Anda di halaman 1dari 13

Makrozoobentos Sebagai Bioindikator

Kualitas Air
June 4, 2012enviroairjujubandung
Hewan makrozoobentos invertebrata merupakan hewan yang tidak bertulang belakang yang
dapat dilihat oleh mata biasa dengan ukuran lebih besar dari 200m 500m (Slack et al.,
1973; Weber, 1973; Wiederholm, 1980; Suess, 1982 dalam Rosenberg dan Resh, 1993).
Hewan ini hidup pada dasar kolam, danau, dan sungai untuk seluruh atau sebagian tahapan
hidupnya. Mereka dapat hidup pada batuan, ataupun bergerak bebas pada ruang antar batuan,
pada runtuhan bahan organik (Standard Methods, 1989). Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, bentos adalah organisme yang mendiami daerah dasar perairan.
Bentos merupakan organisme yang melekat di permukaan substrat dasar sungai (Odum,
1993). Sedangkan makrozoobhentos adalah bentos yang dapat terlihat dengan mata biasa.
Biasanya menempati ruang kecil antara batuan di dasar dalam runtuhan bahan organik, di atas
batang kayu dan tanaman air atau di dalam sedimen halus. Biasanya berukuran lebih besar
dari 1 mm. Makrozoobentos ini pada umumnya terdiri dari larva Insecta, Crustacea,
Mollusca, Oligochaeta, dan Arachnidae (Feminella dan Flynn, 1999). Hewan-hewan ini
secara terus menerus terkena substansi yang diangkut oleh aliran sungai sehingga memiliki
kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hal ini
menyebabkan makrozoobentos sesuai untuk dijadikan indikator ekologi dari suatu perairan
Makrozoobentos tersebut dapat dikuantifikasi dengan menentukan kekayaan spesies (jumlah
jenis hewan yang tercuplik dalam sampel), kelimpahan (jumlah total individu dalam sampel),
kelimpahan rata-rata (jumlah rata-rata satu jenis hewan terhadap jenis yang lainnya), dan
keanekaragaman spesies (distribusi total individu setiap jenis pada sampel). Mudahnya
kuantifikasi makrozoobentos tersebut menunjukkan bahwa makrozoobentos memenuhi syarat
sebagai bioindikator selain terpenuhinya syarat-syarat yang lainnya (variasi genetis yang
sedikit, mobilitas terbatas, dan mudah pengindentifikasian masing-masing jenis) (Rosenberg
dan Resh, 1993).
Beberapa keuntungan penggunaan makrozoobentos adalah:

hewan-hewan ini terdapat di mana-mana sehingga dapat dipengaruhi oleh perubahan


kondisi lingkungan pada berbagai tipe perairan,
jenis dari makrozoobentos sangat banyak sehingga memungkinkan spektrum luas
dalam pengamatan terhadap respons stres di lingkungan,

hewan-hewan ini pergerakannya cenderung sedikit sehingga dapat dilakukan analisis


spasial yang efektif terhadap efek dari polutan,

siklus hidup yang panjang memungkinkan diuraikannya perubahan yang bersifat


sementara akibat gangguan yang terjadi.

Keuntungan-keuntungan ini menyebabkan makrozoobentos bertindak sebagai pengawas


secara terus-menerus terhadap kualitas air tempat hidupnya (Rosenberg dan Resh, 1993).

Namun disamping berbagai keuntungan yang bisa didapatkan dari bioindikator


makrozoobentos, terdapat pula kerugian dari penggunaan makrozoobentos tersebut. Selain
itu, makrozoobentos juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik air, seperti kecepatan
arus air. Kemudian pada tahap analisis masih banyak jenis-jenis makrozoobentos yang sulit
untuk diidentifikasi (Rosenberg dan Resh, 1993).
Seperti yang telah disebutkan, hewan makrozoobentos dapat digunakan menjadi indikator
pencemaran dengan beberapa kategori. Beberapa hewan makrozoobentos ada yang memiliki
sifat hidup intoleran terhadap pencemaran yang terjadi, contohnya: Ephemeroptera,
Plecoptera, Trichoptera. Beberapa jenis yang lain digolongkan fakultatif yaitu dapat hidup
pada lingkungan yang bersih sampai tercemar sedikit atau sedang, contohnya: beberapa taxa
dari Diptera, Odonata, Coleoptera, Pelecypoda. Sedangkan beberapa jenis yang lain memiliki
sifat hidup toleran terhadap berbagai pencemaran yang terjadi pada habitatnya, contohnya:
beberapa jenis Diptera, Hirudinae, Oligochaeta.
Ekologi Hewan Makrozoobentos
Berdasarkan Wilhm (1975) dan Basmi (1999) (Alma Sina, 2005), kepekaan jenis-jenis
makrozoobentos di sungai terhadap polusi bahan organik dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yaitu:

kelompok intoleran, contohnya: Ephemeroptera, Plecoptera, Trichoptera


kelompok fakultatif, contohnya: Odonata, beberapa Diptera (Tipulidae &
Rhagionidae), Pelecypoda

kelompok toleran, contohnya: beberapa Diptera (Tanypodinae & Simuliidae),


Hirudinae, Gastropoda

Kelompok Intoleran
Kelompok ini merupakan kelompok makrozoobentos yang memiliki kepekaan yang tinggi
terhadap berbagai macam pencemaran. Berbagai faktor perubahan lingkungan dapat
menyebabkan hilangnya jenis-jenis dari kelompok ini.
Jenis-jenis pada kelompok ini biasanya hidup pada lingkungan akuatik (sungai) yang
memiliki arus cukup deras (Mellanby, 1963). Lingkungan yang biasa disukai adalah jeram
yang suhunya cukup dingin (Ward, 1992; Silalom, 1999). Selain itu terdapat hubungan yang
baik antara alkalinitas, konduktivitas, total solid yang terlarut ammonia-nitrogen dan nutratnitrogen dengan jumlah larva (Silalom, 1999). Larva pada ordo Trichoptera umumnya tidak
terlalu toleran atau sensitf terhadap pencemaran organik ringan tapi dapat digunakan sebagai
indicator perairan yang bersih. Namun pada jenis-jenis dari Ephemeroptera dan Plecoptera
sangat sensitif terhadap pencemaran organik. Terhadap pencemaran, seperti pencemaran yang
berasal dari industri tekstil atau penyamakan kulit, jenis-jenis pada kelompok ini sangat
sensitif.
Setiap ordo pada kelompok intoleran ini memiliki ciri habitat yang berbeda-beda. Bahkan
famili pada masing-masing ordo memiliki preferensi kualitas lingkungan tempat hidupnya.

Hal ini menyebabkan jenis dari kelompok ini dikategorikan. Hal ini menyebabkan jenis dari
kelompok ini dikategorikan memiliki relung atau niche yang kecil.
Ordo Ephemeroptera (Mayfly)
Ordo ini akan mencapai kelimpahan yang tinggi jika berada pada lingkungan yang cenderung
dingin, berarus sedang sampai deras serta berbatu. Pada beberapa famili dari ordo ini bersifat
burrowers atau penggali pada sedimen halus dari sungai yang berada di atas bebatuan.
Spesies Baetis sp. dari famili Baetidae merupakan jenis yang paling toleran dari ordo ini
untuk pencemaran yang ringan. Hewan ini memerlukan banyak oksigen.
Ordo ini merupakan serangga terestrial pada masa dewasanya, tetapi pada tahap nimpha, ordo
ini merupakan hewan akuatik sehingga biasa digunakan sebagai bioindikator perairan.
Beberapa jenis hidup di perairan tenang (lentik) dan yang lainnya hidup di perairan deras
(lotik). Nimpha dewasa menunjukkan morfologi yang beragam sebagai bentuk adaptasi
terhadap habitatnya masing-masing. Waktu hidup nimphanya bisa beberapa tahun sedangkan
yang sudah dewasa hanya bertahan tiga hari.
Secara umum, morfologi dari nimpha dewasa memiliki ciri tubuh yang memanjang, bagian
kepala yang besar, bagian mandibula pada mulut yang berkembang dengan baik, kaki yang
kuat, antena filiform (berbentuk seperti jarum) dan mata majemuk yang besar. Bagian
abdomen atau perut terdiri dari 10 segmen dan memiliki insang trakeal pada permukaan
dorsal (punggung) atau lateral (perut) di bagian tersebut. Biasanya pada ujung abdomen
terdapat dua atau tiga filament ekor (filamen kaudal) yang berjumbai dan bersegmen
(Pennak, 1978) (Gambar 2).

Gambar 2. Gambar beberapa famili dari ordo Ephemeroptera (www.pkukmweb.ukm)


Berdasarkan Mackie (2001), hewan pada ordo Ephemeroptera lebih menyukai kondisi
lingkungan yang memiliki pH dengan kisaran netral. Sedangkan berdasarkan Roback (1974
dalam Hart dan Fuller, 1974) setiap famili pada ordo ini memiliki preferensi lingkungan
hidupnya masing-masing, hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Famili Baetidae

Famili ini memiliki sifat makan yang tergolong scraper atau tipe hewan yang memakan
organisme yang menempel pada substrat perairan atau yang disebut perifiton. Biasanya
hewan pada golongan ini akan menurun kelimpahannya jika terdapat sedimentasi serta polusi
organik.
Ciri lingkungan tempat hidup famili ini adalah:

pH berkisar 5,6 8,5


kadar oksigen terlarut berkisar antara 4 14 ppm

amonium antara < 0,01 5,00 ppm

nitrat antara 0,03 15,4 ppm

fosfat antara <0,01 0,62 ppm

nilai BOD 0,3 15,4 ppm

kekeruhan pada 3 >72000 ppm

Famili Ephemerellidae
Famili ini memiliki sifat makan yang sama dengan famili Baetidae yaitu scraper.
Ciri lingkungan tempat hidup famili ini adalah:

pH berkisar 6,6 8,4


kadar oksigen terlarut berkisar antara 4 11 ppm

amonium antara <0,01 0,05 ppm

nitrat antara 0,12 2,3 ppm

fosfat antara <0,01 0,05 ppm

nilai BOD 0,5 4,1 ppm

kekeruhan pada 10 120 ppm

Famili Leptophlebiidae
Famili ini memiliki sifat makan yang tergolong shredder atau tipe hewan yang memakan
tumbuhan baik yang masih hidup maupun sisa tumbuhan yang sudah mati atau materi
organik yang kasar. Biasanya hewan pada golongan ini sensitif pada perubahan vegetasi.
Hewan pada kelompok makan ini sangat baik untuk digunakan sebagai indikator toksikan
yang menempel pada materi organik.
Ciri lingkungan hidup famili ini adalah:

pH berkisar 5,4 8,5

kadar oksigen terlarut berkisar antara 2 14 ppm

amonium antara < 0,01 0,97 ppm

nitrat antara 0,21 0,50 ppm

fosfat antara < 0, 01 0,12 ppm

nilai BOD 0,4 2,5 ppm

kekeruhan pada 7 140 ppm

Famili Caenidae
Famili ini memiliki sifat makan yang sama dengan Baetidae tergolong scraper atau tipe
hewan yang memakan organisme yang menempel pada substrat perairan atau yang disebut
perifiton. Biasanya hewan pada golongan ini akan menurun kelimpahannya jika terdapat
sedimentasi serta polusi organik.
Ciri lingkungan tempat hidup famili ini adalah:

pH berkisar 5,5 8,5


kadar oksigen terlarut berkisar antara 2 14 ppm

amonium antara < 0,01 0,34 ppm

nitrat antara 0,03 1,18 ppm

fosfat antara < 0,01 0,87 ppm

nilai BOD 0,4 7,5 ppm

kekeruhan pada 3 >72000 ppm

Famili Oligoneuridae (Heptagenidae)


Famili ini memiliki sifat makan yang tergolong collector-filterers atau tipe hewan yang
memakan materi organik halus yang berada pada air dan yang berada pada sedimen.
Ciri lingkungan tempat hidup famili ini adalah:

pH berkisar 5,5 8,4


kadar oksigen terlarur berkisar antara 3 14 ppm

amonium antara < 0,01 5,00 ppm

nitrat antara 0,03 0,50 ppm

fosfat antara < 0,01 0,86 ppm

nilai BOD 0,5 2,2 ppm

kekeruhan pada 1 >72000 ppm

Ordo Trichoptera (Caddisfly)


Ordo ini merupakan salah satu ordo serangga yang bermetamorfosis sempurna. Tahapan larva
dari ordo ini termasuk ke dalam hewan makrobentos dan biasa dijadikan bioindikator
perairan. Larva dan pupa berada di daerah akuatik. Sebagian besar larva dari ordo ini
membangun sarang, baik yang dapat dipindahkan maupun tidak. Biasanya sarang tersebut
dibuat dari kerikil kecil, butiran pasir, debris, tumbuhan, alga dan lainnya. Selain itu,
beberapa famili membangun jaring di depan sarangnya untuk menangkap debris, sebagai
makanannya, yang hanyut oleh air.
Secara umum larva ordo ini memiliki bagian kepala dan dada yang tersklerotisasai (terbuat
dari zat tanduk) dan berwarna gelap. Ketiga bagian dada terpisah satu dengan yang lainnya.
Bagian abdomen biasanya lembut dan berwarna hijau, coklat, abu-abu, krem atau keputihputihan. Pada bagian kepala terdapat sepasang antena yang sangat kecil, mulut termasuk ke
dalam tipe pengunyah dan memiliki dua ocelli (mata tunggal) berwarna hitam. Kaki
prothorax biasanya kuat dan kecil, berfungsi untuk memegang makanan tetapi tidak
digunakan untuk pergerakan. Pada bagian ujung tubuh terdapat sepasang proleg yang
berbentuk kait sehingga larva dapat mengaitkan diri pada sarang atau substrat hidupnya. Pada
bagian samping tubuh terdapat garis samping tubuh dan memiliki jumbai rambut pada setiap
sisi beberapa segmen abdomen bagian atas (Pennak, 1978) (Gambar 3).

Gambar 3. Gambar ordo Trichoptera (www.pkukmweb.ukm)


Ordo Plecoptera (Stonefly)
Ordo nimpha Plecoptera merupakan hewan akuatik. Metamorfosis yang terjadi tidak lengkap.
Nimpha ordo ini memiliki antena yang panjang berbentuk filiform, bentuk mulut yang
termasuk tipe pengunyah, insang trakea yang berfilamen (berlembar-lembar), bagian
abdomen yang memiliki 10 segmen, berwarna kuning atau coklat atau kehitam-hitaman,
biasanya hidup di bawah batu pada perairan deras/lotik (Gambar 4). Menurut Roback
(1974), secara umum hewan-hewan pada ordo ini memiliki kisaran toleransi kimiawi yang
menjadi faktor pembatas untuk bertahan hidup, antara lain sebagai berikut:

pH berkisar antara 5,5 8,8


kadar oksigen terlarut berkisar antara 5 14 ppm

amonium antara < 0,01 5,0 ppm

nitrat antara 0,06 1,10 ppm

fosfat antara < 0,01 0,48 ppm

nilai BOD 0,4 2,8

kekeruhan pada 3 >72000 ppm

Beberapa famili dari ordo ini termasuk kelompok cara makan collector-filterer yaitu
kelompok hewan yang mendapatkan makanan dari mengumpulkan bahan organik yang
terbawa oleh arus (Pennak, 1978). Namun beberapa famili yang termasuk dalam kelompok
karnivorus.

Gambar 4. Gambar ordo Plecoptera (www.pkukmweb.ukm)

Kelompok Fakultatif
Hewan pada kelompok ini memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan
hidupnya. Biasanya hewan dari kelompok ini dapat hidup pada daerah yang bersih sampai
tercemar sedang, baik oleh polutan organik maupun anorganik.
Hewan pada kelompok ini lebih menyukai tempat hidup yang dangkal di perairan. Untuk
hewan dari kelas Insekta, lebih menyukai tempat yang berarus sedang sampai deras,
sedangkan dari kelas Pelecypoda lebih menyukai daerah yang berarus lambat sampai perairan
yang tenang.

Hewan dari kelas Insekta pada kelompok ini merupakan jenis karnivora sehingga tempat
hidupnya akan mengikuti daerah yang terdapat banyak mangsa dan mudah untuk ditangkap.
Sedangkan, pada kelas Pelecypoda lebih menyukai daerah yang berlumpur karena terdapat
makanan yang lebih banyak.
Berdasarkan Streamkeepers Database (2000) famili Tipulidae dan Rhagionidae dari ordo
Diptera termasuk dalam kategori hewan fakultatif terhadap pencemaran. Ordo Diptera
biasanya dikenal sebagai lalat, nyamuk, dan serangga kecil (flies, mosquitos, midges). Ciri
khas morfologi dari ordo ini adalah tubuh yang berbentuk menyerupai thorax dan sembilan
segmen abdomen, tubuh yang lembut dan fleksibel, berwarna putih, abu-abu, kuning,
kemerahan, coklat, dan hitam. Permukaan segmen badan dapat ditutupi oleh rambut atau duri,
atau dapat pula halus tanpa rambut. Antena jarang yang menonjol keluar. Pada beberapa
famili terdapat kaki yang pendek dan kecil. Tipe mulut pada ordo ini sangat beragam
tergantung pada kebiasaan makannya.
Menurut Roback (1974) (dalam Alma Sina, 2005), kedua famili ini memiliki preferensi
kondisi lingkungan tempat hidupnya, yaitu sebagai berikut:

Famili Tipulidae
Famili ini termasuk pada kelompok cara makan collector-filterer yaitu kelompok hewan yang
mendapatkan makanan dari mengumpulkan bahan organik yang terbawa oleh arus (Pennak,
1978). Kondisi habitat famili ini adalah:

pH berkisar antara 4,4 8,4


kadar oksigen terlarut berkisar antara 8 11 ppm

amonium antara 0,02 0,35 ppm

nitrat antara 0,12 2,30 ppm

fosfat antara 0,02 0,56 ppm

nilai BOD 0,2 4,4

kekeruhan pada 2 24 ppm

Famili Rhagionidae
Kondisi habitat ini adalah:

pH berkisar antara 6,3 8,2


kadar oksigen terlarut berkisar antara 8 9 ppm

amonium antara 0,01 5,0 ppm

nitrat antara 0,4 0,9 ppm

fosfat antara < 0,01 0,72 ppm

nilai BOD 0,6 2,8

kekeruhan pada 5 36 ppm

Kelompok Toleran
Kelompok ini merupakan kelompok yang dapat hidup pada daerah yang tercemar berat,
walaupun ada beberapa jenis yang dapat hidup di daerah yang tercemar sedang.
Sebagian jenis dari kelompok ini merupakan karnivora, sedangkan yang lainnya memakan
materi organik dari lingkungan hidupnya. Hewan dari famili Hirudinae (lintah) merupakan
jewan predator dan pemakan sisa mahluk hidup yang telah mati. Hewan dari famili ini
menyukai daerah yang hangat, arus yang tidak terlalu deras, dapat hidup pada daerah yang
bersifat asam, dan yang menjadi faktor pembatas untuk distribusinya adalah rendah.
Sedangkan hewan dari kelas Gastropoda lebih menyukai daerah yang berarus tenag dan
tercemar parah.

Subfamili Tanypodinae, famili Chironomidae, ordo Diptera


Hewan yang berasal dari kelas Insekta pada kelompok ini merupakan subfamili dari famili
Chironomidae yang termasuk ke dalam ordo Diptera. Ordo Diptera memiliki ciri khas
morfologi tersendiri dari famili Chironomidae adalah tubuh larva memanjang dan berbentuk
silindris, memiliki sepasang proleg pada segmen thorax pertama dan segmen abdomen
terakhir, terdapat insang anal pada permukaan lantroventral, berwarna putih, kekuningan,
kehijauan, kebiruan, kemerahmudaan, atau merah tua. Hewan ini memiliki kondisi habitat
sebagai berikut:

pH berkisar antara 4,4 8,8


kadar oksigen terlarut berkisar antara 3 14 ppm

amonium antara < 0,01 1, 10 ppm

nitrat antara 0,05 1,3 ppm

fosfat antara < 0,01 0,87 ppm

nilai BOD 0,2 4,4 ppm

kekeruhan pada 2 > 72000 ppm

Famili Simuliidae, ordo Diptera


Simulidae merupakan salah satu famili yang berada pada ordo Diptera dari kelas Insekta. Ciri
khas morfologi famili ini adalah berwarna abu-abu, coklat, atau hitam, berbentuk silindris,
berkulit halus, pada prothorax terdapat proleg yang kuat dengan kait kecil, pada bagian akhir
tubuh terdapat piringan datar, terdapat insang darah yang rektratil pada anus (Gambar 6).

Sebagai tambahan, pada daerah yang biasanya merupakan tempat duduk mulut, terdapat dua
struktur prominen yang berbentuk seperti kipas. Kondisi habitat famili ini adalah:

pH berkisar 7,2 8,2


kadar oksigen terlarut berkisar antara 8 9 ppm

amonium antara 0,01 5,0 ppm

nitrat antara 0,4 0,9 ppm

fosfat antara < 0,01 0,72 ppm

nilai BOD 0,6 2,8

kekeruhan pada 5 36 ppm

Gambar 6. Gambar larva simulium dari famili Simuliidae (www.pkukmweb.ukm)


Kelas Hirudinae
Hirudinae merupakan salah satu kelas dari filum Annelida. Hirudinae atau yang lebih dikenal
sebagai lintah merupakan hewan dorsoventral yang memiliki penghisap pada bagian ventral
tubuhnya. Bagian mulut dari kelas ini dikelilingi oleh penghisap oral yang berukuran besar
atau kecil menghadap ke arah ventral. Penghisap bagian ekor biasanya menghadap ventral,
sedangkan anus berada pada bagian dorsal dan di depan penghisap. Tubuh Hirudinae
biasanya memiliki otot yang kuat dan kelas ini dapat bergerak dengan bebas (Gambar 7).
Hirudinae merupakan hewan yang dikenal sebagai hewan yang parasit pada mahluk hidup.
Beberapa famili dari Hirudinae memakai larva Insekta yang ada di perairan sebagai tempat
hidupnya. Tempat hidup yang disukai oleh Hirudinae merupakan perairan tawar sebagai
tempat hidupnya. Tempat hidup yang disukai Hirudinae merupakan perairan yang memiliki
substrat dasar yang keras untuk memudahkan pergerakannya. Biasanya Hirudinae menyukai
habitat yang berarus antara 10 30 cm/detik. Hirudinae memiliki toleransi yang tidak biasa
terhadap DDT jika dibandingkan dengan beberpa jenis nyamuk dan lalat rumahan. LC50 dari
DDT pada beberapa jenis Hirudinae menunjukkan bahwa Hirudinae memiliki toleransi yang

cutup tinggi terhadap jenis pestisida ini. Kehadiran Hirudinae dapat diasosiasikan denganb
uruknya kondisi lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena Hirudinae merupakan
parasit pada hewan-hewan yang telah diasosiasikan secara langsung dengan pencemaran pada
lingkungan seperti Oligochaeta, larva Insekta, dan Crustacea kecil.
Kondisi habitat yang disukai Hirudinae adalah:

pH berkisar antara 7,0 7,5


kadar oksigen terlarut berkisar antara 5,0 11,5 ppm

amonium antara 0,01 5,0 ppm

nitrat antara 0,4 0,9 ppm

fosfat antara 0,1 0,6 ppm

nilai BOD 0,6 2,8

kekeruhan pada 5 36 ppm

G
ambar 7. Gambar kelas Hirudinae (www.pkukmweb.ukm)

Kelas Gastropoda (Siput)


Gastropoda atau lebih dikenal sebagai siput air ini merupakan salah satu makrozoobentos
yang terdapat di berbagai perairan. Kelas ini memiliki variasi yang beragam pada perairan

tawar dengan cangkangnya yang beragam dari bentuk yang spiral sampai yang berbentuk
piringan. Dalam pengindentifikasiannya, Gastropoda biasa dibedakan dari jenis cangkangnya.
Biasanya siput perairan air tawar memiliki warna yang gelap yaitu abu-abu, coklat, dan
kehitaman. Permukaan cangkang terlihat halus tetapi jika diperhatikan lebih jauh terdapat
garis pertumbuhan yang longitudinal. Selain itu kelas ini dibedakan pula dari bentuk bukaan
cangkangnya (Gambar 8). Gastropoda biasanya mengkonsumsi algae serta debris tumbuhan
maupun hewan pada permukaan batu atau tumbuhan tempat tinggalnya. Gastropoda terbagi
menjadi dua kelompok yaitu prosobranchia (Gastropoda yang berinsang) dan pulmonata
(Gastropoda berparu-paru). Pada Prosobranchia, sensitivitas terhadap oksigen yang terlarut
sangat tinggi sehingga kelompok ini tidak dapat hidup pada daerah yang kurang kadar
oksigen terlarutnya dan tercemar organik. Sedangkan pada Pulmonata, karena organ
pernafasannya berupa paru-paru maka kelompok ini tidak bergantung pada kadar oksigen
terlarut dalam air, mereka naik ke permukaan untuk mengambil oksigen yang diperlukan.
Banyak jenis pada kelompok Pulmonata yang memiliki habitat di tempat yang tercemar berat.
Kondisi habitat yang disukai oleh Gastropoda adalah berada pada pH dengan kisaran antara
6,7 9,0 serta kadar oksigen terlarut antara 0,5 14 ppm. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa Gastropoda dapat bertahan hidup pada daerah yang tercemar berat dan bahan-bahan
pencemar tersebut, seperti logam berat, pestisida, radioaktif, terkonsentrasi pada organ serta
cangkang Gastropoda.

Gambar 8. Gambar kelas Gastropoda (www.pkukmweb.ukm)


Indeks Kualitas Air
Dalam menentukan kualitas dari suatu perairan dibutuhkan beberapa faktor pendukung yang
dapat menggambarkan kondisi perairan tersebut secara keseluruhan. Indeks penentuan
kualitas air secara fisik dan kimiawi merupakan indeks yang paling banyak digunakan oleh
para peneliti. Namun untuk menentukan kualitas secara keseluruhan diperlukan juga indeks
biologis yang ada di perairan.
Indeks Pencemaran merupakan metode penentuan status mutu air berdasarkan parameter fisik
dan kimia. Pedoman penentuan status mutu air dengan metode ini terdapat pada Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu
Air. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau

kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan
baku mutu air yang ditetapkan. Baku mutu yang berlaku terdapat pada Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Perairan. Terdapat empat kelas
peruntukan air dalam Peraturan Pemerintah ini. Sungai Citarum berdasarkan Keputusan
Gubernur Jawa Barat No. 39 tahun 2000, tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air Pada
Sungai Citarum dan Anak-anaknya, air Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya
dinyatakan bahwa air sungai dimanfaatkan untuk sumber air baku air minum, perikanan, dan
pertanian atau Golongan B,C,D atau kelas II, III, dan IV dalam PP No. 82 Tahun 2001.
Kualitas hewan makrozoobentos ditentukan dengan melihat kepadatan, penyebaran
keanekaragaman hewan tersebut. Penyebaran atau distribusi ditunjukkan dengan bagaimana
organisme makrozoobentos yang ada tersebar dalam habitat hidupnya. Keanekaragaman
ditentukan dengan Indeks Keanekaragaman (Indeks Shannon-Wiener) yaitu indeks yang
menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis organisme pada suatu komunitas.
Makrozoobentos yang ditemukan pada suatu lokasi dihitung berdasarkan spesies yang
ditemukan dan populasinya. Indeks ini akan memberikan nilai kualitas air dengan melihat
pada kategori nilai dan tingkat pencemarannya.
Selain Indeks keanekaragaman, di Kanada telah diterapkan metode Survei Invertebrata
Sungai (SIS) yang digunakan untuk memantau kondisi sungai yang ada di negara tersebut.
Metode ini merupakan monitoring yang mencakup hewan makrozoobentos dari golongan
intoleran, fakultatif, dan toleran terhadap polusi. (Departemen Perikanan dan Kelautan
Kanada, 2000).
Indeks EPT (Ephemeroptera-Plechoptera-Trichoptera) merupakan salah satu indeks dalam
SIS yang digunakan untuk menentukan kualitas dari suatu perairan. Indeks didasarkan pada
pengukuran kekayaan ordo dari sampel yang diambil dan memiliki kepekaan yang tinggi
terhadap perubahan kondisi lingkungan. Ordo yang tergolong peka merupakan ordo hewan
invertebrata yang termasuk kelas Insekta, yaitu Epheroptera, Plechoptera, dan Trichoptera.
Pada indeks ini yang dilihat tidak hanya keberadaan ordo-ordo yang telah disebutkan saja
tetapi kedudukannya terhadap jumlah total sampel yang diambil pada masing-masing lokasi
dan waktu, sehingga bisa didapatkan analisis lokal secara keseluruhan (US EPA, 1998).
Indeks EPT merupakan salah satu bagian dari metode survei invertebrata sungai. Hasil dari
metode dengan survei invertebrata sungai ini adalah kualitas air di lokasi dalam kategori baik,
dapat diterima (tercemar ringan), marjinal (tercemar sedang), dan buruk (tercemar berat)
yang merupakan kesimpulan dari kepadatan makrozoobentos, predominan taksa, indeks
toleran polusi, dan indeks EPT, rasio taksa predominan, rasio EPT terhadap total.

Anda mungkin juga menyukai