Anda di halaman 1dari 129

MODUL 1

KONSEP DASAR PENILAIAN DALAM


PEMBELAJARAN
A. KEGIATAN BELAJAR 1

Konsep Dasar Penilaian dalam


Pembelajaran
Drs. Adi Suryanto, M.Pd.

(f\ emahaman terhadap konsep dasar penilaian dalam


pembelajaran X merupakan syarat wajib bagi seorang guru agar ia
mampu menilai hasil belajar siswa dengan baik. Pemahaman konseptual
ini sangat diperlukan agar guru mempunyai dasar yang kuat dalam
menilai hasil belajar siswa.

Pada saat kita mendiskusikan permasalahan dalam penilaian


hasil belajar, biasanya kita akan menemukan beberapa istilah yang
sering digunakan. Beberapa istilah tersebut adalah tes, pengukuran,
asesmen, dan evaluasi. Kita juga sering menggunakan istilah penilaian
untuk menilai hasil belajar siswa. Penilaian sering digunakan dalam
konteks asesmen dan juga dalam konteks evaluasi. Nah, dalam Kegiatan
Belajar 1 modul ini, Anda akan kami ajak untuk lebih mendalami istilah-
istilah tersebut di atas.

Dalam bidang pendidikan terdapat dua pengertian penilaian hasil


belajar. Yang pertama, pengertian penilaian dalam arti asesmen, dan
yang kedua pengertian penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam
arti asesmen merupakan suatu proses pengumpulan informasi hasil
belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk menjelaskan
atau menganalisis unjuk kerja siswa dalam mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan oleh guru. Sedangkan penilaian dalam arti evaluasi
merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektivitas
pembelajaran yang melibatkan sejumlah komponen penentu
keberhasilan pembelajaran. Nah, dalam pembahasan mata kuliah ini, kami
mengacu pada pengertian penilaian hasil belajar dalam arti asesmen.

Untuk mempermudah pemahaman Anda dalam mempelajari modul


ini, pembahasan dibagi dalam dua Kegiatan Belajar. Kegiatan Belajar 1
akan membahas tentang: (1) pengertian dasar tes, pengukuran,
asesmen, dan evaluasi, (2) kedudukan tes, pengukuran, asesmen, dan
evaluasi, (3) prinsip-
prinsip penilaian, dan (4) adanya pergeseran paradigma penilaian
hasil belajar. Kegiatan Belajar 2 akan membahas jenis dan fungsi tes.

Jika Anda dapat memahami semua uraian dan contoh yang ada
dalam modul ini maka secara teoretis Anda akan memiliki konsep dasar
yang kuat tentang penilaian hasil belajar siswa. Secara lebih detail Anda
akan dapat:

1. menjelaskan pengertian tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi;


2. membedakan antara asesmen dan evaluasi;
3. menjelaskan kedudukan tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi;
4. menjelaskan prinsip penilaian;
5. memberi contoh penilaian hasil belajar yang tidak sesuai dengan
prinsip penilaian;
6. mengelompokkan jenis tes berdasarkan fungsinya;
7. membedakan antara pre-tes dan post-tes;
8. menjelaskan fungsi utama tes formatif.

Dengan memahami teori tentang penilaian hasil belajar maka Anda


akan mampu untuk membuat perencanaan, mengembangkan alat
ukur, melaksanakan pengukuran, dan melakukan asesmen.
Konsep Dasar Penilaian dalam
Pembelajaran

A. PENGERTIAN PENILAIAN

Sebelum membicarakan penilaian dalam pembelajaran, ada


baiknya kita menyamakan persepsi terlebih dahulu tentang konsep
dan pengertian yang akan kita gunakan. Pada saat membicarakan
masalah penilaian, kita sering menggunakan beberapa istilah seperti
tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi yang digunakan secara
tumpang tindih {over lap).

Kita sering rancu dalam menggunakan istilah-istilah tersebut


karena ke-empat istilah itu terjadi dalam satu kegiatan yaitu pada saat
kita menilai hasil belajar siswa. Contoh: pada ulangan harian, Intan
dapat menjawab tiga dari lima pertanyaan tes uraian tetapi pada
ulangan harian sebelumnya Intan hanya dapat mengerjakan dua dari
lima butir soal yang disediakan. Dari data tersebut Anda menyatakan
bahwa Intan telah mengalami kemajuan dalam belajar. Ini berarti
pembelajaran yang Anda lakukan cukup berhasil. Dari contoh
tersebut, sebenarnya Anda telah melakukan tes, pengukuran,
asesmen, dan evaluasi.

Pertanyaan-pertanyaan yang Anda berikan kepada Intan adalah


contoh alat ukur untuk mengukur hasil belajar Intan. Alat ukur
tersebut mengacu pada pengertian tes. Keberhasilan Intan menjawab
dengan benar tiga dari lima pertanyaan merupakan hasil pengukuran.
Penggunaan alat ukur yang menghasilkan angka-angka ini mengacu
pada pengertian pengukuran. Setelah Anda membandingkan hasil
ulangan harian pertama dan kedua, Anda menilai bahwa Intan telah
meningkat hasil belajarnya. Pernyataan ini mengacu pada pengertian
asesmen. Sedangkan pernyataan Anda tentang keberhasilan
pembelajaran yang telah Anda lakukan telah mengacu pada
pengertian evaluasi.

Berikut ini disajikan beberapa pengertian dari istilah-istilah


tersebut.

1. Tes

Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan atau


tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait
atau sifat atau atribut
pendidikan di mana dalam setiap butir pertanyaan tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Dengan
demikian maka setiap tes menuntut siswa untuk memberi respons atau
jawaban. Respons yang diberikan oleh siswa dapat benar atau salah.
Jika respons yang diberikan siswa benar maka kita katakan siswa
tersebut telah mencapai tujuan pembelajaran yang kita ukur melalui
butir soal tersebut. Tetapi jika respons yang diberikannya salah berarti
mereka belum dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin kita
ukur. Apabila ada seperangkat tugas atau pertanyaan yang diberikan
kepada siswa tetapi tidak ada jawaban yang benar atau salah maka itu
bukan tes (Zainul dan Nasoetion, 1997).

Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tes merupakan
alat ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar siswa yang
memerlukan jawaban benar atau salah. Gronlund dan Linn (1990)
mendefinisikan: Test is an instrument or systematic procedure for
measuring a sample of behavior.

Yang termasuk dalam kelompok tes antara lain tes objektif dan
tes uraian. Sedangkan yang termasuk kelompok bukan tes (non-tes)
antara lain pedoman pengamatan, skala rating, skala sikap, dan
pedoman wawancara.

Berikut ini adalah contoh tes dan non-tes.

a. Contoh tes objektif:

Carry over effect dalam pemeriksaan hasil tes uraian dapat


diatasi dengan cara ....

A. memeriksa hasil tes nomor per nomor soal untuk seluruh siswa

B. memeriksa hasil tes siswa per siswa

C. menggunakan dua orang pemeriksa

D. memeriksa hasil tes dengan menggunakan pedoman penskoran

b. Contoh tes uraian

Perhatikan percobaan yang dilakukan berikut ini: Disediakan 4


buah stoples A, B, C, dan D. Masing-masing stoples diisi dengan air
dan ikan yang jenis, ukuran, dan jumlahnya sama, serta diberi
makanan yang cukup. Pada stoples A ditambahkan tumbuhan air,
pada stoples B ditambahkan bata merah, pada stoples C ditambahkan
tumbuhan air dan bata merah, sedang pada stoples D ditambahkan
tumbuhan air dan batu (perhatikan gambar).
Contoh pedoman pengamatan untuk menilai keterampilan siswa
dalam menggunakan mikroskop.

No. Indikator Skor

1. Cara membawa mikroskop 22

CO CO CO CO CO CO
2. 22
3. Cara memutar power mikroskop 22
4.
5. Cara mencari cahaya
6.
Cara meletakkan kaca objek

KriteriaCara
pemberian skor:
mencari fokus untuk melihat objek

Skor 4 diberikan
Cara melihatjika setiap indikator dilakukan dengan baik dan benar
objek
Skor 3 diberikan jika setiap indikator dilakukan dengan sedikit kesalahan
Skor 2 diberikan jika setiap indikator dilakukan dengan setengah benar
Skor 1 diberikan jika setiap indikator dilakukan dengan banyak kesalahan
d. Contoh skala sikap untuk mengetahui sikap siswa terhadap
mata pelajaran IP A.

Ya Tidak

Indikator Skor
1. Saya senang belajar I PA 55 44 33 11
55 44 33
2. Saya senang mengerjakan tugas IPA 2 CD
5 3 1
3. Saya sering berdiskusi mata pelajaran IPA , 2
1
' 4. Saya sering bertanya kepada guru tentang

IPA 5. Saya memiliki banyak buku IPA


Sekarang kita bahas lebih lanjut uraian mengenai pengukuran,
asesmen,

dan evaluasi.

1) Pengukuran

Semua kegiatan di dunia ini tidak akan bisa lepas dari masalah
pengukuran. Keberhasilan suatu program pendidikan hanya dapat
diketahui setelah dilakukan pengukuran. Semua kegiatan penelitian
yang dilakukan dalam berbagai bidang selalu melibatkan pengukuran
baik pengukuran yang bersifat kualitatif ataupun kuantitatif. Produk
yang dihasilkan dari suatu teknologi selalu menggunakan
pengukuran sehingga dapat dihasilkan produk yang mempunyai
presisi tinggi. Pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan
penentuan angka dari suatu objek yang diukur. Gronlund dan Linn
(1990) secara sederhana merumuskan pengukuran sebagai
"Measurement is limited quantitative descriptions of pupil
behavior, that is the results of measurement are always
expressed in numbers ". Rumusan yang sama diberikan oleh Nitko
(1983): Measurement refers to quantitative aspects of describing
the characteristics or attributes of persons.

Penentuan angka ini merupakan suatu upaya untuk menggambarkan


karakteristik suatu objek. Untuk dapat menghasilkan angka (yang
merupakan hasil pengukuran) maka diperlukan alat ukur. Dalam
melakukan pengukuran kita harus berupaya agar kesalahan
pengukurannya sekecil mungkin. Untuk itu diperlukan alat ukur
yang dapat menghasilkan hasil pengukuran yang valid dan reliabel.
Jika dalam melakukan pengukuran kita banyak melakukan kesalahan
maka hasil pengukurannya tidak dapat menggambarkan skor yang
sebenarnya dari objek yang kita ukur.
Kesalahan pengukuran dapat bersumber dari tiga hal yaitu: alat
ukur, objek yang diukur, atau orang yang melakukan pengukuran.
Kesalahan pengukuran tersebut dapat bersifat acak (random) atau
dapat juga bersifat sistematis. Kesalahan acak disebabkan karena
adanya perbedaan kondisi frsik dan mental yang diukur dan yang
mengukur. Sedangkan kesalahan sistematis bersumber dari
kesalahan alat ukur, yang diukur, atau yang mengukur. Contoh:
guru dapat melakukan kesalahan sistematis jika dalam memberi
skor, guru tersebut cenderung memberi skor yang murah atau
cenderung memberi skor mahal pada seluruh siswa, Tetapi jika
dalam memberi skor kepada siswa, guru tidak melakukannya
secara konsisten maka akan terjadi bias dalam pengukuran.

2) Asesmen

Di lapangan banyak guru yang belum mengetahui dengan benar


konsep asesmen dan evaluasi. Satu istilah yang sering digunakan
untuk mewadahi kegiatan asesmen dan evaluasi adalah penilaian.
Penggunaan istilah penilaian untuk mewadahi kedua kegiatan
tersebut sebenarnya tidak terlalu salah karena dalam konsep
asesmen dan evaluasi mengandung unsur pengambilan
kesimpulan.

Menurut Hanna (1993): "Assessment is the process of collecting,


interpreting, and synthesizing information to aid in decision
making. Assessment synonymous with measurement plus
observation. It concerns drawing inferences from these data
sources. The primary purpose of assessment is to increase
student's learning and development rather than simply to grade
or rank student performance (Morgan & O'Reilly, 1999).

Jadi asesmen merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi


hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan
mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan
perkembangan belajar siswa. Berbagai jenis tagihan yang digunakan
dalam asesmen antara lain: kuis, ulangan harian, tugas individu,
tugas kelompok, ulangan akhir semester, laporan kerja dan lain
sebagainya. Contoh: guru memberi tugas kepada siswa untuk
mengarang yang harus dikumpulkan pada tanggal vang telah
ditetapkan. Setelah siswa mengumpulkan karangan, guru emeriksa
dan memberi umpan balik kepada siswa untuk diperbaiki agi.
Hasil pemeriksaan dikembalikan kepada siswa untuk diperbaiki.
Siswa kemudian memperbaiki karangannya sesuai dengan
masukan guru. Setelah memperbaiki karangannya, siswa
mengumpulkan kembali karangannya kepada guru untuk dinilai.
Dari kegiatan seperti ini, guru dapat menilai hasil dan
perkembangan belajar siswa.

3) Evaluasi

Jika kita bicara asesmen dan evaluasi dalam pembelajaran maka


lingkup asesmen hanya pada individu siswa dalam kelas
sedangkan lingkup evaluasi adalah seluruh komponen dalam
program pembelajaran tersebut.

Evaluasi merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan mulai


perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk
kurikulum dan penilaian (asesmen) serta pelaksanaannya,
pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, manajemen
pendidikan, dan reformasi pendidikan secara keseluruhan.

Evaluasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kinerja, atau


produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya.
Agar dapat meningkatkan kualitas, kinerja, dan produktivitas maka
kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan
asesmen. Tyler seperti dikutip oleh Mardapi, D. (2004)
menyatakan bahwa evaluasi merupakan proses penentuan sejauh
mana tujuan pendidikan telah tercapai. Banyak defmisi evaluasi
yang disampaikan oleh para ahli tetapi pada hakekatnya evaluasi
selalu memuat masalah informasi dan kebijakan yaitu informasi
tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang
selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan berikutnya.
Kalau Anda akan mengevaluasi program pembelajaran yang telah
Anda lakukan maka Anda harus mengevaluasi pelaksanaan dan
keberhasilan dari program pembelajaran yang telah Anda
rencanakan. Hasil evaluasi pembelajaran diharapkan dapat
mendorong guru untuk mengajar lebih baik dan mendorong siswa
untuk belajar lebih baik.

Dalam dunia pendidikan memang terdapat dua pengertian


tentang penilaian yaitu penilaian dalam arti asesmen dan penilaian
dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti asesmen merupakan suatu
kegiatan untuk memperoleh informasi pencapaian hasil belajar dan
kemajuan belajar siswa serta mengefektifkan penggunaan informasi
tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan penilaian
dalam arti evaluasi merupakan suatu
kegiatan yang dirancang untuk mengukur keefektifan suatu sistem
pendidikan secara keseluruhan. Nah, pada mata kuliah ini, konsep
penilaian hasil belajar yang kita gunakan adalah penilaian dalam arti
asesmen,

B. KEDUDUKAN TES, PENGUKURAN, ASESMEN, DAN


EVALUASI

Jika Anda telah memahami pengertian tes, pengukuran, asesmen,


dan evaluasi seperti telah diuraikan di atas maka Anda akan dapat
menentukan kedudukan tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi.

Tes merupakan salah satu jenis alat ukur yang digunakan untuk
menagih hasil belajar siswa. Jika Anda telah melaksanakan tes
matematika maka Anda akan memperoleh data hasil belajar siswa dalam
mata pelajaran matematika. Data hasil belajar siswa tersebut merupakan
hasil pengukuran. Jadi untuk melakukan pengukuran Anda perlu alat
ukur. Anda tidak akan dapat melakukan pengukuran tanpa alat ukur.
Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh informasi hasil belajar
dapat berupa tes atau non-tes. Jika Anda melakukan beberapa kali tes
matematika maka Anda akan mempunyai kumpulan data hasil belajar
matematika siswa. Dari kumpulan data tersebut Anda akan dapat
menarik kesimpulan tentang perkembangan belajar matematika siswa.
Kegiatan inilah yang disebut dengan asesmen. Jadi untuk melakukan
asesmen Anda memerlukan alat ukur, hasil pengukuran, dan
penyimpulan dari data-data hasil pengukuran. Jika setelah selesai
pembelajaran Anda ingin melihat efektivitas program pembelajaran
yang Anda lakukan, Anda perlu melihat kembali peran setiap komponen
dalam program pembelajaran. Berdasarkan data-data yang Anda peroleh
dari setiap komponen kegiatan pembelajaran maka Anda akan dapat
menilai efektivitas program pembelajaran Anda. Inilah yang dikenal
dengan evaluasi program pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut,
Anda dapat menentukan kedudukan antara tes, pengukuran, asesmen,
dan evaluasi. Secara umum hubungan antara tes, pengukuran, asesmen,
dan evaluasi sebagai berikut:
C. PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN

Agar penilaian yang Anda lakukan benar-benar dapat memberi


gambaran yang sebenarnya tentang pencapaian hasil belajar siswa
maka dalam melakukan penilaian Anda perlu memperhatikan prinsip-
prinsip penilaian berikut.

1. Berorientasi pada pencapaian kompetensi.

Penilaian yang Anda lakukan harus berfiingsi untuk mengukur


ketercapaian siswa dalam pencapaian kompetensi seperti yang
telah ditetapkan dalam kurikulum.

2. Valid

Penilaian yang Anda lakukan harus dapat mengukur apa yang


seharusnya diukur. Untuk itu Anda memerlukan alat ukur yang
dapat menghasilkan hasil pengukuran yang valid dan reliabel.
Contoh: pada akhir pembelajaran IPA siswa diharapkan dapat
mempraktekkan cara mencangkok yang baik dan benar. Untuk
mencapai kompetensi tersebut Anda tidak dapat menilainya
hanya dengan menggunakan tes tertulis (paper and pencil test).
Jika hanya itu yang Anda lakukan, Anda hanya akan dapat
mengukur pengetahuan siswa tentang mencangkok. Agar Anda
dapat mengetahui keterampilan siswa dalam mencangkok, Anda
perlu menilai unjuk kerja siswa. Untuk keperluan tersebut, Anda
dapat memberi tugas (task) kepada siswa untuk mempraktekkan
cara mencangkok. Untuk menilai keterampilan siswa
dalam mencangkok, Anda harus membuat pedoman pengamatan
yang dilengkapi dengan kriteria penskorannya (rubric). Kemudian
gunakanlah rubrik tersebut untuk menilai kemampuan siswa dalam
mencangkok. Dengan cara seperti itulah kompetensi siswa dalam
mencangkok dapat terukur dengan tepat.

3. Adil

Penilaian yang Anda lakukan harus adil untuk seluruh siswa.


Siswa harus memperoleh kesempatan dan perlakuan yang sama.
Contoh penilaian tidak adil yang sering kita temukan di lapangan,
misalnya dalam tes tertulis guru menyediakan 10 butir soal.
Semua siswa diwajibkan mengerjakan butir soal nomor 1 - 5 dan
setiap siswa diberi kebebasan untuk memilih 2 dari 5 butir soal
nomor 6-10. Dari contoh tersebut tampak bahwa semua siswa
mendapat perlakuan yang sama hanya untuk mengerjakan butir soal
nomor 1 - 5 tetapi tidak mendapat perlakuan yang sama untuk 2
butir soal pilihan yang diambil dari butir soal nomor 6- 10.

4. Objektif

Dalam menilai hasil belajar siswa Anda harus dapat menjaga


objektivitas proses dan hasil penilaian. Objektivitas penilaian
dipengaruhi oleh unsur subjektivitas penilai. Unsur subjektivitas
dapat mempengaruhi penilaian pada saat pelaksanaan, penskoran,
dan pengambilan keputusan hasil belajar siswa. Hallo effect, carry
over effect, order effect, serta mechanic effect dapat menjadi
penyebab tingginya unsur subjektivitas hasil penskoran.

5. Berkesinambungan

Penilaian yang Anda lakukan harus terencana, bertahap, teratur, terus


menerus dan berkesinambungan untuk memperoleh informasi
hasil belajar dan perkembangan belajar siswa. Pengambilan
keputusan pencapaian hasil belajar siswa tidak boleh dilakukan
hanya berdasar informasi hasil belajar siswa pada tes akhir semester
saja tetapi harus diputuskan berdasar informasi hasil belajar siswa
dari berbagai sumber yang diperoleh secara berkesinambungan.
Hasil belajar harus dianalisis dan ditindaklanjuti dengan pemberian
umpan balik sehingga dapat diperoleh catatan tentang
perkembangan belajar siswa. Informasi tersebut juga harus dapat
dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran pada semester
berikutnya. Dengan demikian penilaian harus merupakan bagian
integral dari pembelajaran. Dengan melakukan penilaian secara
berkelanjutan, Anda tidak hanya melakukan penilaian dalam arti
asesmen tetapi Anda juga dapat melakukan evaluasi terhadap
program pembelajaran yang telah Anda laksanakan.

6. Menyeluruh

Prinsip menyeluruh dalam penilaian mengandung arti bahwa


penilaian yang Anda lakukan harus mampu menilai keseluruhan
kompetensi yang terdapat dalam kurikulum yang mungkin
meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

7. Terbuka

Kriteria penilaian harus terbuka bagi berbagai kalangan sehingga


keputusan hasil belajar siswa jelas bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.

8. Bermakna

Hasil penilaian hendaknya mempunyai makna bagi siswa dan juga


pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya
dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil
belajar siswa, keunggulan dan kelemahan siswa, minat, serta
potensi siswa dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.

D. PERGESERAN PARADIGMA PENILAIAN HASIL BELAJAR

Coba renungkan proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar


yang selama ini telah Anda lakukan. Tanyakan kepada diri sendiri:
Apakah semua tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam
Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) telah secara konsisten
Anda ajarkan dan telah secara konsisten pula Anda ukur
keberhasilannya? Alat ukur apa saja yang selama ini Anda gunakan
untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran tersebut?

Kita masih sering melihat di sekolah-sekolah, guru hanya


menggunakan tes sebagai satu-satunya alat ukur keberhasilan belajar
siswa. Pada hal kalau dicermati lebih lanjut, tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan dalam GBPP ataupun dalam Satuan
Pembelajaran (SP) terdapat tujuan yang mengukur ranah afektif dan
psikomotor. Perbedaan tujuan pembelajaran yang akan diukur,
membawa konsekuensi pada perbedaan alat ukur yang digunakan.
Tetapi pada kenyataannya kita masih sering menemukan adanya
mata pelajaran-mata pelajaran yang tujuan pembelajarannya
mengandung
ranah afektif dan psikomotor tetapi pengukuran hasil belajarnya
hanya dilakukan dengan menggunakan tes.

Sebagai salah satu alat ukur hasil belajar siswa, tes mempunyai
beberapa kelemahan antara lain: (1) hampir semua jenis tes hanya
dapat mengukur hasil belajar dalam ranah kognitif dan keterampilan
sederhana. Tes sangat sukar jika digunakan untuk mengukur
keterampilan yang kompleks dan sikap, (2) hasil tes sering dijadikan
sebagai satu-satunya indikator keberhasilan belajar siswa. Hasil tes
sering dianggap sebagai gambaran yang valid dari kemampuan dan
pengetahuan siswa. Pada hal butir-butir pertanyaan yang terdapat
dalam tes tersebut hanya mengukur sebagian kecil dari materi atau
bahan yang telah dipelajari oleh siswa, (3) dalam pelaksanaannya, tes
selalu menimbulkan kecemasan pada diri peserta tes. Kecemasan dapat
mengganggu peserta tes untuk menunjukkan kemampuannya secara
maksimal. Secara psikologis kecemasan memang diperlukan agar
peserta tes mampu menunjukkan hasil maksimal. Sebagai contoh,
misalnya pada saat Anda sedang berjalan di tepi selokan secara tiba-tiba
Anda dikejar anjing, ternyata secara spontan Anda mampu melompati
selokan yang lebarnya dua meter di mana jika dalam keadaan normal
hal tersebut tidak mampu Anda lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa
kecemasan mampu membuat seseorang untuk mengeluarkan segala
kemampuannya secara maksimal. Tetapi jika kecemasan tersebut
berlebihan maka kecemasan akan menjadi faktor penghambat bagi
seseorang untuk menunjukkan hasil belajarnya secara maksimal, (4) tes
sering kali justru menghukum siswa yang kreatif. Jawaban tes sering
sudah ditentukan pola dan isinya. Dengan demikian tes tidak akan
pernah memberi ruang gerak yang cukup kepada siswa untuk
menunjukkan kreativitasnya.

Jika dilihat dari sisi waktu pelaksanaan tesnya, kita masih sering
menemukan pengukuran hasil belajar hanya bertumpu pada ujian akhir
semester saja. Bagaimana proses siswa untuk mempelajari sesuatu luput
dari pengamatan. Dalam model ini, penguasaan tujuan pembelajaran
seorang mahasiswa terhadap suatu mata kuliah hanya diukur dengan
menggunakan tes yang dilakukan pada akhir semester.

Uraian di atas merupakan model penilaian hasil belajar yang


tradisional. Dalam model tradisional ini, penilaian hasil belajar merupakan
bagian yang terpisah dari proses pembelajaran. Artinya penilaian hasil
belajar dapat dilakukan oleh orang luar (bukan guru yang mengajar kelas
tersebut), asalkan orang tersebut sudah mengetahui tujuan pembelajaran
apa yang harus dicapai
oleh siswa. Penentuan kelulusan siswa dalam Ujian Negara (UN) yang
dilakukan beberapa tahun belakangan ini merupakan contoh dari
penerapan model ini sehingga penyelenggaraan UN banyak mendapat
kritik dari masyarakat.

Menyadari adanya kelemahan dalam penilaian dalam model


tradisional yang hanya berorientasi pada hasil belajar saja, banyak ahli
dan praktisi pendidikan yang mencari alternatif penilaian hasil belajar
yang lebih utuh atau lebih hakiki. Mereka yang mengikuti aliran ini
menyatakan bahwa penguasaan siswa terhadap suatu kompetensi tidak
dapat diukur hanya pada hasil akhirnya saja tetapi proses belajar
bagaimana siswa sampai mampu menguasai suatu kompetensi
merupakan faktor yang sangat penting. Untuk itu penilaian hasil belajar
tidak dapat hanya dilakukan pada hasil akhirnya saja tetapi proses
bagaimana mahasiswa belajar untuk sampai menguasai suatu
kompetensi juga harus dinilai. Dalam model ini penilaian hasil belajar
siswa merupakan bagian yang tidak terpisah dengan proses
pembelajaran. Karena penilaian hasil belajar merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan proses pembelajaran maka penilaian hasil
belajar tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak terlibat dalam
proses pembelajaran. Dalam model ini, guru yang bersangkutanlah yang
dapat menilai hasil belajar siswa. Inilah yang dikenal dengan penilaian
dalam arti asesmen. Dengan demikian terjadi pergeseran paradigma dari
penilaian yang berorientasi pada hasil akhir saja dan ke penilaian yang
berorientasi pada proses pembelajaran dan hasil belajar.
Jenis dan Fungsi Penilaian dalam

Pembelajaran
A. TES SELEKSI DAN FUNGSINYA

Di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik kita


sering mendengar, melihat atau membaca iklan tentang lowongan
pekerjaan, penerimaan siswa atau mahasiswa baru yang dipasang
oleh berbagai instansi, perusahaan, dan sekolah. Contoh:

1. DIBUTUHKAN SEGERA
Sebuah Perusahaan Bonafide membutuhkan:
Manager Operasional Furniture & Produksi
Garment
Persyaratan:
1) Pengalaman kerja di bidangnya minimal 1 tahun
2) Pendidikan minimal SI
3) Dedikasi dan loyalitas tinggi
4) Menguasai manajemen furniture dan
garmen Cantumkan gaji yang diminta.
Lamaran lengkap & CV dikirim paling lambat 1 minggu setelah iklan ini
ke: PO. BOX. 1309 Yogyakarta 55000
(sumber: Kedaulatan Rakyat, 28 Desember 2002)
2. Tahun 2006 Universitas Terbuka membutuhkan 3 dosen
jurusan
akuntansi dengan syarat:

1) berijasah minimal SI akuntansi


2) IPK minimal 2,75
3) usia pada tanggal 1 Oktober 2002 maksimal 38 tahun
4) lulus seleksi yang meliputi tes tertulis dan wawancara

3. Tahun ajaran 2006/2007 SLTP N I Bantul menerima siswa baru


untuk
kelas I sebanyak 200 siswa dengan syarat:

1) memiliki ijasah SD
2) usia pada saat pendaftaran maksimal 17 tahun.
3) lulus ujian tertulis.

Agar instansi, perusahaan, dan sekolah tersebut dapat


memperoleh pegawai atau siswa yang memenuhi syarat dan berkualitas
dari sekian banyak calon yang melamar atau mendaftar maka instansi,
perusahaan, dan sekolah tersebut biasanya mengadakan tes seleksi.
Sesuai dengan namanya, tes seleksi merupakan satu jenis tes yang
dimaksudkan untuk menyeleksi atau memilih calon peserta yang
memenuhi syarat untuk mengikuti suatu program. Tes seleksi
biasanya diadakan jika jumlah peminat yang akan mengikuti suatu
program melebihi dari yang dibutuhkan. Tes seleksi dapat dilaksanakan
secara tertulis, wawancara, atau keduanya.

Pada contoh iklan (a), perusahaan tersebut hanya membutuhkan


seorang manajer. Jika pelamar lebih dari satu orang maka perusahaan
tentu akan memilih satu yang terbaik. Proses untuk memilih orang
yang tepat menduduki suatu jabatan (dalam kasus di atas adalah
memilih satu orang manajer operasional) biasanya dilakukan dengan
wawancara. Sudah barang tentu perusahaan sudah mempunyai kriteria
yang harus dipenuhi oleh calon. Dari hasil wawancara mendalam
terhadap calon, pihak manajemen perusahaan akan memilih calon
yang dianggap paling tepat dan menguntungkan perusahaan. Cara inilah
yang sekarang dikenal dengan nama fit and proper test.

Untuk memilih tiga orang dari sekian banyak pelamar (dalam


contoh iklan b), UT akan mengadakan tes seleksi yang biasanya
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah tes tertulis dan bagi
calon yang dinyatakan lulus tes tertulis akan diikutkan dalam seleksi
tahap kedua yaitu wawancara. Bahan atau materi yang digunakan
sebagai acuan untuk membuat tes tertulis
pada umumnya diambil dari materi yang sebelumnya telah dipelajari
oleh calon peserta tes dan kadang-kadang ditambah dengan tes
kecakapan khusus yang disesuaikan dengan jenis program atau pekerjaan
yang akan dikerjakan. Untuk penerimaan tenaga dosen, materi yang
diujikan biasanya berupa tes bahasa Inggris dan Tes Potensial Akademik
(TPA). Kedua jenis tes tersebut dianggap dapat menunjang keberhasilan
tugas seorang dosen. Seorang dosen dituntut untuk menguasai bahan
lebih banyak dari mahasiswa sehingga ia dituntut untuk terus belajar.
Buku-buku teks yang dipelajari biasanya sebagian besar ditulis dalam
bahasa Inggris. Untuk itulah seorang dosen dituntut menguasai bahasa
Inggris. Di samping itu seorang dosen dituntut untuk terus
meningkatkan pengetahuannya melalui program studi lanjut. Pada saat
ini pemerintah melalui Undang-undang Nomor: 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen telah mewajibkan seorang dosen minimal harus
berpendidikan formal minimal S2. Untuk itu seorang dosen harus
mempunyai potensi akademik yang cukup tinggi sehingga apabila nanti
ia melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik itu
S2 ataupun S3 ia dapat berhasil. Jika dari hasil tes tertulis ternyata
terdapat enam calon yang dinyatakan lulus tes tertulis sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan maka ke-enam calon tersebut selanjutnya
akan diseleksi melalui wawancara. Nah, pada saat wawancara inilah UT
harus memilih tiga terbaik untuk diterima sebagai tenaga dosen
akuntansi. Proses pemilihan enam calon menjadi tiga calon terbaik harus
dilakukan berdasarkan nilai tambah yang dimiliki oleh masing-masing
calon yang dapat menunjang tugas dosen. Beberapa hal yang patut
dipertimbangkan dalam seleksi tahap kedua ini adalah kemampuan
masing-masing calon dalam menggunakan komputer dan berbahasa
Inggris serta komitmen calon terhadap pekerjaan yang akan dilakukan.

Sampai dengan tahun ajaran 2001/2002 sistem penerimaan siswa


baru di sekolah menengah dilakukan berdasar Nilai Ebtanas Murni
(NEM). Jadi seleksi yang dilakukan hanya berdasar NEM tersebut.
Tetapi setelah EBTANAS sekolah dasar dan menengah dihapus pada
Tahun 2002 maka sistem penerimaan siswa baru di sekolah menengah
dilakukan berdasarkan hasil tes tertulis. Jika dari hasil tes tertulis
ternyata terdapat lebih dari kapasitas yang disediakan (dalam contoh
di atas adalah 200 calon murid baru) yang berhasil melewati batas
kriteria kelulusan yang ditetapkan maka panitia akan membuat ranking
peserta yang lulus tersebut. Jika terdapat calon yang memperoleh skor
sama dalam tes tertulis maka penentuan ranking
B. TES PENEMPATAN DAN FUNGSINYA

Tujuan akhir dari suatu proses pembelajaran adalah setiap siswa


diharapkan dapat mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Kalau kita berkaca pada tujuan pembelajaran tersebut
semestinya setiap individu siswa diberi kesempatan yang sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kecepatannya. Inilah yang
sebenarnya menjadi konsep belajar tuntas (mastery learning). Jika diberi
kesempatan yang cukup, pada dasarnya setiap individu siswa dapat
mencapai semua tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Yang
membedakan adalah kecepatan setiap individu siswa dalam mencapai
tujuan tersebut. Apabila konsep ini diterapkan maka setiap siswa akan
diberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan kemampuan dan
kecepatan masing-masing. Siswa yang cerdas akan dapat menyelesaikan
proses pembelajarannya lebih cepat dari siswa yang kurang cerdas.
Dengan sistem belajar seperti ini sebenarnya siswa akan dapat belajar
secara maksimal dan terhindar dari rasa bosan. Dalam sistem
pembelajaran seperti ini maka tes penempatan {placement test)
memegang peranan penting dalam membantu mengelompokkan siswa
sesuai dengan kemampuannya. Gronlund dan Linn (1990) menyatakan
bahwa " the goal of placement evaluation is to determine the position
in instructional sequence and the mode of instruction that is most
beneficial for each pupil". Sebenarnya konsep mastery learning pernah
dilaksanakan di Indonesia mulai Tahun 1976 melalui Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PPSP) sampai tahun sembilan puluhan. Setelah
proyek PPSP dihentikan maka sistem pembelajaran kelas di Indonesia
kembali menerapkan konsep "mix ability". Artinya dalam satu kelas
akan terdiri dari siswa-siswa dengan tingkat kemampuan atau
kecerdasan yang beragam. Dalam satu kelas akan terdapat siswa yang
pandai, sedang, dan kurang pandai. Dengan sistem seperti ini waktu
pencapaian tujuan pembelajaran setiap siswa dibuat sama. Penerapan
sistem seperti ini jelas akan merugikan siswa yang cerdas.

Pada saat ini tes penempatan banyak dilakukan di lembaga-lembaga


pendidikan non formal seperti di tempat kursus bahasa Inggris dan
kursus-kursus keterampilan. Sebelum mengikuti kursus bahasa
Inggris semua peserta diharuskan untuk mengikuti tes penempatan
terlebih dulu. Dari hasil
penempatan akan dihasilkan kelompok-kelompok siswa sesuai dengan
kemampuan bahasa Inggrisnya. Siswa yang kemampuan bahasa Inggrisnya
kurang akan dikelompokkan dalam satu kelompok untuk mengikuti kursus
tingkat dasar (basic). Siswa yang kemampuan bahasa Inggrisnya sedang
dikelompokkan menjadi satu untuk memulai kursus tingkat menengah
(intermediate), dan bagi yang kemampuan bahasa Inggrisnya baik
dikelompokkan dalam satu kelompok untuk mengikuti kursus tingkat lanjut
(advance). Hal yang sama juga banyak diterapkan di kursus-kursus
keterampilan seperti kursus keterampilan menjahit, rias pengantin, tata
boga dan sebagainya. Dengan cara demikian maka tujuan pencapaian
program akan lebih cepat.

Setelah program PPSP dihapus pada tahun sembilan puluhan, saat ini
mulai muncul adanya sekolah-sekolah yang mempunyai kelas unggulan.
Kelas unggulan ini diisi oleh siswa-siswa yang berdasarkan tes penempatan
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan siswa lain. Waktu
penyelesaian program bagi siswa yang masuk kelas unggulan sama dengan
siswa yang berada di kelas bukan unggulan tetapi siswa di kelas unggulan di
beri program-program tambahan sehingga kemampuan siswa dalam
menguasai tujuan pembelajarannya menjadi lebih mantap. Disamping kelas
unggulan, saat ini muncul pula kelas akselerasi. Seperti halnya kelas
unggulan, kelas akselerasi ini diisi oleh siswa-siswa yang berdasarkan tes
penempatan mempunyai prestasi lebih dibandingkan dengan siswa lain.
Kalau pada kelas unggulan waktu penyelesaian studinya sama dengan siswa
kelas biasa maka pada kelas akselerasi waktu penyelesaian studinya lebih
cepat dari siswa kelas biasa. Siswa kelas akselerasi dapat menyelesaikan
studinya di SMP atau SMA hanya dalam waktu dua tahun.

Manfaat yang dapat dipetik dengan dilaksanakannya tes penempatan


adalah kita dapat memperoleh kelompok peserta program dengan
kemampuan yang relatif homogen sehingga program dapat dilaksanakan
dengan lebih efektif dan efisien. Bagi program-program yang kelompok
pesertanya mempunyai kemampuan di atas rata-rata sudah barang tentu
akan dapat menghasilkan keluaran lebih cepat dan lebih berkualitas. Tetapi
bagi program-program yang kelompok pesertanya mempunyai
kemampuan di bawah rata-rata maka penyelenggara program perlu
menggunakan berbagai macam metode penyampaian serta dapat memilih
alat bantu yang tepat sehingga seluruh peserta program tetap dapat
mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
C. PRE TEST-POST TEST DAN FUNGSINYA

Dilihat dari nama tes tersebut Anda sudah dapat mengetahui


bahwa pre test merupakan salah satu jenis tes yang dilaksanakan
pada awal proses pembelajaran dan post test merupakan salah satu
jenis tes yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Jika
dilihat dari tujuannya, pre test bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana siswa telah menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan
demikian apabila dilihat dari waktu pelaksanaan tesnya maka pre test
pasti dilaksanakan sebelum proses pembelajaran dimulai. Dari mana
materi pre test diambil? Sudah barang tentu materi untuk pre test
diambil dari seluruh materi yang akan disampaikan dalam proses
pembelajaran. Butir soal untuk pre test dikembangkan untuk
mengukur semua tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam
rencana pembelajaran. Barangkali kesimpulan sementara yang
muncul adalah hasil pre test pasti jelek sebab siswa diberi pertanyaan
tentang materi yang belum pernah diajarkan. Secara logika hasil pre
test akan rendah tetapi Anda harus ingat, pada saat ini informasi
tentang apapun dapat diterima anak melalui berbagai jenis media
baik cetak maupun elektronik, seperti; radio, televisi, internet, koran,
majalah dan lain sebaginya. Dengan demikian tidak menutup
kemungkinan sebagian bahan yang akan Anda ajarkan di sekolah
telah dikuasai dengan baik oleh siswa. Jika itu terjadi maka Anda tidak
perlu mengulang lagi mengajarkan materi yang sudah dikuasai oleh
siswa tetapi lebih baik Anda memulai proses pembelajaran dengan
materi yang memang belum dipahami oleh siswa.
Apa yang akan terjadi jika hasil pre test yang Anda lakukan
hasilnya seperti Tabel 1.1 tetapi Anda tetap melaksanakan proses
pembelajaran dari awal seperti yang telah Anda rencanakan? Jika
Anda tetap mengajarkan konsep yang telah dikuasai dengan baik oleh
siswa maka besar kemungkinan siswa tidak akan memperhatikan lagi
apa yang Anda jelaskan dan mereka cenderung membuat kegaduhan
yang tentu saja akan sangat mengganggu proses pembelajaran. Di
samping itu akan terjadi pemborosan dalam memanfaatkan waktu
pembelajaran. Nah, bagaimana dengan kasus Anung yang telah
menguasai dengan baik indikator nomor 3 dan 6 serta Atun yang
telah menguasai indikator nomor 6 ?. Agar proses pembelajaran yang
Anda lakukan dapat tetap berjalan efektif maka pada saat Anda
membahas konsep untuk mencapai indikator nomor 3 maka Anda
dapat memanfaatkan Anung sebagai pemimpin diskusi atau Anda
dapat memberikan tugas yang lebih bermakna kepada Anung
sehingga penguasaan Anung terhadap konsep tersebut menjadi lebih
baik. Demikian pula pada saat Anda membahas konsep untuk
mencapai indikator nomor 6, Anda dapat memanfaatkan Anung dan
Atun sebagai pemimpin dalam diskusi kelompok atau memberikan
tugas yang lebih menantang kepada mereka berdua sehingga mereka
dapat tetap mengikuti proses pembelajaran dengan serius.

Untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran yang telah


Anda lakukan maka pada akhir proses pembelajaran Anda dapat
melakukan post test. Agar Anda dapat mengetahui apakah
pembelajaran yang Anda lakukan berhasil atau tidak maka tes yang
Anda gunakan pada saat pre-tes dan post-tes harus mengukur tujuan
yang sama. Tes yang digunakan pada saat pre-tes dan post-tes
sebaiknya tidak tes yang sama tetapi tes yang mengukur tujuan
pembelajaran yang sama. Tes inilah yang disebut dengan tes paralel.
Berikut ini adalah hasil post test untuk mata pelajaran 1PA.
D. TES DIAGNOSTIK DAN FUNGSINYA

Tes diagnostik merupakan tes yang dilaksanakan untuk


mengetahui penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa. Gronlund
dan Linn (1990) menyatakan bahwa "the function of diagnostic
evaluation is to diagnose learning difficulties during instruction".
Karena tes diagnostik akan digunakan untuk menemukan kesulitan
pemahaman konsep yang dialami siswa maka materi tes diagnostik
dikembangkan dari konsep-konsep yang sulit dipahami siswa. Dari
hasil tes diagnostik guru akan dapat menemukan kesulitan belajar
yang dialami siswa. Selanjutnya guru harus berupaya untuk mencari
penyebab kesulitan belajar tersebut dan sekaligus berupaya untuk
mencari cara menghilangkan penyebab kesulitan belajar itu sehingga
siswa dapat berhasil menyelesaikan semua program pembelajaran
yang telah Anda rancang.

Mendiagnosis kesulitan siswa dalam mempelajari suatu konsep


harus selalu dilakukan oleh guru di sekolah pada saat melakukan
proses pembelajaran. Jika kesulitan siswa dalam mempelajari suatu
konsep dibiarkan saja maka pemahaman murid terhadap suatu
konsep akan salah sehingga murid mengalami miskonsepsi.
Tampaknya jenis tes ini pada saat ini sudah jarang dilakukan. Karena
jarang dilakukan maka miskonsepsi terutama miskonsepsi dalam IPA
dan matematik semakin lama semakin banyak dan semakin meluas
pada pokok bahasan yang lain (Novak, 1987). Jika miskonsepsi terjadi
pada siswa maka miskonsepsi tersebut cenderung menetap dan sulit
untuk diubah serta akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran
berikutnya (Amir dan Tamir, 1987).

Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dalam mempelajari


suatu konsep akan berbeda satu sama lain. Jadi walaupun tes
diagnostik dilakukan secara klasikal tetapi terapi dari setiap kesulitan
tersebut harus tetap dilakukan secara individual. Kesulitan belajar
siswa dapat disebabkan karena proses pembelajaran yang kurang
tepat dan dapat pula disebabkan oleh berbagai faktor di luar
pembelajaran. Guru merupakan aktor penting dalam proses
pembelajaran. Sebagai salah satu komponen penentu dalam proses
pembelajaran, guru memegang kunci dalam menentukan keberhasilan
siswa. Jika guru pandai dalam memilih dan menerapkan metode
pembelajaran yang
E. TES FORMATIF DAN FUNGSINYA

Tes formatif merupakan salah satu jenis tes yang diberikan kepada
siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pembelajaran. Tes
formatif tidak dimaksudkan untuk memberi nilai kepada siswa tetapi
hasil tes formatif akan dimanfaatkan untuk memonitor apakah proses
pembelajaran yang baru saja dilaksanakan telah dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana
pembelajaran atau belum. Seperti apa yang disampaikan oleh
Gronlund dan Linn (1990) bahwa "the function of formative
evaluation is to monitor learning progress during instruction". Jika dari
hasil tes formatif temyata terdapat sejumlah tujuan pembelajaran
yang belum dapat dikuasai siswa, Anda harus mencari penyebabnya,
apakah penyebab tersebut karena adanya masalah pada diri siswa
atau karena proses pembelajaran yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya, misalnya karena Anda kurang tepat dalam memilih metode
dan atau media pembelajaran. Setelah dapat menentukan
penyebabnya maka Anda harus mengulang kembali proses
pembelajaran tersebut baik itu secara individual atau secara klasikal
sampai siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Yang menjadi fokus dalam pelaksanaan tes formatif
adalah ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam proses
pembelajaran bukan mencari penyebab kesulitan belajar siswa.
Sedangkan mencari penyebab kesulitan belajar siswa adalah fokus
dari penyelenggaraan tes diagnostik.

Perhatikanlah tes formatif yang ada pada setiap modul UT. Pada
setiap akhir kegiatan belajar terdapat kurang lebih 10 butir soal tes
formatif. Tes formatif tersebut dimaksudkan untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan di setiap
modul. Setelah mengerjakan tes formatif mahasiswa diminta untuk
mencocokkan hasil pekerjaannya dengan kunci tes formatif yang
terdapat pada bagian akhir setiap modul. Mahasiswa diminta untuk
menghitung tingkat keberhasilannya sendiri. Apabila tingkat
penguasaan Anda lebih dari 80 %, Anda dapat meneruskan untuk
mempelajari kegiatan belajar selanjutnya. Bagus. Tetapi jika tingkat
keberhasilan Anda kurang dari 80 % maka Anda tidak boleh
meneruskan untuk mempelajari kegiatan belajar selanjutnya tetapi
Anda harus mengulangi kegiatan belajar ini terutama mempelajari
kembali materi yang
Anda perhatikan agar tes sumatif benar-benar dapat digunakan
untuk menilai keberhasilan siswa di akhir program pembelajaran,
yaitu:

1. Tes sumatif harus berorientasi pada tujuan.


2. Pemilihan sampel materi harus representatif.
3. Jenis alat ukur yang digunakan harus tepat.
4. Proses berpikir yang diukur harus sesuai dengan proses
pembelajaran.

F. TES SUMATIF DAN FUNGSINYA

Jika tes formatif lebih dimaksudkan untuk memperbaiki


pembelajaran maka tes sumatif merupakan jenis tes yang dilakukan
pada akhir pembelajaran dan dimaksudkan untuk mengukur
keberhasilan siswa dalam menguasai keseluruhan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Butir soal - butir soal yang
dikembangkan pada tes sumatif harus dapat mengukur ketercapaian
seiuruh tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada setiap mata pelajaran tentunya
tidak akan sama. Tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika
tentunya akan berbeda dengan tujuan pembelajaran mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Demikian juga tujuan pembelajaran
pendidikan mata pelajaran IPA akan berbeda dengan tujuan
pembelajaran agama. Tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran
akan mencakup pengembangan tiga kawasan yang ada pada diri siswa
yaitu pengembangan kawasan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap),
dan psikomotor (keterampilan) walaupun dengan penekanan
pengembangan kawasan yang berbeda. Tujuan pembelajaran mata
pelajaran matematika mungkin akan lebih banyak menekankan pada
pengembangan kawasan kognitif daripada pengembangan kawasan
afektif dan psikomotor. Tujuan pembelajaran mata pelajaran
pendidikan agama akan lebih menekankan pada pengembangan
kawasan afektif daripada pengembangan kawasan kognitif dan
psikomotor. Sedangkan tujuan pembelajaran mata pelajaran kerajinan
tangan dan kesenian (KTK) akan lebih menekankan pada
pengembangan kawasan psikomotor daripada pengembangan
kawasan kognitif dan afektif. Mata pelajaran IPA mempunyai tujuan
pembelajaran yang lebih banyak menekankan pada pengembangan
kawasan kognitif dan psikomotor. Jika tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai mencakup tiga kawasan maka dalam pembelajaran ketiga
kawasan tersebut harus dilatihkan atau diajarkan kepada siswa.
Sebagai konsekuensi dari pembelajaran tiga kawasan tersebut maka
penilaian hasil belajarnya
Manfaat Tes Sumatif:

1. Bagi Siswa

Seperti telah dijelaskan di depan bahwa tes sumatif bertujuan


untuk menilai keberhasilan siswa setelah mengikuti seluruh rangkaian
proses pembelajaran. Setelah siswa mengikuti tes sumatif maka
hasilnya harus segera diberitahukan kepada siswa yang bersangkutan
agar mereka dapat mengetahui sejauh mana prestasi atau tingkat
kemampuan dia dalam mata pelajaran tersebut. Sebagai contoh
misalnya, Tini memperoleh nilai 79 untuk tes sumatif mata pelajaran
matematika. Apa artinya nilai 79 tersebut bagi Tini? Ini artinya tingkat
penguasaan Tini terhadap materi matematika adalah 79% atau
dengan kalimat lain Tini telah menguasai 79% dari seluruh tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil tersebut akan dapat
mendorong Tini untuk meningkatkan prestasinya dalam mata
pelajaran matematika karena sesungguhnya masih terdapat 21%
materi yang belum ia kuasai atau masih terdapat 21% tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan yang belum dapat ia capai.
Dengan demikian ia akan berusaha untuk belajar lebih keras agar
pada semester berikutnya prestasinya akan lebih baik dari sekarang.

2. Bagi Guru

Walaupun proses pembelajaran telah diupayakan untuk


diperbaiki berdasarkan hasil tes formatif tetapi tetap saja
dimungkinkan bahwa pada saat tes sumatif terdapat sejumlah siswa
yang belum dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Hasil tes sumatif memang tidak dimaksudkan untuk
memperbaiki proses pembelajaran pada saat itu tetapi akan dapat
menjadi bahan renungan bagi guru untuk menganalisis kembali
proses pembelajaran yang telah dilakukan sehingga dapat ditemukan
apa yang menjadi faktor penyebab adanya siswa yang tidak dapat
mencapai tujuan pembelajaran. Hasil analisis tersebut akan menjadi
dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran yang akan datang.
Berikut ini adalah contoh jawaban siswa pada tes sumatif mata
pelajaran IPA Fisika Kelas 6 SD untuk butir soal nomor 1-10.
3. Bagi Orang Tua

Pada saat ini hampir sebagian besar orang tua mempercayakan


pendidikan anaknya pada sekolah. Banyak orang tua yang karena
kesibukannya bekerja, tidak sempat mengontrol aktivitas belajar
anaknya di rumah. Padahal sesungguhnya anaknya hanya akan
berada di sekolah dalam waktu 6-7 jam per hari. Waktu yang
terbanyak dari anak justru berada di luar sekolah, entah itu berada di
rumah atau di luar rumah. Jika kemudian anaknya mengalami
masalah seperti terlibat tawuran atau terkena narkoba maka
tumpuhan kesalahan yang pertama biasanya adalah sekolah. Supaya
masalah-masalah seperti itu tidak terjadi sebaiknya para orang tua
selalu berusaha meluangkan waktu untuk menemani atau sesekali
mengontrol aktivitas anaknya saat berada di dalam atau di luar
rumah. Pada saat anak-anak akan menghadapi tes akhir semester
luangkanlah waktu untuk menemaninya dalam belajar. Setelah
selesai tes akhir semester tanyakanlah hasil tes tersebut. Dengan cara
seperti itu Anda sebagai orang tua akan memperoleh gambaran
tentang prestasi anak Anda di sekolah.

Karena hasil tes akhir semester atau tes akhir tahun sangat
bermanfaat bagi orang tua untuk mengetahui prestasi anak di
sekolah maka para guru hendaknya selalu membagikan hasil tes
tersebut kepada siswa agar hasil tersebut dapat disampaikan kepada
orang tuanya. Jika hasil tes tersebut memuaskan maka orang tua
dapat memberikan motivasi kepada anaknya agar ia dapat
mempertahankan prestasi tersebut, sebaliknya jika hasilnya kurang
memuaskan maka orang tua harus berupaya untuk memberi perhatian
yang lebih kepada anaknya pada saat belajar. Mintalah pada dia agar
lebih rajin dalam belajar sehingga pada semester berikutnya hasilnya
menjadi lebih baik. Ciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan
anak dapat belajar dengan tenang, misalnya dengan cara mematikan
radio atau televisi. Atau dengan cara mendampingi anak pada saat ia
belajar.

4. Bagi Kepala Sekolah

Setelah tes sumatif selesai dilaksanakan untuk semua mata


pelajaran dan hasilnya selesai dinilai oleh guru-guru yang
bersangkutan, Kepala Sekolah perlu meminta rekap nilai siswa untuk
seluruh mata pelajaran. Hasil ini akan dapat dimanfaatkan untuk
mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan dalam Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Lebih
jauh hasil tes sumatif dapat digunakan sebagai pembanding
dengan hasil serupa yang dicapai oleh sekolah lain. Perhatikanlah nilai rata-rata dan standar deviasi untuk 6
mata pelajaran berikut ini.

1. Konsep Dasar Evaluasi, Pengukuran dan Penilaian dalam Pembelajaran


a. Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Evaluation yang artinya
penilaian. Evaluasi memiliki banyak arti yang berbeda, menurut Wang dan Brown
dalam buku yang berjudul Essentials of Educational Evaluation , dikatakan bahwa
Evaluation refer to the act or process to determining the value of something,
artinya evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
daripada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pendidikan
dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala
sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya
dengan dunia pendidikan.
Menurut Benyamin S. Bloom Evaluasi merupakan Handbook on
formative and summative evaluation of student learning, yang artinya Evaluasi
adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk dijadikan dasar penetapan ada
tidaknya perubahan yang terjadi pada anak didik. Jadi, kita sebagai guru harus
yakin bahwa pendidikan dapat membawa perubahan pada diri siswa.
Sedangkan Evaluasi menurut Cross adalah Evaluation is a process which
determines the extent to which objectives have been achieved, yang artinya
Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah
dapat dicapai. Definisi ini menerangkan secara langsung hubungan evaluasi
dengan tujuan suatu kegiatan yang mengukur derajat dari mana suatu tujuan
dicapai.
Dari ketiga pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Evaluasi adalah
proses menentukan nilai suatu objek tertentu berdasarkan suatu criteria tertentu, di
mana objeknya adalah hasil belajar siswa dan kriterianya adalah ukuran ( sedang,
rendah, tingginya ).

b. Pengukuran
Perlu dijelaskan di sini bahwa evaluasi tidak sama artinya dengan
pengukuran ( measurement ), Wand dan Brown mengatakan bahwa
Measurement means the act or process of axestaining the extent or quantity of
something yang artinya pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk
menentukan luas atau kuantitas daripada sesuatu.
Dari definisi antara evaluasi dengan pengukuran, maka dapat diketahui
dengan jelas perbedaan antara penilaian dan pengukuran. Walaupun ada
perbedaan antara pengukuran dan penilaian, namun kedua hal tersebut tidak bisa
dipisahkan karena antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang
sangat erat. Sebab untuk dapat mengadakan penilaian yang tepat terhadap sesuatu
terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran-pengukuran. Misalnya untuk
menilai apakah seseorang dapat membaca dengan lancer atau tidak, maka perlu
kita mengukur berapa jumlah kata-kata yang dibacanya dalam satu menit, berapa
kesalahan-kesalahan yang dibuatnya, dan sebagainya.
Pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu,
misalnya suhu badan dengan ukuran berupa termometer hasilnya 360 celcius,
380 celcius, 390 dst. Dari contoh tersebut dapat dipahami bahwa pengukuran
bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai adalah
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau
berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh.
Apa yang membedakan dengan evaluasi. Yang membedakannya adalah bahwa
evaluasi mencakup aspek kualitatif dan aspek kuantitatif.
Pengukuran pada dasarnya adalah penentuan angka dari suatu objek yang
diukur. Gronlund dan Linn (1990) secara sederhana merumuskan pengukuran
sebagai Measurement is limited quantitative description of pupil behavior, that
is the result of measurement always is expressed in number .
Penentuan angka ini merupakan suatu upaya untuk menggambarkan
karakteristik suatu objek. Untuk dapat meghasilkan angka maka diperlukan alat
ukur. Dalam melakukan pengukuran harus berusaha agar kesalahan
pengukurannya sekecil mungkin. Untuk itu diperlukan alat ukur yang dapat
meghasilkan hasil pengukuran yang valid dan reliabel.
Kesalahan pengukuran dapat bersumber dari tiga hal : alat ukur, objek
yang diukur, atau orang yang melakukan pengukuran. Kesalahan pengukuran
tersebut dapat bersifat acak (random) atau juga bersifat sistematis. Kesalahan
acak disebabkan karena adanya perbedaan kondisi fisik dan mental yang diukur
dan yang mengukur. Sedangkan kesalahan sistematis bersumber dari kesalahan
alat ukur, yang diukur, atau yang mengukur.

c. Penilaian
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka
atau deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi untuk mengambil keputusan.
Sedangkan penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.Untuk itu,
diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar pengambilan
keputusan. Dalam hal ini, keputusan berhubungan dengan sudah atau belum
berhasilnya peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi. Jadi, penilaian
merupakan salah satu pilar dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi.
Penilaian merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-
langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi
melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta
didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik.
Penilaian dilaksanakan melalui berbagai bentuk antara lain: penilaian
unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil
test), penilaian proyek, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta
didik (portfolio), dan penilaian diri. Penilaian hasil belajar baik formal maupun
informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga
memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu
dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk
dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki
peserta didik tersebut sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa
dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan.
Penilaian menurut Arikunto, merupakan proses pembuatan keputusan
terhadap sesuatu ukuran baik buruk yang besifat kualitatif. Seperti telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa penilaian merupakan kelanjutan dari kegiatan
pengukuran untuk menafsirkan angka sebagai ukuran nilai. Kegiatan
pengukuran dilakukan apabila penilaian memerlukannya, dan pengukuran tidak
perlu dilakukan apabila penilaian tidak memerlukannya.Setelah kita memahami
apa yang dimaksudkan dengan penilian dan pengukuran dari uraian diatas
barulah kita bias memunculkan definisi evaluasi secara umum.Evaluasi adalah
kegiatan pengumpulan data untuk mengukur dan memberikan penilaan sehingga
dari pengukuran dan penilaian tersebut dapat mengetahui sejauh mana tujuan
yang diinginkan dapat tercapai.

d. Test
Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan atau tugas yang
direncanakan untuk memeperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut
pendidikan dimana dalam setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban
atau ketentuan yang dianggap benar. Dengan demikian maka setiap tes
menuntut siswa untuk memberi respon atau jawaban. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa tes merupakan alat ukur untuk memepeeroleh informasi
hasil belajar siswa yang memerlukan jawaban benar aatu salah. Ground dan
Linn (1990) mendefinisikan : Test is an instrument or systematic procedure for
measuring a sample of behavior.

2. Kedudukan Tes, Pengukuran, Assesmen dan Evaluasi.


a. Kedudukan Evaluasi
Proses pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia, dimana di
dalamnua terjadi proses membudayakan dan memberadapkan manusia. Agar
terbentuk manusia yang berbudaya dan beradab, maka diperlukan transformasi
kebudayaan dan peradaban. Masukan dalam proses pendidikan adalah siswa dengan
segala karakteristik dan keunikannya.
Untuk memastikan karakteristik dan keunikan siswa yang akan masuk dalam
transformasi, diperlukan evaluasi terhadap masukan. Tranformasi dalam proses
pendidikan adalah proses untuk membudayakan dan memberadabkan siswa.
Keberhasilan transformasi untuk menghasilkan keluaran seperti yang diharapkan
dipengaruhi dan atau ditentukan oleh bekerjanya komponen/usur yang ada didalam
lembaga pendidikan.
Unsur-unsur transformasi dalam proses pendidikan meliputi :
a. Pendidikan dan Personal Lainya
b. Isi Pendidikan
c. Teknik
d. System Evaluasi
e. Sarana Pendidikan
f. System Administrasi

Untuk mengetahui efesiensi dan efektivitas transformasi dalam proses


pendidikan perlu dilaksanakan evaluasi terhadap bekerjanya unsure-unsur
transformasi. Keluaran dalam proses pendidikan adalah siswayang semakin
berbudaya dan beradap sesuai dengan tujuan yang ditatapkan. Umpan balik dalam
proses pendidikan adalah segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses
pendidikan yang digunakan sebagai badan pertimbangan untuk perbaikan masukan
dan transformasi yang ada dalam proses. Adanya umpan balik yang akurat sebagai
hasil evaluasi yang akurat pula, akan memudahkan kegiatan perbaikan proses
pendidikan.
Untuk mengetahui dan menetapkan siswa apakah sudah sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan lembaga pendidikan atau belum, diperlukan juga
kegiatan evaluasi. Sehingga dengan adanya evaluasi tersebut juga akan dihasilkan
umpan balik, yang mana maksud dari umpan balik ini adalah segala informasi yang
berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan
petimbangan untuk perbaikan masukan dan transformasi yang ada dalam proses.
Dimana umpan balik ini berfungsi sebagai bahan pertimbangan untuk
perbaikan masukan dan transformasi yang ada dalam proses. Dari penjelasan
tersebut dapat kita ketahui bahwa kedudukan evaluasi dalam pendidikan sangatlah
penting, karena dalam setiap proses pendidikan memerlukan kegiatan evaluasi
untuk tujuannya masing-masing. Tes merupakan salah satu jenis alat ukur yang
digunakan untuk menagih hasil belajar siswa.
Dari kumpulan data evaluasi tersebut kita mempunyai kesimpulan tentang
perkembangan hasil belajar siswa. Kegiatan inilah yang disebut dengan assesmen.
Jadi untuk melakukan assesmen kita memerlukan alat ukur, hasil pengukuran dan
penyimpulan data-data hasil pengukuran.

b. Tujuan Evaluasi
Dari uraian sebelumnya, tentunya kita mendapatkan gambaran mengenai
tujuan evaluasi dalam pendidikan. Jadi tujuan utama melakukan evaluasi dalam
pendidikan adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai pencapaian
tujuan instruksional oleh siswa, sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya yang
merupakan fungsi dari evaluasi.
Selain itu juga ada beberapa tujuan evaluasi yaitu sebagai berikut :
1. Menilai ketercapaian tujuan.
Ada keterkaitan antara tujuan belajar, metode evaluasi, dan cara belajar
siswa. Cara evaluasi biasanya akan menentukan cara belajar siswa, sebaliknya
tujuan evaluasi akan menentukan metode evaluasi yang digunakan oleh seorang
guru.
2. Mengukur macam-macam aspek pelajaran yang bervariasi.
Belajar dikategorikan sebagai kognitif, afektif, dan psikomotorik. Batasan
tersebut umumnya dikaitak sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Semua
tipe belajar sebaiknya dievaluasi dalam proporsi yang tepat. Jika guru
menyatakan proporsi sama maka siswa dapat menekankan dalam belajar dengan
proporsi yang digunakan guru dalam mengevaluasi sehingga mereka dapat
menyesuaikan dalam belajar. Guru memilih sarana evaluasi pada umumnya
sesuai dengan tipe tujuan. Proses ini menjadikan lebih mudah dilaksanakan, jika
seorang guru menyatakan tujuan dan merencanakan evaluasi secara berkaitan.
3. Memotivasi belajar siswa.
Evaluasi juga harus dapat memotivasi belajar siswa. Guru harus menguasai
bermacam-macam teknik memotivasi, tetapi masih sedikit di antara guru-guru
yang mengetahui teknik motivasi yang berkaitan dengan evaluasi. Dari
penelitian menunjukkan bahwa evaluasi memotivasi belajar siswa sesaat
memang betul, tetapi untuk jangka panjang masih diragukan. Hasil evaluasi
menstimulasi tindakan siswa baik dapat menimbulkan semangat atau dorongan
untuk meningkatkan atau mempertahankannya yang akhirnya memotivasi belajar
siswa secara kontinu.
4. Menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum.
Keterkaitan evaluasi dengan instruksional adalah sangat erat. Hal ini karena
evaluasi merupakan bagian dari instruksional. Di samping itu, antara
instruksional dengan kurikulum saling berkaitan. Beberapa guru seringkali
mengubah prosedur evaluasi dan metode mengajar yang menurut mereka penting
dan cocok, perubahan itu akan tepat, jika memang didasarkan pada hasil evaluasi
secara luas.
5. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian.
Yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program
pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. Kegagalan para siswa
dalam hasil belajar yang dicapainya hendaknya tidak dipandang sebagai
kekurangan pada diri siswa semata-mata, tetapi juga bias disebabkan oleh
kesalahan strategi dalam melaksanakan program pengajaran. Misalnya
kekurangtepatan dalam memilih metode dan alat bantu mengajar.

c. Fungsi Evaluasi
Dengan mengetahui tujuan evaluasi ditinjau dari berbagai segi dalam sistem
pendidikan, maka dengan cara lain dapat dikatakan bahwa fungsi evaluasi ada
beberapa hal :
1. Evaluasi berfungsi selektif
Dengan mengadakan evaluasi guru dapat mengadakan seleksi pada
siswanya dengan tujuan memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu,
untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas, untuk memilih siswa yang
seharusnya mendapat beasiswa, atau untuk memilih siswa yang sudah berhak
lulus.
2. Evaluasi berfungsi diagnostik.
Apabila alat yang digunkan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan,
maka dengan melihat hasilnya, guru akan dapat mengetahui kelemahan siswa,
dan sebab-sebab kelemahan siswa.
3. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan.
Untuk dapat menetukan dengan pasti dikelompok mana seorang siswa harus
ditempatkan maka digunkanlah suatu kegiatan evaluasi.Sekelompok siswa yang
mempunyai hasil evaluasi yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama
dalam belajar.
4. Evaluasi berfungsi sebgai pengukuran keberhasilan.
Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program
berhasil diterapkan.Keberahasilan program ditentukan oleh bebrapa factor yaitu
factor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan system kurikulum.

Evaluasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran mempunyai berbagai fungsi


sebagai berikut:
1. Alat untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan instruksional.
Dengan adanya evaluasi, kita dapat mengetahui apakah tujuan instruksional kita
sudah tercapai atau belum. Kalau belum dicari faktor penghambat tercapainya
tujuan tersebut kemudian dicari jalan keluar untuk mengatasinya. Di mana tujuan
instruksional dari evaluasi adalah perubahan-perubahan pada diri siswa.
2. Umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar. Perbaikan mungkin
dilakukan dengan hal tujuan instruksional, kegiatan belajar siswa, strategi
mengajar guru, dll yang biasanya berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
3. Dasar dalam menyusun laporan hasil belajar siswa kepada para orang tuanya.
Isi laporan hasil belajar siswa di dapat dari bahan-bahan evaluasi yang mencakup
kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam
bentuk nilai=nilai prestasi yang dicapainya.
4. Sebagai alat seleksi. Untuk mendapatkan calon-calon yang paling cocok untuk
suatu jabatan atau suatu jenis pendidikan tertentu, maka perlu diadakan seleksi
bagi para calon-calonnya. Hasil evaluasi yang dilaksanakan dapat memberikan
gambaran yang cukup jelas mana-mana calon yang paling memenuhi syarat untuk
jenis jabatan atau untuk jenis pendidikan tersebut.
5. Sebagai bahan-bahan informasi apakah anak-anak tersebut harus mengulang
pelajaran atau tidak. Apabila berdasarkan hasil evaluasi dari sejumlah bahan
pelajaran yang kita berikan pada seorang anak telah memenuhi syarat minimal
untuk melanjutkan pelajaran maka anak-anak tersebut dapat melanjutkan ke
materi selanjutnya, tetapi jika tidak memenuhi syarat minimal tersebut. Maka
anak-anak tersebut harus mengulang pelajaran.
6. Sebagai bahan informasi dalam memberikan bimbingan tentang jenis pendidikan
yang cocok terhadap anak tersebut. Dengan evaluasi yang kita laksanakan dapat
kita ketahui segala potensi yang dimiliki oleh anak. Berdasarkan potensi-potensi
yang dimiliki oleh seorang anak dapat diramalkan jurusan apakah yang paling
cocok untuk anak-anak tersebut di kemudian hari. Dengan jalan ini, dapatlah
dihindari adanya salah pilih dalam penentuan jurusan. Dan dengan demikian
dapat pula dihindari pembuangan biaya yang sia-sia karena pilihan yang tidak
tepat.

2. Prinsip-prinsip Penilaian
Evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini :
a. Prinsip Keseluruhan
Yang dimaksud dengan evaluasi yang berprinsip keseluruhan atau
menyeluruh atau komprehensif adalah evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat,
utuh, menyeluruh. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa dalam
pelaksanaannya evaluasi tidak dapat dilaksanakan secara terpisah, tetapi
mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau
perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup
dan bukan benda mati.
Dalam hubungan ini, evaluasi diharapkan tidak hanya menggambarkan
aspek kognitif, tetapi juga aspek psikomotor dan afektif pun diharapkan
terangkum dalam evaluasi. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia, penilaian bukan hanya menggambarkan pemahaman siswa
terhadap materi ini, melainkan juga harus dapat mengungkapkan sudah sejauh
mana peserta didik dapat menghayati dan mengimplementasikan materi tersebut
dalam kehidupannya.Jika prinsip evaluasi yang pertama ini dilaksanakan, akan
diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan
dan perkembangan subjek subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.
b. Prinsip Kesinambungan
Istilah lain dari prinsip ini adalah kontinuitas. Penilaian yang
berkesinambungan ini artinya adalah penilaian yang dilakukan secara terus
menerus, sambung-menyambung dari waktu ke waktu. Penilaian secara
berkesinambungan ini akan memungkinkan si penilai memperoleh informasi yang
dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta
didik sejak awal mengikuti program pendidikan sampai dengan saat-saat mereka
mengakhiri program-program pendidikan yang mereka tempuh.

c. Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar
terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subjektif. Orang juga sering menyebut
prinsip objektif ini dengan sebutan apa adanya. Istilah apa adanya ini
mengandung pengertian bahwa materi evaluasi tersebut bersumber dari materi
atau bahan ajar yang akan diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan
instruksional khusus pembelajaran. Ditilik dari pemberian skor dalam evaluasi,
istilah apa adanya itu mengandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi,
pemberian skor, dan penentuan nilai terhindar dari unsur-unsur subjektivitas yang
melekat pada diri tester. Di sini tester harus dapat mengeliminasi sejauh mungkin
kemungkinan-kemungkinan hallo effect yaitu jawaban soal dengan tulisan yang
baik mendapat skor lebih tinggi daripada jawaban soal yang tulisannya lebih jelek
padahal jawaban tersebut sama. Demikian pula kesan masa lalu dan lain-lain
harus disingkirkan jauh-jauh sehingga evaluasi nantinya menghasilkan nilai-nilai
yang objektif.
Dengan kata lain, tester harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar
menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan
yang sifatnya subjektif. Prinsip ini sangat penting sebab apabila dalam melakukan
evaluasi, subjektivitas menyelinap masuk dalam suatu evaluasi, kemurnian
pekerjaan evaluasi itu sendiri akan ternoda.
Prinsip-prinsip umum evaluasi diantaranya :
1. Beroreintasi pada pencapaian kompetensi
2. Valid (penilaian harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur)
3. Adil
4. Objektif
5. Berkesinambungan
6. Menyeluruh
7. Terbuka
8. Bermakna

Di samping itu, evaluasi juga harus memperhatikan prinsip keterpaduan,


prinsip berorientasi kepada kompetensi dan kecakapan hidup, prinsip belajar aktif,
prinsip koherensi, dan prinsip diskriminalitas.
3. Pergeseran Paradigma Penilaian Hasil Belajar
Selama ini penilaian hasil belajar siswa kebanyakan hanya dilakukan dengan
menggunakan alat ukur tes saja. Dengan cara ini maka kita tidak dapat mengukur
keseluruhan hasil belajar yang telah dicapai siswa. Karena itu, ahli pendidikan
mengusulkan penilaian hasil belajar siswa menggunakan asesmen, dengan begitu kita
dapat mengukur tidak hanya dari hasil belajar saja tapi juga dari proses belajar siswa
secara menyeluruh.
A. KEGIATAN BELAJAR 2
1. Jenis Penilaian Dalam Evaluasi Pembelajaran
Dibedakan dari fungsinya, ada beberapa macam jenis penilaian, yaitu
1. Tes seleksi dan fungsinya
Tes seleksi dan fungsinya adalah tes untuk memilih calon yang dapat
diterima untuk mengikuti suatu program. Fungsi adalah menghasilkan calon-
calon teerpilih yang dapat diterima untuk mengikuti suatu program.
2. Tes penempatan dan fungsinya
Tes penempatan dan fungsinya yaitu untuk menempatkan siswa sesuai
dengan kemampuannya. Fungsi adalah untuk mengelompokkan siswa dalam
satu kelompokyang relatif homogen kemampuan atau ketrampilannya.
3. Pre test post test dan fungsinya
Pre test adalah tes untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memahami
materi pelajaran yang akan disampaikan. Sedangkan Post test adalah untuk
mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan program setelah mereka
mengikuti program tersebut. Fungsi dari pre test dan post test adalah untuk
menilai efektivitas proses pembelajaran
4. Tes diagnostik dan fungsinya
Tes diagnostik dan fungsinya adalah penilaian yang bertujuan untuk
melihat kelemahan-kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. Penilaian ini di
laksanakan untuk untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial
(remedial teaching), menemukan kasus-kasus, dll. Soal-soal tentunya disusun
agar dapat ditemukan jenis kesulitan belajar yang dihadapi oleh para siswa.
Fungsi test diagnostik adalah sebagai langkah awal untuk menentukan dan
memperbaiki atau menghilangkan penyebab kesulitan siswa dalam memahami
suatu materi pelajaran.
5. Tes Formatif
Tes formatif dan fungsinya adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir
program pembelajaran untuk melihat tingkat keberhasilan proses pembelajaran
itu sendiri dengan kata lain untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat
menguasai tujuan pembelajaran yang baru saja diajarkan. Dengan demikian,
penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan
strategi pelaksanaannya. Biasanya di sekolah-sekolah, tes formatif itu pada
umumnya ditekankan pada bahan-bahan pelajaran yang akan diajarkan oleh
seorang guru, setelah guru mengadakan atau melaksanakan suatu tes formatif
maka sebaiknya ditindak lanjuti lagi jika ada bagian-bagian yang memang
belum dikuasai atau belum dipahami oleh peserta didik. Dengan begitu tujuan
dari evaluasi formatif adalah untuk memperbaiki tingkat penguasaan materi dari
peserta didik dan sekaligus memperbaiki dalam suatu proses pembelajaran.
6. Tes sumatif dan fungsinya adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit
program, yaitu akhir semester dan akhir tahun.Tujuannya adalah untuk melihat
hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler
dikuasai oleh para siswa. Penilaian ini berorientasi kepada produk, bukan proses
7. Tes unjuk kerja yaitu untuk menilai performance siswa dalam menghayati atau
menghasilkan suatu karya atau hasil belajar.

Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes dan bukan tes
(nontes). Tes ini ada yang berikan secara lisan (menurut jawaban secara lisan), ada tes
tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes tindakan (menuntut jawaban
dalam bentuk perbuatan. Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk objektif, ada juga
yang dalam bentuk esai atau uraian. Sedangkan non tes sebagai alat penilaian mencakup
observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi kasus, dll.

MODUL 2

PENGEMBANGAN TES HASIL BELAJAR


A. Pengertian Tes Hasil Belajar
Kata tes berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan
logam-logam mulia, yang dimaksud disini adalah dengan menggunakan alat berupa
piring akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang bernilai tinggi. Dalam
perkembangannya dan seiirng kemujuan zaman tes berarti ujian atau percobaan. Ada
beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian diatas yaitu
tes, testing, tester dan testee, yang masing-masing mempunyai pengertian berbeda
namun erat kaitannya dengan tes.
1) Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian,
2) Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat
pengambilan tes
3) Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk
melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden
4) Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.
Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian tes, menurut Anne
Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul Psychological Testing, yang dimaksud
dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat
digunakan secara meluas, serta dapat digunakan sebagai cara untuk mengukur dan
membandingkan keadaan pskis atau tingklah laku individu. Menurut Lee J. Cronbach
dalam bukunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes merupakan suatu
perosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih.
Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang
diberikan kepada individu atau kelompok, yang dimaksud untuk membandingkan
kecakapan satu sama lain.
Dari pengertian dari para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat disimpulkan
bahwa pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang ditempuh dalam
rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang memberikan tugas dan
serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat dihasilkan nilai yang
melambangkan tingkah laku atau prestasi peserta didik.
Tes sebagai salah satu teknik pengukuran dapat didefinisikan A test will be
defined as a systematic procedure for measuring a sample of an individuals behaviour
(Brown,1970:2). Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu di perhatikan
dalam memahami makna tes, yaitu Pertama adalah kata systematic procedure yang
artinya bahwa suatu tes harus disusun, dilaksanakan (diadministrasikan) dan diolah
berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga
langkah, yaitu (a) sistematis dalam isi, artinya butir-butir soal (item) suatu tes
hendaknya disusun dan dipilih berdasarkan kawasan dan ruang lingkup tingkah laku
yang akan dan harus diukur atau dites, sehingga tes tersebut benar-benar tingkat
validitasnya dapat dipertanggungjawabkan, (b) sistematis dalam pelaksanaan
(administrasi) artinya tes itu hendaknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur dan
kondisi yang telah ditentukan ; dan (c) sistematis di dalam pengolahannya, artinya data
yang dihasilkan dari suatu tes diolah dan ditafsirkan berdasarkan aturan-aturan dan
tolak ukur (norma) tertentu. Kedua adalah measuring of an individuals is behaviour
yang artinya bahwa tes itu hanya mengukur suatu sampel dari suatu tingkah laku
individu yang dites. Tes tidak dapat mengukur seluruh (populasi) tingkah laku,
melainkan terbatas pada isi (butir soal) tes yang bersangkutan.
Suatu tes akan berisiskan pertanyaan-pertanyaan dan atau soal-soal yang harus
dijawab dan atau dipecahkan oleh individu yang dites (testee), maka disebut tes hasil
belajar (achievement test). Hal ini sependapat dengan seorang ahli yang menyatakan
bahwa The type of ability test that describes what a person has learned to do is called an
achievement test (Thordike & Hagen, !975:5). Berdasarkan pendapat itu, tes hasil
belajar biasanya terdiri dari sejumlah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran
tertentu (ada yang mudah, sedang, dan sukar). Tes tersebut harus dapat dikerjakan oleh
siswa dalam waktu yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, tes hasil belajar merupakan
power test. Maksudnya adalah mengukur kemampuan siswa dalam menjawab
pertanyaan atau permasalahan.

B. Jenis dan Bentuk Tes Hasil Belajar


Tes merupakan serangkaian soal yang harus dijawab oleh siswa. Dalam hal ini,
tes hasil belajar dapat digolongkan kedalam tiga jenis berdasarkan bentuk
pelaksanaanya, yaitu (a) tes lisan, (b) tes tulisan, dan (c) tes tindakan atau perbuatan.
Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan kertas dan
pencil sebagai instrumen utamanya, sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban ujian
pada kertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun menggunakan
komputer. Sedangkan, Tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap
muka antara guru dan murid. Sedangkan, Tes perbuatan mengacu pada proses
penampilan seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerja. Tes perbuatan
mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta didik.
Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya tes dibagi menjadi 2 bagian yakni :
1) Tes Essay (uraian)
Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa
menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu dengan bahasa
sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam
menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa sendiri.
Subino, (1987:2) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat kebebasan jawaban yang
dimungkinkan dalam tes bentuk uraian, butir-butir soal dalam ini dapat dibedakan
atas butir-butir soal yang menuntut jawaban bebas. Butir-butir soal dengan jawaban
terikat cenderung akan membatasi, baik isi maupun bentuk jawaban; sedangkan
butir soal dengan jawaban bebas cenderung tidak membatasi, baik isi maupun
jawaban.
2) Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan
alternatif jawabannya. Tes ini terdiri dariberbagai macam bentuk, antara lain ;
a. Tes Betul-Salah (TrueFalse)
b. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
c. Tes Menjodohkan (Matching)
d. Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
Pada prinsipnya, bentuk tes objektif di atas mempunyai kelemahan dan
kebaikannya, akan tetapi biasanya bentuk objektif dapat menteskan semua bahan
yang telah diajarkan, sedangkan bentuk uraian agak sukar untuk mengukur semua
bahan yang sudah diajarkan, karena ruang lingkup bentuk tes tersebut sangat
sempit. Untuk lebih jelasnya perlu diterangkan dahulu kelemahan dan kebaikan tes
bentuk objektif. Keuntungan atau kebaikan bentuk objektif dalam evaluasi hasil
belajar bahasa Indonesia bagi siswa adalah tes bentuk objektif (1) tepat untuk
mengungkapkan hasil belajar yang bertatanan pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
dan analisis, (2) mempunyai dampak belajar yang mendorong siswa untuk
mengingat, menafsirkan, dan menganalisis pendapat, dan (3) jawaban yang
diberikan dapat menggambarkan ranah tujuan pendidikan menurut Bloom,
khususnya ranah cognitive domain. Sedangkan kelemahannya bahwa tes objektif
(1) siswa tidak dituntut untuk mengorganisasikan jawaban, karena jawabannya
sudah disediakan, (2) siswa ada kemungkinan dapat menebak jawaban yang telah
tersedia (3) tidak dapat mengungkap proses berpikir dan bernalar, (4) hanya
mengukur ranah kognitif yang paling rendah tidak mengungkap kemampuan yang
lebih kompleks. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Gronlund (1985 : 36)
menyatakan bahwa objective test items can be used to measure a variety of
knowledge out come the most generally useful is the multiple choice itemsbut
other items types also have a place. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa item-
item tes objektif dapat digunakan untuk mengukur berbagai hasil belajar yang
berupa pengetahuan. Umumnya yang paling berguna adalah item bentuk pilihan
jamak, sementara itu, tipe item objektif yang lainnya punya peran tersendiri.
Pendapat lain yang berbeda, yakni Lado (1961 : 201) mengemukakan bahwa
The usual objectians to objective test are that they are too simple, that they do not
require real thinking but simple memory, and that they do not test the ability of the
student to organize his thought.
Pendapat di atas menunjukan bahwa keberatan tes objektif adalah karena tes
itu terlalu mudah, tidah menuntut pemikiran yang nyata, dan tidak menguji
kecakapan siswa dalam mengorganisasikan pikirannya. Padahal pada tingkatan
perguruan tinggi kemampuan untuk mengorganisasikan pemikiran,
mengungkapkan ide secara sistematis, dan menunjukan kemampuan nalar yang
ilmiah merupakan tuntutan yang ditujukan kepada siswa, lebih jauh kepada lulusan
perguruan tinggi (Ditjen Dikdasmen, 1982/1983 : 20).
Dilihat dari sudut waktu kapan dan untuk apa tes itu dilakukan, maka tes
hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tes awal (pretest), tes akhir (posttest),
dan entering behaviour test.
Tes awal biasanya dilakukan setelah proses belajar mengajar selesai.
Tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa terhadap materi
pelajaran yang telah diberikan pada proses belajar mengajar yang bersangkutan.
Tujuan lain adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang telah
dilakukan, hasilnya disebut hasil tes fomatif, sedangkan bila tujuannya untuk
menetapkan lulusan atau kenaikan kelas seseorang terhadap mata pelajaran tertentu
maka disebut ujian akhir atau ulangan umum.
Entering behaviour test adalah suatu tes yang berisikan materi pelajaran atau
kemampuan-kemampuan siswa yang harus sudah dikuasai sebelum mereka
menempuh suatu proses.
Dari segi fungsi tes di sekolah, tes dibedakan menjadi :
a. Tes Formatif
Tes Formatif, yaitu tes yang diberikan untuk memonitor kemajuan belajar
selama proses pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikan dalam tiap satuan
unit pembelajaran. Manfaat tes formatif bagi peserta didik adalah :
Untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi dalam tiap
unit pembelajaran. Merupakan penguatan bagi peserta didik.
Merupakan usaha perbaikan bagi siswa, karena dengan tes formatif peserta
didik mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
Peserta didik dapat mengetahui bagian dari bahan yang mana yang belum
dikuasainya.
b. Tes Summatif
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui penguasaan atau
pencapaian peserta didik dalam bidang tertentu. Tes sumatif dilaksanakan pada
tengah atau akhir semester.
c. Tes Penempatan
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan
yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik
ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
d. Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagosis penyebab
kesulitan yang dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan
lain-lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.

C. Ciri-ciri tes yang baik


Menurut arikonto (1992), Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat
pengukur harus memilki persyaratan tes, yaitu memiliki:
1. Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang
hendak diukur. Contoh, untuk mengukur partisipasi siswa dalam proses belajar
mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi
dilihat melalui: kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada
permasalahannya.[6]
2. Reliabilitas
Berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dikatakan
dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali.
Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan.
Jika dihubungkan dengan validitas, maka: Validitas adalah ketepatan dan reliabilitas
adalah ketetapan.
3. Objektivitas
Sebuah dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu
tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. hal ini terutama terjadi pada sistem
scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan
ketetapan pada sistem scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan
dalam hasil tes.
4. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut
bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. tes yang baik adalah yang mudah
dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk
yang jelas.
5. Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang
lama.

D. Langkah langkah Pengembangan Tes Hasil Belajar


Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes yang
baik,yaitu:
1. Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan kualitas tes dan
ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah :
- Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah berorientasi
kepada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat
dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja operasional), serta
dapat diamati dan dapat di ukur.
- Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk
merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes
sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi
penyusun tes.
- Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan kesesuaian
antara tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring, pengelolaan hasil
evaluasi, penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
- Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui
melalui uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya
beban penyeleaian soal tersebut
- Merencanakan banyak soal
- Merencanakan jadwal penerbitan soal
2. Penulisan soal
3. Penelaahan soal,yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati
apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan
pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan
psikologis.
4. Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal yang
dibuat akan dibakukan.
5. Penganalisisan hasil uji coba.
6. Pengadministrasian soal

E. KEGIATAN BELAJAR 1
1. Keunggulan dan Kelemahan Tes
1) Tes Objektif
1) Keunggulan Tes Objektif
a) Tepat digunakan untuk mengukur proses berfikir rendah sampai dengan
sedang (ingatan, pemahaman dan penerapan)
b) Semua atau sebagian besar materi yang telah diajarkan dapat ditanyakan
saat ujian
c) Pemberian skor pada setiap siswa dapat dilakaukan dengan cepat, tepat dan
konsisten karena jawaban yang benar untuk setiap butir soal sudah jelas dan
pasti.
d) Khususnya pilihann ganda dapat memungkinkan untuk dilakukan analisis
butir soal.
e) Tingkat kesukaran soal dapat dikendalikan hanya dengan mengubah
homogennitas alternatif jawaban (pilihan ganda).
f) Informasi yang diperoleh dari tes objektif lebih kaya.

2) Kelemahan Test Objektif


a) Pada kenyataannya tes objektif hanya mengukur proses berfikir rendah
b) Membuat pertanyaan tes objektif yang baik lebih sukar daripada membuat tes
uraian
c) Kemampuan anak terganggu dengan kemampuan membaca dan menerka
d) Anak tidak dapat mengorganisasikan, menghubungkan dan menyatakan idenya
sendiri karena semua alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan sudah
diberikan oleh penulis soal.

3) Upaya yang dapat ditempuh untuk meminimalkan kelemahan tes objektif


a) Agar butir soal yang ditulis tidak cenderung mengukur proses berfikir rendah.
Agar test objektif yang ditulis dapat mengukur tujuan pembejalaran yang telah
ditetapkan, penulis soal harus berorientasi pada kisi-kisi soal, sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang diukur.
b) Usaha untuk mengatasi lamanya waktu penulisan butir soal
Dengan menganilisis butir soal maka kita akan memperoleh informasi yang banyak
tentang butir soal tersebut, dapat mengetahui karakteristik butri soal yang
meliputi tingkat kesukaran, daya beda, efektifitas pengecoh, serta
reliabilitasnya set tes.
c) Upaya untuk mengatasi agar kemampuan anak tidak terganggu oleh
kemampuan membaca dan menerka. Masalah ini dapat diatasi dengan cara
menulis butir soal yang baik sesuai dengan kaidah penulisan butir soal objektif
yang telah ditentukan. Sedangkan untuk mengatasi masalah tebakan (guessing)
dapat diatasi dengan memperbanyak jumlah alternatif jawaban menjadi empat
atau lima. Dengan bertambahnya jumlah alternatif jawaban maka probabilitas
menebak akan semakin kecil.
d) Dengan tes objektif anak tidka dapat mengemukakan idenya sendiri tetapi
harus mengikuti ide orang lain. Ini memang tes objektif yang tidak bbisa
diminimalkan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan tes
uraian yang memberi kesempatan kepada anak untuk menjawab butir soal
sesuai dengan idenya sendiri.

a. Test Uraian
1. Keunggulan Test Uraian
1) Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir tinggi
2) Tepatdigunakan untuk mengukur hasil belajar yang kompleks yang
tidak dapat diukur dengan tesobjektif
3) Waktu yang digunakan untukmenulis satu set
tes uraian lebih cepat dari pada waktu yang digunakan untuk menulis satu set
tes objektif
4) Menulis tes uraian yang baik relative
lebih mudah dari pada menulis tes objektif.

2. Kelemahan Test Uraian


1) Terbatasnya sampel materi yang ditanyakan
2) Sukar memeriksa jawaban siswa
Pemberiaan skor yang kurang efektif dan kurang konsisten dapat disebabkan
Pemberian skoryang karena beberapa hal yaitu :
- Adanya hallo effect
- Adanya efek bawaan ( carry over effect)
- Efek urutan pemeriksaan ( order effect)
- Pengaruh penggunaan bahasa
- Pengaruh tulisan tangan

3. Upaya untuk meminimalkan kelemahan


1) Upaya untuk meningkatkan jumlah sampel materi yang ditanyakan saat ujian
adalah membuat test uraian yang dapat dijawab dengan cepat oleh siswa (tes
uraian terbatas)
2) Upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pemeriksa adalah dengan memeri
ksa hasil ujian tanpa nama.
3) Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam memeriksa hasil tes siswa adalah :
Gunakan tes uraian terbatas
Gunakan 2 pemeriksa untuk memeriksa setiap hasil tes siswa
Sepakat tentang cara pemberian skor dengan pemeriksa kedua
Lakukan uji coba pemeriksaan
4) Upaya untuk mengurangi hallo effect adalah dengan menghilangkan/ menutup
nama peserta tes.
5) Upaya untuk menghindari carri over effect adalah dengan cara memeriksa
jawaban soal no 1 untuk keseluruhan siswa baru kemudian baru memeriksa
soal no 2 juga untuk keseluruhan siswa begitu seterusnya sampai butir soal
terahir.
6) Upaya untuk menghindari order effect adalah dengan berhenti memeriksa jika
anda sudah merasa lelah dalam memeriksa.

F. KEGIATAN BELAJAR 2
1. Mengembangkan Tes
a. Tes Objektif
1) Tes benar salah / true false item
Fungsi :
1) Mengukur kemampuan siswa untuk mengidentifikasi kebenaran suatu
pernyataan mengenai fakta, definisi, prinsip, teori, hukum, dan
sebagainya.
2) Mengukur kemampuan siswa unuk membedakan antara fakta dengan
pendapat atau opini.
3) Mengukur hasil belajar yang lebih tinggi dari sekedar ingatan.
Keunggulan : mudah dikonstruksikan, dapat mennanyakan banyak sampel
materi, mudah penskoran, tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir
sederhana.
Kelemahan : probabilitas siswa dalam menebak jawaban sangat tinggi yaitu
50%, sebagian besar soal benar salah hanya digunakan untuk mengukur hasil
belajar siswa yang sederhana yaitu aspek ingatan.

2) Tes menjodohkan / matching exercise


Tes menjodohkan yaitu tes objektif yang ditulis dalam dua kolom.
Kolom pertama adalah pokok soal/premis dan kolom kedua adalah jawaban /
respon.
Keunggulan : mudah dibuat, mudah penskorannya, dapat menguji banyak
materi yang telah diajarkan pada siswa.
Kelemahan : butir soal yang dibuat cenderung mengukur hasil belajar yang
sederhana.
3) Tes pilihan ganda / multiple choice
Ragam tes pilihan ganda :
a. Melengkapi pilihan ( ragam A) : Tersusun atas pokok soal dengan empat /
lima alternatif jawaban.
b. Hubungan antarhal (ragam B) : Tersusun atas pokok soal terdiri dari dua
pernyataan yang independen dipisahkan dengan kata sebab.
c. Analisi kasus (ragam C)
d. Ganda kompleks (ragam D)
e. Membaca diagram , tabel, atau grafik ( ragam E ) : Mengkonstruksi tes
objektif yang baik
a) Saran dalam mengkonstruksi tes B-S
- Kalimat / pernyataan harus dapat ditentukan dijawab benar/ salah.
Hindari pernyataan yang membingungkan/ bermakna ganda.
- Hindari penulisan butir soal yang hanya mengukur hasil belajar
yang tdk mengukur kompetensi.
- Upayakan butir soal tsb menguji hasil belajar yang lebih tinggi dari
sekedar ingatan.
- Hindari penggunaan pernyataan negatif apalagi pernyataan negatif
ganda.
- Hindari penggunaan kalimat yang terlalu kompleks.
- Pernyataan benar dan salah harus dibuat seimbang dalam hal
penulisan kalimat.
- Jumlah jawaban untuk pernyataan benar/ salah harusnya seimbang.
b) Saran dalam mengkonstruksi tes menjodohkan
- Pernyataan pernyataan dibawah kolom pertama atau kedua harus
terdiri dari pernyataan yang homogen.
- Jumlah pernyataan kolom kedua dibuat lebih banyak dari kolom
kedua.
- Penulisan kalimat pada respon hendaknya lebih pendek dari
premis.
- Jika jawaban pada respon berbentuk angka penulisan harus
diurutkan.
- Letakkan keseluruhan pernyataan premis dan respon pada halaman
yang sama.
c) Saran dalam mengkonstruksi tes pilihan ganda
- Inti permasalahan yang ditanyakan harus dirumuskan dengan jelas.
- Hindari pengulangan kata yang sama pada alternatif jawaban.
- Hindari penggunaan kalimat berlebihan pada pokok soal.
- Alternatif jawaban hendaknya logis, homogen dari segi materi /
panjang pendek kalimat dan pengecoh menarik untuk dipilih.
- Dalam merumuskan soal hindari adanya petunjuk ke jawaban yang
benar.
- Setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar.
- Hindari penggunaan ungkapan negatif dlm penulisan soal.
- Hindari alternatif jawaban yang berbunyi semua jawaban benar /
semua jawaban salah.
- Jika alternatif jawaban berupa angka, susunlah angka tersebut
berurutan.
- Dalam perumusan soal hindari penggunaan istilah teknis.
- Upayakan agar jawaban soal tidak tergantung jawaban soal yang
lain.

2. Tes Uraian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonstruksi tes uraian yaitu :
1) Tulis tes uraian berdasarkan perencanaan tes yang dibuat.
2) Gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang sukar.
3) Kembangkan butir soal dari suatu kasus.
4) Gunakan tes uraian terbatas.
5) Usahakan pertnyaan mengungkap pendapat siswa bukan hanya fakta.
6) Rumuskan pertanyaan dengan jelas dan tegas.
7) Rancanglah pertanyaan sesuai waktu yang disediakan dalam ujian.
8) Hindari penggunaan pernyataan pilihan.
9) Tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa apabila ia mengerjakan soal
dg benar.
Pedoman penskoran :
1) Apa jawaban terbaik dari pertanyaan tersebut? Jika ada jawaban lain maka
jawaban tersebut harus ditulis.
2) Tandai butir, kata kunci / konsep penting yang harus muncul pada jawaban
tersebut.
3) Adakah butir, kata kunci / konsep yang lebih penting dari yang lain.
4) Beri skor pada setiap butir, kata kunci / konsep yang harus muncul pada
jawaban tersebut.
5) Butir , kata kunci, atau konsep yang lebih penting dapat diberi skor lebih dari
yang lain.

G. KEGIATAN BELAJAR 3
1. Perencanaan Tes
Tes hasil belajar (Achievement test) dikatakan baik jika tes tersebut dapat
mengukur ketercapaian tujuan pembelajarann yang telah ditetapkan dalam rencana
pembelajaran. Idealnya semua tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan harus
diukur ketercapaiannya. Tetapi karena keterbatasan waktu ujian memaksa kita untuk
memilih tujuan mana yang harus diukur ketercapaiannya. Pemilihan tersebut harus
dilakukan secara representatif. Keadaan seperti ini dapat tercapai jika dalam
menyusun tes dilakukan dengan perencanaan yang baik.
Beberapa hal yang penting yang harus diperhatikan dalam membuat
perencanaan tes antara lain :
1. Pemilihan sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel hendaknya
mengacu pada tujuan pembelajarann yang ingin dicapai. Pilihlah sampel materi
yang secara representatif dapat mewakili semua materi yang telah diajarkan.
Dasar pemilihan sampel materi adalah dasar pertimbangan keahlian (expert
judgement).
2. Jenis tes yang digunakan harus berhubungan erat dengan jumlah sampel materi
yang dapat diukur, tingkat kognitif, jummlah peserta tes serta jumlah butir soal.
3. Jenjang kemampuan berfikir yang ingin diuji. Setiap mata pelajaran mempunyai
penekanan kemampuan yang berbeda dalam mengembangkan proses berfikir
siswa. Jika tujuan suatu mata pelajaran lebih menekankan pada proses berfikir
analisis, evaluasi dan kreasi maka butir soal yang akan digunakan harus dapat
mengukur kemampuan tersebut.

Dalam hubungnan ini kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh
Bloom dkk kemudian di revisi oleh Kratwoll (2001). Revisi Kartwoll terhadap
tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), Penerapan
(C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6).

2. Ragam tes
Ada beebrapa ragam tes yang dapat digunakan sebagi alat ukur hasil belajar
siswa baik itu berupa tes objektif maupun tes uraian. Untuk tes objektif dapat dipilih
B S, test menjodohkan, atau tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda dapat dipilah
menjadi : melengkapi pilihan (ragam A), hubungan antar hal (ragam B), analisis
kasus (ragam C), ganda kompleks (ragam D, atau membaca diagram, tabel, grafik
(ragam E).
Sedangkan untuk tes uraian dapat dipilih tes uraian terbatas atau uraian
terbuka. Misalnya tes B S dan pilihan ganda ragam A sangat tepat untuk mengukur
jenjang proses berfikir ingatan dan pemahaman, sedangkan ragam B, C atau E tepat
digunakan untuk mengukur proses berfikir lebih tinggi dari sekedar ingatan. Jadi
pemilihan ragam soal ini erat kaitannya dengan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai.

3. Sebaran tingkat kesukaran butir soal.


Pada umumnya ahli pengukuran sepakat bawa butir soal yang dapat
memberikan informasi yang besar kepada guru adalah butir soal yang tingkat
kesukarannya sedang (harga p disekitar 0,5). Dengan memperhatikan karakteristik
butir soal seperti itu maka tes yang baik adalah tes yang kumpulan butir soalnya
sebagian besar mempunyai tingkat kesukaran sedang. Dalam menentukan sebaran
tingkat kesukaran butir soal dalam set soal untuk ujjian harus mempertimbangkan
interpretasi hasil tes yang mana yang akan dipergunakan. Ada dua pendekatan yang
dapat digunakan dalam menginterpretasikan hasil tes yaitu :
a. Pendekatan penilaian acuan kriteria atau patokan (PAK/ PAP)
b. Pendekatan acuan norma (PAN).

4. Waktu yang disediakan


Lamanya waktu ujian merupakan faktor pembatas yang harus diperhatikan
dalam membuat perencanaan tes. Lamanya waktu ujian akan membawa konsekuensi
kepada banyaknya butir soal yang harus dibuat.

5. Jumlah butir soal


Penentuan jumlah butir soal yang tepat dalam satu kali ujian tergantung pada
beberapa hal antara lain :
a. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai
b. Ragam soal yang akan digunakan
c. Proses berfikir yang ingin diukur
d. Sebaran tingkat kesukaran.

MODUL 3

PENGEMBANGAN ASSESMEN ALTERNATIF


A. KEGIATAN BELAJAR I
1. Konsep Dasar Asesmen Alternatif
Dalam Pendidikan dikenal dua pengertian tentang penilaian yaitu penilaian
dalam arti asesmen dan penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti asesmen
merupkan kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian dan kemajuan
belajar siswa sedangkan penilaian dalam arti evaluasi merupakan kegiatan yang
dirancang untuk mengukur keefektifan sistem pendidikan secara keseluruhan.
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan asesmen,yaitu tradisional
assesmen,performance assesment,authentic assesmen,portofolio assesmen,
achievement assesment, dan alternatife assesment.
a. Tradisional assesment
Tradisional asesmen mengacu pada tes tertulis.maksudnya tradisional
assessment hanya mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan satu jenis
alat ukur yaitu tes tertulis.padahal kita ketahui bersama tes tertulis mempunyai
kelemahan diantaranya hanya mampu mengukur aspek kognitif dan ketrampilan
sederhana, sebagian kecil dari hasil belajar siswa, dan tes sering kali
menimbulkan kecemasan.

b. Performance assessment ( asesmen kinerja)


Asesmen kinerja merupakan asesmen yang menghendaki siswa untuk
mendemonstrasikan kemampuannya baik pengetahuan atau ketrampilan dalam
bentuk kinerja nyata yang ditunjukan dalam bentuk penyelesaian suatu tugas,
bukan hanya menjawab atau memilih jawaban yang sudah tersedia. Asesmen
kinerja menilai hasil belajar siswa dan proses belajarnya.

c. Authentic assessment.
Authentic assessment merupakan assessment yang menuntut siswa
mampu menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya dalam kehidupan nyata
diluar sekolah. Tujuan dan otentik assessment adalah untuk mengumpulkan
bukti-bukti apakah siswa sudah dapat menggunakan pengetahuan dan
ketrampilannya secara efektif dalam kehidupan nyata dan dapat memberikan
kritik terhadap upaya yang telah ia lakukan.
Dari Pengertian tersebut tampak bahwa authentic assessment didasarkan
performance assessment yang menuntut siswa mampu unjuk kerja. Contoh :
disekolah siswa diajari konsep penjumlahan 2 + 3 = 5. Konsep tersebut
abstrak.Konsep tersebut tidak ditemukan dalam kehidupan nyata anak, yang ada
adalah 2 bola + 3 bola = 5 bola. Untuk itu dalam mengajarkan konsep
penjumlahan ajarlah siswa dengan menggunakan contoh-contoh yang ada dalam
kehidupan nyata.
Untuk mengetahui bagaiman anak harus bersikap sopan kepada orang tua
pada situasi yang sebenarnya.Amatilah bagaimana sikap siswa saat berinterkasi
dengan orang tua yang ada disekitar sekolah. Misalnya kepada pesuruh sekolah,
penjual kue dan minuman disekitar sekolah dan sebagainya.

4. Portofolio assessment (assessment portofolio)


Asesmen portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa yang disusun
secara sistematis yang menunjukan upaya,proses,hasil dan kemajuan belajar
yang dilakukan siswa dari waktu ke waktu. Mungkin banyak definisi portofolio
yang telah anda kenal dan agak berbeda dengan pengertian diatas tetapi pada
dasarnya portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa yang menunjukan
pencapaian dan perkembangan hasil hasil belajar siswa.

5. Achievement assessment
Achivement assessment merupakan pengertian umumterhadapa semua
usaha untuk mengukur,mengetahui dan mendeskripsikan hasil belajar siswa,
baik yang dilakukan dengan tes tertulis,assasemen kinerja,portofolio, dan semua
usaha untuk memperoleh informasi hasil dan kemajuan belajar siswa.

6. Alternative assessment
Alternative assessment merupakan asasement yang tidak hanya tergantung
pada tes tertulis. Pada dasarnya asasemen alternative merupakan alternative dari
asasemen tradisional (paper and pencil test). Jadi performance
assesmen,portofolio assessment,authentic assessment, dan achievement
assessment merupakan kelompok asesmen alternative.

2. Landasan Psikologis
Asesmen alternative tidak hanya menilai hasil belajar, tetapi dapat member
informasi secara lengkap tentang proses pembelajaran.Asesment alternative tidak
hanya menilai produk belajar saja tetapi juga menilai proses belajar untuk
menghasilkan kemampuan produk tersebut.
Asesmen alternative dilaksanakan bersdasarkan teori belajar khususnya dari
aliran psikologi kognitif. Beberapa teori belajar yang digunakan sebagai landasan
dalam pelaksanakan asesmen alternative adalah:
1. Teori fleksibilitas kognitif dan R.spiro (1990)
Teori ini beranggapan bahwa hakekat belajar adalah komplek dan tidak
terstruktur. Teori ini menjelaskan bahwa belajar akan menghasilkan
kemampuan secara spontan dalam melakukan restrukturisasi pengetahuan yang
telah dimiliki.
2. Teori belajar Bruner (1966)
Menurut teori ini belajar merupakan suatu proses aktif yang dilakukan
siswa dengan cara mengkonstruksi sendiri gagasan baru atas dasar konsep
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki yang diarahkan pada belajar
penemuan (discovey learning)
3. Generative learning model dari Osborne dan wittrock (1983)
Teori ini beranggapan bahwa otak tidak hanya pasif menerima informasi
tetapi aktif membentuk dan menginterpretasikan informasi serta menarik
kesimpulan dari informasi tersebut. Dalam belajar siswa harus aktif memaknai
apa yang sedang dipelajarinya. Serta siswa harus dapat membuat model atau
menjelaskan ntentang apa yang dipelajari kemudian mengorganisasikan
informasi yang sudah diseleksi berdasarkan pengalaman yang sesuai, logis dan
rill.
4. Experiential learning theory dari c rogers (1969)
Teori ini beranggapan bahwa siswa dalam pembelajaran harus aktif,
memiliki inisiatif dan dapat menilai diri (penilaian diri siswa) sedangkan guru
hanya sebagai fasilitator.
5. Multiple intelligent theory dari Howard gardner (1983)
Menurut Gardner intelegensia didefinisikan sebagai suatu kemampuan
seseorang yang digunakan untuk memecahkan masalah atau untuk menunjukan
suatu produk yang dihargai oleh satu atau lebih budaya. Menurut Gardner ada 8
kemampuan pada setiap individu yaitu :
1) Linguistic (kemampuan berbahasa)
2) Logical mathematic (kemampuan logika matematika)
3) Visual-spatial (kemampuan konsep tata ruang)
4) Bodily kinenthetic (kemampuan menggunakan bahasa tubuh)
5) Musical (kemampuan menghayati dan memahami musik)
6) Intrapersonal (kemampuan bekerjasama dengan orang lain)
7) Intrpersonal (kemampuan memahami dirinya)
8) Naturalist (kemampuan untuk mengklasifikasi spesies yang ada
dilingkungan).

3. Keunggulan dan Kelemahan Asesmen Alternatif


Seperti halnya alat ukur yang lain, asesmen alternative seperti performance
asesmen,authentic assessment, dan portofolio assessment mempunyai keunggulan
dan kelemahan.
a. Keunggulan asesmen alternative antara lain:
1) Dapat menilai hasil belajar yang kompleks dan ketrampilan-ketrampilan
yang tidak dapat dinilai dengan asesmen tradisional.
Contohnya : jika anda ingin menguku rkinerja kerja siswa dalam membuat
karangan maka banyak aspek yang dapat diukur dari tugas dari tugas
karangan tersebut. Misalnya kemampuan dalam siswa dalam membuat
paragraph yang baik, pemilihan kosa kata yang tepat, kemampuan siswa
dalam menuangkan ide dalam bentuk tulisan, kemampuan merangkai kata
dan kalimat,dan kemampuan berimajinasi.
2) Menyajikan hasil penilaian yang lebih hakiki, langsung, dan lengkap
dengan melakukan asesmen anda akan dapat menilai hasil belajar anak
secara lengkap, tidak hanya hasil belajar dalam ranah kognitif tetapi juga
ranah afektif dan psikomotor.
3) Meningkatkan motivasi siswa.
4) Mendorong pembelajaran dalam situasi yang nyata.Asesmen Alternatif
menekankan kepada apa yang dapat ditunjukan atau dikerjakan oleh siswa
bukan apa yang diketahui siswa.
5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk selfvaluation.
6) Membantu guru untuk menilai efektifitas pembelajaran yang telah
dilakukan.
7) Meningkatkan daya transferabilitas hasil belajar.

b. Kelemahan Asesmen alternative:


1. Membutuhkan banyak waktu
2. Adanya unsure subjektifitas dalam penskoran
3. Ketetapan penskoran rendah
4. Tidak tepat untuk kelas besar.

B. KEGIATAN BELAJAR 2
1. Bentuk Assesmen Kinerja
a. Tugas (Task)
Sesuai dengan namanya yaitu assesmen kinerja, assesmen ini meminta anak
untuk melakukan sesuatu atau menunjukan kinerjanya sesuai dengan tuugas yang
diberikan oleh guru. Informasi tentang keberhasilan siswa dalam unjuk kerja
dapat diperoleh dari berbagai jenis tagihan misalnya :
1. Computer adaptive testing
Merupakan tes berbantuan komputer yang dapat digunakan untuk
menilai hasil belajar siswa sesuai dengan kemampuannya. Pada prinsipnya tes
tes ini akan menilai hasil belajar siswa dari tugas yang mudah sampai ke
tingkat yang sukar.
2. Tes pilihan ganda yang diperluas
Tes pilihan ganda yang diperluas adalah tes pilihan ganda dimana dalam
pengerjaannya siswa tidak hanya memilih satu jawaban tetapi mereka juga
diminta untuk memberikan alasan.
3. Tes uraian terbuka ( open ended question )
Tes uraian terbuka adalah tes yang dapat menilai kinerja atau
kemampuan siswa dalam penalaran, logika, serta kemampuan menuangkan ide
dalam bentuk tulisan.
4. Tugas individu
Tugas individu adalah tuugas yang harus dikerjakan secara mandiri
(mengerjakan tugas dan menilai produk dari tugas tersebut).
5. Tugas kelompok
Tugas kelompok adalah tugas yang harus dikerjakan secara kelompok
6. Proyek
Proyek adalah tugas yang diberikan kepada siswa (individu/ kelompok)
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks dalam jangka waktu tertentu.
7. Inteview
Tugas yang dapat diberikan kepada siswa untuk melakukan wawancara
dengan orang lain setelah itu membuat laporan hasil wawancara. Tugas guru
adalah menilai kualitas laporan tersebut.
8. Pengamatan
Tugas individu/ kelompok yang diberikan kepada siswa untuk
melakukan pengamatan terhadap sesuatu yang ditugaskan guru.
Langkah langkah menyusun tugas :
a) Pengetahuan dan keterampilan yang akan dimiliki siswa setelah mereka
mengerjakan tugas . Ada lima pertanyaan pokok yang membantu dalam
merumuskan tugas yaitu :
1) Keterampilan atau atribut kognitif apa yang harus dikuasai siswa ?
2) Keterampilan atau atribut afektif apa yang harus dikuasai siswa ?
3) Keterampilan meta kognitif apa yang harus dikembangkan siswa ?
4) Tipe masalah yang seperti apa yang harus dipecahkan oleh siswa ?
5) Konsep atau prinsip apa yang dapat diterapkan oleh siswa ?
b) Merancang tugas yang yangmemungkinkan siswa dapat menunjukan
kemampuannya dalam berfikir dan keterampilan.
c) Menetapkan criteria keberhasilan
Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan pada saat
merancang tugas dalam asesmen kinerja :
1) Tugas tugas yang disusun hendaknya merupakan bagian dari proses
pembelajaran.
2) Tugas yang baik dalah tugas yang berhubungan dengan kehidupan
nyata.
3) Tugas yang diberikan terhadap siswa harus adail. Dalam hal ini bukan
berarti tugas yang diberikan harus sama. Harus dijaga jangan samapai
ada unsur subjektifitas dalam memberikan tugas.
4) Jangan memeberikan tugas terlalu mudah karena hal ini tidak akan
memebrikan motivasi siswa dan tidak memberikan tantangan kepda
siswauntuk melakukannya.

2. Kriteria Penilaian ( Rubric )


Menurut Donna Szpyrka dan Ellyn B Smith seperti dikutip oleh Zainul A (2001)
ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menembangkan rubrik :
1. Menentukan konsep, keterampilan dan kinerja yang akan dinilai.
2. Merumuskan atau mendefinisikan serta menentukan urutan konsep dan atau
keterampilan yang akan dinilai kedalam rumusan yang akan menggambarkan
kinerja siswa.
3. Menetukan tugas yang akan dinilai .
4. Menetukan skala yang akan digunakan.
5. Mendeskripsikan kinerja mulai dari yang diharapkan sampai dengan kinerja yang
tidak diharapkan.
6. Melakukan uji coba.
7. Melakukan revisi hasil uji coba.

Berdasarkan kegunaannya rubric dapat dibedakan menjadi dua yaitu rubric


holistic dan rubric analytic .
1. Holistic Rubric
Yang dimaksud dengan holistic rubric adalah rubric yang deskripsi dimensi
kinerjanya dibuat secara umum, Karena itu biasanya holistic rubric digunakan
untuk menilai berbagai macam kinerja.
2. Analytic rubrik
Yang dimaksud dengan analytic rubric adalah rubric yang dimensi atau aspek
kinerjanya dibuat lebih rinci, demikian pula deskripsi setiap aspek kinerjanya.
Analytic rubrik tepat digunakan untuk menilai kinerja tertentu. Dimensi kinerja
yang akan dinilai disesuaikan dengan kinerja yang akan diukur.

Aspek aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai kinerja siswa antara lain :
a. Kwalitas pengerjaan tugas.
b. Kretifitas dalam pengerjaan tugas.
c. Produk tugas.
d. Setiap aspek yang akan dilihat kinerjanya kemudian ditentukan gradasi
mutunya mulai dari yang paling sempurna sampai yang paling jelek.

C. KEGIATAN BELAJAR 3
1. Asesmen Portofolio
a. Pengertian dan Tujuan Portofolio
Portofolio adalah kumpulan hasil karya siswa yang disusun secara sistematis
yang menunjukan upaya, proses, hasil dan kemajuan belajar yang dilakukan siswa
dari waktu ke waktu.
Pada dasarnya portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa yang dapat
menunjukkan pencapaian dan perkembangan hasil belajar siswa. Portfolios is a
purposeful collection of student work that tells the story of student achievement
or growth. Portfolios are not folders of all work a student does.
Kumpulan hasil karya siswa dalam folder dapat dikatakan sebagai portofolio
jika kumpulan hasil hasil karya tersebut dapat menggambarkan perkembangan
hasil belajar siswa dari waktu ke waktu.
Definisi portofolio menuerut Paulson a purposeful collection of student
work that exhibits the students efforts, progress and achievements in one or more
areas. The collection must include student participation in selecting contents, the
criteria for selection, the criteria for judging merit and evidence of student self-
reflection.
Tiga prinsip utama dalam asesmen portofolio: collect, select,
reflect, sedangkan lebih rinci karakteristik portofolio :
1. Asesmen portofolio adalah asesmen yang menuntut adanya kerjasama antara
murid dengan guru
2. Asesmen portofolio tidak hanya sekedar kumpulan hasil karya tetapi yang
utama adanya proses seleksi yang dilakukan berdasar criteria tertentu untuk
dimasukan ke dalam karya siswa
3. Hasil karya siswa dikumpulkan dari waktu ke waktu yang digunakan siswa
untuk refleksi sehingga siswa mampu mengenal kelemahan dan kelebihan
karya yang dihasilkan dan kelemahan tersebut digunakan sebagai bahan
pembelajaran berikutnya
4. Kriteria penilaian yang digunakan harus jelas baik bagi guru ataupun bagi
siswa dan diterapkan secara konsisten.

Menurut John Mueller, tujuan utama portofolio adalah untuk salah satu dari tiga
tujuan:
1. Menunjukkan perkembangan hasil belajar siswa
2. Menunjukkan kemampuan siswa secara langsung
3. Menilai secara keseluruhan pencapaian hasil belajar siswa

Portofolio memberikan bukti nyata hasil kerja siswa, informasi tambahan untuk
standardized test, memberikan catatatn kepada siswa untuk melakukan refleksi diri
dan merupakan cara terbaik untuk mengkomunikasikan pencapaian hasil belajar siswa
kepada orangtua siswa. Untuk membedakan portofolio sebagai asesmen dan
portofolio sebagai hasil karya, Shakelee et.al (1997) mengemukakan sebagai berikut:
Portofolio Sebagai Asesmen Portofolio Sebagai Hasil Karya
(bagaimana saya menggunakan bukti?) (mengapa saya mengumpulkan bukti?)
1. Sebagai landasan pengembangan level1. Sebagai representasi keterampilan yang
berikutnya telah dimiliki
2. Untuk mempromosikan pengembangan2. Sebagai bukti pengembangan suatu ranah
berikutnya
3. Sebagai bukti kemampuan yang telah3. Untuk menunjukan kemampuan yang
dicapai dimiliki
4. Untuk memodifikasi pengajaran yang4. Sebagai bahan yang akan di bahas dalam
akan dilakukan suatu pertemuan
5. Untuk menyesuaikan kurikulum 5. Sebagai bahan pelaporan
Ada beberapa komponen penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan
portofolio sebagai asesmen:
1. Portofolio hendaknya memiliki criteria penilaian yang jelas, spesifik, dan
berorientasi pada research based criteria
2. Dapat digunakan sebagai sumber informasi yang mengenal dengan baik
kemampuan dan keterampilan siswa
3. Berbagai cara yang perlu diperhatikan damal pengmpulan bukti yang
berkontribusi terhadap portofolio yaitu: bukti-bukti tercetak (printed materials)
maupun bukti non-printed (non-printed materials)
4. Portofolio dapat terdiri dari berbagai bentuk informasi seperti karangan, hasil
lukisan, skor tes, foto dan sebagainya
5. Kualitas portofolio harus ditingkatkan dari waktu ke waktu
6. Setiap mata pelajaran mungkin mempunyai bentuk portofolio yang berbeda dari
yang lain
7. Portofolio harus dapat diakses secara langsung oleh orang-orang yang
berkepentingan terhadap portofolio tersebut.

2. Perencanaan Portofolio
Shaklee et.al (1977) memberikan delapan pedoman yang harus diperhatikan pada saat
merencanakan portofolio yakni :
1. Menentukan criteria atau standar yang akan digunakan sebagai dasar asesmen
portofolio
2. Menerjemahkan criteria atau standar tersebut kedalam rumusan-rumusan hasil
belajar yang dapat diamati
3. Menggunakan criteria, memeriksa ruang lingkup dan urutan materi dalam
kurikulum untuk menentukan perkiraan waktu yang diperlukan untuk
mengumpulkan bukti yang diperlukan
4. Menentukan orang-orang yang berkepentingan secara langsung dengan portofolio
siswa
5. Menentukan jenis-jenis bukti yang harus dikumpulkan
6. Menentukan cara yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan berdasar
bukti yang dikumpulkan
7. Menentukan system yang akan digunakan untuk membahas hasil portofolio,
pelaporan informasi dan keputusan asesmen portofolio
8. Mengatur bukti-bukti portofolio berdasar umur, kelas, atau isi agar kita dapat
membandingkan

3. Pelaksanaan Portofolio
Dalam pelaksanaan asesmen portofolio, tugas guru adalah :
1. Mendorong dan memotivasi siswa
2. Memonitor pelaksanaan tugas
3. Memberikan umpan balik
4. Memamerkan hasil portofolio siswa

4. Pengumpulan Bukti Portofolio


Kumpulan karya siswa dapat dikatakan portofolio jika kumpulan karya tersebut
merupakan representasi dari kumpulan karya terpilih yang menunjukkan pencapaian
dan perkembangan belajar siswa dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran.
Setiap bagian atau pemenggalan dari karya dalam portofolio dimaksudkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang khusus. Karya siswa harus dapat menunjukkan
perkembangan atau bukti bahwa siswa telah mencapai tujuan tertentu.

5. Tahap Penilaian
1. Penilaian dimulai dengan menentapkan criteria penilaian yang disepakati bersama
antara guru dengan siswa pada awal pembelajaran
2. Kriteria penilaian yang telah disepakati diterapkan secara konsisten
3. Hasil penilaian selanjutnya digunakan sebagai penentuan tujuan pembelajaran
berikutnya
4. Penilaian dalam asesmen portofolio pada dasarnya dilakukan secara terus menerus
atau berkesinambungan.

D. KEGIATAN BELAJAR 4
1. Penilaian Ranah Afektif
a. Konsep Dasar
Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang sangat
penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotorik sangat
ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan
sikap yang positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata
pelajaran tersebut sehingga mereka akan dapat mencapai hasil pembelajaran yang
optimal.
Menurut Krathwohl ( dalam Gronlund and Linn, 1990 ),ranah afektif terdiri
atas lima level yaitu :
1. Receiving
Receiving merupakan keinginan siswa untuk memperhatikan suatu gejala
atau stimulus, misalkan aktivitas dalam kelas,buku atau musik.
2. Responding
Responding merupakan partisipasi aktif siswa untuk merespon gejala yang
dipelajari.
3. Valuing
Valuing merupakan kemampuan siswa untuk memberikan nilai,keyakinan
atau sikap dan menunjukkan suatu derajat internalisasi dan komitmen.
4. Organization
Organization merupakan kemampuan anak untuk mengorganisasi nilai yang
satu dengan nilai yang lain dan konflik antar nilai mampu diselesaikan dan
siswa mulai membangun sistem internal yang konsisten.
5. Characterization
Characterization merupakan level tertinggi dalam ranah afektif. Pada level ini
siswa sudah memiliki system nilai yang mampu mengendalikan perilaku
sampai pada waktu tertentu hingga menjadi pola hidupnya.
Sedangkan karakteristik yang penting dalam ranah afektif adalah sikap,
minat, konsep diri dan nilai.
1. Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen seperti dikutip oleh Mardapi (2004),
sikap didefinisikan sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon
secara positif atau negative terhadap suatu objek, situasi, konsep atau orang.
Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila pihak sekolah mampu
mengubah sikap siswa dari sikap negatif menjadi sikap positif
2. Minat
Menurut Getzel (dalam Mardapi, 2004), minat adalah suatu disposisi
yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang
untukmemperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman dan ketrampilanuntuk
tujuan perhatian dan pencapaian. Hal penting pada minat adalah intensitas
untukmemperoleh sesuatu.
3. Konsep diri
Konsep diri adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan diri sendiri ( Smith dalam Mardapi, 2004).
Konsep diri penting untuk menentukan jenjang karir siswa. Dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri maka siswa akan dapat
memilih alternative karir yang tepat bagi dirinya.
4. Nilai
Nilai merupakan suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan,
tindakan atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap tidak baik
(Rokeach dalam Mardapi, 2004). Sekolah perlu membantu siswa untuk
menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna bagi siswa agar siswa
mampu mencapai kebahagiaan diri dan mampu memberikan hal-hal yang
positif bagi masyarakat.

2. Beberapa Cara Menilai Ranah Afektif


Menurut Ericson (dalam Nasoetion dan Suryanto, 2002), penilaian afektif
dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengamatan langsung, yaitu dengan memperhatikan dan mencatat sikap dan
tingkah laku siswa terhadap sesuatu,benda, orang, gambar atau kejadian. Dari
tingkah laku yang muncul kemudian dicari atribut yang mendasari tingkah laku
tersebut.
2. Wawancara, dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka atau tertutup.
Pertanyaan tersebut digunakan sebagai pancingan.
3. Angket atau kuesioner, merupakan suatu perangkat pertanyaan atau isian yang
sudah disediakan pilihan jawaban baik berupa pilihan pertanyaan atau pilihan
bentuk angka.
4. Teknik proyektil, merupakan tugas atau pekerjaan atau objek yang belum
pernah dikenal siswa. Para siswa diminta untuk mendiskusikan hal tersebut
menurut penafsirannya.
5. Pengukuran terselubung, merupakan pengamatan tentang sikap dan tingkah laku
seseorang dimana yang diamati tdak tahu bahwa ia sedang diamati.
3. Langkah-langkah Pengembangan Instrumen Afektif
1. Merumuskan tujuan pengukuran afektif
Pengembangan alat ukursikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa
terhadap sesuatu objek, misalnya sikap siswa terhadap kegiatan ekstrakurikuler
di sekolah. Alat ukur minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang
minat siswa terhadap sesuatu. Hasil pengukuran minat akan bermanfaat bagi
sekolah untuk mengidentifikasi dan menyediakan sarana dan prasarana sekolah
sesuai dengan minat siswa. Sedangkan bagi siswa akan bermanfaat untuk
mempelajari sesuatu objek sesuai dengan minatnya.
2. Mencari definisi konseptual dari afektif yang akan diukur
Setelah tujuan pengukuran ditetapkan maka langkah berikutnya adalah
merumuskan definisi konseptual dari afektif yang akan diukur.
3. Menentukan definisi operasional dari setiap afektif yang akan diukur
Penentuan definisi operasional dimaksudkan untuk menentukan cara
pengkuran definisi konseptual.
4. Menjabarkan definisi operasional menjadi sejumlah indikator
Indikator merupakan petunjuk terukurnya definisi operasional. Dengan
demikian indikator harus operasional dan dapat diukur. Ketepatan pengukuran
ranah konektif sangat ditentukan oleh kemampuan penyusun instrument dalam
membuat atau merumuskan indikator.
5. Menggunakan indikator sebagai acuan menulis pernyataan-pernyataan dalam
instrument.
Penulisan instrument atau alat ukur dapat dilakukan dengan menggunakan
skala pengukuran. Skala pengukuran yang paling banyak digunakan adalah
skala Liekert. Skala Likert merupakan salah satu jenis skala pengukuran ranah
afektif yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang diikuti dengan penilaian
responden terhadap setiap pernyataan dengan menggunakan lima skala mulai
dari yang paling sesuai sampai dengan yang paling tidak sesuai.
6. Meneliti kembali setiap butir pernyataan
Penelitian kembali instrument yang selesai ditulis sebaiknya dilakukan
oleh orang yang telah memiliki banyak pengalaman dalammengembangkan alat
ukur afektif minimal dua orang.Kepada dua orang tersebut diberikan spesifikasi
dari setiap butir (tujuan pengukuran,definisi konseptual, definisi operasioanl,
indicator dan pernyataan yang dibuat) dan rambu rambu penulisan pernyataan
yang baik seperti yang disarankan oleh Edwards.
7. Melakukan uji coba
Perangkat instrument yang telah ditelaah dan diperbaiki,disusun dan
diperbanyak untuk kemudian di uji cobakan dilapangan. Tujuan uji coba adalah
untuk mengetahui perangkat alat ukur tersebut sudah dapat memberikan hasil
pengukuran seperti yang kita inginkan.
8. Menyempurnakan instrumen
Data yang diperoleh dari hasil uji coba selanjutnya kita olah untuk
memperoleh gambaran tentang validitas dan reliabilitas instrumen tersebut.
Berdasarkan data hasil uji coba kita akan dapat memperbaiki butir-butir
pernyataan yang dianggap lemah. Dengan demikian pada akhir kegiatan ini kita
sudah dapat memperoleh perangkat instrumen yang memenuhi syarat sebagai
alat ukur yang baik.
9. Mengadministrasikan instrumen
10. Yang dimaksud dengan mengadministrasikan instrumen adalah melaksanakan
pengambilan data di lapangan. Untuk mengadministrasikan instrumen di
lapangan perlu diperhatikan beberapa hal yaitu:
a. Kesiapan perangkat instrumen
Kesiapan perangkat instrumen paling tidak terdiri dari petunjuk cara
menjawab dan contoh pengisian instrumen.
b. Tenaga lapangan
c. Tenaga lapangan yang dibutuhkan disesuaikan dengan kriteria yang telah
ditetapkan oleh peneliti. Sebelum terjun ke lapangan, petugas perlu dilatih
bagaimana melaksanakan pengumpulan data di lapangan. Pelatihan ini
dimaksudkan agar semua petugas lapangan mempunyai persepsi yang sama
dalam mengambil data
d. Kesiapan responden
Sebelum pengumpulan data dilakukan kita perlu menghubungi instansi
atau unit yang terkait di lapangan agar pada saat pengambilan data
dilakukan semua responden sudah siap.
MODUL 4

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN INFORMASI HASIL


BELAJAR
MODUL 4

KEGIATAN BELAJAR 1

MENGUMPULKAN INFORMASI DAN MENGOLAH INFORMASI HASIL


BELAJAR
Kegiatan penilaian memiliki tujuan utama untuk mengetahui apakah kompetensi dasar
yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai oleh siswa atau belum. Untuk itu guru perlu
mengetahui dengan benar bagaimana prosedur penilaian yang benar. Kisi-kisi pengukuran
diperlukan untuk memudahkan guru dalam melaksanakan penilaian.

Kisi-kisi pengukuran tersebut di antaranya berisi:

a. Aspek yang akan diukur: kognitif, afektif, psikomotorik


b. Jenis alat ukur yang digunakan: tes atau non tes
c. Teknik atau cara pengukurannya
d. Cara penskoran dan pengolahannya

Informasi hasil belajar siswa dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai bentuk
penilaian, misalnya dari tes tertuls (paper and pencil test) serta dari penilaian unjuk kerja
(performance).

A. MEMERIKSA DAN MENGOLAH HASIL TES


1. Memeriksa Hasil Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang paling dilakukan guru pada tes sumatif karena tes
objektif ini memiliki keunggulan dapat menanyakan banyak materi dalam satu
waktu ujian (sampel materi lebih banyak) dan juga hasil tes dapat diolah
dengan cepat dan objektif.
Dalam memeriksa hasil tes objektif guru melakukan beberapa cara yang
dinilai efektif tergantung dengan jumlah peserta tes.
a. Peserta Tes Sedikit
Jika jumlah peserta tes sedikit, maka guru dapat memeriksa secara
manual. Cara yang umum dilakukan guru yakni membuat satu master
kunci jawaban soal tes tersebut pada lembar jawaban yang kosong.
Master kunci jawaban itu kemudian dilubangi pada bagian pilihan
jawaban yang benar. Namun, guru harus teliti dalam membuat master
kunci, sebelumnya pastikan terlebih dahulu lembar jawaban untuk
master kunci sama dengan lembar jawaban milik siswa. Akan tetapi
metode ini memiliki kelemahan yakni seringkali kita temukan siswa
memilih 2 alternatif jawaban di dalam satu soal, jika kita menggunakan
master kunci yang seperti ini dikhawatirkan kita tidak melihat jawaban
siswa tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, guru dapat membuat
master kunci dari plastik tranparan, sehingga jika siswa memilih 2
alternatif jawaban dapat terlihat oleh guru.
b. Peserta Tes Banyak
Jika jumlah peserta tes atau jumlah tesnya sangat banyak cara manual
dirasa akan membuat pemeriksa kesulitan. Jika jumlah peserta tes
banyak maka akan lebih efisien jika memeriksa menggunakan fasilitas
komputer untuk menskor dan mengolahnya.
Pemeriksaan menggunakan komputer biasanya menggunakan bantuan
mesin pembaca (scanner machine) dan lembar jawaban yang
digunakan pun khusus, yaitu lembar jawaban komputer (LJK) dan diisi
menggunakan pensil 2B.
Prinsip kerja pemeriksaan jawaban dengan menggunakan fasilitas
komputer adalah sebagai berikut:
1. Semua jawaban siswa di-scan
2. Proses editing
3. Proses updating
4. Proses pemeriksaan (dapat dengan cara key-in dan scanning)
5. Scoring

Dalam memberikan skor pada tes objektif ini terdapat dua cara, yaitu
skor 1 untuk jawaban yang benar skor 0 untuk jawaban yang salah dan
yang kedua kita dapat menggunakan formula tebakan (guessing
formula).

1. Tes Benar Salah (True False)


Dalam pemberian skor di tes benar salah kita dapat
menggunakan rumus:
Skor = Jumlah jawaban benar
Sedangkan untuk menghindari siswa asal menebak kita bisa
menggunakan rumus:
Skor = Jumlah jawaban benar Jumlah jawaban salah
2. Tes Menjodohkan (Matching)
Dalam pemberian skor di tes menjodohkan kita dapat
menggunakan rumus:
Skor = Jumlah jawaban benar
3. Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Dalam pemberian skor di tes pilihan ganda kita juga dapat
menggunakan rumus:
Skor = Jumlah jawaban benar
Dapat pula menggunakan formula tebakan (guessing formula)
untuk menghindari siswa asal menebak, dengan menggunakan
rumus:

Skor = 1

B : Jumlah jawaban benar


S : Jumlah jawaban salah
n : Banyaknya alternatif jawaban

Guessing formula digunakan agar siswa lebih berhati-hati dalam menjawab


setiap butir soal. Jika guru menggunakan rumus ini, maka setiap jawaban salah yang dijawab
oleh siswa akan mengakibatkan penurunan skor. Untuk jawaban yang belum dijawab
dianggap jawaban salah tetapi dikategorikan dalam jawaban yang belum diisi. Kesalahan
seperti demikian dapat mempengaruhi skor siswa. Ada baiknya guru mencantumkan
keterangan di lembar soal apabila ia akan menggunakan formula tebakan (guessing formula)
dalam penskoran, sehingga para siswa akan lebih berhati-hati dalam menjawab.

Contoh penggunaan guessing formula dalam penskoran:

Dalam tes akhir semester IPS diujikan 60 butir soal pilihan ganda dengan 4
alternatif jawaban. Tita dapat menjawab benar 40 butir soal, 20 butir salah. Tini dapat
menjawab 40 butir soal benar, 10 butir soal salah, dan 10 butir soal tidak diisi. Jika
penskoran tes tersebut didasarkan pada penggunaan formula tebakan (guessing
formula) maka:

a. Skor yang diperoleh Tita adalah:


20
Skor Tita = 40 41
= 40 6,66
= 33,33
b. Skor yang diperoleh Tini adalah:
10
Skor Tini = 40 41
= 40 3,33
= 36,67

2. Memeriksa Hasil Tes Uraian


Menurut Hopkins, et. al (1990) terdapat lima faktor yang menjadi
permasalahan pada saat anda memeriksa hasil tes uraian yaitu ketidaktetapan
pemeriksa dalam memberikan skor, adanya hallo effect, carry over effect,
order effect, dan adanya efek penggunaan bahasa serta tulisan siswa.
Masalah akan lebih besar jika tes uraian adalah tes uraian terbuka, karena
jawaban yang diberikan siswa akan semakin beragam.
Untuk meminimalkan masalah dalam memeriksa hasil tes uraian, ikutilah
cara-cara sebagai berikut:
a. Demi menjaga reliabilitas sebaiknya lembar jawaban siswa diperiksa
minimal oleh dua orang
b. Adanya kesamaan persepsi antara pemeriksa
c. Setalah ada kesepakatan pemeriksa sebaiknya menguji kesepakatan
mereka kepada 5 10 lembar jawaban siswa jika ternyata pemberian
skor relatif sama maka pemeriksa tersebut sudah memiliki kesamaan
persepsi. Jika ternyata skor yang diberi berbeda maka pemeriksa harus
berdiskusi kembali sampai menemukan kesamaan persepsi.

Ada lima hal yang harus diperhatikan selama memeriksa hasil tes uraian (Hopkins dkk,
1990), yaitu:

1. Ketidaktetapan pemeriksa dalam memberikan skor


Cara mengatasinya: Guru dapat memeriksa jawaban setiap butir soal untuk
seluruh siswa.
2. Adanya hallo effect
Cara mengatasinya: Tutuplah nama peserta tes
3. Carry over effect
Cara mengatasinya: Sama dengan masalah ketidaktetapan pemeriksa dalam
memberikan skor, guru dapat memeriksa jawaban setiap butir soal untuk
seluruh siswa
4. Order effect
Cara mengatasinya: Tundalah untuk memeriksa apabila sudah terasa lelah dan
jenuh
5. Efek penggunaan bahasa serta tulisan siswa
Cara mengatasinya: Untuk masalah efek penggunaan bahasa serta tulisan
siswa, guru dapat terus berpegang pada pedomaan penskoran yang telah
disepakati bersama.

3. Mengolah Data Hasil Tes


Skor mentah yang diperoleh sebaiknya diolah lagi menjadi dalam bentuk
presentase. Adapun cara mengubah skor mentah menjadi presentase adalah
sebagai berikut:
a. Untuk tes objektif (tanpa formula tebakan):

Persentase penguasaan = 100%

b. Untuk tes uraian:



Persentase penguasaan = 100%

Contoh:
Jika Bardan dapat menjawab benar 40 dari 50 butir soal mata pelajaran
IPS maka:
Persentase penguasaan Bardan untuk mata pelajaran:
40
IPS = 60 100% = 66,66%
Jika pada tes uraian mata pelajaran IPA, Ali memperoleh skor 52 dari
skor maksimal 82 maka:
Persentase penguasaan Ali untuk mata pelajaran:
52
IPA = 82 100% = 63,41%

B. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN INFORMASI HASIL BELAJAR DARI


UNJUK KERJA SISWA
Informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari unjuk kerja siswa
dikumpulkan dari tugas-tugas yang telah dikerjakan siswa, di antaranya berupa unjuk
kerja (performanxe), pembuatan laporan, pengumpulan hasil karya, pengumpulan
portofolio dan lain sebagainya.
Dalam penilaian non tes seperti di atas maka guru harus mempersiapkan
pedoman pengamatan yang dilengkapi dengan kriteria penskoran atau rubrik
penilaian. Dalam kesempatan penilaian seperti ini guru juga dapat menilai aspek
psikomotor (keterampilan).
Contoh untuk memperoleh informasi hasil belajar siswa yang berkenaan
dengan keterampilan siswa dalam menggunakan mikroskop (dalam kegiatan
praktikum IPA) maka anda dapat memberikan tugas sebagai berikut:
Lakukan pengamatan sel gabus di bawah mikroskop. Ambillah mikroskop dari tempat
penyimpanan dan persiapkan sampai mikroskop tersebut siap digunakan. Selama
mempersiapkan mikroskop, perhatikanlah tata cara yang benar dalam menggunakan
mikroskop tersebut untuk mengamati preparet sel gabus yang telah disediakan.
No Indikator Skor
1. Cara membawa mikroskop 4 3 2 1
2. Cara memutar power mikroskop 4 3 2 1
3. Cara mencari cahaya 4 3 2 1
4. Cara meletakkan kaca objek 4 3 2 1
5. Cara mencari fokus untuk melihat objek 4 3 2 1
6. Cara melihat objek 4 3 2 1

Contoh hasil pengamatannya adalah sebagai berikut:

Nama : Aufa

Kelas : VI (Enam)

Sekolah : SD Keputran V Yogyakarta

No Indikator Skor
1. Cara membawa mikroskop 4 3 2 1
2. Cara memutar power mikroskop 4 3 2 1
3. Cara mencari cahaya 4 3 2 1
4. Cara meletakkan kaca objek 4 3 2 1
5. Cara mencari fokus untuk melihat objek 4 3 2 1
6. Cara melihat objek 4 3 2 1

Pengolahan skor:

1. Hitung jumlah skor maksimal dan minimal yang mungkin diperoleh siswa
untuk semua indikator
2. Jumlahkan skor yang diperoleh Aufa untuk semua indikator
3. Bandingkan skor total yang diperoleh Aufa dengan standard yang telah
ditetapkan, atau
4. Jika ingin menghitung persentase keberhasilan Aufa, dapat juga dengan
rumus:

100%

Berarti persentase keterampilan Aufa adalah:
20
100% = 83,33%
24
KEGIATAN BELAJAR 2

PENDEKATAN DALAM PEMBERIAN NILAI


A. PENGORGANISASIAN INFORMASI HASIL BELAJAR SISWA
Data yang diperoleh dari informasi hasil belajar siswa merupakan data mentah (raw
score) yang masih harus ditata sedemikian rupa guna memudahkan guru dalam
memahami hasil belajar siswa.
Untuk memudahkan guru dalam menganalisis sebaiknya data tersebut
diurutkan dari mulai nilai tertinggi sampai yang terendah. Apabila data telah
diurutkan maka guru akan dengan mudah melihat ranking siswa.
Guru juga dapat melihat pencapaian hasil belajar siswa melalui tabel distribusi
frekuensi. Hal ini sangat bermanfaat jika jumlah siswa banyak, guru akan lebih mudah
memahami data tersebut dalam jika dalam bentuk tabel frekuensi. Dalam membuat
tabel distribusi frekuensi dapat dibuat dengan cara:
1. Tentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Contoh:
Data terbesar 97 dan data terkecil 45. Maka rentangnya = 97 45 = 52
2. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Untuk menentukan
banyaknya kelas interval dapat digunakan aturan Sturges, yaitu:
Banyak kelas = 1 + 3,3 log n, dimana n adalah banyak data
= 1 + 3,3 log 24
= 1 + 3,3 (1,38)
= 1 + 4,55
= 5,55
Jadi banyak kelas interval yang dapat dibuat adalah 5 atau 6.
3. Tentukan panjang kelas interval (p), dengan menggunakan aturan
sebagai berikut:
52
= = = 8,67
6
Panjang kelas interval dapat diambil 8 atau 9.
4. Tentukan ujung bawah kelas interval untuk data terkecil. Untuk ini
dapat diambil sama dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil
dari data terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang
ditemukan
5. Masukkan semua data ke dalam kelas interval. Untuk memudahkan
kerja, guru dapat menambah kolom tally dan frekuensi
Berdasarkan aturan tersebut di atas maka tabulasi data dapat dibuat sebagai berikut:
Tabel Frekuensi Distribusi Hasil Tes Tengah Semester
Hasil Tes Tengah Semester Tally Frekuensi
90 98 /// 3
81 89 ///// / 6
72 80 ///// 5
63 71 ///// 5
54 62 /// 3
45 53 // 2
Jumlah 24 24

B. PENDEKATAN DALAM PENILAIAN


Ada dua pendekataan yang sering digunakan untuk pengukuran, yaitu Penilaian
Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Kriteria (PAK)
1. Pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN)
Pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah suatu pendekatan untuk
menginterpretasikan hasil belajar siswa di mana hasil belajar yang diperoleh
seorang siswa dibandingkan dengan hasil belajar yang diperoleh
kelompoknya.
Contoh:
Pada UAS IPS kelas V SD diujikan 50 butir soal dan hasil penskoran 10 siswa
di kelas tersebut adalah sebagai berikut:
No Nama Skor
1. Dita 37
2. Andi 33
3. Imam 30
4. Tina 30
5. Amin 27
6. Isti 25
7. Intan 21
8. Dewi 20
9. Rani 17
10. Tika 15

Dari skor mentah di atas dapat kita lihat bahwa siswa yang skornya
paling tinggi adalah Dita dengan skor 37 sedangkan siswa yang skornya paling
rendah adalah Tika dengan skor 15. Untuk mengetahui tingkat penguasaan
setiap siswa dapat diketahui dengan menghitung skor tersebut dalam bentuk
37
persentase. Contoh: tingkat penguasaan Dita adalah = 100% = 74%
50
No Nama Skor Persentase
1. Dita 37 74%
2. Andi 33 66%
3. Imam 30 60%
4. Tina 30 60%
5. Amin 27 54%
6. Isti 25 50%
7. Intan 21 42%
8. Dewi 20 40%
9. Rani 17 34%
10. Tika 15 30%

Jika guru menggunakan pendekatan PAN maka pemberian skor siswa dapat
diberikan berdasarkan pada hasil belajar kelompoknya. Siswa yang meraih
skor tertinggi dapat diberikan nilai yang tertinggi. Dalam contoh di atas, Dita
adalah siswa dengan skor tertinggi yaitu 37, guru dapat memberi nilai 10
kepada Dita. Untuk menentukan nilai siswa lainnya akan dihitung dengan
mengacu pada nilai Dita. Misalnya kita akan menghitung nilai untuk Andi
yang meraih skor 33 kita dapat menghitung nilainya dengan cara
33
10 = 8,9
37

Nilai 10 yang diperoleh Dita dapat juga diperoleh dari pengubahan persentase
penguasaan materi yang diperoleh Dita. Cara menghitungnya adalah:
33
10 = 10
37
No Nama Skor Jika skor 37
diberi nilai 10
maka,
1. Dita 37 74%
2. Andi 33 66%
3. Imam 30 60%
4. Tina 30 60%
5. Amin 27 54%
6. Isti 25 50%
7. Intan 21 42%
8. Dewi 20 40%
9. Rani 17 34%
10. Tika 15 30%

Jika jumlah siswa banyak misalnya mencapai ratusan maka penggunaan


statistika sederhana yaitu harga rata-rata (mean) dan simpangan baku (SB).
a. Harga rata-rata (Mean)
Mean merupakan pengukuran gejala pusat yang paling sering
digunakan. Rumus menghitung mean:

M =
b. Simpangan Baku (SB)
Simpangan baku sangat bermanfaat dalam pengukuran variasi skor.
Pada dasarnya simpangan baku mengukur seberapa jauh setiap skor
menyebar dari mean. Semakin besar simpangan bakunya semakin
heterogenlah data tersebut, namun semakin kecil harga simpangan
bakunya maka data semakin homogen.
Zainul, A dan Nasoetion, N (1977) memberikan pendekatan
penghitungan harga simpangan baku yang sederhana, yaitu diambil
dari Jenkins seperti dikutip Edward, C.H, et.al (1977)
Rumus pendekannya:
1 1
6 6 .
=
1
2

c. Penggunaan Kurva Normal


Jika jumlah siswa banyak maka penerapan Penilaian Acuan Norma
(PAN) dapat juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebaran
data berdasar kurva normal.
Jika dalam suatu tes akhir semester tes IPA guru telah menghitung
harga rata-rata dan simpangan baku yang diperoleh kelompok tersebut
maka berdasarkan kurva normal, jumlah siswa yang memperoleh hasil
tes di atas dengan beberapa batasan:
1. Rata-rata sampai dengan rata-rata +1 SB adalah 34,13%
2. Rata-rata + 1SB sampai dengan rata-rata +2SB adalah
sebanyak 13,59%
3. Rata-rata + 22 SB sampai dengan rata-rata + 3SB adalah
sebanyak 2,14%

2. Pendekatan Penilaian Acuan Kriteria (PAK)


Dalam pendekatan Penilaian Acuan Kriteria keberhasilan siswa akan
dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan
kriteria atau patokan berorientasi pada pencapaian kompetensi atau tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Misalnya siswa dinyatakan berhasil jika siswa telah mampu mencapai
tingkat penguasaan lebih besar atau sama dengan 75% (75%). Artinya siswa
yang penguasaannya kurang dari 75% akan dinyatakan kurang berhasil dan
siswa tersebut harus mengikuti program remidiasi sampai mereka mampu
mencapai standart tersebut.
3. Penilaian
Agar penilaian tepat sasaran maka pada saat guru melakukan penilaian harus
memperhatikan prinsip-prinsip penilaian, di antaranya: (1) Berorientasi pada
pencapaian kompetensi (2)Valid, (3) Menyeluruh, (4) Terbuka, (5) Adil &
objektif, (6)Berkesinambungan, (7)Menyeluruh, dan (8)Bermakna.
4. Penyajian Hasil Penilaian
Dalam penilaian berbasis kompetensi terdapat empat bentuk penilaian yang
dapat dipergunakan guru untuk menilai hasil belajar siswa yaitu:
a. Penilaian dengan menggunakan angka
b. Penilaian dengan menggunakan kategori
c. Penilaian dengan uraian atau narasi
d. Penilaian kombinasi
5. Proses Pemberian Nilai
Penguasaan kompetensi hasil belajar untuk setiap mata pelajaran tidak sama.
Ada mata pelajaran yang kompetensi belajarnya lebih menekankan pada ranah
kognitif (misalnya matematika), afektif (misalnya agama dan PKN), dan ranah
psikomotor (misalnya olah raga).
Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentuan
tingkat keberhasilan siswa dalam pencapaian kompetensi diperlukan tagihan-
tagihan. Beberapa jenis alat ukur dan jenis tagihan yang dapat guru gunakan
antara lain:
1. Kuis
2. Pertanyaan lisan di kelas
3. Ulangan Harian
4. Tugas individu dan kelompok
5. Ulangan Semesteran
6. Laporan tugas atau laporan kerja
7. Ujian Praktek

Pengambilan keputusan tentang hasil belajar siswa dilakukan


dengan menggabung keseluruhan komponen informasi hasil belajar siswa.
Misalnya nilai akhir semester suatu mata pelajaran diambil dari skor keaktifan
siswa dalam pembelajaran, skor ulangan harian, skor penyelesaian tugas, skor
ulangan tengah semester.

A. KEGIATAN BELAJAR 1
1. Mengumpulkan dan Mengolah Informasi Hasil Belajar
Tujuan utama dari kegiatan penilaian adalah untuk mengetahui apakah
kompetensi dasar yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai oleh siswa atau belum.
Untuk keperluan tersebut guru perlu menyusun prosedur penilaian dalam bentuk
kisi-kisi pengukuran.
Kisi-kisi pengukuran tersebut antara lain berisi :
(a) aspek yang akan diukur : kognitif, afektif, atau psikomotor,
(b) jenis alat ukur yang digunakan : tes atau non-tes,
(c) teknik atau cara pengukurannya : tertulis, lisan, atau perbuatan
(d) cara penskoran serta pengolahannya.
Informasi hasil belajar siswa dalam upaya mencapai kompetensi yang telah
ditentukan dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai bentuk penilaian,
masalnya dari tes tertulis serta panilaian unjuk kerja. Informasi hasil belajar yang
diperoleh dari tes tertulis dikumpulkan dari hasil tes tertulis yang telah dikerjakan
siswa, baik yang berasal dari ulangan harian, tes tengah semester, ataupun tes akhir
semester. Jenis tes yang sering digunakan di lapangan adalah tes objektif dan tes
uraian.

2. Memeriksa dan Mengolah Hasil Tes


a. Memeriksa Hasil tes Objektif
Cara yang paling umum dilakukan oleh para praktisi pendidikan di lapangan
adalah dengan pemeriksaan secara manual. Cara ini tepat dilakukan jika jumlah
peserta tesnya tidak terlalu banyak. Caranya dengan membuat master kunci
jawaban pada lembar jawaban kosong. Master jawaban digunakan untuk
memeriksa hasil jawaban siswa.
Jika jumlah peserta tes sangat besar, maka pemeriksaan secara manual dirasa
tidak efektif lagi. Jika peserta tes dalam jumlah besar maka dapat menggunakan
fasilitas komputer untuk menskor dan mengolahnya. Pembacaan jawaban siswa
dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin pembaca (scanner machine)
dan untuk mengolah data selanjutnya dapat digunakan komputer.
Prinsip kerja pemeriksaan jawaban dengan fasilitas komputer:
a. Semua jawaban siswa di-scan.
b. Identitas data siswa yang terisi benar dipisahkan dari yang terisi salah melalui
proses editing.
c. Data yang salah diperbaiki melalui proses up-dating.
d. Setelah semua identitas siswa benar, kunci jawaban dimasukkan ke dalam
komputer.
e. Menghitung jawaban yang benar dari setiap siswa melalui proses scoring.

b. Memeriksa Hasil Tes Uraian


Pemberian skor atau scoring merupakan masalah serius dalam pemeriksaan
hasil tes uraian. Menurut Hopkins dan kawan-kawan (1990) terdapat lima faktor
yang menjadi permasalahan pada saat memeriksa hasil tes uraian yaitu
ketidaktetapan pemeriksa dalam memberikan skor, adanya hallo effect, carri over
effect, order effect, dan adanya efek penggunakan bahasa serta tulisan siswa.
Untuk memeriksa hasil tes uraian sebaiknya mengikuti cara-cara berikut:
a. Setiap lembar jawaban siswa sebaiknya diperiksa oleh dua orang pemeriksa
b. Prosedur Pemeriksaan:
1) Kedua pemeriksa menyamakan persepsi untuk mencari kesepakatan cara
memeriksa jawaban siswa.
2) Pemeriksa mengujicobakan pedoman penskoran yang sudah disepakati
dengan memeriksa 5 10 lembar jawaban siswa.
3) Pemeriksaan jawaban siswa dilaksanakan setelah uji coba pemeriksaan
menunjukkan hasil pemeriksaan yang baik.
4) Pemeriksa menentukan skor yang diperoleh setiap siswa.

c. Mengolah Data Hasil Tes


Skor mentah perlu diolah agar mudah dipahami oleh murid atau orang tua.
Cara yang paling mudah dan umum diguynakan untuk mengolah hasil tes adalah
dengan mengubah skor tersebut dalam bentuk presentase sebagai berikut:
a. Untuk tes objektif
Jumlah Jawaban yang Benar
Persentase Penguasaan = ------------------------------- x 100%
Jumlah Butir Soal
b. Untuk tes uraian
Jumlah Skor yang Diperoleh Siswa
Persentase Penguasaan = ------------------------------- x 100%
Jumlah Skor Maksimal

d. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi haisl Belajar dari Unjuk Kerja


Siswa
Informasi hasil belajar yang diperoleh dari unjuk siswa kerja siswa, baik
yang berupa unjuk kerja yang langsung diamati guru, pembuatan laporan,
pengumpulan hasil karya, pengumpulan portofoio dan lain sebagianya. Satu hal
yang tidak kalah penting adalah informasi yang berkenaan dengan proses selama
menghasilkan karya tersebut. Untuk memperoleh informasi tersebut sudah barang
tentu guru harus mempersiapkan pedoman pengamatan yang dilengkapi dengan
kriteria penskoran. Inilah yang dikenal dengan rubrik
Pengolahan Data dari Pengukuran Unjuk Kerja Siswa (melalui Skala Rating
atau Skala Sikap dari Likert), dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
a. Hitung jumlah skor maksimal dan minimal yang mungkin diperoleh siswa
untuk semua indikator.
b. Jumlahkan skor yang diperoleh setiap siswa.
c. Bandingkan skor yang diperoleh dengan standar kompetensi yang telah
ditetapkan atau
d. Membagi jumlah skor yang diperoleh siswa dengan skor maksimal kali 100%

B. KEGIATAN BELAJAR 2
1. Pendekatan dalam Pemberian Nilai
Informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes, pada awalnya masih
berupa skor mentah (raw score) yang berupa data terserak (belum tertata). Karena
data belum tertata dengan baik maka guru akan menemui kesulitan untuk
memperoleh gambaran yang jelas tentang hasil belajar siswa tersebut.
Data tersebut perlu diatur sedemikian rupa agar mudah dipahami, misalnya
diurutkan dari data terbesar sampai dengan yang terkecil. Dengan mengurutkan hasil
tes tersebut maka anda akan dapat melihat dengan mudah rangking siswa.
Apabila jumlah siswa sedikit (misalnya 10 anak) maka penyusunan datanya
dapat anda lakukan dengan mudah dan dapat dengan cepat diketahui rangking kelas
pada mata pelajaran tertentu. Tetapi jika jumlah siswa anda banyak maka kumpulan
data hasil belajar yang anda peroleh akan mudah dipahami jika data tersebut diolah
dalam bentuk tabel frekuensi. Cara membuat daftar distribusi frekuensi :
1. Tentutan rentang, ialah data terbesar dikurangi dengan data terkecil.
2. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan.
3. Tentukan panjang kelas interval (p)
4. Tentukan ujung bawah kelas interval untuk data terkecil.
5. Masukkan semua data ke dalam kelas interval.

2. Pendekatan dalam pemberian nilai diantaranya:


a. Pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN)
Adalah suatu pendekatan untuk menginterpretasikan hasil belajar siswa
dimana hasil belajar yang diperoleh seorang siswa dibandingkan dengan hasil
belajar yang diperoleh kelompoknya. Pemberian skor seorang siswa dapat
diberikan berdasarkan pada pencapaian hasil belajar kelompoknya. Dengan
demikian guru dapat memberikan nilai tertinggi pada siswa yang memperoleh
skor tertinggi dan sebaliknya siswa yang memperoleh skor terendah diberi nilai
terendah.
Jika jumlah siswa banyak (mencapai ratusan) maka penggunaan statistika
sederhana yaitu haarga rata-rata (mean) dan simpangan baku (SB) akan sangat
membantu dalam memberikan nilai untuk seluruh siswa.
Simpangan baku sangat bermanfaat dalam pengukuran varriasi skor. Pada
dasarnya simpangan baku mengukur seberapa jauh setiap skor menyebar dari
mean. Semakin besar harga simpangan baku menunjukkan bahwa sebaran skor
dari mean semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar harga simpangan
baku, data tersebut semakin heterogen. Sebaliknya semakin kecil harga
simpangan baku maka data tersebut semakin homogen.

b. Pendekatan Penilaian Acuan Kriteria (PAK)


Dalam PAK keberhasilan setiap anak tidak dibandingkan dengan hasil hang
diperoleh kelompoknya tetapi keberhasilan setiap anak akan dibandingkan
dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan kriteria
berorientasi pada pencapaian kompetensi atau tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Penerapan PAK dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam penerimaan
dosen baru di suatu perguruan tinggi di tentukan dengan kriiteria; berijasah S1
dalam program studi yang relevan, Indeks Prestasi Kumulatif minimal 3,00 dan
persyaratan yang lainnya.

c. Penilaian
Pengertian penilaian disini mengacu pada penilaian sebagai asesmen yaitu
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
pencapaian hasil belajar siswa dan menggunakan informasi tersebut utuk
mencapai tujuan pendidikan.
1. Penyajian Hasil Penilaian
Bentuk penilaian yang dapat dipergunakan guru untuk menilai hasil belajar
siswa:
a. Penilaian dengan menggunakan angka.
b. Penilaian dengan menggunakan kategori.
c. Penilaian dengan uraian atau narasi
d. Penilaian kombinasi

2. Proses Pemberian Nilai


Pelaksanaan penilaian sesuai prinsipnya harus dilakukan pada semua
aspek hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor) sesuai dengan tuntutan
kompetensi yang terdapat dalam kurikulum. Perlu dipahami bahwa
penguasaan kompoetensi hasil belajar untuk setiap mata pelajaran tidak
sama. Ada mata pelajaran yang kompetensi belajarnya lebih menekankan
pada ranah kognitif (misalnya matematika), ranah afektif (misalnya
Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan), atau ranah
psikomotor (misalnya Olah Raga).
Beberapa jenis alat ukur dan jenis tagihan yang dapat digunakan dalam
proses pemberian nilai antara lain:
a. Kuis
b. Pertanyaan lisan
c. Ulangan harian
d. Tugas individu
e. Ulangan semesteran
f. Laporan tugas atau laporan kerja
g. Ujian praktek

MODUL 5
KUALITAS ALAT UKUR (INSTRUMEN)

A. KEGIATAN BELAJAR 1
1. Validitas dan Reliabilitas Hasil Pengukuran
Pernahkah anda melihat perlombaan memanah? Seorang pemanah akan
dinyatakan sebagai pemenang jika hasil bidikannya dapat tepat mengenai sasaran
yaitu daerah lingkaran yang paling dalam atau yang paling mendekati lingkaran
yang paling dalam. Namun hasil bisikan peserta ada yang dapat tepat mengenai
sasaran atau ada pula yang meleset. Begitupun juga ketika kita mengukur hasil
belajar siswa, jika alat ukur yang digunakan tidak disiapkan dengan cermat maka
skor yang kita peroleh tidak dapat menggambarkan dengan tepat tingkat kemampuan
setiap siswa.
Dari penjelasan tersebut terdapat dua masalah pokok yang harus diperhatikan
dalam menyusun alat ukur hasil belajar yang baik yaitu masalah yang berhubungan
dengan ketepatan hasil pengukuran dan ketetapan hasil pengukuran. Masalah yang
berhubungan dengan ketepatan hasil pengukurann inilah yang dikenal dengan istilah
validitas sedangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan nketetapan hasil
pengukurann dikenal dengan istilah reliabilitas.

a. Validitas
Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang dapat dengan tepat mengukur
apa yang ingin kita ukur. Jika ingin mengukur panjang sebuah meja, amaka kita
harus dapat memilih alat ukur yang tepat yang dapat mengukur panjang meja
tersebut. Dari uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa validitas adalah
ketepatan hasil pengukuran.
Pengertian validitas mengacu pada ketepatan interpretasi yang dibuat dari
hasil pengukurann atau hasil evaluasi (Gronlund dan Linn, 1990). Secara umum
validitas dapat dibegakan tiga jenis, yaitu :
1. Validitas isi (content validity)
2. Validitas konstrak (constuct validity)
3. Validitas yang dikaitkan dengan kriteri tertentu (criterion related validity)

Validitas isi diperlukan untuk menjawab pertanyaan sejauh mana item-


item yang ada didalam tes dapat mengukur keseluruhan materi yang telah
diajarkan. Tinggi rendahnya validitas isi dapat ditetapkan berdasarkan analisis
rasional atau pertimbangan ahli terhadap isi tes tersebut. Hal ini merupapkan
tuntutan yang harus dipenuhi oleh tes hasil belajar. Tinggi rendahnya validitas
isi suatu tes dapat kita lihat pada perencanaan atau kisi-kisi tes. Semakin
refresentatif materi yang dapat ditanyakan dalam tes tersebut menunjukan
semakin tinggi validitas isinya.
Validitas konstrak mengacu pada sejauh mana alat ukur tersebut dapat
mengungkap keseluruhan konstak yang digunakan sebagai dasar dalam
penyusunan tes tersebut. Yang dimaksud dengan konstrak disini adalah konsep
hipotesis (hipotetical concept) yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan
alat ukur. Validitas konstrak ini banyak digunakan terutama dalam pengukuran
psikologi seperti pengukurann sikap, minat, tingkah laku dan sebagainya.
Campbel l dan Fiske (Djemari Mardapi, 2004) mengembangkan satu
pendekatan untuk menetukan validitas konstrak dengan menggunakan teknik
multi trait multi metdod. Ada dua tipe pada validitas konstrak yaitu validitas
konvergen (convergent validity) dan validitas pembeda (discriminant validity)
Jika suatu tes dimaksudkan untuk memprediksi keberhasilan seseorang
dimasa yang akan datang atau dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian
antara pengetahuan dengan keterampilan yang dimiliki maka alat ukur yang
digunakan harus mempunyai creterion related validity yang tinggi. Suatu tes
untuk teori komputer dikatakan mempunyai criterion related validity jika dari
hasil tes ternyata siswa mempunyai skor tinggi memang mempunyai
keterampilan yang tinggi dalam menggunakan komputer daripada siswa yang
mendapat skor rendah.

b. Reliabilitas
Untuk memperoleh pemahaman tentang reliabilitas jika melakukan
pengukuran selama beberapa kali dan hasilnya yang diperoleh sama, dapat
dikatakan bahwa alat ukur yang kita gunakan memberikan hasil pengukuran
yang reliabel (tetap, konsisten, dan stabil). Hasil pengukuran yang berhubungan
dengan aspek fisik biasanya menghasilkan reliabilitas yang sangat tinggi. Hasil
pengukurna yang berbeda akan kita temukan jika melakukan pengukuran
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan aspek pskologi dan sosial seperti
pengukuran intelegensi, sikap, dan konsep diri. Aspek sosial psikologis tidak
dapat diukur dengan ketepatan dan konsistensi yang tinggi karena hasil
pengukuran yang diperoleh tidak terlepas dari pengaruh hal-hal di luar.
Salah satu cara untuk memperoleh reliabilitas atau ketetapan suatu hasil
pengukuran, dapat diperoleh dengan melakukan dua kali. Semakin sama skor
yang diperoleh pada pengukuran pertama dan kedua menunjukan semakin tinggi
reliabilitas set tes tersebut.
Dalam reliabilitas ada dua konsep yaitu :
1. Reliabilitas dalam arti equivalent tes
Konsep reliabilitas dalam arti equivalent tes dimaksudkan untuk
mengetahui apakah dua set tes yang digunakan pararel atau tidak.
Kepararelan dua tes tersebut dapat diperoleh dengan cara mengembangkan
dua set tes yang pararel. Jika hasilmkorelasinya tinggi, hal ini menunjukan
kedua tes tersebut pararel. Koefisein korelasinya dapat dihitung dengan cara
menggunakan formula product moment.
2. Reliabilitas konsistensi internal
Konsep reliabilitas dalam arti konsistensi internal dimaksudkan untuk
mengetahui apakah kumpulan butir soal yang ada dalam suatu set tes
tersebut dapat mengukur dimensi hasil belajar yang sama atau tidak.
Reliabilitas ini dapat diperoleh dengan mengujikan satu set tes pada satu
kelas, jawaban seluruh siswa terhadap butir soal genap dan ganjir
dikorelasikan. Teknik ini dikenal dengan nama teknik belah tengah (split
halp). Untuk menghitung koefisien korelasinya dapat digunakan rumus
product moment. Koefesin reliabilitas ini dapat dihitung dengan
menggunakan formula Kuder-Richardson versi 20 atau 21 (KR20 atau
KR21). Jika hasil korelasinya tinggi, hal ini menunjukan bahwa butir soal
dalam set tersebut adalah konsisten satu dengan yang lainnya.

c. Hubungan antara Validitas dan Reliabilitas


Ketetapan hasil pengukuran (reliabilitas) sangat diperlukan untuk
memperoleh alat ukur yang dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat
(valid). Walaupun demikian alat ukur yang mempunyai reliabilitas yang tinggi
belum tentu secara otomatis mempunyai validitas yang tinggi. Karena tingginya
reliabilitas yang dihasilkan oleh suatu alat ukur jika tidak dibarengi dengan
tingginya validitas dapat memberikan informasi yang salah tentang apa yang
kita ingin ukur.

d. Bagaimana Meningkatkan Reliabilitas Tes ?


Reliabilitas tes dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah butir
kedalam tes tersebut. Penambahan butir soal pada tes akan meningkatkan
reliabilitas jika butir soal yang ditambahkan adalah butir soal yang homogen
dengan butir soal yang ada. Yang dimamksud dengna bbutir soal yang homogen
adalah butir soal yang mengukur hl yang sama dengan butir soal yang sudah
ada. Reliablitas tes yang baru sebagai akibat adanya penambahan soal yang
sederhana dapat dihitung dengan menggunakan rumus Spearman Brown sebagai
berikut :
r = Jr .
1 + (J 1) r
Dimana :
r = reliabilitas sebelum penambahan butir soal
r = reliabilitas setelah penambahan butir soal
J = rasio jumlah butir soal setelah dan sebelum penambahan

B. KEGIATAN BELAJAR 2
ANALISIS DAN PERBAIKAN INSTRUMEN
1. Mengapa Analisis Butir Soal Penting ?
Dengan melakukan analisis butir soalnya sebetulnya kita dapat memperoleh
banyak informasi yang bermanfaat baik untuk kita sebagai guru, siswa dan proses
pembelajaran yang telah kita lakukan. Dengan menganalisis butir soal kita dapat
meningkatkan kualitas butir soal tersebut.
Menurut Nitko (1983) analisis butir soal menggambarkan suatu proses
pengambilan data, dan penggunaan informasi tentang tiap-tiap butir soal terutama
imformasi tentang respon siswa terhadap setiap lembar butir soal. Lebih lanjut
dikatakan bahwa arti penting penggunaan analisis butir soal adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah butir soal yang disusun sudah berfungsi sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh penyusun soal.
2. Sebagai umpan balik bagi siswa untuk mengetahui kemampuan mereka dalam
mengetahui suatu materi.
3. Sebagai umpan balik bagi guru untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang
dialami siswa dalam memahami suatu materi.
4. Sebagai acuan untuk merevisi soal.
5. Untuk memperbaiki kemampuan guru dalam membuat soal.

2. Kapan analisis Butir Soal Dilakukan ?


Validitas set soal dapat diketahui dari kisi-kisi soal sedangkan reliabilitas soal
baru dapat diketahui setelah uji coba. Dalam rangka memperoleh reliabilitas set soal
inilah analisis butir soal dilakukan. Dalam menganalisis butir soal paling tidak ada
dua karakteristik yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kesukaran dan daya beda butir
soal.
1. Tingkat Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran merupakan salah satu karakteristik yang dapat menunjukan
kualitas butir soal tersebut apakah termasuk mudah, sedang atau sukar. Besarnya
tingkat kesukaran butir soal, dapat dihitung dengan memeperhatikan proporsi
peserta tes yang menjawab benar terhadap setiap butir soal. Secara matematis
tingkat kesukaran dapat dihitung dengan rumus :
p = B
N
Keterangan :
p adalah indeks tingkat kesukaran butir soal
B adalah jumlah peserta tes yang menjawab bena
N adalah jumlah seluruh peserta tes

2. Daya Beda
Daya beda butir soal memiliki pengertian seberapa jauh butir soal tersebut
dapat membedakan kemampuan individu peserta tes. Peserta tes didukung potensi
daya beda yang baik, akan mampu membedakan peserta didik yang mempunyai
kemampuan tinggi (pandai) dengan peserta didik yang memiliki kemampuan
rendah (kurang pandai).
Daya beda butir soal dapat dihitung menggunakan rumus :
D = P - P
Dimana :
D = indeks daya beda butir soal
P = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
P = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Yang dimaksud dengan siswa kelompok siswa atas adalah kelompok siswa yang
memperoleh skor tinggi sedangkan yang dimaksud dengan siswa kelompok bawah
adalah kelompok siswa yang memperoleh skor rendah setelah mengerjakan satu set
tes suatu mata pelajaran.
Secara teoritis indek daya beda soal akan tercapai apabila semua kelompok
siswa atas dapat menjawab benar dan kelompok siswa bawah dapat menjawab salah.
Butir soal yang kunci jawabannya mempunyaui indeks daya beda negatif adalah butir
soal yang kurang baik karena butir soal tersebut tidak dapat membedakan siswa yang
pandai dan siswa yang kurang pandai. Butir soal mempunyai daya beda yang baik jika
dianalisis kuncinya mempunyai daya beda positif dan pengecohnya mempunyai daya
beda negatif. Menurut Fernandes (1984) kategori indks daya beda butir soal adalah
sebaagi berikut ;
D 0,40 = sangat baik
0,30 D < 0,40 = baik
0,20 D < 0,30 = sedang
D < 0,20 = tidak baik
3. Bagaimana Cara melakukan Analisis Secara Sederhana ?
Untuk melakukan analisis butir soal secara sederhana, ada beberapa langkah
yang dapat dilakukan :
1. Hitunglah jumlah jawaban yang benar untuk seluruh siswa
2. Berdasar jumlah jawaban yang benar susunlah skor dari tertinggi ke terendah
3. Berdasarkan urutan skor tersebut tentukan siswa yang termasuk ke dalam
kelompok atas dan kelompok bawah (bisa menggunakan rambu-rambu Nitko)
4. Hitunglah jumlah siswa dalam kelompok atas yang memilih tiap-tiap alternatif
jawaban yang disediakan.
5. Dengan cara yang sama hitung jumlah siswa dalam kelompok bawah yang
memilih tiap-tiap alternatif jawaban yang disediakan
6. Hitung jumlah peserta tes (kelompok atas, tengah dan bawah) yang menjawab
benar
7. Hitung tingkat kesukaran butir soal dan daya beda dengan menggunakan rumus
yang telah disediakan.

4. Bagaimana Menganalisis Tes Uraian


Pada umumnya analisis butir soal memang dilakukan untuk tes pilihan ganda,
tetapi sebetulnya guru juga dapat menganalisis tes uraian yang telah kita ujikan
dengan cara yang cukup mudah. Cara menganalisis tes uraian diberika oleh Whitney
dan Sabers (Mehrens dan Lehmann, 1984) sebagai berikut :
1. Tentukan jumlah siswa yang termasuk dalam kelompok atas (25%) dan
kelompok bawah 925%)
2. Hitung jumlah skor kelompok atas dan jumlah skor kelompok bawah
3. Hitung tingkat kesukaran dan daya beda setiap butir soal dengan rumus berikut :
p = + - (2Nskormin)
2N (skormaks skor min)

D = . - .
N (skor maks skor min)

Dimana :
: jumlah skor kelompok atas
: jumlah skor kelompok bawah
N : 25 % peserta didik
skormaks : skor maksimal tiap butir tes
skormin : skor minimal tiap butir tes

5. Bagaimana Memperbaiki Butir Soal


Setelah kita menganalisis setiap butir soal yang telah diujikan maka kita dapat
menggunakan informasi hasil analisis tersebut untuk memperbaiki soal. Beberapa
hal yang perlu kita perhatikan dalam memperbaiki butir soal adalah sebagai berikut :
1. Perhatikan tingkat kesukaran butir soal
2. Perhatikan daya beda butir soal

6. Bagaimana Memperbaiki Non-Tes


Prosedur memperbaiki instrumen non tes sama dengan prosedur memperbaiki
tes. Yang pertama adalah dengan meminta pakar atau mereview atau menelaah
instrumen tersebut. Langkah berikutnya uji coba lapangan, kemudian analisislah uji
coba tersbut dengan menggunakan program analisis instrument yang relevan. Dari
analisis guru dengan mudah memperoleh informasi yang jelas mengenai kualitas
instrumen seperti validitas dan reliabilitas perangkat tes serta kualitas butir per butir
dari instrumen tersebut. Ada beberapa hal yang menyebabkan butir soal kurang baik
antara lain :
1. Penggunaan bahasa yang kurang komunikatif
2. Kalimat bersifat ambiguous (dapat ditafsirkan ganda)
3. Pertanyaan atau pernyataan yang dibuat menyimpang dari indikator
4. Pertanyaan atau pernyataan tidak mengukur trait (sifat) yang akan diukur.

MODUL 6
PEMBERIAN NILAI DAN TINDAK LANJUT HASIL
PENILAIAN

A. KEGIATAN BELAJAR 1
1. Prinsip-prinsip Pemberian Nilai
Untuk dapat melaksanakan sistem pembelajaran berbasis kompetensi guru
haruss mempersiapkan proses pembelajaran dengan mengembangkan acuan sistem
pembelajaran. Maksud dikembangkannya cuan tersebut adalah agar proses
pembelajaran dapat terarah dalam hal pengalaman belajar yang diperoleh siswa dan
pencapaian/ penguasaan kompetensi. Produk persiapan pembelajaran yang dimiliki
guru sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut :
1. Matriks kompetensi belajar (learning competence matrix)
2. Program penilaian otentik berkelanjutan continus authentic assesment).
Sistem penilaian dalam KBK adalah penilaian kelas otentik (authentic
assesment)/ penilaian kelas. Penilaian kelas adalah proses pengumpulan informasi
oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak
didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau
menunjukan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan telah benar-
benar dikuasai oleh siswa.
Penilaian kelas adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang
perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui
berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukan
secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-
benar dikuasai dan dicapai.

2. Tujuan Penilaian Kelas


Penilaian kelas hendaknya diarahkan pada empat tujuan yaitu :
1. Penelusuran (keeping track) yaitu bahwa penilaian bertujuan untuk menelusuri agar
proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana.
2. Pengecekan (checking-up) yaitu bahwa penilaian bertujuan untuk mengecek
apakah ada kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses
pembelajaran.
3. Pencarian (finding-out) yaitu bahwa penilaian bertujuan untuk mencari dann
menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam
proses pembelajaran.
4. Penyimpulan (summing-up) yaitu bahwa penilaian bertujuan untuk menyimpulkan
apakah anak didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam
kurikulum.

3. Fungsi Penilaian Kelas


Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistematis memiliki fungsi
motivasi, belajar tuntas, efektivitas pengajaran, dan umpan balik.
1. Fungsi motivasi, berarti bahwa penilaian yang dilakukan guru dikelas dapat
mendorong motivasi siswa untuk belajar.
2. Fungsi belajar tuntas, yaitu bahwa penilaian kelas harus diarahkan untuk memantau
ketuntasan belajar siswa.
3. Fungsi sebagai indikator efektivitas pengajaran, berarti bahwa disamping untuk
memantau kemajuan belajar siswa, penilaian kelas juga digunakan untuk melihat
seberapa jauh proses belajar mengajar telah berhasil.
4. Fungsi umpan balik, yaitu bahwa hasil penilaian harus dianalisis oleh guru sebagai
bahan umpan balik bagi siswa dan guru.

4. Prinsip Penilaian Kelas


Agar penilaian kelas dapat memberikan fungsi secara optimal, dalam melakukan
penilaian guru hendaknya selalu berpedoman kepada prinsip-prinsip penilaian kelas
sebagai berikut :
1. Proses penilaian merupakan bagian dari pembelajaran, penilaian merupakan bagian
integral dari proses belajar mengajar, oleh karena itu penilaian mencakup penilaian
proses dan penilaian hasil belajar.
2. Penilaian mencerminkan masalah dunia nyata, penilaian harus mengarah pada
pengungkapan kemampuan siswa dalam memecahkan persoalan yang ada dalam
kehidupan bermasyarakat.
3. Menggunakan berbagai ukuran, metode dan kriteria, untuk mengungkapkan
kemampuan yang dicapai siswa diperlukan ukuran, metode, kriteria dan teknik
yang sesuai agar penilaian dapat memberikan hasil yang tepat dan terpercaya.
4. Penilaian harus bersifat holistik, sesuai dengan tujuan pendidikan yang
mengembangkan kemampuan siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor,
maka untuk mengetahui pencapaian kompetensi siswa secara utuh diperlukan
penilaian yang mencakup seluruh aspek tersebut.
5. Penilaian kelas mengacu pada kemampuan (competency referenced), penilaian
kelas perlu dirancang untuk mengukur apakah siswa telah menguasai kemampuan
sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam kurikulum. Hasil penilaian harus
memberikan informasi pencapaian siswa terhadap standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
6. Berkelanjutan (Continuous), penilaian harus merupakan proses yang berkelanjutan
dalam rangkaian rencana mengajar guru selama satu semester atau tahun ajaran.
Penilaian dilakukan dengan berbagai teknik baik tes maupun non tes sesuai dengan
karakteristik aspek yang diukur.
7. Didaktis, hasil penilaian diharapkan dapat digunakan untuk mendorong dan
membina siswa dalam meningkatkan kualitas hasil belajar. Hal lain adalah dalam
penilaian kelas harus dirancang agar siswa menyenangi dan menikmati kegiatan
penilaian.
8. Menggali informasi, penilaian kelas yang baik harus dapat memberikan informasi
yang cukup bagi guru untuk mengambil keputusan dan umpan balik.
9. Melihat yang benar dan yang salah, dalam penilaian guru hendaknya melakukan
analisis terhadap hasil penilaian dan kerja siswa secara seksama untuk melihat
adanya kesalahan yang secara umum terjadi pada siswa dan sekaligus melihat hal-
hal positif yang diberikan siswa.

Disamping hal diatas yang perlu diperhatikan dalam penilaian diantaranya :


1. Validitas
Menilai apa yang seharusnya dinilai dan alat yang digunakan sesuai dengan apa
yang yang dinilai.
2. Reliabilitas
Penilaian yang reliable memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin
konsistensi.
3. Terfokus Pada Kompetensi
4. Dalam penerapan KBK, penile ian harus terfokus pada pencapaian kompetensi
(rangkaian kompetensi), bukan pada penguasaan materi (pengetahuan).
5. Objektivitas
Penilaian harus dilaksanakan secara objektif. Oleh karena itu penilaian harus adil,
terencana, berkesinambungan, mengunakan bahasa yang dapat dipahami siswa dan
menerapkan kriteria yang jelas dalam perbuatan keputusan atau pemberian angka
(scor)
6. Mendidik
Penilaian dilakukan bukan untuk mendiskriminasi siswa (lulus atau tidak lulus)
atau menghukum siswa tetapi untuk mendiferensiasi siswa (sejauh mana seorang
siswa membuat kemajuan atau posisi masing-masing siswa dalam rentang cakupan
pencapain suatu kompetensi). Berbagai aktivitas penilaian harus memberikan
gambaran kemampuan siswa, bukan gambaran ketidakmampuannya.

5. Prosedur/ Metode Penilaian Kelas


Agar tujuan penilaian dapat tercapai dengan efektif, guru harus menggunkan
berbagai metode dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dialami siswa. Metode-
metode terebut meliputi :
1. Penilaian tertulis (paper pencil test)
Tes tertulis biasanya diadakan untuk waktu yang terbatas dan dalam kondisi
tertentu. Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan
kepada siswa dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal siswa tidak selalu
merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain
seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.
Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu:
a. Soal dengan memilih jawaban : pilihan ganda; dua pilihan (benar-salah, ya-
tidak); menjodohkan
b. Soal dengan mensuplai-jawaban, isian atau melengkapi; jawaban singkat atau
pendek ; soal uraian
2. Tes praktek (performance test)
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan atau kinerja siswa dalam melakukan sesuatu Cara penilaian
ini lebih otentik daripada tes tertulis karena bentuk tugasnya lebih mencerminkan
kemampuan siswa yang sebenarnya. Semakin banyak kesempatan guru mengamati
unjuk kerja siswa, semakin reliable hasil penilaian kemampuan siswa.
Penilaian dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai kemampuan
siswa dalam penyajian lisan (keterampilan berbicara, berpidato, baca puisi,
berdiskusi, dan sebagainya), pemecahan masalah dalam suatu kelompok,
partisipasi siswa dalam diskusi kelompok kecil, kemampuan siswa menari,
kemampuan siswa memainkan alat musik, kemampuan siswa dalam cabang-cabang
olah raga, kemampuan siswa menggunakan peralatan laboratorium, kemampuan
siswa mengoperasikan suatu alat, dan sebagainya.
3. Penilaian produk
Penilaian hasil kerja adalah penilaian terhadap kemampuan siswa membu-at
produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni
(gambar, lukisan, pahatan), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan
logam. Cara ini tidak hanya melihat hasil akhirnya saja tetapi juga dari proses
pembuatannya, contoh: kemampuan siswa menggunakan berbagai teknik
menggambar, menggunakan peralatan dengan aman, membakar kue dengan hasil
baik, bercita rasa enak, dan penampilan menarik
4. Penilaian proyek
Penilaian melalui proyek dilakukan terhadap suatu tugas atau penyelidikan
yang dilakukan siswa secara individual atau kelompok untuk periode tertentu.
Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Proyek seringkali melibatkan
pencarian data primer dan sekunder, mengevaluasi secara kritis hasil penyelidikan,
dan kerjasama dengan orang lain. Oleh karena itu, proyek sangat bermanfaat bila
digunakan untuk menilai keterampilan menyelidiki secara umum untuk segala
bidang pembelajaran.
Di samping itu proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman dan
pengetahuan siswa dalam bidang tertentu, mengetahui kemampuan siswa
mengaplikasikan pengetahuan itu dalam penyelidikan tertentu, dan mengetahui
kemampuan siswa dalam menginformasikan subyek tertentu secara jelas.

5. Peta perkembangan
Peta perkembangan hasil belajar adalah laporan hasil belajar yang dibuat dalam
bentuk garis kontinuum (grafik perkembangan) yang memuat deskripsi dan uraian
perkembangan kemampuan atau kompetensi hasil belajar siswa. Hal utama yang
harus ada dalam peta perkembangan siswa adalah deskripsi tentang kemampuan
atau kompetensi atau keterampilan siswa yang dikembangkan dan diserta dengan
contoh-contoh tugas atau hasil kerja siswa yang menggambarkan kemampuan
tersebut.
6. Evaluasi diri siswa
Penilaian diri (Self Assesment) adalah suatu teknik penilaian yang dilakukan
sendiri oleh guru atau siswa yang bersangkutan untuk kepentingan pengelolaan
kegiatan belajar mengajar. Penilaian diri dapat dilakukan dengan cara meminta
siswa untuk menilai dirinya sendiri dengan jujur. Teknik penilaian diri dapat
mengukur aspek kognitif, afektif dan psikomotor
7. Penilaian afektif
Penilaian afektif adalah penilaian terhadap reaksi seseorang atau peserta didik
tentang suatu objek.
8. Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan
pada berbagai informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa
dalam satu periode tertentu. Informasi perkembangan siswa tersebut dapat berupa
karya siswa dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh siswanya, hasil
tes (bukan nilai), piagam penghargaan atau bentuk informasi lain yang terkait
dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan siswa sendiri dapat
menilai perkembangan kemampuan siswa dan terus melakukan perbaikan.
Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan
belajar siswa. Berikut contoh karya-karya yang dapat dimasukkan dalam penilaian
portofolio: Puisi; Karangan; Gambar/tulisan; Peta/denah; Desain; Paper; Laporan
observasi; Laporan penyelidikan; Laporan penelitian; Laporan eksperimen;
Sinopsis; Naskah pidato/kotbah; Naskah drama; Doa; Rumus; Kartu ucapan; Surat;
Komposisi musik; Teks lagu; Resep masakan
Portofolio dapat digunakan untuk menilai perkembangan siswa dalam ilmu-
ilmu sosial, seperti menganalisis masalah-masalah sosial, bahasa, seperti menulis
karangan, dan matematika, seperti pemecahan masalah-masalah matematika.lebih
tepat digunakan untuk menilai kemampuan menulis siswa untuk berbagai tujuan
dan pembaca. Kumpulan tulisan siswa ini merupakan refleksi perkembangan
berfikir mereka.

Tujuan utama dari penilaian berbasis kelas adalah untuk memantau kemajuan
dan pencapaian belajar siswa sesuai dengan matrik kompetensi belajar yang telah
ditetapkan.
B. KEGIATAN BELAJAR 2
1. Penilaian Diberbagai Jenjang Pendidikan
Landasan hukun pelaksanaan penilaian dijenjang Pendidikan dasar dan
menengah adalah UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan.
Sejalan dengan otonomi daerah, Pemerintah daerah dapat membuat kebijakan yang
mengatur secara khusus pelasanaan penilaian pendidikan diwilayahnya denga tetap
berlandaskan kepada kebijakan umum yang bersifat nasional.

a. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah


Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen
yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
Guru sebagai agen pembelajaran selalu melaksanakan penilaian terhadap
hasil belajar peserta didiknya secara berkesinambungan, yang meliputi kegiatan
sebagai berikut :
a. Menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat
rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Sebagian guru belum
melaksanakannya ini terlihat dari program semester yang disusun guru pada
pertemuan pertama awal semester dimulai dengan proses pembelajaran pada
kompetensi dasar pertama.
b. Mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian
yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran. Kegiatan
pengembangan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang
sesuai dilaksanakan pada waktu pengembangan silabus, silabus mata
pelajaran di dapatkan guru dari internet atau memphotocopy silabus yang
disusun sekolah lain, hasil pengembangan silabus pada kegiatan MGMP mata
pelajaran, dan hasil pengembangan silabus sendiri . Hal ini menunjukan
bahwa kegiatan ini belum dilaksanakan sebagian guru.
c. Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk
dan teknik penilaian yang dipilih. Pengembangan instrumen dan pedoman
penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaiannya tentu dapat kita lihat
pada bagian akhir dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai
dengan Permendiknas Nomor 41 tahun 2008 tentang Standar Proses.

PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 63


menyebutkan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas :
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik ; bertujuan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil yang dilakukan secara berkesinambungan
dalam bentuk ulangan harian, UTS, UAS, UKK, pengamatan perilaku dan
sikap, ekspresi psikomotor atau bentuk lain yang sesuai dengan
karakteristik materi yang dinilai.
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan ; bertujuan untuk menilai
pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
3. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah ; bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu
(Ujian Nasional)
Dari rincian penilaian pendidikan, terdapat beberapa bentuk penilaian yang
digunakan untuk menilai hasil belajar siswa, diantaranya :
1. Ulangan harian
2. Tugas-tugas
3. UTS
4. UAS
5. UKK
6. Pengamatan terhadap perubahan perilaku/ sikap dan psikomotor
7. Bentuk penilaian lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai
8. Ujian sekolah
9. Ujian nasional
Bentuk lain yang digunakan antara lain penilaian diri, kuesioner, penilaian
proyek, dan portofolio. Dalam pedoman KTSP yang panduannya dikembangkan
oleh BNSP, antara lain ditetapkan ketuntasan belajar, kenaikan kelas dan
kelulusan.
1. Ketuntasan belajar
Prinsip ketuntasan belajar merupakan suatua keharusan dengan
diterapkannya KBK. Pelaksanaannya diwujudkan dalam Standar
Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM). SKBM merupakan ukuran standar
kemampuan yang harus dicapai siswa dalam mata pelajaran tertentu.
2. Kenaikan Kelas
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap kahir tahun pelajaran, keriteria
kenaikan kelas adalah sebagagi berikut ;
a. Siswa dinyatakan naik kelas setalah menyelesaikan seluruh program
pembelajaran pada dua semester di kelas yang diikuti.
b. Tidak terdapat nilai di bawah SKBM
c. Memiliki nilai minimal baik untuk aspek kepribadian pada semester
yang diikuti.
3. Kriteria kelulusan
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan dasar dan menengah
setelah :
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran
b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir seluruh mata
pelajaran
c. Lulus ujian sekolah/ madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuann dan teknologi.
Pelaksanaan penilaian berbasis kompetensi dapat dijelaskan sebagai berikut
1. Alat penilaian
a. Aspek kognitif, berupa tes objektif, tes uraian dan tes terbuka
b. Aspek psikomotor, kombinasi alat penilaian tes dan pengamatan
(simulasi, tes contoh kerja/ work sample)
c. Aspek afektif, penilaian sikap, penilaian diri.
2. Penyekoran
Penyekoran dilakukan berdasarkan pada ketuntasan belajar siswa.
a. Tes objektif, dapat ditentukan dengan :
1. Tanpa menyertakan faktor koreksi
Skor = B x K
N
Keterangan :
B = jumlah jawaban benar
N = jumlah seluruh butir soal
K = skor maksimum skala penilaian
2. Dengan menyertakan faktor koreksi.
Skor = B S x K
P N
Keterangan :
B = jumlah jawaban benar
S = jumlah jawaban salah
P = banyaknya pilihan jawaban setiap butir soal
N = jumlah seluruh butir soal
K = skor maksimum skala penilaian
b. Skor Tes uraian, ditentukan berdasarkan pedoman penyekoran.
Dalam pedoman penyekoran skor diberikan berdasarkan
kecocokan jawaban terhadap kata kunci.
c. Skor aspek afektif, pemberian skor aspek afektif didasarkan
pada kriteria penilaian dalam skala tertentu. Selanjutnya skor
dari tiap aspek afektif yang dinilai dijumlahkan menjadi skor
total.
d. Aspek psikomotorik, ditentukan bedasarkan kriteria penilaian
yang ditetapkan pada pedoman penyekoran. Pedoman
penyekoran mencakup aspek-aspek yang dinilai dan rentang
skor yang dapat diberikan untuk aspek tersebut, serta bobo
untuk setiap aspek yang dinilai. Hasil skor dapat ditentukan
sebagai berikut ;
Skor = P x T x K
M xT
Keterangan :
P = skor setiap aspek penilaian/ butir soal
M = skor maksimum setiap aspek penilaain butir soal
T = bobot setiap aspek penilaian/ butir soal
K = maksimum rentang skor total

b. Pedoman Pelaksanaan Penilaian di Perguruan Tinggi


Pedoman pelaksanaan penilaian diperguruan tinggi dikembangkan oleh lembaga
perguruan tinggi yang bersangkutan. Pengembangan ini berpedoman pada UU
Sisdiknas tahun 1989, PP No. 60 tahun 1999, dan SK Mendiknas No. 233/U/2000.
Untuk mengetahui kapan dan bagaimana penilaian dilaksanakan dan bagaimana hasil
ujian dilaksanakan diatur dalam pasal 12 yaitu :
1. Terhadap kegiatan kemajuan belajar mahasiswa dilakukan penilaian secara
berkala yang dapat berbetnuk ujian, pelaksanaan tugas, dan pengamatan oleh
dosen.
2. Ujian dapat diselenggarakan melalui ujian tengah semester, ujian akhir semester,
ujian akhir program studi, ujian skripsi, ujian tesis, dan ujian desertasi.
Penilaian hasil belajar dinyatakan dalam A, B, C, D dan E yang masing-
masing bernilai 4, 3, 2, 1 dan 0. Predikat kelulusan terdiri atas 3 tingkat yaitu :
memuaskan, sangat memuaskan, dan dengan pujian, yang dinyatakan pada transkrip
akademik.
1. IPK sebagai dasar penentuan predikat kelulusan program sarjana dan program
diploma adalah:
2. IPK 2,00 2,75 : memuaskan
3. IPK 2,76 3.50 : sangat memuaskan
4. IPK 3.51 4,00 : dengan pujian.
5. Predikat kelulusan untuk program magister:
a. IPK 2,75 3,40 : memuaskan;
b. IPK 3.41 3,70 : sangat memuaskan:
c. IPK 3,71 4,00 : dengan pujian.
Predikat kelulusan dengan pujian ditentukan juga dengan memperhatikan
masa studi maksimum yaitu n tahun (masa studi minimum) ditambah 1 tahun
untuk program sarjana dan tambah 0,5 tahun untuk program magister.
Predikat kelulusan untuk program doktor diatur oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Ruang lingkup penilaian serta upaya meningkatkan motivasi mahasiswa dalam
rangka peningkatan kualitas kelulusan diatur dalam pasal 16 yaitu :
d. Penilaian terhadap hasil belajar mahasiswa dilakukan secara menyeluruh dan
berkesinambungan dengan cara yang sesuai dengan karakteristik pendidikan yang
bersangkutan.
e. Untuk mendorong pencapaian prestadi akademik yang lebih tinggi dapat
dikembangkan sistem penghargaan mahasiswa dan lulusan yang memperoleh
prestasi tinggi.
C. KEGIATAN BELAJAR 3
1. Pemanfaatan Hasil Tes Untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui efektivitas proses
pembelajaran adalah dengan melakukan tes, baik berupa pre test ataupun post tes, tes
sumatif maupun tes diagnostik. Berikut akan diuraikan bagaimana memanfaatkan
beberapa jenins tes tersebut untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran:
a. Memanfaatkan Hasil Pre-Test dan Post-test
Pre-test adalah tes yang dilaksanakan pada awal proses pembelajaran
dengan tujuan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi yang akan
diajarkan. Pengembangan butir soal pre-tes didasarkan pada tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran.
Untuk mengetahui apakah proses pembelajaran yang telah dilakukan
efektif atau tidak maka pada akhir proses pembelajaran guru dapat melakukan
post-tes. Post tes adalah set tes yang pararel yaitu tes yang disusun dari kisi-kisi
tes yang sama.
b. Memanfaatkan Hasil Tes Formatif
Test formatif merupakan salah satu jenis tes yang diberikan kepada siswa
setelah siswa menyelesaikan satu unit pembelajaran. Hasil test formatif
digunakan untuk memonitor apakah proses pembelajaran yang telah dilakukan
untuk tujuan pembelajaran yang dilakukan. Dengan kata lain tes formatif
merupakan alat untuk melihat efektivitas proses pembelajaran. Hal ini seperti
yang disampaikan oleh Gronlund dan Linn (1990) the function of formatif
evaluation is to monitor learning progress during intruction. Jika dari hasil tes
formatif ternyata terdapat sejumlah kompetensi yang belum dikuasai siswa,
maka guru harus mencari tahu penyebabnya. Penyebab tidak dikuasainya
kompetensi tersebut dapat berasal dari diri siswa maupun dari pelaksanaan
proses pembelajaran, seperti penggunaan metode dan media pembelajaran yang
tidak tetap.
Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat ditentukan tindakan perbaikan
yang sesuai. Proses perbaikan dilakukan dengan memperbaiki metode
pembelajaran misalnya; dengan lebih banyak melibatkan siswa pada hal-hal
yang kongkret untuk menuju pada kesimpulan yang lebih abstrak.

c. Memanfaatkan Hasil Tes Diagnostik


Pada saat ini tes diagnostik jarang dilakukan di sekolah, padahal dengan
tes diagnostik inilah guru akan mengetahui penyebab kesulitan belajar yang
dialami oleh siswa selama proses pembelajaran. Selanjutnya guru harus
berupaya untuk menemukan alternatif atau cara untuk menghilangkan kesulitan
belajar sehingga siswa dapat berhasil menyelesaikan semua program
pembelajaran yang telah dirancang oleh guru.
Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dalam mempelajari suatu
konsep akan berbeda satu sama lain. Walaupun tes diagnostik dilakukan secara
klasikal tetapi terapi dari kesulitan tersebut harus tetap dilakukan secara
individual. Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan faktor dari dalam
pemebelajaran dan ada pula faktor dari luar pembelajaran.
Suatu hal yang tidak kalah penting untuk mendapat perhatian adalah
adanya hambatan sosial pada siswa. Untuk itu guru dapat meminta bantuan
kepada ahli psikologi dan sosial untuk mendeteksi ada tidaknya hambatan ini
pada siswa. Faktor lingkungan diluar sekolah baik itu lingkungann keluarga atau
lingkungan masyarakat juga sangat berperan dalam menunjang keberhasilan
siswa dalam belajar.

d. Memanfaatkan Hasil Penilaian Non Tes


Teknik penilaian non tes dapat memberikan informasi umpan balik bagi
proses pembelajaran. Hasil penilaian sikap, penilaian diri, dan portofolio dapat
dianalisis untuk menjadi masukan bagi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
Manfaat utama dari teknik non tes adalah sikap untuk memperoleh
masukan dan umpan balik bagi peningkatan profesionalisme guru, perbaikan
proses pembelajaran, dan pembinaan sikap siswa. Pembinaan sikap siswa bisa
dilakukan secara pribadi dan kelompok. Misalnya siswa-siswa tertentu yang
cenderung bersikap negatif dalam hal-hal tertentu, diberikan pembinaan khusus.
Selain itu berdasarkan hasil penilaian sikap guru dapat memperoleh informasi
tentang kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya berdasarkan persepsi siswa.
Portofolio merupakan rangkaian atau kumpulan karya atau hasil kerja
siswa yang dapat dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Penilaian portofolio
menekankan pada penilaian proses dan hasil. Oleh karena itu penilaian
portofolio diharapkan dapat memberikan informasi yang menyeluruh mengenai
:
1. Perkembangan pemahaman dan pemikiran siswa dalam kurun waktu
tentang konsep, topik dan isu.
2. Hasil karya siswa yang berkaitan dengan bakat dan keterampilan khusus
3. Dokumen kegiatan siswa selaam periode tertentu
4. Refleksi nilai siswa sebagai invidu dalam aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Bagi siswa penilaian portofolio berguna sebagai :
1. Umpan balik penguasaan dan kemampuannya dalam kurun waktu
2. Pendorong peningkatan pembelajaran pada aspek kemampuan yang masih
lemah melalui bahan yang dikumpulkannya.
3. Pemahaman tentang keterbatasan kemampuan dibidang tertentu.
Bagi guru hasil portofolio berguna untuk mengetahui :
1. Umpan balik penguasaan siswa selama kurun waktu tertentu
2. Kemampuan yang belum dikuasai siswa
3. Gambaran tentang tingkat pencapaian keberhasilan proses belajar siswa
4. Strategi pembelajaran dan penilaian siswa
5. Penempatan siswa dalam jurusan/ program studi
6. Kecendrungan perilaku belajar siswa
BANK SOAL
MODUL 1
KONSEP DASAR PENILIAAN DALAM PEMBELAJARAN
KB 1
KonsepDasaraPeniliandamalPembelajaran
TES FORMATIF 1
1. Alat ukur berikut ini yang termasuk dalam kelompok tes adalah...
C. butir soal uraian terbuka
2. Konsep tes mengacu pada...
A. alat ukur
3. Ciri-ciri non tes adalah...
B. Tidak menuntut adanya respons yang benar atau salah
4. Pak Tono memberi angka tujuh kepadsa Amin pada saat ulangan harian mata pelajaran
IPA.Apa yang dilakukan Pak Tono termasuk dalam kegiatan...
A. pengukuran.
5. Berdasarkan data-data yang terkumpul dari hasil belajar Tini pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia,Bu Dewi menyatakan bahwa Tini mengalami hambatan pada saat
membuat paragraf yang baik.Kegiatan yang dilakukan bu Dewi termasuk dalam
rangkaian kegiatan ...
A. asesmen.
6. Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar pada mata pelajaran IPA Pak Adi
menggunakan tes sebagai satu-satunya alat ukur untuk mengukur kompetensi siswa.
Berdasarkan prinsip penilaian,penilaian yang dilakukan Pak Adi melanggar prinsip...
A. Menyeluruh
7. Dalam mengambil keputusan tentang hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ips,Bu
Ida hanya menggunakan hasil tes akhir semester..Berdasarkan prinsip penilaiian
,penilaian yang dilakukan Bu Ida melanggar prinsip...
A. berkesinambungan
8. Penilaian dalam arti evaluasi terjadi pada saat kita melaksanakan ...
A. penilaian terhadap semua komponen program pembelajaran
9. Keunggulan asesmen dari paper and pencil test adalah...
A. Dapat mengukur hasil belajar
10. Jika dibanding dengan asesmen maka kelemahan dari tes adalah...
B. hanya mengukur sebagian kecil darihasilbelajarsiswa

KB 2
JenisdanFungsiPeniliaandalampembelajaran
TES FORMATIF 2

1. Tujuan diadakannya tes seleksi adalah...


C. Memilih peserta program
2. Perbedaan tes seleksi dan tes penempatan adalah....
B. tes seleksi untuk memilih peserta,tes penempatan untuk mengelompokan peserta
3. Tes tambahan khusus yang tepat diberikan untuk seleksi tenaga guru adalah...
D. tes kepribadian
4. Jika anda mel;aksanakan pre test dan post tst maka alat ukur yang digunakan untuk pre
test dan post test adalah...
C. paralel
5. Kesulitan belajar siswa dapat diketahui dengan melakukan...
C. diagnostic test
6. Hasil tes formatif dapat dimanfaatkan untuk...
B. memperbaiki program pelajaran
7. Perbedaan antara tes formatif dan tes diagnostik adalah...
A. tes formatif untuk memonitor pelaksanaan program, tes diagnostik untuk
memonitor kesulitan belajar siswa.
8. Guru perlu menyampaikan hasil tes sumatif kepada orang tua siswa sebab hasil
tersebut dapat dimanfaatkan untuk...
C. memberi motifasi
9. Bagi guru,hasil tes sumatif akan bermanfaat untuk ...
A. menilai keberhasilan siswa
10. Bagi kepala sekolah ,hasil tes sumatif dapat dimanfaatkan untuk tujuan berikut
ini,kecuali...
B. menentukan penyebab kesulitan belajar siswa
MODUL 2
PENGEMBANGAN TES HASIL BELAJAR
KB 1
KeunggulandanKelemahantes
TES FORMATIF 1
1. Keunggulan tes uraian jika dibandingkan dengan tes obyektif adalah...
C. tepat untuk mengukur ranah kognitif tingkat tinggi
2. Jika tujuan pembelajaran yang akan diukur adalah : Siswa dapat menganalisis kasus
penyebab kebakaran huta di Kalimantan maka tes yang tepat digunakan adalah...
D. uraian
3. Jika dibandingkan dengan tes uraian maka kelemahan utama tes obyektif adalah...
B. siswa tidak dapat mengemukakan idenya
4. Cara yang tepat digunakan untuk meminimalkan agar siswa tidak asal menebak dalam
mengerjakan tes pilihan ganda adalah...
C. memberlakukan formula tebakan
5. Menulis tes pilihan ganda lebih sulit daripada menulis tes uraian.Bagaimana cara
mengatasi tersebut ?
C. dalam menulis tes selalu berpedoman pada kisi-kisi
6. Keunggulan tes uraian yang tidak dimiliki oleh tes obyektif adalah...
C. peserta tes dapat menyatakan idenya sendiri
7. Karena pak anang sudah mengenal dengan baik bahwa Anto adalah anak yang pandai
pada mata pelajran IPA maka pada saat memeriksa hasil ujian IPS,Pa Anang cenderung
memberi skor tinggi pada hasil pekerjaan Anto.Dalam pemeriksaan hasil tes uraian ini
dikenal dengan istilah...
D. hallo effect
8. Carry over effect dalam pemeriksaan hasil tes uraian dapat diatasi dengan cara...
A. memeriksa hasil tes nomor per nomor soal untuk seluruh siswa
9. Untuk mengurangi unsur subjektivitas dalam pemeriksaan tes uraian dapat dilakukan
dengan cara...
C. setiap jawaban diperiksa dua orang
10. Memeriksa hasil tes uraian dengan menutup nama siswa merupakan upaya untuk
meminimalkan...
C. hallo effect
KB 2
MengembangkanTes
TES FORMATIF 2

1. Tes obyektif yang mempunyai probbilitas menebak paling kecil adalah...


A. pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban
2. Perhatikan 4 buah tes B S berikut ini
1. B S Ir.Sukarno adalah proklamator RI
2. B S Sultan trenggono merupakan raja Demak yang pertama
3. B -S Tumbuhan melakukan fotosintesis pada siang hari dan bernapas pada
malam hari.
4. B S Rumus luas empat persegi panjang adalah panjang kali lebar.
Dari keempat butir soal tersebut,rumusan butir soal manakah yang paling baik..
A. 3
3. Perhatikan rumusan tes menjodohkan berikut
Kolom pertama Kolom kedua
........ Ir. Soekarno a. Mamalia yang melahirkan
....... Persaingan bebas b. Proklamator Indonesia
....... Ikan Paus c. Prioritas pembengunan
........ Pertanian d. Era globalisasi
e. Andalan ekspor Indonesia
Kelemahan rumusan butir soal tersebut adalah...
B. rumusan pernyataan pertama dan kedua tidak homogen
4. Ragam tes pilihan ganda melengkapi pilihan,tepat digunakan untuk mengukur proses
berpikir....
A. Ingatan
5. Kesulitan utama dalam menulis tes pilihan ganda terletak pada cara...
A. Membuat alternatif jawaban yang homogen
6. Buatlah karangan dengan judul cita-citamu
Pertanyaan tersebut termasuk jenus tes...
D. uraian terbuka
7. Keunggulan tes uraian terbatas jika dibandingkan dengan tes uraian terbuka terletak
pada...
A. Obyektivitas hasil penskoran jawaban siswa
8. Perhatikan TIK berikut : siswa dapat menyebutkan penemu mikroskop TIK tersebut
tepat diukur dengan menggunakan tes...
A. Objektif
9. Contoh pertanyaan berikut yang termasuk tes uraian terbatas adalah...
D. jelaskan dampak krisis ekonomi terhadap kualitas hidup masyarakat
10. Realibilitas hasil pemeriksaan jawaban siswa,paling rendah dimiliki...
A. uraian terbuka

KB 3
PerencanaanTes
TES FORMATIF 3
1. Faktor pembatas yang harus diperhatikan dalam penyususnan kisi-kisi adalah...
D. waktu ujian yang disediakan
2. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan kisi-kisi tes adalah tersebut
dibawah ini kecuali...
B. penguasaan materi siswa
3. Validitas tes hasilbelajar dapat dilihat pada perencanaan tes yaitu pada penentuan...
A. Jumlah sampel materi yang akan diujikan
4. Jika dalam interprestasi hasil tes anda akan menggunakan Penilaian Acuan Kriteria
maka dalam membuat perencanaan tes anda dapat mengabaikan faktor...
D. sebaran tingkat kesukaran butir soal.
5. Fungsi perencanaan tes dalam pengembangan tes hasil belajar adalah sebagai..
B. Pedoman dalam penyusunan alat evaluasi
6. Jika dalam kisi-kisi tes pilihan ganda dicantumkan bahwa butir soal yang harus dibuat
adalah mengukur proses berpikir pemahaman maka butir soal yang cocok dengan
permintaan kisi-kisi tersebut adalah...
B. Tindakan Indonesia tidak ikut menjadi anggota Pakta Warsawa dan Neto sesuai
dengan prinsip
a. Dasasila Bandung
b. Pancasila
c. Politik luar negeri yang bebas aktif
d. Piagam PBB
7. Kisi-kisi mata pelajaran Biologi akan dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya jika
dibuat oleh...
B. peerkumpulan guru biologi
8. Jika tes akan digunakan untuk seleksi dalam penerimaan siswa baru maka sebaran
tingkat kesukaran butir sola yang harus dibuat dalam perencanaan tes adalah...
D. sebagian besar butir soal sedang
9. Jika waktu ujian yang disediakan untuk mengerjakan tes mata pelajaran IPS adalah 90
menit maka jumlah butir soal tes piliohan ganda yang tepat untuk ditulis dalam
perencanaan tes adalah...
B. 60 butir
10. Jika dalam proses pembelajaran .Anda melatihkan sampai dengan proses berpikir analis
maka penentuan jenjang proses berpikir dalam perencanaan tes yang harus dibuat
adalah...
B. sampai dengan analisis
MODUL 3
PENGEMBANGAN ASESMEN ALTERNATIF
KB 1
KonsepDasarAsesmentAlternatif
TES FORMATIF 1

1. Ciri asesmen tradisional yang membedakan dengan asesmen alternatif adalah ...
D. hanya mengandalkan tes tertulis
2. Berikut ini adalah ciri-ciri asesmen alternatif, kecuali ...
B. asesmen merupakan bagian yang terpisah dari proses pembelajaran
3. Ujian Nasional yang diadakan bagi siswa-siswa sekolah mulai SD sampai dengan SMA
merupakan contoh penerapan asesmen ...
A. tradisional
4. Alat ukur yang menjadi andalan dari asesmen tradisional adalah ...
C. tes tertulis
5. Kemampuan siswa dalam olah raga, olah rasa, dan olah karsa harus dikembangkan
bersama-sama dengan olah pikir. Pernyataan tersebut merupakan penerapan dari teori
...
A. Multiple intellegence
6. Keeton dan Tate menyatakan: learning in which the learners is directly in touch with
the reality being studied. Pernyataan tersebut merupakan landasan dari pelaksanaan
asesmen ...
C. otentik
7. Keunggulan asesmen alternatif dari asesmen tradisional adalah ...
D. asesmen terintegrasi dengan proses pembelajaran
8. Jika jumlah siswa Anda lebih dari 100 maka asesmen yang tepat untuk digunakan
adalah ...
A. tradisional
9. Reliabilitas hasil pengukuran yang tinggi akan dapat Anda peroleh jika Anda
melakukan asesmen model ...
A. tradisional

10. Dalam pelaksanaan asesmen alternatif, guru lebih berperan sebagai ...
B. fasilitator
KB2
BentukAsesmentKinerja
TES FORMATIF 2
1. Informasi kinerja siswa dapat diperoleh dengan menggunakan tagihan-tagihan berikut
ini, kecuali ...
A. tes pilihan ganda
2. Syarat utama dalam penyusunan tugas asesmen kinerja adalah ...
C. tugas berhubungan dengan kehidupan nyata siswa
3. Tugas yang sesuai untuk menilai kinerja siswa dalam bekerja sama dengan siswa lain
adalah ...
B. kerja kelompok
4. Langkah awal yang harus dilakukan untuk membuat tugas adalah ...
B. mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki siswa
5. Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk menilai ...
D. kualitas kinerja siswa
6. Jika dibandingkan dengan holistic rubric maka penilaian kinerja dengan menggunakan
analytic rubric akan memberikan penilaian yang lebih ...
A. tepat
7. Kelemahan penilaian dengan menggunakan holistic rubric adalah ...
B. tidak reliabel
8. Alat berikut yang mampu menghasilkan hasil penialian dengan ketetapan paling tinggi
untuk menilai kinerja siswa dalam membaca puisi adalah ...
B. analytic rubric
9. Dimensi kinerja yang dapat digunakan untuk menilai kinerja siswa dalam menyanyi
adalah seperti tersebut di bawah ini, kecuali ...
B. pengetahuan tentang musik
10. Kapan rubric yang akan digunakan untuk menilai kinerja siswa dibuat?
A. segeradibuatsetelahpembuatan tugas

KB 2
BentukAsesmanKinerja
TES FORMATIF 3
1. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam asesmen portofolio adalah ...
C. menentukantujuan
2. Pengertian portofolio mengacu pada ...
C. kumpulan karya siswa yang menunjukkan hasil dan perkembangan belajar siswa
3. Yang termasuk dalam langkah persiapan asesmen portofolio adalah ...
A. memberitahusiswatentang pelaksanaan portofolio
4. Selama pelaksanaan portofolio, tugas utama guru adalah ...
D. memotivasisiswa
5. Kriteria penilaian untuk menilai portofolio ditetapkan oleh ...
B. guru dansiswa
6. Kapan penetapan kriteria penilaian disepakati ?
B. awalpembelajaran
7. Penilaian portofolio dilakukan pada saat ...
D. selamapembelajaran
8. Kegiatan asesmen berikut ini memberikan kesmpatan kepadasiswauntukmelakukanself
assessment, kecuali ...
A. Asesmentradisional

KB 4
PeniliaanRanahAfektif
TES FORMATIF 4
1. Yang menjadibidanggarapan ranah afektif adalah ...
D. konsepdirisiswa
2. Menurut Kratwolh urutan level afektif mulai dari yang paling rendah adalah ...
D. receiving valuing responding
3. Setiap pagi Andi selalu bangun pukul 05.00. Menurut Kratwohl afektif Andi berada
pada tingkatan ...
A. characterization
4. Hasil penilaian sikap terhadap orang yang lebih tua paling baik dilakukan dengan cara
...
D. pengamatanterselubung
5. Langkah yang paling sulit dalam mengembangkan instrumen afektif adalah ...
C. membuatindikator
6. Berikut ini merupakan tujuan uji coba instrumen afktif di lapangan, kecuali ...
D. mengambilkesimpulanpenelitian
7. Penilaian yang paling sulit dilakukan adalah penilaian tentang ...
A. sikap
8. Teori psikologi yang mendukung pengembangan afektif dalam pembelajaran adalah
teori ...
B. Multiple intellegencedari Gardner
MODUL 4
PENGUMPULAN DAN PENGOLAH INFORMASI HASIL BELAJAR
KB 1
MengumpulkandanmengolahInformasiHasilBelajar
TES FORMATIF 1

1. Pemeriksaan lembar jawaban siswa secara manual lebih efisien jika untuk ...
B. siswasedikit
2. Dari 50 butirtes pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban, Andidapatmenjawabbenar
40 butir. Berapa persen pengusaan materi Andi terhadap materi tes tersebut jika dalam
penskorannya diberlakukan formula tebakan ?
C. 75,0 %
3. Akibat yang terjadi jika dalam penskoran tes pilihan ganda diberlakukan formula
tebakan adalah ...
C. butirsoal yang sulit tidak dikerjakan siswa
4. Berikut ini adalah upaya untuk meningkatkan reiabilitas hasil pemeriksaan tes uraian,
kecuali ...
B. satubukujawabansiswa diperiksa oleh satu orang
5. Dari 15 indikator yang disusun dalam daftar cek, Ida mampu melakukan 12 indikator
dengan baik. Berapakah presentase keberhasilan Ida ?
D. 80,0 %
6. Persyaratan yang harus dipenuhi agar lembar jawaban dapat diperiksa dengan bantuan
mesin scanner adalah ...
C. (2) lembarjawabandiisi dalam scannable form
(3) lembarjawabandiisi dengan pensil 2B
7. Cara mengurangi unsur subjektivitas dalam pemeriksaan tes uraian adalah ...
B. (1) tesdiberikandalam bentuk uraian terbatas
(2) tesdiberikandalam bentuk uraian terbuka
8. Pengolahan data yang diperoleh dari daftar cek tergantung pada jumlah ...
D. (1) indikator
(2) jumlahindikator yang dikuasai siswa
(3) jumlahskor yang diperoleh siswa
KB2
PendekatandalamPemberianNilai
TES FORMATIF 2
1. Contoh penerapan pendekatan Penilaian Acuan Norma adalah ...
2. Contoh penetapan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria adalah ...
3. Dalam tes akhir semester IPS di empat sekolah diperoleh data sebagai berikut :
Nama Sekolah Rata-rata SB
SD Keputraan 1 67,43 12,32
SD Keputraan 2 67,69 7,78
SD Keputraan 3 68,23 12,09
SD Keputraan 4 66,54 11,56

Berdasarkan data tersebut, sebaran hasil tes yang paling homogen dicapai SD ...
B. Keputraan 2
4. Berdasar data padasoal nomor 3, sekolah yang paling berhasildalam proses
pembelajaran IPA adalah SD ...
B. Keputraan 2
5. Pendekatan penilaian Acuan Norma tepat digunakan dalam sekolah yang menerapkan
sistem pembelajaran ...
D. berbasiskelompok
6. Perhatikan hasil pengukuran sikap Tika terhadap mata pelajaran matematika berikut ini.
Ya Tidak
Indikator Skor
Saya senang belajar matematika 5 4 3 2 1
Saya senang mengerjakan PR matematika 5 4 3 2 1
Saya sering berdiskusi masalah matematika 5 4 3 2 1
Saya sering bertanya kepada guru tentang 5 4 3 2 1
matematika
Saya memiliki banyak buku matematika 5 4 3 2 1

Jika kecenderungan sikap tersebut dikelompokkan menjadi tigayaitusenang, biasasaja,


dantidak senang dengan matematika maka kecnderungan sikap Tika termasuk ...
B. cukupmenyenangimatematika
7. Pada pembelajaran berbasis kompetensi, bagi siswa yang
belummampumencapaiStandarKompetensi, keputusan yang diberikan kepada siswa
tersebut adalah ...
A. mengikuti program remedial
8. Jenis tagihan yang tepat untuk menilai kemampuan siswa dalam menerapkan konsep
atau prinsip dalam kehidupan sehari-hari adalah ...
D. tugasindividu
9. Untuk menilai kompetensi siswa dalam mengahayati puisi maka jenis tagihan yang
tepat adalah berupa ...
B. Tugasmembacapuisi
10. Penyajianpenilaian yang diperlukan untuk menilai hasil belajar siswa secara utuh
adalah penyajian penilaian dalam bentuk ...
D. kombinasi
MODUL 5
KUALITAS ALAT UKUR ATAU ISNTRUMENT
KB 1
ValidasidanRealibitasHasilPengukuran
TES FORMATIF 1

1. Pengertian validitas mengacu pada . . . .


a. ketepatan hasil pengukuran
2. Pengertian reliabilitas mengacu pada . . . .
a. Ketepatan hasil pengukuran
3. Untuk menghitug waktu tempuh dalam lomba renang jarak 100 m alat ukur yang tepat
digunakan adalah . . . .
b. stop watch
4. Alat ukur yang dituntut mempunyai validitas isi yang tinggi adalah . . .
c. Tes hasil belajar
5. Hasil pengukuran yang paling tinggi validitas dan reliabilitasnya ditunjukan pada hasil
pengukuran terhadap . . . .
a. Panjang meja tulis
6. Agar tes hasil belajar yang dikembangkan mempunyai validitas isi yang tinggi dapat
ditempuh dengan cara membuat . . . .
a. Kisi-kisi tes
7. Reliabilitas suatu tes yang terdiri atas 30 butir soal adalah 0,50 berapakah reliabilitas
tes tersebut setelah ditambah 20 butir soal yang homogen . . . .
b. 0,63
8. Jika suatu tes yang digunakan dua kali pada kelompok yang sama ternyata menunjukan
skor yang relatif sama, dapat dikatakan bahwa tes tersebut tinggi . .
c. reliabilitasnya
KB 2
AnalisisdanPerbaikanKonsumen
TES FORMATIF 2
1. Untuk mengevaluasi hasil belajar siswa, analisis item harus dilaksnakan . . . .
d. Setelah uji coba
2. Tingkat kesukaran butir soal (p) = 0,00 akan terjadi jika . . . .
b. Semua siswa tidak dapat menjawab dengan benar
3. Butir soal yang memiliki daya beda (D) = 0 menunjukan bahwa butir soal tersebut . . . .
a. Tidak dapat membedakan peserta yang pandai dan kurang pandai
Gunakan data soalberikut untuk mengerjakan soal nomor 4 8
Alternatif Jawaban
Kelompok Jumlah
a* b* c* d*
Atas 3 8 0 2
Tengah 5 12 3 4
Bawah 7 5 1 1
4. Berapa tingkat kesukaran butir soal tersebut . . . .
b. 0,50
5. Berapa besar indeks daya beda (D) soal tersebut . . . .
a. 0,23
6. Jika butir soal tersebut akan diperbaiki maka perbaikan lebih ditekankan pada
alternatif jawaban . . . .
c. c
7. Berdasarkan hasil analisis maka butir soal tersebut . . . .
c. perlu revisi kecil pada pokok soal
8. Kesimpulan apa yang dapat anda tarik terhadap butir soal tersebut . . . .
b. Sedang
MODUL 6
PEMBERIAN NILAI DAN TINDAK LANJUT HASIL PENILIAAN
KB 1
Prinsip- Prinsippemberiannilai
TES FORMATIF I

1. Unsur unsur penilaian ketrampilan menganyam berikut ini termasuk dalam ranah
afektif, kecuali.
C. Ketepatan waktu penyelesaian tugas menuntut adanya ketrampilan teknis yang
memadai.
2. Unsur kekuatan hasil anyaman pada penilaian ketrampilan menganyam termasuk dalam
ranah kemampuan.
B. untuk membeuat anyaman yang kuat diperlukan ketrampilan teksnis yang
memadai pula.
3. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Siswa S memperoleh skor hasil ujian 72,
sedangkan skor tertinggi di kelasnya adalah 85, dengan batas lulus kompetensi 75.
Dengan mengacu kepada Kurikulum Berbasis Kompetensi, maka penilaian yang
diberikan kepada siswa S adalah.
C. skor 72 lebih kecil dari batas lulus 75
4. Skor skor nilai berikut ini yang tepat disampaikan kepada siswa dalam bentuk chart
sebagai gambaran pencapaian kompetensi adalah.
D. hasil tes sumatif merupakan indicator pencapaian beberapa kompetensi dasar
dalam standar kompetensi.
5. Berikut ini yang menunjukkan adanya ketidak terpisahan antara penilaian dan sistem
pembelajaran yang berbasis kompetensi adalah
D. penilaianmebncakuppenilaian proses dan hasil belajar. Efektivitas pembelajaran
dapat ditingkatkan jika didukung dengan penilaian yang efektif.
6. Padasaatmelakukan proses pembelajaran guru melakukan pencatatan terhadap isi
pembahasan diskusi yang dilakukan siswa. Dari pencatatan itu guru mengetahui ada
siswa yang membahas topic diskusi dengan kritis, dan ada pula yang jawabannya hanya
bersifat spontan . Dapat disimpulkan bahwa guru telah menerapkan prinsip penilaian
B. Penilaiantidakhanyamencakup hasil belajar melainkan juga penilaian proses.
7. Berikut ini adalah perilaku guru dalam penilaian yang sesuai dengan prinsip prinsip
penilaian kelas, kecuali
B. Penilaiankelastidak berorientasi kepda materi
pelajaranmelainkankepadastandarkompetensiyang harus dicapai olehsiswa
(competency referenced)
8. Berdasarkankurikulum yang berbasis kompetensi, tidakan guru yang harus dilakukan
setelah proses pembelajaran adalah.
D. PenilaianKelasmengacukepada kemampuan ( Competency referenced )
9. Setelah melakukan kegiatan pembelajaran, guru melihat kembali langkah langkah
penilaian yang telah dilakukan selama proses pembelajaran di kelas berdasarkan
rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. Tindakan guru tersebut sesuai
dengan tujuan penilaian kelas dalam hal
A. salah satu tujuan penilaian adalah menelusuri apakah proses
pembelajarananakdidiktetapsesuai dengan rencana.
10. Padaakhir proses pembelajaran guru mengetahui bahwa hanya 15 % dariseluruhsiswa
yang mengikuti pembelajaran telah mencapai standar kompetensi minimal yang telah
ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan adanya fungsi penilaian kelas dalam hal
C. efektivitas proses
pembelajaranditunjukkandengantingkatpencapaiansiswaterhadapkemampuan
yang telah ditetapkan.

KB 2
Peniliaan di berbagijenjangpendidikan
TES FORMATIF 2

1. Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pada setiap akhir tahun ajaran selalu
dilaksanakan EBTA dan EBTANAS. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, maka
pengukuran hasil belajar semacam EBTA / EBTANAS
C. alatukursemacam EBTA / EBTANAS tetap diperlukan.Hasilpengukuran EBTA
/EBTANAS dapatmenjadipedoman bagi sekolah untuk menentukan
kedudukannya terhadap sekolah lain atau terhadap kemampuan secara nasional.
Tanpa alat ukur semacam EBTA/EBTANAS, sekolah akan berjalan sendiri
sendiri tanpa ada patokan tentang kedudukannya.
2. Tujuan dilaksanakannya EBTA ? EBTANAS adalah
A. untukmemperolehukuran indicator patokan kualitas hasil belajar .Denganadanya
EBTA / EBTANAS kita dapat menjadikannya sebagai pedoman untuk
menentukan kedudukan sekolah terhadap kemampuan secara nasional.
3. Menurut pedoman pelaksanaan penilaian SMA penulisan skor rata rata
ulanganhariandantugas tugas yang diperoleh selama satu semester adalah
C. tidak lulus
4. SkorAndidalampelajaran Bahasa Inggris tercatat sebagai berikut. Ulangan harian :
8,75; 6,80; dan 8,25; Ujian akhir semester : 8,35, Menurut Pedoman Pelaksanaan
Penilaian SMA, Nilai rapor Andi untuk pelajaran Bahasa Inggris adalah
B. 8,21 : 8,75 + 6,80 + 8,25 = 23,80 = 7,93
3 3
NA = NH + 2 NU = 7,93 + ( 2 x 8,35 ) = 8,21
3 3

5. Ketentuan pemberian nilai dengan tambahan + ( plus ) atau ( minus) seperti B+, B-,
C+, C- atau A+, dan A- adalah
B. dapatdilakukan, disertairambu rambu yang menjelaskan artinya

6. Indeks prestasi dan Indeks Prestasi Kumulatif yang diperoleh Anto untuk semester 3
jika diketahui SKS, Nilai dan Bobotnya sepertidibawahiniadalah..
Semester Jumlah SKS Bobot x SKS Indeks Prestasi
1 18 50 2.78
2 22 54 2,45
3 16 45 .
A. 2,81dan 2,66
7. Mahasiswa MS mempunyai catatan nilai dan ketentuan penghitungan bobot nilai mata
kuliah MK sebagai berikut

Ujian Skor
Keha Akhi
Nama Tugas Tugas Tengah Nila
diran Akhir r
Mhs Semest i
Semester Sem
er
ester
10% I II Jml Rer 20 skor 3 Sko 40
ata % 0 r %

%
135, 67,5 13,5
MS 8,0 60,0 75,0 85,0
0

Kriteriapemberiannilai yang berlaku sebagai berikut


Skor Akhir Semester Nilai ( huruf )
85 100 A
70 84 B
60 69 C
50 -59 D
0 49 E
B. B

8. Penetapan jumlah SKS yang harus ditempuh oleh mahasiswa sebagai syarat ketulusan
suatu program pendidikan dilakukan oleh
B. Perguruan tinggi
9. Pada akhir semester program studi yang ditempuhnya, seorang mahasiswa program
Magister memperoleh IPK kumulatif 3,39. Predikat kelulusan yang diberikan kepada
mahasiswa tersebut adalah.
A. Memuaskan
10. Berikut ini adalah criteria penetapan naik kelas untuk siswa SMA, kecuali.
C. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir
untukkelompokmatapelajaran Agama danAkhlak mulia

KB 3
PemanfaatanHasilTesUntukMeningkakan Proses Pembelajaran
TES FORMATIF 3
1. Fungsi pre test ialah..
C. Mengetahui penguasaan siswa terhadap kompetensi dasar yang akandicapai
2. Pre test dan post test dapat dimanfaatkan untuk menilai..
B. keberhasilanpelaksanaan program
3. Jika Anda melaksanakan pre test dan post test maka alat ukur yang digunakan untuk
pre test dan post test adalah..
C. paralel
4. Kesulitan belajar siswa dapat diketahui dengan melakukan..
C. diagnostic tes
5. Hasil test formatif dapat dimanfaatkan untuk..
B. memperbaiki program pembelajaran
6. Jika dari hasil tes formatif terdapat 40 % siswa yang belum dapat menguasai konsep
arus listrik maka guru harus mengadakan program remedial. Program remedial yang
dilakukan akan efektif jika dilakukan.
B. secaraklasikal
7. Jenis tes berikut ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program
pembelajaran, kecuali.
C. tessumatif

8. Perbedaanantaratesformatif dan tes diagnostik adalah..


C. tes formatif untuk memonitor pelaksanaan program, tes diagnostic untuk
memonitor kesulitan belajar siswa
9. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, guru melihat bahwa setiap proses belajar
berlangsung siswa acuh terhadap penyampaian yang dilakukan guru. Namun anehnya
hasil pencapaian kompetensi siswa cukup bagus. Guru telah mengubah strategi
pembelajaran namun suasana kelas tidak berubah. Untuk mengetahui penyebab
terjadinya keadaan tersebut. Teknik penilaian yang sesuai digunakan oleh guru adalah..
D. penilaian non tes
10. Pernyataan berikut ini menunjukkan hasil pemanfaatan tehnik non tes untuk
peningkatan proses pembelajaran, kecuali.
D. Siswa mengumpulkan hasil tugas karya tulis berdasarkankegiatnkaryawisata

Anda mungkin juga menyukai