1
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo
Jln.H.E.A. Mokodompit Kampus BumiTridhama Anduonohu, Kendari.93232 Telp/Fax:(0401) 3193782
Email: Endriksaputra74@yahoo.co.id
ABSTRAK
Batissa violacea var. celebensis, von Marten 1897, merupakan salah satu jenis kerang-kerangan dari kelas
bivalvia yang berasal dari family Corbicula. Kerang pokea memiliki peranan ekologi bagi perairan dalam sungai
dan bernilai ekonomi penting bagi masyarakat di Sulawesi Tenggara. Peneletian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan panjang berat dan faktor kondisi kerang pokea di Sungai Laeya Kabupaten Konawe Selatan.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai pada bulan Januari sampai Maret 2017. Pengambilan data
kerang menggunakan metode sapuan kawasan (swept area method). Hasil pengukuran parameter fisika-kimia
perairan di stasiun pengamatan selama tiga bulan menunjukan kisaran suhu 27-280, tingkat kecerahan perairan
mencapai kedalaman 2,81-4,71m/s, salinitas berkisar 15-65 ppt dan pH 5.0-6.9. Hasil pengmatan kerang pokea
pada hubungan panjang berat pada nilai b untuk jantan sebesar 2,280-2,605, sedangkan pada pokea betina
adalah sebesar 2,139-2,895. Faktor kondisi kerang pokea jantan tertinggi pada bulan Maret sebesar 10,71,dan
diikuti kerang pokea yang terendah sebesar 1,52, betina faktor kondisi tertinggi terdapat pada bulan Februari
yaitu sebesar 9,18 (4,05-4,61 cm) dan faktor kondisi terendah pada bulan Februari 0,33 (3,73-4,08 cm) pada
rasio berat daging dengan rata-rata rasio berat daging basah per berat total kerang pokea di Sungai Laeya dari
kerang jantan berkisar 17,29 - 50,31%. Berat daging basah per berat total tertinggi ditemukan pada bulan
Februari dari ukuran 4,70-5,09 cm sebesar 50,31% dari berat totalnya. Berat terendah ditemukan pada bulan
Januari dengan ukuran 1,60-1,78 cm sebesar 17,29% dari berat totalnya, sedang kerang betina berkisar 16,93-
36,44%. Berat daging basah pe berat total tertinggi ditemukan pada betina bulan Maret dari ukuran 4,58-4,94
cm sebesar 36,44% dari berat totalnya. Berat terendah ditemukan pada bulan Maret dari ukuran 3,94-4,25 cm
sebesar 16,93% dari berat totalnya. Penurunan nilai b diduga disebabkan oleh aktivitas reproduksi pada kerang
pasir yang ditandai dengan peningkatan nilai b di awal reproduksi, Tingginya nilai faktor kondisi pada ukuran
cangkang yang lebih rendah, disebabkan oleh kerang pada ukuran ini lebih memanfaatkan energinya untuk
pertumbuhan sehingga memiliki nilai faktor kondisi lebih tinggi.
Kata Kunci : Kondisi Kerang Pokea, Hubungan Panjang Berat, Sungai Laeya, Kabupaten Konawe Selatan
PENDAHULUAN
Batissa violacea var. celebensis, von Marten 1897, merupakan salah satu jenis
kerang-kerangan dari kelas bivalvia yang berasal dari family Corbicula. Secara umum,
kerang ini mendiami perairan air tawar seperti sungai. Masyarakat yang berada di daerah
Sungai Laeya Konawe Selatan Sulawesi Tenggara mengenalnya dengan sebutan “pokea”.
Kerang pokea memiliki peranan penting bagi masyarakat yang berada disekitar Sungai
Laeya. Kerang ini dijadikan sebagai salah satu sumber komoditi yang bernilai ekonomix
penting setelah pertanian. Organisme ini merupakan sumber protein hewani yang murah bagi
masyarakat yang berada di Sungai Laeya. Malek et al., (2008) menyatakan bahwa secara
umum kelompok bivalvia merupakan sumber protein dan nutrisi yang baik bagi manusia,
sehingga sangat potensial untuk dieksploitasi dan dikomersilkan.
Pemanfaatan kerang B. celebensis oleh masyarakat tidak hanya pada kisaran dewasa
dan yang telah memijah, namun juga pada ukuran yang kecil. Bahtiar et al., (2008)
mengungkapkan bahwa hasil tangkapan kerang pokea terus menurun dan ukuran populasi
yang cenderung semakin kecil. Keadaan ini ditandai dengan semakin besar populasi kerang
pokea muda dan kecil. Selanjutnya Bahtiar (2005) menambahkan bahwa permintaan
masyarakat terhadap kerang pokea yang cukup tinggi, menyebabkan populasinya di alam
akan semakin menurun. Hal ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fitriani
(2008), bahwa ukuran kerang pokea yang tertangkap berukuran 0,75-10,89 cm. Bila aktivitas
ini dilakukan secara terus menerus maka akan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem
antara lain rusaknya substrat yang merupakan habitat kerang pokea dan sekaligus dapat
menekan populasi organisme tersebut. Selain sebagai sumber protein bagi manusia, kerang
pokea juga memiliki fungsi ekologis bagi keseimbangan ekosistem. Salah satu fungsi
ekologisnya adalah lubang-lubang yang dijadikan sebagai sarang yang dibuat oleh kerang ini,
dapat memudahkan oksigen masuk dan tersebar dalam substrat yang sering anoksik, sehingga
bermanfaat bagi biota lainnya (Efriyeldi 2012).
St1
St 2
St 3
Gambar 2. Peta lokasi penelitian kerang pokea (B. violacea var. celebensis) di Sungai Laeya
Kabupaten Konawe Selatan
Penelitian ini dilakukan diperairan Sungai Laeya. Kemudian pengambilan sampel
ditentukan terlebih dahulu jumlah dan posisi daerah pengamatan pada lokasi penelitian. Hal
ini dimaksud bahwa pengambilan kerang pokea yang dilakukan oleh masyarakat relatif
berdekatan dengan kondisi yang relatif sama di semua bagian perairan, sehingga populasi
kerang pokea yang ada di daerah ini merupakan populasi yang homogen.
Pengambilan kerang pokea dilakukan dengan menggunakan metode sapuan kawasan
(swet area method). Pengambilan kerang pokea menggunakan alat yang terbuat dari
keranjang besi yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat yang dinamakan dengan
“tangge (gambar 3).
Gambar 3 : Alat tangkap pokea (tangge) yang digunakan untuk mengambil sampel.
Sampel kerang pokea (B. violacea var. celebensis) kemudian diukur Panjang total
kerang yang diukur dari ujung paling anterior hingga ujung paling posterior, diukur dengan
menggunakan jangka sorong. Lebar cangkang kerang didapatkan dengan mengukur jarak
vertikal terpanjang dari cangkang kerang apabila kerang tersebut diletakkan secara horisontal,
sedangkan tebal umbo didapatkan dengan mengukur jarak antara kedua umbo dari sisi kiri
dan kanan cangkang. Berat total didapatkan dengan menimbang keseluruhan dari tubuh
kerang beserta cangkangnya, berat daging basah didapatkan dengan menimbang daging
kerang setelah dipisahkan dengan cangkangnya, sedangkan berat daging kering diperoleh
dengan menimbang daging kerang yang telah dikeringkan menggunakan oven selama 24 jam
pada suhu 700C, sehingga diperoleh berat keringnya.
Panjang dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari bobot. Menurut Effendie (1997),
penentuan hubungan panjang berat tubuh kerang dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
W = a.Lb
Keterangan : W = berat total (g)
L = panjang total (mm)
a, b = konstanta
Bahtiar (2012) menyatakan bahwa stasiun keseimbangan pola pertumbuhan somatik
pokea (isometrik) pada hubungan lebar cangkang terhadap bobot basah berada pada nilai b =
2,50. Demikian halnya dengan Wilbur dan Owen (1964), melaporkan bahwa nilai isometrik
bivalvia yang diamati berada antara 2,40−4,50. Nilai b dari hubungan panjang bobot pada
bivalvia adalah
Ho : b = 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik
H1 : b ≠ 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik,
Allometrik positif, jika b>2,5 (pertambahan bobot lebih cepat dibandingkan
pertambahan panjang). Allometrik negatif, jika b<2,5 (pertambahan panjang lebih cepat
dibandingkan pertambahan bobot) dinyatakan dalam rumus (Effendie 1997):
Kn = Wb/(aL b )
Keterangan : Kn = faktor kondisi relatif
Wb = berat individu yang teramati (g)
L = panjang cangkang (mm)
a, b = konstanta
Perbandingan ini diambil dari berat daging basah dengan berat total dan berat daging
kering dengan berat total kerang pokea. Niswari (2004) menyatakan bahwa besarnya
persentase berat daging basah terhadap berat total dan persentase berat daging kering terhadap
berat total dilihat dengan persamaan sebagai berikut:
Persentase Bdb = (Bdb/Bt) x 100%
Persentase Bdk = (Bdk/Bt) x 100%
Keterangan : Bdb = berat daging basah (g)
Bt = berat total (g)
Bdk = berat daging kering (g)
Bt = berat total (g)
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai b kerang pokea di Sungai Laeya berkisar
2,139 – 2,895. Nilai b kerang pokea jantan berkisar 2,280 - 2,605 sedangkan kerang pokea
betina berkisar 2,139 – 2,895. Nilai b kerang pokea jantan mengalami penurunan diakhir
penelitian, namun nilai b kerang pokea betina menujukkan adanya peningkatan sampai
diakhir penelitian. Nilai R kerang pokea jantan berada pada kisaran 0,711 - 0,908 sedangkan
nilai R kerang pokea betina berada pada 0.656-0,901. Adapun hasil dari hubungan panjang
berat dapat dilihat pada Gambar 4.
40
JANTAN 40 BETINA
30 W = 0,494 L2,605 30
R² = 0,908 W = 0,812L2,139
Januari
20 R² = 0,656
20
10 10
0 0
0 2 4 6 0 2 4 6
60 60
50 W = 0,463 L2,667 50 W = 0,579 L2,527
Februari
40 40 R² = 0,885
R² = 0,843
30 30
20 20
10 10
0 0
0 2 4 6 0 2 4 6
50 40 W = 0,368 L2,895
40 30 R² = 0,901
W = 0,611 L2,280
Maret
Berat
30
Berat
R² = 0,711 20
20
10
10
0 0
0 2 4 6 0 2 4 6
Panjang Panjang
Gambar 4. Hubungan panjang berat kerang pokea di Sungai Laeya selama penelitian
periode bulan Januari hingga bulan Maret 2017
Hasil analisis faktor kondisi kerang pokea di Sungai Laeya memiliki nilai yang
berbeda-beda. Faktor kondisi kerang jantan yang memiliki nilai tertinggi dan terendah
terdapat pada bulan Maret yaitu sebesar 10,71 (4,26-4,92 cm) dan yang terendah yaitu
sebesar 1,52 (1,00-1,16 cm) sedang pada kerang betina faktor kondisi tertinggi terdapat pada
bulan Februari yakitu sebesar 9,18 (4,05-4,61 cm) dan faktor kondisi terendah pada bulan
Februari 0,33 (3,73-4,08 cm) (Gambar 5).
Jantan Betina
kn rata-rata 18
25 16
20 Individu 14
12
15 10
8
10 6
5 4
2
0 0
1,97-2,19
4,53-5,03
2,91-3,15
1,30-1,44
2,99-3,32
2,11-2,29
4,00-4,34
0,75-0,87
1,34-1,55
2,39-2,76
4,26-4,92
3,12-3,55
1,80-1,97
2,59-2,84
3,73-4,08
1,10-1,25
1,85-2,11
2,15-2,32
2,91-3,14
3,94-4,25
Januari Februari Maret Januari Februari Maret
Gambar 5. Faktor kondisi kerang pokea di Sungai Laeya selama penelitian periode bulan
Januari hingga bulan Maret 2017
Analisis persentase rasio berat daging basah per berat total dan berat daging kering per
berat total rata-rata kerang pokea yang diamati selama penelitian. Berdasarkan (gambar 6),
rata-rata rasio berat daging basah per berat total kerang pokea di Sungai Laeya dari kerang
jantan berkisar 17,29 - 50,31%. Berat daging basah per berat total tertinggi ditemukan pada
bulan Februari dari ukuran 4,70-5,09 cm sebesar 50,31% dari berat totalnya. Berat terendah
ditemukan pada bulan Januari dengan ukuran 1,60-1,78 cm sebesar 17,29% dari berat
totalnya, sedang kerang betina berkisar 16,93-36,44%. Berat daging basah perberat total
tertinggi ditemukan pada betina bulan Maret dari ukuran 4,58-4,94 cm sebesar 36,44% dari
berat totalnya. Berat terendah ditemukan pada bulan Maret dari ukuran 3,94-4,25 cm sebesar
16,93% dari berat totalnya.
Analisis rasio berat daging kering per berat total atau persentase berat daging kerang
pokea yang dapat dimanfaatkan pada kerang jantan di Sungai Laeya berkisar 1,59- 9,62%,
persentase tertinggi pada bulan Februari sebesar 9,62% dari berat totalnya (4,70-5,09 cm),
sedangkan presentase terendahnya pada bulan Maret sebesar 1,59% dari berat totalnya (1,34-
1,55) (gambar 6).
Jantan Betina
70 % BD.Kering 45
60 40
50 % BD. Basah 35
30
40 25
30 20
20 15
10
10 5
0 0
1,85-2,11
1,80-1,97
2,59-2,84
3,73-4,08
1,10-1,25
3,12-3,55
2,15-2,32
2,91-3,14
3,94-4,25
1,30-1,44
1,97-2,19
2,99-3,32
4,53-5,03
2,11-2,29
2,91-3,15
4,00-4,34
0,75-0,87
1,34-1,55
2,39-2,76
4,26-4,92
Januari Februari Maret Januari Februari Maret
Gambar 6. Rasio berat daging kerang pokea di Sungai Laeya selama penelitian periode bulan
Januari hingga bulan Maret 2017
Pengukuran suhu air laut yang diperoleh selama periode penelitian berkisar 26,6–
28,1oC. Suhu tertinggi terdapat pada bulan Januaril yaitu sebesar 28,1°C ditemukan pada
stasiun 3, sedangkan suhu terendah yaitu bulan Maret yaitu sebesar 26,6°C ditemukan pada
stasiun I (Tabel 2).
Tabel 2. Kualitas air Sungai Laeya
Stasiun
Parameter Satuan Januari Februari Maret
Lokasi
1 22 57 15
Kecerahan % 2 21 62 17
3 44 65 20
1 27,8 26,7 26,6
o 28 27 26,8
Suhu ( C) 2
3 28,1 27 26,9
1 0,72 0,82 0,81
TDS mg/L 2 0,82 0,83 0,87
3 0.85 0,8 0,86
1 6,6 6,1 6,8
pH 2 6,8 5 6,8
3 6,4 6 6,9
1 3,66 2,83 4,21
Kecepatan 4,71 3,38 4,8
m/s 2
arus
3 3,38 2,94 4,43
Mariani, S., Piccari, F., Matthaeis, E. D. 2002. Shell Morphology in Cerastoderma spp
(Bivalvia : Cardiidae) and its Significance for Adaptation to Tidal and Non-tidal
Coastal Habits. J. Mar bio Ass. UK. 82: 843-480.
Morton, B. 1982. The Molusca. Vol 6 : Ecology Mangrove Bivalve. Academy Press, Inc.
Orlando. New York. pp. 77-130.
Natan, Y. 2009. Parameter Populasi Kerang Lumpur Tropis Anodontia edontula di Ekosistem
Mangrove. Jurnal Biologi Indonesia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Patimura Ambon. 6(1): 25-38.
Neef, B. D., Cargnelli, L. M. 2004. Relatioships Between Condition Factor, Parasite Load
and Paternity in Bluegill Sunfish, Lepomis macrochirus. Environmental Biology of
Fishes. 71: 297-304.
Niswari, A. P. 2004. Studi Morfometrik Kerang Hijau (Perna viridis, L.) di Perairan
Cilincing, Jakarta Utara. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 86 hal.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. 368 hal.
Nurdin, J. M., Neti, A., Anjas, D., Rio, Jufri, M. 2006. Kepadatan Populasi dan Pertumbuhan
Kerang Darah Anadara antiquata L (Bivalvia:Arcidae) di Teluk Pisang-Pisang, Kota
Padang, Sumatera Barat. Makara Sains. 10(2): 96-101.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta. 480 hal.
Putri, E. R. 2005. Analisis Populasi dan Habitat Sebaran Ukuran dan Kematangan Gonad
Kerang Lokan Batissa violacea Lamarck (1818) di Muara Sungai Batang Inai Padang
Sumatera Barat. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal.
Prihartini, A. 2006. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus, sp.) Hasil
Tangkapan Purse Seine yang di Daratkan di PPN Pekalongan. Tesis. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Pantai. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang. 91 hal
Samat, A., Shukor, M. N., Mazlan, M. G., Arshad, A., Fatimah, M. Y. 2008. Length-Weight
Relationship and Condition Factor of Pterygoplichthys pardalis (Pisces: Loricariidae)
in Malaysia Peninsula. Research Journal of Fisheries and Hydrobiology, 3(2): 48-53.
Sari, S. N. 2010. Keragaman Morfometrik Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan
Pesisir Banten. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 48 hal.
Setyobudiandi, I., Soekendarsih, E., Vitner, Y., Setiawati, R. 2004. Bio-ecologi Kerang
Lamis (Meretrix meretrix) di Perairan Marunda. Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia. 11 (1) : 61-66.
Tamsar., Emiyarti., Nurgaya, W. 2013. Studi Laju Pertumbuhan dan Tingkat Eksploitasi
Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) pada Daerah Hutan Mangrove di Teluk
Kendari. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 2(6): 14-25.
Tampubolon, R. V., Sukimin, S., Rahadrjo, M. F. 2002. Aspek Biologi Reproduksi dan
Pertumbuhan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) di Perairan Teluk Sibolga. Jurnal
Iktiologi Indonesia. 2(50): 45-52.
Tan, S. K. dan Henrietta P. M. W. 2010. A Preliminary Checklist of The Molluscs of
Singapore. Raffles Museum of Biodiversity Research. National University of
Singapore. Singapore. 72 hal.
Vakily, J. M. 1989. The Biology and Culture of Mussels of the Genus Perna. ICLRAM
Studies and Review No.17, Manila. 63 hal.
Veiga, P., Rubal, M., Cacabelos, E., Maldonado, C., Sousa, I. P. 2014. Spatial Variability of
Macrobentic Zonation on Exposed Sandy Beaches. Jurnal of Sea Research, 90: 1-9.
Widasari, F. N., Wulandari, S. Y., Supriyantini, E. 2013. Pengaruh Pemberian Tetraselmis
chuii dan Skeletonema costatum Terhadap Kandungan EPA dan DHA pada Tingkat
Kematangan Gonad Kerang Totok Polymesoda erosa. Journal of Marine Research,
2(1): 15-24.
Widyastuti, A. 2011. Perkembangan Gonad Kerang Darah (Anadara antiquata) di Perairan
Pulau Auki, Kepulauan Padaido, Biak, Papua. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia
37(1): 1-17.
Wood, M., S. 1987. Subtidal ecology. Edward Amold Pty. Limited. Australia. 125 p.
Zumiati. 2014. Studi Morfometrik Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Teluk
Kendari. Sripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Halu Oleo. Kendari. 51 hal.