Anda di halaman 1dari 17

PRODUKTIVITAS

PREMIER
&
PRODUKTIVITAS
KELOMPOK 2

SEKUUNDER
Nama Kelompok
● Andi Muhammad Shafwan Eryan (205080100111017)
● Muhammad Ihsan Tanjung (205080100111004)
● Fery Vendi Wardana (205080100111035)
● Eriksyah Putra Hutabarat (205080100111044)
● Miftahul Jannah (205080100111042)
● Khansa Az Zahra (205080107111033)
● Amalia Nambada (205080107111007)
● Iriyanto Paulus P. (205080107111042)
● Amanda Maulidia Melita (205080101111015)
● Hanif Rizqy Alif Putra (205080100111031)
● Muhammad Bayu Ainur Rohman (205080101111035)
PRODUKTIVITAS PRIMER & PRODUKTIVITAS
SEKUNDER
Produktivitas perairan merupakan laju penambatan atau
penyimpanan energi (cahaya matahari) oleh komunitas autotrof di
dalam sebuah ekosistem perairan. Produktivitas itu sendiri terdiri dari
produktivitas primer (produsen) dan produktivitas skunder
(konsumen: zoo plankton, ikan, benthos, dll) (Asriana & Yuliana, 2012).
PRODUKTIVITAS PRIMER
Nybakken (1992), Odum (1996), dan Wetzel (2001), menjelaskan produktivitas primer adalah jumlah
bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof. Lebih lanjut Muhtadi (2017), menyebutkan bahwa
produktivitas primer merupakan laju produksi karbon organik (karbohidrat) per satuan waktu dan volume
melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme tumbuhan hijau. Dalam konsep produktivitas,
dikenal istilah produktivitas primer kotor (gross primary productivity) dan produktivitas primer bersih (net
primary productivity).
Produktivitas primer perairan memiliki peran penting dalam siklus karbon dan rantai makanan
(Muhtadi, 2017). Dengan tersedianya biomassa tumbuhan dan oksigen yang cukup dapat mendukung
perkembangan ekosistem perairan (Hariyadi et al. 2010; Rahayu et al. 2017). Produktivitas perairan yang
terlalu tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi (Muhtadi, 2017). Pada ekosistem akuatik
sebagian besar produktivitas primer perairan dilakukan oleh fitoplankton/miro algae (Muhtadi, 2017) dan
sebagian kecil oleh tumbuhan air/makro algae (Muhtadi, 2017).
Pendugaan Kelimpahan Fitoplankton
Jika dilihat dari dimensi secara spasial, Danau Matano menunjukkan bahwa stasiun
Pantai Impian, Ontalo dan Tanah Merah cenderung memiliki kelimpahan fitoplankton yang
relatif berbeda dibandingkan 7 stasiun lainnya yang memiliki kelimpahan yang relatif
seragam. Pada pantai Kupu – Kupu merupakan pantai yang memiliki kelimpahan plankton
tertinggi, sedangkan, pada pantai Woiso memiliki kelimpahan yang lebih sedikit dibanding
stasiun – stasiun yang lain. Lalu, jika dilihat dari dimensi secara temporal, terlihat bahwa
kelimpahan fitoplankton pada Februari 2016 cenderung berbeda dibandingkan
pengamatan pada Oktober 2015 dan Juli 2016, hal ini disebabkan karena karakteristik
habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda pada saat pengamatan.
Perifiton Sebagai Indikator
Pencemaran Air
Perifiton adalah organisme yang tumbuh dan menempel pada substrat namun tidak
melakukan penetrasi ke dalam substrat tersebut. Perifiton hidup dengan cara menempel
pada batuan, kayu, akar tumbuhan, atau benda lainnya dalam air, sehingga memiliki
kecenderungan terpapar bahan pencemar di wilayah hidupnya. Perifiton merupakan salah
satu organisme yang dapat digunakan sebagai indikator biologi suatu perairan. Fitoplankton
dan perifiton sebagai produsen primer, berperan sebagai dasar rantai makanan. (Zulkifli,
et.al. 2009).
Penentuan kualitas perairan secara biologi dapat dianalisis secara kuantitatif maupun
secara kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan melihat jumlah kelimpahan jenis
organisme yang hidup di lingkungan perairan tersebut dan dihubungkan dengan
keanekaragaman tiap jenisnya. Analisis secara kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis
organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tertentu (Soewignyo et al.
1986). Eksistensi suatu organisme atau sekumpulan biota pada habitatnya didukung oleh
kondisi lingkungan yang cenderung stabil. Perubahan komunitas ini antara lain terjadi pada
komposisi jenis, spesies, bentuk morfologi individu, anatomis, fisiologis, dan jumlah
individu (Basmi 1999).
Perifiton dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan :

1. perifiton yang hidup di perairan tercemar : Stigeoclon tenue, Navicula


spp., Fragillaria spp., dan Synedra spp. (Mason, 1981).
2. perifiton yang hidup di perairan bersih : Cladophora, Ulothrix, dan
Navicula. (Nemerow, 1991).
3. perifiton yang hidup di perairan bersih dan tercemar berat : alga hijau
(Chlorophyceae). (Whitton, 1975).

Metode :
metode biologi yang dapat digunakan dalam menentukan nilai indeks biologi
adalah sistem saprobik (indeks saprobik, koefisien saprobik), sistem
diversitas (indeks keanekaragaman), keseragaman, dominansi, kandungan
klorofil, produktivitas primer. (Wilhm 1968 in Whitton 1975).
Tanaman Air Sebagai Indikator Pencemaran Air
Keberadaan tumbuhan air dalam jumlah tertentu di suatu perairan dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas perairan. Tumbuhan air biasanya memiliki
kemampuan agent fitoremediasi yang definisikan sebagai pencucian polutan yang dapat
berasal dari limbah rumah tangga ataupun limbah industri. Pencucian ini diartikan
sebagai penghancuran, inaktivasi, atau imobilisasi menjadi bentuk yang tidak lagi
berbahaya dan memberikan efek negative. Untuk mengetahui tingkat pencemaran dari
suatu perairan maka diperlukan indicator yang dapat menunjukkan bagaimana kondisi di
wilayah perairan. Dalam hal ini, tumbuhan air dapat digunakan sebagai salah satu
indicator pencemaran karena kemampuannya sebagai agent fitoremediasi.
Tanaman air yang dapat dijadikan indicator disebut sebagai tanaman hidrofit, contohnya
adalah eceng gondok. Eceng gondok tumbuh subur di perairan dengan batang dan daunnya yang
mengapung di permukaan. Eceng gondok memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dengan
lingkungan sekitar. Sekalipun pada lingkungan yang telah tercemar oleh limbah, eceng gondok
tetap mampu untuk bertahan hidup. Selain itu, eceng gondok juga memiliki kmemapuan dalam
menyerap ion logam seperti cadmium (Cd), timbal (Pb), besi (Fe) dan juga senyawa orgamik
lainnya. Karena kemampuannya ini maka eceng gondok digunakan sebagai salah satu indicator
pencemaran perairan. Biasanya orang akan memperhatikan keberadaan serta kesuburan dari
eceng gondok untuk menentukan kualitas suatu perairan. Apabila pada suatu perairan eceng
gondok tumbuh subur maka kondisi perairan tersebut sudah tercemar. Begitupula sebaliknya,
apabila pada suatu perairan belum terlalu banyak ditumbuhi eceng gondok, maka kondisi
perairan tersebut dapat dikatakan bersih dan tidak tercemar.
Faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas Primer
Produktivitas primer menggambarkan jumlah pembentukan bahan organik baru
per satuan waktu. Senyawa organik yang baru akan terbentuk melalui proses
fotosintesis. Kegiatan fotosintesis di perairan waduk dilakukan oleh fitoplankton dan
tanaman air (Boyd 1979). Nilai produktivitas primer yang ada disuatu perairan
dihasilkan oleh organisme autotrof (fitoplankton. Perairanan yang telah mencapai
kelimpahan dan keragaman fitoplankton maka produktivitasnya tinggi. Semakin dalam
suatu perairan maka akan mempengaruhi nilai produktivitas primer di perairan tersebut
(Riksawati, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer yaitu ada dua faktor yaitu
faktor utama seperti kandungan nutrien, karbokdioksida dan intensitas cahaya,
sedangkan faktor penunjang yaitu gabungan dari faktor fisika,kimia. Suhu air, salinitas,
pH, Oksigen terlarut (DO).
Kandungan Nutrien
Ketersediaan nutrien di perairan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan
organisme autotrof.Dengan demikian efisiensi daur nutrisi dalam ekosistem peraairan
akan menjadi sangat penting untuk memelihara produktivitas primer (Kirk, 2011). Oleh
karena itu, besarnya produktivitas primer suatu perairan dapat mengindikasikan
besarnya ketersediaan nutrien terlarut di perairan tersebut. Keberadaan nutrien di
perairan sangat di pengaruhi oleh aktivitas menusia di daratan, gerakan massa air
(terutama di perairan laut), maupun aktivitas pembusukan bahan-baahan organik.
Adanya penyebaran nutrien dan organisme autotrof (fitoplankton) di perairan yang
berbeda-beda sangat mempengaruhi produktivitas primer di perairan (Filippino et al.,
2011; Vallina et al., 2017).

Kecerahan
Menurut irawati, et al., (2011), intensitas cahaya menjadi faktor yang memberikan
pengaruh nyata terhadap tinggi dan rendahnya nilai produktivitas primer.kecerahan
sangat berhubungan erat dengan produktivitas primer, karena merupakan faktor penting
terhadap laju fotosintesis dimana nilai kecerahan diidentikkan dengan kedalaman
sebagai berlangsungnya proses fotosintesis.
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas
primer.Hubungan suhu dengan produktivitas primer yaitu semakin tingginya
temperatur maka akan semakin rendah produktivitas .

Salinitas
Salinitas merupakan kandungan garam yang terlarut diperairan.
Hubungannya dengan produktivitas diperairan yaitu semakin dalam suatu
perairan maka semakin tinggi kadar salinitasnya hal tersebut dapat membuat
produktivitas primer diperairan menurun .
pH
pH yang terukur umumnya lebih besar dari 7. Besarnya nilai pH sangat
menentukan dominasi fitoplankton yang mempengaruhi tingkat produktivitas
primer suatu perairan dimana keberadaan fitoplankton didukung oleh
ketersediannya nutrien di laut. Nilai pH dalam suatu perairan merupakan
suatu indikasi terganggunya perairan tersebut. Berkurangnya nilai pH dalam
suatu periaran ditandai dengan semakin meningkatnya senyawa organik di
perairan tersebut. (Megawati, 2014)

Dissolved Okygen (DO)


Dissolved oxygen merupakan salah satu faktor kimia yang dapat
mempengaruhi nilai produktivitas primer diperairan, kandungan oksigen
terlarut yang ada diperairan semakin banyak akan membuat fitoplankton
semakin meningkat.
PRODUKTIVITAS SEKUNDER
Produktivitas sekunder merupakan pembentukan biomassa oleh organisme heterotrof dalam
satuan waktu tertentu (Nurcahyanto, et al., 2020). Studi terhadap produktivitas memiliki peranan yang
besar dalam memahami ekologi ekosistem. Misalnya adalah dinamika populasi tertentu, efek kegiatan
antropogenik terhadap ekosistem, efek perubahan penggunaan area penangkapan, efek perubahan iklim
dan pada materi kami ini adalah kepadatan organisme tertentu. Produktivitas sekunder berkaitan erat
dengan hubungan antara produktivitas dan biomassa.
Biomassa adalah pengukuran banyaknya massa jaringan hidup untuk populasi yang hadir pada
satu saat dalam waktu (rata-rata selama beberapa waktu), dan unit masa (energi) per satuan luas
(misalnya g/m2). Pengukuran produktivitas sekunder dapat menduga potensial kalori dari produsen
sekunder (konsumen tingkat I) ke trofik level berikutnya atau ke rantai makanan decomposer. Sehingga
dapat diketahui bahwa penyusun produktivitas sekunder pada perairan adalah zooplankton (sebagai
konsumen tingkat I) lalu diikuti konsumen tingkat di atasnya.
Hubungan Zooplankton Dengan Produktivitas primer
Peningkatan produktivitas primer perairan direspon cepat dengan adanya peningkatan
kelimpahan Fitoolankton. Hal tersebut terjadi karena produktivitas primer perairan sangat dipengaruhi
oleh cahaya, suhu, ketersediaan nutrien dan unsur hara (Nontji, 2008). Jika unsur hara dan ketersediaan
nutrian pada suatu perairan tinggi, serta terdapatnya cahaya dan suhu yang mendukung, maka besar
kemungkinan perairan tersebut kaya akan fitoplankton. Jika fitoplankton suatu perairan tinggi, maka
padatan zooplankton juga bisa dibilang tinggi. Hal itu bisa terjadi karena fitoplankton merupakan
makanan dari zooplankton. Selain fitoplankton, produktivitas primer suatu perairan juga mempengaruhi
kepadatan zooplankton, baik zooplankton dari kelompok herbivora kemudian selang beberapa waktu
diikuti dengan meningkatnya kelimpahan kelompok zooplankton yang karnivora. Dapat dipahami bahwa
dengan adanya kenaikan produktivitas primer perairan secara langsung dapat dimanfaatkan oleh
zooplankton herbivora sehingga kelimpahannya juga akan meningkat dalam selang waktu yang relatif
singkat. Kondisi ini akan direspon dengan adanya peningkatan zooplankton karnivora yang
mengkonsumsi zooplankton herbivora beberapa saat kemudian.
Hubungan Ikan Dengan Produktivitas primer
Produktivitas primer adalah jumlah total bahan organik yang dibentuk dalam suatu waktu tertentu oleh
aktivitas fotosintesis tumbuhan (Anonim, 1990). Produktivitas primer merupakan persediaan makanan untuk
organisme heterotrof seperti bakteri, jamur dan hewan (Susanto, 2000). Ikan termasuk organisme heterotrof,
ini berarti ikan merupakan salah satu produktivitas sekunder di ekosistem perairan. Banyaknya produktivitas
sekunder dari suatu komunitas tergantung pada banyaknya produktivitas primer pada komunitas yang
bersangkutan. Artinya produktivitas sekunder tinggi jika produktivitas primer tinggi (Susanto, 2000).
Produktifitas primer memiliki peranan yang sangat penting pada ikan sebagai penyedia nutrisi alami dan biota
air lainnya, maka dengan melimpahnya fitoplankton diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi alami
bagi ikan sehingga dapat mendukung usaha budidaya ikan. Selain itu hampir seluruh ikan-ikan pelagis kecil
dan larvanya memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Dari seluruh produksi ikan dunia, 74%
merupakan ikan pelagis. Berdasarkan jenis makanannya ternyata 63% ikan pelagis ini adalah pemakan
plankton (plankton feeder). Selain plankton feeder ada Beberapa jenis ikan yang memanfaatkan produksi
primer atau bisa disebut sebagai konsumer pertama atau produsen sekunder. ikan-ikan tersebut biasanya
masuk dalam golongan herbivora, dan detrivora.
DAFTAR PUSTAKA
Muhtadi, A. (2017). Produktivitas Primer Perairan. Jurnal Teknologi Perikanan dan
Kelautan, 8(1), 105-114.
Zulkifli, H., H. Husnah, M. Ridho, dan S. Juanda. 2009. Status kualitas sungai musi bagian
hilir ditinjau dari komunitas fitoplankton. Journal of Biological Researches, 15(1): 5-9.
Soewignyo, P., H. Siregar, E. Suwandi dan W. Sumarsini. 1986. Indeks Mutu Lingkungan
Perairan Ditinjau dari segi Biologis. Asisten I Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup. Jakarta.
Mercurio Marte
Basmi, J. 1999. Planktonologi: Chrysophyta-Diatom, Penuntun Identifikasi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Indriatmoko, L. P. A. D. (2018). Kemampuan beberapa tumbuhan air dalam menurunkan
pencemaran bahan organik dan fosfat untuk memperbaiki kualitas air ability aquatic plants
to reduce organic matters and phosphate pollution for improve water quality. Jurnal Teknologi
Lingkungan Vol, 19(2), 183.
Kastella, A. (2019). Pertumbuhan Tanaman Kangkung (Ipomeaguatice Forsk) Sebagai
Indikator Tingkat Pencemaran Air Sungai. Biolearning Journal, 6(2), 47-51.

Anda mungkin juga menyukai