Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN HASIL DISKUSI

FOCUS GROUP DISCUSSION


“Mengapa Tidak Sembuh?”

Disusun Oleh :

Nama : Fadila Khairuna Adani


NIM : 16/393871/KH/08864
Kelompok :1
Sub Kelompok : 1.a

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
I. Judul
“Mengapa Tidak Sembuh?”
II. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa memahami dan mampu melakukan pemeriksaan fisik secara
sistematik pada beberapa spesies hewan, mampu mengaplikasikan teknik
pengambilan spesimen yang lege artis, pengumpulan sampel, pemeriksan
laboratorik, dll.
2. Mahasiswa memmahami dan mengetahui penyebab kegagalan terapi antibiotik,
serta memahami mekanisme resistensi.
3. Mahasiswa memahami dan dapat melakukan perbaikan terapi berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorik.
4. Mahasiswa dapat saling berkolaborasi, berbagi konsep keilmuan, keterampilan
dan perilaku dalam diskusi.
III. Skema Pembelajaran
Skenario 2

Teknik
Pemeriksaan Pengumpulan Pemeriksaan
pengambilan
fisik sampel laboratorik
spesimen

IV. Bahasan
1. Pemeriksaan fisik
Untuk pemeriksaan fisik pada hewan dilakukan dengan pemeriksaan
umum dan pemeriksaan khusus. Dimana pemeriksaan umum meliputi ekspresi
muka dan kondisi tubuh (EMKT), pengukuran data fisiologis (nafas, pulsus,
suhu), selaput lendir dan CRT (Capillary Refill Time), serta kulit dan rambut
(Surono, 2008). Sedangkan untuk pemeriksaan khusus dalam topik diskusi ini
adalah sistem pencernaan yang meliputi pemeriksaan mulut, esophagus, abdomen
(lambung dan usus), dan anus (Eldredge et al, 2007).
Menurut Duguma (2016), terdapat istilah-istilah untuk pemeriksaan yang
bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti, inspeksi, adspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi.
a. Inspeksi merupakan proses pengamatan atau observasi yang dilakukan
dari jarak jauh untuk mengidentifikasi abnormalitas pada hewan.
b. Adspeksi merupakan pengamatan yang dilakukan dari jarak dekat,
sehingga pemeriksaan akan lebih detail.
c. Palpasi merupakan pemeriksaan permukaan tubuh, ukuran, bentuk, serta
pergerakan organ internal dengan cara meraba.
d. Auskultasi merupakan metode diagnosis untuk mengetahui kondisi tubuh
dengan cara mendengarkan suara dengan stetoskop yang diproduksi oleh
aktivasi fungsional suatu organ.
e. Perkusi merupakan pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian tertentu
tubuh pasien hingga mampu menghasilkan resonansi dengan
menggunakan hammer dan pleximeter atau jari tangan yang langsung
diketukkan.

Pemeriksaan umum:

a. Ekspresi Muka dan Kondisi Tubuh (EMKT)

Menurut Surono (2008) ekspresi muka hewan dibagi menjadi 3


yaitu tenang, stress, dan waspada. Sedangkan kondisi tubuh pada hewan
dapat dilihat melalui Body Condition Score (BCS). Menurut Defarges
(2015), pada hewan kecil kondisi tubuh digolongkan menjadi kurus,
sedang, dan gemuk.

b. Frekuensi nafas
Frekuensi nafas dapat dilakukan menggunakan kapas atau tangan
yang diletakkan di depan hidung atau bisa juga dengan melihat gerakan
thoraco-abdominal (Widiyono, 2001). Normalnya frekuensi nafas anjing
berkisar antara 24-42 x/menit (Surono, 2008).
c. Frekuensi pulsus
Pemeriksaan pulsus pada hewan kecil dapat dilakukan dengan
meraba arteri femoralis pada extremitas caudal dengan cara palpasi
(Widiyono, 2001). Frekuensi pulsus normal pada anjing berkisar antara
76-148 x/menit (Surono, 2008).
d. Suhu
Pengukuran suhu dapat dilakukan dengan menggunakan
thermometer yang dapat melalui 2 cara yaitu melalui rectum dan rongga
mulut. Pengukuran suhu di dalam rongga mulut harus ditambahkan 0,5°C
karena terjadi evaporasi (Widiyono, 2001). Suhu normal pada anjing
menurut Surono (2008) adalah berkisar antara 37,8-39,5°C.
e. Selaput lendir
Pemeriksaan selaput lendir meliputi konjungtiva, gingiva dan
CRT, cermin hidung, dan vulva. Normalnya, warna konjungtiva dari yang
paling anemis menuju hiperemis yaitu kucing, sapi, anjing, kuda, kerbau
(Widiyono, 2001).
f. Kulit dan rambut
Pemeriksaan rambut dilakukan dengan cara menyibak rambut
hewan di seluruh permukaan tubuh hewan dan kondisi kulit diperiksa
untuk mengetahui turgoritas kulit, ada tidaknya luka/lesi, dan abnormalitas
lainnya (Defarges, 2015).

Pemeriksaan khusus sistem pencernaan:

a. Cavum oris (mulut)


Pemeriksaan cavum oris dapat dilakukan dengan cara inspeksi
labia superior dan inferior, gingiva, dan dentes. Cara membuka mulut pada
hewan anjing adalah dengan menyelipkan ibu jari ke ruang di caudal
dentes dan tekan ke atas. Bersamaan ketika mulut mulai membuka, tekan
mandibula ke bawah. Pemeriksaan dengan cara inspeksi untuk mengetahui
ada tidaknya benda asing, lesi, dan penyakit pada gigi, serta adspeksi
untuk mengetahui ada tidaknya bau abnormal (Eldredge et al, 2007).
b. Esophagus
Tanda adanya penyakit di area esophagus adalah adanya rasa sakit
saat menelan (dysphagia), hipersalivasi, dan dapat menyebabkan
penurunan berat badan secara signifikan. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan cara palpasi untuk mengetahui apakah terdapat obstruksi atau
respon sakit (Ford and Mazzaferro, 2012).
c. Abdomen (lambung dan usus)
Pemeriksaan gastrium dan intestinum dapat dilakukan dengan cara
inspeksi dan palpasi. Inspeksi dari arah caudal untuk melihat adanya
pembesaran gastrium dan keseimbangan. Palpasi pada rongga perut untuk
memeriksa apakah ada benda asing atau perubahan di dalam perut (tinja,
penebalan usus, benda asing). Abdomen juga dapat diperiksa secara
auskultasi untuk mendengarkan gerak peristaltik usus. Apabila gerak
peristaltik cepat maka ada kemungkinan diare dan bila gerakan peristaltik
lambat maka ada kemungkinan konstipasi (Ford and Mazzaferro, 2012).
d. Anus
Pemeriksaan anus dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.
Inspeksi dengan melihat kebersihan dan reflex sphincter ani, serta palpasi
untuk mengetahui adanya keradangan. Selain itu juga dapat dilakukan
eksplorasi rektal untuk memeriksa feces dan rektal dari hewan (Eldredge
et al, 2007).

2. Teknik pengambilan spesimen

Spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan laboratorik dapat berupa


darah maupun swab rektum. Pada hewan anjing dapat dilakukan pengambilan
darah pada vena cephalica ataupun vena saphena (Taylor, 2016).

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit berukuran 22 G


(gauge). Pertama dilakukan pembendungan pada area vena dengan tourniquet,
selanjutnya desinfeksi area kulit dengan menggunakan alkohol 70%. Kemudian
arahkan needle dengan sudut kemiringan 30-45° dan tusukkan pada vena untuk
diambil darahnya (Taylor, 2016). Sedangkan untuk swab rektum dapat dilakukan
dengan memasukkan cotton bud ke dalam rektum dan putar secara perlahan,
kemudian keluarkan swab dan pastikan ujung cotton bud terdapat feces.

a b

Gambar 1. Lokasi pengambilan darah pada (a.) vena cephalica dan (b.)vena
saphena (Taylor, 2016)

3. Pengumpulan sampel
Sampel darah yang diterima kadangkala tidak langsung diperiksa karena
berbagai alasan. Untuk menjaga kondisi supaya tidak rusak, maka sampel darah
biasanya disimpan di dalam refrigerator bersuhu 4 C selama beberapa jam
hingga beberapa hari. Darah yang sudah diambil dimasukkan ke dalam 2 tabung
konikel yaitu tabung EDTA dan tabung non EDTA. Tabung EDTA merupakan
tabung yang di dalamnya mengandung antikoagulan EDTA (ethylene diamine
tetra acetic acid) dan biasanya untuk sampel plasma, sedangkan tabung non
EDTA merupakan tabung yang di dalamnya tidak mengandung antikoagulan dan
biasanya untuk sampel serum (Fitria et al, 2016). Untuk sampel swab rectum
dapat dimasukkan ke media transport seperti cary blair stuart (WHO, 2008).
4. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan laboratorik yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan
hematologik (darah) dan uji fungsi hati. Menurut Fitria et al (2016), dalam
pemeriksaan darah dapat menunjukkan kondisi fisiologis suatu individu hewan
sebagai bentuk tanggapan terhadap perubahan status fisiko-kimia di
lingkungannya. Dalam bidang klinis, pemeriksaan hematologik ini digunakan
untuk kepentingan diagnosis, prognosis, dan pemantauan selama proses terapi dan
pengobatan.
Salah satu parameter pemeriksaan hematologik yang rutin dilakukan
adalah dengan menghitung darah lengkap yang meliputi jumlah eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, penghitungan mean corpuscular volume (MCV) , mean
corpuscular hemoglobin (MCH), mean corpuscular hemoglobin concentration
(MCHC), jumlah leukosit, dan diferensial leukosit (neutrofil, limfosit, monosit,
eosinophil, dan basophil).
Dalam uji fungsi hati substansi utama yang diukur pada hati antara lain
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)/ ALT(Alanine aminotransferase),
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)/ AST (Aspartate
aminotransferase), dan SDH (Sorbitol Dehydrogenase). SGPT merupakan enzim
spesifik untuk deteksi penyakit hati pada anjing dan kucing. SGOT bukan
merupakan enzim liver spesifik, karena enzim ini bisa berasal dari hati dan otot.
V. Kesimpulan
 Pemeriksaan fisik pada hewan dapat dilakukan dengan pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus.
 Spesimen yang dapat diambil untuk uji laboratorium adalah darah dan swab
rektum.
 Lokasi pengambilan darah pada hewan anjing dapat dilakukan pada vena
cephalica ataupun vena saphena.
 Pengumpulan sampel darah dapat disimpan pada tabung konikel yang berisi
EDTA ataupun non EDTA. Tabung EDTA untuk sampel plasma dan tabung non
EDTA untuk sampel serum. Sedangkan penyimpanan sampel swab rectal dapat
disimpan dalam media transport.
 Pemeriksaan laboratorik dapat dilakukan uji hematologi dan uji fungsi hati.
VI. Luaran Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan fisik pada hewan kecil.
2. Mahasiswa dapat mengetahui teknik pengambilan spesimen dan penyimpanan
spesimen.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan laboratorik yang dilakukan.
VII. Referensi
Defarges, Alice. 2015. The Physical Examination. Clinicians Brief.
Duguma, Ararsa. 2016. Practical Manual on Veterinary Clinical Diagnostic Approach.
Journal of Veterinary Science and Technology, 7(4): 1-10.
Eldredge, D. M., Carlson, L.D., Carlson, D.G., Giffin, J.M. 2007. Dog Owner’s Home
Veterinary Handbook 4th Edition. New Jersey: Wiley Publishing.
Fitria, L., Lilliy, L.L., Dewi, I.R. 2016. Pengaruh Antikoagulan dan Waktu Penyimpanan
Terhadap Profil Hematologi Tikus Galur Wistar. Biosfera, 33 (1): 22-30.
Ford, R.B. and Mazzaferro, E. 2012. Kirk and Bistner’s Handbook of Veterinary
Procedures and Emergency Treatment. Missouri: Elsevier Saunders.
Surono. 2008. Data Hasil Pengamatan Fisiologis Hewan. Yogyakarta: UGM Press.
Taylor, S.M. 2016. Small Animal Clinical Techniques. Missouri: Elsevier.
Vanhorn, B. and Clark, R.W. 2011. Veterinary Assisting Fundamentals and Applications.
USA: Delmar Cengage Learning.
Widiyono, I. 2001. Bahan Ajar Diagnosa Klinik. Yogyakarta: UGM Press.
World Health Organization. 2008. Foodborne Disease Outbreaks: Guidelines for
Investigation and Control. France: WHO Press.

Anda mungkin juga menyukai