Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum konservasi memiliki arti memelihara atau menjaga sesuatu agar

tetap ada. Konservasi lekat hubungannya dengan upaya pelestarian sumber daya

alam hayati baik flora maupun fauna. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 1990, konservasi sumber daya alam hayati adalah

pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara

bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap

memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Konservasi terhadap sumber daya alam penting untuk dilakukan guna

menjaga keberlangsungan bumi termasuk kehidupan manusia itu sendiri. Apabila

pemanfaatan sumber daya alam tidak diiringi dengan upaya konservasi, maka

berbagai macam bahaya dapat mengancam kehidupan dan kelestarian bumi.

Tingkat endemisme yang tinggi yang dilengkapi dengan keunikan tersendiri

membuat Indonesia memiliki peran yang penting dalam perdagangan flora dan

fauna di dunia, sehingga Indonesia menjadi salah satu pemasok terbesar

perdagangan fauna dan flora dunia. Hal ini tentu saja merupakan peluang yang

besar bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan kekayaan tumbuhan dan

satwanya untuk meningkatkan pendapatan ekonomi, termasuk bagi masyarakat

1
yang tinggal di sekitar habitat satwa. Namun, pemanfaatan ini memang harus

betul-betul memperhatikan kondisi populasi berbagai jenis tumbuhan dan satwa

yang dimanfaatkan agar dapat diperoleh pemanfaatan secara berkelanjutan.

Berdasarkan keinginan untuk memanfaatkan tumbuhan dan satwa secara

berkelanjutan, Indonesia telah turut meratifikasi CITES (Convention on

International Trade in Endangered of Wild Flora and Fauna) melalui Keppres No.

43 tahun 1978. Oleh karena itu, dianggap penting untuk menyusun makalah ini.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji pada makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Jenis-jenis ikan apa sajakah yang dilindungi di Indonesia ?

2. Apa sajakah peraturan pemerintah yang digunakan sebagai landasan dalam

kegiatan konservasi sumberdaya ?

3. Apa itu CITES dan ikan-ikan apa sajakah yang termasuk dalam CITES ?

C. Tujuan

Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk menambah informasi dan

wawasan mahasiswa mengenai biota-biota laut yang dilindungi beserta tingkatan-

tingkatannya dalam CITES.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis Ikan yang Dilindungi Di Indonesia

1. Latimeria menadoensis (Raja Laut, Indonesian Coelacanth)

Ikan Raja Laut

Ikan raja laut termasuk ke dalam ikan purba yang seharusnya sudah punah

sejak 65 juta tahun yang lalu. Berdasarkan fossil yang ditemukan, ikan ini terdiri

dari + 120 spesies yang pernah hidup, dan hingga kini hanya ada dua spesies

yang masih hidup dan dikenali, yakni Latimeria chalumnae yang hidup di

perairan Komoro, Afrika, dan Latimeria menadoensis yang hidup di perairan

Sulawesi Utara. Ikan ini pertama kali dilaporkan oleh seorang wisatawan pada

tahun 1997, yang mengaku menemukan ikan gombessa (Latimeria

chalumnae) yang di jual di sebuah pasar ikan. Hingga pada tahun 1998, nelayan

lokal berhasil menangkap spesimen kedua dengan panjang 1.2 meter dan berat

sekitar 29 kg. Spesien tersebut kini disimpan di Museum Zoologicum Bogoriense

di Bogor.

Ikan ini mempunyai sirip dada, sirip perut, satu sirip anal (bagian belakang

bawah) dan satu sirip punggung yang tidak menyatu dengan tubuh, tetapi

menjulur seperti tungkai layaknya tangan manusia. Badannya berbintik-bintik

3
putih, ekornya berbentuk seperti kipas, matanya besar, sisiknya terlihat tidak

sempurna dan seperti batu, serta tubuhnya berwarna cokelat hingga ungu gelap.

Ikan raja laut hidup di gua bawah laut yang terbentuk akibat aktivitas vulkanik

dan bisa hidup pada kedalaman laut lebih dari 150 – 300 meter dengan suhu 12 –

17°C. Ikan raja laut dilindungi dalam PP No.7 Tahun 1999.

2. Scleropages formosus (Arwana, Ikan Naga, Asian Bonytongue)

Ikan Arwana

Ikan arwana biasa dijual sebagai penghias akuarium yang harganya bisa

mencapai jutan rupiah, terutama arwana super red. Ikan ini juga dijadikan sebagai

simbol keberuntungan dan kesejahteraan bagi kalangan masyarakat tertentu. Ikan

ini juga disebut sebagai ikan naga, karena kesamaan rupanya dengan naga dalam

mitologi cina, yaitu sisiknya yang berwarna metalik cerah, dan dua barbel

(sungut) di mulutnya, serta dua sirip pectoral (sirip sisi tubuh) yang mengembang

besar seolah menggambarkan seekor naga yang sedang terbang dengan

anggunnya.

Ikan ini mempunyai badan pipih memanjang, punggung hampir lurus datar

mulai dari moncong sampai pangkal sirip punggung. Mulut lebar dan miring ke

atas, dua sungut yang besar pada dagunya, sisik lebar dan kasar serta dihiasi oleh

garis-garis. Lingkar sisiknya memancarkan warna merah menyala kekuning-

4
kuningan, dimana semakin tua umur ikan, warna lingkaran sisik akan semakin

merah. Ikan ini hidup di sungai dengan dasar berbatu-batu, danau yang berpasir

atau yang berlumpur, rawa dan perairan umum yang berarus sedang atau lambat.

Mampu hidup di perairan yang sedikit asam (pH 4-6). Ikan ini tersebar di daerah

Sumatera hingga Kalimantan. Ikan arwana dilindungi dalam PP No.7 Tahun 1999.

3. Prisits microdon (Hiu Gergaji, Sawfish)

Hiu Gergaji

Ikan ini hanya hidup di perairan Danau Sentani di Papua Di perairan

habitatnya, ikan ini sangat sulit untuk ditemui, sehingga ikan ini masuk ke dalam

ikan yang dilindungi. Spesies ini ukuran tubuhnya cukup besar dan dapat

mencapai lebih dari 6 meter.Hiu jenis ini warnanya cukup beragam, tergantung

pada habitat dimana jenis ini hidup. Rata-rata berwarna hitam keabu-abuan dan

bagian bawah tubuhnya berwarna lebih pucat atau keputih-putihan. Di depan

mulutnya dilengkapi dengan alat yang menyerupai gergaji dan terdapat 2 buah

detektor di ujung moncongnya, mempunyai 20 pasang gigi. Mulut, hidung dan

insangnya berada di sisi bawah. Ikan hiu gergaji dilindungi dalam PP No.7 Tahun

1999.

5
4. Homaloptera gymnogaster (Selusur Maninjau, Lizard Loach)

Selusur Maninjau

Spesies ini mempunyai badan yang agak silindris, awal sirip punggung di

belakang sirip perut, awal sirip dubur lebih dekat ke pangkal sirip ekor daripada

pangkal sirip perut. Bagian depan sirip perut tidak bersisik. Moncongnya

depressed membundar, mulut inferior dengan belahan kecil melengkung.

Memiliki dua pasang sungut di depan moncong dan satu pada masing-masing

sudut mulut. Spesies ini banyak ditemukan di periran Sumatera, hidup pada

sungai-sungai bebatuan dengan aliran air yang deras, kondisi oksigen yang cukup

tinggi dan biasanya banyak terdapat di hutan, dengan suhu air 21° – 25,5°C dan

PH 6,5 - 7,5. Spesies ini ukurannya relatif kecil dengan panjang maksimum

sekitar 7,5 cm. Spesies ini dilindungi oleh PP No. 7 Tahun 1999.

5. Notopterus notopterus (Belida, Bronze Featherback)

Ikan Belida

6
Ikan ini merupakan jenis belida terkecil dan termasuk ikan malam hari

(nokturnal), karena mencari makannya pada malam hari serta matanya dapat

bersinar seperti mata kucing. Ikan ini berukuran kecil dengan panjang maksimum

60 cm. Ikan ini memiliki beberapa warna termasuk albino, sirip anal memanjang

dan menyatu dengan sirip ekor. Siripnya melambai-lambai bersamaan dengan

gerakan tubuh bagian bawah. Bentuk kepalanya sedikit bungkuk, matanya

cenderung reflektif dan memantulkan cahaya dari sumber disekitarnya. Ikan ini

banyak ditemukan di perairan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, kebanyakan

mendiami sungai-sungai besar, beraliran deras yang relatif dalam dengan dasar

bebatuan serta di rawa-rawa hutan yang agak dalam dengan pH : 6.0 - 6.5 dan

suhu 24° - 28°C. Ikan ini dilindungi oleh PP No. 7 Tahun 1999.

6. Chitala lopis (Lopis, Giant Featherback)

Ikan Lopis

Ikan ini merupakan ikan air tawar yang bersifat predator yang berukuran besar

dan panjangnya dapat mencapai 100 cm. Chitala lopis adalah ikan yang dapat

tumbuh sangat besar, berwarna abu-abu keperakan, bentuk badannya pipih dengan

kepala yang berukuran kecil dan bagian tengkuknya terlihat bungkuk seperti

pisau, punggungnya meninggi sehingga bagian perut tampak lebar dan pipih. sirip

7
anal memanjang dan menyatu dengan sirip ekor, badan tertutup oleh sisik yang

berukuran kecil, sisik di bagian punggungnya berwarna kelabu sedangkan di

bagian perutnya putih keperakan. Ikan ini menyebar di perairan tawar Sumatera

dan Jawa pada sungai-sungai besar dengan aliran yang deras yang relatif dalam

dengan dasar bebatuan dan di daerah banjir dengan pH : 6.2 - 7.2, dan suhu 23 -

27 °C. Ikan ini sering dijadikan bahan baku olahan seperti kemplang dan pempek

di Palembang. Selain itu, karena keunikan bentuk tubuhnya, ikan ini juga

dijadikan penghias akuarium bagi kalangan hobiis. Ikan ini dilindungi dalam PP

No. 7 Tahun 1999.

7. Puntius microps (Wader Goa, Java Cave Barb)

Ikan Wader Goa

Jenis ikan air tawar ini merupakan endemik spesies ikan unik yang hidupnya di

dalam gua-gua khususnya di Jawa. Ikan ini dikategorikan sebagai ikan yang

dilindungi dan sampai saat ini status taksonomi masih perlu dikaji lebih lanjut.

Dari hasil koleksi di gua-gua Pegunungan Sewu, Jawa Tengah jenis ikan ini

beberapa diantaranya matanya buta. Spesies ini mempunyai ukuran 12,5 cm, tidak

ada garis atau pita warna, lebar batang ekor kira-kira 2/3 panjangnya. Spesies ini

berbadan pipih memanjang dan bertubuh transparan sebagai wujud adaptasi

situasi khas gua, matanya berukuran kecil dan batang ekor dikelilingi 12 sisik, 4 ½

8
sisik antara gurat sisi dan awal sirip punggung dan 26 sisik sepanjang gurat

sisi. Ikan ini dilindungi dalam PP No. 7 Tahun 1999.

8. Scleropages jardini (Arwana Irian, Jardini Arowana, Gulf Saratoga)

Arwana Irian

Arwana Irian (jardini) ada 2 macam yaitu berwarna dasar hijau, bermutiara

merah (yang umum ditemui) dan berwarna dasar hitam, bermutiara emas (sulit

ditemui). Di Australia ditemukan pula warna dasar hijau, mutiara merah yang

disebut red spotted pearl (Scleropages leichardty). Perbedaan yang sangat

mencolok adalah pada red spotted pearl, mutiara merah bertaburan secara

mencolok pada tubuhnya. Sedangkan pada arowana jardini di mutiara di badannya

tidak semencolok arowana red spotted pearl dari Australia. Warna dasar pada

arwana ini adalah hitam kecoklat-coklatan dengan bintik-bintik uning keemasan

pada bagian tengah sisik-sisiknya. Bahkan di bagian kepala (pipi) sampai pada

sirip dan ekornya pun terdapat bintik-bintik. Lidahnya bertulang, karena bagian

dasar mulutnya berupa tulang yang berfungsi sebagai gigi. Dalam berburu mangsa

biasanya mereka berenang di dekat permukaan air dan bisa menangkap serangga

yang hinggap di ranting dengan ketinggian 1-2 meter dari permukaan air. Pada

bibir bawahnya terdapat dua buah sungut yang berfungsi sebagai sensor getar

9
untuk mengetahui posisi mangsa di permukaan air. Ikan dewasa spesies ini dapat

mencapai panjang total 80 cm.

Ikan ini banyak ditemukan di perairan tawar Papua. Ikan ini hidup di sungai

dengan dasar berbatu-batu, danau yang berpasir atau dasar danau yang berlumpur,

rawa dan perairan umum yang berarus sedang atau lambat. Hidup di perairan

dengan pH 5.8 -7.2. Arwana hidup di area terang tanpa sinar matahari langsung,

yaitu pada suhu 24° - 30 °C. Sama halnya dengan arwana merah, ikan ini juga

banyak dipelihara sebagai ikan hias, meski warnanya tidak se-mencolok warna

arwana merah. Ikan ini dilindungi dalam PP No. 7 Tahun 1999.

B. Daftar Peraturan Pemerintah yang Berkaitan Dengan Konservasi

Dasar-dasar hukum dalam penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya Ikan:

1. UU No.27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil:

 Pasal-28:1 : Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

diselenggarakan untuk (a) Menjaga kelestarian ekosistim Pesisir dan

Pulau-pulau kecil; (b) melindungi alur migrasi ikan dan biota laut

lainnya; (c) melindungi habitat biota laut, dan; (d) melindungi situs

budaya tradisional.

 Pasal-28:2 : sebagai wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dapat

ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi.

 Pasal-28, Pasal-29, Pasal-30, Pasal-31 adalah mengenai konservasi

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistimnya; Penjelasannya bertujuan: Untuk mengatur sistim penyangga

10
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistimnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan

ekosistimnya, agar menjamin pemanfaatannya bagi masyarakat dan

peningkatan mutu kehidupan manusia. Pengertiannya adalah: Pengelolaan

sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana

untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara

dan meningkatkan keanekaragaman dan nilainya. Kegiatannya: (a)

perlindungan sistim penyangga kehidupan; (b) pengawetan keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa dan ekosistimnya, dan: (c) pemanfaatan secara

lestari sumber daya alam hayati dan ekosistimnya.

3. UU No. 32/2004 tentang kewenangan Pemerintah Daerah:

 Pasal-18:1 : Daerah yang memiliki wilayah laut diberi kewenangan untuk

mengelola sumber daya di laut.

 Pasal-18:3 : Kewnangan daerah untuk mengelola sumber daya di eilayah

laut, meliputi: (a) eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan

kekayaan laut; (b) pengaturan administratif; (c) pengaturan tata ruang; (d)

penegakan hukum yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan

kewenangannya oleh pemerintah; (e) ikut serta dalam pemeliharaan

keamanannya, dan: (f) ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

4. PP No. 68/1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian

Alam: Sebagai pelaksanaan UU No. 5/1990: Pengertian Kawasan Suaka

Alam: Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di

perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan

11
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistimnya yang juga

berfungsi sebagai sistim penyangga kehidupan

5. 5PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa:

 Pasal-1:8 : Pelaksanaan Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

merupakan tanggungjawab menteri yang bertanggungjawab dibidang

kehutanan.

Adapun peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait dengan

Pengelolaan KSDI adalah:

1. UU No. 5/1983: Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

2. UU No. 17/1985: Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut thn. 1982.

3. UU No. 5/1995: Pengesahan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati.

4. UU No. 10/1995: Kepabeanan.

5. UU No. 6/1996: Perairan.

6. UU No. 23/1997: Pengelolaan Lingkungan Hidup.

7. UU No. 8/1999: Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa liar.

8. UU No. 25/2000: Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah

Daerah sebagai Daerah Otonom.

9. Kepres No. 43/1978: Pengesahan tentang CITES-WWF.

10. UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan UU no 45/2009.

11. PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.

12. Permen KP no. Per.17/Men/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

13. Permen KP No. 20/MEN/2008 tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dan

Perairan di Sekitarnya.

12
14. Permen KP No. Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan

Konservasi Perairan.

15. Permen KP No. Per.03/Men/2010 tentang Tata Cara Penetapan Perlindungan

Jenis Ikan.

16. Permen KP No. Per.04/Men/2010 tentang Pemanfataan Jenis dan Genetika

Ikan.

C. Biota Laut yang Termasuk dalam CITES

CITES (Convertion On International Trade In Endangered Spesies Of Wild

Fauna and Flora) adalah suatu perjanjian internasional mengenai perdagangan

jenis – jenis hewan dan tumbuhan yang terancam punah. CITES merupakan

kesepakatan yang di susun pada suatu konferensi diplomatic di Washington DC

pada tanggal 3 Maret 1973 yang di hadiri oleh 88 negara. Konverensi tersebut

merupakan tanggapan terhadap rekomendasi nomor 99.3 yang di keluarkan oleh

Konfeensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm. Hal tersebut merupakan

konsultasi IUCN (International Union For Conservation Of Nature And Natural

Recource) dengan beberapa Negara dan organisasi internasional yang di lakukan

selama bertahun – tahun. Pada saat itu 21 negara menandatangani CITES dan

secara legal konvensi tersebut mulai di terapkan pada 1 juli 1975.

Tujuan convensi CITES adalah untuk mencegah terjadinya kepunahan jenis –

jenis flora dan fauna di muka bumi ini yang dapat atau mungkin dapat di sebabkan

oleh adanya kegiatan perdagangan internasional. Kecuali itu konversi ini di

bentuk untuk membangun system pengendalian perdagangan jenis – jenis satwa

dan flora serta produk – produknya secara internasional. Pengendalian tersebut di

dasarkan pada kenyataan bahwa eksploitasi komersial secara tak terbatas terhadap

13
sumber daya satwa dan tumbuhan liar merupakan salah satu ancaman terbesar

terhadap kelangsungan hidup suatu jenis. Negara produsen dan konsumen saling

membagi tanggung jawab dan menciptakan sistem atau perangkat yang di

perlukan dalam rangka pengendalian jenis – jenis flora dan fauna langka.

CITES memasukkan jenis – jenis flora dan fauna kedalam tiga daftar

(Appendiks) sebagai berikut :

Apendiks I : membuat seluruh jenis – jenis flora dan fauna yang sudah

sangat terancam punah yang di sebabkan atau mungkin di sebab kan oleh kegiatan

perdagangan, perdagangan spesimen (hidup atau mati atau bagian – bagian yang

berasal dari padanya) jenis – jenis ini dilarang dan harus di atur dengan peraturan

yang sangat ketat agar tidak membahayakan kehidupan selanjutnya. Pengecualian

dari ketentuan tersebut di atas hanya dapat di berikan apabila dalam keadaan yang

sangat khusus, misalnya untuk tukar menukar antar kebun binatang, penelitian,

hadiah kenegaraan, pendidikan dan hasil penangkaran yang sudah menghasilkan

generasi kedua (F2). Di Indonesia terdapat beberapa jenis yang termasuk dalam

apindeks I CITES antara lain : Biawak, komodo, orang utan, ikan arowana,

kakatua seram, gajah sumatra, badak jawa, badak sumatra, harimau sumatra,

harimau jawa dan lain – lain.

Apendiks II : memuat jenis yang walaupun yang saat ini tidak terancam

punah apabila perdagangannya tidak di atur dengan ketat dan tidak menghindari

pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung hidupnya. Oleh

karena itu, perdagangan spesimen jenis – jenis ini di lakukan dengan penetapan

kuota (jumlah spesimen yang dapat di panen dari alam secara konservatif).

14
Apendiks III : memuat semua jenis – jenis yang dinyatakan di lindungi oleh

peraturan negara anggota CITES tertentu untuk kepentingan mencegah atau

membasmi pemanfaatan yang berlebihan (eksploitasi) dan memerlukan kerja

sama dengan negara – negara anggota CITES lainnya untuk mengawasi

perdagangan.

Adapun ikan yang masuk dalam CITES adalah sebagai berikut.

No. Jenis ikan Status


1 Ikan raja laut Ikan ini masuk kedalamAppendiks I CITES
Latimeriamenadoensis dan daftar merah IUCN (VU). Di Indonesia
statusnya dilindungi (PP 7 Th 99).

2 Ikan Naga Ikan ini masuk kedalamAppendiks I CITES


Scleropages formosus dan daftar merah IUCN (EN). Di Indonesia
statusnya dilindungi (PP 7 Th 99) dan tersebar
di wilayah lampung, Palembang, Bangka-
belitung, Riau dan Kalimantan Barat.

3 Hiu Gergaji Ikan unik ini mulai sulit dijumpai, karena itu
Pristismicrodon ia masuk dalamdaftar Red List. Ikan ini
masuk kedalamAppendiks II CITES dan
dilindungi secara nasional.

4 Selusur Maninjau Di Indonesia statusnya dilindungi (PP 7 Th


Homaloptera 99) dan tersebar di Sumatera 5 Ikan belidal
gymnogaster

5 Notopterus chitala Merupakan ikan asli Indonesia yang tersebar


di sungai-sungai besar di Pulau Sumatera,
Jawa dan Kalimantan. Salah satu faktor
penyebab kelangkaan, selain pemanenan,
adalah karena ikan ini sangat sensitif dengan
lingkungan sekitar sehingga sulit untuk
melakukan pembenihan secara alami. Di
Indonesia statusnya dilindungi (PP 7 Th 99).

6 Ikan Pipih Saat ini sudah sulit ditemukan species ini


Chitala lopis karena rusaknya mutu sungai dan dan
penangkapan yang tak terkendali. Di
Indonesia statusnya dilindungi (PP 7 Th 99).

7 Wader Goa Jenis ikan air tawar ini merupakan endemik


Puntiusmicrops spesies ikan unik yang hidupnya di dalam

15
gua-gua khususnya di Jawa. Di Indonesia
statusnya dilindungi (PP 7 Th 99).

8 Arwana papua Ikan endemik Papua ini banyak


Scleropages jardinii diperdagangkan sebagai ikan hias air tawar.
Jenis ini belum terdaftar dalamApendiks
CITES dan masih diperdagangkan bebas
meskipun sudah ada pengaturan kuota
tangkap.

9 Ikan napoleon Dimasukkan dalam Apendiks II CITES dan


Cheilinus undulatus sudah ada pengaturan ukuran yang
diperdagangkan. Populasi menurun karena
pemanenan berlebihan dengan cara yang
merusak (racun dan bom).

10 10 Hiu Paus Statusnya masuk ke dalam Appendiks II


Rhincodon typus CITES dan daftar merah IUCN (VU).

11 Kardinal banggai Ikan endemik di laut perairan Pulau Banggai,


Pterapogon kauderni di kawasanTelukTolo, Sulawesi dan beberapa
perairan laut di Maluku hingga Maluku Utara.
Ancaman populasi berasal dari pengambilan
yang berlebihan, sementara daya dispersal
dan laju reproduksinya sangat rendah.
Statusnya masuk kedalam daftar merah IUCN
(VU) dan pernah diusulkan masuk
kedalamAppendiks II CITES.

12 Terubuk IkanTerubuk merupakan jenis ikan endemik


Tenualosa macrura yang berada di perairan Bengkalis Riau dan
Labuan Bilik Sumatera Utara, dimana
merupakan dua spesies dari lima spesies
terubuk yang ada di dunia. IkanTerubuk
merupakan ikan yang amat terkenal di
Kabupaten Bengkalis, Riau dan Labuan Batu
Sumatera Utara. Populasinya semakin hari
semakin menurun disebabkan tangkapan yang
berlebih saat memijah dan kerusakan habitat.
Sudah ada SK Bupati tentang Suaka
Perikanan Terubuk.

13 Ikan batak Ikan endemik di KabupatenTapanuliUtara


Neolissochillus danToba Samosir, khususnya di DanauToba
thienemanni dan hulu Sungai Asahan. Banyak dipanen dari
alam untuk untuk berbagai acara pesta adat
bagi masyarakat setempat. Populasi menurun
karena penangkapan yang berlebih dan

16
pencemaran perairan. Dalam daftar merah
(Red Data Book) IUCN termasuk
dalamkategori rentan (VU)

14 Hiu caping/martil Terdaftar pada daftar merah IUCN sebagai


Sphyrna lewini, spesies yang terancampunah secara global
S.mokarran, akibat penangkapan berlebih untuk
S. zygaena pemanfaatan siripnya. Beberapa kali
diusulkan masuk kedalamAppendiks II
CITES. Di Indonesia, hiu caping/martil
banyak ditemukan di Taman Nasional
Bunaken, Palu Barat, dan Sekotong Lombok
Barat.

15 Hiu lanyam Pemanfaatan sirip yang berlebih


Carcharhinus mennjadikannya terancam punah. Statusnya
plumbeus, masuk kedalam daftar merah IUCN dan pada
C. obscures, CoP 15 diusulkan masuk kedalam Appendiks
Carcharhinus II CITES. populasinya banyak tersebar di
longimanus perairan barat Sumatera, selatan Jawa, bali,
dan NTT.

16 Pesut mahakam Dijumpai di perairan Sungai Mahakam,


Orcaella brevirostris Danau Jempang, Danau Semayang dan Danau
Melintang. Populasi satwa ini terus menyusut
akibat habitatnya terganggu.

17 Duyung Banyak diburu untuk kulit, daging, tulang dan


Dugong dugon giginya. Populasinya menyusut dengan cepat
dan jarang dapat di temukan lagi pada habitat
aslinya. Dilaporkan tahun 1970 populasi
duyung mencapai 10.000 ekor dan tahun 1994
diperkirakan hanya sekitar 1.000 ekor.
Statusnya dilindungi secara nasional dan
masuk Appendiks I

18 Famili Balaenopteridae Statusnya dilindungi secara nasional (PP 7 Th


(3spesies) : 1 99) dan masuk kedalam appendiks I CITES.
Balaenoptera musculus Ancaman populasi karena adanya perburuan
(paus dan kerusakan habiitat.
biru), 2 Balaenoptera
physalus (finback-
whale), 3 Megaptera
novaeangliae (Paus
Bongkok)

19 Kura-kura rote Endemik pada beberapa lokasi di Pulau Rote

17
Chelodinamccordi (Propinsi Nusa Tenggara Timur), populasi
berkurang drastis karena pencemaran perairan
di darat dan perdagangan untuk hewan
peliharaan. Laporan terakhir menyatakan
bahwa hewan ini sudah tidak ditemukan lagi
di habitat aslinya. Dikategorikan CR pada
IUCN dan Apendiks II CITES. Diajukan
untuk dilindungi.

20 Kura-kura bintang Diperdagangkan. Status dalam IUCN (Red


Chitra chitra List) Critically Endangered, masuk dalam
Apendiks II CITES. Penyebaran di Thailand
(di daerah pesisir semenanjung), Myanmar
dan Indonesia (Jawa).

21 Kura-kura irian Endemik di daerah rawa Asmat, Papua.


Chelodina gunaleni Diperdagangkan untuk hewan peliharaan.
Data biologi, ekologi dan populasi tidak ada.
Tidak dilindungi.

22 Kura-kura reimani Saat ini diketahui bahwa penyebaran hanya


Chelodina reimanni ada di satu lokasi yaitu di Merauke (Papua).
Status pada IUCN adalah Lower Risk. Tidak
dilindungi

23 Biuku Diperdagangkan. Status dalamIUCN (Red


Batagur baska List) Critically Endangered, masuk dalam
Apendiks I CITES. Di Indonesia ditemukan di
Sumatera.

24 Labi-Labi Diperdagangkan, statusnya masuk kedalam


Amyda cartilagenea Appendiks II CITES dan daftar merah IUCN.
Tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, bali,
Lombok dan Sulawesi

25 Penyu laut (6 spesies) : Semua jenis penyu dilindungi di Indonesia.


Penyu hijau Chelonia Ancaman populasi terutama karena perburuan
mydas, Penyu sisik untuk perdagangan (telur, daging dan
Eretmochelys karapasnya) dan karena kerusakan habitat,
imbricata, Penyu khususnya habitat untuk bertelur. Semua jenis
tempayan Caretta penyu sudah masuk ke Apendiks I dan
caretta, Penyu lekang dilindungi di hampir seluruh negara.
Lepidochelys olivacea,
Penyu belimbing
Dermochelys coriacea,
Penyu pipih Natator
depressus.

18
26 Buaya siam Penyebaran luas diAsia tenggara meliputi
Crocodylus siamensis Brunei Darussalam, Kambodja, Indonesia
(Kalimantan dan mungkin Jawa), Laos,
Malaysia (Sabah, Serawak), Myanmar,
Thailand danVietnam, namun di kebanyakan
negara ini kemungkinan populasinya kecil
atau bahkan punah. CR dalamIUCN, masuk
dalam Apendiks I CITES.

27 Buaya sinyulong Penyebaran di Indonesia terdapat di Sumatera


Tomistoma schlegelii dan Kalimantan pada hutan rawa. EN pada
IUCN 2000. Apendiks I CITES. Beberapa
informasi dasar tentang bioekologi dan
populasi telah ada.
28 Kerang lola Memiliki lapisan mutiara pada cangkangnya
Trochus niloticus yang dikenal sebagai “mother of pearl”, yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
berbagai jenis industry seperti cat, kancing,
perhiasan. Belumada regulasi dan upaya
budidaya, namun kegiatan pemanenan tinggi.

29 Siput mata bulan Dikenal juga sebagai Batu laga atau Siput
Turbo marmoratus hijau. Pemanenan sangat tinggi untuk hiasan
dan koleksi, namun laju pertumbuhan sangat
rendah. Sampai sekarang belum ada upaya
pengelolaan dan budidaya masih sedikit.
Sudah dilindungi di Indonesia

30 Kima raksasa Sejenis kima yang telah dimasukkan


Tridacna gigas dalamApendiks II CITES. Banyak dipanen
dan diperdagangkan. Siklus reproduksinya
lambat. Jenis ini merupakan jenis bivalvia
terbesar, yang dapat mencapai panjang 2 m
dan berat 220 kg.

31 Kima lain (selain Di beberapa lokasi terdpat laporan bahwa


Tridacna gigas, 6 populasi kima sudah menurun drastis. Seperti
spesies) halnya kima raksasa, populasi 6 jenis kima
lainnya juga mengalami penurunan drastis
karena pemanenan untuk daging dan
cangkangnya.

32 Nautilus Di seluruh dunia terdiri dari 6 spesies dan


Nautilus spp. dapat ditemukan di perairan Indo- Pasifik.
Ancaman utama terhadap kelestarian populasi
adalah pemanenan yang berlebihan sementara
laju reproduksi sangat rendah. Dilindungi.

19
33 Teripang pasir Dikenal juga dengan nama timun laut.
Holothuria scabra dan Merupakan komoditi bahari yang memiliki
25 nilai ekonomis tinggi. Belumada regulasi dan
spesies teripang lainnya upaya budidaya, namun kegiatan pemanenan
tinggi.

34 Ubur-ubur Pulau Endemik di danau berair payau di Pulau


Kakaban (Cassiopeia Kakaban, Kalimantan Timur. Jenis ubur-ubur
ornata, Mastigias ini memiliki keunikan, yaitu tidak memiliki
papua, sengat beracun sebagai hasil evolusi akibat
Aurelia aurita isolasi di danau air asin karena tidak ada
danTripedalia hewan pemangsa (predator). Kemungkinan
cystophora) ancaman adalah kerusakan habitat akibat
turisme intensif.

35 Akar Bahar Akar bahar, Koral hitam (semua jenis dari


Anthiphates spp. genus Anthiphates) statusnya dilindungi
secara nasional dan masuk dalamAppendiks II
CITES

36 Sceractinia spp. Karang hias banyak diperdagangkan untuk


(karang batu) dijadikan ornamental akuarium . Statusnya
masuk kedalamAppendiks II CITES. 24 jenis
direkomendasikan oleh LIPI untuk dapat di
transplantasikan. Ancaman dan penurunan
populasi akibat degradasi habitat,
pengambilan yang merusak dan eksploitasi
yang berlebihan

37 Bambu Laut Bambu laut (Isis hippuris) adalah jenis yang


Isis hippuris masuk kelompok gorgonian dan merupakan
biota laut bagian dari terumbu karang. Bambu
Laut saat ini menghadapi kondisi
pemanfaatan (perdagangan luar negeri) yang
berlebihan, dimana tidak ada kontrol,
pengendalian dan pengawasan.

38 Kepiting kenari Dikenal juga dengan nama Ketam kelapa


Birgus latro karena sering memakan kelapa, bersifat
nokturnal dan hidup di darat. Penyebarannya
sempit, di Kepulauan Maluku (Ternate,
Talaud dan sekitarnya). Tidak masuk dalam
daftar kelangkaan (buku merah) IUCN karena
dikategorikan sebagai kurang data (DD).
Merupakan spesies yang banyak dipanen dan
diperjua lbelikan. Di Indonesia statusnya
dilindungi.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, sudah

banyak sumberdaya hayati kita khususnya yang hidup di kawasan pesisir yang

mengalami degradasi spesies. Sehingga biota-biota tersebut harus dilindungi dari

pihak yang ingin mencari keuntungan dengan melakukan perburuan terhadap

marga satwa.

B. Saran

Kita sebagai mahkluk yang berasosiasi dengan alam sekiranya harus berupaya

untuk melestarikan alam agar siklus kehidupan di bumi dapat berjalan dengan

baik, khususnya kita sebagai mahasiswa yang harusnya mengetahui siklus-siklus

biosfer sehingga kita hanya memanfaatkan sumberdaya seefektif dan seefisien

mungkin.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://www.bushindotrainingcenter.co.id/artikel-ekspor-impor/convertion-on
international-trade-in-endangered-species-of-wild-fauna-and-flaura
cites/#more-650

https://id.wikipedia.org/wiki/CITES

https://www.cites.org/

http://semenanjung-senja.blogspot.com/2014/05/jenis-ikan-di-indonesia-yang-
dilindungi.html

22

Anda mungkin juga menyukai