Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI EKOLOGI SERTA

ALIRAN ENERGI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi

Dosen pengampu: Rina Rahayu, M.Pd.

Kelompok 9:

Partimah 1710303028

Nur Laela 1710303044

Ulfa Kholifatun Nisa 1710303078

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TIDAR

2019

i
DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................. i
Daftar Isi................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Produktivitas dan Efisiensi Ekologi......................................................... 2
B. Aliran Energi..............................................................................................9

Bab III PENUTUP


A. Kesimpulan ..............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi. Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi
antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan
makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan
abiotik (habitat). Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan
saling membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi
lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup.
Dalam mempelajari suatu ekosistem, pertama-tama perlu diketahui
sumber energi ekosistem tersebut. Dengan adanya energi dan arus energi
dapat menjamin kelangsungan hidup organisme yang berada dalam suatu
ekosistem tersebut. Karena semua organisme memerlukan energi untuk
pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi, dan pada beberapa spesies, untuk
lokomosi atau pergerakan. Pengaturan energi suatu ekosistem bergantung
pada produktivitas primer. Sehingga sangat penting untuk mempelajari
produktivitas suatu ekosistem dalam kaitannya mempelajari kelangsungan
hidup suatu organisme.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana produktivitas dan efisiensi ekologi?
2. Bagaimana aliran energi pada rantai makanan dan jaring-jaring
makanan?

C. Tujuan
1. Mengetahui produktivitas dan efisiensi ekologi
2. Mengetahui terjadinya aliran energ pada rantai makanan dan jaring-
jaring makanan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Produktivitas dan Efisiensi ekologi


1. Konsep produktivitas ekologi
a. Pengertian
Ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara
organisme dan lingkungannya. Dengan kata lain ekologi membahas
mengenai ekosistem sebagai objek yang dipelajari. Di dalam ekologi
terdapat konsep produktivitas ekologi yang berhubungan dengan
energi, yaitu energi yang memasuki permukaan bumi sebagai sinar
yang diimbangi dengan energi yang meninggalkan permukaan
bumi.Produktivitas ekologi dapat dikatakan sebagai produktivitas
ekosistem(Indriach, 2014).
Produktivitas adalah laju produksi makhluk hidup dalam
ekosistem. Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan
penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam
ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energi cahaya menjadi
energi kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang
dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan
mikroorganisme(Puspitasari, 2014).
Produktivitas ekosistem yaitu keseluruhan sistem yang dinyatakan
dengan biomassa atau bioenergi dalam kurun waktu tertentu.
Produktivitas ekosistem merupakan parameter pengukuran yang
penting dalam penentuan aliran energi total melalui semua tingkat trofi
dari suatu ekosistem(Puspitasari, 2014).

b. Penggolongan
a) Primer
Produktivitas primer adalah kecepatan organisme autotrof
sebagai produsen mengubah energi cahaya Matahari menjadi
energi kimia dalam bentuk bahan organik. Hanya sebagian kecil
energi cahaya yang dapat diserap oleh produsen(Lathifah,2015).
Produktivitas primer berbeda pada setiap ekosistem, yang
terbesar ada pada ekosistem hutan hujan tropis dan ekosistem
hutan bakau.
Produktivitas Primer dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Produktivitas Primer Kotor adalah seluruh bahan organik yang
dihasilkan dari proses fotosintesis pada organisme fotoautotrof.
Lebih kurang 20% dari PPK digunakan oleh organisme
fotoautotrof untuk respirasi, tumbuh dan berkembang.

2
2) Produktivitas Primer Bersih adalah sisa energi produktifitas
primer kotor yang baru disimpan. Biomassa organisme autotrof
(produsen) diperkirakan mencapai 50%-90% dari seluruh
bahan organik hasil fotosintesis. Hal inimenunjukkan simpanan
energi kimia yang dapat ditransfer ke trofik selanjutnya melalui
hubungan makan dimakan dalam ekosistem(Lathifah,2015).
b) Sekunder
Produktivitas sekunder (PS) adalah kecepatan organisme
heterotrof mengubah energi kimia dari bahan organik yang
dimakan menjadi simpanan energi kimia baru di dalam tubuhnya.
Energi kimia dalam bahan organik yang berpindah dari
produsen ke organisme heterotrof (konsumen primer) dipergunakan
untuk aktivitas hidup dan hanya sebagian yang dapat diubah
menjadi energi kimia yang tersimpan di dalam tubuhnya sebagai
produktivitas bersih.
Demikian juga perpindahan energi ke konsumen sekunder
dan tersier akan selalu menjadi berkurang. Perbandingan
produktivitas bersih antara trofik dengan trofik-trofik di atasnya
dinamakan efisiensi ekologi. Diperkirakan hanya sekitar 10%
energi yang dapat ditransfer sebagai biomassa dari trofik
sebelumnya ke trofik berikutnya(Lathifah,2015).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ekosistem


Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada
berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor
pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan
perubahan musim dalam lingkungan. Produktivitas pada ekosistem
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1) Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka
produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator.
Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor
dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim
tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang
tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan
berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan
produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh
pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam
mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga
tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam

3
membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat
mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
2) Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem.
Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas
primer karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan
fitoplankton dapat melakukan fotosintesis. Hal ini berarti bahwa
wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran
cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis
yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas
primer.
Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis
memiliki produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah
hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan
yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang
(Wiharto, 2007). Sedangkan pada eksosistem perairan, laju
pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan
cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton
akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi
ketersediaan cahaya yang rendah.
3) Air, curah hujan, dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terestrial berkorelasi dengan
ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses
fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas
terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiawi air berperan
sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan
membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam
ekosistem dalam bentuk air tanah, perairan, dan air di atmosfer
dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi
lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan
yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan
kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada
hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya
kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi
proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang
menyebabkan lepasnya unsur hara yang dibutuhkan oleh
tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan
banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi
bersama air hujan.

4
Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan
tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami
pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian
adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
4) Nutrien
Tumbuhan membutuhkan beragam nutrient anorganik,
beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam
jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa
ekosistem terestrial, nutrient organik merupakan faktor pembatas
yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun
bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal
tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik
yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada
banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient
pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa
CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
5) Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah
tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu
melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah
dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka
karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan
membentuk asam karbonat (H2CO3) yang kemudian akan
mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion
hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat
menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian
bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid,
dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah
(Wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas
biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan
aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat
dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka aluminiumlah
yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini.
Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat
ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan
kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan
senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari
aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ).
6) Herbivora
Herbivora adalah faktor biotik yang mempengaruhi
produktivitas vegetasi. Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi
darat dunia dikonsumsi oleh herbivor biofag. Persentase ini

5
bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour at al., 1987).
Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa
akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer
sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubungan antara herbivora
dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di
mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan
sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian
dapat menurun jika intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa
walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering
sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di
daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon
mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui
produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora
memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.

2. Efisiensi Ekologi
Efisiensi ekologi adalah persentase energi yang di transfer dan satu
tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya, atau rasio produktivitas bersih
pada satu tingkat 100 trofik terhadap produktifitas bersih pada tingkat
trofik Feses di bawahnya. Efisiensi ekologi sangat ‘bervariasi pada
organisme. Umumnya berkisar antara 5% sampai 20%. Artinya, 80%
sampai 95% energi yang tersedia pada satu tingkat trofik tidak pernah
ditransfer ke tingkat benkutnya(Admin,2017).
Hilangnya energi dan suatu rantai makanan dapat digambarkan
sebagai diagram pirainida produktivitas, tingkat trofik ditumpuk dalarn
balok-balok dengan produsen sebagai dasar pirarnida
tersebut(Admin,2017).
Transfer energi dan biomasa yang terjadi pada suatu sistem trofik
terdiri dari tiga komponen: konsumsi, asimilasi, dan produksi; yang
menentukan jumlah energi dan biomasa yang ditransfer selama proses
amakan dimakan (feeding event). Semakin besar energi atau biomasa yang
ditransfer, maka efisiensi trofiknya semakin tinggi (Newton,
2007). Produksi pada setiap tingkatan trofik (Prodn) bergantung pada
besarnya produksi yang terjadi tingkatan trofik sebelumnya (Prodn-1) dan
efisiensi trofik (Trophic Efficiency –Etroph), di mana produksi mangsa
(Prodn-1) dikonversi ke produksi konsumen (Prodn) (Chapin et al., 2002).

6
Gambar 1. Efisiensi pada Sistem Trofik (Chapin et al., 2002)

Pada ekosistem terrestrial, distribusi biomasa yang terjadi pada setiap


tingkatan trofik dapat digambarkan dengan piramida yang serupa dengan
piramida energi, dengan biomasa terbesar terdapat pada produsen primer
dan semakin mengecil pada tingkatan di atasnya (Chapin et al., 2002). Hal
ini dapat terjadi karena: (1) piramida energi menghasilkan ketersediaan
energi untuk tingkatan trofik di atasnya semakin berkurang, karena adanya
nergi yang dilepaskan pada setiap tingkatan trofuik sebelumnya. (2)
Besarnya proporsi yang dilakukan oleh tumbuhan terrestrial pada jaringan
strukturalnya memperkecil proporsi dari produksdi tumbuhan yang dapat
diperoleh secondary production (Chapin et al., 2002).

a. Efisiensi Konsumsi (Consumption Efficiency)


Energi yang hilang di setiap tingkatan trofik membatasi produksi
pada tingkatan trofik di atasnya. Faktor utama yang membedakan
variasi efisiensi konsumsi pada herbivora adalah perbedaan alokasi
tumbuhan pada strukturnya. Cara menghitung efisiensi konsumsi ini
dapat dilihat pada persamaan di bawah ini (Chapin et al., 2002).

Efisiensi konsumsi herbivora yang paling rendah umumnya terjadi


di ekosistem hutan (kurang dari 1 % hingga 5 %) karena besarnya

7
alokasi tumbuhan hutan pada struktur kayunya, yang tidak mudah
untuk dikonsumsi herbivora (Chapin et al., 2002). Pada ekosistem
padang rumput, efisiensi konsumsi hebivora lebih tinggi daripada di
hutan (10 – 60 %) karena sebagian besar materi tumbuhannya bukan
berupa materi berkayu. Efisiensi konsumsi herbivora tertinggi terdapat
pada ekosistem pelagik (umumnya, lebih besar dari 40 %), ekosistem
dengan sebagian besar biomasa tumbuhannya lebih banyak
dialokasikan pada isi sel daripada dinding selnya (seperti alga)
(Chapin et al., 2002).
Kandungan toksik alami tumbuhan (seperti kandungan metabolit
sekunder tumbuhan) membatasi efisiensi konsumsi herbivora pada
ekosistem terrestrial(Chapin et al., 2002). Selain itu, efisiensi konsumsi
karnivora seringkali lebih tinggi daripada herbivora, yaitu antara 5-
100%. Contohnya vertebrata predator yang memakan mangsa
vertebrata lainnya, memiliki efisiensi konsumsi lebih besar dari 50%,
menunjukkan bahwa lebih banyak mangsa yang dimakan daripada
yang memasuki pool tanah sebagai detritus (Chapin et al., 2002).

b. Efisiensi Asimilasi (Assimilation Efficiency)


Efisiensi asimilasi ini merupakan proporsi dari energi yang dicerna
(In) dan diasimilasikan (An) ke dalam aliran darah. Efisiensi Asimilasi
dipengaruhi oleh kualitas makanan dan fisiologi konsumen. Materi
yang tidak terasimilasi kemudian dikembalikan ke tanah dalam bentuk
feces, komponen input bagi detritus-sistem. Cara menghitung efisiensi
asimilasi ini ditunjukkan dengan persamaan di bawah ini (Chapin et
al., 2002).

Efisiensi asimilasi seringkali lebih besar (sekitar 5-80%) daripada


efisiensi konsumsi (0,1-50%). Karnivora pemakan vertebrata
cenderung memiliki efisiensi asimilasi yang lebih tinggi (sekitar 80 %)
daripada herbivora terrestrial (5-20%) karena karnivora tersebut
memakan makanan dengan structural yang lebih kecil daripada yang
terdapat pada tumbuhan terrestrial (Chapin et al., 2002).

c. Efisiensi Produksi (Production Efficiency)


Efisiensi produksi adalah proporsi dari energi yang terasimilasi
yang dikonversi terhadap produksi hewan. Efisiensi produksi ini
meliputi pertumbuhan dari individu dan proses reproduksi untuk
membentuk individu baru. Efisiensi produksi ini terutama
dipengaruhi/ditentukan oleh metabolisme hewan. Cara menghitung
efisiensi produksi ini ditunjukkan dengan persamaan di bawah ini
(Chapin et al., 2002).

8
Energi asimilasi yang tidak tergabung dalam produksi hilang ke
lingkungan dalam bentuk respiratory heat. Efisiensi produksi untuk
setiap individu hewan bervariasi dari kurang dari 1 % hingga 50 % dan
sangat berbeda antara homoeterm (Eprod 1-3%) dan poikiloterm
(Eprod 10-50%) (Chapin et al., 2002). Homoeterm menghabiskan
sebagian besar energi yang diasimilasikannya untuk mempertahankan
suhu tubuh agar konstan. Efisiensi produksi pada homoiterm ini
berkurang dengan semakin kecilnya ukuran tubuh. Efisiensi produksi
pada poikiloterm relatif tinggi (sekitar 25%) dan cenderung menurun
dengan bertambahnya ukuran tubuh (Chapin et al., 2002).

B. Aliran Energi
1. Aliran Energi
Interaksi antara organisme dengan lingkungan dapat terjadi karena
adanya aliran energi. Aliran energi adalah jalur satu arah dari perubahan
energi pada suatu ekosistem. Proses aliran energi antar organisme dapat
terjadi karena adanyaa proses memakan dan dimakan. Proses memakan
dan dimakan ini terjadi pada satu kelompok organisme dengan kelompok
organisme lainnya (Endah, 2000). Aliran energi dalam ekosistem dapat
diartikan sebagai proses berpindahnya energi dari suatu tingkat trofik ke
tingkat trofik berikutnya yang dapat digambarkan dalam rantai makanan.
Organisme memerlukan energi untuk keberlangsungan hidupnya, antara
lain digunakan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi
bergerak dan metabolismeyang ada dalam tubuh (Beny, 2001).

Gambar aliran energi


Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa sinar matahari diterima
oleh tumbuhan berklorofil untuk melaukan fotosintesis sehingga
menghasilkan karbohidrat dan oksigen. Energi yang dihasilkan dari

9
tumbuhan berupa energi kimia yang selanjutnya tumbuhan tersebut akan
dimakan oleh konsumen tingkat I. Tetapi hanya sebagian energi yang
ditangkap oleh produsen berpindah ke konsumen tingkat I, hal ini karena
produsen juga memiliki aktivitas yang menyebabkan energi yang dimiliki
produsen sebagian dirubah menjadi energi panas. Begitu pula aliran
energi dari konsumen tingkat I ke konsumen tingkat II, hanya sebagian
energi yang dipindahkan dan sebagiannya lagi akan diubah menjadi
energi panas.
Hal ini dinyatakan dalam hukum termodinamika:
a. Hukum termodinamika I : energi dapat diubah dari suatu
bentuk energi menjadi bentuk energi lain bentuk energi lain,
tetapi tidak energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dimusnahkan. Contoh energi matahari dapat diubah menjadi
energi panas atau energi potensial.
b. Hukum termodinamika II : setiap terjadi perubahan bentuk
energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang
berpusat menjadi energi yang berpencar. Contoh : benda
panas pasti menyebarkan panas (energi) ke lingkungan
sekitar yang lebih rendah suhunya.

Produsen dan konsumen ketika mati maka akan diuraikan oleh


pengurai. Energi sedikit demi sedikit akan hilang dari sistem kehidupan.
Akhirnya semua energi yang ditangkap pleh produsen akan kembali ke
alam atau energi juga dapat diubah oleh pengurai menjadi zat anorganik
serta energi panas. Karena panas tidak dapat digunakan dalam
fotosintesis , maka energi mengalir ke luar melalui jaring-jaring
makanan. Sedangkan zat anorganik yang dihasilkan oleh pengurai dapat
digunakan oleh produsen (Idjah,1988).

2. Rantai Makanan
Rantai makanan adalah suatu proses perpindahan energi dari suatu
mahkluk hidup ke mahkluk hidup lain dalam proses makan dan dimakan
dengan satu arah. Setiap tingkatan dari rantai makanan disebut tingkat
trofik. Pada setiap tahap pemindahan energi sekitar 80%-90% energi
potensial hilang sebagai panas, oleh karena itu tingkatan trofik rantai
makanan terbatas 4-5 tingkatan saja. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang
tersedia (Andhi, 1998).
Suatu rantai makanan dibagi menjadi beberapapa tingkatan
berdasarkan mendapatkan suber makanan yang disebut sebagai tingkat
trofik yaitu:
a. Produsen
Produsen organisme yang dapat mengolah makan sendiri
melalui proses fotosintesis.

10
b. Konsumen
Organisme yang tidak dapat mengolah sendiri makanannya
atau disebut dengan organisme heterotrof. Konsumen dalam
ekosistem dapat digolongkan beberapa tingkatan: konsumen
tingkat I (kelompok herbivora), konsumen tingkat II dan
konsumen tingkat III (Emanuel,1997)
c. Dekomposer
Beberapa organisme mendapatkan makanan dengan cara
memakan detritus atau materi organik yang berasal dari hewan
lain. Detritivora adalah organisme yang memakan detrititus,
contoh detritivora antara lain cacing tanah, kutu kayu
(Kimball,1999).

Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan mengubah


cahaya matahari menjadi energi kimia. Energi kimia ini akan diteruskan
ke konsumen tingkat I atau konsumen primer, konsumen sekunder
(konsumen tingkat II), dan seterusnya sampai organisme pengurai. Rantai
makanan dibagi menjadi tiga rantai pokok yaitu:

1. Rantai Pemangsa
Dasar dari rantai pemangsa adalah tumbuhan sebagai
produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat
herbivora sebagaikonsumen tingkat I dilanjutkan hewan
karnivora sebagai konsumen tingkat II dan berakhir pada
hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai
konsumen tingkat III.

Gambar rantai pemangsa

2. Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga
organisme yang hidup parasit. Parasit dapat hidup dengan
mengambil makanan dari inangnya. Contoh rantai parasit
adalah rantai yang dibangun oleh kerbau, kutu, dan
Leptomanas. Rantai ini dimulai dari kutu yang menghisap

11
darah kerbau, kemudian kutu memiliki parasit dari protozoa
dari keluarga Leptomanas.

Kerbau Kutu Leptomanas

Meskipun demikian dari segi energi, tidak ada perbedaan


yang mendasar sifatnya antara rantai pemangsa dan rantai
parasit, karena keduanya merupakan konsumen. Dengan alasan
ini tidak ada perbedaan didalam diagram aliran energi; parasit
tumbuh-tumbuhan hijau akan mempunyai kedudukan yang
sama didalam diagram sebagai hebivora, sedangkan parasit
binatang akan masuk kedalam kategori karnivora (Odum,
1996)

3. Rantai Saprofit
Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad
pengurai, misalnya jamur dan bakteri. Rantai ini berkaitan
dengan rantai makanan lainnya sehingga membentuk jaring-
jaring makann contoh rantai yang dibangun dari organisme
kayu lapuk, jamur, ayam dan rubah. Rantainya dimulai dengan
tumbuhan mati menjadi kayu lapuk kemudian terjadi
penguraian oleh jamur, jamur kemudian dimakan oleh ayam
dan akhirnya ayam dimakan oleh rubah (Emanuel, 1997).

Kayu lapuk Jamur Ayam Rubah


3. Jaring-jaring Makanan
Dalam suatu ekosistem umumnya tidak hanya terdiri dari satu
rantai makanan tetapi terdiri dari banyak rantai makanan yang saling
berkaitan. Tumbuhan hijau (produsen) tidak hanya dimakan oleh satu
organisme saja, tetapi dapat dimakan oleh berbagai organisme lainya
sebagai konsumen primer. Rantai-rantai makanan yang saling
berhubungan anatar satu dengan yang lain disebut sebagai jaring-jaring
makanan (Soeryo,1992).

12
Gambar jaring-jaring makanan

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara
organisme dan lingkungannya. Di dalam ekologi terdapat konsep
produktivitas ekologi yang berhubungan dengan energi, yaitu energi yang
memasuki permukaan bumi sebagai sinar yang diimbangi dengan energi
yang meninggalkan permukaan bumi. Adapun jenis dari produktivitas
ekologi ada dua yaiu produktivitas primer dan produktivitas sekunder.
Produktivitas primer adalah kecepatan organisme autotrof sebagai
produsen mengubah energi cahaya Matahari menjadi energi kimia dalam
bentuk bahan organic. Sedangkan produktivitas sekunder (PS) adalah
kecepatan organisme heterotrof mengubah energi kimia dari bahan organik
yang dimakan menjadi simpanan energi kimia baru di dalam tubuhnya.
Faktor yang mempengaruhi produktivitas ekosistem adalah suhu, air, curah
hujan, kelembapan, cahaya, tanah, nutrient dan herbivora.
Efisiensi ekologi adalah persentase energi yang di transfer dan satu
tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya, atau rasio produktivitas bersih
pada satu tingkat 100 trofik terhadap produktifitas bersih pada tingkat
trofik Feses di bawahnya. Transfer energi dan biomasa yang terjadi pada
suatu sistem trofik terdiri dari tiga komponen: konsumsi, asimilasi, dan
produksi.
Aliran energi adalah jalur satu arah dari perubahan energi pada
suatu ekosistem. Proses aliran energi antar organisme dapat terjadi karena
adanyaa proses memakan dan dimakan. Aliran energi terjadi pada rantai
makanan dan jarring-jaring makanan. Rantai makanan adalah suatu proses
perpindahan energi dari suatu mahkluk hidup ke mahkluk hidup lain dalam
proses makan dan dimakan dengan satu arah. Rantai makanan dibagi
menjadi tiga rantai pokok yaitu: rantai pemangsa, rantai parasite dan rantai
saprofit. Rantai-rantai makanan yang saling berhubungan anatar satu
dengan yang lain disebut sebagai jaring-jaring makanan

14
DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2017). Pengertian Aliran Energi Produktivitas, Efisiensi dan Pirainida.


https://tugassekolah.co.id/2017/06/pengertian-aliran-energi-
produktivitas.html

Andhi, M. 1998. Rantai Makan Ekosistem: Universitas Airlangga Press

Barbour, M. G., J.H. Burk., dan W.P. Pitts. (1987). Terrestrial Plant Ecology. The
Benjamin/Cumming Publishing Company Ins, California.

Beny, D. (2001). Aliran energi dan daur kimia I. Jakarta: Gramedia

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. (2002). Biologi (terjemahan), Edisi


kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Chapin, F.S., P. A. Matson., H. A. Mooney. (2002). Principles of Terrestrial


Ecosystem Ecology. Springer. United States of America.

Emanuel, A.P. (1997). Biologi. Jakarta: Galaxy Puspa Mega

Endah, L. 2000. Energi dalam Ekosistem. Jakarta: UI Press

Idjah, S & Soenarjo, S. 1988. Biologi Umum 1. Jakarta: Gramedia

Indriach, N. (2014). Konsep Produktivitas Ekologi.


http://noerindriach.blogspot.com/2014/12/konsepproduktivitas-
ekologi.html

Jordan, C. F. (1995). Nutrient Cycling in Tropical Ecosystem. John Wiley and


Sons, New York.

Kimball. 1999. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Lathifah, D. N. (2015). Produktivitas Ekosistem.


http://dininurlathifah.blogspot.com/2015/03/produktivitas-
ekosistem.html

Newton, P. D. 2007. Agroecosystems in a Changing


Climate. http://books.google.co.id/books.

Odum, E. 1996. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada


Universitas Press

Puspitasari, D. (2014). Produktivitas Ekosistem.


http://dewwipuspitasari.blogspot.com/2014/12/produktivitas-
ekosistem.html

15
Soerya .(1992). Jaring-Jaring Makanan. Bandung: Gerda Perkasa Bandung

Wiharto, M. (2007). Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. (pdf_file).

16

Anda mungkin juga menyukai