Skenario 1 : Memahami dan menganalisis berbagai penyakit yang menyebabkan kematian pada
ikan, pengaruh faktor lingkungan terhadap kualitas air , konsep imunitas dan strategi vaksinasi
pada ikan, dalam konteks terpadu dan holistik
IV. Bahasan
1. Agen penyebab penyakit, replikasi, nama penyakit, gejala klinis, patogenesis,
dan penanganan
A. Ikan Kerapu
Ikan kerapu (Epinephelus sp) atau dikenal dengan nama dagang “groupers” dan
merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis tinggi dan
berpeluang dipasarkan baik di domestik maupun internasional. Keuntungan
budidaya ikan kerapu dikarenakan pertumbuhannya yang cepat dan dapat
diproduksi secara massal, terutama untuk melayani permintaan pasar akan ikan
kerapu hidup (Bahar, 2006).
Gambar 1. Ikan kerapu
B. Iridovirus
Karakteristik Iridovirus
Iridovirus merupakan famili virus yang memiliki ukuran 130-300 nm, materi
genetiknya berupa DNA dan dengan kapsid berbentuk ikosahedral (berisi 20). Iridovirus
dijumpai pada beragam spesies ikan laut dan dapat ditemukan di limpa dan jaringan
intestinal ikan yang sakit atau sekarat dengan tanda-tanda penyakit sistemik. Tingkat
mortalitas ikan yang terinfeksi mulai dari rendah (0,5 – 10%) hingga sedang (50%) dan
umumnya dapat menyebabkan kematian dalam kurun waktu 24-48 jam setelah munculnya
gejala-gejala infeksi. Infeksi iridovirus pada budidaya ikan laut telah diidentifikasi memiliki
variasi yang dapat digolongkan menjadi: Red Seabream Iridovirus Disease (RSIVD), Sleepy
Grouper Disease (SGD) dan Grouper Iridovirus Disease (GIVD). Secara keseluruhan infeksi
iridovirus ini dapat mengakibatkan infeksi yang sistemik pada ikan. Dikarenakan hubungan
antara ketiga jenis Iridovirus ini tidak begitu jelas, makan penyakit Iridovirus tersebut
diatas disajikan secara terpisah (Novriadi et al, 2014).
Agen Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang termasuk ke dalam family Iridoviridae
dan memiliki bentuk heksagonal dengan diameter 200-240 nm (pada ikan red
seabream) dan 140-160 nm (pada ikan kerapu). Infeksi virus ini dilaporkan telah
menyebar di lingkungan budidaya di wilayah Asia Tenggara dan menjadi salah satu
penyakit dalam daftar OIE di tahun 2014. Di Indonesia, Infeksi Iridovirus pertama kali
terdeteksi di lokasi budidaya kerapu di Sumatera Utara dan kemudian menyebar di
unit-unit perbenihan yang ada di Lamongan, Jawa Timur. Data terkini menunjukkan
bahwa infeksi Iridovirus ini telah menyerang budidaya ikan Kerapu di Lampung, Pulau
Seribu, Batam dan Ambon (Novriadi et al, 2014).
Pemicu Infeksi
Lingkungan yang terkontaminasi dan kualitas air yang buruk memicu peningkatan
infeksi iridovirus. Hal ini utamanya disebabkan oleh kontak langsung antara insang
dan saluran pencernaan ikan dengan lingkungan. Penyebaran virus antara ikan yang
berada di sistem produksi yang sama akan terjadi dengan sangat cepat bila ikan tidak
memiliki sistem imun yang baik dan berada dalam kondisi lemah. Namun, belum ada
laporan yang menyatakan bahwa virus ini dapat menyebar secara vertikal, karena
pada umumnya virus ini menyebar akibat introduksi ikan impor yang telah terinfeksi
oleh Iridovirus sebelumnya atau bersifat carier terhadap Iridovirus (Novriadi et al,
2014).
Gejala Klinis
Tanda-tanda klinis yang ditunjukkan oleh ikan yang terinfeksi oleh Iridovirus
diantaranya warna tubuh menjadi gelap (melanosis) dan letargik (sekarat, dengan
gerakan lemah). Seringkali ikan kehilangan nafsu makan, pembengkakan abdomen,
limpa membesar, saluran pencernaan memerah karena pendarahan (hemoragik) dan
terdapat cairan keruh dalam rongga tubuh (Novriadi et al, 2014).
Ikan yang terinfeksi menjadi lethargic, menunjukan anemia, petechiae pada
insang dan pembesaran pada limpa (Anonim, 2009).
Patogenesis
Penularan Red Seabream Iridovirus Disease yaitu secara horizontal pada air.
Replikasi
Nucleocytoplasmic
1. Attachment protein virus ke hospes reseptor dimediasi endositosis virus ke dalam
sel inang.
2. Fusi dengan membran plasma untuk melepaskan inti DNA ke dalam sitoplasma
hospes.
3. Virus DNA diangkut ke inti sel dimana sintesis makromolekul hospes dengan cepat
dihentikan. Transkripsi diinisiasikan oleh viral modifikasi hospes RNA polymerase II.
4. DNA induk digunakan untuk menghasilkan genom dan lebih besar dari DNA
panjang genom.
5. DNA progeni diangkut ke sitoplasma virus dimana kebanyak DNA virus terbentuk
melalui rekombinasi. Transkripsi dari transkirpsi yang paling telat juga dapat terjadi
di sitoplasma.
6. Perakitan virion baru di sitoplasma. Virion keluar dari sel dengan budding atau lisis
sel.
(Anonim, 2018)
Penanganan
Upaya pengendalian penyakit infeksi Iridovirus tidak ada yang efektif, baik
pengendalian antibiotik maupun dengan bahan-bahan anti virus lainnya. Tindakan
pencegahan penyakit infeksi Iridovirus ini diantaranya, penggunaan imunostimulan
bakterin dengan cara penyuntikan intraperitoneal pada benih ikan kerapu untuk
meningkatkan sintasan benih terhadap infeksi Iridovirus. Selain itu, pemberian vaksin
pada juvenil ikan kerapu dengan cara perendaman mampu meingkatkan imunitas dan
sintasan benih terhadap infeksi Iridovirus. Sedangkan penambahan vitamin C dan
imunostimulan dalam pakan dapat meningkatkan dan respon imun non spesifik benih
ikan kerapu (Johnny da Roza, 2009).
3. Saran dan pencegahan penyakit RSID pada ikan yang masih sehat, respon imun
hewan berdarah dingin dan strategi vaksinasi pada ikan
Pencegahan penyakit RSID pada ikan yang masih sehat yaitu jika ada ikan yang
terinfeksi dengan menunjukkan gejala klinis seperti berenang tampak lemah dan
berdiam didasar air seperti tidur maka segera dipisahkan/dikarantina dari ikan yang
masih sehat dan langsung diberikan pencegahan dan pengobatan yang sesuai. Selain
itu manajemen pemeliharaan ditingkatkan, seperti pergantian air kolam secara
berkala, peningkatan kualitas air kolam, dan lain-lain.
Respon Imun
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan
berbagai bahan dalam lingkungan. Pertahanan tersebut terdiri dari sistem imun non
spesifik dan spesifik. Faktor yang mempengaruhi respon imun pada ikan meliputi
suhu, adanya antigen yang dipengaruhi oleh dosis, dan jenis antigen, adanya ajuvan,
immunostimulan, pengaruh musim dan lingkungan hidup antara lain stres lingkungan,
adanya polutan, adanya senyawa antibiotika dan adanya defisiensi nutrien dalam
pakan (Dewantoro, 2006).
Respon imun spesifik merupakan suatu reaksi hospes terhadap benda asing yaitu
mencakup rangkaian interaksi seluler yang diekspresikan dengan penyebaran produk
sel spesifik, dengan tingkat spesifisitas dan heterogenitas yang tinggi dan adanya
memori. Dua jenis mekanisme efektor yang menjadi perantara pembentukan respon
imun spesifik, yaitu oleh produk sel jaringan limfoid yang disebut dengan antibodi
dan oleh limfoid sendiri yang telah tersensitisasi spesifik yang disebut dengan
imunitas seluler (Dewantoro,2006).
V. Kesimpulan
Iridovirus merupakan agen penyebab penyakit Red Seabream Iridovirus Disease
(RSIVD), Sleepy Grouper Disease (SGD) dan Grouper Iridovirus Disease (GIVD).
Isolasi dan identifikasi Iridovirus menggunakan organ limpa dan ginjal sebagai
sampel terbaik dan deteksi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Respon imun ikan dapat dipengaruhi oleh faktor seperti suhu, jenis antigen, ajuvan,
musim, lingkungan, pakan dan lain-lain.
VII.Referensi
Anonim. 2009. Manual of Diagnostic Tests for Aquatic Animals. Paris : OIE
Anonim. 2018. https://viralzone.expasy.org/581?outline=all_by_species#header di akses
pada tanggal 6 Maret 2018 23:36.
Bahar, B. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Jakarta :
PT Gramedia
Bootland, L. M., Leong, J. C. 1991. Staphylococcal Coagglutination, a Rapid Method of
Identifying Infectious Hematopoietic Necrosis Virus (J. Fish. Sci) XI (1): 8-12
Vol. 58, No.1 Applied and Environmental Microbiology, Jan. 1992, p.6-13.
Dewantoro, A. 2006. Respon Imun Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Terhadap Komponen Intraseluler dan Protein Membran Luar Bakteri Vibrio
anguillarum. Skripsi Budidaya Perairan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga.
Johnny, F dan Roza, D. 2009. Kasus Infeksi Virus Irido pada Benih Ikan Kerapu Pasir
(Epinephelus corallicola) di Hatchery. Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (1) : 8-
12.
Yoshimizu, M., Kimura, T. 1985. A Coagglutination Test with Diagnosis of
Pseudomonas fluorescens Infection in Fishes. Asian Fisheries Science 14
(2001) : 293 - 300 Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.