2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan judul
“Analisis Risiko Faktor Bahaya Fisik K3 Pesisir dan Kepulauan”.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu kami harapkan
untuk bisa memotivasi kami agar lebih baik lagi. Terima kasih.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….………………….
KATA PENGANTAR…………………...……………………………………….……………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….…………….
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………...…………………….…..
B. Rumusan Masalah………………………………………….………………………
C. Tujuan Makalah……………………………………………………………………
D. Manfaat…………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan…………………………………………….…….…………………….
B. Saran…………………………………………………………….…………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang Undang Nomor 27 tahun 2007, wilayah pesiisir adalah daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang di pengaruhi oleh perubahan di darat dan laut,
wilayah darat darah pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang
masih di pengaruhi siat – sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin,
sedangkan kewilyah laut darat pesisir meliputi bagian laut yang masih di pengaruhi oleh
prosesproses alami yang terjadi di daratan seperti proses sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang di sebabkan oleh kegiatan manusia (non jti, 2002).
Indonesia merupakan Negara Kepulauan (archipe-lagic state) terbesar didunia, yang
terdiri dari 5 pulau besar dan 30 kepulauan kecil, jumlah keseluruhantercatat ada sekitar
17.504 pulau, 8.651 pu lau sudah bernama, 8.853 pulau belum bernama, dan 9.842 pulau
yang telah diverifikasi (Depdagri, 2006). Wilayah NegaraRepublik Indonesia meliputi
wilayah daratan dan wilayah air yang meliputi: perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut
teritorial, dasar laut, beserta tanah dibawahnya,serta ruang udara diatasnya, termasuk seluruh
sumber kekayaan yang terkandungdidalamnya (Konsideran UU RI No. 43 Tahun 2008
tentang wilayah Negara, LNRI No. 177 Tahun 2008).
Di wilayah lautan Indonesia terkandung potensi ekonomi kelautan yangsangat besar
dan beragam. Sedikitnya terdapat 13 (tiga belas) sektor yang ada dilautan, yang dapat
dikembangkan serta dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian dan kemakmuran.
Diantaranya adalah perikanan tangkap, perikanan budidaya, pertambangan dan energi,
transportasi laut, pariwisata bahari, industri pengolahan hasil budidaya.Secara geografis
bangsa Indonesia merupakan negarakepulauan, yang lautnya mencapai 70 persen dari total
wilayah. Kondisi laut yangdemikian luas dan sumberdaya alam yang begitu besar pada
kenyataannya belummampu membawa Indonesia menjadi bangsa yang maju. Terutama di
wilayah pesisir sendiri, karena pelaku usaha perikanan masih didominasi oleh nelayan
tradisional.
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik
secara langsung (seperti menebar dan pemakai jaring), maupun secara tidak langsung
(seperti juru mudik perahu layar, nahkoda kapal, ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru
masak kapal penangkap ikan), sebagai mata pencaharian (ensiklopedi Indonesia, 1990).
Menurut undang-undang tentang Nelayan No. 45 tahun 2009, nelayan merupakan
orang yang mata pencahariannya adalah melakukan penangkapan ikan, dan menurut
Peraturan Menteri perhubungan No. 71 tahun 2013 penyelam adalah orang yang mempunyai
keahlian untuk melakukan kegiatan di dalam air dengan tekanan lingkungan lebih besar dari
1 (satu) Atmosfir Absolut (ATA) yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan serta
memiliki sertifikat kompetensi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
2. Bagaimana dampak dari aktivitas menyelam dan apa hubungan aktivitas menyelam dengan
kejadian penyakit dekompresi?
5. Apa saja analisis bahaya faktor ergonomi/fisiologi dan analisis bahaya faktor psikologi?
C. Tujuan Makalah
Sama halnya dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan makalah ini
adalah sabagai berikut :
2. Untuk membahas dampak dari aktivitas menyelam dan hubungan aktivitas menyelam
dengan kejadian penyakit dekompresi
3. Untuk mengetahui apa saja analisa bahaya faktor fisik, bahaya faktor kimia dan analisa
bahaya faktor biologis dan cara pencegahannya
4. Untuk mengetahui apa saja analisis bahaya faktor ergonomi/fisiologi dan analisis bahaya
faktor psikologi
D. Manfaat Makalah
Di harapkannya pada makalah ini pembaca dapat mengetahui dan memahami isi dari
makalah ini, yang dapat membuat pengetahuan dan pemahaman semakin banyak dan luas.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai sebuah pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan: tenaga kerja dan manusia pada
umumnya (baik jasmani maupun rohani), hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil,
makmur dansejahtera.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara menyeluruh dapat dijelaskan bahwa
setiap pekerja berhak memperoleh pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja terlepas dari
status sektor ekonomi formal atau informal, besar kecilnya perusahaan, dan jenis pekerjaan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, K3 saat ini sangat dibutuhkan oleh hampir semua pekerjaan
dari aspek sektor industri formal dan informal. Perkembangan dan pertumbuhan kedua sektor
industri tersebut selalu diiringi dengan masalah besar kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja.
Menurut Tarwaka (2008), potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi
menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan, atau bahkan dapat
menyebabkan kemat ian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Potensi bahaya
dapat dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori khusus pada pekerja nelayan atau juga
disebut sebagai energi potensi bahaya sebagai berikut :
1. Potensi bahaya dari bahan- bahan berbahaya (Hazardous Substances)
2. Potensi bahaya udara bertekanan (Pressure Hazards)
3. Potensi bahaya udara panas (Thermal Hazards)
4. Potensi bahaya kelistrikan ( Electrical Hazards)
5. Potensi bahaya mekanik (Mechanical Hazards)
6. Potensi bahaya gravitasi dan akselerasi ( Gravitational and Acceleration Hazards)
7. Potensi bahaya mikrobiologi (Microbiological Hazards)
8. Potensi bahaya kebisingan dan vibrasi (Vibration and Noise Hazards)
9. Potensi bahaya ergonomi (Hazards relating to human Factors)
10. Potensi bahaya lingkungan kerja (Enviromental Hazards)
Menurut Ramli (2009), bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atas tindakan
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada pekerja nelayan, kerusakan atau
gangguan lainnya.
Salah satu aktivitas pekerjaan yang mempunysi bahaya K3 adalah kegiatan menyelam
yang dilakukan di bawah permukaan air, dengan atau tanpa menggunakan peralatan, untuk
mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pada tujuan, kegiatan penyelaman dapat dimanfaatkan
secara komersial untuk kepentingan konstruksi di bawah permukaan air, penambangan lepas
pantai salvage, penangkapan ikan.
Aktivitas menyelam mengandung risiko bahaya K3 jika pelaksanaan menyimpang
dari prosedur. Seluruh pelaku dalam kelompok masyarakat selam memiliki tanggung jawab
dan kewajiban untuk mengurangi risiko bahaya K3. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh PARAS consulting Ltd,3 dari 1000 kasus kecelakaan selam yang didapat dari
hasil laporan kecelakaan penyelaman wisata yang disusun oleh British Sub Aqua Club
(BSAC) dan Divers Alert Network, terdapat 286 kasus kematian akibat penyelaman.
Penyelam tradisional di Indonesia adalah nelayan yang melakukan penyelaman untuk
mendapatkan hasil tangkapan ikan. Nelayan penyelam tradisional yang sering disebut dengan
nelayan kompresor yaitu penyelam yang menggunakan peralatan sangat terbatas.
Kebanyakan hanya terdiri dari kompresor yang biasa digunakan untuk memompa ban
kendaraan bermotor, fin, masker, selang dengan regulator dan pemberat dari timah.
Berdasarkan alat tangkap, nelayan kompresor yang menggunakan jaring biasa disebut dengan
nelayan muroami.
Penyelam tradisional merupakan suatu profesi bagi para nelayan yang mempunyai
mata pencaharian sebagian besar di laut. Namun untuk penyelam tradisional yang berada
pada beberapa daerah pesisir, menggunakan alat bantu penyelaman seperti kompresor sebagai
alat bantu penyelaman, maupun tidak menggunakan peralatan apapun saat melakukan
penyelaman. Sehingga Salah satu dampak yang paling serius yang ditimbulkan akibat
aktivitas menyelam adalah penyakit dekompresi maupun penurunan Kapasitas Vital Paru.
Dalam melakukan penyelaman pada harus menggunakan peralatan selam yang sudah
memenuhi standar. Selain melakukan penyelaman dengan alat yang sudah terstandar, ada
juga penyelaman yang dilakukan tanpa menggunakan peralatan apapun, inilah yang disebut
dengan penyelam tradisional.
Penyakit Dekompresi merupakan suatu kondisi dimana gejala yang ditimbulkan dapat
mengakibatkan penurunan tekanan udara di bawah air laut pada saat aktivitas menyelam
dilakukan. Penyakit dekompresi terjadi akibat peningkatan tekanan yang cukup besar
dibawah air laut. Penyakit ini disebabkan oleh pelepasan gelembung-gelembung gas dalam
darah atau jaringan tubuh akibat penurunan tekanan dibawah air laut yang dapat berlangsung
cepat.
Dalam melakukan sebuah pekerjaan harus memperhatikan dan menerapkan yang
namanya perilaku keselamatan dan juga kesehatan kerja yang dimana harus diterapkan dalam
lingkungan pekerjaan, yang bertujuan untuk mengontrol sumber daya manusia maupun suatu
lembaga untuk dapat mengawasi dan meminimalisirkan bahaya yang akan datang untuk
mengancam para pekerja. Sehingga ketika diterapkannya perilaku yang selamat dengan
menjaga keselamatan dan juga kesehatan para pekerja, dengan demikian dapat mengurangi
dampak dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang ditimbulkan, sehingga
produtifitas kerja akan selalu meningkat secara efisien maupun bahaya maupun risiko dari
penyakit yang akan didapati untuk kemudian harinya.
Masalah kesehatan pada penyelam tradisional merupakan masalah yang perlu menjadi
perhatian penting. Banyak masalah kesehatan yang dialami oleh penyelam salah satunya
yaitu penyakit dekompresi. Beberapa faktor risiko pada penyelaman bisa berdampak pada
kejadian penyakit dekompresi. Bahkan pada daerah-daerah tertentu masih banyak juga kasus
dekompresi yang belum terdeteksi dan diketahui, karena adanya keterbatasan dan kekurangan
dana yang juga menjadi masalah bagi nelayan disana untuk melakukan pengobatan lebih
intensif.
Penerapan perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di kalangan nelayan perlu
diterapkan dan ditingkatkan lagi untuk menghindari kecelakan kerja maupun penyakit akibat
kerja yang ditimbulkan. Namun pada umumnya nelayan yang bertempat tinggal didaerah
pesisir ambon belum memahami betul pentingnya penerapan perilaku K3 yang tepat dalam
melakukan suatu pekerjaan. Dikarenakan tidak adanya control maupun pengawasan yang
tepat untuk dilakukan serta kurangnya pengetahuan dari setiap individu terkait dengan
kecelakaan kerja yang dapat mengancam, terkhususnya penyakit dan kecelakaan kerja yang
ditimbulkan dari pekerjaan yang dilakukan.
Umur sangat berpengaruh terhadap aktifitas menyelam karena mempunyai hubungan
dengan kesehatan penyelam. Dalam melakukan aktifitas menyelam tidak ada batasan umur
yang menjadi penentuan jika seseorang ingin melakukan aktifitas menyelam. Namun rata-rata
umur yang ideal yang disarankan untuk melakukan aktfitas menyelam yaitu 16-35 tahun.
Umur yang lebih muda lebih memiliki risiko yang lebih besar terhadap kesehatan penyelam,
begitu pula umur yang sudah menua.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
kedalaman menyelam dengan kejadian penyakit dekompresi. Seorang yang melakukan
penyelaman yang semakin dalam maka akan semakin besar tekanan atmosfir yang diterima,
dengan bertambahnya kedalaman, kemungkinan terkena penyakit dekompresi semakin besar.
Apabila seseorang masuk ke bawah permukaan air dan melakuikan penyelaman yang
semakin dalam, maka tekanan yang diakan diterimanya semakin hari semakin besar. Hal
tersebut disebabkan oleh karena berat jenis air lebih tinggi dari pada udara. Sehingga tekanan
yang diterima akan disalurkan ke sebagian atau seluruh organ tubuh termasuk jaringan tubuh.
Hasil penelitian untuk variabel kedalaman menyelam >30 meter dengan besarnya
risiko 1,890 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang menyelam < 30 meter. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Angkatan laut USA
antara tahun 1968-1981, dimana seorang penyelam yang mencapai kedalaman tertentu maka
tekanan yang didapatnya semakin besar tergantung kedalaman yang dicapaimya. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang mengungkapkan bahwa kedalaman menyelam merupakan
faktor risiko terkena penyakit dekompresi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
lama menyelam dengan kejadian penyakit dekompresi. Lama waktu menyelam mempunyai
pengaruh untuk penyerapan dan pelepasan gas nitrogen dalam jaringan cepat dan jaringan
lambat. Pembebanan nitrogen yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penyakit
dekompresi. Semakin lama menyelam maka akan banyak nitrogen yang dierap oleh tubuh
sehingga dapat mengakibatkan keluhan-keluhan seperti lemas pada saat melakukan aktifitas
dalam air, merasakan pusing serta keram pada beberapa anggota tubuh.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara
perilaku K3 konsumsi air putih dengan kejadian penyakit dekompresi. Keseimbangan cairan
tubuh merupakan keseimbangan jumlah cairan yang masuk maupun yang keluar dari dalam
tubuh. Keseimbangan cairan didalam tubuh dipengaruhi oleh seberapa banyak yang
dikonsumsi dan pengeluaran cairan dalam tubuh akibat aktifitas fisik yang berat.
Ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh dapat menyebabkan cairan di dalam tubuh
berkurang, yang akan dapat menimbulkan kejadian dehidrasi. Dehidrasi merupakan gangguan
cairan pada tubuh atau berkurangnya air dalam tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran
lebih banyak daripada pemasukan. Gangguan ini disertai dengan gangguan
ketidakseimbangan cairan elektrolit yang ada dalam tubuh.
b. Bahaya Listrik
Bahaya listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik
dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan
singkat. Di lingkungan kerja kapal nelayan banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari
jaringan listrik maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.
c. Bahaya Kimiawi
Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan
kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi pada pekerja nelayan.
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain keracunan yang bersifat
racun (toxic), iritasi, kebakaran, peledakan, polusi dan pencemaran lingkungan.
d. Bahaya Fisik
Bahaya yang berasal dari faktor fisik antara lain:
Bising mesin kapal
Getaran mesin kapal
Suhu panas atau dingin (matahari dan air laut)
Cahaya atau penerangan (penggunaan lampu penangkapan ikan)
Bahaya Biologis
Di berbagai lingkungan kerja nelayan terdapat bahaya yang bersumber dari unsur
biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas
kerja.
Salah satu aktivitas pekerjaan yang mempunyai bahaya K3 adalah kegiatan menyelam
yang dilakukan di bawah permukaan air, dengan atau tanpa menggunakan peralatan, untuk
mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pada tujuan, kegiatan penyelaman dapat dimanfaatkan
secara komersial untuk kepentingan konstruksi di bawah permukaan air, penambangan lepas
pantai salvage, penangkapan ikan. 2 Aktivitas menyelam mengandung risiko bahaya K3 jika
pelaksanaan menyimpang dari prosedur. Seluruh pelaku dalam kelompok masyarakat selam
memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk mengurangi risiko bahaya K3. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh PARAS consulting Ltd, 3 dari 1000 kasus kecelakaan
selam yang didapat dari hasil laporan kecelakaan penyelaman wisata yang disusun oleh
British Sub Aqua Club (BSAC) dan Divers Alert Network, terdapat 286 kasus kematian
akibat penyelaman.
Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali
seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja, Langkah pertama untuk
menghilangkan atau mengendalikan bahaya adalah dengan mengidentifikasi atau mengenali
kehadiran bahaya di tempat kerja, Tarwaka (2008). Terdapat bermacam-macam bahan yang
tergolong sebagai sumber bahaya sehingga kita dapat mengidentifikasi akibatnya,
diantaranya:
a. Bahan-bahan eksplosif
Adalah bahan yang mudah meledak biasa di gunakan para nelayan. Ini merupakan bahan
yang paling berbahaya. Bahan ini bukan hanya bahan peledak, tetapi juga semua bahan
yang secara sendiri atau dalam campuran tertentu jika mengalami pemanasan, kekerasan
atau gesekan akan mengakbatkan ledakan yang biasanya diikuti dengan kebakaran.
Contoh: garam logam yang dapat meledak karena oksidasi diri, tanpa pengaruh tertentu
dari luar
b. Bahan-bahan yang mengoksidasi Bahan ini kaya oksigen, sehingga resiko kebakaran
sangat tinggi.
c. Bahan-bahan yang mudah terbakar Tingkat bahaya bahan-bahan ini ditentukan oleh titik
bakarnya. Makin rendah titik bakarnya makin berbahaya
d. Bahan-bahan beracun Bahan ini bisa berupa cair, bubuk, gas, uap, awan, bisa berbau dan
tidak berbau. Proses keracunan bisa terjadi karena tertelan, terhirup, kontak dengan kulit,
mata dan sebagainya.
e. Bahan korosif Bahan ini meliputi asam-asam, alkali-alkali, atau bahan bahan kuat lainnya
yang dapat menyebabkan kebakaran pada kulit yang tersentuh
f. Bahan-bahan radioaktif Bahan ini meliputi isotop-isotop radioaktif dan semua
persenyawaan yang mengandung bahan radioaktif. Contoh: cat bersinar
Dapat terjadi pada pekerja nelayan yang sering kali kontak dengan bahan kimia seperti
alkohol dan obat obatan antibiotika yang biasa digunakan pada pelaut atau nelayan dengan
maksud menjaga imunitas tubuh terhadap paparan lingkungan laut. Demikian pula dengan
solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat
yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat
kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja
oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.
Sebagian besar pekerja nelayan modern maupun tradisional, bekerja dalam posisi yang
kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan pemancingan dan penagkapan ikan
dengan menggunakan jala/jarring ikan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada
umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi
kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi
kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis
(stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain) pada
pekerja nelayan tersebut.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Undang Undang Nomor 27 tahun 2007, wilayah pesiisir adalah daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang di pengaruhi oleh perubahan di darat dan laut,
wilayah darat darah pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang
masih di pengaruhi siat – sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin,
sedangkan kewilyah laut darat pesisir meliputi bagian laut yang masih di pengaruhi oleh
prosesproses alami yang terjadi di daratan seperti proses sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang di sebabkan oleh kegiatan manusia (non jti, 2002).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara menyeluruh dapat dijelaskan bahwa
setiap pekerja berhak memperoleh pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja terlepas dari
status sektor ekonomi formal atau informal, besar kecilnya perusahaan, dan jenis pekerjaan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, K3 saat ini sangat dibutuhkan oleh hampir semua pekerjaan
dari aspek sektor industri formal dan informal. Perkembangan dan pertumbuhan kedua sektor
industri tersebut selalu diiringi dengan masalah besar kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Alfred A. Bove dalam artikel “Decompression
Sickness” dia menjelaskan bahwa ketika lama aktu yang dihabiskan hanya untuk melakukan
penyelaman dalam suatu lingkungan yang mempunyai tekanan besar dan mempunyai potensi
yang besar maka merupakan faktor dapat berisiko erhadap gangguan penyelama terutama
pada dekompresi. Lama menyelam akan berpengaruh pada tekanan yang diterima oleh
penyelam sesuai kedalaman yang dicapainya. Semakin lama melakukan penyelaman maka
tekanan akan semakin besar dirasakan bagi penyelam.
B. Saran
Penerapan perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di kalangan nelayan perlu
diterapkan dan ditingkatkan lagi untuk menghindari kecelakan kerja maupun penyakit akibat
kerja yang ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Aswin, M. S. (2020, oktober). Analisis Upaya Pencegahan, Potensi Kecelakaan Kerja dan
Gangguan Kesehatan Pada Pekerja Pengemasan Ikan. JIK (Jurnal Ilmu Kesehatan), 4, 172-
183. doi:10.33757/jik.v4i2.341.g142
Dimas Ari Dharmawirawan, R. M. (2012, FEBRUARI). Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol. 6, No. 4, Februari 2012, 6, 185-192.
Rahmat Hidayat, K. F. (2021, APRIL). Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja
Pada Penyelam. Borneo Student Researchch, 2, 1045-1051.
Yowan Embuai, H. M. (2020, JANUARI). Analisis Faktor Individu, Pekerjaan dan Perilaku K3 pada
Kejadian Penyakit Dekompresi pada Nelayan. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 11,
6-12.