SKRIPSI
Oleh
Hae Lomi
Nim: 1813020089
2
PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU FILLET IKAN KAKAP MERAH
BEKU (Lutjanus sp.) DI PT. MATSYARAJA ARNAWA STAMBHAPURA,
TENAU KUPANG
SKRIPSI
Oleh
Hae Lomi
Nim: 1813020089
i
FAKULTAS PETERNAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
LEMBAR PEMERIKSAAN
Mahasiswadengan
Nim : 1813020089
Pembimbing I Pembimbing II
MENGETAHUI
ii
Dr. Ir. Arnol E. Manu, MP Dr. Ir Yahyah, M.Si
NIP. 19680416 199203 1 002 NIP. 19660108
199203 1 002
LEMBAR PENGESAHAN
Mahasiswa dengan
Nama : Hae Lomi
NIM : 1813020089
Judul : Penerapan Sistem Pengendalian Mutu Fillet Ikan Kakap Merah Beku
(Lutjanus Sp.) Di Pt. Matsyaraja Arnawa Stambhapura, Tenau Kupang.
Dibawah bimbingan
Pembimbing I : Dr. Lady C. Soewarlan, S.Pi., M.Pi
Pembimbing II : Dr. Alexander.L.Kangkan, S,Pi.,M.Si
Telah diuji oleh dewan penguji karya ilmiah Fakultas Peternakan, Kelautan
dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana dan dinyatakan sah untuk
memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana perikanan (S.Pi) pada
…….............di kampus Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan,
Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Dewan Penguji
Kupang,……............… 2023
Mengesahkan
iii
Dekan,
Hae Lomi
iv
NIM. 1813020089
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan
segala ketulusan serta kerendahan hati , skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua tercinta yang dengan tulus dan penuh kasih sayang
membimbing, mendidik, memotivasi, serta membiayai saya dalam masa
perkuliahan.
2. Almamater tercinta Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan,
Universitas Nusa Cendana.
3. Seluruh dosen yang dengan tulus dan penuh kesabaran dalam
membimbing saya selama proses perkuliahan dan semua pihak yang telah
bertanya: “kapan sidang”, “kapan wisuda” “kapan nyusul” dan sejenisnya,
kalian adalah alasan saya segera menyelesaikan tugas akhir ini.
MOTTO
v
ada Solusi"
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa,
atas berkatdan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Penerapan Sistem Pengendalian Mutu Fillet Ikan
Kakap Merah Beku (Lutjanus Sp.) Di Pt. Matsyaraja Arnawa Stambhapura,
Tenau - Kupang” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat dalam
meraih Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Manajemen Sumber
Daya Perairan Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa
Cendana Kupang.
Proses Penulisan skripsi ini, Penulis mendapat banyak tantangan dan
hambatan,akan tetapi dengan kerja keras dan semangat, Penulis dapat
mengatasi tantangan dan hambatan tersebut. Penyelesaian penulisan skripsi
ini tidak terlepas dari motivasi dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara
finansial dan dukungan doa. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Penulis
ingin menyampaikan ucapan Terimakasih kepada :
1. Dr. Lady C. Soewarlan, S.Pi., M.Pi, selaku Pembimbing I, yang dengan
penuh kesabaran telah membimbing, memberikan banyak motivasi
dan saran dalam penyusunan skripsi.
2. Dr. Alexander.L.Kangkan, S.Pi., M.Si, selaku PembimbingII, yang telah
meluangkan waktu, memberikan banyak masukan, nasehat kepada
vi
Penulis dalam penulisan skripsi.
3. Aludin Al Ayubi, S.Pi., M.Si selaku penguji yang sudah meluangkan
waktu dan memberikan masukan serta saran kepada penulis.
4. Bapak/Ibu Pegawai Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan
Universitas Nusa Cendana yang telah bersedia melancarkan segala
urusan administrasi kegiatan seminar, penelitian dan ujian skripsi.
5. Kedua Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa.
6. Teman-teman seangkatan (Program studi Manajemen Sumberdaya
Perairan) khususnya “The Clown” yang sudah memberikan waktu dan
kebersamaan serta masukan dan saran dalam penulisan skripsi.
7. Teman Leonardo Novanto Subani yang telah membantu dalam
melancarkan segala urusan perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan
dalam penyusunan Hasil penelitian ini.Untuk itu,Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari Pembaca untuk menyempurnakan
Hasil penelitian ini. Akhir kata,semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Hae Lomi
vii
RINGKASAN
HAE LOMI. Penerapan Sistem Pengendalian Mutu Fillet Ikan Kakap Merah
Beku (Lutjanus Sp.) Di Pt. Matsyaraja Arnawa Stambhapura, Tenau Kupang.
Dibibing Oleh. Dr. LADY C. SOEWARLAN, S.Pi., M.Pi dan Dr. ALEXANDER. L.
KANGKAN, S,Pi.,M.Si
viii
langsung sebanyak 8 kali turun lapangan, untuk mengetahui penerapan,
HACCP pada PT. Matsyaraja Arnawa Stambhapura Tenau-kota Kupang.
Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa penerapan HACCP yang menandakan
bahwa penanganannya cukup baik dan memenuhi standar, pada penelitian
ini terdapat 16 tahapan yang dijalankan sesuai standar yang ditetapkan, dari
16 tahapan alur proses terdapat 10 alur proses dimana hasil identifikasi titik
kendali kritis menerangkan bahwa terdapat sepuluh tahapan penanganan
yang merupakan titik kendali kritis (critical control poin/CCP) yaitu pada pada
tahap penyortiran, penyisikan, pencucian, fillet, sorting dan saizing, pengisian
gas co, penyimpanan dingin, pengamasan dan vakum, pembekuan dan
distribusi.
Kata Kunci : Ikan Kakap Merah, Fillet Ikan Kakap Merah Beku, HACCP
SUMMARY
HAE LOMI. Application of Quality Control System for Frozen Red Snapper
Fillets (Lutjanus Sp.) At Pt. Matsyaraja Arnawa Stambhapura, Tenau Kupang.
Guided by. Dr. LADY C. SOEWARLAN, S.Pi., M.Pi and Dr. ALEXANDER. L.
KANGKAN, S,Pi.,M.Si
Red snapper (Lutjanus Sp.) is commonly found in coral reef waters and
bottom waters. This type of fish is spread almost throughout Indonesian
waters, including the waters around Timor Island. The purpose of this study is
to determine the application of HACCP, the potential danger in the process
flow of processing frozen red snapper fillets at PT. Matsyaraja Arnawa
Stambhapura Tenau-Kupang city, East Nusa Tenggara. This research was
carried out for 1 month on May 6-June 6, 2023 as many as 8 times down the
field. The method used in this study is the observation and interview method
ix
where this research data is obtained directly as much as 8 times down the
field, to find out the application, HACCP at PT. Matsyaraja Arnawa
Stambhapura Tenau-Kupang city. The results of this study show that the
application of HACCP indicates that the handling is quite good and meets the
standards, in this study there are 16 stages that are carried out according to
the established standards, from 16 stages of the process flow there are 10
process flows where the results of the identification of critical control points
explain that there are ten stages of handling which are critical control points
(CCP), namely at the sorting stage, Insertion, washing, fillet, sorting and
saizing, CO gas filling, cold storage, masquerade and vacuum, freezing and
distribution.
x
Nama Lengkap : Hae Lomi
Tempat Tanggal Lahir : Wadudari, 09 Desember 1996
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Nasipanaf
Nomor Telepon/e-mail : 081235290296/haelomi7@gmail.com
Nama Ayah/Ibu : Lomi Bile/Nona Buni
Sekolah Dasar : SD Gmit Lederaemawide 1
Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 3 Hawu Mehara
Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 1 Hawu Mehara
Perguruan Tinggi : Universitas Nusa Cendana Kupang
Seminar Ilmiah :-
Pelatihan Pengalaman Kerja : Praktek Kerja Lapangan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
D. Manfaat 3
E. Kerangka Berpikir 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Ikan Kakap Merah 5
B. Sistem Penjaminan Mutu Hasil Perikanan 6
C. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) 8
D. Prinsip-Prinsip Hazard Analysis and Critical Control Point 9
E. Identifikasi Bahaya 10
F. Critical control point 11
xi
BAB III. METODE PENELITIAN 13
A. Waktu dan lokasi penelitian 13
B. Alat dan bahan 13
C. Metode Pengumpulan Data 14
D. Prosedur Penelitian 15
E. Analisis Data 15
BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16
A. Gambaran umum lokasi penelitian 16
B. Potensi bahaya pada proses pengolahan fillet ikan kakap merah beku
(Lujanus sp) 19
C. Pengendalian bahaya pada proses pengolahan fillet ikan kakap
merah beku (Lujanus sp) 22
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN 37
A. Kesimpulan 37
B. Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 41
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Metode pengumpulan data 14
2. Ringkasan Analisis Potensi Bahaya Pada Proses Fillet Ikan Kakap Beku 21
3. Size Produk Fillet Ikan kakap merah 31
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kerangka berpikir 4
2. Ikan kakap merah 5
3. Pohon keputusan 12
4. Peta lokasi penelitian 13
5. Struktur oganisasi PT. MAS 17
6. Pengolahan fillet ikan kakap merah di PT. MAS 20
7. Proses penerimaan bahan baku 26
8. Proses sortir 27
9. proses penimbangan I 28
10. Proses penyisikan 29
11. Proses pencucian 39
12. Proses fillet 30
13. Proses perapihan daging fiilet segar 31
xiii
14. Proses Penimbangan III 32
15.Proses pengemasan I 32
16. Proses pengisian gas CO 33
17. Proses penyimpanan dingin 34
18. Proses pengemasan dan vakum 34
19. Proses pembekuan 35
20. Proses pengepakan 35
21. Proses distrrbusi atau ekspor container 36
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Jaminan mutu dan kualitas dapat mendorong perusahaan untuk bersaing
dan meningkatkan pendapatan ataupun devisa negara (Saragih, 2013).
2
Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan dengan nilai ekonomis
penting di Indonesia. Volume produksi ikan kakap merah di Indonesia pada
tahun 2015 mencapai 140.101 ton dari sektor perikanan tangkap dan 2.827
ton dari sektor perikanan budidaya (Dinas Perikanan Kelautan 2015).
Permintaan pasar luar negeri terhadap produksi ikan kakap merah di
Indonesia juga mencapai 100.000 ton lebih p er tahun. Sedangkan untuk
NTT sendiri Menurut data statistik KKP Tahun 2018, total perikanan tangkap
khususnya pada ikan kakap mencapai angka 4.885, 72 ton.
3
bahaya dan pengendalian bahaya. Kedua prinsip ini dianggap penting oleh
peneliti karena akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
kualitas produk fillet ikan kakap merah beku Mudib (2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka dirumuskan permasalahan
berikut:
1. Apa saja potensi bahaya pada proses pengolahan fillet kakap merah beku?
2. Bagaimanakah cara pengendalian mutu pada proses pengolahan fillet
kakap merah beku?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Potensi bahaya pada proses pengolahan fillet ikan kakap merah beku.
2. Pengendalian mutu pada proses pengolahan fillet kakap merah beku.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk: Manfaat Praktis dalam penelitian ini
adalah:
1. Manfaat praktis bagi peneliti, yaitu untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi peneliti dalam penerapan pengetahuan terhadap
masalah yang dihadapi secara nyata.
2. Penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai sumber informasi
dan masukan bagi perusahaan lain yang bergerak pada bidang perik
anan
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai proses pengolahan fillet ikan kakap merah beku.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pengendalian mutu pada
proses pengolahan fillet kakap merah beku.
4
E. Kerangka Berpikir
Ikan kakap merah adalah bagian dari produk ekspor PT. Matsyaraja
Arnawa Stambhapura. Proses produksi harus perlu diperhatikan mutunya,
penjaminan mutu adalah seluruh rencana dan sistematis yang penting untuk
menyediakan kepercayaan yang digunakan dalam rangka memuaskan
kebutuhan tertentu dari mutu, kebutuhan tersebut merupakan refleksi drai
kebutuhan pelanggan. Gambaran selengkapnya dapat dijelaskan pada
Gambar 1 kerangka pikir.
Kakap Merah
Sistem Penjaminan
Mutu Hasil Perikanan
Analisis Pencegahan
Potensi Bahaya
Bahaya
HACPP
Pengendalian
Mutu
5
Gambar: 1. Kerangka Pikir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar: 2. Ikan Kakap Merah
7
mutu merupakan konsep awal yang kemudian berkembang menjadi konsep
yang lebih komprehensif yaitu Total Quality Management (TQM) (Muhandri
dan Kadarisman, 2008). Juran dalam Muhandri dan Kadarisman (2008)
menjelaskan bahwa jaminan mutu adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
perusahaan secara terus-menerus agar fungsi mutu dapat dilaksanakan
dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen. Suatu perusahaan
harus mampu menjamin bahwa mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan yang diharapkan konsumen (karakteristik mutu yang sebenarnya)
8
a. Jika produk akan diekspor, maka semua persyaratan produk yang
dikirimkan ke luar negeri perlu memenuhi persyaratan mutu yang
diinginkan oleh konsumen luar negeri (termasuk persyaratan
pemerintahnya).
b. Pimpinan perusahaan perlu menyadari pentingnya jaminan mutu dan
memastikan bahwa semua jajaran didalam perusahaan akan
sepenuhnya berusaha mencapai tujuan mutu secara bersama-sama.
9
penentuan titik-titik kendali kritis. Sistem HACCP (Hazard Analysis and
Critical Control Point) telah berkembang sebagai sistem yang dapat
menganalisis adanya bahaya dan mengendalikan titik-titik yang bersifat
10
kritis. Sistem HACCP yang bersifat preventif sangat menekankan
pentingnya mutu dan keamanan pangan. Sebagai suatu sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata
rantai proses pengolahan produk pangan.
11
dalam pengawasan untuk pencegahan dan pengendalian proses dari suatu
produk. HACCP diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan
produk pangan (Thaheer, 2005). Berpendapat bahwa sistem HACCP dalam
industri pengolahan pangan sebagai sistem penjamin keamanan mempunyai
kegunaan dalam beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan jaminan keamanan produk
2. Mencegah kehilangan pelanggan atau pasar
3. Meningkatkan kepercayaan konsumen
4. Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul
karena masalah keamanan produk
D. Prinsip-prinsip Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
HACCP dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip HACCP terdiri atas
tujuh prinsip ditampilkan sebagai berikut:
1. Analisis Bahaya: identifikasi adanya bahaya dalam suatu proses/produk
yang dapat terjadi pada setiap tahapan proses, mulai dari produksi
sampai siap dikonsumsi. Untuk melaksanakannya, terdapat tiga
pendekatan yang digunakan yaitu keamanan pangan itu sendiri,
kebersihan atau sanitasi, dan penyimpangan secara ekonomi Muhandri
dan Kadarisman (2008).
2. Penentuan Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP): identifikasi
setiap tahapan di dalam proses yang apabila tidak dikendalikan secara
baik dapat menimbulkan bahaya Muhandri dan Kadarisman (2008).
3. Penetapan Batas Kritis: batas-batas kritis adalah batas-batas toleransi
yang ditetapkan yang tidak boleh dilampaui (untuk menjamin CCP berada
dalam kendali). Batas-batas tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun
kualitatif Muhandri dan Kadarisman (2008).
4. Pemantauan/Monitoring: tindakan terencana untuk mengamati dan
menguji efektivitas pengendalian suatu CCP. Pemantauan dapat
memberikan peringatan dini jika terjadi penyimpangan,
mencegah/mengurangi kerugian, serta membantu melokalisir dan
12
memecahkan masalah yang timbul Muhandri dan Kadarisman (2008).
5. Tindakan Koreksi: upaya perbaikan terencana terhadap hasil pemantauan
yang menunjukkan bahwa suatu CCP tertentu tidak terkendali. Bila terjadi
penyimpangan, hendaknya dikembalikan pada proses yang sebenarnya.
Selanjutnya, produk yang dihasilkan pada saat penyimpangan terjadi
perlu diidentifikasi Muhandri dan Kadarisman (2008).
6. Verifikasi: verifikasi bertujuan untuk mengetahui apakah sebuah proses
berjalan sesuai dengan rancangan awal. Kegiatan ini juga harus diatur
dengan baik. Sebab segala penyimpangan, modifikasi, perubahan, dan
inovasi bias diketahui segi positif dan negatifnya. Prosedur ini akan
menunjukan bahwa produk akhir dan proses produksi sesuai dengan
tujuan atau tidak. Verifikasi bias dilakukan dalam bentuk penelitian kecil
atau uji laboratorium yang mendetail (Thaheer, 2005).
7. Pencatatan (Dokumentasi): semua prosedur dan catatan berkenaan
dengan prinsip- prinsip ini serta penerapannya perlu didokumentasikan.
E. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan cara untuk mengetahui kemungkinan
adanya risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Menurut Winarno, (2012)
Bahaya yang dimaksud adalah segala macam aspek mata rantai
produksi pangan yang tidak dapat diterima karena tidak sesuai standar
dan dapat menyebabkan masalah keamanan pangan. Bahaya dapat
dibagi menjadi tiga jenis yaitu bahaya biologi, bahaya kimia, dan bahaya
secara fisik. Bahaya salah satunya dapat berupa kontaminasi pada bahan
baku, produk setengah jadi dan produk jadi. Penjelasan bahaya biologi,
kimia dan fisik sebagai berikut.
a. Bahaya Biologis
Bahaya biologis atau disebut juga bahaya mikrobiologis disebabkan
oleh virus, parasit, atau bakteri patogen yang menyebabkan keracunan
atau infeksi. Beberapa contoh bakteri tersebut, meliputi listeria
monocytogenes, E. coli pathogenik, Clostridium sp., Bacillus sp., dan
13
virus hepatitis A.
b. Bahaya Kimia
Bahaya dalam sistem HACCP selanjutnya adalah terjadinya kontaminasi
pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi yang disebabkan oleh
bahan kimia beracun atau toksin alami. Contohnya, toksin alami kerang, toksin
alami jamur, pestisida, antibiotika, aflatoksin, alkoloid pirolizidin, hormon
pertumbuhan, bahan pengawet (sulfit, nitrit), lubrikan, pewarna (rhodamin B,
amaranth, methanyl jellow), logam berat (perak, seng, merkuri, timbal,
sianida),dan sanitizer Anonim (2018).
c. Bahaya Fisik
Bahaya fisik umumnya disebabkan adanya benda asing yang tertelan dan
tidak seharusnya ada di dalam makanan. Contohnya, kerikil, pecahan gelas,
logam, potongan kayu, serangga, plastik, potongan tulang, sisik, kulit, duri, dan
rambut.
F. Critical Control Point (CCP)
Menurut Dewanti, R. dan Hariyadi, (2013) Critical Control Point adalah
langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman CCP dapat
berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana
pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya
(Winarno, 2012). Titik-titik penerapan tindakan pencegahan yang telah
ditetapkan diuji dengan menggunakan decision tree untuk menentukan CCP.
Decision tree berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin
muncul dalam suatu langkah proses. Decision tree tidak hanya pada proses
tetapi juga dapat diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi
bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi. CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa
bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk
mengurangi bahaya fisika dan bahaya biologis.
Penentuan titik kendali kritis. Q1 pada diagram merupak\an
pertanyaan pertama yang bila hasilnya “ya” maka akan dapat lanjut pada
14
pertanyaan kedua, bila hasilnya “tidak” maka akan dipertimbangkan apakah
perlu pengamanan atau tidak. Q1 bila tidak perlu dilakukan pengamanan
maka berhenti karena bukan CCP. Q2 pada diagram merupakan pertanyaan
kedua yang bila hasilnya “ya” berarti CCP dan bila hasilnya “ tidak” maka
dilanjutkan pada pertanyaan ketiga. Q3 pada diagram merupakan
pertanyaan ketiga yang bila hasilnya “ya” maka akan dapat lanjut pada
pertanyaan keempat, bila hasilnya “tidak” maka berhenti karena bukan CCP.
Q4 pada diagram merupakan pertanyaan keempat yang bila hasilnya “ya”
berarti bukan CCP dan bila hasilnya “ tidak” berarti CCP.
15
Pohon Keputusan (Decesion Tree) CCP
Q1 Adakah tindakan pengendalian?
Tidak
Q3
Dapatkah Kontaminasi Dengan Bahaya Yang Diidentifikasi
Terjadi Melebihi Tingkatan Yang Dapat Diterima Atau
Dapatkah Ini Meningkat Sampai Tingkatan Yang Tidak
Dapat Diterima ?
Ya Tidak
Critical Control Point
( CCP)
Bukan CCP Stop
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Lokasi Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Mei sampai Juni 2023.
Lokasi penelitian bertempat di PT. Matsyaraja Arnawa Stambhapura,
Kelurahan Alak, Kecamatan Alak kota Kupang – Nusa Tenggara Timur
(Gambar 3)
Gambar: 4. Peta Lokasi Penelitian
17
C. Metode Pengumpulan Data
18
D. Prosedur Penelitian
2. Membuat alur proses sesuai hasil observasi selama satu bulan dengan
cara menyusun setiap tahapan yang terdiri dari 16 tahapan alur proses.
3. Alur proses dianalisis menggunakan decesion tree dengan cara
mengidentifikasi 16 tahapan maka dilihat dan diukur menggunakan decesion
tree.
4. Hasil dari decesion tree adalah critical control point (CCP) maka dari
hasil penentuan menggunakan decesion tree akan diketahui tahapan
mana saja merupakan CCP.
E. Analisis Data
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
PT. MAS memiliki organisasi yang mengatur dan menjalankan tugas di
bidangnya masing masing. Struktur organisasi pada PT MAS ditunjukan pada
gambar 5 dibawah ini.
21
2. Plant Manager ( menejer pabrik): Bertanggung jawab atas pengelolaan
dan operasi pabrik serta memastikan bahwa produksi berjalan dengan
efisien dan efektif, serta memastikan kualitas produk fillet ikan kakap
merah yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
22
12. Maintenance (pemeliharaan): Berperan melakukan perawatan terhadap
mesin produksi dari segi mekanikal, seperti melakukan pengecekan
kondisi oli dan lain lain disaat proses produksi berjalan di PT MAS.
13. Operator: Bertugas dan bertanggung jawab untuk mengoperasikan mesin
produksi yang ada di PT MAS.
B. Potensi Bahaya pada Proses Pengolahan Fillet Kakap Merah Beku
(Lutjanus sp).
Potensi bahaya merupakan peluang dari sebuah bahaya yang dapat
muncul dalam suatu kegiatan. Identifikasi bahaya merupakan cara untuk
mengetahui kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak dapat diterima.
Menurut Winarno, (2012) bahaya yang dimaksud adalah segala macam
aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena
tidak sesuai standar dan dapat menyebabkan masalah keamanan pangan
(Mortimor & Wallace 2015). Bahaya dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
bahaya biologi, bahaya kimia, dan bahaya secara fisik. penjelasan sebagai
berikut.
a. Bahaya Biologis
Menurut Soehatman Ramli (2010) bahaya biologis atau disebut juga
bahaya disebabkan oleh virus, parasit, atau bakteri patogen yang
menyebabkan keracunan atau infeksi. Menurut Sulaeman dan Nisa
(2011). Beberapa contoh bakteri tersebut, meliputi listeria
monocytogenes, E. coli pathogenik, Clostridium sp., Bacillus sp., dan virus
hepatitis A.
b. Bahaya Kimia
Bahaya dalam sistem HACCP selanjutnya adalah terjadinya
kontaminasi pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi
yang disebabkan oleh bahan kimia beracun atau toksin alami (Mortimor &
Wallace 2015). Contohnya, toksin alami kerang, toksin alami jamur,
pestisida, antibiotika, aflatoksin, alkoloid pirolizidin, hormon pertumbuhan,
bahan pengawet sulfit, nitrit, lubrikan, pewarna rhodamin B, amaranth,
23
methanyl jellow, logam berat perak, seng, merkuri, timbal, sianida,dan
sanitizer (Djaafar dan Rahayu 2018).
c. Bahaya Fisik
Bahaya fisik umumnya disebabkan adanya benda asing yang
tertelan dan tidak seharusnya ada di dalam makanan (Surono, Sudibyo, &
Wspodo, 2016), contohnya kerikil, pecahan gelas, logam, potongan kayu,
serangga, plastik, potongan tulang, sisik, kulit, duri, dan rambut.
Berdasarkan penjelasan diatas maka penting untuk dilakukan
identifikasi potensi bahaya pada setiap rantai produksi pengolahan fillet
kakap merah. Pada penelitian ini identifikasi dilakukan pada proses
produksi atau pengolahan fillet kakap merah. proses atau tahapan
penanganan selengkapnya dilihat pada (gambar 6). Proses tahapan alur
pengolahan fillet kakap merah beku di PT. Matsyaraja Arnawa
Stambhapura dapat dilihat sebagai berikut:
1.
Penerimaan
2. 3. Penibangan I 4. 5. Pencucian
Penyortiran Penyisikan
2 Penyortiran Y Y T T CCP
4 Penyisikan Y Y T T CCP
5 Pencucian Y Y Y T CCP
25
6 Fillet Y Y Y Y CCP
14 Pembekuan Y Y Y Y CCP
15 Pengepakan T T T T Bukan CCP
16 Distribusi Y Y T T CCP
Keterangan : Y: Ya → T: Tidak
Keterangan : Dari 16 tahapan diatas terdapat 10 tahapan diantaranya yang
merupakan CCP dan 6 tahapan yang bukan CCP
CCP : Merupakan tahapan yang teridentifikasi bahaya
Bukan CCP : Merupakan tahapan yang tidak teridentifikasi
bahaya
26
untuk mendapatkan mutu dan jenis yang sesuai serta bebas dari kontaminasi
bakteri pathogen.
Menurut Afrianto dkk (2008), sortasi adalah pemisahan komoditi
selama dalam aliran komuditas, misalnya sortasi di lokasi pemanenan yang
didasarkan pada jenis ukuran yang diminta pasar. Dengan demikian proses
sortasi merupakan CCP karena terdapat potensi bahaya yang dapat
mengkontaminasi bahan baku sehingga dibutuhkan penanganan khusus.
Tahap ini dikatakan kritisi karena sesuai pertanyaan pada diagram alur
proses penentuan titik kendali kritis (decesion tree), pada tahapan ini ada
tindakan pengendalian yang bersifat mencegah dan tahapan ini dirancang
spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi.
Pemilihan atau sortasi adalah pemisahan bahan baku kedalam
kategori yang berbeda karakteristik fisiknya seperti ukuran, bentuk dan dalam
penelitian ini alat yang didesain merupakan alat yang memisahkan ukuran
ikan sesuai ukuran yang telah ditentukan. Proses sortasi adalah metode
pemisahan berdasarkan densitas atau daya tamping antara bagian yang
diinginkan dari bahan pangan yang disortir (Budisatrio, 2012).
Sortasi dapat dilakukan secara manual dan mengunakan mesin,
sortasi secara manual mengandalkan panca indra manusia dan
menggunakan ketelitian yang tinggi dalam sortasi secara manual ini
mengunakan tenaga kerja yang banyak dalam peyortiran sebuah produk
dalam mengefisienkan waktu ponyortiran. Beda dengan sortasi dengan
mengunakan mesin atau dengan bantuan alat dapat mengefisienkan waktu
penyortiran dengan cepat dan mengunkan tenaga kerja yang sedikit dalam
proses sortasinya( Wirakartakusumah, 2010).
27
pada permukaan ikan secara horizontal dari ekor menuju kepala ikan secara
merata sehingga semua sisik ikan terlepas.
Proses penyisikan harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat
melukai tekstur daging ikan dan juga melukai tangan karena terkena sirip
punggung ikan. Suhu pada penyisikan yaitu 7˚C toleransi batas suhu yaitu
10˚C karena proses berlangsung secara terus menerus, dan juga
pertumbuhan bakteri dibawah suhu 10˚C akan semakin lambat dengan
semakin rendahnya suhu. di dalam ruang penyesikan tersebut sudah di
sediakan sebuah bak yang terbuat dari stainless steel yang sudah disediakan
dan dilengkapi dengan air yang di isi es curah. Menurutut Ramanudin (2012),
Cara penyisikan yaitu dengan menggosokan seser sisik secara berlawanan
dengan arah sisik. Proses ini dilakukan secara cepat, hati-hati, dan bersih
untuk mencegah kerusakan fisik dari ikan yang akan menurunkan mutunya.
Selama proses ini suhu ikan harus tetap dijaga agar tidak lebih 5◦C dengan
cara menambahkan es.
Proses penyisikan harus dilakukan secara cepat, cermat, dan bersih
dilakukan oleh 3-5 orang karyawan yang sudah berpengalaman. Menurut
(Ramadhan, 2020) penyisikan harus dilakukan dengan cepat, cermat, dan
saniter. Sisik yang masih menempel pada fillet kerapu dapat mempengaruh
kualitas produk, karena mikroba dapat hidup dan menyebabkan
pembusukkan pada ikan.
Pencucian dikatakan kritis karena pada tahap ini dilakukan tindakan
pencucian ikan menggunakan air bersih dengan metode air mengalir tindakan
ini dilakukan untuk mencegah bahaya berupa bakteri pada darah dan lendir
yang menempel pada ikan. Tahapan ini dirancang untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya yang mungkin terjadi. Lendir permukaan tubuh dan darah
ikan merupakan salah satu pusat konsentrasi mikroba pembusuk yang
secara alami ada ditubuh ikan (Wahyono, 2012). Pencucian harus dilakukan
dengan cepat, cermat, dan saniter. Pada pencucian pertama ditambahkan
klorin sebanyak 10 ppm. Menurut (Kapisa, 2016) konsentrasi klorin 1-4 ppm
28
belum bisa membunuh efektif E.Coli pada air pencucian ikan. Sasaran
klorinasi pada air pencucian adalah penghancuran bakteri melalui daya
germisidal dan klorin terhadap bakteri permukaan ikan hilang (Desiyanto &
Djannah, 2013). Penambahan klorin dan es curai tidak sebanyak pada proses
perendaman karena fillet kakap merah beku sudah melewati pencucian
pertama dan proses perendaman yang sudah membersihkan kotoran, darah,
dan lendir pada ikan dan sudah menjadi finish product yang harus
diperhatikan terhadap mutu dan kualitas produk fillet ikan kakap merah beku
yang aman untuk dikonsumsi (Chandra, 2019).
Fillet merupakan CCP karena dilakukan setelah proses pencucian.
Proses pemfilletan dilakukan dengan cara memisahkan daging ikan dari
tulang ikan dengan cara menyayat ikan secara horizontal sisi kiri dari arah
kepala ke ekor dan sisi kanan dari arah ekor ke kepala, dengan pisau
menempel pada sirip dubur atau duri tengah. Fillet ikan merupakan teknik
pengambilan daging yang dilakukan dengan cara menyayat ikan utuh yang
dimulai dari bagian kepala hingga bagian ekor, ataupun sebaliknya. Sehingga
daging ikan yang didapatkan dari teknik fillet ini bersih dari duri ikan ( Sri
Utarri, 2016). Dalam proses fillet ini adapun pemisahan tulang yang masih
tersisa pada daging fillet, bertujuan untuk memperolah daging fillet yang
bebas dari duri. Proses deboning merupakan langkah lebih lanjut dalam
proses pengolahan daging ikan dengan memisahkan daging dari tulang untuk
pembuatan fillet (Kurniawan, 2017). Pemfilletan dilakukan dengan cara ikan
disayat dimulai dari punggung dekat bagian kepala hingga bagian ekor lalu
mengarah ke perut dan dilakukan pada dua belah sisi ikan secara searah.
Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati agar fillet tidak rusak, dikarenakan
kulit ikan tidak robek dan daging ikan tidak hancur untuk memenuhi kualitas
ekspor. (Ramadhan, 2020).
Pengisihan gas CO termasuk CCP dikarenakan pengisisan gas CO
dilakukan dengan cara menyemprotkan gas melalui selang kedalam plastik
polyetilen yang berisi fillet ikan selama kurang lebih 30 detik. Kemudian
29
kantong plastik diikat ujungnya agar gas CO yang sudah disemprotkan tidak
keluar, pengisian gas CO dilakukkan dalam ruangan kuhusus yaitu ruangan
pengisian CO. Penyuntikan gas CO bertujuan untuk meningkatkan hemoglobin
Hb dalam daging ikan sehingga terbentuk warna daging yang merah dan
segar. (Kadarisman & Muhandri, 2013)
Penyimpanan dingin juga termasuk CCP hal ini karena setelah
pengisian gas CO ikan segar dimasukkan dalam keranjang dan disimpan
dalam chilling room dengan suhu maksimal 2 ˚C selama 12 sampai 24 jam.
Proses ini bertujuan untuk memberi waktu penyerapan gas CO pada daging
ikan. Pada selang waktu tersebut diperkirakan gas CO sudah dapat membuat
daging ikan tampak lebih segar maka akan di keluarkan dari chilling room
untuk melakukan pengemasan. Menurut H Kara, (2014). Proses pendinginan
bertujuan untuk mempertahankan agar suhu produk fillet kakap merah tetap
rendah dan untuk mengoptimalkan proses pemberian gas CO.
Pengemasan dan vakum CCP karena pemvakuman bertujuan untuk
mengemas fillet ikan segar dalam keadaan vakum atau hampa udara untuk
membantu memperpanjang masa kadaluarsa produk fillet ikan kakap merah.
Untuk penataan ikan tidak boleh terlalu berhimpitan, hal ini dapat
menyebabkan aliran udara tidak merata dan mempengaruhi pada produk fillet,
setelah itu masing-masing keranjang/basket di beri tanda atau label sesuai
dengan ukuran masing-masing lalu dimasukan kedalam ABF (Air Blast
Freezer). Menurut (Sunanji, 2020) pengemasan vakum adalah sistem
pengemasan hampa udara dimana tekanannya kurang dari 1 atm dengan
cara mengeluarkan O2 dari kemasan sehingga memperpanjang umur simpan.
Adapun keunggulan pengemasan vakum yaitu meningkatkan shelf life,
mengurangi loss produk, mempertahankan rasa, warna dll.
Pembekuan ABF merupakan titik kendali kritis karena tahapan ini
dirancang khusus agar membekukan ikan dengan suhu -35˚c - -40˚c selama
12-16 jam guna menghasilkan produk beku yang berkualitas (Adawiyah,
2012). Kelebihan menggunakan metode pembekuan ABF adalah biaya
30
oprasional yang murah dan mampu membekukan ikan jumlah yang besar
dalam sehari (Liviawaty, 2015). Penyimpanan beku dari produk fillet disimpan
dalam cold storage dengan suhu ruang cold storage -25oC. Produk disusun
berdasarkan jenis dan waktu produksi agar memudahkan dalam waktu
pengambilannya. Pembongkaran dari cold storage menggunakan sistem FIFO
(firts in firts out) yaitu produk yang terlebih dahulu masuk maka terlebih
dahulu keluar (Hadinata & Adriyanto, 2020). Menurut (Estiasih &
Ahmadi,2016), pembekuan merupakan proses pengolahan, yaitu suhu produk
atau bahan pangan diturunkan dibawah titik beku, dan sejumlah air berubah
menjadi kristal es.
Distribusi CCP karena pemuatan dan penyusunan dilakukan secara
hati-hati, dengan memperhatikan garis batas pada bagian atas kontainer agar
suhu dalam kontainer tetap terjaga dan bisa terjangkau keseluruhan produk
fillet ikan kakap merah yang ada dalam kontainer. Menurut (Sofyan, 2014)
distribusi merupakan suatu lembaga yang memasarkan produk, yang berupa
barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
1. Penerimaan bahan baku
Bahan baku yang diterima oleh PT. MAS yaitu bahan baku ikan kakap
merah, ikan kakap bongkok, ikan anggoli dan ikan kerapu dalam bentuk utuh
segar yang diterima dari nelayan lokal dan kapal ikan milik PT. MAS yang
didaratkan di Pelabuhan Pendaratan Ikan Tenau dan diangkut menggunakan
mobil pickup. Bahan baku yang masuk ke perusahaan, langsung dibongkar
dan diproses hari itu juga dengan tujuan menjaga kualitas ikan, jika pasokan
ikan yang masuk diluar kapasitas maka sebagian akan disimpan diruang
pemyimpanan dingin sementara (cold storage) dengan suhu sekitar 5˚C dan
diproses pada keesokan harinya. Karyawan yang melaksanakan proses
31
penerimaan bahan baku yaitu QC yang dibantu oleh beberapa karyawan
lainnya.
Gambar 7. Proses penerimaan bahan baku
2. Penyortiran (Sorting)
Setelah melalui proses penerimaan maka akan dilanjutkan dengan
penyortiran bertujuan untuk memperoleh keseragaman berdasarkan jenis,
ukuran dan mutu. Saat sortasi, ikan ditempatkan diatas meja yang terbuat
dari stainless steel serta dilengkapi dengan saluran pembuangan limbah cair.
Selama proses penyortiran penerapan rantai dingin juga selalu dijaga
sehingga suhu ikan lebih dari 5˚C caranya dengan memberikan es curah pada
ikan. Ukuran yang diterapkan pada PT. MAS dimulai dari ukuran 300 – 600g,
700g-1200 g, 1300-2000 g, 2000-3000 g, dan >3000 g.
32
Gambar 9. Proses penimbangan I
4. Penyisikan
Penyisikan ini bertujuan untuk menghilangkan sisik-sisik yang berada
di permukaan tubuh ikan. Penyisikan dilakukan dengan menggunakan alat
penggaruk sisik yang terbuat dari stainless. Cara penyisikan adalah dengan
menggoreskan alat penyisikan pada permukaan ikan secara horizontal dari
ekor menuju kepala ikan secara merata sehingga semua sisik ikan terlepas.
Pada proses penyisikan harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat
melukai tekstur daging ikan dan juga melukai tangan karena terkena sirip
punggung ikan. Suhu pada penyisikan yaitu 7˚C toleransi batas suhu yaitu
10˚C karena proses berlangsung secara terus menerus, dan juga
pertumbuhan bakteri dibawah suhu 10˚C akan semakin lambat dengan
semakin rendahnya suhu. di dalam ruang penyesikan tersebut sudah di
sediakan sebuah bak yang terbuat dari stainless steel yang sudah disediakan
dan dilengkapi dengan air yang di isi es curah.
Fungsi bak air dan es curah tersebut untuk menampung ikan sesudah
penyisikan agar ikan- ikan tersebut tetap terjaga pada bakteri yang ada dalam
ruang penyisikan dan juga untuk pencucian sisik-sisik yang masih melengkat
pada tubuh ikan dan juga lendirnya. Sesudah penyisikan ikan-ikan tersebut
diangkat dari bak penampung lalu diisi ke dalam kerjang yang sudah
disediakan berdasarkan label pada kerjang dan diteruskan ke ruang proses
fillet.
33
Gambar 10. Proses penyisikan
5. Pencucian (washing)
Pencucian pada tahap ini sesudah ikan-ikan memasuki ruang proses
pemfiletan bertujuan untuk membersihkan sisik-sisik dan lendir yang tersisa
atau untuk memastikan bahwa ikan-ikan tersebut sudah benar bersih dan
juga untuk mempermudah pada proses pemfilletan, dan di dalam ruang
proses fillet juga sudah menyediakan bak yang terbuat dari stainless yang
sudah di isi air bersih yang didinginkan dengan es curah.
34
6. Fillet
Proses pemfilletan dilakukan setelah proses pencucian. Proses
pemfilletan dilakukan dengan cara memisahkan daging ikan dari tulang ikan
dengan cara menyayat ikan secara horizontal sisi kiri dari arah kepala ke ekor
dan sisi kanan dari arah ekor ke kepala, dengan pisau menempel pada sirip
dubur atau duri tengah. Proses ini dilakukan secara hati-hati agar kulit ikan
tidak robek dan daging ikan tidak hancur untuk memenuhi kualitas ekspor.
Terdapat 2 produk fillet di PT MAS yaitu fillet dengan kulit (skin on), tanpa
kulit (skin off ). Dalam proses fillet ini adapun pemisahan tulang yang masih
tersisa pada daging fillet, bertujuan untuk memperolah daging fillet yang
35
Gambar 13. Proses perapihan daging fillet segar
8. Sizing/penimbangan II
Proses ini merupakan pengelompokan daging setelah di fillet. Pada
proses sizing ini dilakukan penimbangan lagi yang bertujuan untuk
mengetahui size akhir setelah di fillet, Size yang digunakan dapat dilihat pada
dibawa ini.
Tabel 3. Size Produk Fillet Ikan kakap merah
No Ukuran/size Berat daging segar (gr)
1 ½ 100-200
2 2/3 200-300
3 3 up 300 ke atas
9. Penimbangan III
Penimbangan perlu di lakukan berhati-hati dan tepat karena untuk
menghindari keselahan pada timbangan. Penimbangan ini di lakukan setelah
di lakukan proses pengecekan ulang size. Tujuan penimbangan ini yaitu untuk
mengetahui berat fillet ikan kakap merah di dalam satu keranjang/basket
sebelum memasukan ke ruang CO.
36
Gambar 14. Proses penimbangan III
10. Pengemasan I
Proses ini dilakukan sebelum pengisian gas CO (Karbon Monoxida).
bahan pengemas yang digunakan adalah kantong plastik berjenis High
Density Polyetilen (HDPE). HDPE merupakan plastik yang bersifat keras
hingga semipermiabel, permukaan mengkilat, tahan suhu tinggi dan tembus
cahaya.
Langah-langkah pengemasan dimulai dengan plastik dipotong sesuai
ukuran yang ditentukan kemudian salah satu ujungnya diikat dengan rapat,
fillet ikan kakap merah disusun kemudian disimpan dalam keranjang, masing-
masing keranjang yang akan dimasukan ke ruang CO akan di beri label agar
mudah diketahui pada saat vakum.
37
Gambar 15. Proses pengemasan I
11. Pengisian Gas CO (Karbon Monoxida)
Pengisisan gas CO dilakukan dengan cara menyemprotkan gas melalui
selang kedalam plastik polyetilen yang berisi fillet ikan selama kurang lebih
30 detik. Kemudian kantong plastik diikat ujungnya agar gas CO yang sudah
disemprotkan tidak keluar, pengisian gas CO dilakukkan dalam ruangan
kuhusus yaitu ruangan pengisian CO. Pengisian gas CO ini bertujuan untuk
mempertahankan kualitas dan kenampakan daging ikan tetap segar.
38
Gambar 17. Proses penyimpanan dingin
13. Pengemasan II dan Pemvakuman
Proses pengemasan dan pemvakuman bertujuan untuk mengemas
fillet ikan segar dalam keadaan vakum atau hampa udara untuk membantu
memperpanjang masa kadaluarsa produk fillet ikan kakap merah. Untuk
penataan ikan tidak boleh terlalu berhimpitan, hal ini dapat menyebabkan
aliran udara tidak merata dan mempengaruhi pada produk fillet, setelah itu
masing-masing keranjang/basket di beri tanda atau label sesuai dengan
ukuran masing-masing lalu dimasukan kedalam ABF (Air Blast Freezer).
39
14. Pembekuan ABF
Pembekuan ini bertujuan untuk mendapatkan suhu pusat ikan minimal
pada -18˚C. Pembekuan ini menggunakan ABF (Air Blast Freezer) dan lama
pembekuan selama lebih 16 jam dengan suhu pembeku dapat mencapai -
40
16. Distribusi
Setelah produk fillet ikan kakap merah sudah mencapai target eksport
maka produk sudah siap dikirim, sebelum mengeluaran produk fillet ikan
kakap merah dari gudang penyimpanan beku. Kontainer yang akan digunakan
dicek terlebih dahulu suhunya, diatur hingga mencapai -18˚C agar kualitasnya
produk tetap terjaga. Pemuatan dan penyusunan dilakukan secara hati-hati,
dengan memperhatikan garis batas pada bagian atas kontainer agar suhu
dalam kontainer tetap terjaga dan bisa terjangkau keseluruhan produk fillet
ikan kakap merah yang ada dalam kontainer. Kontainer yang akan digunakan
adalah kontainer yang bermesin, memiliki sistem pendingin yang terdiri dari
beberapa komponen, seperti kompresor, evaporator, kondensor, dan kontrol
suhu.
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Produksi fillet ikan kakap merah beku terdiri dari 16 tahapan, 10 tahapan
teridentifikasi sebagai Titik Kendali Kritis (Critikal Control Point) yaitu:
penyortiran, penyisikan, pencucian, fillet, sorting dan sizing, pengisian gas
co, penyimpanan dingin, pengamasan dan vakum, pembekuan dan
distribusi.
2. Pengendalian mutu proses pada CCP (Critical Control Point)
meliputi: pemisahan produk atas jenis ukuran dan kualitas, penyortiran,
penyisikan, pencucian, fillet, sorting dan saizing, pengisian gas co,
penyimpanan dingin, pengamasan dan vakum, pembekuan dan distribusi.
B. Saran
Saat proses fillet terlebih dahulu diperhatikan lagi tata cara dan
ketelitian dan menangani daging ikan yang sudah difillet agar tidak terkena
air dari bekas cucian ikan utuh supaya tidak terjadi kontaminasi dengan
produk. Ikan yang sudah melalui proses sortasi sebaiknya segerah dibawa
dan dilanjutkan ke proses selanjutnya hal ini agar kesegaran ikan tetap
terjaga sehigga menghasilkan produk yang berkualitas.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
Teknchnology, 8.
Junianto. (2003). Teknik Penangan Ikan. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Perikanan Tangkap
2010.Jakarta: KKP Press.
Khoiriyah, N., & Fatmawati, W. (2018). Upaya Perlindungan Kualitas
Hidup Konsumen Melalui Studi Penerapan HACCP P. Seminar
Nasional
Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri (pp. 27-34). Malang:
Institut Teknologi Nasional Malang.
Mudib., 2014. Fillet Ikan Kakap (http://bmudib.blongspot.com) [diakses 03
juli 2018]
Muhandri T, K. D. (2008). Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.
Bogor:IPB Press.Nasution MN.2015. Manajemen mutu Terpadu
(Total Quality Management): Bogor:Galia Indosesia.
Muhandri T, k. D. (2008). Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.Edisi
2.Bogor:IPB.Press.
Murniyati, S. d. (2000). Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.
Kansius: Yogyakarta.220 Halaman.ISBN 976-672-1.
Mortimore, S. &. (2001). Food Industry Briefsing Series:HACCP.
Blackwell Science: France.
Prasetyawati. (2014). Pengendalian kualitas dalam upaya menurunkan
cacat Appearance dengan metode PDCA di PT. Astra Diatsu
Motor. 1.
Rostini, I., Ibrahim B, dan Trilaksani W. 2013. Pengembangan Edible
Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet
Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.). Tesis. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saragih, R. J. (2013). Analisis Bahaya dan Titik Kendali Krisi pada
Penanganan Tuna Steak di PT. Grahana Instan Sejahtera, Muara
Baru. Jakarta.
44
Thaheer H. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point).
Jakarta:PT.Bumi Aksara;2005
Wallace, C. &. (2001). Food Industry Briefing Series: HACCP. Jakarta:
Bharatara.
Winarno, F. G. (2012). HACCP dan Penerapannya Dalam Industri Pangan.
Bogor: M-BRIO PRESS.
45
LAMPIRAN
Sabtu/
13-05-2023 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Selasa/ 16-
05- 2023 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sabtu/ 20-05
-2023 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Senin/ 22-05-
2023 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kamis/ 25-
05-2023 √ √ √ √ √
Senin/ 29-05-
2023 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sabtu/ 03-
06-2023 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
46
Lampiran 2: Tindakan pengendalian pemfilletan mutu ikan kakap merah
No Hari/Tanggal Tindakan pengendalian Q1 Q2 Q3 Q4
1 Senin/08-05-2023 Penyortiran, Penyisikan,
Pencucian, Penyimpanan √ √ √ √
dingin.
2 Sabtu/13-05-2023 Penyortiran, Penyisikan,
Pencucian, Fillet, Pemisahan
tulang dari daging, Sortir dan
sizing, Pengisihan gas CO, √ √ √ √
Penyimpanan dingin,
Pengemasan dan vakum,
pembekuan.
3 Selasa/ 16-05- 2023 Penyortiran, Penyisikan,
Pencucian, Pengisihan gas CO,
Penyimpanan dingin, √ √ √ √
Pengemasan dan vakum,
pembekuan.
4 Sabtu/ 20-05-2023 Penyortiran, Penyisikan,
Pencucian, Fillet, Pemisahan
tulang dari daging, Sortir dan
sizing, Pengisihan gas CO, √ √ √ √
Penyimpanan dingin,
Pengemasan dan vakum,
pembekuan, Distribusi
5 Senin/ 22-05-2023 Penyortiran, Penyisikan,
Pencucian, Fillet, Pemisahan
tulang dari daging, Sortir dan
sizing, Pengisihan gas CO, √ √ √ √
Penyimpanan dingin,
Pengemasan dan vakum,
pembekuan.
6 Kamis/ 25-05-2023 Penyortiran, Pencucian,
Penyimpanan dingin. √ √ √ √
7 Senin/ 29-05-2023 Penyortiran, Penyisikan,
Pencucian, Penyimpanan √ √ √ √
dingin.
8 Sabtu/ 03-06-2023 Penyortiran, Penyisikan,
Pencucian, Fillet, Pemisahan
tulang dari daging, Sortir dan
sizing, Pengisihan gas CO, √ √ √ √
Penyimpanan dingin,
Pengemasan dan vakum,
pembekuan, istribusi.
47
48
49