Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses
dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda
klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis.
Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan
diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan
seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan
fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni
sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut.
Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian
kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam
prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah
selalu dilakukan pertama kali.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari
bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Namun, pada kesempatan
ini akan dibahas lebih rinci mengenai pemeriksaan dada dan aksila

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori pemeriksaan fisik?
2. Apa tujuan dari pemeriksaan fisik?
3. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada bagian dada dan aksila?

1
2

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep teori pemeriksaan fisik
2. Mengethaui tujuan dari pemeriksaan fisik
3. Mengetahui cara pemeriksaan fisik pada bagian dada dan aksila
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai
ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif
tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis.
Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang
diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan
Perry, 2005)
Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk
dan fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Berikut dipaparkan
teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:

1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan
saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum
mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian
maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal
atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto
optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan
Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan
(mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh,
warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan
penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil
normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.

3
4

2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba
dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau
tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera
peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau
organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan
penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan,
vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan
tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam
membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.
(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh
lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika,
2010)

4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan
oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan
Mary Meyers, 1997)
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi
Sartika, 2010)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang
harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kontrol infeksi
5

Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril,


memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa
jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat,
dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik
bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup
pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
1) Komunikasi (penjelasan prosedur)
2) Privacy dan kenyamanan klien
3) Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke
internal, dr normal ke abN)
4) Berada di sisi kanan klien
5) Efisiensi
6) Dokumentasi

B. Tujuan Pemeriksaan Fisik


Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.

2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang


diperoleh dalam riwayat keperawatan.

3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa


keperawatan.

4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status


kesehatan klien dan penatalaksanaan.

5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.

C. Prosedur Pemeriksaan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini yaitu hanya
handscoon atau sarung tangan dan itu bila diperlukan
1. Langkah-langkah pemeriksaan dada
6

Tujuan nya untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi,


keadaan kulit dan dinding dada. Mengetahui frekuensi, sifat, irama
pernafasan. Mengeahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan.
a) Inspeksi dinding dada
 Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau
berbaring
 Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua
tangan pasien diletakkan di paha atau pinggang. Untuk
pemeriksaan bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan
didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri
dibahu kanan.
 Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing
sisi tubuh
 Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding
dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi,
bendungan vena dan penonjolan epigastrium.
 Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa
supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi
 Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7,
bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v. torakalis 8 dan
bentuk atau jalannya kolumna vertebralis

b) Palpasi dada
1) Palpasi gerakan diafragma
 Posisi pasien berbaring terlentang menghadap
pemeriksa.
 Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan
badan.
 Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan
merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian
bawah pasien.
 Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu
jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian
bawah.
 Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
7

 Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan


bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi .

2) Palpasi posisi tulang iga ( kosta )


 Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan
berhadapan dengan pemeriksa
 Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan
disamping dan sejajar dengan badan.
 Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan
jari tengah tangan kanan
 Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke
bawah sepanjang tulang dada
 Carilah bagian yang paling menonjol (angulus
lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu
sudut pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni
dimana ujung tulang iga kedua melekat.
 Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga
pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga
dan seterusnya kearah bawah/ inferior.

3) Palpasi tulang belakang ( vertebra )


 Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha
atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan
pemeriksa dibelakang pasien
 Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan
kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas
(leher bawah)
 Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher
bagian bawah, inilah yang disebut prosesus spinosus
servikalis ketujuh.(C7)
 Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7),
kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam
8

dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus


thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.

4) Palpasi sensasi rasa nyeri dada


 Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan
berhadapan dengan pemeriksa
 Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan
disamping dan sejajar dengan badan.
 Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada
 Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan
tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga
dari luar menuju tempat asal nyeri
 Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari,
nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar
iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf

c) Perkusi dada
Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas
jaringan di dalamnya. Perkusi hanya menembus sedalam 5 – 7 cm,
sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya dalam.
Lakukan perkusi secara sistimatis dari atas ke bawah dengan
membandingkan kanan dan kiri.
1) Perkusi dada depan
 Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha
atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
 Lakukan perkusi secara dalam pada fossa
supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada
kiri .
 selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar
2- 3 cm, begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas
abdomen
 Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan
untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan
dan kiri
9

 Bandingkan getaran suara yang dihasilkan oleh


perkusi normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup
kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara
hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.

2) Perkusi dada belakang


 Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha
atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
 Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula
dada belakang kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada
kiri .
 selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar
2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas
abdomen
 Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada
kanan dan kiri. Suara sonor paru kanan bila diperkusi
kebawah akan lebih cepat menghilang, karena adanya
keredupan hati.
3) Perkusi batas paru dan hati
 Posisi pasien duduk dengan kedua tangan disamping
tubuh dan berhadapan dengan pemeriksa .
 Lakukan perkusi pada dada kanan depan dari atas
kebawah secara sistimatis.
 posisi pasien dirubah sehingga membelakangi
pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi pada bagian dada
belakang dari atas kebawah secara sistimatis
 Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan
suara, dari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru
bagian depan terletak antara kosta 5 dan 6, sedangkan paru
bagian belakang setinggi prosesus spinosus vertebra
torakalis 10 atau 11.

d) Auskultasi dada
1. Auskultasi paru
Tujuan pemeriksaan auskultasi paru adalah untuk
menentukan adanya perubahan dalam saluran napas dan
10

pengembangan paru. Dengan auskultasi dapat didengarkan


suara napas, suara tambahan, suara bisik dan suara percakapan.
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang
masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Pada proses
pernapasan terjadi pusaran/ eddies dan benturan/ turbulensi
pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan
melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan
lebih banyak pada waktu inspirasi/ menarik napas dibanding
ekspirasi/ mengeluarkan napas, hal inilah yang menyebabkan
perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi. Suara napas ada
3 macam yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas
campuran/ bronkovesikuler dan suara napas bronkial. Suara
napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada
fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/
tidak ada silent gaps. Suara napas bronkial bernada tinggi
dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan
terputus/ silent gaps. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi
dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent
gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.
Suara napas vesikuler pada kedua paru normal dapat
meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila
salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru.
Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara,
jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru.
Suara napas bronkial tidak terdengar pada paru normal,
baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan konsolidasi.
Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti
ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze.
Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar
pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya
secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran
napas dan terbukanya acinus/ alveoli yang sebelumnya kolap.
11

Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah


“ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah
dengan suara terputus- putus dan ronki kering dengan suara
tidak terputus.
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar
yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi
banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara gelembung
kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran
napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan
bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat
gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya
pada pneumonia dini.
Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi,
karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada
tinggi disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking, ronki
kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze.
Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian
saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang
mengerang/ grouning. Suara tambahan lain yaitu dari gesekan
pleura/ pleural friction rub yang terdengar seperti gesekan
kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas pada
fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.

2. Langkah-langkah pemeriksaan aksila


a) Inspeksi
a. Atur pencahayaan dengan baik.
b. Anjurkan klien untuk melepas baju atau apapun
benda yang menutupi axila.
c. Mempersilahkan pasien untuk meletakkan lengan
atas melewati atas kepala
d. Amati bentuk aksila, warna kulit, (adanya) jaringan
parut, pembengkakan, (adanya) massa.

b) Palpasi
12

a. Palpasi daerah kalivikula dan ketiak


b. Rasakan adanya Pembengkakan pada nodus Limfe
dengan menggunakan kelima jari dominan. Limfe yang
ingin dirasakan :
- Limfe Supraklavikular di bagian atas
Klavikula.
- Limfe Infraklavikular pada bagian bawah
klavikula
- Limfe Anterior bagian atas aksila.
- Limfe sentral tepat pada bagian engan
aksila.
- Limfe lateral yang berada sedikit keatas dari
mamae.
- Limfe Posterior pada bagian yang mengarah
kebelakang aksila.
c. Jika diperlukan, lakukan pula pengkajian dengan
posisi telentang dan diganjal bantal/selimut dibawah
bahunya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

13
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses
dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda
klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis.
Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan
diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan dada bertujuan untuk mengetahui bentuk,
kesimetrisan, ekspansi, keadaan kulit dan dinding dada. Mengetahui
frekuensi, sifat, irama pernafasan. Mengeahui adanya nyeri tekan, masa,
peradangan. Sedangkan pemeriksaan aksila bertujuan untuk memeriksa
aksila apakah ada ketidaknormalan ataupun sebainya. Teknik-teknik yang
dipakai untuk memeriksa yaitu teknik inspeksi, perkusi, palpasi dan
auskultasi

DAFTAR PUSTAKA
Bates, Barbara. 1998. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Edisi
2. Jakarta : EGC.
https://id.scrib.com/doc/279569755/Pemeriksaan-Dada
https://www.academia.edu/11154038/PEMERIKSAAN_FISIK_HEAD_TO_TOE

14
LAMPIRAN

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN

15
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN

1. Mata Ajar : Metodologi Keperawatan


2. Keterampilan : Pemeriksaan dada dan aksila
3. Pengertian : pemeriksaan dada adalah pemeriksaan untuk
mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi, keadaan kulit dan dinding
dada. Pemeriksaan aksila adalah pemeriksaan pada daerah aksila pasien
4. Tujuan :
a. untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi, keadaan
kulit dan dinding dada
b. Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam
jaringan aksila .
c. Mendeteksi awal adanya Pembengkakan pada nodus limfe.

Nama :
NIM :

Penilaian

Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2

Tahap Pra-Interaksi :

1. Cuci Tangan

2. Pasang Handscoon (Jika perlu)

Tahap orientasi :

16
1. Memberi salam, panggil klien
dengan panggilan yang disenangi

2. Memperkenalkan nama perawat

3. Menjelaskan tentang kerahasiaan

4. Jelaskan prosedur dan tujuan


tindakan pada klien atau keuarga

Tahap kerja :

1. Dekatkan alat dengan pasien


2. Jelaskan tundakan dan tujuan
3. Cuci tangan
4. pakai handscoon (jika diperlukan)
5. Lakukan pemeriksaan

A. Pemeriksaan Dada
1. Inspeksi dinding dada
 Posisi pasien duduk sama tinggi
dengan pemeriksa atau berbaring
 Bila pasien duduk, pemeriksaan
pada dada depan, kedua tangan pasien
diletakkan di paha atau pinggang. Untuk
pemeriksaan bagian belakang dada,
kedua lengan disilangkan didepan dada
atau tangan kanan dibahu kiri dan
tangan kiri dibahu kanan.
 Bila pasien berbaring posisi lengan
pada masing- masing sisi tubuh
 Secara keseluruhan perhatikan
bentuk dan ukuran dinding dada,

17
deviasi, tulang iga, ruang antar iga,
retraksi, pulsasi, bendungan vena dan
penonjolan epigastrium.
 Pemeriksaan dari depan perhatikan
klavikula, fossa supra/infraklavikula,
lokasi iga pada kedua sisi
 Pemeriksaan dari belakang
perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk
skapula, ujung bawah skapula setinggi
v. torakalis 8 dan bentuk atau jalannya
kolumna vertebralis

2. Palpasi dada

a. Palpasi gerakan diafragma

 Posisi pasien berbaring


terlentang menghadap pemeriksa.
 Posisi lengan pasien
disamping dan sejajar dengan
badan.
 Letakan kedua telapak
tangan pemeriksa dengan
merenggangkan jari-jari pada
dinding dada depan bagian bawah
pasien.
 Letakkan sedemikian rupa
sehingga kedua ujung ibu jari
pemeriksa bertemu di ujung tulang
iga depan bagian bawah.
 Pasien diminta bernapas
dalam dan kuat
 Gerakan diafragma normal,
bila tulang iga depan bagian bawah

18
terangkat pada waktu inspirasi .

b. Palpasi posisi tulang iga ( kosta )

 Posisi pasien duduk atau


tidur terlentang dan berhadapan
dengan pemeriksa
 Bila duduk posisi kedua
tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang
posisi kedua tangan disamping dan
sejajar dengan badan.
 Lakukan palpasi dengan
memakai jari telunjuk dan jari
tengah tangan kanan
 Palpasilah mulai dari
cekungan suprasternalis ke bawah
sepanjang tulang dada
 Carilah bagian yang paling
menonjol (angulus lodovisi) kira-
kira 5 cm dibawah fossa
suprasternalis yaitu sudut
pertemuan antara manubrium sterni
dan korpus sterni dimana ujung
tulang iga kedua melekat.
 Dari angulus lodovisi,
tentukan pula letak tulang iga
pertama kearah atas/ superior dan
untuk tulang iga ketiga dan
seterusnya kearah bawah/ inferior.

19
c. Palpasi tulang belakang ( vertebra )

 Posisi pasien duduk dengan


kedua tangan dipaha atau
dipinggang sambil menundukkan
kepala dan pemeriksa dibelakang
pasien
 Pemeriksa melakukan
palpasi dengan jari tangan kedua
dan ketiga sepanjang tulang
belakang bagian atas (leher bawah)
 Rasakanlah bagian yang
paling menonjol pada leher bagian
bawah, inilah yang disebut prosesus
spinosus servikalis ketujuh.(C7)
 Dari prosesus servikalis
spinosus ketujuh (C7), kearah
superior yaitu prosesus spinosus
servikalis keenam dan seterusnya.
Bila kearah inferior yaitu prosesus
spinosus thorakalis pertama, kedua
dan seterusnya.

d. Palpasi sensasi rasa nyeri dada


 Posisi pasien duduk atau
tidur terlentang dan berhadapan
dengan pemeriksa
 Bila duduk posisi kedua
tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang
posisi kedua tangan disamping dan
sejajar dengan badan.
 Tentukan daerah asal nyeri

20
pada dinding dada
 Dengan menggunakan ujung
ibu jari tangan kanan tekanlah
dengan perlahan tulang iga atau
ruang antar iga dari luar menuju
tempat asal nyeri
 Rasa nyeri akan bertambah
akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat
disebabkan fraktur tulang iga,
fibrosis otot antar iga, pleuritis
local dan iritasi akar syaraf

3. Perkusi dada

a. Perkusi dada depan


 Posisi pasien duduk dengan
kedua tangan dipaha atau
dipinggang dan berhadapan dengan
pemeriksa
 Lakukan perkusi secara
dalam pada fossa supraklavikula
kanan, kemudian lanjutkan
kebagian dada kiri .
 selanjutnya lokasi perkusi
bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm,
begitulah seterusnya kebawah
sampai batas atas abdomen
 Mintalah pasien untuk
mengangkat kedua lengan untuk
melakukan perkusi aksila dari atas
kebawah di kanan dan kiri
 Bandingkan getaran suara
yang dihasilkan oleh perkusi

21
normal suara dada/ paru adalah
sonor. Bila redup kemungkinan
adanya tumor, cairan, sekret. Suara
hipersonor akibat adanya udara
dalam pleura.

b. Perkusi dada belakang


 Posisi pasien duduk dengan
kedua tangan dipaha atau
dipinggang dan membelakangi
pemeriksa
 Lakukan perkusi secara
dalam pada supraskapula dada
belakang kanan, kemudian
lanjutkan kebagian dada kiri .
 selanjutnya lokasi perkusi
bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm,
Begitulah seterusnya kebawah
sampai batas atas abdomen
 Bandingkan suara yang
dihasilkan oleh perkusi dada
kanan dan kiri. Suara sonor paru
kanan bila diperkusi kebawah
akan lebih cepat menghilang,
karena adanya keredupan hati.
c.Perkusi batas paru dan hati
 Posisi pasien duduk dengan
kedua tangan disamping tubuh
dan berhadapan dengan pemeriksa
.
 Lakukan perkusi pada dada
kanan depan dari atas kebawah
secara sistimatis.
 posisi pasien dirubah

22
sehingga membelakangi
pemeriksa, selanjutnya lakukan
perkusi pada bagian dada
belakang dari atas kebawah secara
sistimatis
 Pada daerah batas paru dan
hati terjadi perubahan suara, dari
sonor menjadi pekak/ redup.
Normal batas paru bagian depan
terletak antara kosta 5 dan 6,
sedangkan paru bagian belakang
setinggi prosesus spinosus
vertebra torakalis 10 atau 11.

B. Pemeriksaan Aksila
1. Inspeksi
 Atur pencahayaan dengan baik.
 Anjurkan klien untuk melepas baju
atau apapun benda yang menutupi axila.
 Mempersilahkan pasien untuk
meletakkan lengan atas melewati atas
kepala
 Amati bentuk aksila, warna kulit,
(adanya) jaringan parut, pembengkakan,
(adanya) massa.

2. Palpasi
 Palpasi daerah kalivikula dan ketiak
 Rasakan adanya Pembengkakan
pada nodus Limfe dengan menggunakan
kelima jari dominan. Limfe yang ingin
dirasakan :
 Limfe Supraklavikular di

23
bagian atas Klavikula.
 Limfe Infraklavikular pada
bagian bawah klavikula
 Limfe Anterior bagian atas
aksila.
 Limfe sentral tepat pada
bagian engan aksila.
 Limfe lateral yang berada
sedikit keatas dari mamae.
 Limfe Posterior pada bagian
yang mengarah kebelakang aksila.
 Jika diperlukan, lakukan pula
pengkajian dengan posisi telentang dan
diganjal bantal/selimut dibawah
bahunya.

Tahap Terminasi

1. Menanyakan pada pasien apa yang


dirasakan setelah melakukan kegiatan.

2. Menyimpulkan hasil prosedur yang


dilakukan

3. Melakukan kontrak untuk tindakan


selanjutnya

4. berikan reinforcement sesuai dengan


kemampuan klien

Tahap Dokumentasi

24
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan
keperawatan

Ket :
0 : Tidak dikerjakan
1 : Dikerjakan tapi tidak sempurna
2 : Dikerjakan dengan sempurna
Penguji

(…………………………………….)

25

Anda mungkin juga menyukai