Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

BIOMONITORING

INSTRUMEN BIOMONITORING MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN


SUNGAI MUSI

Dosen Pengampu : Ir. Mulyanto , M.Si.

Lulu Imtinan Muthiah 175080507111009

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019
DAFTAR ISI

BAB I PEDAHULUAN..................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 4
BAB III PENUTUP.........................................................................................................7
3.1. Kesimpulan.............................................................................................................7
3.2 Saran.........................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................8

2
BAB I PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sungai Musi yang melintas dalam wilayah administrasi Kota Palembang
merupakan sungai besar yang membagi Kota Palembang menjadi dua kawasan:
kawasan seberang Ilir dan seberang Ulu. Perairan Sungai Musi merupakan sumber air
bagi kehidupan penduduk baik untuk kebutuhan sehari-hari, sumber nafkah bagi
nelayan dan sebagai media transportasi air. Adanya peubahan kawasan tanpa
pengendalian yang tepat dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan perairan.
Makrozoobentos merupakan salah satu organisme akuatik menetap di dasar perairan
yang memiliki pergerakan relatif lambat serta daur hidup yang relatif lama, sehingga
mampu untuk merespon kondisi kualitas air secara terus menerus. Komponen biota
akuatik (ikan, plankton dan bentos) dapat difungsikan untuk biomonitoring kondisi
lingkungan karena adanya sensitifitas yang ditunjukkan oleh beberapa populasi
terhadap fluktuasi perubahan lingkungan. Tiap spesies akan menunjukks respon yang
berbeda dalam menunjukkan suatu kompetisi dan juga perubahan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan biomonitoring?
1.2.2 Bagaimanakah keadaan lingkungan perairan di Sungai Musi ?
1.2.3 Bagaimanakah struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Musi ?
1.2.4 Apa fungsi dari biomonitoring di kawasan Sungai Musi ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui lebih dalam yang dimaksud dengan biomonitoring.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami keadaan lingkungan perairan di
Sungai Musi.
1.3.3 Untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Musi
1.3.4 Untuk mengetahui fungsi biomonitoring di kawasan Sungai Musi.

BAB II PEMBAHASAN

3
2.1 Pengertian Biomonitoring
Biomonitoring adalah metode pemantauan kualitas air dengan menggunakan
indikator biologis (bioindikator). Bioindikator adalah kelompok atau komunitas
organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi
lingkungan. Apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap
keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai
penunjuk kualitas lingkungan. Secara umum istilah biomonitoring dipakai sebagai alat
atau cara yang penting dan merupakan metode baru untuk menilai suatu dampak
pencemaran lingkungan. Indikator yang digunakan sebagai biomonitoring biasanya
hidup atau menempati wilayah perairan tertentu atau disebut indikator biologis.
Indikator biologis merupakan cara terbaik untuk diterapkan dalam pengelolaan
lingkungan karena organisme berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
Biomonitoring merupakan metode sangat cepat dan tidak mahal dengan menggunakan
peralatan yang sederhana dan dapat pula mengikutsertakan masyarakat umum untuk
membantu mengontrol kebersihan dan kesuburan lingkungan lahan perairan, sehingga
dapat dilaksanakan dengan segera.

2.2 Keadaan Perairan di Sungai Musi


Perairan kawasan sungai musi memiliki perbedaan jumlah jenis serta
kelimpahan komunitas makrozoobentos yang mana hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan pengaruh bahan organik dan perubahan kondisi lingkungan, khususnya
substart sebagai akibat dari kegiatan antropogenik di sekitar kawasan yang
menimbulkan tekanan lingkungan terhadap jenis makrozoobentos tertentu. Nilai
indeks keragaman jenis komunitas makrozoobentos pada Sungai Musi ini pun
tergolong rendah dengan jumlah taksa 2-7 jenis. Rendahnya jumlah jenis pada Sungai
ini diduga berhubungan dengan sedikitnya vegetasi di daratan sekitar perairan dan pH
substart yang bersifat asam (5-5,5). Tipe dan pH substart akan sangat mempengaruhi
morfologi fungsional dan tingkah laku hewan bentik. Substart dasar dari sungai ini
pun berlempung, lempung-liat, lempung berdebu atau pasir lempung. Pada salah satu
stasiun penelitian terdapat kelompok Oligochaeta yang mana kelompok ini merupakan
petunjuk adanya pencemaran organik dan potensial digunakan sebagai bioindikator
ekosistem sungai yang tercemar. Salah satu jenis dalam kelompok ini ialah
Limnodrillus sp merupakan jenis cacing yang diketahui memiliki toleransi terhadap

4
lingkungan yang tidak menguntungkan seperti rendahnya kandungan oksigen yang
terlarut di perairan dan tingginya konsentarsi polutan. Tidak hanya itu, dibeberapa
stasiun pun terdapat keberadaan jenis Chironomous sp. dan Tufibex sp. kedua jenis
makrozoobentos ini dapat digunakan sebagai indikator perairan yang tercemar agak
berat. Kepadatan pemukiman penduduk pada salah satu stasiun penelitian
menimbulkan peningkatan buangan domestik ke perairan yang pada gilirannya
berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi kualitas perairan, dibuktikan dengan
tingginya kandungan BOD (1,58 mg/l) dibandingkan dengan stasiun lainnya. Sehingga
keadaan perairan yang berada di beberapa stasiun tempat penelitian Sungai Musi
dianggap masih rentan terhadap tekanan ekologis lingkungan.

2.3 Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Musi


Struktur komunitas makrozoobentos ditetapkan melalui parameter konposisi
dan kelimpahan makrozoobentos, kelimpahan relatif, indeks keanekaragaman
Shanoon-Wiever, indeks keseragaman dan indeks dominasi Simpson. Analisis
pengelompokan komunitas makrozoobentos berdasarkan stasiun penelitian dilakukan
dengan pendekatan cluster analysis method’s dengan menggunakan software statistika
ver.6. berdasarkan komposisinya komunitas makrozoobentos pada 8 stasiun penelitian
mencatat 14 jenis yang masuk ke dalam 5 kelas, yaitu kelas Gastrophoda: 5 jenis
(Digoniostroma sp., Helicorbis sp., Pomacea sp., Theodoxus sp., dan Melanoides sp.),
kelas Crustacea: ada 2 jenis (Sesarma sp. dan Palemonetes sp.) kelas insecta: 4 jenis (
Chironomous sp., Lethocherus sp., Trichocorixa sp., dan Polycentropus sp.), serta
kelas Bivalvia (Pelecypoda): 1 jenis (Corbicula sp.). Distribusi frekuensi penyebaran
tertinggi berdasarkan kehadiran di setiap stasiun penelitian dimiliki oleh kelas
Gastropoda (100%), kemudian ada kelas Crustacea (75%), kelas Insecta (25%) serta
kelas Bivalvia dan Oligochaeta (masing- masing 12,5%). Berdasarkan kelimpahan
relatif maka komunitas makrozoobentos dihuni oleh kelas Gastropoda (41,18 %),
Crustacea (33,82 %), Insecta (8,82 %) serta kelas Bivalvia (4,41 %). Kelimpahan
total jenis makrozoobentos dari seluru stasiun di kawasa Sunga Musi tercatat 748
ind/m2, dimana kelimpahan tertinggi dijumpai pada stasiun 5 (264 ind/m2, diikuti oleh
stasiun 4 (165 ind/m2), stasiun 3 (88 ind/m2), stasiun 1 (66 ind/m2), stasiun 6 (55
ind/m2), stasiun 8 (44 ind/m2) dan terendah pada stasiun 2 dan 7 masing-masing 33
ind/m2. Jenis makrozoobentos yang tertinggi terdapat pada stasiun 5 yang dekat

5
dengan kawasan permukiman penduduk, sedangkan jenis terendah terdapata pada
stasiu 2 dan 7 yang hanya memiliki 2 jenis. Jenis yang paling banyak ditemukan ialah
dari kelas Crustacea yaitu Sesarma sp. dan Palemonetes sp. dengan kepadatan relatif
berturut-turut 17,65 % dan 16,18 % serta kelas Gastropoda dengan jenis yang paling
melimpah Digoniostroma sp. (16,18 %). Hal ini desebabkan karena Crustacea dan
Gastropoda merupakan kelompok fauna bentrik sehingga mempunyai penyebaran
yang luas. Kelompok Gastropoda memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi
terhadap lingkungan dan tipe pemakan deposit materi (deposit feeder) di permukaan
lumpur. Sedangkan kelompok Crustacea mempunyai kisaran hidup yang luas dari
habitat yang berlumpur sampai perairan bersih.

2.4 Fungsi dari Biomonitoring di Kawasan Sungai Musi

Biomonitoring dilakukan untuk mengevaluasi kondisi badan air dalam


ekosistem akuatik dengan memanfaatkan bioindikator sebagai tolak ukurnya.
Bioindikator yang sering digunakan adalah makroinvertebrata yang hidup menetap di
dasar sungai yang dengan karakteristiknya dapat mengindikasikan kualitas lingkungan
badan air tempat mereka hidup. Biomonitoring bekerja dengan cara mengamati
dampak dari faktor eksternal pada ekosistem atau penggunaan sistematis organisme
hidup atau respon mereka untuk menentukan kondisi atau perubahan lingkungan.
Makrobentik digunakan sebagai bioindikator di dalam biomonitoring ekosistem sungai
dengan berbagai tipe tekanan atau gangguan seperti polutan organik, logam berat,
degradasi hydromorphologi, pengkayaan nutrisi, asidifikasi dan tekanan pada
umumnya. Data dari komposisi dan struktur makrozoobentos pada penelitian ini dapat
dijadikan sebagai data dasar instrumen pemantauan biologis perairan untuk
mengatisipasi rencana perubahan pemanfaatan kawasan. Hasil yang ditunjukkan pada
kawasan Sungai Musi ini masih rentan terhadap tekanan ekologis lingkungan.

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

6
Biomonitoring merupakan teknik evaluasi lingkungan menggunakan
organisme hidup, dengan mengamati kadar bahan pencemar yang terdapat dalam
jaringan tubuh organisme hingga pengaruh yang lebih spesifik. Komposisi komunitas
makrozoobentos di perairan sekitar kawasan Sungai Musi terdiri dari 4 kelas dan 15
jenis dimana kelimpahan relatif kelas Gastropoda (39, 7%) dan Oligocaheta (32,35 %)
lebih tinggi dibandingkan kelas lainnya. Struktur komunitas ditandai dengan
kelimpahan berkisar antara 75-600 individu/m 2 dengan keanekaragaman rendah antara
0,27-0,74 dan tidak ditemukan jenis yang mendominasi populasi (0,22-0,55).
Melimpahnya jenis Limnodrillus sp. dan Tubifex sp. pada stasiun tertentu
menunjukkan adanya potensi penggunaan jenis tersebut sebagai indikator pencemaran
organik. Nilai indeks keragaman jenis komunitas makrozoobentos pada Sungai Musi
ini pun tergolong rendah dengan jumlah taksa 2-7 jenis. Rendahnya jumlah jenis pada
Sungai ini diduga berhubungan dengan sedikitnya vegetasi di daratan sekitar perairan
dan pH substart yang bersifat asam (5-5,5). Pada salah satu stasiun penelitian terdapat
kelompok Oligochaeta yang mana kelompok ini merupakan petunjuk adanya
pencemaran organik dan potensial digunakan sebagai bioindikator ekosistem sungai
yang tercemar. Sehingga dari hasil yang didapatkan pada kawasan Sungai Musi ini
masih rentan terhadap tekanan ekologis lingkungan.

3.2 Saran
Melihat dari keadaan dari keadaan dan kelimpahan berbagai macam
makrozoobentos di kawasan Sungai Musi maka saran yang dapat diberikan kepada
pembaca, maupun masyarakat sekitar untuk memahami mengenai perubahan-
perubahan yanf tejadi di lingkungan kawasan Sungai Musi. Adapun, hal itu perlu
dilakukan agar sumber air yang dapat di manfaatkan untuk kegiatan sehari-hari, jalur
transoortasi dan mata pencarian nelayan dapat teroptimalkan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Zulkilfli, H. dan D. Setiawan. 2011. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan


Sungi Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring.
Jurnal Natur Indonesia. 14(1): 95-99.
Suwondo,. E. Febrita, dan D. B. Hidayat. 2017. Analisis Konsentrasi Logam Berat
Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes) di Perairan Sungai Indragiri sebagai Rancangan Modul Konsep
Pencemaran Lingkungan di SMA. Jurnal Online Mahasiswa. 4(2): 1-15.
Purwati, S.U. Karakteristik Bioindikator Cisadane : Kajian Pemanfaatan Makrobentik
Untuk Menilai Kualitas Sungai Cisadane. Ecolab. 9(2): 47-104

Anda mungkin juga menyukai