Anda di halaman 1dari 61

VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES

19.36 |
By: Furing, Stefanus and Inany

Setelah menentukan jenis pengukuran untuk mengevaluasi tujuan, memilih atau


mengembangkan instrument menjadi tugas berikutnya. Penting untuk memastikan bahwa instrument
tersebut memiliki dua kualitas yang diperlukan: Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Uji validitas dibutuhkan setelah ada indikasi hubungan langsung antara tujuan pembelajaran
dan butir soal evaluasi. Tes dianggap valid ketika dapat mengukur dengan spesifik apa yang telah
dipelajari sebagaimana ditentukan oleh tujuan pembelajaran untuk setiap unit atau topik. Menurut
Arikunto (2002:59) sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur yang hendak
diukur.
Salah satu cara memastikan tinggi rendahnya tingkat uji validitas adalah merencanakan
sebuah tabel spesifikasi kedua.Tabel memiliki dua tujuan. Pertama, tabel tersebut membantu
memverifikasi hasil pada level belajar tingkat tinggi (aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi)
mendapat perhatian memadai. Kedua, tabel ini menunjukkan jumlah pertanyaan yang diperlukan
untuk mengukur tujuan pembelajaran individu atau kelompok. Nilai-nilai frekuensi ini mencerminkan
pentingnya setiap tujuan yang diberikan selama pembelajaran.
Tabel 1 menunjukkan sifat dan jumlah pertanyaan tes untuk tujuan pembelajaran dalam unit
berbasis pengetahuan. Tabel 2 menunjukkan jumlah butir soal tes berkaitan dengan tujuan
pembelajaran pada tugas yang melibatkan berbagai tingkat kognitif dan kinerja psikomotorik. Dengan
mendesain seperti tabel tersebut dapat membuat yakin dalam menguji semua tujuan pembelajaran
dan memberi masing-masing banyaknya perhatian yang tepat.
Meskipun validitas biasanya berhubungan dengan tes pengetahuan, tetapi juga memiliki peran
yang sama pentingnya untuk semua jenis pengukuran evaluasi. Ide kuncinya adalah bahwa tes
menilai apa yang seharusnya untuk diukur. Dengan demikian, survey sikap perlu digunakan untuk
mengukur respon mata pelajaran (bukan mengutamakan popularitas guru atau beberapa variabel
insidental lainnya). Uji kinerja perlu untuk menilai proses dan hasil yang berkaitan dengan keahlian
khusus. Pengamatan pembelajaran perlu untuk menggambarkan peristiwa secara akurat untuk
menangkap apa yang terjadi ketika proses pembelajaran.
Validitas tidak selalu mudah untuk diukur atau dihitung. Berbagai jenis yang ada dan dibahas
dalam kebanyakan teks pengukuran (misalnya: validitas “face”, validitas isi, validitas prediksi,
validitas “ada sekarang”, dan validitas konstruksi). Arikunto (2002:67-69) menjelaskan macam-
macam validitas yaitu:
a. Validitas Isi (content validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus yang sejajar dengan
materi atau isi pelajaran yang diberikan. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat
penyusunan dengan cara memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
b. Validitas Konstruksi (construct validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir soal yang membangun tes tersebut
mengukur setiap aspek berpikir yang disebutkan dalam tujuan pembelajaran.
c. Validitas “ada sekarang” (concurrent validity)
Validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas
empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada
sekarang, concurrent). Hasil tes dibandingkan dnegan alat banding yaitu hasil tes sebelumnya.
d. Validitas Prediksi (predictive validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan meramalkan apa
yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Kemp (1994:165) menyatakan “Dua jenis yang paling penting bagi para perancang
pembelajaran adalah validitas “face” dan validitas isi, keduanya melibatkan proses pengambilan
keputusan.” Validitas “face” didukung oleh penilai (biasanya seorang ahli) yang pada kenyataannya
untuk menilai pengukuran minat. Validitas isi adalah serupa dengan validitas keadaan luar, tapi
biasanya melibatkan sebuah pemeriksaan yang lebih spesifik terhadap individu atau memastikan
bahwa setiap ranah isi sudah sepantasnya ditujukan. Sebagai contoh ujian akhir yang mencapai 90%
dari butir soal hanya satu dari empat unit matapelajaran utama yang memiliki validitas isi
dipertanyakan. Tabel spesifikasi (lihat tabel 9-1 dan 9-2) terutama berguna dalam membuat penilaian
validitas isi.
Arikunto (2002:185-186) menjelaskan bahwa tabel spesifikasi diperlukan untuk menjaga agar
tes yang disusun tidak menyimpang dari bahan (materi) serta aspek kejiwaan (tingkah laku) yang
akan dicakup dalam tes. Tabel spesifikasi dapat disebut juga sebagai grid, kisi-kisi atau blue print.
Wujudnya adalah sebuah tabel yang memuat tentang perincian materi dan tingkah laku beserta
proporsi yang dikehendaki oleh penilai. Tiap kotak diisi dengan bilangan yang menunjukkan jumlah
soal.
Langkah-langkah membuat tabel spesifikasi yaitu:
1. Menentukan pokok-pokok materi dan bobot untuk masing-masing pokok materi yang akan
dimasukkan dalam tes evaluasi. Penentuan imbangan bobot dilakukan oleh penyusun soal
berdasarkan atas luasnya materi atau kepentingannya untuk dites. Penentuan imbangan dilakukan
atas perkiraan saja. Pada waktu menuliskan angka tidka perlu dihitung-hitung bahwa jumlahnya harus
10 karena semuanya akan diubah menjadi angka dlaam bentuk presentase.
2. Pokok-pokok materi dapat dipindahkan ke dalam tabel dan mengubah indeks (bobot pokok materi)
menjadi presentase.
3. Memerinci banyaknya butir soal untuk tiap-tiap pokok materi dan angka ini dituliskan pada kolom
paling kanan. Caranya membagi jumlah butir soal yang ditentukan dengan banyaknya pokok materi
berdasarkan imbangan bobot yang tertera sebagai presentase. Banyaknya butir soal sangat
ditentukan oleh: waktu yang tersedia dan bentuk soal.
Langkah selanjutnya merupakan langkah khusus,antara lain
 Untuk materi yang seragam, maka banyaknya butir soal untuk setiap kotak (tingkat ranah pada
taksonomi Bloom yang diharapkan) diperoleh dengan cara menghitung persentase dari banyaknya
soal bagi tiap pokok materi yang sudah tertulis di kolom paling kanan. Ada lagi cara lain yang diambil
yaitu mulai dari pengisian kotak-kotak kemudian baru diperoleh jumlah soal tiap pokok materi.
 Untuk materi yang tidak seragam, tidak perlu mencantumkan angka persentase di kepala kolom.
Apabila tabel spesifikasi sudah jadi, maka guru sudah melakukan hal yang betul dan aman dalam
rangkaian tugas menyusun tes. Penyusunan tes yang disertai dengan melalui tabel spesifikasi dapat
dijamin bahwa tesnya cukup mempunyai validitas isi dan validitas tingkah laku. Berikut ini contoh
pembuatan tabel spesifikasi:
Langkah 1
Pokok-pokok materi: (Bobot)
a. Pengertian (2)
b. Fungsi Evaluasi (3)
c. Macam-macam cara evaluasi (5)
d. Persyaratan evaluasi (4)

Langkah 2 dan 3
Aspek yang diungkap
Ingatan Pemahaman Aplikasi Jumlah
Pengertian evaluasi (14%) 7
Fungsi evaluasi (21%) 10
Macam-macam cara evaluasi (36%) 18
Persyaratan evaluasi (29%) 15
Jumlah 50 butir soal

Langkah Khusus untuk materi yang seragam


Aspek yang diungkap Ingatan Pemahaman Aplikasi Jumlah
Pokok Materi (50%) (30%) (20%) (100%)
Pengertian evaluasi (14%) (A) (B) (C) 7
Fungsi evaluasi (21%) (D) (E) (F) 10
Macam-macam cara evaluasi 18
(G) (H) (I)
(36%)
Persyaratan evaluasi (29%) (J) (K) (L) 15
Jumlah 50 butir soal

Cara menentukan banyak butir soal tiap kotak dengan cara:


Kotak A = 50/100 x 7 soal = 3,5 soal (4 soal)
dan seterusnya.

Langkah Khusus untuk materi yang tidak seragam


Aspek yang diungkap Ingatan Pemahaman Aplikasi Jumlah
Pokok Materi (I) (P) (A)
BAB 1 (25%) (A) (B) (C) 10
BAB 2 (40%) (D) (E) (F) 16
BAB 3 (35%) (G) (H) (I) 14
Jumlah 40 butir
soal
Cara menentukan banyak butir soal tiap kotak dengan cara:
Untuk BAB 1, Ingatan 60%, pemahaman 30%, dan aplikasi (10%) maka:
Kotak A = 60/100 x 10 soal = 6 soal
dan seterusnya
Untuk BAB 2, Ingatan 20%, pemahaman 50%, dan aplikasi (30%) maka:
Kotak D = 20/100 x 16 soal = 3 soal
dan seterusnya
Di bawah ini contoh tabel spesifikasi yang telah jadi (Kemp, 1994).Tabel spesifikasi ini telah
mengalami langkah-langkah yang telah dijelaskan di atas:
Tabel 1
Spesifikasi berkaitan jumlah butir soal tes dengan tingkat tujuan pembelajaran pada level kognitif.
Topik: Pelayanan masyarakat untuk orang tua.
No Tujuan Pengetahuan Pemahaman Aplikasi Analisis Sintesis Evaluasi
1. Mengenali
kesalahpahaman dan mitos 3
tentang orang tua.
2. Membedakan antara fakta
dan opini tentang perilaku 2
sosial dan fisik orang tua.
3. Menggambarkan sikap 2
orang tua sebagai praktik
dari berbagai kelompok
etnis.
4. Menempatkan informasi
keluarga dengan program-
4
program komunitas untuk
orang tua.
5. Mengklasifikasikan
organisasi masyarakat
sesuai jenis layanan yang 2
ditawarkan untuk orang
tua.
6. Mengembangkan rencana
untuk menilai program
3
individu masyarakat untuk
orang tua.
7. Menilai manfaat
program komunitas untuk 2
orang tua.
8. Mengingat situasi nyata,
menganalisis kebutuhan
warga negara
4
senior&merekomendasikan
satu/lebih program
komunitas.

Tabel 2
Spesifikasi berkaitan dengan jumlah butir soal tes untuk tujuan belajar pada tingkat kognitif dan
kinerja psikomotorik.
Tugas: Mengukur nilai-nilai listrik dalam susunan seri
No Tujuan Pengetahuan Pemahaman Aplikasi Psikomotorik
1. Daftar simbol-simbol
yang digunakan
2
untuk komponen
dalam susunan listrik
2. Mengenal komponen-
komponen dari 3
susunan seri lengkap
3. Mengidentifikasi
susunan seri di 1 2
diagram skematis
4. Merakit sebuah
susunan seri pada
2
komponen yang
menggunakan papan
5. Mengatur dan
menyesuaikan
sebuah multimeter
1
untuk mengukur
masing-masing dari
tiga nilai listrik
6. Mengukur dan 3 3
menghitung
tegangan, arus dan
perlawanan di
susunan seri.

2. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada tes kemampuan untuk mendapatkan hasil yang konsisten kapanpun
digunakan. Jika siswa-siswa yang sama, tanpa perubahan dalam persiapan mereka, mengambil tes
yang sama atau bentuk tes yang sama, pasti ada sedikit variasi dalam nilai. Arikunto (2002:59-60)
menyatakan bahwa reliabilitas diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, berasal dari kata
asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes
tersebut menunjukkan ketepatan yaitu jika para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang
berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam
kelompoknya. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi reliabilitas tes:
 Lebih banyak pertanyaan yang digunakan menghubungkan setiap tujuan pembelajaran, tes akan lebih
reliabel. Jika hanya satu pertanyaan yang bertanya tentang tujuan yang utama, hal itu dapat
menyulitkan untuk menetapkan apakah seorang siswa telah memperoleh pengetahuan atau menjawab
dengan benar. Arikunto (2002:87) menyatakan bahwa semakin panjang tes, maka reliabilitasnya
tinggi. Kualitas butir-butir soal ditentukan oleh:
a) Jelas tidaknya rumusan soal.
b) Baik tidaknya pengarahan soal kepada jawaban sehingga tidak menimbulkan salah jawab.
c) Petunjuknya jelas sehingga mudah dan cepat dikerjakan.
 Tes harus diurus dalam cara yang standar. Jika lebih dari satu orang mengikuti ujian langsung,
pembelajaran yang serupa harus diberikan kepada setiap kelompok individu yang mengambil tes
selama periode waktu. Menurut Arikunto (2012:89) suatu tes yang dicobakan kepada kelompok yang
terdiri dari banyak siswa akan mencerminkan keragaman hasil yang menggambarkan besar-kecilnya
reliabilitas tes.
 Setiap orang harus diuji dalam kondisi yang sama sehingga gangguan tidak memberikan pengaruh
perbedaan nilai.
 Ujian harus memiliki waktu yang sama untuk semua siswa.
 Mungkin faktor yang paling penting yang dapat mempengaruhi uji reliabilitas adalah metode
penskoran, terutama ketika menandai tes esai atau menilai kinerja pada skala peringkat. Meskipun
usaha menstandarkan berbedanya skor tes individu, kriteria dapat dilihat dalam berbagai cara, dan
variasi tidak dapat dihindari. Mengurangi kesubjektifitasan menskor, maka hasil tes akan menjadi
lebih realibel.
 Hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes juga menentukan hasil tes (petunjuk yang
diberikan sebelum tes dimulai, pengawas yang tertib, suasana lingkungan dan tempat tes)
Ada beberapa metode yang berbeda untuk menilai reliabilitas:
 Metode test-retest (Metode Tes Ulang)
Dalam menggunakan metode ini, pengetes hanya memiliki satu seri tes tetapi dicobakan dua kali.
Untuk tes yang banyak mengungkap pengetahuan (ingatan) dan pemahaman, cara ini kurang
mengena karena siswa masih ingat dnegan butir-butir soalnya. Oleh karena itu tenggang waktu
antara pemberian tes pertama dengan tes kedua harus diperhatikan.
 Metode parallel forms (Metode Bentuk Paralel)
Metode ini dalam bahasa Indonesia disebut juga tes parallel atau tes ekuivalen yaitu dua buah tes
yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran dan susunan tetapi butir-butir soalnya berbeda.
Pengetes harus menyiapkan dua buah tes dan masing-masing dicobakan pada kelompok siswa yang
sama.
 Metode split-half (Metode Belah Dua)
Dalam menggunakan metode itu pengetes hanya menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu
kali.Banyak pemakai metode ini salah membelah hasil tes pada waktu menganalisis, yaitu mereka
mengelompokkan hasil separuh subjek siswa dan separuh yang lain kemudian hasil kedua kelompok
ini dikorelasikan. Memakai metode ini yang benar harus ingat bahwa banyaknya butir soal harus
genap agar dapat dibelah. Ada dua cara membelah butir soal ini, yaitu:
1) Membelah atas butir-butir soal genap dan butir-butir soal yang ganjil (Belahan ganjil-genap)
2) Membelah atas butir-butir soal awal dan butir-butir soal akhir, yaitu separuh jiwa pada nomer awal
dan separuh pada nomer akhir (Belahan awal-akhir)
 Ketika dihitung dengan rumus popular menggunakan formula seperti KR 20 dan koefisien
alfa, internal consistency reliabilitas sebanding dengan melakukan semua korelasi split-half yang
unik. Internal consistency yang tinggi berarti bahwa butir soal tes yang berbedam engukur
kemampuan atau sifat yang sama.

3. Hubungan antara Validitas dan Reliabilitas

Pertanyaan terakhir untuk pertimbangan adalah hubungan antara validitas dan reliabilitas.
Apakah validitas memerlukan reliabilitas? Apakah reliabilitas memerlukan validitas? Jawaban atas dua
pertanyaan ini adalah ya dan tidak.
Agar tes menjadi valid, tes harus reliabel. Berpikir tentang hal ini: Bagaimana bisa tes
mengukur apa yang sebenarnya, jika skor bervariasi dari ujian ke ujian (tanpa ada perubahan apapun
dalam kondisi ujian atau Negara siswa)? Di sisi lain, bisa memiliki realibitas tanpa validitas. Misalnya,
seorang guru mungkin mencoba menilai kemampuan siswa untuk merancang pembelajaran dengan
memberi mereka 50 butir soal benar/salah yang menguji teori-teori pembelajaran. Nilai mungkin
tetap konsisten dari ujian satu ke ujian berikutnya, tetapi mereka sulit mencerminkan keterampilan
rancangan pembelajaran, hasil dari minat yang utama. Scarvia B. Anderson (dalam Arikunto, 2002)
menyatakan bahwa persyaratan tes adalah validitas dan reliabilitas. Validitas lebih penting dan
reliabilitas itu perlu untuk mendukung terbentuknya validitas. Sebuah tes mungkin reliabel tetapi tidak
valid. Sebaliknya, sebuah tes yang valid biasanya reliabel.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Kemp,J.E, Morrison, G.R., and Ross, S.M. 1994. Designing Effective Instruction. New York: Maxwell
Macmilan International.

Uji Validitas

Pengertian Uji Validitas

Uji Validitas adalah Uji ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur dalam
mengukur apa yang sedang ingin diukur. Dalam pengertian yang mudah
dipahami, uji validitas adalah uji yang bertujuan untuk menilai apakah
seperangkat alat ukur sudah tepat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Saya ambil contoh mudahnya saja, jika anda ingin mengukur berat badan,
maka harus menggunakan timbangan. Sedangkan jika anda ingin mengukur
tinggi badan, maka harus menggunakan meteran. Nah, itulah yang dimaksud
dengan validitas. Jadi validitas dapat diartikan sebagai tingkat kesahihan alat
ukur ukur dalam mengukur apa yang seharusnya diukur.

Dalam pengujian alat ukur pengumpulan data penelitian, validitas itu ada dua
macam, yaitu validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor diukur apabila
item yang disusun menggunakan lebih dari sebuah faktor (antara faktor yang
satu dengan faktor yang lain ada kesamaannya).

Cara Uji Validitas

Proses mengukur validitas faktor tersebut adalah dengan cara


menghubungkan atau mengkorelasikan antara skor faktor (penjumlahan dari
semua item dalam satu faktor) dengan skor total faktor (total keseluruhan dari
faktor).

Sedangkan pengukuran validitas item adalah dengan cara mengkorelasikan


antara skor item dengan skor total dari semua item yang ada.

Dengan uraian diatas, para pembaca pasti sudah memahami, bahwa


sebenarnya uji validitas item adalah uji yang menilai apakah seperangkat soal
yang terdiri dari beberapa item dapat mendukung seperangkat item soal
sebagai satu kesatuan yang tunggal.

Pada artikel lainnya kita telah membahas banyak perihal uji validitas, salah
satunya adalah Tutorial Uji Validitas Instrumen dengan SPSS. Disini kami
akan coba menerangkan apa, bagaimana dan rumus perhitungan uji validitas.
Uji Validitas dilakukan untuk menilai apakah soal sudah valid atau tidak untuk
sebuah penelitian yang sesungguhnya.

Pada saat anda membaca paragraph awal artikel ini, anda jangan pergi
kemana-mana dulu, sebab yang anda cari pasti ada disini. Namun dalam
bahasan ini, kami lebih fokus kepada pengertian dan penjelasan tentang apa
sebenarnya uji validitas dan manfaatnya. Berikut kami sampai dulu singkat
saja perihal perbedaan antara uji validitas dan reliabilitas:
Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebagian pembaca mungkin bertanya-tanya selama ini, apa sih perbedaan


antara uji validitas dan reliabilitas? keduanya adalah dua hal yang benar-
benar berbeda, namun saling melengkapi satu sama lain. Keduanya perlu
dilakukan dengan tujuan agar alat ukur yang kita gunakan dapat
menghasilkan data yang benar-benar dapat digunakan untuk menjawab
permasalahan penelitian.

Alat ukur yang seperti itu, haruslah memenuhi kriteria, yaitu valid dan reliabel.
Valid berarti sahih atau tepat apa yang diukur sedangkan reliabel adalah
handal, yaitu digunakan kapan saja dan dimana saja maka hasilnya tetaplah
sama.

Pada prakteknya, sebuah item soal dalam sebuah alat ukur haruslah valid
terlebih dahulu, baru kemudian diuji kehandalannnya. Jadi dapat dimaknai,
bahwa: soal yang valid belum tentu reliabel. Sedangkan soal yang reliabel,
maka pastilah sudah valid. Demikian kiranya perbedaan uji validitas dan
reliabilitas.

Bagi anda yang ingin mencari referensi uji validitas butir, silahkan baca artikel
kami yang berjudul: Tutorial Uji Validitas Instrumen dengan SPSS. Dalam
artikel tersebut dijelaskan langkah demi langkah atau step by step tutorial
melakukan analisis atau uji validitas butir, baik menggunakan pearson product
moment ataupun corrected item to total correlation.

Manfaat Uji Validitas Instrumen

Kegunaan uji validitas adalah untuk daya ketepatan mengukur:

 Segi tes sebagai suatu totalitas


 Segi item tes

Jenis Validitas Instrumen

Validitas Tes terbagi jadi 2:

 Logika
 Empirik.

Logika

Macam-Macam Logika:
 Isi : untuk menguji apa tes ini representatif atau tidak (untuk sampel,
populasi untuk penelitian)
 Konstruksi : diteliti dari segi susunan dan rekaan aspek: kognitif,
afektif, dan psikomotor.

Empirik

(Didasarkan pada keadaan di lapangan)

Macam-macam Empirik:

 Ramalan: suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah


tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya
untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang.
Contoh : penerimaan mahasiswa baru.
 Bandingan: tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara
tepat telah mampu menunjukkan adanya hubungan searah antara tes
yang pertama dan kedua (validitas sekarang/pengalaman).

Rumus Uji Validitas

Ada beberapa teknik atau rumus uji validitas yang dapat anda gunakan.
Dibawah ini akan kami jelaskan beberapa diantaranya.

Teknik pertama dan populer yang digunakan adalah teknik Korelasi Product
Moment yang dikemukakan oleh Pearson.

Rumus korelasi Product Moment ada 2 :

 Korelasi Product moment dengan Simpangan,


 Korelasi Product moment dengan angka kasar

Rumus Pearson dengan


Simpangan

Rumus Pearson dengan


Angka Kasar
Persiapan Untuk
Mencari Validitas Tes dengan Simpangan:
Dimasukkan ke rumus:

Persiapan Untuk
Mencari Validitas
Tes dengan angka
kasar:

Bila dilihat
pada kedua
hitungan
diatas
terdapat
perbedaan
0,003 lebih
besar pada
simpangan ini wajar karena adanya pembulatan.

Koefisien Korelasi Dalam Uji Validitas

Koefisien Korelasi adalah sebagai berikut:

 Antara 0,800 sampai dengan 1,00 = sangat tinggi


 Antara 0,600 sampai dengan 0,800 = tinggi
 Antara 0,400 sampai dengan 0,600 = cukup
 Antara 0,200 sampai dengan 0,400 = rendah
 Antara 0,00 sampai dengan 0,200 = sangat rendah

Korelasi positif menunjukkan adanya hubungan sejajar antara 2 hal:

Misal:

IPA :2357432

Matematika : 4 5 6 8 5 4 3

Kondisi nilai Matematika sejajar dengan IPA karena naik dan turunnya
nilai Matematika mengikuti naik dan turunnya nilai IPA.

Korelasi Negatif menunjukkan adanya hubungan kebalikan antara dua hal:

Bahasa Indonesia dengan Matematika

Bahasa Indonesia : 5 6 8 4 3 2

Matematika :875123

Koefisien korelasi terdapat antara -1,00 sampai +1,00. karena dalam


perhitungan sering dilakukan pembulatan angka yang didapatkan 1,00

Penafsiran Harga Koefisien Korelasi Pearson Product Moment

Ada 2 cara yaitu :

 Dengan melihat harga r dan diinterprestasikan misalnya korelasi Tinggi,


Cukup dan sebagainya.
 Dengan mengkonsultasikan ke tabel harga kritik r product
moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut.
Jika harga r lebih kecil dari harga kritik dalam tabel, maka korelasi
tersebut tidak signifikan. Begitu juga arti sebaliknya.

Tabel analisis item Untuk Perhitungan Uji Validitas Item atau validitas butir.
Untuk
menghitung
validitas
item nomor
6, dibuat
terlebih
dahulu tabel

persiapannya sebagai berikut:

Dimasukkan ke
Korelasi Product
Moment dengan
rumus angka kasar:

Contoh Hitung
Uji Validitas
Pearson
Produk
Momen
Koefisien
validitas
item nomor
6 adalah

0,421.Validitas items tersebut kurang meyakinkan, validitas tidak tinggi.

Koefisien Korelasi Biserial

Apabila item memili skor 1 dan 0 saja, bisa menggunakan Koefisien Korelasi
Biserial.
Responden No.3 memiliki skor total hanya 4, sedangkan No.2 dan No. 4
memiliki nilai yang sama yaitu 5.

Rumus:

Keterangan :

γpbi = koefisien
korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar

Perh
itung
an
Mp
dari
tiap
butir
soal
1 sd
10:
Menghitung korelasi rpbi

Demikian sudah dijelaskan secara singkat tentang tutorial uji validitas.


Selanjutnya silahkan baca artikel kami yang berjudul Tutorial Uji Validitas
Instrumen dengan SPSS, Semoga bermanfaat.

Keandalan dan Validitas Pengukuran Tujuan Pembelajaran Tentukan


reliabilitas, termasuk berbagai jenis dan bagaimana penilaiannya. Tentukan
validitas, termasuk tipe yang berbeda dan bagaimana penilaiannya. Jelaskan
jenis-jenis bukti yang relevan untuk menilai reliabilitas dan validitas ukuran
tertentu. Sekali lagi, pengukuran melibatkan penetapan skor kepada individu
sehingga mereka mewakili beberapa karakteristik individu. Tapi bagaimana
peneliti mengetahui bahwa skor sebenarnya mewakili karakteristik, terutama
bila itu adalah konstruksi seperti kecerdasan, harga diri, depresi, atau
kapasitas memori kerja? Jawabannya adalah mereka melakukan penelitian
menggunakan ukuran untuk memastikan bahwa skor masuk akal berdasarkan
pemahaman mereka tentang konstruk yang diukur. Ini adalah poin yang
sangat penting. Psikolog tidak hanya menganggap bahwa tindakan mereka
berhasil. Sebagai gantinya, mereka mengumpulkan data untuk menunjukkan
bahwa mereka bekerja. Jika penelitian mereka tidak menunjukkan bahwa
sebuah tindakan berhasil, mereka berhenti menggunakannya. Sebagai contoh
informal, bayangkan bahwa Anda telah berdiet selama sebulan. Pakaian Anda
tampak pas lebih longgar, dan beberapa teman bertanya apakah Anda telah
kehilangan berat badan. Jika pada saat ini skala kamar mandi Anda
menunjukkan bahwa Anda telah kehilangan 10 pon, ini akan masuk akal dan
Anda akan terus menggunakan skala. Tetapi jika itu menunjukkan bahwa
Anda telah memperoleh 10 pon, Anda akan benar menyimpulkan bahwa itu
rusak dan memperbaikinya atau menyingkirkannya. Dalam mengevaluasi
metode pengukuran, psikolog mempertimbangkan dua dimensi umum:
reliabilitas dan validitas. Keandalan Reliabilitas mengacu pada konsistensi
suatu ukuran. Psikolog mempertimbangkan tiga jenis konsistensi: dari waktu
ke waktu (reliabilitas test-retest), di seluruh item (konsistensi internal), dan di
antara peneliti yang berbeda (keandalan antar-penilai). Test-Retest Reliability
Ketika peneliti mengukur konstruk yang mereka anggap konsisten sepanjang
waktu, maka skor yang mereka dapatkan juga harus konsisten sepanjang
waktu. Test-retest reliability adalah sejauh mana sebenarnya ini terjadi.
Misalnya, kecerdasan pada umumnya dianggap konsisten sepanjang waktu.
Seseorang yang sangat cerdas saat ini akan sangat cerdas minggu depan. Ini
berarti bahwa setiap ukuran kecerdasan yang baik harus menghasilkan skor
yang kira-kira sama untuk individu minggu depan seperti sekarang. Jelas,
ukuran yang menghasilkan nilai yang sangat tidak konsisten dari waktu ke
waktu tidak bisa menjadi ukuran yang sangat baik dari sebuah konstruk yang
seharusnya konsisten. Menilai reliabilitas test-retestasi memerlukan
penggunaan ukuran pada sekelompok orang pada satu waktu,
menggunakannya lagi pada kelompok orang yang sama di lain waktu, dan
kemudian melihat korelasi uji coba ulang antara dua kelompok skor. Hal ini
biasanya dilakukan dengan mengumpulkan data dalam scatterplot dan
menghitung r Pearson. Gambar 5.2 menunjukkan korelasi antara dua set skor
beberapa mahasiswa pada Skala Self-Esteem Rosenberg, yang diberikan
dua kali, seminggu terpisah. R Pearson untuk data ini adalah +.95. Secara
umum, korelasi tes-tes ulang sebesar +80 atau lebih besar dianggap
menunjukkan reliabilitas yang baik. Gambar 5.2 Korelasi Tes-Retest Antara
Dua Set Skor Beberapa Mahasiswa pada Skala Self-Esteem Rosenberg,
Diberikan Dua Kali Seminggu Lagi Gambar 5.2 Korelasi Tes-Retest Antara
Dua Set Skor Beberapa Mahasiswa pada Skala Self-Esteem Rosenberg,
Diberikan Dua Kali Seminggu Lagi Sekali lagi, korelasi tes ulang yang tinggi
masuk akal saat konstruksinya diukur diasumsikan konsisten dari waktu ke
waktu, yang merupakan kasus untuk kecerdasan, harga diri, dan dimensi
kepribadian Lima Besar. Tapi konstruksi lainnya tidak diasumsikan stabil dari
waktu ke waktu. Sifat mood, misalnya, adalah perubahannya. Jadi, ukuran
mood yang menghasilkan korelasi uji coba rendah selama satu bulan tidak
akan menjadi perhatian. Konsistensi internal Jenis keandalan kedua adalah
konsistensi internal, yang merupakan konsistensi tanggapan orang-orang
terhadap item pada ukuran beberapa item. Secara umum, semua item pada
tindakan semacam itu seharusnya mencerminkan konsep dasar yang sama,
sehingga nilai orang pada item tersebut harus berkorelasi satu sama lain.
Pada Skala Self-Esteem Rosenberg, orang-orang yang setuju bahwa mereka
adalah orang yang pantas harus cenderung setuju bahwa mereka memiliki
sejumlah kualitas bagus. Jika tanggapan orang terhadap item yang berbeda
tidak berkorelasi satu sama lain, maka tidak akan masuk akal lagi untuk
mengklaim bahwa mereka semua mengukur konstruksi dasar yang sama. Ini
sama berlaku untuk tindakan perilaku dan fisiologis seperti untuk mengukur
laporan diri sendiri. Misalnya, orang mungkin membuat serangkaian taruhan
dalam permainan simulasi roulette sebagai ukuran tingkat pencarian risiko
mereka. Langkah ini akan konsisten secara internal sejauh taruhan para
peserta secara konsisten tinggi atau rendah di seluruh percobaan.

Seperti reliabilitas uji coba, konsistensi internal hanya bisa dinilai dengan
mengumpulkan dan menganalisis data. Salah satu pendekatannya adalah
melihat korelasi separuh. Ini melibatkan pemisahan barang menjadi dua
rangkaian, seperti bagian pertama dan kedua dari item atau item bernada
genap dan ganjil. Kemudian skor dihitung untuk setiap rangkaian item, dan
hubungan antara dua kelompok skor diperiksa. Sebagai contoh, Gambar 5.3
menunjukkan korelasi separuh antara beberapa nilai siswa universitas pada
item genap dan skor mereka pada item bernomor ganjil dari Skala Harga Diri
Rosenberg. R Pearson untuk data ini adalah +.88. Korelasi split-half sebesar
+80 atau lebih umumnya dianggap konsistensi internal yang baik. Gambar 5.3
Korelasi Setengah-Setengah Antara Beberapa Nilai Siswa pada Barang-
Barang Bernomor Genap dan Nilai Mereka pada Item Ganjil-Nomor dari Skala
Self-Esteem Rosenberg Gambar 5.3 Korelasi Setengah-Setengah Antara
Beberapa Nilai Siswa pada Barang-Barang Bernomor Genap dan Nilai
Mereka pada Item Ganjil-Nomor dari Skala Self-Esteem Rosenberg Mungkin
ukuran paling umum dari konsistensi internal yang digunakan oleh peneliti
dalam psikologi adalah statistik yang disebut Cronbach's α (huruf Yunani alfa).
Secara konseptual, α adalah mean dari semua korelasi split-half yang
mungkin untuk satu set item. Sebagai contoh, ada 252 cara untuk membagi
satu set dari 10 item menjadi dua set lima. Cronbach's α akan menjadi rata-
rata dari 252 split-half correlation. Perhatikan bahwa ini bukan bagaimana α
sebenarnya dihitung, tetapi itu adalah cara yang benar untuk menafsirkan
makna statistik ini. Sekali lagi, nilai +80 atau lebih besar umumnya diambil
untuk menunjukkan konsistensi internal yang baik. Keandalan antar Banyak
tindakan perilaku melibatkan penilaian yang signifikan dari pengamat atau
penilai. Keandalan antar-penilai adalah sejauh mana pengamat yang berbeda
konsisten dalam penilaian mereka. Misalnya, jika Anda tertarik untuk
mengukur kemampuan sosial siswa, Anda bisa membuat rekaman video
mereka saat mereka berinteraksi dengan siswa lain yang mereka temui untuk
pertama kalinya. Kemudian Anda bisa memiliki dua atau lebih pengamat
menonton video dan menilai tingkat keterampilan sosial setiap siswa. Sejauh
mana setiap peserta sebenarnya memiliki beberapa tingkat keterampilan
sosial yang dapat dideteksi oleh pengamat yang penuh perhatian, peringkat
pengamat yang berbeda harus sangat berkorelasi satu sama lain. Keandalan
antar-penilai juga akan diukur dalam studi boneka Bobo Bandura. Dalam hal
ini, peringkat pengamat tentang berapa banyak tindakan agresi yang
dilakukan seorang anak tertentu saat bermain dengan boneka Bobo
seharusnya memiliki korelasi yang sangat positif. Keandalan antaratri sering
dinilai menggunakan α Cronbach ketika penilaiannya bersifat kuantitatif atau
statistik analog yang disebut Cohen's κ (huruf Yunani kappa) saat mereka
kategoris. Keabsahan Validitas adalah sejauh mana skor dari suatu ukuran
mewakili variabel yang dimaksudkannya. Tapi bagaimana peneliti membuat
penilaian ini? Kami telah mempertimbangkan satu faktor yang mereka
perhitungkan-keandalannya. Ketika sebuah pengukuran memiliki reliabilitas
tes ulang yang baik dan konsistensi internal, peneliti harus lebih yakin bahwa
skor tersebut mewakili apa yang seharusnya mereka lakukan. Harus ada lebih
dari itu, karena ukuran bisa sangat diandalkan tetapi tidak memiliki validitas
apa pun. Sebagai contoh yang absurd, bayangkan seseorang yang percaya
bahwa panjang jari telunjuk orang mencerminkan harga diri mereka dan oleh
karena itu mencoba mengukur harga diri dengan memegang penggaris
hingga jari telunjuk orang-orang. Meskipun ukuran ini akan memiliki reliabilitas
tes-tes ulang yang sangat baik, itu sama sekali tidak memiliki validitas. Fakta
bahwa jari telunjuk satu orang lebih panjang sentimeter daripada orang lain
tidak akan menunjukkan apa-apa tentang mana yang memiliki harga diri yang
lebih tinggi. Diskusi tentang validitas biasanya membaginya menjadi beberapa
jenis "yang berbeda." Tetapi cara yang baik untuk menafsirkan jenis ini adalah
bahwa itu adalah jenis bukti lainnya-selain reliabilitas-yang harus
diperhitungkan saat menilai validitas suatu tindakan. Di sini kami
mempertimbangkan tiga jenis dasar: validitas wajah, validitas isi, dan validitas
kriteria. Validitas wajah Validitas wajah adalah sejauh mana metode
pengukuran muncul "di wajahnya" untuk mengukur konstruk yang menarik.
Kebanyakan orang akan mengharapkan kuesioner harga diri untuk
memasukkan barang-barang tentang apakah mereka memandang diri mereka
sebagai orang yang berharga dan apakah mereka menganggap mereka
memiliki kualitas bagus. Jadi kuesioner yang menyertakan jenis barang ini
akan memiliki keabsahan wajah yang baik. Metode penentuan harga self-
esteem jari-jari, di sisi lain, tampaknya tidak ada kaitannya dengan harga diri
dan karena itu memiliki validitas wajah yang buruk. Meskipun validitas wajah
dapat dinilai secara kuantitatif - misalnya, dengan memiliki sampel orang yang
besar mengukur suatu ukuran baik dalam hal apakah tampaknya mengukur
apa yang dimaksudkannya - biasanya dinilai secara informal.
Validitas wajah paling baik merupakan bukti yang sangat lemah bahwa
metode pengukuran mengukur apa yang seharusnya dilakukan. Salah satu
alasannya adalah bahwa hal itu didasarkan pada intuisi orang-orang tentang
perilaku manusia, yang seringkali salah. Ini juga kasus bahwa banyak ukuran
yang ditetapkan dalam psikologi bekerja cukup baik meskipun tidak memiliki
validitas wajah. Inventori Kepribadian Multiphasic Minnesota-2 (MMPI-2)
mengukur banyak karakteristik dan gangguan kepribadian dengan meminta
orang memutuskan apakah masing-masing dari 567 pernyataan berbeda
berlaku untuk mereka-di mana banyak pernyataan tidak memiliki hubungan
yang jelas dengan konstruk yang mereka ukur . Misalnya, item "Saya
menikmati cerita detektif atau misteri" dan "Pemandangan darah tidak
membuat saya takut atau membuat saya sakit" keduanya mengukur
penindasan agresi. Dalam hal ini, itu bukan jawaban literal peserta untuk
pertanyaan-pertanyaan yang menarik ini, tetapi lebih kepada apakah pola
tanggapan para peserta terhadap serangkaian pertanyaan sesuai dengan
individu yang cenderung untuk menekan agresi mereka. Validitas konten
Validitas isi adalah sejauh mana ukuran "mencakup" konstruk kepentingan.
Sebagai contoh, jika seorang peneliti secara konseptual mendefinisikan
kegelisahan tes sebagai melibatkan kedua aktivasi sistem saraf simpatik
(yang mengarah ke perasaan gugup) dan pikiran negatif, maka ukuran
kecemasan tesnya harus mencakup item tentang perasaan gugup dan pikiran
negatif. Atau pertimbangkan bahwa sikap biasanya didefinisikan sebagai
melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan terhadap sesuatu. Dengan definisi
konseptual ini, seseorang memiliki sikap positif terhadap olahraga sejauh
memikirkan pemikiran positif tentang berolahraga, merasa senang
berolahraga, dan benar-benar latihan. Jadi untuk memiliki validitas konten
yang baik, ukuran sikap orang-orang terhadap olahraga harus mencerminkan
ketiga aspek ini. Seperti keabsahan wajah, validitas isi biasanya tidak dinilai
secara kuantitatif. Sebaliknya, ini dinilai dengan hati-hati memeriksa metode
pengukuran terhadap definisi konseptual dari konstruk. Kriteria Validitas
Validitas kriteria adalah sejauh mana skor orang pada ukuran berkorelasi
dengan variabel lain (dikenal sebagai kriteria) yang diharapkan orang
berkorelasi dengannya. Misalnya, skor orang pada ukuran baru kecemasan
tes harus berkorelasi negatif dengan kinerja mereka dalam ujian sekolah yang
penting. Jika ditemukan bahwa nilai orang ternyata berkorelasi negatif dengan
kinerja ujian mereka, maka ini akan menjadi bukti bahwa skor ini benar-benar
mewakili kecemasan tes orang. Tetapi jika ditemukan bahwa orang mencetak
skor yang sama baiknya dalam ujian terlepas dari skor kecemasan tes
mereka, maka ini akan meragukan validitas ukurannya. Kriteria dapat berupa
variabel apa pun yang dipikirkan seseorang harus berkorelasi dengan
konstruk yang diukur, dan biasanya akan ada banyak dari mereka. Sebagai
contoh, seseorang akan memperkirakan bahwa skor kecemasan tes
berkorelasi negatif dengan kinerja ujian dan nilai pelajaran dan berkorelasi
positif dengan kegelisahan umum dan dengan tekanan darah selama ujian.
Atau bayangkan bahwa seorang peneliti mengembangkan ukuran baru
pengambilan risiko fisik. Nilai orang pada ukuran ini harus dikorelasikan
dengan partisipasi mereka dalam kegiatan "ekstrem" seperti snowboarding
dan panjat tebing, jumlah tiket ngebut yang mereka terima, dan bahkan
jumlah tulang patah yang mereka miliki selama ini. Bila kriteria diukur pada
saat yang sama dengan konstruk, validitas kriteria disebut sebagai validitas
konkuren; Namun, ketika kriteria diukur pada beberapa titik di masa depan
(setelah konstruk telah diukur), itu disebut sebagai validitas prediktif (karena
skor pada ukuran telah "memprediksi" hasil masa depan). Kriteria juga dapat
memasukkan ukuran lain dari konstruk yang sama. Misalnya, orang akan
mengharapkan langkah baru untuk menguji kecemasan atau pengambilan
risiko fisik berkorelasi positif dengan ukuran yang ada dari konstruksi yang
sama. Ini dikenal sebagai validitas konvergen. Menilai validitas konvergen
membutuhkan pengumpulan data menggunakan ukuran. Periset John
Cacioppo dan Richard Petty melakukan ini saat mereka membuat laporan
mereka sendiri untuk Skala Kognisi untuk mengukur seberapa banyak orang
menghargai dan terlibat dalam pemikiran (Cacioppo & Petty, 1982) [1]. Dalam
serangkaian penelitian, mereka menunjukkan bahwa nilai orang berkorelasi
positif dengan nilai mereka pada tes prestasi akademik standar, dan nilai
mereka berkorelasi negatif dengan nilai mereka pada ukuran dogmatisme
(yang merupakan kecenderungan untuk ketaatan). Pada tahun-tahun sejak
diciptakan, Need for Cognition Scale telah digunakan dalam ratusan
penelitian dan telah terbukti berkorelasi dengan beragam variabel lainnya,
termasuk keefektifan sebuah iklan, ketertarikan pada politik, dan keputusan
juri. (Petty, Briñol, Loersch, & McCaslin, 2009) [2].
Validitas Diskriminan Validitas diskriminan, di sisi lain, adalah sejauh mana
skor pada ukuran tidak berkorelasi dengan ukuran variabel yang secara
konseptual berbeda. Misalnya, harga diri adalah sikap umum terhadap diri
sendiri yang cukup stabil dari waktu ke waktu. Ini tidak sama dengan suasana
hati, yang adalah seberapa baik atau buruk yang dirasakan seseorang saat
ini. Jadi, skor orang pada ukuran baru harga diri tidak boleh sangat
berkorelasi dengan suasana hati mereka. Jika ukuran baru harga diri sangat
berkorelasi dengan ukuran mood, dapat dikatakan bahwa ukuran baru
tersebut tidak benar-benar mengukur harga diri; itu mengukur mood sebagai
gantinya. Ketika mereka menciptakan Need for Cognition Scale, Cacioppo
and Petty juga memberikan bukti validitas diskriminan dengan menunjukkan
bahwa nilai orang tidak berkorelasi dengan variabel lain. Misalnya, mereka
hanya menemukan korelasi yang lemah antara kebutuhan akan kognisi dan
ukuran gaya kognitif mereka - sejauh mana mereka cenderung berpikir secara
analitis dengan memecahkan gagasan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
atau secara holistik dalam kaitannya dengan "gambaran besarnya." Mereka
juga tidak menemukan korelasi antara kebutuhan orang akan kognisi dan
ukuran kecemasan tes mereka dan kecenderungan mereka untuk merespons
dengan cara yang diinginkan secara sosial. Semua korelasi rendah ini
memberikan bukti bahwa ukuran tersebut mencerminkan konstruksi yang
secara konseptual berbeda. Kunci takeaways Peneliti psikologi tidak hanya
menganggap bahwa tindakan mereka berhasil. Sebaliknya, mereka
melakukan penelitian untuk menunjukkan bahwa mereka bekerja. Jika
mereka tidak dapat menunjukkan bahwa mereka bekerja, mereka berhenti
menggunakannya. Ada dua kriteria yang berbeda dimana peneliti
mengevaluasi tindakan mereka: reliabilitas dan validitas. Reliabilitas adalah
konsistensi sepanjang waktu (reliabilitas test-retest), di seluruh item
(konsistensi internal), dan seluruh peneliti (interrater reliability). Validitas
adalah sejauh mana skor sebenarnya mewakili variabel yang
dimaksudkannya. Validitas adalah penghakiman berdasarkan berbagai jenis
bukti. Bukti yang relevan mencakup reliabilitas ukur, apakah itu mencakup
konstruk kepentingan, dan apakah skor yang dihasilkannya berkorelasi
dengan variabel lain, mereka diharapkan berkorelasi dan tidak berkorelasi
dengan variabel yang secara konseptual berbeda. Keandalan dan keabsahan
suatu ukuran tidak ditetapkan oleh studi tunggal manapun, melainkan oleh
pola hasil di beberapa penelitian. Penilaian reliabilitas dan validitas
merupakan proses yang berkelanjutan. Latihan Berlatihlah: Minta beberapa
teman untuk melengkapi Skala Harga Diri Rosenberg. Kemudian kaji
konsistensi internal dengan membuat scatterplot untuk menunjukkan korelasi
separuh-setengah (bahkan - item ganjil-ganjil). Hitung juga Pearson jika Anda
tahu caranya. Diskusi: Pikirkan kembali ujian kuliah terakhir yang Anda ambil
dan pikirkan ujian sebagai tindakan psikologis. Konstruksi apa yang menurut
Anda dimaksudkan untuk mengukur? Beri komentar pada wajah dan validitas
kontennya. Data apa yang bisa Anda kumpulkan untuk menilai reliabilitas dan
validitas kriteria? Cacioppo, J. T., & Petty, R. E. (1982). Kebutuhan kognisi.
Jurnal Kepribadian dan Psikologi Sosial, 42, 116-131. ↵ Petty, R. E, Briñol, P.,
Loersch, C., & McCaslin, M. J. (2009). Kebutuhan kognisi. Dalam M. R. Leary
& R. H. Hoyle (Eds.), Buku Pegangan tentang perbedaan individu dalam
perilaku sosial (hlm. 318-329). New York, NY: Guilford Press. ↵

Instrument evaluasi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu instrumen evaluasi hasil belajar

kognitif, instrumen evaluasi hasil belajar efektif, instrumen evaluasi hasil belajar psikomotor.

Instrumen evaluasi untuk ketiga hasil belajar tersebut perlu dianalisis sebelum dan sesudah

digunakan yang tujuannya agar dapat dihasilkan instrument evaluasi yang memiliki kualitas tinggi.

Pada uraian berikut akan dibahas teknik analisis kualitas instrument secara berurutan mulai kualitas

instrument evaluasi hasil belajar koknitif, instrument evaluasi hasil belajar afektif dan instrument hasil

belajar psikomotor.

1. Analisis Kualitas Instrumen Evaluasi Hasil Kognitif


Pada umumnya hasil belajar kognitif dinilai dengan tes. Tes dalam bentuk butir – butir soal sebelum

digunakan hendaknya dianalisis terlebih dahulu agar memenuhi syarat sebagai alat evaluasi yang

memiliki kualitas tinggi.

Cara menganalisis butir – butir tes tersebut dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu:

1. Analisis Tes Secara Teoritik Atau Analisis Kualitatif

Analisis secara teoritis atau analisis kualitatif dapat dilakukan sebelum maupun setelah dilaksanakan

uji coba. Cara analisisnya adalah dengan cara mencermati butir – butir soal yang telah disusun dilihat

dari: kesesuaian dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur serta pemenuhan persyaratan

baik dari ranah materi, konstruksi dan bahasa. Butir – butir soal yang akan di analisis dapat berupa

butir soal bentuk uraian, butir soal bentuk melengkapi,dan butir soal bentuk pilihan ganda (multiple

choice).

1. Analisis Tes Secara Kuantitatif

Analisis ter secara kuantitatif diarahkan untuk menelaah tingkat validitas soal, reliabilitas, daya

pembeda, tingkat kesukaran, dan khusus untuk model atau tipe soal pilihan ganda perlu juga ditelaah

efektifitas fungsi distraktor.

a) Analisis validitas tes

Validitas (validity, kesahihan) berkaitan dengan permasalahan apakah tes yang dimaksudkan untuk

mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tepat sesuatu yang akan dikur tersebut.

[1]Secara singkat dapat dikatakan bahwa validitas tes mempersoalkan apakah tes itu dapat mengukur

apa yang akan diukur. Misalnya, jika tes itu dimaksudkan untuk mengukur tingkat kognitif atau

ingatan tentang macam – macam rukun iman, memang secara tepat dapat untuk mengukur

kemampuan itu, bukan pengetahuan yang lain, misalnya penjelasan tentang pengertian iman. Jika tes

itu dimaksudkan untuk menanyakan kemampuan menganalisis sebab – sebab suatu kaum diberi azab

oleh Allah (kognitif tingkat analisis), tes itu memang mampu untuk mengungkapkan kemampuan itu,

dan bukan kemampuan – kemampuan yang lain yang menyebabkan bias.

Analisia validitas tes dapat dilakukan dari dua segi, yaitu: dari segi tes sebagai suatu totalitas dan dari

segi itemnya, sebagai bagian tak terpisahkan dari tes secara totalitas. Macam – macam analisis

validitas tes dapat digambarkan sebagai berikut:

Validitas Isi
(Content Validity)

Validitas Teoritis

(Rasional) Validitas Konstruk

(Construct Validity)

Tes Totalitas Validitas Ramalan

(Predictive Validity)

Validitas Tes Validitas Empirik

Validitas Bandingan

Butir Soal (Concurrent Validity)

1) Analisis validitas tes secara totalitas

Analisis validitas tes secara totalitas maksudnya adalah analisis validitas tes secara keseluruhan.

Missal tes terdiri dari 50 butir soal, sehingga yang dianalisis adalah keseluruhan dari 50 butir soal

tersebut. Analisis validitas tes secara totalitas secara garis besar dapat dibedakan kadalam dua

kategori, yaitu validitas teoritis (rasional) dan validitas empirik. Validitas teoritis (rasional) adalah

validitas yang dalam pertimbangannya dilakukan dengan cara analisis rasional, sedangkan validitas

empiric adalah validitas yang dalam pertimbangannya dilakukan dengan cara menganalisis data data

empirik. Artinya untuk melakukan analisis jenis validitas empiric memerlukan data – data dari

lapangan yang merupakan hasil dari uji coba yang berwujud data kuantitatif dan untuk keperluan

analisis validitas itu diperlukan jasa statistik.

Jenis validitas yang termasuk kategori dalam validitas teoritis (rasional) adalah validitas isi (content

validity) dan validitas konstruk (construct validity), sedangkan yang termasuk kategori dalam validitas

empirik adalah validitas bandingan (concurrent validity) dan validitas ramalan (predictive validity)
1. Validitas teoritis (rasional)
1. Validitas isi

Validitas isi adalah validitas yang mempertannyakan bagaimana kesesuaian antara butir – butir soal

dalam tes dengan deskripsi bahan yang diajarkan. Jadi sebuah soal dikatakan memiliki validitas isi

apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang

diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering

juga disebut validitas kurikuler.[2]

Validitas isi dapat diusahakan terciptanya sejak saat penyusunan dengan cara memerinci materi

kurikulum atau materi buku pelajaran. Dalam menganalisisnya dilakukan dengan menggunakan

analisis rasional. Cara yang bisa ditempuh dalam penyusunan tes adalah dengan menyusun kisi – kisi

soal. Setelah kisi – kisi disusun, penulisan butir soal haruslah bardasarkan kisi – kisi yang telah

disusun tersebut. Pada kisi – kisi itu paling tidak harus terdapat aspek kompetensi dasar, bahan atau

diskripsi bahan, indikator, dan jumlah pertannyaan perindikator. Sebelum kisi – kisi dijadikan

pedoman dalam penyusunan butir – butir soal, terlebih dahulu haruslah ditelaah dan dinyatakan baik.

Setelah butir – butir pertannyaan disusun, maka butir – butir pertanyaan juga harus ditelaah dengan

menggunakan kriteri tertentu disamping disesuaikan dengan kisi – kisi. Penelaahan harus dilakukan

oleh orang yang berkompeten dalam bidang yang bersangkutan, atau yang dikenal dengan istilah

penilaian oleh ahlinya (exoert judgement).

1. Validitas konstruk

Validitas konstruk mempertanyakan apakah butir – butir soal dalam tes itu telah sesuai dengan

tingkatan kompetensi atau ranah yang ada yang sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum. [3]

Analisis validitas konstruk, suatu tes dapat dilakukan dengan cara melakukan pencocokan antara

kemampuan berfikir yang tercantum dalam setiap rumusan indikator yang akan diukur. Dengan

demikian kegiatan analisis validitas konstruk ini dilakukan secara rasional, dengan berfikir kritis atau

menggunakan logika. Disamping itu, sebagaimana halnya, dalam validitas isi, cara analisis dapat pula

dilakukan dengan melakukan diskusi dengan orang yang ahli di bidang yang bersangkutan.dengan

kata lain uji validitas konstruk dilakukan dengan cara expert judgement.

Uji validitas konstruk juga bisa dilakukan lewat program computer, yaitu dengan menggunakan

analisis faktor. Jika cara ini yang dipakai, uji faliditas tersebut harus berdasarkan data – data empiric.

Hal ini berarti alat tes tersebut harus diuji cobakan terlebih dahulu, dan data – data hasil uji coba

itulah yang kemudian dianalisis dengan computer.

1. Validitas empirik
1. Validitas ramalan
Meramal artinya memprediksikan mengenai suatu hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang,

yang saat ini belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas ramalan atau prediksi apabila

memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.[4]

Analisis validitas ramalan tes tersebut dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara nilai tes

tersebut dengan kriteri atau tolok ukur, misalnya, tes masuk ujian SLTA. Tes ujian masuk SLTA

memiliki validitas ramalan yang baik jika memiliki kesesuaian atau kesejajaran arah antara tes yang

sedang duselidiki atau di uji validitasnya, dengan criteria yang ada. Dengan kata lain terdapat

hubungan searah yang sangat erat antara tes yang sedang di uji validitasnya dengan criteria yang

telah ditentukan. Karena nilai – nilai tes hasil ujian seleksi itu berjalan searah atau sejajar dengan

nilai – nilai tes hasil belajar di SLTA, maka hubungan antara kedua variable tersebut adalah termasuk

kedalam kategori hubungan searah, yang dalam ilmu statistic dikenal dengan istilah korelasi positif.

Cara yang biasa digunakan untuk mencari dalam rangka ujian validitas ramalan ini adalah dengan

menggunaka teknik analisis korelasional product moment dari Karl Pearson.[5]

Prosedur untuk melakukan uji validitas tes adalah sebagai berikut:

(1) Melakukan komputasi atau perhitungan metematis untuk mencari harga koefisien r Product

Moment dengan rumus:

Adapun langkah langkah perhitungannya adalah:

(a) Menyiapkan table perhitungan untuk mencari nilai �Y, �Y, , , dan ��Y.

(b) Menghitung harga r Product Moment dengan rumus:

(2) Memberikan interprestasi terhadap harga koefisien product moment.

Ada dua cara dalam interprestasi ini, yaitu:

1. Melihat harga r hitung den kemudian dikonsultasikan dengan patokan berikut:

Nilai r Kategori

0,80 – 1,00 Sangat Tinggi


0,60 – 0,79 Tinggi

0,40 – 0,39 Cukup

0,20 – 0,38 Rendah

0,00 – 0,19 Sangat Rendah

1. Memilih harga r hitung dan kemudian di konsultasikan dengan harga r tabel Product Moment
dengan criteria apabila harga r hitung sama dengan atau lebih besar dengan harga r tabel
berarti ada korelasi antara variabel X dengan variabel Y yang berarti tes yang kita analisis
memiliki validitas. Untuk melihat harga r tabel perlu dicari terlebih dahulu derajat kebabasan
(degree of freedom) atau singkatan df dengan rumus: df= N – nr, dimana N adalah banyaknya
peserta tes (testee) dan nr adalah banyaknya variabel yang dikorelasikan.
2. Validitas bandingan

Validitas bandingan disebut juga dengan istilah validitas sama saat, validitas ada sekarang atau

validitas pengalaman. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas pengalaman jika hasilnya sesuai

dengan pengalaman. Dalam hal ini hasil tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman

selalu berdasarkan pada hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah

ada (ada sekarang, concurrent).[6]

Dalam rangka menguji validitas pengalaman atau bandingan, data hasil tes yang diperoleh sekarang

kita bandingkan dengan data yang mencerminkan pengalaman yang diperoleh masa lampau itu. Jika

hasil tes sekarang mempunyai hubungan searah dengan hasil tes berdasarkan pengalaman yang lalu,

maka tes tersebut dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan atau pengalaman.

Cara melakukan analisis validitas bandingan atau pengamalan ini adalah sama seperti pada analisis

validitas ramalan yaitu dengan mengorelasikan hasil yang sekarang dengan hasil tes yang terdahulu.

Hasil tes yang sekarang menjadi variable X dan hasil tes yang dahulu menjadi variable Y. teknik hasil

uji korelasinya juga menggunakan hasil korelasi product moment.

2) Analisis Validitas Butir Soal

Yang dimaksud dengan validitas butir soal adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal,

yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas, dalam mengukur apa yang

seharusnya diukur lewat butir soal tersebut.[7]

Cara untuk menganalisis adalah dengan mengkorelasikan antara skor tiap – tiap soal yang dicapai

oleh masing – masing testee dengan skor total. Sebutir soal dapat dikatakan telah memiliki validitas
yang tinggi atau dapat dinyatakan valid jika skor – skor pada butir soal yang bersangkutan memiliki

kesesuaian atau kesejajaran arah dengan skor total atau dengan bahasa statistik ada korelasi positif

yang signifikan antara skor butir soal dengan skor totalnya. Skor total disini berkedudukan sebagai

variable terikat (dependent variable) sedangkan skor butir soal berkedudukan sebagai variable

bebasnya (independent variable). Jika demikian, maka untuk sampai pada kesimpulan bahwa butir –

butir soal yang ingin diketahui validitasnya, yaitu valid ataukah tidak, kita dapat menggunakan teknik

korelasi sebagai teknik analisisnya. Sebutir soal dapat dikatakan valid apabila skor butir soal yang

bersangkutan terbukti mempunyai korelasi positif yang signifikan dengan skor totalnya.

Teknik korelasi yang dipandang tepat untuk digunakan dalam analisis validitas butir soal ini adalah

dengan rumus korelasi Point Bisserial. Hal ini melihat karena jenis data yang akan dianalisis adalah

data diskret murni atau data dikhotomik dan data kontinyu.

Indeks korelasi Point Bisserial dibrti lambing , rumus korelasinya adalah sebagai berikut:

Keterangan:

: koefisien korelasi point bisserial yang melambangkan kekuatan korelasi antara variabel I dengan

variabel II, yang dalam hal ini dianggap sebagai koefisien validitas butir soal.

: skor rata – rata hitung yang dimiliki testee, untuk butir soal yang bersangkutan telah dijawab

dengan betul.

: skor rata – rata dari skor total.

: deviasi standar dari skor total.

: proporsi testee yang menjawab betul terhadap butir soal yang di analisis validitasnya.

: proporsi testee yang menjawab salah terhadap butir soal yang di analisis validitasnya.

Langkah – langkah untuk melakukan analisis validitas butir soal adalah sebagai berikut:

(1) Menyiapkan tabel perhitungan korelasi poin bisserial.


(2) Mencari mean atau rata – rata hitung deri skor total ( dengan rumus:

(3) Mencari deviasi standar total (, dengan rumus:

(4) Mencari atau menghitung untuk butir soal yang dianalisis validitasnya.

(5) Menghitung korelasi point bisserialnya ().

(6) Member interprestasi. Untuk memberikan interprestasi kida dapat berkonsultasi dengan harga r

tabel Product Moment dengan terlebih dahulu mencari df (derajad kebebasan), yaitu dengan cara df =

N – nr.

b) Analisis reliabilitas tes

Salah satu syarat tes sebagai salah satu instrumen evaluasi adalah memiliki reliabilitas yang tinggi.

Tes yang memiliki reliable reabilitas tes atau keajegan, ketetapan berhungan dengan masalah

kepercayaan. Suatu tes akan menghasilkan kepercayaan yang tiggi apabila tes tersebut dapat

memberikan hasil yang tetap. Jika hasilnya berubah – ubah, perubahan yeng terjadi dapat dikatakan

tidak berarti.

Hubungan validitas dengan reliabilitas dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Validitas itu penting, sedangkan reliabilitas itu perlu, karena reliabilitas itu menyokong
validitas.
 Tes yang valid umumnya reliabel, tetapi tes yang reliabel belum tentu valid.

Untuk memper oleh tes yang memiliki reliabilitas (keajegan) itu memang tidak mudah, karena unsure

kejiwaan manusia sendiri yang menjadi objek pengukuran tidak ajeg. Misalnya: kemampuan hasil

belajar, kecakapan, sikap dan sebagainya itu semua bisa berubah ubah dari waktu ke waktu.

Hal hal yang mempengaruhi reliabilitas hasil tes:

 Hal – hal yang berhubungan dengan tes itu sendiri, seperti panjang tes dan kualitas butir –
butir tes. Semakin panjang dan semakin baik kualitasnya maka akan semakin tinggi tingkat
reliabilitasnya.
 Hal – hal yang berkaitan dengan testee (peserta tes). Tes yang dikenakan kepada kelompok
yang tidak terpilih atau ditentukan secara acak biasanya reliabilitasnya lebih besar
dibandingan yang dikenakan kepada kelompok testee yang terpilih seperti pada kelompok
anak yang pandai – pandai saja.
v Jenis Analisis Reliabilitas Tes

1. Analisis reliabilitas tes bentuk uraian (essay)

Analisis reliabilitas tes bentuk uraian umumnya menggunakan rumus Alpha dari Cronbach, karena

model scoring soal bentuk uraian ini bukan model dikotomik, kalau benar bernilai satu dan jika salah

bernilai 0, tetapi sekoringnya lebih bersifat kontinum (rentangan angka, misalnya 0 – 5 atau 0 – 10,

dan sebagainya).

Adapun rumus Alphanya adalah:

Keterangan:

: koefisien reliabilitas tes.

: banyaknya butir soal yang dikeluarkan dalam tes.

1 : bilangan kostan (menjadi kesepakatan)

: jumlah varian skor dari tiap tiap butir soal.

: Varian total

Langkah – langkah untuk melakukan analisis:

1) Menjumlahkan masing – masing soal yang dicapai semua testee () dan mencari skor total yang

dicapai masing – masing testee () dan mengkuadratkan skor skor total tersebut ().

2) Menghitung jumlah kuadrat skor masing – masing butir soal (disingkat atau ).

3) Menghitung varian dari masing – masing butir soal (item).

4) Menghitung jumlah varian skor butir soal secara keseluruhan.

5) Menghitung varian total () dengan rumus:


6) Menghitung koefisien reliabilitas tes dengan menggunakan rumus Alpha di atas.

7) Memberikan interpretasi terhadap harga koefisien reabilitas tes, dengan menggunakan patokan

sebagai berikut:

1. Apabila sama dengan atau lebih besar dari 0,70 berarti tes hasil belajar yang sedang diuji
reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi (reliable).
2. Apabila lebih kecil dari pada 0,70 berarti tes hasil belajar yang sedang diuji raliabilitasnya
dinyatakan belim memiliki reliabilitas yang tinggi (unreliable).
1. Analisis reliabilitas tes bentuk objektif

Penentuan reliabilitas tes bentuk objektif dapat dilakukan melalui salah satu dari pendekatan, yaitu

pendekatan tes ulang (tes – retest), pendekatan tes sejajar (alternate – forms), dan pendekatan

konsisten internal (internal consistency).

1. Pendekatan tes ulang

Pendekatan ini menunjukkan konsistensi pengukuran dari waktu ke waktu dan menghasilkan koefisien

reliabilitas yang sering disebut sebagai koefisien stabilitas. Prinsip penentuan reliabilitas tes dengan

mengenakan satu buah tes yang dilakukan dua kali dengan tenggang waktu tertentu, terhadap

sekelompok subjek yang sama.[8] Pndktan ini jga disebut dengan istilah single test – double trial

method.

Penentuan koefisien reliabilitas pada pendekatan ini dilakukan dengan jalan mengorelasikan skor hasil

pelaksanaan tes pertama dengan skor hasil pelaksanaan tes yang kedua. Teknik korelasi yang dapat

digunakan adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson.

Kelemahan pendekatan tes ulang adalah kurang praktisnya pengenaan tes dua kali dan besarnya

kemungkinan terbawa efek bawaan (carry – effects) dari satu pengenaan tes ke pengenaan yang

kedua.

1. Pendekatan tes sejajar

Pendekatan tes sejajar hanya dapat dilakukan apabila tersedia dua bentuk tes yang dapat dianggap

memenuhi asumsi parallel. Salah satu indikator terpenuhinya asumsi parallel adalah setaranya

korelasi antara skor kedua instrumen tersebut dengan skor suatu ukuran lain.

Tentu saja untuk mendapatkan paralel kedua bentuk instrument harus disusun dengan tujuan

mengukur objek psikologis yang sama, berdasarkan blue print (pola rancangan) yang sama serta

spesifikasi yang sama pula.


Penentu koefisien reliabilitas pada pendekatan ini sama seperti pada pendekatan tes ulang, yaitu

dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor hasil tes pertama dengan skor hasil tes yang kedua.

Teknik korelasi yang dapat digunakan adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson.

Kelemahan utama pada pendekatan ini terletak pada sulitnya menyusun dua alat ukur yang

memenuhi persyaratan paralel atau sejajar. Di samping itu pendekatan ini juga tidak menghilangkan

sama sekali kemungkinan terjadinya efek bawaan.

1. Pendekatan konsistensi internal

Estimasi reliabilitas dengan pendekatan konsistensi internal didasarkan pada data sekali penggunaan

satu bentuk tes pada sekelompok subjek (single trial administration).

Penentuan koefisiensi reliabilitas dilakukan setelah keseluruhan instrumen yang telah dikenakan pada

subjek itu dibagi menjadi beberapa bagian. Suatu instrumen dapat dibagi menjadi dua, tiga, atau

empat bagian dan bahkan dapat dibagi menjadi sebanyak jumlah item – itemnya. Bentuk dan sifat

alat ukur serta banyaknya bagian yang dibuat akan menentukan teknik perhitungan koefisien

reliabilitasnya.

1. Analisis reliabilitas tes dengan menggunakan computer (program SPSS)

Langkah – langkah analisis dengan program SPSS adalah sebagai berikut:

1. Membuka program SPSS dengan langkah: klik start, klik program, klik SPSS 11.5 for windows.
2. Memasukkan data (in put data) pada kolom – kolom yang tersedia dengan mengetikkannya
satu persatu, atau di copy paste lewat data yang telah masuk dalam program excel.
3. Menghitung koefisiensi reliabilitas dengan langkah: klik analyze, klik scale, dan kli reability
analysis. Maka akan muncul suatu lembar kerja, lalu pindahkan variable yang akan di analisis
dari kolom di sebelah kiri dan kolom sebelah kanan dengan mengklik tanda panah kecil.
Selanjutnya pilih formula yang tepat sesuai dengan jenis data kita, formula Alpha dan terakhir
klik ok.
4. Maka kemudian akan muncul hasil dari koefisien relianilitas.
5. Memberikan inspretasi dengan cara yang sama dengan menggunakan hitungan manual yaitu
dikatakan telah reliabel jika hasil hitungannya sama dengan atau lebih besar dari 0,70. Hasil
hitungan tersebut diperoleh dari koefisien reliabilitas Alpha sebesar 0,3405 dan berada di
bawah 0,70. Maka dapat disimpulkan bahwa tes tersebut belum reliabilitas.

c) Analisis tingkat kesukaran soal

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan

tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini biasanya

dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 – 1,00. Semakin besar indeks tingkat

kesukaranyang diperoleh dari hasil perhitungan, maka semakin mudah soal itu. Perhitungan indeks
tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor butir soal. Pada prinsipnya skor rata – rata yang

diperoleh testee pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal.

Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya dikaitkan dengan

ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang. Sedangkan untuk

keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi atau sukar, dan untuk

keperluan diagnosis biasanya biasanya dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran

rendah atau mudah.

Rumus yang dipergunakan untuk menganalisis tingakat kesukaran soal objektif adalah sebagai

berikut:

ITK = indeks tingkat kesukaran soal

B = banyaknya siswa yang menjawab bwnar butir soal

N = banyak siswa yang mengikuti tes

Langkah – langkah analisisnya:

1. Menjumlah skor masing – masing butir soal yang dicapai oleh semua
2. Menghitung indeks tingkat kesukaran butir soal,dengan rumus:

TK

1. Memberikan interprestasi terhadap hasil perhutungan. Cara memberikan inter prestasi adalah
dengan mengkonsultasikan hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran tersebut dengan suatu
oatokan atau criteria sebagai berikut:

Indeks Tingkat Kesukaran Kategori

0,00 – 0,30 Soal tergolong sukar

0,31 – 0,70 Soal tergolong sedang

0,71 – 1,00 Soal tergolong mudah

Sedangkan untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk uraian dengan rumus berikut ini:
Tindak lanjut dari hasil analisis tinggkat kesukaran butir soal ini adalah sebagai berikut:

(a) Mencatat butir soal yang sudah baik (memiliki TK= cukup) dalam buku bank soal.

(b) Bagi soal yang terlalu sukar ada tiga kemungkinan, yaitu: didrop atau dibuang atau diteliti ulang

dimana letak yang membuat soal tersebut terlalu sukar.

(c) Untuk butir yang terlalu mudah juga ada tiga kemungkinan seperti yang dijelaskan pada point b

diatas.

Untuk mengetahui indeks daya pembeda soal bentuk objektif adalah dengan menggunakan rumus

berikut ini.

IDP =

Keterangan:

IDP : indeks daya pembeda soal

BA : jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB : jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

N : banyaknya siswa yang mengikuti tes.

d) Analisis daya pembeda soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antra siswa yang

mampu/pandai menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang tidak mampu atau kurang pandai

belum menguasai materi yang ditanyakan. Daya pembeda soal dapat diketahui dengan melihat besar

kecilnya angka indeks daya pembeda. Indeks daya pembeda ini juga dinyatakan dalam bentuk

proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal maka semakin mampu soal yang bersangkutan

membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Indeks daya pembeda berkisar antara

-1,00 sampai dengan 1,00. Semakin tnggi daya pembeda suatu soal maka semakin kuat atau bail soal
itu. Jika daya pembeda negative (<0) erarti lebih banyak kelompok bawah (siswa yang tidak atau

kurang mampu) yang menjawab benar soal itu dibandingkan dengan kelompok atas (siswa yang

mampu). Indeks daya pembeda soal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah garis kontinum.

Untuk mengetahui indeks daya pembeda soal bentuk objektif adalah dengan menggunakan rumus

berikut ini.

IDP =

Keterangan:

IDP : indeks daya pembeda soal

BA : jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB : jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

N : banyaknya siswa yang mengikuti tes.

Soal yang tidak baik adalah soal yang ketika digunakan muncul tiga kemungkinan berikut:

1. Siswa yang pandai dan yang tidak pandai sama – sama menguasai dan sama – sama bisa
menjawab dwngan benar;
2. Siswa yang pandai dan yang tidak pandai sama – sama tidak dapat menjawab dengan benar;
3. Siswa yang pandai tidak dapat menjawab dengan benar, sebaliknya siswa yang tidak pandai
justru dapat menjawab denan benar.

Langkah – langkah analisis:

1. Menjumlah skor total yang dicapai oleh masing – masing siswa (testee) dan skor total setiap
butir soal dengan sekaligus membagi testee menjadi dua kelompok adas dan kelompok bawah.
2. Membagi para testee menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas (kelompok testee yang
memperoleh skor tinggi) dan kelompok bawah (kelompok testee yang memperoleh skor
rendah) dan selanjutnya membubuhkan kode pada testee, yang masuk kelompok atas dengan
kode A dan testeekolompok bawah dengan kode B. care pembagian kelompok ini ada dua
cara:
1. Untuk jumlah kecil yakni jumlah testee kurang dari 100, caranya adalah seluruh testee
dibagi menjadi dua bagian sama besar, 50% untuk kelompok atas dan 50% untuk
kelompok bawah. Untuk menentukan siapa saja yang masuk kelompok atas dan yang
mauk kelompok bawah terlebih dahulu para testee tersebut diurutkan dari yang
memperoleh skor tertinggi hingga skor terendah. Bila jumlah testee ganjil, maka teste
yang menduduki urutan tengah dapat diikutkan kelompok atas sekaligus kelompok bawah.
2. Apabila jumlah testee lebih dari 100 (jumlah besar), maka kelompok atas cukup diambil
27%nya mulai dari testee yang memperoleh skor tertinggi dan di ambil pula kelompok
bawah 27% nya juga dan diambil dari testee yang memperoleh skor terendah.
3. Menghitung indek daya beda butir soal dengan rumus diatas.
4. Memberikan interpretasi terhadap hasil perhitungan. Cara member interpretasi adalah
dengan cara mengkonsultasikan hasil perhitungan indeks tingkat daya pembeda tersebut
dengan suatu patokan atau criteria sebagai berikut:

Indeks Daya Beda Klasifikasi Interpretasi

Tanda negative No discrimination Tidak ada daya beda

<0,20 Poor Daya beda lemah

0,20 – 0,39 Satisfactory Daya beda cukup

0,40 – 0,69 Good Daya beda baik

0,70 – 1,00 excellent Daya beda baik sekali

Untuk mengetahui daya beda mengetahui daya beda soal bentuk uraian adalah dengan menggunakan

rumus berikut ini.

IDP =

Langkah langkah analisis:

1) Membuat tabel perhitungan untuk menentukan kelompok atas dan kelompok bawah. Untuk

menentukan pembagian kelompok ini langsung mkelihat skor masing – masing testee pada butir soal

yang dianalisis, jadi tidak perlu melihat skor total yang dicapai masing – masing testee untuk setiap

butir.

2) Menghitung indek daya pembeda dengan terlebih dahulu menghitung mean (rata – rata hitung)

kelompok atas (MA) dan kelompok bawah (MB).

e) Analisis fungsi distraktor


Analisis fungsi distraktor dilakukan khusus untuk soal bentuk objektif model pilihan ganda (multiple

choice item). Didalam soal pilihan ganda dilengkapi dengan beberapa alternative jawaban yang

disebut dengan option (opsi). Opsi biasa berkisar antara 3 sampai dengan 5 buah. Dari opsi tersebut

terdapat salah satu jawaban yang benar dan itu yang disebut dengan kunci jawaban, sedangkan

sisanya merupakan jawaban salah yang disebut dengan distraktor (pengecoh).

Analisis distraktor dimaksud untuk mengetahui apakah distraktor tersebut telah berfungsi secara

afektif atau tidak.

Suatu distraktor atau pengecoh dapat dikatakan berfungsi efektif apabila:

1. Paling tidak dipilih oleh 5% peserta tes.


2. Lebih banyak dipilih oleh kelompok bawah.

f) Analisis butir soal dengan program computer

Analisis butir soal dengan program koputer dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan

program iteman.

Langkah – langkah melakukan program iteman dari pemasukan data ke dalam computer hingga

sosialisasi hasil.

1. Cara pemasukan data


1. Klik star, program, accessories dan pilih notpad.
2. Masukkan data ke file.
3. Simpan hasil pengetikan data dalam satu folder dengan program iteman. Contoh: UIN1,
dan keluar dari notepad.
4. Langkah analisis
1. Buka program iteman dengan cara buka window exsplore dan cari program iteman dan
klik dua kali.
2. Setelah muncul program microcat testing system dandibawahnya berturut – turut aka
nada perintah yang muncul, dan ikutilah.
3. Setelah semua perintah di ikut I dan selesai serta hasil dapat di lihat, keluar dari
program iteman.
4. Melihat hasil analisis

Bisa melalui program notepad atau lewat windows exsplor dan cari file out put lalu klik dua kali.

1. Membaca atau menafsirkan hasil analisis

1) Hasil analisis iteman terdiri dari item statistic dan alternative statistic.

2) Hasil lain analisis iteman adalah data – data statistic yang diperoleh dari pemasukan data.
1. Analisis Kualitas Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Afektif

Analisis instrument penilaian afektif juga sama seperti halnya instrument penilaian kognitif dan

psikomotor, dalam arti dapat dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif (analisis empiric).

Perlu diketahui bahwa tidak semua mata pelajaran dievaluasi aspek psikomotornya kalau memang

dalam mata pelajaran yang bersangkutan tidak ada muatan kemampuan psikomotornya. Cara

melakukan analisis secara kualitatif untuk instrument penilaian psikomotor ini sama dengan analisis

instrument penilaian kognitif.

1. Analisis Kualitas Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Psikomotorik

Analisis instrument hasil belajar psikomotor juga dapat dianalisis secarateoritik atau analisis kualitatif

dan analisis secara kuantitatif.

v Prosedur Standar Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar bidang Psikomotor

Prosedur standar pengembangan instrumen pada bidang psikomotor pada hakikatnya hampir sama

dengan bidang kognitif. Prosedur standar tersebut yaitu (1) Identifikasi Tujuan dan Kawasan Ukur (2)

Mengkaji secara teoretik dan praktik performansi maksimal yang diharapkan (3) Menentukan

indikator-indikator penilaian, (4) menjabarkan indikator-indikator penilaian menjadi instrumen

penilaian yang terdiri dari lembar penilaian dan rubric (5) Uji keterbacaan instrumen oleh pengguna,

(6) uji coba pengadministrasian, dan (7) analisis data untuk mengetahui indeks validitas dan

reliabilitas data.

Identifikasi tujuan merupakan aspek penting dalam penyusunan suatu instrument pengukuran dan

penilaian. Tujuan dirumuskan berdasarkan maksud untuk apa instrument tersebut disusun. Suatu

instrument yang dimaksudkan untuk keperluan seleksi akan berbeda dengan instrument untuk

keperluan pencapaian hasil belajar.

Mengkaji secara teoretik dan praktik performansi maksimal yang diharapkan merupakan langkah

kedua yang penting dalam penyusunan instrumen bidang psikomotor. Pada tahap ini, berbagai teori

yang berkaitan dengan trait psikologis yang sedang dikembangkan instrumennya dikaji. Dengan cara

ini validitas konstruk instrument akan terpenuhi.


Langkah ketiga dalam pengembangan instrumen pengukuran dan penilaian bidang psikomotor adalah

merumuskan indikator-indikator penilaian. Indikator-indikator ini disusun berdasarkan analisis trait

atau atribut psikologis yang sedang dikembangkan instrumennya.

Langkah selanjutnya adalah menjabarkan indicator-indikator penilaian menjadi instrument penilaian

yang terdiri dari lembar penilaian dan rubric. Lembar penilaian berisi aspek-aspek yang dinilai dan

skala ukur. Sedangkan rubric berisi tentang pedoman pemberian sekor khususnya pada hal-hal yang

bersifat subyektif.

Uji keterbacaan instrumen dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas fungsi aspek-aspek penilaian

dan kalimat-kalimat yang dipakai. Hal ini penting untuk dilakukan agar tidak terjadi kesalahan

persepsi penilaia terhadap apa yang dinilaianya.

Uji coba pengadministrasian adalah suatu uji coba untuk menggunakan instrument dalam situasi

nyata. Uji coba ini dilakukan pada subjek yang sesuai dengan sasaran penilaian seperti pada tujuan

penilaian.

Analisis data merupakan langkah terakhir dari pengembangan instrument. Melalui analisis data

tersebut dapat diketahui kehandalan dan validitas instrument yang sedang diukur.

v Syarat-Syarat Instrumen Penilaian yang Baik

Instrumen pengukuran yang baik adalah istrumen yang didesain secara hati-hati dan dievaluasi secara

empirik untuk memastikan keakuratan dan infromasi penggunaannya.[9] Menurut pendapat ini,

instrumen yang baik harus melalui dua tahapan. Tahapan pertama adalah tahap desain yang terdiri

dari empat criteria, yaitu (1) tujuan didefinisikan secara jelas, (2) materi yang standard an spesifik,

(3) prosedur pengadministrasian yang terstandarisasi, dan (4) aturan pensekoran. Tahapan kedua

adalah tahap evaluasi yang berupa tahap pengumpulan data dan analisis data yang kemudian data

tersebut dipergunakan untuk mengidentifikasi psychometric property, yang ditunjukkan dengan

analisis respon terhadap item-item tes. Dua hal penting dalam psychometric

propertys adalah reliability dan validity.

Konsep reliabilitas mengandung ide pokok seberapa jauh hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

[10] Istilah lain dari reliabilitas adalah keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan,

konsistensi. Instrumen dikatakan reliable jika membuahkan hasil yang akurat dan stabil.
Reliabilitas alat ukur berkiatan erat dengan masalah kesalahan pengukuran (error of

measurement),yaitu menunjuk pada seberapa jauh inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila

pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama.

Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur erat berkiatan dengan kesalahan dalam

pengambilan sampel (sampling error) yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran

dilakukan ulang pada kelompok individu yang berbeda. Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh

angka indeks yang disebut koefisien reliabilitas. Secara teoretik besarnya koefisien berkisar muali 0,0

sampai dengan 1,0. Koefisien reliabilitas dikatakan tinggi apabila indeksnya 0,9 atau lebih, sedang =

0,8 sampai dengan 0,9 dan rendah di bawah 0,8.[11]

Ada beberapa tipe analisis reliabilitas yang dikenal, yaitu: (1) test-retest, (2) bentuk Paralel, (3)

Konsistensi Internal, (4) Skor Komposit, (5) Skor Perbedaan, dan (6) Hasil Rating (Azwar, 2000: 55-

125).

Test-retest (tes ulang) adalah suatu pendekatan untuk mengetahui indeks reliabilitas dengan jalan

menyajikan instrumen kepada kelompok subjek yang sama sebanyak dua kali dengan memberikan

tenggang waktu tertetnu di antara kedua penyajian tersebut. Skor yang diperoleh dari kedua

penyajian tersebut kemudian dikorelasikan dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson untuk

memperoleh indeks reliabilitas tes yang diinginkan.

Bentuk Paralel adalah suatu pendekatan untuk mengetahui indeks reliabilitas dengan jalan menyajikan

sekaligus dua bentuk tes yang paralel satu sama lain kepada sekelompok subjek. Dalam

pelaksanaannya kedua perangkat tes tersebut bisa digabungkan terlebih dahulu baru kemudian

dipisahkan lagi pada waktu melakukan skoring. Skor yang diperoleh dari kedua perangkat tes tersebut

kemudian dikorelasikan dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson untuk mendapatkan

indeks reliabilitas.

Estimasi reliabilitas konsistensi internal dilakukan dengan cara menyajikan instrumen kepada

kelompok individu sebagai subjek sebanyak sekali. Respon yang diperoleh dari pengerjaan instrumen

tersebut kemudian diolah dengan teknik pembelahan tes. Di dalam pembalahan tes selalu diupayakan

agar setiap belahan tes homogen sehingga jumlah item, taraf kesukaran, dan isi sebanding dan

memenuhi ciri-ciri paralelisme. Banyak formula yang bisa digunakan untuk mengestimasi reliabilitas

instrumen dengan teknik pembelahan tes tersebut, yaitu: Formula Spearman Brown, Rulon, Flanagan;

Guttman, Mossier, Feldt, Horst, Cronbach’s Alpha, Kuder Richardson, Kristof, dan Analisis Varians.[12]
Reliabilitas skor komposit diberlakukan apabila skor subjek pada tes tidak berasal dari satu sumber

saja, melainkan gabungan dari beberapa skor. Skor gabungan tersebut bisa berasal dari komponen

atau sub tesnya, atau dari tes yang lain. Setiap bagian tes mempunyai bobot masing-masing yang

ditunjukkan dengan seberapa besar sumbangannya terhadap skor akhir.

Reliabilitas skor perbedaan diberlakukan apabila skor subjek pada suatu tes merupakan selisih antara

skor dua komponen yang membentuk tes itu (Azwar, 2000: 103). Pada kasus ini terlebih dahulu dicari

indeks reliabilitas untuk setiap komponen serta indeks korelasi diantara kedua komponen tersebut,

baru setelah itu bisa dicari indeks reliabilitas skor perbedaan.

Reliabilitas hasil rating diberlakukan pada kasus-kasus dimana skor yang diperoleh

merupakan judgment subjektif terhadap aspek atau atribut tertentu yang dilakukan melalui

pengamtan sistematis secara langsung atau tidak langsung (Azwar, 2000: 105). Ada dua cara yang

bisa ditempuh untuk mengestimasi reliabilitas hasil rating, yaitu: pertama, dengan memberikan rating

ulang pada atribut yang sama, kemudian hasil dari kedua rating tersebut dikorelasikan dengan

teknik rank-order correlation. Kedua, pemberian rating yang dilakukan sekaligus oleh beberapa orang

raters yang berbeda dan independen satu dengan yang lain. Cara kedua ini sering banyak

dipergunakan dengan alasan lebih praktis serta menghindari faktor ingatan dari rater.

Validitas mengandung konsep pengertian sejuahmana tes mempu mengukur atribut yang seharusnya

diukur.[13] Berdasarkan pengertian ini validitas instrumen berkaitan erat dengan rumusan tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu instrumen dikatakan mempunyai validitas yang tinggi

apabila mampu menjalankan fungsinya sehingga menghasilkan data yang sesuai dengan tujuan

dilakukannya pengukuran/penilaian. Di samping itu instrumen dikatakan valid apabila mampu

memberikan gambaran perbedaan sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lainnya.

Ada tiga tipe validitas, yaitu (1) content validity (validitas isi) (2) construct validity (validitas

konstruk), dan (3) criterian-related validity (validitas berdasar criteria.[14] Validitas isi adalah tipe

validitas yang diestimasi melalui analisis rasional terhadap isi suatu instrumen pengukuran. Validitas

isi tercermin dari sejauh mana butir-butir tes mencerminkan keseluruhan kawasan isi objek yang

hendak diukur. Estimasi validitas ini tidak melalui perhitungan statistik tetapi

melalui judgmentsubjektif dari para ahli. Validitas isi terbagi menjadi dua macam, yaitu validitas muka

dan validitas logic. Validitas muka diperoleh apabila suatu instrumen mengukur trait yang relevan,

artinya butir-butir tes/skala tersebut tidak menyimpang dari tujuan dilakukannya pengukuran.
Validitas logik atau validitas sampling mencakup definisi yang cermat dari domain perilaku yang akan

diukur dengan tes/skala dan desain logis dari item/butir instrumen untuk mencakup keseluruhan

kawasan domain yang diukur.

Validitas konstruk adalah tipe validitas yang ditunjukkan dengan sejauhmana tes/skala mengungkap

suatu trait atau konstruk teoretik yang hendak diukurnya.[15] Untuk memperoleh validitas konstruk

harus didahului analisis teoretik terhadap atribut yang hendak digali informasinya.

Validitas berdasarkan kriteria adalah validitas yang diperoleh dengan jalan mengkorelasikan skor tes

dengan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang dimaksudkan di sini adalah variabel perilaku yang akan

dipresiksikan atau ukuran lain yang relevan. Berdasarkan pengertian ini prosedur validasi yang

dipergunakan ada dua macam yaitu dengan cara mengkorelasikan skor tes/sekala dengan skor

tes/sekala lain yang relevan yang datanya bisa diperoleh secara bersamaan, biasa disebut concurrent

validity, dan mengkorelasikan skor tes/sekala dengan skor tes/sekala yang diprediksikan pada waktu

yang akan datang yang biasa disebut dengan prediktive validity.

Validitas prediktif instrumen merupakan salah satu tipe validitas yang penting dalam suatu sistem

seleksi. Suatu instrumen yang baik dapat dengan cermat memprediksikan performansi calon

siswa/mahasiswa di kemudian hari. Tinggi rendahnya validitas prediktif instrumen diwujudkan dalam

suatu indeks validitas prediktif yang tingginya berkisar antara 0,0 sampai dengan 1,0.

Ada beberapa faktor yang mempengerahui tinggi rendahnya indeks validitas prediktif dalam suatu

sistem seleksi. Di antaranya adalah akibat terjadinya (1) restriksi sebaran, dan (2) rendahnya indeks

reliabilitas instrumen prediktor maupun kreteriumnya.

Restriksi sebaran adalah terjadinya penyempitan distribusi skor yang diakibatkan oleh semakin

sedikitnya anggota populasi yang diamati. Hal ini disebabkan karena tidak semua peserta yang

terlibat dalam suatu sistem seleksi diterima. Akibatnya populasi menjadi lebih homogen (varians skor

menjadi kecil). Akibat selanjutnya indeks validitas predektif menjadi rendah.

Tinggi rendahnya indeks validitas prediktif juga dipengaruhi oleh rendahnya indeks kehandalan

instrumen baik pada variabel prediktor maupun kriterium. Suatu instrumen sesungguhnya mempunyai

indeks validitas yang lebih tinggi dari pada validitas murni yang diperoleh pada keadaan indeks

kehandalan salah satu atau kedua instrumen (prediktor dan atau kriterium) rendah.

DAFTAR PUSTAKA
Sukiman, S. Ag., M. Pd. 2008.Pengembangan sistem Evaluasi PAI. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

Prof. H. M. Sukardi, MS., Ph.d. 2009. Evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Drs. M. Ngalim Purwanto,M. P. 2008. Prinsip – Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Prof. Dr. Anas Sudijono. 2006. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

eprints.uny.ac.id/874/2/Bab_2.rtf

http://intranet,cps.k12.ibus/Assessment/Ideas and Rubric/Why We Need Reliable and Valid

Assessment.html

[1] Nurgiyantoro. Dkk. 2005.

[2] Arikunto. 1977.

[3] Sukiman. 2008.

[4] Arikunto. 1997.

[5] Sudjiono. 1996, Arikunto. 1997.

[6] Sukiman. 2008.

[7] Sukiman.2008.

[8] Azwar. 1997.

[9] Freidenberg, 1995: 11.

[10] Azwar, 2000:4; Sugiyono, 1997:267.

[11] Larson dan Yokom, 1951: 191.

[12] Freidenberg, 1995: 193-204; Allen and Yen, 1970: 78-88; Azwar, 2000: 68-98; Naga, 1992: 134-

152.

[13] diambil dari http://intranet,cps.k12.ibus/Assessment/Ideas and Rubric/Why We Need Reliable and

Valid Assessment.html.

[14] Allen and Yen, 1979:95; Freidenberg, 1995:220-221.

[15] Allen and Yen, 1979: 108.


Advertisements
Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan
mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan
hasil ukut yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.
Validitas adalah aspek kecermatan pengukutan. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu
mengungkapkan data dengan tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat
mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu mampu memberikan gambaran
mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subyek yang satu dengan yang lain.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, pengertian validitas sangat erat berkaitan dengan
masalah tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku secara umum untuk semua
tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan
spesifik. Dengan demikian, jelaslah mengapa suatu alat ukur yang dikatakan sebagai valid guna
pengambilan suatu keputusan dapat saja sangat tidak berguna dalam pengambilan keputusan lain dan
bagi kelompok subyek yang lain. Validitas instrumen menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran
menggambarkan segi atau aspek yang diukur.
Beberapa karakteristik dari validitas:
a. Validitas sebenarnya menunjuk kepada hasil dari penggunaan instrumen tersebut bukan pada
instrumennya. Suatu instrumen dikatakan valid atau memiliki validitas bila instrumen tersebut benar-
benar mengukut aspek atau segi yang akan diukur.
b. Validitas menunjukkan suatu derajat atau tingkatan, validitasnya tinggi, sedang atau rendah, bukan
valid atau tidak valid.
c. Validitas instrumen juga memilii spesifikasi tidak berlaku umum. Suatu tes matematika menunjukkan
validitas tinggi untuk menghitung keterampilan menghitung, tetapi hanya sedang dalam mengukur
kemampuan berpikir matematis, bahkan rendah dalam memprediksi keberhasilan dalam matematika
untuk yang akan datang.
Scarvia B. Anderson (dalam Arikutno, 2009: 64) menyebutkan: “A test is valid if measures what it
purpose to measue” yang artinya Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur. Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal
yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas
empiris (empirical validity).Dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokkan validitas tes.
a. Macam-macam Validitas
Secara garus besar, ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris.berikut ini
penjelasannya.

1) Validitas Logis
Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis” berasal dari kata “logika”, yang berarti penalaran.
Dengan makna demikian, maka validitas logis untuk sebuah instrumen menunjuk pada kondisi bagi
sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen,
secara logis sudah valid. Dari penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa validitas logis dapat
dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa validitas logis tidak perlu diuji kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut
selelsai disusun.
Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen, yaitu: validitas isi dan validitas
konstrak (construct validity). Validitas isi bagi sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah
instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi, dan validitas konstrak sebuah
instrumen menunuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan konstrak – aspek-aspek
kejiwaan – yang seharusnya dievaluasi.
2) Validitas Empiris
Istilah “validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya “pengalaman”. Sebuah instrumen dapat
dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Mendasarkan pada hal
tersebut dapat diketahui baha validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun
instrumen berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui
pengalaman. Ada dua macam validitas empiris, yakni concurrent validity dan predictive validity.
Dari dua validitas diatas ada dua jenis validitas, yakni validitas logis yang ada dua macam, dan
validitas empiris, yang juga ada dua macam, maka secara keseluruhan kita mengenal adanya empat
validitas, yaitu:
a) Validitas isi (content validity), berkenaan dengan isi dan format dari instrumen. Apakah instrumen
tepat mengukur hal yang ingin diukur.
b) Validitas konstruk (construct validity), berkenaan dengan konstruk atau struktur dan karakteristik
psikologis aspek yang akan diukur dengan instrumen. Validitas tes dikatakan memiliki validitas konstruksi
apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir.
c) Validitas “ada sekarang” (concurrent validity), yang dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes
dikatakan memiliki validitas empiris, jika hasilnya sesuai dengan pengalaman.
d) Validitas prediksi (predictive validity). Memprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai
hal yang akan datang, jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau
validitas ramalan, apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa
yang akan datang.
2. Reliabilitas
a. Pengertian Reliabilitas
Sejalan dengan uraian di atas, Suryabrata (2000:29) menyatakan bahwa reliabilitas alat ukur
menunjuk pada sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan alat tersebut dapat dipercaya. Hal
ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh para subyek yang diukur dengan alat
ukur yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai
taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian
reliabilitas tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes, atau seandainya hasilnya berubah-
ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil pengukuran. Suatu instrumen
memiliki tingkat reliabilitas yang memadai, bila instrumen tersebut digunakan mengukur aspek yang
diukur beberapa hali hasilnya sama atau relatif sama. Minilai ada metode untuk menguji reliabilitas
suatu instrumen, pertama metode Tes – Retes, dan kedua metode Paruh. Dalam metode Tes – Retes
pengujian (uji coba) dilakukan dua atau tiga kali terhadap sampel yang sama. Hasilnya dihitung dengan
uji korelasimenggunakan rumus Product Moment dari Pearson. Bila korelasi atau r-nya signifikan, maka
instrumen tersebut memiliki reliabilitas yang memadai dan bisa digunakan untk pengukuran
selanjutanya. Dalam metode Paruh, pengukuran uji coba hanya dilakukan satu kali, skor dari nomor-
nomro butir pertanyaan (soal) ganjil dikorelasikan dengan skor tes dari butir-butir soal genap.
Penafsirannya sama dengan Tes – Retes.
Sehubungan dengan reliaibilitas ini, Scarvia B. Anderson (dalam Arikunto, Suharsimi 2009: 87)
menyatakan bahwa persyartan bagi tes, yaitu validitas dan reliabilitas ini penting. Dalam hal ini validitas
lebih penting dak reliabilitas ini perlu, karena menyokong terbentuknya validita. Sebuah tes mungkin
reliabel tetapi tidak valid, sebaliknya sebuah tes yang valid biasanya reliabel.
Estimasi reliabilitas tes psikologis ᄃ dapat dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan,
yaitu : (1) pendekatan tes ulang (retes), (2) pendekatan dengan tes paralel, dan (3) pendekatan satu kali
pengukuran yang disebut teknik belah dua.
a. Pendekatan Tes Ulang (Retes)
Pendekatan ini dilakukan dengan cara satu perangkat tes psikologis diberikan kepada sekelompok
subyek dua kali, dengan selang waktu tertentu, misalnya tiga minggu. Situasi testing pertama dengan
testing kedua harus betul-betul sama, untuk menghindari adanya pengaruh faktor lain. Reliabilitas tes
dicari dengan menghitung korelasi skor testing pertama dengan skor testing kedua, jadi rt-1=rt-2.
Secara teoritik, pendekatan ini nampaknya baik, namun di dalam praktik banyak mengalami
kelemahan, seperti kondisi subyek pada testing kedua tidak lagi sama dengan kondisi subyek pada
testing pertama karena terjadi proses belajar ᄃ dalam selang waktu testing pertama dengan testing
kedua, kemungkinan lain adalah adanya perubahan pengalaman, motivasi, dan sebagainya.
b. Pendekatan dengan Tes Paralel
Pendekatan ini dilakukan dengan cara membuat tes paralel yaitu tes A dan tes B (keduanya
dirancang ᄃ bentuk paralel). Kedua tes tersebut diberikan kepada sekelompok subyek, lalu hasilnya
dikorelasikan, jadi rt-A = rt-B. Suatu tes dinyatakan reliabel bila diperoleh koefisien korelasi yang
signifikan antara skor hasil tes A dengan skor hasil tes. Kelemahan reliabilitas ini terletak pada sulitnya
membuat dua tes yang paralel.
c. Pendekatan Satu Kali Pengukuran
Pendekatan satu kali pengukuran disebut pendekatan belah dua, yaitu seperangkat tes diberikan
kepada sekelompok subyek satu kali, lalu skor tes tesebut dibelah menjadi dua bagian, misalnya belahan
ganjil genap artinya skor tes bernomor ganjil dijadikan belahan pertama, dan skor tes bernomor genap
menjadi belahan kedua. Koefisien reliabilitas ditunjukkan pada signifikansi korelasi dua belahan skor tes
bernomor ganjil dan skor tes bernomor genap, setelah koefisien korelasi tersebut dikoreksi dengan
rumus Spearman Brown.
Berbagai teknik estimasi reliabilitas
1) Teknik Belah Dua
suatu tes diberikan kepada sekelompok subjek satu kali. lalu skor perolehan dibelah menjadi dua bagian
yang setara. cara untuk membuat agar kedua bagian itu setara biasanya soal-soal yang bernomor gasal
dijadikan satu kelompok, dan yang bernomor genap dijadikan kelompok yang lain. estimasi realibilitas
dicari dengan menghitung korelasi skor pada belahan pertama dengan skor pada belahan kedua.
spearman dan Brown mengusulkan rumus
2) Rumus Rulon
rumus rulon digunakan jika kedua belahan tes itu tidak setara sehingga tidak dapat melakukan estimasi
realibilitas dengan menggunakan teknik belah dua.
3) Rumus Flanagan
flanagan menganggap bahwa varian-varian pada perangkat-perangkat belahan tes yang merupakan
varian kekeliruan pengukuran.
4) Teknik Kr 20
kuder dan richardso (1973) mengajukan rumus-rumus yang kemudian populer dengan nama KR 20 dan
KR 21.
5) Teknik Kr 21
Rumus KR 21 hanya sedikit berbeda dari rumus KR 20
6) Teknik analisis Varian
7) koefisien alpha

Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adalanya (objektivitas hasil
penilaian) sangat bergantung pada kualitas alat penilaiannya, selain pada cara pelaksanaannya. Suatu
alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik apabila alat tersebut memiliki atau memenuhi
dua hal, yakni ketepatannya atau validitasnya dan ketetapan atau keajegannya atau reliabilitasnya.
Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul
menilai apa yang seharusnya dinilai. Validitas tidak berlaku universal sebab bergantung pada situasi dan
tujuan penilaian. Validitas mencakup dua syarat penting, yaitu harus mengetahui objek yang akan diukur
dan mengetahui satuan ukuran yang tepat untuk objek tersebut. Contohnya adalah aspek berbicara yaitu
kemampuan menceritakan pengalaman liburan siswa, maka yang diukur adalah bahasa yang digunakan
siswa untuk bercerita, keruntutan cerita siswa dalam bercerita, ukuran keras nyaringnya siswa dalam
bercerita, kelancaran siswa dalam bercerita, dan ekspresi siswa dalam bercerita. Jika aspek berbicara itu
yang dinilai adalah nilai kehidupan dari cerita yang diceritakan, maka penilaian itu tidak valid.
Ada empat jenis validitas yang sering digunakan, yakni validitas isi, validitas bangun pengertian,
validitas ramalan, dan validitas kesamaan. Berikut akan dijelaskan satu persatu mengenai empat jenis
validitas:
11. Validitas isi
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi seharusnya,
artinya tes tersebut mampu mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya
tes hasil belajar bidang studi IPS harus bisa mengungkapkan isi bidang studi tersebut. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara menyusun tes yang bersumber dari kurikulum bidang studi yang hendak diukur.
Penilaian ini dilakukan dengan cara mengambil sebagian materi dalam bentuk tes. Sampel harus
dapat mencerminkan materi yang terkandung dalam seluruh materi bidang studi selama satu semester.
Cara yang ditempuh dalam menetapkan sampel tes adalah memilih konsep-konsep materi yang esensial.
Dari setiap konsep dikembangkan beberapa pertanyaan tes. Di sinilah pentingnya peranan kisi-kisi
sebagai alat untuk memenuhi validitas isi. Dalam hal tertentu untuk tes yang telah disusun sesuai dengan
kurikulum (materi dan tujuannya) agar memenuhi validitas isi, dapat pula dimintakan bantuan ahli
bidang studi untuk menelaah apakah konsep materi yang diajukan telah memadai atau tidak sebagai
sampel tes. Dengan demikian validitas isi tidak memerlukan uji coba dan analisis statistik atau dinyatakan
dalam bentuk angka-angka.
Contoh dari validitas isi adalah penulisan soal-soal untuk ujian akhir semester 1 Bahasa
Indonesia pada kelas X. Penulisan soal-soal tersebut harus sesuai dengan konsep-konsep materi yang
terdapat pada buku teks pelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Cara
menulis soal-soal tersebut dilakukan dengan mengambil sampel-sampel dari seluruh bab yang ada dalam
buku teks pelajaran.
22. Validitas konstruk
Validitas konstruk adalah kesanggupan alat penilaian untuk mengukur kemampuan siswa dalam
menguasai materi yang diukurnya. Kemampuan siswa yang termasuk konsep kemampuan, minat, sikap
dalam berbagai bidang kajian. Konsep-konsep tersebut masih abstrak sehingga memerlukan penjabaran
yang lebih spesifik agar mudah diukur. Ini berarti setiap konsep harus dikembangkan indikator-
indikatornya. Menetapkan indikator suatu konsep dapat dilakukan dengan dua cara, yakni (a)
menggunakan pemahaman atau logika berpikir atas dasar teori pengetahuan ilmiah dan (b)
menggunakan pengalaman empiris, yakni apa yang terjadi dalam kehidupan nyata. Contoh: Konsep
mengenai “wawancara” dilihat dari pengalamannya, indikator empirisnya adalah:
- Menyiapkan alat-alat untuk wawancara (buku tulis dan alat tulis/ kaset rekaman/ video rekaman),
- Memilih seseorang yang dapat diwawancarai,
- Membuat pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan, dan
- Melakukan wawancara tersebut.
Berikut adalah contoh lain dari konsep wawancara jika dilihat dari indikator yang teoritis:
- Menentukan topik yang akan dijadikan bahan wawancara,
- Menentukan narasumber yang akan diwawancarai,
- Menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan secara runtut,
- Menyiapkan alat wawancara,
- Melakukan wawancara tersebut dengan narasumber,
- Melaporkan hasil wawancara di selembar kertas dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar secara
runtut.
Apabila hasil tes menunjukkan indikator-indikator yang berhubungan secara positif satu sama lain, maka
ukuran tersebut tidak memenuhi validitas konstruk.
Contoh lain adalah ketika guru akan menilai aspek menyimak, maka konstruknya adalah soal-soal
yang berhubungan dengan menyimak, seperti pertanyaan yang mendeskripsikan atau menjelaskan poin-
poin yang disimak. Jika menggunakan soal-soal objektif, maka penilaian tersebut tidak valid karna aspek
menyimak tidak bisa dinilai menggunakan soal objektif.
33. Validitas ramalan
Dalam validitas ini yang diutamakan bukan isi tes, melainkan kriterianya, apakah alat penilaian
tersebut dapat digunakan untuk meramalkan suatu ciri, perilaku tertentu, atau kriteria tertentu yang
diinginkan. Misalnya alat penilaian motivasi belajar, apakah dapat digunakan untuk meramal prestasi
belajar yang dicapai. Artinya, terdapat hubungan yang positif antara motivasi dengan prestasi. Motivasi
dapat digunakan untuk meramal prestasi bila skor-skor yang diperoleh dari ukuran motivasi berkorelasi
positif dengan skor prestasi.
Validitas mengandung ciri adanya relevansi dan keajegan atau ketetapan. Validitas ramalan ini
mengandung dua makna: validitas jangka pendek dan validitas jangka panjang. Validitas jangka pendek
berarti daya ramal alat penilaian tersebut hanya untuk masa yang tidak lama. Artinya, skor tersebut
berkorelasi pada waktu yang sama. Sedangkan validitas jangka pajang mengandung makna skor tersebut
akan berkorelasi dalam waktu ke depan. Agar korelasi tersebut ada, maka perlu dijelaskan hubungan
antara konsep dan variabel berdasarkan pengetahuan ilmiah. Selain itu, skor yang dikorelasikan harus
memenuhi linieritas.
44. Validitas kriteria
Validitas kriteria suatu tes artinya membuat tes yang memiliki kriteria yang sama dengan tes
sejenis yang telah ada (standar tes). Kriteria tersebut mencakup objek yang diukur serta waktu yang
dibutuhkan. Apabila hasil tes tersebut menunjukkan korelasi yang tinggi dengan standarnya, maka tes
tersebut dapat dikatakan valid. Contohnya adalah soal-soal try out ujian akhir sekolah dibakukan sesuai
dengan standar tes ujian akhir sekolah. Penulisan soalnya berdasarkan soal-soal ujian akhir sekolah
tahun sebelumnya juga menambahkan beberapa soal baru yang diprediksi akan keluar. Melalui beberapa
kali uji coba akan dianalisis tingkat kesuakaran dan daya pembedanya di samping diuji validitas dan
reliabilitasnya. Berdasarkan uji coba tersebut, soal-soal akan diperbaiki dan disempurnakan sehingga
menghasilkan tes yang mendekati standarnya.
Reliabilitas penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat penilaian dalam menilai yang dinilai.
Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Tes hasil
belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang
berlainan waktunya terhadap siswa yang sama. Indeks reliabilitas alat penilaian dapat dicari dengan
mengorelasikan skor-skor yang diperoleh dari hasil penilaian yang berulang-ulang pada waktu yang
berbeda atau dengan kelompok pertanyaan yang sepadan. Berikut berbagai macam prosedur dalam
melakukan reliabilitas penilaian:
11. Reliabilitas remidial
Reliabilitas remidial (tes ulang/ retest) adalah penggunaan alat penilaian terhadap subjek yang
sama, dilakukan dua kali dalam waktu yang berlainan. Jarak waktu antara tes pertama dengan tes kedua
sebaiknya tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh. Jika terlalu dekat, hasilnya banyak dipengaruhi oleh
ingatan siswa tentang jawaban yang diberikan pada pengukuran yang pertama. Jika terlalu jauh, bisa
terjadi adanya perubahan pengetahuan dan pengalaman siswa sehingga mempengaruhi reliabilitasnya.
Contohnya adalah penilaian membaca cepat artikel biografi Presiden Susilo Bambang Yudoyono
selama 200 detik pada pertemuan minggu pertama. Penilaian ini menggunakan intrumen pertanyaan-
pertanyaan berdasarkan poin-poin penting yang terdapat dalam artikel biografi tersebut. Pada
pertemuan minggu kedua, guru dapat memberikan instrumen yang sama untuk menilai reliabilitas
membaca cepat siswa. Jika hasilnya relatif sama, maka alat penilaian tersebut ajeg (reliabel). Jika tidak,
maka terjadi kesalahan dalam alat penelitiannya.
22. Reliabilitas pecahan setara
Mengukur bentuk pecahan setara tidak dilakukan dengan pengulangan kepada subjek yang
sama, tetapi menggunakan hasil dari bentuk tes yang sebanding atau setara yang diberikan kepada
subjek yang sama pada waktu yang sama pula. Dengan demikian, diperlukan dua perangkat tes yang
disusun agar memiliki derajat yang setara baik dari segi isi, tingkat kesukaran, abilitas yang diukur, jumlah
pertanyaan, bentuk pertanyaan, maupun segi teknis lainnya. Yang berbeda hanyalah pertanyaannya.
Contoh dari penilaian reliabilitas pecahan setara adalah penilaian dalam aspek menyimak, yaitu
menyimak cerita rakyat dari Maluku dan Aceh. Pada sesi pertama, guru memberikan tugas pada siswa
untuk menyimak cerita rakyat Maluku, kemudian guru memberikan instrumen pertanyaan yang
mencakup unsur intrinsik dan eksrinsik cerita rakyat. Begitu pula pada sesi kedua dimana guru
menugaskan siswa untuk menyimak cerita rakyat dari Aceh. Setelah menyimak, siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang mencakup unsur intrinsik dan ekstrinsik cerita rakyat. Bila penyusunan
kesetaraan tes dapat dicapai seoptimal mungkin, maka reliabilitasnya terpeunhi dengan baik.
33. Reliabilitas belah dua
Reliabilitas belah dua ini mirip dengan reliabilitas pecahan setara, terutama dalam
pelaksanannya. Dalam prosedur tes ini diberikan kepada kelompok subjek cukup sekali. Prosedur ini
digunakan apabila tes mengandung atau terdiri dari banyak item yang realtif sukar, materi yang duji
cukup komperehensif sehingga memungkinkan penyusunan dua soal untuk satu permasalahan yang
sama.
Contoh dari penilaian reliabilias belah dua adalah penilaian dalam aspek menulis yaitu majas.
Guru memberikan instrumen pertanyaan kepada siswa sebanyak 30 pertanyaan mengenai berbagai
macam majas yang terdapat dalam Bahasa Indonesia. Setelah selesai dikerjakan, guru membagi
pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi dua bagian yang sebanding. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
dapat dibagi dengn cara membedakan soal ganjil dan genap. Kemudian guru menilai pertanyaan-
pertanyaan tersebut pada kelompok ganjil dan genap. Nilai/ skor tersebut dikorelasikan untuk dicari
koefisien korelasinya. Jika ada korelasinya, maka intrumen tersebut dinilai reliabel.
44. Reliabilitas persamaan rasional
Reliabilitas persamaan rasional ini dilakukan dengan cara menghubungkan setiap butir dalam
satu tes dengan butir-butir lainnya.

Reliabilitas Instrumen Tes Uraian


Menilai realibilitas soa tes uraian tidak hanya dengan menentukan “benar” atau “salah” seperti tes
objektif. Butir soal uraian menghendaki gradualisasi penilaian, hal ini dilakukan bobot penilaian setiap
butir soal tidak sama.

Dalam melakukan analisis menentukan tingkat realibitas tes uraian secara keseluruhan juga dilakukan
analisis tiap butir soal, rumus yang digunakan:

Keterangan:

Sedangkan, untuk mencari nilai varians (item maupun total) dapat menggunakan persamaan berikut ini:

Reliabilitas Instrumen Afektif


Menilai realibilitas soal tes afektif
dapat dilkukan dengan cara yang
sama dengan menentukan
reliabilitas tes uraian, dengan
persamaan:
Jika pada tes uraian n adalah jumlah subjek yang memberikan jawaban, maka pada tes
afektif n adalah jumlah belahan. Jadi dalam menganalisis tes afektif, maka salah satu cara adalah
mengelompokkan tanggapan (sikap) subjek. Misalkan 30 nomor skala sikap, jumlah belahan ada
3 maka tiap belahan memiliki 10 nomor, kemudian skor masing-masing nomor dijumlahkan pada
tiap belahan.

Nilai hasil analisis validitas kemudian dicocokkan dengan kriteria reliabilitas, berikut ini kriteria
validitas yang dikemukakan oleh Gerson, dkk.

Koefisien validitas Kriteria


>= 0,80 Relibilitas Tinggi
0,40 - < 0,80 Relibilitas Sedang
< 0,40 Relibilitas Rendah

REALIBILITAS TES OBJEKTIF DENGAN


FUNGSI CORREL
ISHAQ MADEAMIN ᄃ 14.34 ᄃ

Sebelumnya ada dua tulisan yang membahas tentang reliabilitas (baca: bagian 1 ᄃ danbagian 2 ᄃ),
pada tulisan kali ini kita akan membahas tentang cara menganalisis reliabilitas suatu instrumen, sebagai
contoh kasus kita mengambil contoh istrumen berupa tes objektif.

Cara analisis reliabilitas tes objektif dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: Teknik Belah Dua dan Teknik
Non Belah Dua, dengan kasus instrumen tes objektif maka salah satu rumus yang dapat digunakan
adalah Rumus (Formula) Spearman-Brown. Dengan rumus:

Jika reliabilitas bagiannya


telah ditemukan maka
langkah selanjutnya adalah menghitung nilai koefisien reliabilitasnya dengan rumus:

Keterangan:
n adalah banyaknya subjek
X1 adalah data belahan pertama
X2 adalah data belahan kedua
Dengan menggunakan rumus tersebut kita akan memperoleh Reliabilitas Tes Objektif, selain dengan
menggunakan rumus di atas juga dapat nilai yang sama (Reliabilitas) dengan menggunakan fungsi
CORREL dari Microsoft Excel.

A. Formula Spearman-Brown
Sebagai contoh, diperoleh hasil uji coba tes objektif yang ingin dianalisis reliabilitasnya (lihat gambar)

Selanjutnya dihitung
dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Dikelo
mpokkan jumlah
jawaban benar tiap skor yang diperoleh siswa dengan berdasarkan soal ganjil dan genap (lihat
gambar di bawah ini)

Contoh: siswa 1
jumlah jawaban
benar dari soal
dengan nomor
ganjil =5 (nomor
1, 3, 7, 9, 11),
ganjil=6 (nomor
2, 4, 6, 8, 10, 12)
2. X1^2
(^: pangkat) atau
diperoleh X1^2=
5 x 5 = 25, dan seterusnya
3. X2^2 atau diperoleh X2^2= 6 x 6 = 36, dan seterusnya
4. X1X2 atau diperoleh X1 x X2= 5 x 6 = 30
5. Selanjutnya jumlah semua skor menurut kolom (lihat baris Jum.)
6. Skor yang diperoleh selanjutnya dimasukkan pada rumus Formula Spearman-Brown,
lihat gambar di
bawah ini
diperoleh hasil =
0,42
0,42 merupakan koefisien reliabilitas setengah dari bagian tes tersebut.
7. Untuk menghitung koefisien reliabitas semuanya dihitung dengan rumus:

Nilai 0,59 merupakan nilai


koefisien reliabilitas, nilai
inilah yang kemudian
dikonsultasikan pada
kriteria reliabilitas
instrumen:

Jadi nilai koefisien reliabilitas 0,59 termasuk pada


reliabilitas sedang, artinya instrumen yang digunakan
masih perlu diperbaiki.
8. Selesai.
B. Fungsi CORREL
Selanjutnya data-data di atas kita uji kembali reliabilitasnya dengan menggunakan fungsi CORREL dengan
menggunakan Microsoft Excel, yang prosedur pengujiannya lebih efisien, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Dikelompokkan jumlah jawaban benar tiap skor yang diperoleh siswa dengan
berdasarkan soal ganjil dan genap (lihat gambar di bawah ini)

2. Pada salah satu cell


kosong di Microsoft Excel
masukkan fungsi CORREL,
dengan format:
=CORREL(Array1;Array2)
Keterangan:
Array1: range dari soal ganjil
(X1)
Array2: range dari soal genap
(X2)
Sehingga bentuk persamaannya dengan excel: =CORREL(B3:B12;C3:C12) [silahkan sesuaikan
dengan cell di excel Anda]
3. Diperoleh hasil = 0,42 (sama jika kita menggunakan Formula Spearman-Brown)
4. Selanjutnya ditentukan koefisien reliabitas dengan menggunakan rumus kedua
Spearman-Brown, dan pasti hasilnya =0,59
5. Selesai.
Kesimpulan bahwa rumus Spearman-Brown untuk menentukan reliabilitas sebuah tes objektif sama
dengan fungsi CORREL pada Microsoft Excel, tentunya bahwa Microsoft Excel memberikan kemudahan
dalam menganalisis, hal ini bisa dilihat dari proses analisis yang dilakukan.
Penilaian pendidikan adalah proses untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja
peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta
didik dan efektivitas proses pembelajaran.

Fokus penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar
kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa
Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD).
Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar
Kompetensi Lulusan (SKL).

Prinsip penilaian mengacu pada standar penilaian pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah,
salah satunya yang paling utama adalah sahih dan reliabel. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data
yang mencerminkan kemampuan yang diukur. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan perlu disusun
melalui prosedur sebagaimana dijelaskan dalam panduan agar memiliki bukti kesahihan dan keandalan.

Pada umumnya penyusun tes (baca: guru) dalam menyusun sebuah tes atau instrumen untuk
mengukur keberhasilan proses belajar siswa kurang memperhatikan prosedur penyusunan yang benar,
sehingga sering dijumpai alat ukur itu validitas dan reliabilitasnya kurang dapat dipertanggungjawabkan.

Ada beberapa alasan mengapa penyusun tes sebagai alat ukur kompetensi siswa sering tidak
mengikuti prosedur yang baik. Pertama, kurun waktu untuk menyusun tes relatif singkat, padahal tes itu
harus segera digunakan. Sebenarnya perlu waktu yang cukup lama untuk bisa menghasilkan tes yang
baik. Kedua, kompetensi guru untuk mampu menyusun tes yang baik masih dirasa terbatas.
Keterbatasan kompetensi ini mungkin lebih disebabkan kurangnya referensi yang dapat digunakan oleh
guru dalam mengembangkan tes yang baik. Ketiga, kurangnya pengalaman untuk menyusun tes.
Pengalaman merupakan ‘guru’ yang paling baik. Dengan pengalamannya, guru akan banyak belajar
bagaimana menyusun tes yang mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986).Suatu skala atau instrumen pengukur
dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran.

Validitas tes biasa juga disebut sebagai kesahihan suatu tes adalah mengacu pada kemampuan
suatu tes untuk mengukur karakteristik atau dimensi yang dimaksudkan untuk diukur. Sedangkan
reliabilitas atau biasa juga disebut sebagai kehandalan suatu tes mengacu pada derajat suatu tes yang
mampu mengukur berbagai atribut secara konsisten (Brennan, 2006). Konstruksi tes yang baik harus
memenuhi kedua syarat tersebut, sehingga tes itu mampu memberikan gambaran yang sebenarnya
terhadap kondisi testee(siswa) yang diuji.

Sifat valid diperlihatkan oleh tingginya validitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak
valid akan memberikan informasi yang keliru mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes
itu. Apabila informasi yang keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan, maka keputusan itu tentu bukan merupakan suatu
keputusan yang tepat.

Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak
ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya
merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti
dinyatakan dalam "alat ukur ini valid" adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh
keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok
subjek yang mana? Istilah validitas ternyata memiliki keragaman kategori. Ebel (dalam Nazir 1988)
membagi validitas menjadi concurrent validity, construct validity, face validity, factorial validity, empirical
validity, intrinsic validity, predictive validity, content validity, dan curricular validity.

 Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.

( Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh
suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan
kinerja yang baik dalam pengukuran.

( Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan
terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.

 Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang yang
bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh
dengan menggunakan teknik analisis faktor.

 Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria.
Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh
pengukuran.

 Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh
bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur.

 Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan
kinerja seseorang di masa mendatang.

 Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.

 Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai
seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek
sesuai dengan tujuan instruksional.

Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas
isi), construct validity (validitas konstruk), dancriterion-related validity (validitas berdasar kriteria).
Semua jenis kesahihan harus diperhatikan untuk semua jenis tes, hanya penekanan yang berbeda. Tes
psikologi menekankan pada konstruksi tes, tes pencapaian belajar menekankan pada kesahihan isi,
sedangkan tes seleksi menekankan pada kesahihan kriteria, terutama pada kesahihan prediktif.

Pada pembahasan ini, akan dititik beratkan pada validitas ini, karena akan berbicara tentang tes
hasil belajar. Validitas isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian terhadap isi alat
ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana
item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat
ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.

Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur
tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak
keluar dari batasan tujuan ukur.

Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula
item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat
ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.

Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak
tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan
komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang
akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.

Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas
muka) dan logical validity (validitas logis). Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe
validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi
alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan
validitas muka telah terpenuhi.

Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan
validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan
kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki
sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur pengungkap kepribadian
(asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan validitasnya yang kuat.

Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling
validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek
yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang
sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat
ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus
dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang
jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari
objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan. Validitas logis
memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan
memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi.
Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai lambang y maka
koefisien antara tes dan kriteria itu adalah rxyinilah yang digunakan untuk menyatakan tinggi-rendahnya
validitas suatu alat ukur.

Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar (dalam arti
kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh skor pada
instrumen pengukur yang bersangkutan.

Koefisien validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai harga yang positif.
Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu tes semakin valid hasil ukurnya, namun dalam
kenyataanya suatu koefisien validitas tidak akan pernah mencapai angka maksimal atau mendekati angka
1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah lebih sulit untuk dicapai daripada koefisien
reliabilitas. Tidak semua pendekatan dan estimasi terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu
koefisien. Koefisien validitas diperoleh hanya dari komputasi statistika secara empiris antara skor tes
dengan skor kriteria yang besarnya disimbolkan oleh rxy tersebut. Pada pendekatan-pendekatan tertentu
tidak dihasilkan suatu koefisien akan tetapi diperoleh indikasi validitas yang lain.

Menurut Suryabrata (2000), bahwa untuk mengetahui validitas isi dari sebuah instrumen dapat
digunakan validasi dari pendapat ahli (profesional judgment). Koefisien validasi isi dapat dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif oleh beberapa orang pakar (Gregory, 2000 dalam Koyan, 2002). Untuk
menetukan koefisien validitas isi, hasil penilaian dari kedua pakar dimasukkan ke dalam tabulasi silang 2
X 2 yang terdiri dari kolom A, B, C, dan D. Kolom A adalah sel yang menunjukkan ketidaksetujuan kedua
penilai. Kolom B dan C adalah sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara penilai pertama dan
kedua (penilai pertama setuju penilai kedua tidak setuju, atau sebaliknya). Kolom D adalah sel yang
menunjukkan persetujuan antara kedua penilai. Validitas isi adalah banyaknya butir soal pada kolom D
dibagi dengan banyaknya butir soal kolom A + B + C + D.

Setelah butir soal divalidasi oleh dua penilai, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
perhitungan menurut Gregory seperti pada tabel berikut.

Tabel Matrik Uji Gregory

Judges Judges I

Penilaian Judges Kurang Relevan Sangat Relevan

Judges II Kurang Relevan A (- - ) B (+ -)

Sangat Relevan C (- +) D (+ +)

Dari tabel di atas dapat dicari validitas konten ( Content Validity) dengan menggunakan rumus
Gregory :

VC =

Keterangan : VC = Validitas Konten


D = Kedua Judges setuju

A. = Kedua Judges tidak setuju

B. = Judges I setuju, Judges II tidak setuju

C. = Judges I tidak setuju, Judges II setuju

Kriteria Validitas Konten :

a. 0,80 - 1,00 = Sangat tinggi

b. 0,60 - 0,79 = Tinggi

c. 0,40 - 0,59 = Sedang

d. 0,20 - 0,39 = Rendah

e. 0,00 - 0,19 = Sangat rendah

Sebagai dasar penilaian terhadap isi sebuah tes, maka berikut diuraikan kaidah penulisan soal.

Aspek Materi

1. Soal harus sesuai dengan Indikator.

2. Pengecoh berfungsi.

3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.

Aspek Konstruksi
1. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
2. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan
saja.
3. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
4. Pokok soal jangan mengandung pernyataan negatif ganda.
5. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
6. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
7. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, “Semua pilihan jawaban di atas salah”.
8. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan
besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologis waktunya.
9. Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan
berfungsi.
10. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal sebelumnya
Aspek Bahasa
1. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
2. Menggunakan bahasa yang komunikatif, sehingga mudah dimengerti.
3. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat.
4. Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan
pengertian.
Dalam hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal tidaklah mudah untuk dapat
dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan sosial mengandung lebih banyak sumber kesalahan
(error) daripada pengukuran aspek fisik. Kita tidak pernah dapat yakin bahwa validitas instrinsik telah
terpenuhi dikarenakan kita tidak dapat membuktikannya secara empiris dengan langsung.
Pengertian validitas alat ukur tidaklah berlaku umum untuk semua tujuan ukur. Suatu alat ukur
menghasilkan ukuran yang valid hanya bagi satu tujuan ukur tertentu saja. Tidak ada alat ukur yang
dapat menghasilkan ukuran yang valid bagi berbagai tujuan ukur. Oleh karena itu, pernyataan seperti
"alat ukur ini valid" belumlah lengkap apabila tidak diikuti oleh keterangan yang menunjukkan kepada
tujuannya, yaitu valid untuk apa dan valid bagi siapa. Itulah yang ditekankan oleh Cronbach (dalam
Azwar 1986) bahwa dalam proses validasi sebenarnya kita tidak bertujuan untuk melakukan validasi alat
ukur akan tetapi melakukan validasi terhadap interpretasi data yang diperoleh oleh prosedur tertentu.

Dengan demikian, walaupun kita terbiasa melekatkan predikat valid bagi suatu alat ukur akan
tetapi hendaklah selalu kita pahami bahwa sebenarnya validitas menyangkut masalah hasil ukur bukan
masalah alat ukurnya sendiri. Sebutan validitas alat ukur hendaklah diartikan sebagi validitas hasil
pengukuran yang diperoleh oleh alat ukur tersebut.

Atas alasan tersebut di atas, maka uji validitas perlu dilakukan dengan uji coba langsung kepada
testee. Setelah uji empiric dilakukan, maka hasilnya dilakukan analisis butir meliputi uji validitas.

Validitas butir dicari dengan mengkorelasikan skor butir dengan skor total. Rumus yang
digunakan adalah korelasi produk moment dengan rumus :

Keterangan :

X = Skor butir

Y = Skor total

N = banyaknya responden (Arikunto, 2001:72)

Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan harga rxydengan harga tabel kritik
r product moment, dengan ketentuan rxy dikatakan valid apabila rxy › rtabel pada ts = 0,05. Namun
dalam analisi menggunakan program microsoft excel telah tersedia fungsi korelasi. Sehingga dalam uji ini
digunakan rumus korelasi pada program microsoft excel.
Reliabilitas

Suatu alat ukur dikatakan reliabel jika alat ukur tersebut menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi)
skor yang diperoleh oleh para subjek yang diukur dengan alat yang sama, atau diukur dengan alat yang
setara pada kondisi yang berbeda. Dalam artinya yang paling luas, realiabilitas alat ukur menunjuk
kepada sejauh mana perbedaan-perbedaan skor perolehan itu mencerminkan perbedaan-perbedaan
atribut yang sebenarnya.

Reliabilitas alat ukur yang juga menunjukkan derajat kekeliruan pengukuran tak dapat ditentukan
dengan pasti, malainkan hanya dapat diestimasi. Ada tiga pendekatan dalam mengestimasi relibilitas alat
ukur itu, yaitu:

1. Pendekatan tes ulang / Test-Retest Method: Suatu perangkat tes diberikan kepada
sekelompok subjek 2x, dengan selang waktu tertentu, misalkan 2 minggu. Reliabilitas tes dicari
dengan menghitung korelasi antara skor pada testing 1 dan skor pada testing 2. Pendekatan ini
secara teori baik, namun didalam praktek mengandung kelemahan, yaitu bahwa kondisi subjek
pada testing 2 tidak lagi sama dengan kondisi subjek pada testing 1, karena terjadinya proses
belajar, pengalaman, perubahan motivasi, dll. Oleh karena itu pendekatan ini sudah sangat
jarang dipakai. Pendekatan ini sangat sesuai kalau yang dijadikan objek pengukuran adalah
ketrampilan, terutama ketrampilan fisik.
2. Pendekatan dengan tes paralel / Parallel Form Method: Dua perangkat tes yang paralel,
misalnya perangkat A dan B diberikan kepada sekelompok subjek. Reliabilitas tes dicari dengan
menghitung korelasi antara skor pada perangkat A dan skor pada perangkat B. Keterbatasan
utama pendekatan ini terletak pada sulitnya menyusun 2 perangkat tes yang paralel. Pendekatan
inipun sudah jarang digunakan.
3. Pendekatan pengukuran satu kali / Single Trial Method: Seperangkat tes diberikan
kepada sekelompok subjek satu kali, lalu dengan cara tertentu dihitung estimasi reliabilitas tes
tersebut. Pendekatan pengukuran satu kali ini menghasilkan informasi mengenai keajegan
(konsistensi) internal alat ukur. Pendekatan pengukuran satu kali ini dapat menghindarkan diri
dari kesulitan yang timbul dari pendekatan dengan pengukuran ulang maupun pendekatan tes
paralel, oleh karena itu pendekatan ini banyak digunakan. Yang menggunakan pendekatan
pengukuran satu kali:
1. Spearman-Brown: Jumlah butir dibelah menjadi 2 dan dicari nilai rxx-nya. Jumlah butir dapat dibelah
kiri dan kanan, angka ganjil dan genap maupun dengan cara random / acak. Bila nilai rxx-nya > 0.8 maka
dianggap reliabel.
2. Rulon: Menghitung dengan melihat selisih belahan satu dengan belahan yang lain, bukan dilihat dari
belahannya. Bila nilai rxx-nya > 0.8 maka dianggap reliabel.

3. Alpha Cronbach: Alpha membagi jumlah butir dengan berapapun asal sama rata, tidak seperti
Spearman-Brown dan Rulon yang tidak dapat membagi dua angka ganjil menjadi sama rata seperti
misalnya angka 15, Alpha bisa membagi menjadi: 5, 5 dan 5. Bila nilai Alpha-nya > 0.8 maka dianggap
reliabel.
4. Anava Hoyt: Membagi jumlah butir sebesar jumlah butirnya, jadi dapat dibagi berapapun, tidak seperti
Alpha yang tidak dapat membagi jumlah butir yang nilainya imajiner, misalnya 19. Tapi Alpha akhirnya
mengeluarkan rumus baru yang dapat membagi jumlah butir sebesar jumlah butirnya juga. Dan Anava
Hoyt dan Alpha yang paling banyak digunakan dalam perhitungan reliabilitas sampai saat ini. Bila nilai rtt-
nya > 0.8 maka dianggap reliabel.

5. KR20: Kuder Richardson mengeluarkan rumus perbaikan tetapi KR20 juga jarang dipakai karena KR20
hanya dapat digunakan pada data dikotomi (pilihan ya dan tidak / 0 dan 1) tidak seperti diatas, yang bisa
menghitung data dikotomi dan kontinu. Bila nilai KR20-nya > 0.8 maka dianggap reliabel.

Tapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa suatu suatu alat tes bukan dilihat dari rtt-nya
tapi dilihat dari seberapa besar penyimpangan dari alat ukur tersebut (Standart Error Measurement /
SEM / SE). Semakin kecil nilai penyimpangannya maka alat ukur tersebut semakin baik.

Dengan adanya kemajuan teknologi dan adanya program-program komputer yang menangani
tentang statistik, kita tidak perlu lagi menghitung secara manual, kita bisa menggunakan program SPSS
atau menggunakan program SPS.

Reliabilitas menyangkut derajat konsistensi atau kesepakatan antara dua perangkat skor yang
diturunkan secara indipenden sehingga dapat diungkap dengan istilah koefisien korelasi. Dalam uji
empiric ini digunakan koefisien alfa hasil penurunan rumus yang dilakukan oleh Cronbach yakni

(Anastasi dan Urbina, 2006:110)

Dimana :

rtt adalah koefisien reliabilitas seluruh tes

n adalah jumlah soal dalam tes

adalah varian skor-skor total pada tes

adalah varian skor tes ke i

Pustaka
Brenan, Robert L. 2006. Educational Measurement. Washington: American Council on Education Praeger.
Djemari Mardapi. 2003. Konstruksi Tes dan Analisis Butir. Bahan lokakarya Metodologi Interaksi
Pembelajaran. Unpublished.

http://violetatniyamani.blogspot.com/2007/09/teori-validitas.html ᄃ
Kumaidi. 2008. Konstruksi Instrumen. Bahan Kuliah Pascasarjana UNY. Unpublished.

Fernandes, H.J.X. 1984, Testing and Measurenment. Jakarta : National Education Planning, Evaluation and
Curriculum Development

Koyan, I Wayan. 2004. Konsep Dasar dan Teknik Evaluasi Hasil Belajar. Singaraja : IKIP Negeri Singaraja

Anda mungkin juga menyukai