Anda di halaman 1dari 11

Nama : Sulastri Prihandini

NPM : 230110190058
Kelas : Perikanan B 2019

REVIEW JURNAL REKAYASA TEKNOLOGI

Jurnal 1
Judul Jurnal Perancangan Sistem Deteksi Kekeruhan Air pada Akuarium Ikan
Arwana Berbasis IoT
Nama Penulis R.N. Hidayat dan Supatman
Nama Penerbit KONSTELASI: Konvergensi Teknologi dan Sistem Informasi
Tahun Terbit 2021
Latar Belakang Ikan arwana merupakan salah satu ikan hias dengan nilai jual yang
tinggi. Ikan ini tergolong ke dalam ikan predator yang sangat
sensitif dengan tingkat kekeruhan air. Hal ini dikarenakan
kekeruhan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan ikan
arwana. Kekeruhan pada akuarium ikan arwana pada umumnya
disebabkan oleh beberapa faktor seperti residu pakan ikan (pakan
hidup seperti ikan kecil, dsb) dan kotoran ikan itu sendiri. Pakan
ikan hidup diketahui dapat meningkatkan kekruhan jauh lebih
cepat dibandingkan dengan pakan komersil. Penumpukan residu
pakan ikan dan kotoran ikan ini jika dibiarkan dapat mengurangi
estetika akuarium dan menimbulkan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alat
yang dapat memeriksa dan membantu memberikan informasi
terkait kondisi kekeruhan atau perubahan warna air akuarium saat
pemilik rumah tidak ada.

Teknologi IoT (Internet of Things) merupakan jaringan dari


benda- benda fisik yang tertanam dengan elektronik, perangkat
lunak, sensor, dan konektivitas jaringan yang memungkinkan
benda-bendak mengumpulkan data dan bertukar informasi.
Sehingga teknologi ini memungkinkan pengendalian jarak jauh
dari infrastuktur jaringan yang ada. Dengan mengaplikasikan
teknologi IoT, sensor turbidity, dan mikrokontroler maka kita
dapat menciptakan alat pengatur kekeruhan akuarium jarak jauh.
Metodologi - Metode riset: Prototyping
- Alat dan Bahan: Sensor turbidity, mikrokontroller
NodeMCU Esp8266, Arduiono IDE, Papan pcb arduino,
Adaptor charger USB, Kabel Jumper, Telegram, Kotak
plastik kecil, Laptop, Software arduino IDE, Telegram.
- Prosedur:
1. Pengumpulan big data dan persiapan alat bahan
2. Perancangan sistem deteksi perubahan
warna/kekeruhan air di akuarium berbasis IoT.
3. Implementasi sistem deteksi perubahan
warna/kekeruhan air akuarium berbasis IoT.
Hasil dan Dari penelitian yang dilakukan diperoleh sebuah sistem yang dapat
Pembahasan mendeteksi kekeruhan/perubahan warna air pada akuarium ikan
arwana dengan menggunakan NodeMCU esp 8266 dan data sensor
akan dikirimkan melalui Telegram Bot ke device/perangkat.

Mikrokontroller bertugas mengolah data baik dari user maupun


sensor. Pada saat terjadi perubahan pada kondisi kekeruhan air
maka mikrokontroller akan langsung mengirimkan data yang telah
diterima dari sensor kepada pengguna dan tabel hasil uji kecepatan
pengiriman pesan dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada percobaan pengiriman data dari mikrokontroller diatas


didapat rata – rata waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan data
selama 6,86 detik dengan persentase keberhasilan 100% data dapat
terkirim ke pengguna.

Dengan rentang nilai tegangan dari sensor Turbidity tersebut nanti


setiap kondisi air akan dilaporkan jika pengguna ingin mengetahui
keadaan kondisi air yang ada dalam akuarium. Data pengujian
sensor Turbidity dengan telegram dapat dilihat pada tabel 2.

Kesimpulan 1. Mikrokontroller NodeMCU ESP8266 mampu


mengirimkan data ke pengguna dengan waktu rata – rata
6,86 detik dengan tingkat keberhasilan 100% data terkirim
ke pengguna.
2. Sensor kekeruhan/Turbidity air dapat dibagi menjadi 3
kondisi yaitu jernih bernilai kurang dari 75 NTU dengan
nilai tegangan lebih dari 1.72, sedikit keruh bernilai 75
NTU sampai 157 NTU dengan nilai tegangan antara 1.72
sampai 1.68, dan sangat keruh bernilai lebih dari 157 NTU
memiliki tegangan kurang dari 1.68.
3. Nilai kekeruhan NTU dan tegangan sensor berbanding
terbalik jika nilai NTU semakin tinggi maka akan semakin
keruh sedangkan pada tegangan sensor jika tegangan yang
didapat semakin kecil maka air semakin keruh.
Jurnal 2
Judul Jurnal Pemanfaatan Teknologi Nanobubble untuk Produksi Anguilla sp
pada Era Society 5.0
Nama Penulis Aulia Marwah Paradhiba, Farisa Febriyanti, Ella Rahmadania,
Fazila Yanisa, Fitria Ulfa Adelina, Retno Cahya Mukti.
Nama Penerbit Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI)
Tahun Terbit 2021
Volume ISBN: 978-623-399-012-7
Latar Belakang Ikan Sidat (Anguilla sp.) merupakan salah satu jenis ikan dengan
nilai ekonomis tinggi. Persebaran ikan ini cukup luas, meliputi
wilayah tropis dan sub-tropis. Ikan ini juga merupakan salah satu
jenis ikan yang diminati di pasar global, seperti Jepang,
Hongkong, Jerman, Italia, dll. Diketahui kandungan gizi ikan sidat
sangat tinggi, meliputi vitamin A (4700 IU) , asam lemak EPA
(1337 mg ) dan DHA sebesar (742 mg). Namun sayangnya di
Indonesia, potensi pembesaran maupun budidaya ikan sidat belum
banyak dikembangkan. Hal ini dikarenakan banyak faktor dan
salah satunya adalah karena sensitivitas ikan sidat terhadap
beberapa faktor lingkungan air, salah satunya adalah kandungan
Dissolved Oxygen (DO).

Diketahui, kadar oksigen terlarut untuk pertumbuhan ikan sidat


harus lebih dari 3 mg/l atau lebih tepatnya minimal 5 mg/l. Angka
tersebut merupakan angka minimal untuk produktivitas ikan sidat.
Adapun angka yang dianjurkan ialah 7 mg/l. Oksigen selain
digunakan oleh ikan untuk melakukan proses metabolisme juga
dibutuhkan untuk proses penguraian bahan organik dalam
perairan. Sehingga untuk dapat melakukan produksi ikan sidat,
diperlukan sebuah teknologi yang dapat meningkatkan kandungan
DO perairan untuk meningkatkan kelangsungan hidup benih ikan
sidat yaitu dengan teknologi nanabubble.

Teknologi nanobubble merupakan teknologi yang dapat menjaga


kandungan oksigen di perairan dan dapat tersedia dalam waktu
yang lebih lama sehingga dapat menjaga kadar oksigen terlarut di
perairan agar tetap stabil. Adanya pengembangan teknologi
nanobubble diharapkan mampu meningkatkan kualitas sistem
budidaya dengan menjaga kondisi keseimbangan antara
lingkungan, ikan dan patogen. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian tentang penggunaan teknologi nanobubble pada
budidaya ikan sidat. Tujuan dari studi ini adalah untuk
mengembangkan teknologi nanobubble untuk meningkatkan
produksi ikan sidat (Anguilla sp) guna membantu sistem
perekonomian masyarakat di bidang perikanan.
Metodologi Metode riset: Kajian Pustaka
Hasil
Pembahasan Salah satu teknologi yang dikembangkan untuk meningkatkan
kualitas budidaya adalah dengan menggunakan teknologi.
Teknologi nanobubble adalah teknologi yang dapat meningkatkan
oksigen terlarut/Dissolved oxygen (DO) dalam air (Wu et al.,
2019). Nanobubble merupakan pengembangan dari teknologi
microbubble (Mahasri et al., 2018). Gelembung yang dihasilkan
oleh teknologi nanobubble dapat berukuran < 200 nm, lebih
spesifiknya berdiameter kurang dari 100 nm (Hayakumo et al.,
2014). Gelembung nanobubble cenderung menjadi stabil di dalam
air yang disebabkan oleh perubahan ukuran gelembung dari mikro
ke ukuran nano oleh difusi gas dari dalam gelembung ke cairan di
sekitar gelembung sehingga ukuran gelembung menyusut menjadi
ukuran nano yang berarti luas permukaan akan semakin besar dan
kelarutan oksigen semakin tinggi.

Dengan teknologi nanobubble diharapkan dapat menjadi solusi


bagi pengelolaan kualitas air selama proses produksi budidaya,
khususnya oksigen terlarut. Oksigen dalam air sangat diperlukan
oleh ikan untuk kebutuhan metabolismenya sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan pembiakan ikan. Oksigen di
dalam air juga dibutuhkan untuk mengurai bahan organik yang
menumpuk dalam air sehingga tidak terjadi peningkatan kadar
amonia yang menjadi ancaman bagi hewan akuatik.

Oksigen yang berbentuk nanobubble akan menangkap polutan


tersuspensi dalam cairan dan mengambang ke permukaan. Polutan
tersuspensi tersebut tidak seragam baik dari segi ukuran maupun
bentuk. Gelembung dengan ukuran besar akan gagal untuk
mengikat polutan, tetapi gelembung nano mampu menembus
rongga kecil dalam kontaminan sehingga dapat membungkus
padatan dan membuatnya terangka. Selain untuk memenuhi
oksigen yang dibutuhkan pada metabolisme ikan, nanobubble
diperlukan untuk menguraikan bahan organik seperti sisa pakan
dan kotoran ikan, sehingga kualitas air budidaya lebih terjaga dari
bahan-bahan toksik.
Kesimpulan Dari gagasan ini didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan
teknologi nanobubble dapat dikembangkan untuk meningkatkan
produksi ikan sidat (Anguilla sp) guna membantu sistem
perekonomian masyarakat di bidang perikanan.

Jurnal 3
Judul Jurnal KELAYAKAN REKAYASA TAMBAK SILVOFISHERY DI
KECAMATAN BLANAKAN KABUPATEN SUBANG PROVINSI
JAWA BARAT
Nama Penulis Tarunamulia, Akhmad Mustafa, Hasnawi, dan Kamariah
Nama Penerbit Jurnal Riset Akuakultur
Tahun Terbit 2015
Volume Volume 10 No. 4
Latar Potensi tambak air payau di Indonesia berdasarkan data statistik
Belakang budidaya tahun 2009 dan 2010 tercatat seluas 2.963.717 ha, namun yang
dimanfaatkan baru seluas 682.857 ha (KKP 2011). Untuk meningkatkan
produksi dan tingkat pengelolaan lahan dengan luas tersebut, pihak KKP
melakukan revitalisasi tambak. Salah satu jenis revitalisasi tambak yang
dilakukan ialah silvofishery. Secara sederhana sistem silvofishery
merupakan suatu upaya pengelolaan terpadu antara mangrove dan
tambak melalui penanaman pohon pada petakan tambak, baik pada
pelataran maupun pinggir pematang (Sambu, 2013). Hingga tahun 2000
luas lahan tambak silvofishery di Kabupten Subang dilaporkan telah
mencapai sekitar 5.300 ha dengan kisaran produksi udang budidaya
(200-300 kg/ha/ tahun); bandeng budidaya (500-700 kg/ha/tahun) dan
udang/ikan liar (100-400 kg/ha/tahun) (Primavera, 2000).

Pelaksanaan silvofishery di Indonesia terkendala oleh berbagai faktor


antara lain kurang tersedianya daya dukung teknis seperti informasi
karakteristik bio-fisik lahan dan aspek rekayasa tambak sehubungan
dengan syarat teknis organisme tambak yang dibudidayakan dan
termasuk syarat hidup spesies mangrove yang digunakan. Menurut
Sukardjo (1989) dan Primavera (2000), aspek rekayasa tambak yang
harus dikaji lebih lanjut antara lain rasio air (kolam) dan mangrove,
volume dan luas wilayah optimum petakan, lebar pintu air, bilasan pasut
(tidal flushing), dan elevasi pelataran mangrove. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi kelayakan rekayasa tambak, serta hubungannya
dengan keberlanjutan dan tingkat produktivitas tambak berbasis
silvofishery di Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Metodologi - Tempat: Kawasan Pertambakan Desa Jayamukti, Kec.
Blanakan, Kab. Subang, Jawa Barat dan Laboratorium Tanah
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
(BPPBAP) Maros, Sulawesi Selatan.
- Waktu: Mei 2014 – Desember 2014.
- Prosedur Penelitian:
1. Pengumpulan data: meliputi kegiatan lapang, laboratorium,
dan kegiatan pemetaan. Sampel tanah diambil pada 212 titik
dan pada dua kedalaman berbeda (10 – 20cm). Pengukuran
in situ kualitas air pada 68 titik. Pengukuran dan analisis
pasang surut dan pengumpulan data sekunder pendukung
(petaa geologi, peta penggunaan lahan, dan data iklim).
2. Analisis Data: kandungan bahan organik dianalisis
menggunakan metode Walkey and Black. Kelas tekstur tanah
dianalisis dengan metode hidrometer. Data pasut dianalisis
dengan metode least square.
Pembahasan 1. Karakteristik Tambak Silvofishery di Lokasi Penelitian
kualitas tanah tambak yang berjarak sekitar 2-3 km dari garis
pantai dicirikan dengan tekstur tanah liat yang utamanya
merupakan endapan sedimen yang diangkut dari sungai air tawar
yang mengalir sepanjang tahun. Green belt berupa mangrove di
sepanjang pantai umumnya didominasi jenis api-api (Avicenia
sp.) dan sebagian kecil bakau (Rhizopora sp.). Lebar bentangan
mangrove ini berkisar antara 50-70 m. Rhizopora umumnya
ditemukan pada green belt sungai dengan lebar bentangan
berkisar antara 5-7 m.

Luas hamparan tambak di Desa Jayamukti pada saat pelaksanaan


penelitian mencapai 900 ha. Berdasarkan peta petakan tambak
dari hasil vektorisasi citra worldview-2 diketahui bahwa total
luasan hamparan tambak tersebut terdiri atas sekitar 1.370 unit
atau petakan tambak. Status kepemilikan sebagian besar (700 ha)
adalah milik Perhutani, dan sebagian kecil (200 ha) adalah tanah
milik masyarakat. Bentuk petakan tambak tradisional merupakan
tipe satu tahapan yaitu hanya berupa petakan pembesaran,
dengan luas petakan 0,5-8 ha; dengan luas kepemilikan dominan
adalah 2 ha.

Model penampang tambak silvofishery di kawasan pertambakan


tersebut merupakan kombinasi pola empang parit dan empang
parit yang disempurnakan (Bengen, 2002). Lebar caren rata-rata
4-6 m dengan kedalaman rata-rata 0,75 m. Kedalaman pelataran
berkisar 5-20 cm, dan sebagian besar arealnya ditumbuhi
Avicenia. Kondisi tambak cukup subur, ditandai dengan
berkembangnya plankton dan sebagian petakan ditumbuhi
klekap. Air media budidaya merupakan percampuran antara air
laut dan air tawar.
2. Kondisi Pasang Surut
karakteristik pasut di Kecamatan Blanakan lebih mirip dengan
karakteristik pasut di Kabupaten Cirebon. Berdasarkan nilai
konstanta harmonik pasut dan grafik pasut pada Tabel 1 tersebut
diketahui tipe pasut untuk kawasan pertambakan adalah tipe
‘campuran condong ke semidiurnal’ (Mixed-type, semi-diurnal
dominance) dengan nilai F = 1,02. Dengan tipe pasut demikian
pergantian air di wilayah umumnya dapat dilakukan dua kali
dalam 24 jam.
3. Kualitas Tanah dan Air Tambak di Lokasi Penelitian
Kualitas tanah di lokasi penelitian secara umum tergolong cukup
baik untuk mendukung kegiatan rekayasa dan pengelolaan
tambak. Kelas tekstur tanah tambak di lokasi penelitian dapat
dikelompokkan dari yang paling dominan hingga paling kecil
yaitu liat (45,0%), lempung berliat (29,7%), lempung (15,3%),
lempung berpasir (3,6%), lempung liat berpasir (2,7%), liat
berpasir (1,8%), debu (0,9%), dan lempung berdebu (0,9%).
Menurut Ilyas et al. (1987), tekstur tanah yang baik untuk
tambak adalah: liat, lempung berliat, lempung liat berdebu,
lempung berdebu, lempung, dan lempung liat berpasir.

4. Kelayakan Rekayasa Tambak


Hasil evaluasi kelayakan berdasarkan aspek rekayasa tambak
berikut hanya difokuskan pada kesesuaian dasar tambak,
ketinggian pematang, dan efektivitas saluran tambak.
- Dasar Tambak
Gambar 3 menunjukkan karakteristik elevasi dasar tambak
budidaya (dasar atau pelataran caren) dengan referensi MSL.
Nilai negatif menunjukkan elevasi berada di bawah muka laut
rata-rata. Berdasarkan informasi spasial dari nilai elevasi tambak
pada Gambar 3 tersebut diketahui bahwa 78% dari seluruh
petakan tambak memiliki elevasi dasar lebih rendah jika
dibandingkan elevasi ideal tambak tradisional (ekstensif) dan
semi-intensif.
- Pematang Tambak
Tabel 4 menyajikan status kelayakan tinggi pematang tambak
eksisting yang meliputi pematang primer dan sekunder
dibandingkan dengan tinggi pematang ideal hasil kalkulasi
dengan persamaan 1 dan 2. Tinggi ideal pematang primer dan
pematang sekunder dihitung masing-masing 1,35 m dan 1,02
meter dari MSL lokal, dengan asumsi nilai freeboard (FB)
sebesar 0,3 m, ketinggian banjir maksimum 0,5 m dan tinggi
curah hujan maksimum dalam 24 jam sebesar 0,3m.

- Saluran Tambak
Saluran tambak dalam suatu unit pertambakan berfungsi
menghubungkan antara sumber air baik langsung dari laut
maupun melalui sungai dengan unit pertambakan. Ukuran dan
lebar saluran disesuaikan dengan kondisi pasang surut di lokasi
pertambakan dan luas area yang akan diairi, sedangkan dalamnya
saluran primer dibuat rata-rata 15 cm di atas garis surut terendah
atau zero datum. Hasil pengukuran elevasi dasar saluran
menunjukkan bahwa ketinggian dasar saluran di lokasi penelitian
umumnya > 30 cm dari zero datum sehingga dianggap tidak
efektif karena pasokan air optimal hanya dimungkinkan pada
pasang tinggi. Berdasarkan data nominatif pemilik tambak di
Desa Jaya Mukti (KUD-MBS, 2013) awalnya lebar 21 saluran
laut per Maret 2013 berkisar antara 3-8 m (rata-rata5,5 m)
dengan kedalaman saat rata-rata pasang tinggi 0,2-1,25 m (rata-
rata 0,72 m), namun demikian berdasarkan data hasil vektorisasi
citra worldview-2 yang diverifikasi data lapang menunjukkan
lebar saluran eksisting berkisar 3-7 m dengan kedalaman pada
saat rata-rata pasang tinggi 0-0,7 m (rata-rata 0,35 m) atau
mengalami penyusutan kedalaman air saluran rata-rata sekitar
48% dalam kurun waktu satu tahun.
- Implikasi Terhadap Keberlanjutan Tambak Silvofishery di
Lokasi Penelitian
Dari hasil analisis karakteristik rekayasa tambak, diketahui
bahwa salah satu faktor utama yang memengaruhi pengelolaan
tambak dan menjadi ancaman bagi keberlanjutan silvofishery di
lokasi penelitian adalah kondisi tidal flushing yang kurang
efektif. Aspek rekayasa tambak silvofishery di lokasi penelitian
yang juga harus mendapatkan perhatian khusus adalah kondisi
rasio hutan (mangrove) dan tambak (kolam).
Kesimpulan karakteristik rekayasa saluran tambak eksisting khususnya saluran laut
merupakan aspek rekayasa tambak yang paling utama berpengaruh
terhadap keberlangsungan tambak silvofishery di lokasi penelitian.
Ketersediaan air yang sesuai secara kuantitas dan kualitas untuk petakan
tambak silvofishery tidak terpenuhi secara optimal sehubungan dengan
ketidaksesuaian lebar dan kedalaman saluran dengan kondisi tunggang
pasut lokal (< 1 m). Fungsi saluran tambak yang dari awal kurang
optimal menjadi lebih tidak efektif dengan sedimentasi yang tinggi di
mulut dan sepanjang dinding saluran laut. Penurunan efektivitas fungsi
saluran dan variasi spasial elevasi dasar tambak akibat sedimentasi dan
pengelolaan tanah tumbuh di sepanjang pantai juga menyebabkan
variasi nilai salinitas air tambak hingga pada nilai yang melewati nilai
yang layak untuk kegiatan budidaya. Selanjutnya penelitian ini juga
menemukan ketinggian pematang primer dan sekunder eksisting
umumnya lebih rendah dibandingkan ketinggian pematang ideal
sehingga sewaktu-waktu dapat menjadi masalah yang serius jika terjadi
kondisi pasang atau banjir yang ekstrem. Status kepemilikan lahan
tambak yang utamanya dikuasai oleh perum perhutani juga menjadi
faktor pembatas untuk pengembangan wilayah dan produksi tambak.
Jika ketidaksesuaian rekayasa tambak termasuk faktor pembatas
lingkungan yang diidentifikasi tersebut tidak ditangani dengan baik
tentunya akan mengancam keberlanjutan kegiatan budidaya berbasis
silvofishery di lokasi penelitian.

Anda mungkin juga menyukai