhu perairan. Suhu perairan pada lokasi pengambilan

sampel pada pagi hari yaitu 310C sedangkan pada siang hari yaitu 320C, yang

mana kisaran suhu seperti ini agak tinggi untuk pertumbuhan fitoplankton,

sehingga fotosisntesis yang dilakukan fitoplankton sedikit terganggu. Hal ini

didukung oleh pernyataan Cahyadi (2016), yang menyatakan bahwa Suhu sangat
15

berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki

kisaran suhu tertentu yang baik untuk pertumbuhannya. Kisaran suhu yang

optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah antara 20 – 30 °C.

Selain suhu, kecerahan perairan juga mempengaruhi kandungan DO pada

sampel botol gelap. Kecerahan perairan lokasi pengambilan sampel pada pagi hari

yakni 36,5 cm, sedangkan pada siang hari yakni 25,5 cm. Tingginya kecerahan

pada pagi di sebabkan oleh minimnya aktivitas manusia di sekitar lokasi dan

rendahnya tingkat kedalaman perairan. Sedangkan, penurunan kecerahan pada

siang hari di sebabkan oleh aktivitas di sekitar lokasi serta limbah-limbah

domestik yang menyebabkan partikel tersuspensi naik ke atas. Banyaknya partikel

tersuspensi yang naik mengakibatkan terhambatnya penetrasi cahaya yang masuk

kedalam perairan sehingga fitoplankton sulit untuk mendapatkan cahaya dan

proses fotosintesisnya akan terhambat. Hal inilah yang menyebabkan rendah

kandungan oksigen terlarut pada sampel botol gelap. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Suriyani (2010) yang menyatakan bahwa kecerahan air tergantung

pada warna dan kekeruhan yang ditentukan secara visual menggunakan secchi

disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Semakin tinggi kecerahan,

semakin dalam penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air, yang selanjutnya akan

menentukan ketebalan lapisan air yang produktif. Masuknya bahan pencemar,

terutama yang berupa suspensi akan dapat mengurangi kecerahan perairan. Serta

pernyataan dari Hardianto et al. (2012) yang menyatakan menuruunnya

kecerahan menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya ke dalam badan air

sehingga proses fotosistesis kurang berjalan dengan baik.


16

Kedalaman juga tidak kalah berpengaruhnya dengan parameter suhu dan

kecerahan. Karena ketiga aspek ini tentulah saling berkaitan. Kedalaman lokasi

pengambilan sampel pada pagi hari lebih tinggi yaitu 1 m dibanding pada siang

hari yaitu 50 cm. hal ini dikarenakan pada pagi hari kondisi perairan sedang surut

dan pada siang hari kondisi perairan sudah pasang. Jika ditinjau dari segi

kedalaman, maka perairan lokasi pengambilan sampel tergolong dangkal. Hal ini

yang menyebabkan tingginya suhu pada perairan tersebut. Selain itu, perairan

yang dangkal umumnya memiliki kecerahan yang tinggi, namun hal ini tidak

berlaku untuk perairan lokasi sampel mengingat banyaknya padatan tersuspensi

yang di akibatkan oleh limbah maupun aktivitas manusia di sekitar perairan.


17

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, produktivitas

primer di Teluk Kendari tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh, aktivitas yang

berlangsung di sekitar lokasi Teluk Kendari yang sangat padat mulai dari

pemukiman warga, industri-industri, sampai kegiatan reklamasi untuk pembuatan

jalan yang mengakibatkan kondisi lingkungan perairan yang memburuk dan

berdampak buruk pada keberlangsungan hidup fitoplankton di perairan Teluk

Kendari.

B. Saran

Sebaiknya peralatan pengambilan sampel dan fasilitas-fasilitas di

laboratorium lebih dilengkapi dan tingkatkan lagi agar praktikan dapat

melaksanakan praktikum dengan efektif dan pemahaman praktikan dapat

bertambah
18

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, T. B., Sayrani, S. S., et al. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton


dan Hubungannya dengan Faktor Fisik-Kimia Air di Perairan Parapat,
Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera 3(1) ; 11 – 16.
Anindita, S. F. 2015. Pertumbuhan dan Produktivitas Sekunder Larva
Chironomidae pada Dua Danau Berbeda [Tesis]. IPB Press : Bogor.
Cahyadi, E. R., Masyamsir, et al. 2016. Kajian Variabel Kualitas Air Dan
Hubungannya Dengan Produktivitas Primer Fitoplankton Di Perairan
Waduk Darma Jawa Barat. Jurnal Perikanan Kelautan. 7(1) : 93-102.
Hardiyanto, R. 2012. Kajian Produktivitas Primer Fitoplankton di Waduk
Saguling, Desa Bongas dalam Kaitannya dengan Kegiatan Perikanan. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. 3(1) : 51-59.
Irawati, N., Enan M. A., et al. 2013. Hubungan Produktivitas Primer Fitoplankton
dengan Ketersediaan Unsur Hara dan Intensitas Cahaya di Perairan Teluk
Kendari Sulawesi tenggara. Jurnal Biologi Tropis. 13(2) : 197-208.
Lee, Z., Marra, J., et al. 2015. Estimating Oceanic Primary Productivity from
Ocean Color Remote Sensing: A Strategic Assessment. Journal of Marine
Systems. 1(49) : 50–59.
Ma S., Tao Z., Yang X., Member, IEEE, Yu Y., Zhou X., Ma W, Li Z.. 2014.
Estimation of Marine Primary Productivity from Sattelite-Derived
Phytoplankton Absorption Data. IEEE J Select Topics Apl Earth Observ
Remote Sens, 7(7): 3084-3092.
Novrihatno, B. 2011. Kajian Kualitas Air dengan Parameter Fisika Kimia di Situ
Wanayasa, Purwakarta [Skripsi]. IPB Press : Bogor.
Nuzapril, M., Budi, S. S., et al. 2017. Estimasi Produktivitas Primer Perairan
Berdasarkan Konsentrasi Klorofil-A yang Diekstrak dari -8 di Perairan Citra
Satelit Landsat Kepulauan Karimun Jawa. Jurnal Penginderaan Jauh.
14(1) : 25-36.
Ozkan N, Moubayed-Breil J, Camur-Elipek B. 2010. Ecological Analysis of
Chironomid Larvae (Diptera, Chironomidae) in Ergene River Basion
(Turkush Thrace). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 10:
93-99.
Paiki, K. & John, D. K. 2017. Distribusi Nitrat dan Fosfat terhadap Kelimpahan
Fitoplankton di Peraiaran Pesisir Yapen Timur. Journal of Fisheries and
Marine Science 1(2) : 65 – 71.
Ree HI. 2012. Eight new and Four Newly Recorded Species of Chironomidae
(Insecta: Diptera) from Korea. Animal Systematics, Evolution and Diversity.
28(4): 241-260.
19

Renita, S. F. 2009. Produktivitas Primer Fitoplankton pada Musim Kemarau


Tahun 2008 di Muara Sungai Cisadane, Kabupaten Tangerang, Banten
[Skripsi]. IPB Press : Bogor.
Suriyani. 2010. Karakteristik Kualitas Perairan Situ IPB, Kampus IPB Dramaga,
Bogor [Skripsi]. IPB Press : Bogor.
20

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai