Anda di halaman 1dari 22

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai Kampar merupakan salah satu sungai besar dari empat sungai utama

di Provinsi Riau. Sungai Kampar memiliki dua anak sungai besar yaitu Sungai

Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Sungai ini memiliki beberapa danau

oxbow. Danau oxbow merupakan danau yang terbentuk melalui pemutusan aliran

sungai yang terjadi karena proses alami berupa pengendapan sedimen yang

terbawa oleh sungai.

Danau Kampar Lama merupakan salah satu danau yang terletak di Sungai

Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Lebar Danau ini ± 10-12 meter, dengan

kedalaman danau 5-6 meter. Danau ini merupakan danau oxbow yang

mendapatkan masukan air dari hujan dan Sungai Kampar Kiri disaat musim

penghujan. Disaat musim penghujan volume danau akan mengalami kenaikan dan

akan menyatu dengan Sungai Kampar Kiri. Ketika banjir air masuk ke Danau

Kampar Lama membawa bahan-bahan organik ke danau. Saat bahan organik

masuk ke danau maka perairan akan menjadi lebih subur. Bahan-bahan organik

merupakan sumber makanan bagi plankton, dimana ketika plankton banyak

disuatu perairan maka organisme pemakan plankton seperti ikan-ikan kecil juga

akan semakin banyak. Ikan-ikan kecil ini merupakan sumber makanan bagi ikan-

ikan yang berukuran lebih besar .

Pada saat musim kemarau, Danau Kampar Lama akan mengalami

penurunan volume air dan terputus dengan Sungai Kampar Kiri. Pada kondisi

tersebut Danau Kampar Lama tidak mendapat masukan air ataupun bahan-bahan
2

organik dari Sungai Kampar Kiri dan ikan-ikan yang masuk ke Danau Kampar

Lama akan terjebak di danau selama musim kemarau.

Ikan bujuk (Channa lucius) merupakan salah satu ikan yang terdapat di

Danau Kampar Lama. Ikan bujuk ini banyak digemari oleh masyarakat dan

merupakan ikan konsumsi yang bernilai ekonomis, dengan harga jual sekitar

25.000 – 40.000 per/kg tergantung musim penangkapan. Ikan bujuk merupakan

ikan karnivora yang memakan ikan dengan ukuran lebih kecil dari tubuhnya.

Selama musim kemarau ikan bujuk akan terjebak di Danau Kampar Lama. Selama

ikan ini terjebak di Danau Kampar Lama, ruang lingkup ikan bujuk untuk mencari

makan jadi sedikit. Ikan ini hanya mendapat sumber makanan di Danau Kampar

Lama saja. Jika sumber makanan ikan bujuk berkurang maka ikan bujuk akan

mencari sumber makanan lain.

Menurut (Azrita et al., 2012) makanan ikan bujuk yang hidup di Danau

Singkarak, Rawa Banjiran Pematang Lindung Jambi dan Perairan Mentulik

Kabupaten Riau adalah ikan-ikan yang berukuran kecil, udang dan anak katak.

Sedangkan ikan bujuk yang hidup di rawa banjiran Sungai Tapung Kiri memakan

anak ikan, ulat sagu/londi, jangkrik, cacing dan kepiting merah menurut (Mulyani,

2013). Tetapi ikan bujuk yang hidup di Danau Kampar Lama belum diketahui apa

saja makanan ikan tersebut.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis isi lambung

ikan bujuk untuk mengetahui apa saja makanan ikan bujuk selama terjebak di

Danau Kampar Lama. Informasi mengenai analisis isi lambung ikan bujuk juga

belum pernah dilakukan di Danau Kampar Lama. Karena hal tersebut, perlu
3

dilakukannya penelitian mengenai analisis isi lambung ikan bujuk di Danau

Kampar Lama, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

1.2. Rumusan Masalah

Ikan bujuk (Channa lucius) merupakan ikan dari family Channidae. Ikan ini

merupakan ikan karnivora yang memakan ikan dengan ukuran lebih kecil dari

tubuhnya. Ikan ini banyak dijumpai di daerah rawa banjiran, sungai dan juga

danau. Danau Kampar Lama merupakan salah satu habitat dari ikan bujuk. Pada

musim kemarau ikan-ikan yang berada di danau akan terjebak dan organisme di

danau menjadi terbatas. Selama terjebak di danau ruang lingkup ikan bujuk untuk

mencari makan hanya di danau saja dan jenis makanan ikan bujuk juga terbatas

selama berada di Danau Kampar Lama.

Oleh sebab itu, maka akan dilihat makanan ikan bujuk selama terjebak di

Danau Kampar Lama untuk mengatahui apa saja makanan yang dimakan oleh

ikan bujuk, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis isi lambung ikan

bujuk di Danau Kampar Lama, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis makanan ikan bujuk

di Danau Kampar Lama. Sedangkan manfaatnya untuk menambah pengetahuan

mengenai ikan bujuk, memberikan informasi tentang jenis makanan ikan bujuk

sehingga dapat menjadi referensi atau informasi dasar dalam pengelolaan

berkelanjutan.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Danau Oxbow

Oxbow lake atau danau tapal kuda/danau mati, yang terbentuk akibat

adanya pemutusan aliran sungai yang berkelok-kelok dengan arah pembelokan

lebih atau kurang 180 derajat. Danau terbentuk secara alami dari waktu ke waktu

sebagai akibat dari erosi dan sedimen dari tanah di sekitar kelokan sungai. Secara

ekologis telah terjadi perubahan ekosistem dari perairan mengalir (dalam bentuk

sungai) menjadi ekosistem tergenang (dalam bentuk danau). Secara fisikpun

antara sungai dan oxbow telah kehilangan hubungan, namun hubungan ekologis

keduanya dapat terjadi pada saat air sungai banjir (Putra, 2018).

Kondisi perairan danau oxbow sangat dipengaruhi oleh musim, yakni

fluktuasi antara musim hujan dan musimm kemarau sepanjang tahun. Pada musim

kemarau volume air sangat kecil dan tidak ada pemasukan air kedalam oxbow dari

sungai, sedangkan pada musim hujan air sungai meluap dan memasuki oxbow

sehingga ketinggian atau volume air oxbow bertambah. Kondisi ini menimbulkan

beragamnya habitat yang tersedia bagi organisme akuatik (Welcomme dalam

Efizon et al., 2015).

Salah satu danau oxbow di Riau yaitu Danau Oxbow Pinang Dalam yang Commented [a1]: Kualitas air nya mana ?

terdapat di Sungai Kampar yang memiliki luas lebih kurang 5 hektar dengan

panjang 1.000 m, lebar 50 m dan kedalaman 5-10 m. Di danau ini banyak

ditemukan jenis-jenis ikan diantaranya ikan sepimping, sipaku, mali, dungan,

barau, paweh, tawes, sumatra, kapiek, daro putih, pantau, motan, ciling-ciling,

betok, tambakan, gurami, selinca, sepat mutiara, sepat rawa, toman, baung, ingir-
5

ingir, juaro, lais timah, selais janggut, selais danau, tapah, dan katung (Efizon et

al., 2015).

2.2. Biologi Ikan Bujuk

Ikan bujuk (Channa lucius) termasuk marga Channa merupakan suku ikan

air tawar yang hidup dikawasan tropis Afrika dan Asia Selatan, Asia Tenggara

dan Asia Timur. Bentuk badan hampir bundar di bagian depan dan pipih tegak ke

arah belakang. Kadang-kadang disebut sebagai ikan berkepala ular karena

kepalanya lebar dan bersisik besar, mulutnya bersudut tajam, sirip punggung dan

sirip dubur panjang dan tingginya hampir sama. Semua jenis ikan ini mampu

menghirup oksigen dari atmosfir karena memiliki organ nafas tambahan pada

bagian atas insangnya (Kottelat et al., 1993).

Klasifikasi ikan bujuk menurut Kottelat et al., 1993 adalah :

Subkelas : Teleostei

Ordo : Perciformes

Family : Channidae

Genus : Channa

Spesies : Channa lucius

Gambar 1. Ikan Bujuk (Channa lucius)


Sumber : www.ffish.asia.com

Ikan bujuk memiliki bentuk tubuh gilig memanjang, seperti peluru kendali.

Panjang total ikan dewasa dapat mencapai lebih dari 360 mm. Kepala bagian atas
6

(belakang) agak mencembung, namun tidak begitu terlihat pada spesimen

berukuran kecil. Bercak-bercak besar terdapat di sisi tubuh dan garis-garis (pita)

miring berwarna gelap di bagian perutnya. Sederetan gigi berbentuk taring

terdapat pada langit-langit (vormer dan palatine) mulutnya, diantaranya terdapat

gigi-gigi yang lebih kecil. Pangkal sirip dorsal dengan gurat sisi 5½ deret sisik.

Sisi bawah kepala dan tubuh terdapat jari-jari (duri) lunak; sirip dorsal

(punggung) berjumlah 38-41 buah; pada sirip anal (dubur) 27-29 buah. Gurat sisi

pada ikan dewasa antara 58-65. Warna tubuhnya sangat bervariasi. Ikan muda

berwarna kecoklatan di punggung dan kekuningan di perutnya. Sebuah garis (pita)

gelap berjalan dari belakang mata hingga ke ekor, namun di sisi badan terputus-

putus membentuk deretan bercak itu membentuk garis zig-zag terang memanjang

sisi tubuh. Namun warna-warna ini kerap mengabur pada ikan yang tua (Kottelat

et al., 1993).

Makanannya apa ? lebih lengkap

2.3. Habitat dan Distribusi Ikan Bujuk

Habitat adalah tempat hidup makhluk hidup. Setiap makhluk hidup

memiliki habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Apabila terjadi gangguan atau

perubahan yang cepat makhluk hidup tersebut mungkin akan mati atau mencari

habitat yang lain (Berctombie et al dalam Sembiring 2018).

Ikan-ikan dari genera Channa hidup di danau, waduk, rawa-rawa dan

berbagai genangan air lainnya. Ikan dari suku ini hidup berdiam dibagian perairan

yang tenang, kadang-kadang bersembunyi di balik vegetasi atau pohon yang

tumbang. Pada perairan yang mulai mengering dan tidak menemukan sumber air

lain, ikan akan mengubur diri di dalam lumpur (Kordi, 2013).


7

Di Indonesia, kelompok ikan Channidae ini banyak ditemukan di Pulau

Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Papua. Di Sumatera Selatan kelompok

ikan gabus banyak ditemukan di perairan lebak lebung yang tersebar di

Kabupaten Organ Komering Ilir, Organ Ilir, Muara Enim, Palembang, Musi

Banyuasin, Banyuasin, dan Musi Rawas (Muslim, 2013).

2.4. Makanan dan Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ikan (food habits) ialah kualitas dan kuantitas makanan

yang dimakan ikan. Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan ditentukan oleh

makanan yang tersedia. Faktor yang berhubungan dengan populsi tersebut adalah

jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudahnya tersedia makanan dan lama

masa pengambilan makanan oleh ikan akan mempengaruhi sisa persediaan

makanan sebaliknya dari makanan yang telah diambilnya akan mempengaruhi

pertumbuhan, kematangan bagi tiap-tiap individu serta keberhasilan hidupnya

(Effendie, 2002).

Makanan merupakan salah satu faktor terpenting yang mendukung

pertumbuhan, reproduksi, migrasi maupun keadaan ikan di perairan tersebut.

Organisme hidup, tumbuh dan berkembang karena energi yang berasal dari

makanan. Berdasarkan jenis makanan yang dimakan, ikan dibedakan menjadi 3

golongan yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivore), pemakan daging

(carnivore), dan pemakan segala (omnivore) (Djarijah, 1995).

Berdasarkan kebiasaan makan terlihat perbedaan struktur anatomis alat

pencernaan ikan. Perbedaan yang menyolok ditemukan pada struktur tapis insang,

struktur gigi pada rongga mulut, keberadaan dan bentuk lambung, serta panjang

usus. Tapis insang pada ikan herbivora banyak, panjang, dan rapat, sementara
8

pada ikan omnivora sedang, dan pada ikan karnivora sedikit, pendek, dan kaku.

Rongga mulut pada ikan herbivora sering tidak bergigi, sementara pada ikan

omnivora bergigi kecil, dan pada ikan karnivora umumnya bergigi kuat dan

panjang. Usus ikan herbivora sangat panjang beberapa kali panjang tubuhnya,

sementara pada ikan omnivora sedang 2 sampai 3 kali panjang tubuh, dan pada

ikan karnivora pendek, kadang lebih pendek dari panjang tubuhnya (Aslamyah,

2006).

Menurut Efendie (2002) besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara

lain ditentukan oleh jenis makanan yang tersedia. Beberapa faktor yang

berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang

tersedia, mudah tersedia dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam

populasi tersebut. Makanan yang telah digunakan oleh ikan tadi akan

mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya makanan yang telah

diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan. Adanya makanan dalam perairan

selain dipengaruhi oleh kondisi biotik perairan yaitu seperti fisika dan kimia dari

lingkungan perairan yang dapat menunjang kehidupan dari plankton tersebut.

Kelompok makanan ikan menurut Nikolsky dalam Natasya (2018), dilihat

dari banyaknya jenis makanan yang dimakan dapat digolongkan menjadi 3

kelompok, yaitu (1) Makanan utama/dasar yaitu makanan yang biasa atau

umumnya dikonsumsi oleh ikan, meliputi bagian terbesar dari yang terkandung di

dalam lambung; (2) Makanan sekunder/tambahan, yaitu makanan yang sering di

temukan di dalam lambung ikan, tetapi jumlahnya kecil/sedikit dan (3) Makanan

pelengkap yaitu makanan yang jarang di temukan di dalam lambung ikan.


9

Menurut Mulyani (2013) ikan bujuk merupakan ikan karnivora murni dan

memakan anak ikan, ulat sagu/londi, jangkrik, cacing dan kepiting merah.

2.5. Parameter Kualitas Air

2.5.1.Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian

dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,

dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap

proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan

mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran

suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya (Haslam

dalam Effendi, 2003).

Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung,

yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi

suhu air, semakin rendah daya larut oksigen di dalam air, dan sebaliknya.

Pengaruh suhu secara tidak langsung yang lain adalah terhadap metabolisme, daya

larut gas, termasuk oksigen serta sebagai reaksi kimia di dalam air. Semakin

tinggi suhu air, semakin tinggi laju metabolisme biota berarti semakin besar

konsumsi oksigennya, padahal kenaikan suhu mengurangi daya larut oksigen

dalam air (Kordi, 2010).

2.5.2. Kecerahan

Kecerahan adalah sebagai cahaya yang diteruskan ke dalam air dan

dinyatakan dengan persen (%), dari beberapa panjang gelombang di daerah

spektrum yang terihat sebagai cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter,

jatuh agak lurus pada permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk
10

menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air.

Kekeruhan dipengaruhi oleh : (a) benda-benda halus yang disuspensikan, seperti

lumpur dan sebagainya, (b) adanya jasad-jasad renik (plankton), dan (c) warna air

(Kordi, 2013).

Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat

dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan

tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran

kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).

2.5.3. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar

tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH=7

adalah netral, pH<7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH>7

dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Adanya karbonat, bikarbonat dan

hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam mineral bebas

dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan (Effendi, 2003).

pH air memengaruhi tingkat kesuburan perairan karena memengaruhi

kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif dan dapat membunuh

ikan. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan

berkurang. Sebagai akibatnya, konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan

naik, dan selera makan akan berkurang (Kordi, 2013).

2.5.4. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut adalah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah

yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika
11

dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya perairan, ikan dan non ikan, oksigen

menempati urutan teratas (Kordi, 2010).

Kandungan oksigen pada perairan danau dan waduk sangat optimal antara

5-7 ppm karena pasokan oksigen berasal dari aliran air anak sungai menuju ke

danau/waduk, angin, aktivitas atau kegiatan di waduk/danau, dan fotosintesis.

Kandungan oksigen menurun rendah terutama karena ledakan plankton (bloming

pankton) atau ketika terjadi upwelling sehingga dasar perairan yang kandungan

oksigen rendah terangkat ke permukaan (Kordi, 2011).

Biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya

(makanan) untuk menghasilkan aktivitas, seperti aktivitas berenang, pertumbuhan,

reproduksi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, ketersediaan oksigen bagi biota air

menentukan lingkungan aktivitas dan konversi pakannya. Laju pertumbuhan pun

bergantung pada oksigen, asalkan kondisi lainnya optimum, oleh karena itu

kekurangan oksigen dalam air dapat mengganggu kehidupan biota air, termasuk

kecepatan pertumbuhannya (Kordi, 2010).

Jenis-jenis ikan dari famili Cannidae dapat bertahan hidup pada air kotor

yang kadar oksigennya rendah dan juga tahan dalam kondisi yang kering berkisar

antara 2,0 sampai 3,7 ppm (Djuhanda; Jangkaru dan Djajadiredja dalam Mulyani,

2013).

2.5.5. Karbondioksida bebas (CO2)

Karbondioksida merupakan unsur utama yang dibutuhkan oleh

fitoplankton dan tumbuhan air baik ukuran besar maupun yang kecil dalam proses

fotosintesis. Karbondioksida bebas di perairan berasal dari difusi udara, air hujan,

air yang melewati tanah organik dan respirasi organisme air (Effendi, 2003).
12

Karbondioksida bersifat sebaliknya dari oksigen. Karbondioksida jauh

lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan oksigen sehingga sering

“mengusir” dan menempati tempat oksigen dalam air. Kenaikan karbondioksida

di dalam air akan mengalangi proses difusi oksigen sehingga mengurangi

konsumsi oksigen dan sebagai kompensasinya ikan akan aktif sekali bernapas ini

memerlukan kalori dan mengurangi kesempatan untuk makan bagi ikan (nafsu

makan ikan menurun bahkan hilang), di samping selera makan sudah jauh

berkurang (Kordi, 2013).


13

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret-April 2019 di Danau

Kampar Lama, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Analisis sampel dilakukan di

Laboraturium Unit Layanan Terpadu Fakultas Perikanan dan Kelautan,

Universitas Riau dan untuk pengukuran kualitas air dilakukan langsung di

lapangan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian analisis isi

lambung ikan bujuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang akan Digunakan dalam Penelitian Analisis Isi
Lambung

Alat dan Bahan Satuan Kegunaan


a. Alat
Ember - Menampung ikan sampel
Menyimpan ikan sampel saat
Coolbox -
dilapangan
Plastik bening - Wadah sampel ikan
Timbangan O’Haus Bc
gram Menimbang berat tubuh ikan
series 0,1
Timbangan digital 0,01 gram Menimbang berat isi lambung
Timbangan analitik 0,0001 gram Menimbang berat isi lambung
Botol plastik kecil - Menyimpan isi lambung
Meletakkan sampel ikan yang
Nampan -
diamati
Alat bedah - Membedah ikan sampel
Penggaris mm Mengukur panjang ikan sampel
Wadah untuk meletakkan isi
Cawan petri -
lambung
Mikroskop dissecting merk
set Mengamati isi lambung
Olympus SZ51
Kertas lebel - Menandai sampel ikan
Kamera digital - Dokumentasi
Alat tangkap (jaring) Mesh size Menangkap ikan sampel
14

b. Bahan
Ikan bujuk Ekor Sebagai objek penelitian
Alkohol 70% ml Pengawet isi lambung

Adapun alat dan bahan yang digunakna dalam pengukuran kualitas air

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan Bahan yang akan Digunakan untuk Pengukuran Kualitas
Air Danau Kampar Lama

Parameter Alat Bahan Lokasi analisa


(satuan)
a. Fisika
Suhu (ºC) Thermometer - Dilapangan
Kedalaman (cm) Meteran - Dilapangan
Pemberat
Kecerahan (cm) Secchi disk - Dilapangan

b. Kimia
Ph pH indikator - Dilapangan
O2 terlarut Botol BOD 125 ml -NaOH KI Dilapangan
(mg/L) Tabung erlenmeyer -H2SO4
Gelas ukur -Amilum
Pipet tetes -Natrium
Thiosulfat
CO2 bebas Botol BOD 125 ml -Penolphtalein Dilapangan
(mg/L) Tabung erlenmeyer Na2CO3
Gelas ukur
Pipet tetes

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

survei, dimana perairan Danau Kampar Lama, Provinsi Riau dijadikan sebagai

lokasi penelitian dan ikan bujuk (Channa lucius) sebagai objek penelitian.

Sedangkan pengambilan sampel menggunakan metode sensus yaitu menjadikan

semua jumlah ikan toman yang tertangkap selama penelitian sebagai objek

penelitian. Ikan bujuk diperoleh dari bantuan nelayan yang ditangkap

menggunakan alat tangkap jaring. Sedangkan pengamatan jenis-jenis makanan

ikan bujuk menggunakan metode gravimetrik dan frekuensi kejadian untuk


15

penentuan indeks bagian terbesar menggunakan metode IP (Index of

Preponderance) menurut Natarajan dan Jhingran (1961).

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1 Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Danau Kampar Lama, Kabupaten Kampar.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyisir seluruh perairan danau,

dikarenakan mencari tempat hidup ikan bujuk yang habitatnya ditempat perairan

yang banyak tanaman air dan rawa banjiran yang berhutan.

3.4.2 Pengambilan Sampel

Pengambilan ikan sampel dilakukan dengan bantuan nelayan yang

menggunakan alat tangkap berupa jaring. Pengambilan sampel dilakukan

seminggu sekali selama sebulan. Ikan yang diambil adalah ikan dalam kondisi

segar dan utuh, dengan ukuran yang bervariasi. Ikan yang telah tertangkap

dimasukkan kedalam plastik dan diberi lebel kemudian dimasukkan ke dalam

coolbox. Selanjutnya sampel ikan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Pengambilan sampel ikan menggunakan metode sensus. Ikan yang digunakan

adalah sampel ikan dari semua ukuran. Hal ini bertujuan agar isi lambung ikan

sampel yang tertangkap dapat mewakili semua jenis makanan yang dimakan oleh

ikan bujuk. Selanjutnya ikan ini akan diteliti di Laboraturium Biologi Perairan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

3.4.3 Pengukuran Sampel Ikan

Pengukuran sampel ikan dilakukan di Laboraturium Biologi Perairan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. Sampel ikan di ukur panjang

total (TL) yaitu panjang yang diukur dari mulut hingga ujung sirip ekor dengan
16

satuan milimeter dan panjang baku (SL) yaitu panjang yang diukur dari mulut

hingga ke pangkal sirip ekor dengan satuan milimeter. Berat sampel ikan

ditimbang dengan menggunakan timbangan O’Haus series dengan ketelitian 0,1

gram.

3.4.4 Penentuan Indeks Kepenuhan Lambung

IKL (Indeks Kepenuhan Lambung) dilakukan untuk mengelompokkan ikan-

ikan yang akan diamati pada tahap selanjutnya. Standar IKL bagi ikan yang

diamati adalah IKL minimum 25% bila sampel sedikit dan minimum 50% bila

sampel banyak. Pada penelitian ini menggunakan IKL yang telah mencapai 50%

atau lebih. Adapun prosedur penentuan IKL adalah sebagai berikut :

 Sampel ikan terlebih dahulu dibersihkan dengan air yang mengalir.

 Sampel ikan kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan

O’Haus series dengan keteletian 0,1 gram dan di ukur panjang total

(TL) dan panjang baku (SL).

 Setelah itu ikan dibedah dengan menggunakan gunting bedah.

Dilakukan pada bagian abdominal mulai dari anus ke arah vertebrae

hingga ke tulang operculum.

 Selanjutnya saluran pencernaan dipisah dan lambung diambil.

 Lambung ikan kemudian ditekan kearah bawah

 Kemudian isi lambung ikan diperhatikan, akan terlihat indeks

kepenuhan pada lambung tersebut.

 Adapun IKL yang didapat terdiri dari 10%, 20%, 30%, 40%, 50%,

60%, 70%, 80%, 90%, 100%.


17

3.4.5 Pengawetan Isi Lambung Ikan

Pengawetan isi lambung ikan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :

 Lambung ikan bujuk yang telah memenuhi standar IKL 50% atau lebih

dihitung menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.

 Kemudian isi lambung diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel

yang telah diberikan pengawet berupa alkohol 70%.

 Kemudian botol sampel ditutup dengan rapat agar alkohol tidak

tumpah dan setiap botol diberi lebel sesuai waktu pengambilan.

3.4.6 Pengamatan Jenis-jenis Makanan Ikan Bujuk

Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan isi lambung ikan bujuk

menggunakan Metode Gravimetrik (Windarti et al., 2018) karena makanan yang

terdapat di dalam lambung ikan bujuk dengan ukuran yang relatif besar dan jenis-

jenis makanan yang dimakan juga relatif besar. Pengamatan jenis-jenis makanan

adalah sebagai berikut :

 Isi lambung yang telah diawetkan dikeluarkan dari botol sampel

dan diletakkan di atas cawan petri.

 Isi lambung ditimbang menggunakan timbangan digital dengan

ketelitian 0,01 gram dan kemudian dicatat beratnya. (nilai yang

tertera pada timbangan merupakan berat total makanan)

 Selanjutnya isi lambung dipilih-pilih jenisnya menggunakan

mikroskop dissecting serta jarum bertangkai.

 Jenis-jenis makanan yang ditemukan diidentifikasi menurut ville

(1999) tentang golongan organisme hewan dan menurut

Tjitrosoepomo (2005) tentang organisme tumbuhan.


18

 Kemudian isi lambung ditimbang kembali berdasarkan masing-

masing jenis makanan yang terdapat pada lambung menggunakan

timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 gram. (nilai yang

tertera pada timbangan sebagai berat jenis makanan).

 Data ditabulasikan dalam bentuk tabel dan grafik

3.4.7 Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air meliputi parameter fisika dan parameter kimia

perairan. Parameter fisika yang diukur diantaranya suhu dan kecerahan.

Sedangkan parameter kimia meliputi pH, oksigen terlarut (DO) dan

karbondioksida bebas (CO2). Pengambilan sampel untuk pengamatan kualitas air

dilakukan di Sungai Kampar Kiri Desa Mentulik. Adapun prosedurnya sebagai

berikut :

2.5.1.1.Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer, dengan

cara memegang tali thermometer mencelupkan bagian ujung thermometer ke

dalam perairan selama beberapa menit hingga menunjukkan angka dan kemudian

angka yang ditunjukkan dicatat.

2.5.1.2.Kecerahan

Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang

disebut secchi disk. Alat ini diturunkan ke dalam perairan sampai tidak terlihat

dan dicatat berapa jarak dari permukaan perairan sampai secchi disk tidak terlihat.

Kemudian secchi disk diangkat dan dicatat jarak dari permukaan perairan sampai

secchi disk pertama kali terlihat. Selanjutnya dilakukan perhitungan angka dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :


19

jarak hilang (cm) + jarak tampak (cm)


Kecerahan (cm) =
2

2.5.1.3.Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH diukur dengan menggunakan indikator pH. Dengan cara

pH indicator dicelupkan ke dalam perairan dan dilihat perubahan warna yang

terjadi kemudian disamakan dengan papan standar nilai.

2.5.1.4.Oksigen Terlarut (DO)

Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan cara titrasi. Sampel air

diambil tanpa adanya kontak langsung dengan udara dan menggunakan botol

BOD. Kemudian ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaOH-KI dikocok hingga

terjadi endapan. Setelah itu ditambahkan 2 ml H2SO4 lalu kocok hingga semua

endapan hilang (warna menjadi kuning). Setelah itu, sampel air tersebut diambil

sebanyak 100 ml dengan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.

Dititrasi dengan Na2S2O35H2O sampai warnanya kuning pucat. Kemudian

ditambahkan 3-4 tetes amilum sampai terbentuk warna biru tua. Dititrasi kembali

dengan Na2S2O35H2O sampai warna biru hilang. Jumlah titran yang terpakai

dicatat dan dihitung jumlah DO dengan menggunakan rumus.

A x N x 8 × 1000
DO (mg/L)
V

Keterangan : A : Volume titran thiosulfate


N : Normalitas larutan thiosulfate (0,025 N)
V : Volume botol BOD (ml)

2.5.1.5.Karbondioksida Bebas (CO2)

Pengukuran karbon dioksida bebas dilakukan dengan cara metode

titrimetrik. Sampel air diambil dengan menggunakan botol BOD, hindari


20

terjadinya gelembung udara. Lalu dipindahkan sebanyak 100 ml kedalam

Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes phenolphthalein. Jika terjadi

perubahan warna menjadi merah muda berarti tidak ada karbondioksida bebas.

Jika tidak terjadi perubahan warna dilanjutkan dengan mentitrasi sampel tersebut

dengan larutan NaCO3 hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

Banyaknya NaCO3 terpakai dimasukkan kedalam rumus :

CO2 bebas (mg/L) = A × N × 22 × 1000


V

Keterangan : A = Volume titran NaCO3 yang terpakai (ml)


N = Normalitas larutan (0,0454 N)
V = Volume sampel air (ml)
22 erat molekul CO2

3.5. Analisis Data

Untuk mengetahui jenis-jenis organisme yang menjadi makanan ikan

bujuk menggunakan IP (Indeks of preponderance) atau “Indeks Bagian Terbesar”

(Natarajan dan Jhingran, 1961). Metode ini adalah metode gabungan dari metode

frekuensi kejadian sehingga dapat diketahui presentase setiap jenis makanan yang

dimakan ikan yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Wi × Oi
IP = ∑Wi × × 100%
∑Wi × Oi

Keterangan :

IP = Indeks of preponderance (%)

Wi = Presentase berat satu makanan

Oi = Presentase frekuensi kejadian satu macam makanan

∑ Wi × Oi = jumlah Wi × Oi dari semua jenis makanan

Berdasarkan nilai indeks of preponderance presentase makanannya dibagi

menjadi 3 kategori yaitu :


21

- Jika IP > 40 % merupakan makanan utama

- Jika IP 4-40 % merupakan makanan pelengkap

- Jika IP < 4 % merupakan makanan tambahan


22

DAFTAR PUSTAKA

Aslamyah, S. 2006. Penggunaan Mikroflora Saluran Pencernaan sebagai Probiotik


untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan
Bandeng. (desertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Djarijah, A. S. 1995. Pakan Alami. Yogyakarta: Kanisius. 95 hal.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Pt Kanisius, Yogyakarta. 259 Hal.
Kasry, A., Sedana, I. P., Feliatra., Syahrul., Nogroho, F., dan Sofyan, I., 2002.
Pengantar Perikanan dan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau. Faperika Press. 136 halaman.
Kordi, K. M. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar Di Kolam
Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta.
.2011. Panduan Lengkap Bisnis Dan Budidaya Ikan Gabus. Lily Publisher.
Yogyakarta.
. 2013. Budidaya Ikan Kosumsi Di Air Tawar. Lily Publisher. Yogyakarta.
Kottelat, M, A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, dan S. Wirjoatmodjo. 1993.
Freshwater Fishes of Westren Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition.
Jakarta. 964 Hal

Anda mungkin juga menyukai