Disusun Oleh :
Nama : Wulan Purnama Sari Vinia
Nim : 0310193140
Kelas : Tadris Biologi 4
Semester : V (Lima)
1
Organism di bumi mendapat radiasi dari lingkugan yaitu dari matahari dan pantulan
cahaya dari bumi, akan tetapi hanya sebagian kecil saja dari energi cahaya dapat
dimanfaatkan pada proses fotosintesis yang hasilnya merupakan sumber energi bagi
komponen biotic dari ekosistem.2
PK-respirasi
c. Produktivitas komunitas bersih merupakan kecepatan penyimpanan bahan organik yang
tidak diguankan oleh heterotrof dalam satuan waktu atau dapat ditulis dengan rumus4:
2
ibid, hal 61.
3
Iswandi, Ekologi dan Ilmu Lingkungan,( Padang : UNP Press, 2012), hal 14.
4
Ibid, hal 62.
2
PPB – penggunaan heterotropf selama waktu
Efisiensi produksi adalah energi yang tersimpan dalam biomassa (growth and
reproduction) dibagi energi yang digunakan untuk pertumbuhan. Misalnya, ketika ulat makan
daun, tidak semua energi dikonsumsi untuk pertumbuhan, tetapi sebagian dibuang dalam
bentuk feces dan kemudian dimanfaatkan oleh detritivores dan sebagian lainnya terbakar
pada proses respirasi.
Produktivitas sekunder merupakan kecepatan penyimpanan energi pada tingkat
konsumen.Karena konsumen hanya mengambil makanan yang telah dihasilkan oleh produsen
(setelah dipakai respirasi) dan kemudian mengubahnya menjadi jaringan.Produktivitas
sekunder adalah kecepatan penyimpanan energi potensial pada tingkat trofik konsumen dan
pengurai.Energi ini semakin kecil pada tingkat trofik berikutnya.Masing-masing konsumen
mempunyai efisiensi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan energi yang digunakan untuk
pertumbuhan dan reproduksi.5
5
Iswandi, Ekologi dan Ilmu Lingkungan,( Padang : UNP Press, 2012), hal 15.
3
disebut dengan tingkat trofik.Dalam suatu ekosistem terdapat beberapa macam tingkat trofik
seperti produsen, konsumen dan decomposer.
a. Produsen
Energi memasuki suatu ekosistem dimulai dari energi radiasi (cahaya matahari) yang
sebagian diserap oleh tumbuhan, ganggang, dan organisme fotosintetik lainnya. Energi
cahaya matahari kemudian diubah menjadi energi kimia melalui proses fotosintetik.
Energi kimia tersebut disimpan dalam bentuk senyawa organic seperti molekul
glukosa.Molekul glukosa kemudian dipecah dan digunakan sebagai sumber energi untuk
melakukan aktivitas seperti tumbuh dan berkembang, bernapas, memperbaiki jaringan
yang rusak, dan lain sebagainya. Seluruh organisme berklorofil seperti tumbuhan dan
ganggang hijau yang dapat mengolah makanannya melalui proses fotosintesis disebut
organisme autotrof atau dalam suatu ekosistem disebut dengan produsen.
b. Konsumen
Organisme seperti hewan membutuhkan makanan berupa organisme lain (tumbuhan
atau hewan lain) sebagai sumber energinya. Organisme yang tidak dapat mengolah
makanannya disebut organisme heterotrof atau konsumen.Konsumen dalam suatu
ekosistem dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkat.Konsumen tingkat I
(konsumen primer) adalah kelompok organisme yang secara langsung memakan
produsen.Anggota konsumen authority adalah kelompok herbivore atau pemakan
tumbuh-tumbuhan, seperti belalang, kelinci, kambing, dan sebagainya.
Konsumen tingkat II (konsumen sekunder) adalah kelompok organisme yang
memakan konsumen primer.Konsumen tingkat III (konsumen tersier) adalah kelompok
organisme yang memakan konsumen sekunder.Konsumen sekunder dan tersier
beranggotakan kelompok karnivora atau pemakan daging seperti singa, elang, ular,
serigala dan sebagainya.
Selain itu, konsumen primer, konsumen sekunder, dan seterusnya juga dapat
merupakan anggota kelompok omnivore, yaitu organisme yang memakan tumbuhan dan
hewan seperti ayam, manusia, dan sebagainya.
c. Dekomposer atau Detritivora
Beberapa organisme mendapatkan energinya dengan cara memakan detritus
atau materi organic dari organisme lain. Detritus dapat berupa bangkai, feses, daun
busuk, dan lain sebagainya.Organisme yang memakan detritus disebut dengan
detritivora.Organisme detritivora seperti cacing tanah, kutu kayu, kepiting, dan siput
biasanya banyak terdapat di dalam tanah atau di dasar perairan.Sisa-sisa materi
4
organic tidak hanya dihancurkan oleh detritivora. Organisme lain seperti bakteri dan
jamur juga menggunakan sisa materi organic tersebut sebagai sember energinya.
Organisme yang menggunakan sisa-sisa materi organic dan produk terdekomposisi
lainnya disebut decomposer atau saprotroph.6
Pada tingkatan trofik primer (tumbuhan, algae, beberapa bakteri), mereka
menggunakan energi matahari dan menghasilkan material organik melalui
fotosintesis.Herbivora atau hewan pemakan tumbuhan, menyusun tingkatan trofik
kedua.Predator yang memakan herbivora menempati tingkatan trofik ketiga.Jika
oranisme pemakan predator tersebut ada, mereka mewakili tingkatan trofik yang lebih
tinggi.Organisme yang memakan beberapa tingkatan trofik (misalnya beruang yang
memakan buah beri dan ikan salmon) diklasifikasikan pada tingkatan yang lebih
tinggi.
Dekomposer yang meliputi bakteri, fungi, cacing, insekta memecah sampah
dan organisme mati serta mengembalikan nutrien ke tanah.Sekitar 10 persen produksi
energi bersih pada satu tingkatan trofik berpindah ke trofik berikutnya. Proses yang
menurunkan energi yang dipindahkan ke tingkatan trofik berikutnya meliputi
respirasi, pertumbuhan, reproduksi, defekasi, kematian non predatori (organisme yang
mati bukan karena dimakan organisme lain). Kualitas nutrisi material yang
dikonsumsi juga dipengaruhi bagaimana energi secara efisien dipindahkan, karena
konsumer dapat mengonversi sumber makanan berkualitas tinggi ke jaringan makhluk
hidup baru secara lebih efisien dari pada sumber makanan berkualitas rendah.
Laju perpindahan energi secara rendah di antara tingkatan trofik membuat
dekomposer secara umum lebih penting daripada produser dalam aliran
energi.Dekomposer memroses sejumlah besar materi organik dan mengembalikan
nutrien ke ekosistem dalam bentuk inorganik, yang kemudian diambil lagi oleh
produser primer.Energi tidak mengalami siklus selama dekomposisi, tetapi dilepaskan
sebagai panas.7
6
Wirakusumah, Dasar-dasar Ekologi bagi Populasi dan Komunitas, (Jakarta : UI Press, 2003), hal
40.
7
Saroyo Sumarto & Rone Koneri, Ekologi Hewan, (Bandung: CV. Patra Media Grafindo, 2016), hal
33.
5
1.4. Keseimbangan atau Anggaran Energi
Anggaran atau Keseimbangan Energi adalah istilah yang berkaitan dengan arah
pemanfaatan energy yang berhasil ditambah oleh makhluk di dalam suatu
ekosistem.Darmawan (2005) menjelaskan bahwa proses pemasukan energi (input) idealnya
sudah tentu lebih besar dari pada pengeluaran (output), jika energi yang keluar lebih besar
dari energi yang masuk dalam suatu organisme, maka tentu hal ini akan menimbulkan
ketidakseimbangan, sehingga mengakibatkan organisme tersebut akan kekurangan energi
(lemah).
Energy secara umum diarahkan untuk dua tujuan yaitu untuk kelangsungan hidup dan
untuk menjaga kelestarian jenisnya dalam jangka waktu yang tidak terbatas (bereproduksi:
membentuk sel kelamin, aktifitas seksual, produksi air susu). Untuk kelangsungan hidupnya,
makhluk harus menyisihkan sejumlah energy untuk keperluan memelihara kualitas hidup
agar mampu bersaing dan mengantisipasi factor-faktor mortalitas seperti penyakit, parasit,
dan predator.Energi predator.
Untuk menjaga kelestarian jenisnya, makhluk hidup harus menyisipkan sebagian
energinya untuk keperluan reproduksi.Dalam hal ini, energy dipakai untuk membentuk sel-sel
kelamin dan hormone-hormon kelamin perkembangan embrio, member nutrisi pada embrio
dan hewan muda yang baru dilahirkan.8Bentuk umum persamaan anggaran atau
keseimbangan energy suatu hewan dapat dituliskan sebagai berikut:
I = C= D +F
=A+U +F
= R + P + U+ F
Dimana:
- Harga – harga pada persamaan anggaran tersebut dinyatakan dalam satuan energy
(antara lain: gkal, kal, kkal, Joule)
8
Sumarny Tridelpina Purba, dkk.,Ekologi Hewan, (Jawa Timur: Qiara Media, 2021), hal. 84 – 85.
6
- I = C = merupakan energy masukan makanan
- D = merupakan energy makanan yang dicerna
- F = merupakan energy yang terkandung dalam buangan feses
- A = merupakan energy asimilasi
- U = merupakan energy yang terkandung dalam buangan Urine (untuk
bangsa burung U + F diukur sebagai satu kesatuan)
- R = merupakan energy respirasi
- P = merupakan energy yang terkandung dalam tubuh hewan, sebagai
hasil proses tumbuh ataupun perkembangbiakan.
Untuk mendapatkan persamaan anggaran/keseimbangan energi suatu hewan,
anggaran energi harian misalnya, percobaannya dapat dilakukan dengan cara memelihara
individu-individu hewan tersebut dalam kandang yang terkonstruksi agak khusus (kandang
metabolisme). Untuk hewan mamalia kecil misalnya, kandang metabolismenya adalah seperti
yang tampak pada Gambar dibawah ini:
7
Jawa) yakni: 419,4 C = 60,0 (P) + 11,1 (U) + 110,0 (F) (dalam satuan kal. per gram individu
per hari).9
9
Binari Manurung, Ekologi Hewan, (Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Medan (UNIMED), 2012), hal. 158.
10
Djohar Maknun,Ekologi Populasi, Komunitas, Ekosistem Mewujudkan Kampus Hijau Asri, Islami,
dan Ilmiah,(Cirebon : Nurjati Press, 2017), hal 69.
8
menyantap makanan yang diberikan oleh manusia. Berbeda dengan ikon Oskar, yang mana
ikon Oskar belum tentu menyantap mangsa yang diberikan manusia.
Gambaran di atas memperlihatkan dengan jelas bahwa organisme yang efisien dalam
menangkap energi juga efisien dalam menggunakan energi. Karnivora (Harimau misalnya)
tidak akan membuang-buang tenaga atau energi untuk mencari, menyerang, dan menangkap
mangsanya bilamana mereka belum lapar benar atau belum perlu masukan energi. Sedangkan
organisme yang tidak efisien dalam menangkap energi selalu berusaha untuk memakan
makanan yang ditemuinya (contohnya adalah kambing yang selalu tidak diam memakan
rumput dan dedaunan), bilamana mereka tidak demikian maka kambing tidak dapat
mencukupi keperluan energi untuk hidup mereka.Hal ini membuktikan bahwa kambing
memakan rumput hanya menerima masukan energi yang relatif sedikit pada setiap kali makan
rumput.Hal tersebut juga membuktikan bahwa kambing memiliki efisiensi yang rendah
dalam menangkap energi dari rumput.
Efisiensi Ekologi dalam Ekoenergetika dibagi alas 3 macam yaitu :
1.5.1. Efisiensi Konsumsi (Consumpfion Efficiency)
Energi yang hilang di setiap tingkatan trofik membatasi produksi pada tingkatan trofik di
atasnya.Faktor utama yang membedakan variasi efisiensi konsumsi pada herbivora adalab
perbedaan alokasi tumbuhan pada strukturnya. Efisiensi konsumsi herbivora yang paling
rendah umumnya terjadi di ekosistem hutan (kurang dari 1 % hingga 5 %) karena besarnya
alokasi tumbuban hutan pada struktur kayunya, yang tidak mudah untuk dikonsumsi
herbivora. Pada ekosistem padang rumput, efisiensi konsumsi hebivora lebih tinggi daripada
di hutan (10 — 60%) karena sebagian besar materi tumbuhannya bukan berupa materi
berkayu. Efisiensi konsumsi herbivora tertinggi terdapat pada ekosistem pelagik (umumnya,
lebih besar dari 40 %).
Selain itu, efisiensi konsumsi karnivora seringkali lebih tinggi daripada herbivore, yaitu
antara 5-100%.Contohnya vertebrata predator yang memakan mangsa vertebrata lainnya,
memiliki efisiensi konsumsi lebih besar dari 50%, menunjukkan babwa lebih banyak mangsa
yang dimakan daripada yang memasuki pool tanah sebagai detritus.
9
tanah dalam bentuk feses, komponen input bagi detritus-sistem. Cara menghitung efisiensi
asimilasi ini ditunjukkan dengan persamaan di bawah ini.
Efisiensi asimilasi seringkali lebih besar (sekitar 5-80%) daripada efisiensi konsumsi
(0,1-50%). Karnivora pemakan vertebrata cenderung memiliki efisiensi asimilasi yang lebih
tinggi (sekitar 80 %) daripada herbivora terrestrial (5-20%) karena karnivora tersebut
memakan makanan dengan struktural yang lebib kecil daripada yang terdapat pada tumbuhan
terrestrial.
َُالش ۡم َس ِض َيٓا ًء َّوالۡ َق َم َر ن ُۡو ًرا َّوقَد ََّر ٗه َمنَ ِاز َل ِل َت ۡعلَ ُم ۡوا عَدَ د َّ َو اذَّل ِ ۡى َج َع َل
ـق يُ َف ّ ِص ُل ااۡل ٰ يٰ ِت ِل َق ۡو ٍم ي َّ ۡعلَ ُم ۡو َن َؕ الس ِننۡي َ َوالۡ ِح َس
ِّۚ اب َما َخلَ َق اهّٰلل ُ ٰذكِل َ ِااَّل اِب لۡ َح ِّ
Artinya : “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah
yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan
perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar.
Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
(Q.S. Yunus : 5)
11
Sukarsono. 2009. Pengantar Ekologi Hewan. Malang : Universitas Muhammadiyyah Malang Press.
10
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menjadikan matahari sebagai dhiya’ yang
artinya sinar yang terpancar dari matahari yang sangat menyilaukan mata. Matahari dengan
sinarnya merupakan sumber kehidupan, sumber panas, dan sumber tenaga yang dapat
menggerakkan makhluk-makhluk Allah SWT yang diciptakan-Nya.
Matahari memiliki energi cahaya yang sangat besar. Energi cahaya tersebut mampu
menerangi bumi pada sisi yang luas. Cahaya matahari membantu tumbuhan melakukan
fotosintesis yang hasilnya berupa gas oksigen yang merupakan bahan utama pernapasan
makhluk hidup. Selain membantu tumbuhan berfotosintesis, cahaya matahari juga membantu
menguapkan air laut sehingga terjadilah siklus hidrologi dan lain sebagainya. Kecanggihan
teknologi saat ini membuat manusia berfikir untuk memanfaatkan energi cahaya matahari
dengan mengubahnya menjadi sumber energi listrik. Dengan menggunakan solar cell yaitu
sebuah alat semikonduktor yang terdiri dan sebagian besar dioda p-n junction dan dengan
cahaya matahari kemudian di ubah menjadi energi listrik.
Cahaya matahari yang terpancar mejadikan siang menjadi sangat terang. Umumnya
cahaya matahari terlihat seperti seberkas cahaya berwarna putih akan tetapi ilmu pengetahuan
modern menemukan hal lain. Isac Newton melalui bantuan teropongnya berhasil menemukan
garis pertama yang menguraikan partikel berwarna putih itu kedalam 7 warna yang dikenal
sebagai warna pelangi. Bila partikel cahaya matahari menerpa permukaan sebuah benda yang
kemudian memantulkan cahaya merah artinya Benda yang menjadi objek pemantulan cahaya
matahari tersebut berwarna merah. Hal itu berarti benda tersebut telah menyerap semua
warna kecuali warna merah.12
12
Anisa Nur Afida, dkk. 2019. Matahari dalam Perspektif Sains dan Al-Qur’an. Indonesia Journal of
Science and Mathematics Education. Vol 2. No. 1, hal 27-35
11
dapat lebih besar atau lebih kecil daripada energi yang dibelanjakan, hal ini mengakibatkan
terjadinya peningkatan atau penurunan energi tubuh.
Metabolisme basal merupakan proses awal dari metabolisme yang harus Dipenuhi oleh
mahluk hidup untuk mempertahankan hidupnya. Metabolisme basal Pada ikan terdiri dari
energi yang dibutuhkan untuk respirasi, sirkulasi darah, Gerakan peristaltik usus, perawatan
dan penggantian sel yang rusak. Aplikasi Pengetahuan metabolisme basal pada akuakultur
sangat penting untuk menunjang Pertumbuhan komoditas budidaya. Makanan yang
dikonsumsi oleh ikan atau Intake of Energy (IE) akan Mengalami proses pencernaan,
penyerapan, pengankutan dan metabolism. Sehubungan dengan kekomplekan zat makanan
dan keterbatasan kemampuan Mencerna maka tidak semua makanan yang dikonsumsi dapat
diserap oleh tubuh Ikan. Bagian makanan yang tidak dapat dicerna dan diserap oleh tubuh
akan Dibuang sebagai feses atau fecal energy (FE), sedangkan zat makanan yang terserap
Atau Digestible Energy (DE) setelah diangkut menuju organ target sebagian akan
Mengalami proses metabolisme atau Metabolizable Energy (ME). Pada ke-2 proses
metabolisme tersebut yakni katabolisme dan anabolisme Akan dihasilkan energi dalam
bentuk panas atau Heat Increatment (HiE). Selain itu Juga, pada proses penguraian
(katabolisme) zat makanan khususnya protein akan Menghasilkan bahan sisa yang harus
diekskresikan, bahan buangan tersebut masih Mengandung energi, yakni Urine Energy (UE)
dan Branchial Energy (ZE). Energi Bebas yang dihasilkan dari proses metabolisme atau Net
Energy (NE) selanjutnya Akan digunakan untuk Basal Metabolism (HeE) dan Voluntary
Activity (HjE). Setelah ke-2 kebutuhan energi tersebut terpenuhi maka sisa energi
selanjutnya akan Digunakan untuk pertumbuhan dan Recovered Energy (RE).13
DAFTAR PUSTAKA
13
Achmad Noerkhaerin Putra. 2015. Metabolisme Basal Pada Ikan (Basal Metabolism in Fish).
Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 5. No. 2 , hal 57-65.
12
Iswandi. 2012. Ekologi dan Ilmu Lingkungan. Padang : UNP Press.
Maknum, Djohar. 2017. Ekologi: Populasi, Komunitas, Ekosistem, Mewujudkan Kampus
Hijau, Asri, Islami dan Ilmiah. Cirebon: Nurjati Press.
Manurung, Binari. 2012. Ekologi Hewan. Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Noerkhaerin, Achmad Putra. 2015. Metabolisme Basal Pada Ikan (Basal Metabolism in Fish).
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 5 (2) : 57-65.
Nur, Anisa Afida, dkk. 2019. Matahari dalam Perspektif Sains dan Al-Qur’an. Indonesia
Journal of Science and Mathematics Education. 2 (1) : 27-35
Sukarsono.2009. Pengantar Ekologi Hewan. Malang: Universitas Muhammadiyyah Malang
Press.
Sumarto, Saroyo dan Roni Koneri. 2016. Ekologi Hewan. Bandung: CV. Patra Media
Grafindo.
Purba, Sumarny Tridelpina, dkk. 2021. Ekologi Hewan. Jawa Timur: Qiara Media.
Wirakusumah. 2003. Dasar-dasar Ekologi bagi Populasi dan Komunitas. Jakarta: UI Press.
13