Anda di halaman 1dari 45

Makalah

ALIRAN ENERGI & SIKLUS MATERI, PRODUKTIVITAS EKOSISTEM, DAN


SILKUS BIOGEOKIMIA

(Disusun dan didiskusikan pada mata kuliah Ekologi II yang diampu oleh

Dr. Marini Susanti Hamidun S.Si , M.Si)

Oleh :

Defriyanto Sadu

431418067

Kelas B Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat
bagi seluruh alam semesta. Saya sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas mata kuliah Ekologi II yang berjudul ALIRAN ENERGI & SIKLUS MATERI,
PRODUKTIVITAS EKOSISTEM, DAN SILKUS BIOGEOKIMIA. Disamping itu, saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pengampuh yang telah memberikan saya tugas
yaitu pembuatan makalah ini. Karena dengan itulah sehingga terciptanya makalah ini. Semoga
makalah ini dapat dipahami bagi sesiapapun yang membacanya. Sekiranya Makalah yang telah
disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Dan sebelumnya
saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik pada penulisan maupun kata-kata yang kurang
berkenan. Dan sayapun mememohon kritik dan saran, yang bisa membangun dari saudara yang
membaca makalah saya ini demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Gorontalo, 26 April 2020

Defriyanto Sadu

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR..................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................5

1.3 Tujuan ........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................6

2.1 Aliran Energi dan Siklus Materi ................................................................................6

2.2 Produktivitas Ekosistem ........................................................................................20

2.3 Siklus Biogeokimia..................................................................................................35

BAB III PENUTUP...................................................................................................................43

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................43

3.2 Saran ........................................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antar makhluk hidup dengan lingkungannya
maupun sesama makhluk hidupnya. Oleh karena itu, didalam ekosistem pasti terjadi hubungan
saling ketergantungan antara komponen satu dengan yang lain. Saling ketergantungan itu
mencakup berbagai kebutuhan untuk bereproduksi, makanan, energi, air, mineral dan udara.
Adanya saling ketergantungan menyebabkan di dalam ekosistem terjadi rantai makanan, jaring-
jaring makanan, aliran energi dan siklus biogeokimia (Resosoedarmo, 1986).
Semua yang ada di bumi ini baik mahluk hidup maupun benda mati tersusun oleh materi.
Materi ini tersusun atas unsur-unsur kimia antara lain karbon (C), Oksigen (O), Nitrogen (N),
Hidrogen (H), dan Fosfor (P). Unsur-unsur kimia tersebut atau yang umum disebut materi
dimanfaatkan produsen untuk membentuk bahan organik dengan bantuan matahari atau energi
yang berasal dari reaksi kimia. Bahan organik yang dihasilkan merupakan sumber energi bagi
organisme. Dalam suatu aliran energi ada 3 peran penting yang harus dimiliki meliputi produsen
yang berfungsi sebagai organisme yang membuat makanan sendiri (autotrof) peran ini biasanya
diambil oleh tumbuhan yang menghasilkan makanan melalui proses fotosintesis, kemudian
konsumen sebagai organisme yang tidak mampu membuat makanan sendiri (heterotrof) sehingga
untuk memenuhi kebutuhannya, organisme ini bergantung pada organisme lain. Terakhir yaitu
dekomposer, merupakan organisme yang menguraikan sisa-sisa organisme yang telah mati
menjadi zat-zat organik sederhana. Zat-zat sederhana ini akan digunakan kembali oleh produsen
sebagai bahan nutrisi untuk membuat makanannya (Resosoedarmo, 1986).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Aliran energi dan siklus materi?

2. Apa yang dimaksud dengan produktivitas ekosistem?

3. Apa yang dimaksud dengan siklus biogeokimia?

4
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Aliran energi dan siklus materi

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan produktivitas ekosistem

3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan siklus biogeokimia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Aliran energi dan siklus materi

A. Pengertian Aliran Energi

5
Menurut Odum (1993) energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengerjakan suatu
pekerjaan. Perilaku energi dapat dinyatakan dalam hukum-hukum termodinamika berikut:

1. Hukum termodinamika pertama : menyatakan bahwa “energi dapat diubah


dari satu tipe ke tipe yang lain, tetapi tidak dapat diciptakan ataupun
dimusnahkan”.

2. Hukum termodinamika kedua : menyatakan bahwa “setiap terjadi perubahan


bentuk energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat
menjadi bentuk energi yang terpencar, dan di dalam proses perubahan energi
selalu melepaskan panas dalam bentuk energi yang tidak dapat digunakan”.

proses pemindahan energi yang terjadi di alam yaitu di dalam ekosistem sering disebut
dengan energitika. Tingkah laku energi di dalam ekosistem dapat diistilahkan dengan
‘aliran energi’ sebab transformasi energi yang kita lihat hanya satu jalur, dan berbeda
dengan tingkah laku materi yang berupa ‘siklus materi.

Energi dapat digunakan dengan efisien atau tidak, salah satunya tergantung pada kualitas
gizi yang dikonsumsi karena konsumen dapat mengkonversi sumber makanan berkualitas
tinggi ke jaringan hidup baru yang lebih efisien daripada sumber makanan berkualitas
rendah. Rendahnya transfer energi antara tingkat trofik membuat pengurai umumnya
lebih penting daripada produsen dalam hal aliran energi. Dekomposer memproses
sejumlah besar bahan organik dan mengembalikan nutrisi ke ekosistem dalam bentuk
anorganik, yang kemudian diambil lagi oleh produsen primer.

1. Rantai Makanan

6
Dalam ekosistem terjadi proses makan dan dimakan secara berurutan yang disebut
dengan rantai makanan. Proses inilah yang menentukan bagaimana energi mengalir
dari satu organisme ke organisme yang lain dalam satu sistem. Tiap tingkatan dari
rantai makanan disebut taraf trofik/ tingkat trofik. Pada setiap pemindahan energi,
rata-rata 80%-90% energi dikeluarkan dalam bentuk panas.

Suatu rantai makanan terdapat tingkatan untuk mendapatkan sumber makanan yang
disebut dengan tingkat trofik, yaitu:

1. Produsen

Yaitu Organisme yang dapat mengolah makanan sendiri melalui proses


fotosintetis.

2. Konsumen

Yaitu organisme yang tidak dapat mengolah sendiri makanannya disebut


organisme heterotrof konsumen. Konsumen dalam ekosistem dapat di
golongkan beberapa tingkat : konsumen tingkat I/primer (kelompok
herbivora), konsumen tingkat II/sekunder, konsumen tingkat III/tersier
(Emanuel, 1997).

3. Dekomposer

Merupakan Beberapa organisme mendapatkan energinya dengan cara


memakan detritus atau materi organik dari organisme lain. Detritivora yaitu
organisme yang memakan detritus. Organisme detritivora antara lain yaitu
cacing tanah, kutu kayu, kepiting, dan siput (Kimball, 1999).
Rantai makanan dimulai dari produsen yang mengubah energi cahaya dari matahari
menjadi energi kimia. Energi kimia ini akan diteruskan pada konsumen tingkat
pertama atau primer, tingkat kedua atau sekunder, dan seterusnya sampai kelompok
organisme pengurai atau dekomposer. Rantai makanan sendiri memiliki menurut para
ilmuan dibagi menjadi tiga rantai pokok, yaitu :

7
 Rantai pemangsa yaitu pemindahan energi dan materi dari produsen ke
binatang kecil, kemudian ke binatang besar, terakhir paling besar.

 Rantai parasit yaitu dari organisme yang besar hingga organisme yang
hidup sebagai parasit, seperti cacing tanah dan bakteri.

 Rantai saprofit yaitu dimulai dari organisme mati ke organisme pengurai.

Gambar: rantai makanan

Berdasarkan gambar rantai makanan di atas dapat kita simpulkan bahwa padi
berperan sebagai produsen, tikus sebagai konsumen I, ular konsumen II dan burung
elang sebagai konsumen III. Dari rantai makanan tersebut dapat kita gambarkan
bahwa produsen akan dimakan oleh konsumen I kemudian konsumen I akan dimakan
oleh konsumen II, dan konsumen II akan dimakan oleh konsumen III, terakhir karena
konsumen III merupakan konsumen terakhir, maka ketika dia mati akan diurai oleh
perombak dan nutrisi yang didapat oleh perombak akan digunakan kembali oleh padi
sebagai produsen begitupun selanjutnya. Proses penguraian tidak hanya terjadi pada
konsumen tingkat III, karena apabila konsumen I atau II tidak dimakan oleh
konsumen diatasnya maka mereka akan mati dan terurai dengan bantuan
perombak(Kimball, 1999).

2. Jaring makanan

8
Jaring makanan adalah gabungan dari berbagai rantai makanan (Odum, 1993).
Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri sendiri, melainkan saling
berhubungan dengan rantai makanan yang lain. Bahkan di dalam ekosistem, ketiga
kelompok rantai makanan yang telah disebutkan diatas (rantai pemangsa, rantai parasit,
dan rantai saprofit) saling berkaitan. Dengan kata lain, jika tiap-tiap rantai makanan
yang ada di dalam ekosistem disambung-sambungkan dan membentuk gabungan rantai
makanan yang lebih kompleks, maka terbentuk suatu jaring makanan (Indriyanto,
2006).

Gambar: jaring makanan

3. Tingkat trofik

Menurut Heddy dkk. (1986) tingkat trofik merupakan urutan organisme dalam rantai
makanan pada suatu ekosistem. Oleh karena itu, berbagai organisme yang
memperoleh sumber makanan melalui langkah yang sama dapat dianggap termasuk
ke dalam tingkat trofik yang sama (Resosoedarmo dkk. 1986; Odum, 1993).

Adapun tingkat trofik ini dibedakan dalam:

9
1) Tingkat trofik pertama, yaitu semua organisme yang berperan sebagai
produsen.

2) Tingkat trofik kedua yaitu organisme herbivora (konsumen primer).

3) Tingkat trofi ketiga yaitu organisme karnivora kecil (konsumen sekunder).

4) Tingkat trofi keempat yaitu organisme karnivora besar (konsumen tersier).

5) Tingkat trofi kelima yaitu organisme perombak (dekomposer dan


transformer).

Gambar: tingkat trofik dalam ekosistem

4. Piramida ekologi.
Setiap tahap dalam rantai makanan akan ada sejumlah energi yang hilang karena
tidak terasimilasi atau lepas sebagai panas, sehingga organisme yang berada pada
ujung tingkat trofik akan memperoleh energi lebih kecil. Apabila energi yang
tersedia dalam suatu rantai makanan itu disusun secara berurutan berdasarkan
urutan tingkat trofik, maka membentuk sebuah kerucut yang dikenal dengan

10
piramida ekologi. Dengan demikian piramida ekologi adalah susunan tingkat trofik
(tingkat nutrisi atau tingkat energi) secara berurutan menurut rantai makanan atau
jaring makanan dalam ekosistem (Indriyanto, 2006).
Piramida ekologi dapat digolongkan dalam tiga tipe yaitu:
1. Piramida jumlah
Yaitu suatu piramida yang menggambarkan jumlah individu pada setiap
tingkat trofik dalam suatu ekosistem.Piramida jumlah umumnya berbentuk
menyempit ke atas. Organisme piramida jumlah mulai tingkat trofik
terendah sampai puncak adalah sama seperti piramida yang lain yaitu
produsen, konsumen primer dan konsumen sekunder, dan konsumen tertier.
Artinya jumlah tumbuhan dalam trofik pertama lebih banyak dari pada
hewan (konsumen primer) di trofik kedua, jumlah organisme kosumen
sekunder lebih sedikit dari konsumen primer, serta jumlah organisme
konsumen tertier lebih sedikit dari organisme konsumen sekunder (Soerya,
1994).

Gambar: Piramida jumlah

2. Piramida biomassa

Yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan atau


peningkatan biomassa organisme pada tiap tahap tingkatan trofik.
Piramida biomassa pada ekosistem daratan dan ekosistem perairan

11
terjadi perbedaan bentuk. Pada ekosistem daratan piramida
biomassanya tegak, sedangkan ekosistem perairan piramida
biomassanya terbalik hal ini karena pada ekosistem daratan jumlah
organisme produsen lebih banyak dibandingkan jumlah organisme
konsumen pada tiap tingkat trofik, maka biomassa konsumen makin
kecil menuju ke puncak piramida sedangkan dalam ekosistem perairan
biomassa konsumennya selalu lebih besar daripada biomassa produsen
(Resosoedarmo dkk. 1986).

Gambar: Piramida biomassa (ekosistem darat)

3. Piramida energi

Merupakan piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan


energi pada tiap tahap tingkatan trofik, setiap urutan tingkat trofik,
akan terjadi kehilangan energi. Karena setiap pengubahan energi akan
menimbulkan hilangnya energi yang dipakai, hali ini sesuai dengan
Hukum Termodinamika II. Bentuk piramida energi ini adalah piramida
tegak.

12
Gambar: Piramida energy

Diantara ketiga tipe piramida ekologi tersebut, piramida energi merupakan


piramida yang terbaik karena dapat memberikan gambaran menyeluruh berkaitan
dengan sifat-sifat fungsional suatu ekosistem. Piramida energi juga menunjukkan
efisiensi ekologi atau keproduktifan ekosistem. Disamping itu, piramida energi
tidak dipengaruhi oleh ukuran organisme dan kecepatan metabolisme pada tiap
organisme, sehingga apabila semua sumber energi diperhitungkan, maka bentuk
piramida selalu tegak sesuai dengan Hukum Termodinamika II (Resosoedarmo
dkk. 1986).

B. Pengertian Siklus Materi


Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur-unsur
terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan materi dasar makhluk hidup dan tak hidup
(Indriyanto, 2010).
Pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup
dengan tak hidup dapat juga disebut dengan siklus materi. Suatu ekosistem, materi pada
setiap tingkat trofik tidak hilang, namun materi berupa unsur-unsur penyusun bahan
organik tersebut didaur-ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik
melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan
batuan sehingga disebut siklus materi (Delvian, 2006).
1. Fungsi Siklus Materi

13
Fungsi siklus materi adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua
unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik
komponen biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di
bumi dapat terjaga (Kilham, 1996).
2. Macam-macam Siklus Materi
Terdapat banyak macam materi dalam ekosistem yang mengalami perputaran
siklus, namun ada 5 macam siklus materi yang umum dikenal, yaitu:
1. Siklus Air

Energi dari Matahari menghangatkan permukaan bumi dan menyebabkan air


menguap dari lautan dan danau. Air berubah menjadi uap air ketika menguap,
dan uap air memasuki atmosfer. Di atmosfer, uap air mendingin dan berubah
kembali menjadi cair air dalam bentuk awan (kondensasi). Air kemudian
kembali ke permukaan bumi sebagai hujan atau salju (curah hujan). Beberapa
hujan dan salju yang mencair tenggelam ke dalam tanah. Tanah ini merembes
turun melalui bebatuan dan tanah ke meja air dan akhirnya kembali ke laut.
Beberapa hujan dan salju mencair lari ke sungai. Air dari sungai mengalir ke
danau dan lautan , dimana siklus dimulai lagi.
Tumbuhan darat menyerap air yang ada di dalam tanah. Dalam tubuh tumbuhan
air mengalir melalui suatu pembuluh. Kemudian melalui tranpirasi uap air
dilepaskan oleh tumbuhan ke atmosfer. Transpirasi oleh tumbuhan mencakup
90% penguapan pada ekosistem darat. Air tanah dan air permukaan sebagian
mengalir ke sungai, kemudian ke danau dan ke laut. Siklus ini di sebut Siklus
Panjang. Sedangkan siklus yang dimulai dengan proses Transpirasi dan

14
Evapotranspirasi dari air yang terdapat di permukaan bumi, lalu diikuti oleh
Presipitasi atau turunnya air ke permukaan bumi disebut Siklus Pendek (Killham,

1996).2. Siklus Karbon dan Oksigen

Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur ulang dalam
ekosistem. Di atmosfer Karbon terikat dalam bentuk senyawa karbon dioksida
(CO2). Dimulai dari karbon yang ada di atmosfer berpindah melalui tumbuhan
yang bertindak sebagai produsen, konsumen, dan organisme pengurai kemudian
kembali lagi ke atmosfer dalam bentuk karbondoksida (CO2) (Indriyanto, 2010).
Karbondioksida memiliki pengaruh radiasi panas dari bumi karena karbon
dioksida merupakan bagian esensial udara. Radiasi panas dapat membentuk
persediaan karbon anorganik. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan
hijau (produsen) merupakan proses pengubahan karbon dioksida sebagai karbon
anorganik menjadi karbohidrat sebagai senyawa hidrokarbon yang dalam hal
pengubahan karbon disebut juga senyawa karbon organic dalam tubuh tumbuhan
disertai dengan penyimpanan energy yang bersumber dari radiasi matahari,
sehingga dalam tubuh tumbuhan tersimpan energy yang disebut energy biokimia
tersimpan bersama senyawa organic kompleks (Indriyanto, 2010).
Sebagian karbon organic akan terurai dan CO2 dibebaskan lagi ke udara melalui
respirasi, sebagian karbon organic lainnya diubah menjadi senyawa organic
kompleks dalam tubuh tumbuhan selama pertumbuhannya. Senyawa organic
tersebut akan ditransfer ke dalam tubuh konsumen melalui proses interaksi

15
dalam rantai makanan maupun jaringan makanan, sehimgga sebagian dari
senyawa karbon organic akan tetap berada dalam tubuh konsumen sampai mati.
Setelah produsen dan konsumen mati, maka senyawa organic akan segera terurai
lagi melalui proses penguraian (dekomposisi) oleh organism pengurai dan
karbon akan dilepas sebagai CO2 dan masuk ke udara atau ke dalam air. Bahan
karbonat yang tidak mudah terurai dalam waktu yang lama akan berubah
menjadi batu kapur, arang dan minyak yang disebut bahan bakar fosil
(Indriyanto, 2010).
Jumlah karbon yang tersimpan dalam ekosistem berbeda-beda. Pada ekosistem
dengan komunitas tumbuhan sempurna dan keanekaragaman spesies
tumbuhannya tinggi, maka produksi karbon dioksida baik oleh aktivitas
organisme pengurai, proses respirasi, maupun penggunaan bahan bakar fosil
akan diimbangi oleh proses pengikatan atau fiksasi karbondoksida oleh
tumbuhan. Kenaikan kandungan karbondoksida akan mengakibatkan kenaikan
suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca, panas yang dilepaskan dari bumi
diserap oleh karbondioksida diudara dan dipancarkan kembali ke permukaan
bumi. Oleh karena itu perlu keseimbangan dengan adanya pengikatan
karbondioksida oleh tumbuhan (Killham, 1996).
3. Siklus Nitrogen

Semua organisme membutuhkan nitrogen untuk membangun protein, yang


digunakan untuk membangun sel-sel baru. Nitrogen membentuk 78 % dari gas di
atmosfer. Namun, sebagian besar organisme tidak dapat menggunakan atmosfer
nitrogen. Ini harus diubah, atau tetap, sebelum organisme dapat

16
menggunakannya. Satu-satunya organisme yang dapat memperbaiki nitrogen
atmosfer menjadi senyawa kimia adalah beberapa spesies bakteri yang dikenal
sebagai Semua organisme lain tergantung pada ini bakteri untuk memasok
nitrogen. Bakteri pengikat nitrogen adalah penting bagian dari suatu proses di
mana nitrogen bersepeda antara atmosfer, bakteri, dan organisme lainnya. Di
alam, Nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik sepertiurea, protein, dan
asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik sepertiammonia, nitrit, dan nitrat

 Tahap pertama

Daur nitrogen adalah transfer nitrogen dari atmosfir ke dalam


tanah.Selain air hujan yang membawa sejumlah nitrogen, penambahan
nitrogen kedalam tanah terjadi melalui proses fiksasi nitrogen. Fiksasi
nitrogen secarabiologis dapat dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang
bersimbiosis dengan polong-polongan, bakteri Azotobacter dan
Clostridium. Selain itu gangganghijau biru dalam air juga memiliki
kemampuan memfiksasi nitrogen.

 Tahap kedua

Nitrat yang di hasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh


produsen(tumbuhan) diubah menjadi molekul protein. Selanjutnya jika
tumbuhanatau hewan mati, mahluk pengurai merombaknya menjadi gas
amoniak (NH3) dan garam ammonium yang larut dalam air (NH4+).
Proses inidisebut dengan amonifikasi. Bakteri Nitrosomonas mengubah
amoniak dansenyawa ammonium menjadi nitrat oleh Nitrobacter.
Apabila oksigen dalamtanah terbatas, nitrat dengan cepat
ditransformasikan menjadi gas nitrogenatau oksida nitrogen oleh proses
yang disebut denitrifikasi

17
4. Siklus Fosfor

Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada
tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat
organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai)
menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan
terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di
batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosilterkikis dan membentuk fosfat
anorganik terlarut di air tanah danlaut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap
oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus.

5. Sulfur

Secara alami sulfur terdapat di dalam tanah dalam bentuk mineral tanah dan
atmosfer. Dan beberapa berasal dari gunung api dan sisa pembakaran minyak
bumi dan batu bara. Selain itu juga terdapat sulfur yang berasal dari makhluk
hidup. Belerang juga dapat di dapat dengan cara buatan seperti dengan

18
pemberian pupuk pada tanaman yang akan memberikan kandungan sulfur pada
tanah.
sulfur berasal dari pembentukan sulfur pada kerak bumi dan atmosfer. Pada
kerak bumi bisanya berupa Sulfur Organik, SO 4, Batubara dan lain-lain yang
tercipta di kerak bumi. Pada atmosfer sulfur biasanya berupa Hidrogen Sulfida
(H2S). Pada siklus sulfur hampir sama dengan siklus Posfor, yaitu anion dari
sulfat dapat diserap oleh tanah. Pada siklus sulfur terjadi Oksidasi dan reduksi
(Delvian, 2006).
Tanah sulfur akan digunakan tanaman dalam bentuk Sulfat sebagai hara. Setelah
itu tumbuhan akan dimakan oleh hewan herbivora yang selanjutnya akan
dimangsa oleh predator. Dari makhluk hidup itu akan mati dan diurai materi
organiknya termasuk sulfur di dalamnya oleh mikroorganisme. Contoh
mikroorganisme yang mengurainya adalah bakteri sulfat yang mengubah sulfat
menjadi sulfide dalam bentuk Hidrogen Sulfida. H2S akan digunakan oleh
bakteri fotoautotrof anaerob. Kemudian dilepaskan ke udara dalam bentuk yang
selanjutnya dioksidasi oleh bakteri kemolitotrof menjadi Sulfat kembali, dan
siklus pun berulang (Delvian, 2006).
2.2 Produktivitas Ekosistem
A. Pengertian Produktivitas

Produktivitas biasanya diartikan sebagai laju produksi zat organik dalam suatu ekosistem. Proses ini
biasanya dimulai dari kegiatan mengkonversi energi sinar matahari menjadai zat-zat organik
melalui proses fotosintesis pada tumbuhan hijau (Ramli, 1989). Di dalam setiap ekosistem baik
daratan maupun perairan terdapat organisme hidup dan benda mati (lingkungan abiotik) yang
menunjang proses kehidupan. Proses kehidupan di alam tersebut merupakan kejadian yang
mengubah bentuk energi pada berbagai komponen ekosistem. Proses-proses yang terlibat dalam
pengubahan energi dalam ekosistem meliputi proses metabolisme, aliran energi pada berbagai
tingkat trofik, dan siklus biogeokimia (Chapman dan Reiss, 1997). Proses metabolisme merupakan
proses fisiologi yang terdapat pada tubuh organisme hidup. Metabolisme meliputi anabolisme yaitu
proses penyusunan kimiawi yang dilakukan melalui kegiatan fotosintesis dan katabolisme yaitu
proses pembongkaran energi yang tersimpan dalam zat-zat kimia hasil anabolisme. Hasil dari
proses metabolisme adalah pertumbuhan dan penambahan biomassa, dan penimbunan biomassa
itu disebut produksi (Odum, 1993). Produksi selama periode waktu tertentu disebut produktivitas.
Baik produksi maupun produktivitas kedua-duanya secara umum berhubungan dengan biomassa
pada tingkat trofik tertentu (Kendeigh, 1980).

19
Pada suatu ekosistem dikenal adanya produsen dan konsumen, sehingga juga dikenal adanya
produktivitas oleh produsen dan produktivitas oleh konsumen. Produktivitas pada aras konsumen
disebut produktivitas primer (dasar), sedangkan pada aras konsumen disebut produktivitas
sekunder. Produktivitas primer adalah laju penambatan energi oleh produsen melalui proses
fotosintesis. Produksi primer dari suatu ekosistem berasal dari proses fotosintesis yang dilakukan
oleh tumbuhan berdaun hijau dengan pengikatan energi yang berasal dari cahaya matahari. Secara
kimia proses fotosintesis merupakan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) meliputi penyimpanan bagian
dari energi cahaya matahari sebatas energi potensial. Produksi primer yang menumpuk pada
produsen atau tumbuhan selama suatu periode tertentu merupakan biomasa tumbuhan. Sebagian
dari biomasa ini akan diganti melalui proses dekomposisi dan sebagian lagi tetap disimpan dalam
waktu yang lebih lama sebagai materi yang berdaur hidup (life cycle). Jumlah akumulasi materi
organik yang hidup pada suatu waktu disebut Standing Crop Biomass (biomasa hasil bawaan).
Dengan demikian jelas bahwa biomassa berbeda dengan produksi (produktivitas). Produktivitas
komunitas bersih merupakan laju penyimpanan materi organik oleh produsen, yang tidak
digunakan (dimakan) oleh heterotrof (herbivora). Jadi produktivitas komunitas bersih merupakan
sisa produktivitas primer sesudah dikurangi yang digunakan (dikonsumsi) oleh herbivora (Djumara,
2007).

Produktivitas biologis merupakan hasil yang terus-menerus dihasilkan oleh komunitas biologi
sehingga perlu dinyatakan dalam satuan waktu. Misalnya produksi zat makanan per hari atau per
tahun. Oleh karena itu, produktivitas dapat digunakan untuk mengukur kekayaan atau kesuburan
suatu komunitas atau suatu ekosistem. Suatu contoh padang rumput yang subur, tetapi sering
dimakan oleh hewan herbivora akan mempunyai biomassa yang lebih kecil daripada rumput yang
tidak dimakan hewan. Oleh karena itu, produktivitas merupakan gambaran dari laju atau kecepatan
pertambahan materi organik baru, maka satuan yang dipergunakan hendaknya meliputi tiga hal,
yaitu biomassa (berat kering, jumlah individu, atau kilokalori), satuan luas (m 2, ha), dan satuan
waktu (hari, tahun). Biasanya satuan yang dipakai adalah gabungan antara berat kering dalam
gram per meter persegi per hari (gr/m 2/hari). Berbagai ekosistem mempunyai produktivitas yang
tidak sama. Hal ini sangat berkaitan dengan faktor lingkungan seperti iklim, topografi, sifat tanah,
letak geografis, air dan ketinggian suatu tempat dari permukaan laut (Resosoedarmo, dkk., 1985).

B. Jenis-jenis Produktivitas
Produktivitas dalam ekosistem biasanya didefinisikan sebagai laju produksi per satuan waktu.
Produktivitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer dan produktivitas
sekunder. Produktivitas primer dilakukan oleh produsen (autotrof) yaitu menghasilkan energi atau
biomassa per satuan luas per satuan waktu. Produktivitas sekunder yaitu biomassa yang diperoleh
oleh organisme heterotrofik, melalui proses makan dan penyerapan yang diukur dalam satuan
massa atau energi per satuan luas per satuan waktu. Produktivitas primer adalah konversi energi
surya sedangkan produktivitas sekunder melibatkan makan atau penyerapan. Produktivitas primer

20
tergantung pada jumlah sinar matahari, kemampuan produsen untuk menggunakan energi untuk
mensintesis senyawa organik, dan ketersediaan faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan (misalnya mineral dan nutrisi) (Gambar 1). Produktivitas sekunder tergantung pada
jumlah makanan yang tersedia dan efisiensi konsumen mengubahnya menjadi biomassa baru
(Nagle, 2010).

Gambar 1. Perbandingan bioma dalam hal produksi primer / 103 kJ/m2 /tahun (Nagle, 2010).

Produksi primer tertinggi terjadi apabila kondisi untuk pertumbuhan optimal, dimana ada tingkat
insolasi yang tinggi, air yang cukup, suhu hangat, dan tingkat gizi yang tinggi. Misalnya, hutan hujan
tropis memiliki curah hujan tinggi dan hangat sepanjang tahun sehingga mereka memiliki musim
tanam konstan dan produktivitas yang tinggi. Gurun memiliki curah hujan yang rendah sehingga
akan membatasi pertumbuhan tanaman. Estuaria menerima sedimen yang mengandung nutrisi
dari sungai, karena dangkal, ringan dan hangat sehingga memiliki produktivitas yang tinggi. Lautan
gelap di bawah permukaan akan membatasi produktivitas tanaman karena kurangnya faktor
cahaya dan suhu yang kurang optimal (Nagle, 2010).
 Produktivitas Primer
Setiap ekosistem atau komunitas atau bagian-bagian lain dalam organisasi makhluk
memiliki produktivitas. Kecepatan energi radiasi matahari yang diubah oleh tumbuhan
hijau menjadi energi kimia dikenal sebagai produktivitas primer (Vickery, 1984).
Produktivitas primer merupakan kecepatan energi radiasi matahari yang disimpan melalui
aktivitas fotosintesis dan kemosintesis oleh organisme produsen dalam bentuk bahan
organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Produktivitas primer digolongkan
menjadi dua macam yaitu produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih.

21
Poduktivitas primer kotor, yaitu kecepatan total fotosintesis yang mencakup bahan
organik yang digunakan dalam respirasi atau pernapasan selama periode pengukuran atau
dapat diartikan sebagai fotosintesis total.
Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan organik dalam jaringan
tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang sebagian telah dipakai untuk respirasi
tumbuhan selama proses pengukuran atau disebut juga fotosintesis bersih
(Resosoedarmo, dkk., 1986).
Aliran energi melalui komunitas yang dimulai dari fiksasi cahaya matahari oleh
tumbuhan hijau yaitu proses pengiriman energi. Tumbuhan mengandalkan makanan
simpanan yang berupa energi dalam biji sampai musim berproduksi. Energi yang
diakumulasi oleh tumbuhan hijau disebut produksi atau disebut juga produksi primer.
Kecepatan penyimpanan yang diwujudkan oleh aktivitas fotosintesis disebut
produktivitas primer. Seperti halnya organisme lain, tumbuhan membutuhkan energi
untuk berproduksi dan pemeliharaan kehidupannya. Energi yang tinggal sesudah proses
respirasi disimpan sebagai bahan organik disebut produksi primer bersih atau
pertumbuhan tumbuhan (Sudarmadji, 2014).
Produksi primer total dalam suatu ekositem dikenal sebagai produksi primer kotor (PPK-
gross primary production, GPP) ekositem tersebut, jumlah energi cahaya yang dikonversi
menjadi energi kimiawi melalui fotosintesis per satuan waktu. Tidak semua produksi ini
disimpan sebagai material organik di dalam produsen-produsen primer karena mereka
menggunakan beberapa molekul sebagai bahan bakar pada respirasi selulernya sendiri.
Produksi primer bersih (PPB-net primary production, NPP) sebanding dengan produksi
primer kotor dikurangi dengan energi yang digugnakan oleh produsen primer untuk
respirasi (R) :
PPB = PPK – R

22
Gambar 2. Produktivitas primer (Nagle, 2010).

Pada banyak ekosistem, PPB adalah sekitar separuh PPK. Produksi primer bersih merupakan
besaran kunci karena mempresentasikan penyimpanan energi kimia yang akan tersedia bagi
konsumen dalam ekosistem. PPB dapat dinyatakan sebagai energi persatuan luas per satuan
waktu (J/m2/tahun) atau sebagai biomassa yang ditambahkan ke ekosistem per satuan luas per
satuan waktu (g/ m2/tahun) (Campbell, et al., 2008).
Produksi primer bersih mengumpul sepanjang waktu sebagai biomassa tumbuhan. Bagian dari
akumulasi tersebut mengalami proses pembalikan melalui dekomosisi, sedangkan yang tetap
sepanjang waktu dikenal sebagai materi hidup. Akumulasi bahan organik hidup yang terdapat
pada suatu area dan suatu saat tertentu dikenal sebagai biomassa saat itu (standing crop
biomassa). Biomassa biasanya dikatakan sebagai gram berat kering bahan organik per satuan
luas (contoh gram per m2 atau kg per ha, atau kalori per m 2). Jadi biomassa organiknya disusun
dari fotosintesis, sedangkan biomassa ada pada suatu saat tertentu adalah tidak sama dengan
produksi dan tidak berarti bahwa biomassa yang tinggi berpengaruh pada produksi tinggi
(Sudarmadji, 2014).
 Produktivitas Sekunder
Produktivitas sekunder dapat diartikan sebagai kecepatan menyimpan energi potensial ke
dalam tingkatan trofik konsumen atau makhluk pengurai. Produktivitas sekunder dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu produktivitas sekunder kotor dan produktivitas
sekunder bersih. Dengan demikian, semakin jauh kedudukannya dalam rantai makanan,
maka jumlah energinya adalah semakin kecil. Jumlah energi total yang terdapat pada
tingkat heterotrofik yang analog dengan produktivitas kotor pada tingkat autotrofik

23
sebaiknya disebut asimilasi dan bukan produksi, karena pada tingkat ini memang
organisme tidak melakukan produksi melainkan hanya mengassimilasi saja
(Resosoedarmo, dkk., 1985).
Hewan tidak menggunakan semua biomassa yang mereka konsumsi.
Beberapa lolos melalui feses dan ekskresi. Produksi kotor pada hewan (
GSP) adalah jumlah energi atau biomassa yang berasimilasi dikurangi
energi atau biomassa dari kotoran. Beberapa energi diasimilasi oleh
hewan digunakan dalam respirasi, untuk mendukung proses
kehidupan, dan sisanya tersedia untuk membentuk biomassa baru
(NSP). Biomassa baru inilah yang kemudian tersedia ke tingkat trofik
berikutnya. Bila dirangkum maka :
NSP = GSP – R
Keterangan :
GSP = makanan yang dimakan – ekskresi melalui feses
R = respirasi
(Nagle, 2010)

24
C. Piramida Ekologi
Jumlah energi kimiawi dalam makanan konsumen yang dikonversi menjadi biomassa baru
selama periode waktu tertentu disebut produksi sekunder ekosistem. Selama produsen
menyiapkan anggaran energi total dalam ekosistem, energi terus melewati setiap tahapan
pada jaring-jaring makanan. Pada saat melewati jaring-jaring makanan, energi akan
ditransfer dari tingkat trofik terendah hingga tingkat trofik tertinggi. Tetapi sebagian besar
energi yang diterima akan hilang dan tidak membentuk biomassa (Nagle, 2010).
Pada sebagian besar ekosistem, herbivor hanya memakan sebagian kecil materi tumbuhan
yang dihasilkan. Contohnya saja produksi sekunder pada ulat bulu. Ketika ulat bulu
memakan daun tumbuhan, hanya sekitar 33 J dari 200 J atau seperenam energi di dalam
daun yang digunakan untuk produksi sekunder atau pertumbuhan. Ulat bulu menggunakan
beberapa dari energi yang tertinggal untuk respirasi selular dan membuang sisanya dalam
feses. Energi yang terkandung dalam feses bertahan di ekosistem untuk sementara, namun
sebagian besar hilang sebagai panas setelah dikonsumsi oleh detritivor. Energi yang
terkandung dalam respirasi selular ulat bulu juga hilang dari ekosistem sebagai panas. Inilah
alasannya energi dikatakan mengalir melalui bukan di daur di dalam ekosistem. Hanya
energi kimiawi yang disimpan oleh herbivor sebagai biomassa (melalui pertumbuhan atau
produksi keturunan) tersedia sebagi makanan untuk konsumen sekunder (Nagle, 2010).
Untuk menggambarkan informasi tentang energi, biomassa, dan jumlah organisme di tingkat
trofik yang berbeda, ekologi menggunakan tiga jenis diagram yaitu piramida energi,
piramida biomassa, dan piramida jumlah. Dalam setiap kasus, dasar piramida adalah tingkat
produsen. Konsumen primer membentuk blok di atasnya, dan seterusnya.

D. Piramida energi
Piramida energi disebut juga piramida makanan, piramida ini menggambarkan energi yang hilang
dari tingkat trofi di bawah ke tingkat trofi di atasnya. Secara umum, rata-rata hanya 10 persen dari
energi yang tersedia pada tingkat trofik diubah menjadi biomassa di tingkat trofik berikutnya yang
lebih tinggi. Sisa energi sekitar 90 persen hilang dari ekosistem sebagai panas. Perhatikan pada
Gambar 5 bahwa jumlah energi yang tersedia untuk konsumen tingkat atas lebih kecil dibandingkan
dengan yang tersedia bagi konsumen primer. Untuk alasan ini, dibutuhkan banyak vegetasi untuk
mendukung tingkat trofik yang lebih tinggi. Hal ini menjelaskan mengapa kebanyakan rantai

25
makanan terbatas tiga atau empat tingkat. Karena tidak ada cukup energi di bagian atas piramida
energi untuk mendukung tingkat trofik lain. Misalnya, singa dan paus tidak memiliki predator alami,
sehingga energi yang tersimpan dalam populasi konsumen tingkat atas ini tidak cukup untuk
memberi makan lagi tingkat trofik lain

Gambar 5. Piramida energi (Nagle, 2010).

E. Piramida biomassa
Piramida biomassa merupakan biomassa yang sebenarnya (massa kering dari semua organisme) di
setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem. Sebagian biomassa piramida menyempit tajam dari
tingkat produsen di dasar kepada konsumen tingkat atas di puncak (Gambar 6), hal tersebut
dikarenakan transfer energi diantara tingkat-tingkat trofik sangat tidak efisien. Tetapi, dalam

26
ekosistem perairan tertentu, zooplankton (konsumen primer) mengkonsumsi fitoplankton
(produsen) sangat cepat. Akibatnya, zooplankton memiliki massa yang lebih besar pada waktu
tertentu dibandingkan fitoplankton. Fitoplankton tumbuh dan berkembang biak pada tingkat yang
cepat yang mereka dapat mendukung populasi konsumen yang memiliki biomassa yang lebih besar.
Piramida biomassa untuk ekosistem ini akan muncul sebagai piramida terbalik

Gambar 6. Piramida biomassa (Nagle, 2010)

F. Piramida jumlah
Piramida jumlah menggambarkan jumlah organisme individu dalam setiap tingkat trofik suatu
ekosistem. Piramida ini juga berbentuk seperti piramida energi, dengan produsen yang ditemukan
di dasar dan tingkat tropik yang lebih tinggi pada tingkatan di atasnya. Piramida ini disusun
berdasarkan jumlah organismenya tanpa memperhatikan ukuran tubuhnya sehingga dalam
beberapa kasus jumlah produsen tercatat lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan konsumen,
tetapi meskipun jumlahnya seidkit mampu memenuhi kebutuhan energi konsumen sehingga
terkadang menyebabkan bagian dasar piramida berukuran kecil.

27
Gambar 7. Piramida jumlah (Nagle, 2010)

G. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer


Apabila produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama
maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang
dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem (Jordan,
1985). Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer
disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting
dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim
dalam lingkungan (Campbell, et al., 2008). Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:
1. Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari
wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi
faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya
suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh
bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan
produktivitas (Jordan, 1995).
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara
langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis,
sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan

28
secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom
perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton. Adanya
suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim
tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya akan
meningkatkan produktivitas (Jordan, 1995). Berdasarkan sinar matahari dan lamanya
masa tumbuh De Witt dalam Sanches (1992) menaksir hasil tanaman pangan yang
mungkin, berdasarkan jalur lintang. Perhitunganya menunjukkan bahwa daerah hutan
hujan tropis berkemungkinan memberikan hasil lebih besar per tahun dibanding daerah
iklim sedang, dengan mengandaikan tidaknya faktor pembatas.
Produktivitas yang tinggi dan kontinyu sepanjang tahun tidak akan berlangsung jika
hanya didukung oleh suhu yang tinggi. Banyak wilayah lain di dunia yang memiliki
suhu yang jauh lebih tinggi di banding wilayah hutan hujan tropis, tetapi
memiliki produktivitas yang rendah (Woodweell, 1967).
2. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang
sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya.
Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran
cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang
sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer (Wiharto, 2007).
Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang
paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari
tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007).
3. Air, curah hujan, dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air
merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan
faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai
pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang
dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam
ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk
uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi

29
antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan
kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis
untuk meningkatkan produktivitas (Wiharto, 2007).
Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah
pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang
dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan
banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan
(Jordan, 1995).
Walaupun memberi dampak positif bagi produktivitas vegetasi menurut curah hujan
yang tinggi akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi oleh vegetasi rentan
sekali terhadap pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah dengan cepat
(Resosoedarmo, dkk., 1986). Sebagai salah satu faktor siklus hara dalam sistem,
pencucian adalah penyebab utama hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang
mudah sekali tercuci terutama adalah Ca dan K (Barbour et al., 1987).
4. Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah
yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting.
Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang
penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu
nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi.
Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada
banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa
bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas (Wiharto,
2007).
5. Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh
mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka
karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam
karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat

30
(HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya
dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat
bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke
bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
6. Herbivora
Menurut Barbour et al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas
vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi
menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998)
bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer sangat sedikit
sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivora dan produktivitas primer bersih
kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas
tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun
jika intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada
individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh
tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon
mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia
tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi
herbivora.
7. Jenis dan Umur Tumbuhan
Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang berkompetisi dalam suatu ekosistem
merupakan kejadian yang alami, dengan demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas
pada fase pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu jenis yang
sama. Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal pada fase muda. Ketika tubuh
tumbuhan meningkat energi yang difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya.
Produktivitas yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas bersih yang secara
teratur menurun dalam masa pemasakan (Wiharto, 2007).
8. Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat berperan dalam menentukan
efisiensi ekosistemnya. Tumbuhan yang memiliki daun yang relatif lebar dan vertikal dapat
menghasilkan area aktif fotosintesis maksimum dan total peneduhannya rendah. Informasi

31
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer pada setiap tanaman terjadi
pada tingkatan yang spesifik, keadaan yang sama juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi.
Dalam hal ini hanya memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi
produktivitas primer yaitu struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi. Faktor struktural ini
mempengaruhi efisiensi kanopi sebagai suatu penangkap cahaya. Pada kanopi berdaun lebar
sebagian cahaya tidak diserap dekat permukaan dan tingkat kanopi yang lebih rendah
terlindungi lebih banyak. Akibatnya fotosintesis bersih cenderung terkonsentrasi di lapisan
atas pada tipe kanopi berdaun lebar dan terkonsentrasi dilapisan tengah pada tipe kanopi
berdaun sempit. Posisi sudut daun mempengaruhi juga kedalaman penetrasi cahaya ke dalam
kanopi. Penetrasi cahaya akan lebih dalam bila daunnya tegak. Tanaman padi yang memiliki
geometri sudut daun atau kanopi vertikal dan tipe berdaun sempit akan lebih efektif pada
intensitas cahaya yang kuat dan ketika posisi matahari rendah. Kanopi horizontal dari tipe
berdaun lebar akan lebih efektif pada intensitas cahaya rendah dan ketika matahari berada di
atas kepala (Wiharto, 2007).

H. Metode Perhitungan Produktivitas Primer


Produktivitas dapat diukur selama beberapa periode waktu tertentu. Beberapa metode yang
sesungguhnya dapat digunakan untuk mengukur produktivitas dapat diringkas sebagai
berikut :
 Metode Panen
Metode panen merupakan cara mengukur produktivitas dengan memanen
seluruh organ vegetasi secara periodik menurut periode waktu yang dipilih.
Hasil panen kemudian dioven pada suhu 80oC sampai pada suatu saat bobotnya
konstan dan bobot ini dinyatakan sebagai bobot kering oven (g/m3/tahun)
 Mengukur Oksigen
Metode pengukuran oksigen sering digunakan untuk menentukan produktivitas
pada vegetasi peairan. Metode ini menggunakan teknik botol terang dan gelap,
jadi ada dua botol yang satu tembus pandang yang satu lagi gelap. Kedua botol
tersebut diisi air dari danau pada kedalaman tertentu, kemudian ditutup dan
dipertahankan pada kedalaman selama waktu tertentu. Setelah itu dibawa ke
laboratorium untuk penentuan kadar O2 yang terdapat pada air tersebut.

32
Penurunan O2 pada botol yang gelap disebabkan oleh kegiatan respirasi,
sedangkan peningkatan O2 pada botol yang terang disebabkan oleh kegiatan
fotosintesis. Jumlah dari peningkatan O2 dalam botol terang dengan penurunan
O2 dalam botol gelap menyatakan produktivitas kotor, sehingga selisih antara O2
dalam botol terang dengan O2 dalam botol gelap merupakan produktivitas bersih
 Metode Karbon Dioksida
Metode karbon dioksida dilakukan dengan memanfaatkan gas selama
fotosintesis atau pembebasannya selama respirasi yang diukur dengan analisis
gas inframerah atau dengan memasukkan gas melalui air Ba(OH)2 dan
mentitrasikannya. Dengan melakukan eksperimen di dalam kamar terang dan
gelap kemudian dapat dikeluarkan produksi bersih dan kotor. Di dalam suatu
kamar yang diterangi, fotosintesis dan respirasi berlagsung bersamaan dan CO2
yang muncul dari kamar adalah gas atmosfer yang tidak terpakai ditambah gas
yang berasal dari respirasi bagian-bagian tumbuhan. Di dalam kamar gelap,
semua gas CO2 disebabkan oleh respirasi. Dengan demikian, produktivitas bersih
sama dengan produktivitas kotor dikurangi respirasi
 Metode Klorofil
Hubungan antara klorofil total terhadap laju fotosintesis dikenal sebagi rasio
asimilasi atau laju produksi per gram klorofil. Jadi, rasio asimilasi merupakan
perbandingan antara bobot O2 yang dihasilkan per jam (g/jam) dibagi dengan
bobot klorofil (g). Pada ekosistem hutan besarnya rasio asimilasi adalah 0,4-4,0
(Odum, 1993).

2.3. Siklus Biogeokimia


A. Pengertian Siklus Biogeokimia
Siklus Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara
komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup. Siklus biogeokimia atau siklus organik-
anorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik
ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya
melalui organisme, tetapi jugs melibatkan reaksireaksi kimia dalam lingkungan abiotik
sehingga disebut siklus biogeokimia.

33
Jika aliran energi merupakan arus satu arah yang diperbarui terus dari pasokan Sinar
Surya, aliran materi yang diperlukan dunia kehidupan pada dasarnya bersifat dua arah,
karena bahan-bahan kimia terbatas persediannya hingga harus digunakan lagi melalui
proses perputaran (siklus). Karena proses siklus materi tidak hanya terjadi dalam tubuh
organisme (biota) tetapi berlangsung juga dalam lingkungan abiotik, proses ini disebut
siklus biogeokimia.
Siklus biogeokimia merupakan pergerakan memutar unsur apa pun melalui atmosfer,
samudra, kerak bumi, dan makhluk hidup. Menurut Hutchinson (1944 , 1950) siklus
biogeokimia merupakan suatu pertukaran atau perubahan yang terus-menerus dari bahan-
bahan antara komponen biotik dan abiotik. Berdasarkan sumber yang ada di alam, siklus
biogeokimia dibagi dalam 2 golongan yaitu :

 Tipe gas, sebagai sumbernya atmosfer dan lautan (hidosfer) misalnya siklus hidrogen.

 Tipe sedimen, sumbernya adalah batuan bumi seperti fosfor, kalsium dan kalium.
Siklus biogeokimia pada akhirnya cenderung mempunyai mekanisme umpan-balik yang
dapat mengatur sendiri (self regulating) menjaga siklus itu dalam keseimbangan. Siklus
biogeokimia yang terpenting adalah siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus fosfor, yang
berperanan terhadap lingkungan tanaman. Aliran energi pada suatu ekosistem berjalan
dalam satu arah. Energi ekosistem berasal dari energi matahari yang digunakan produsen
untuk berfotosintesis. Sehingga, energi tersebut diubah menjadi energi kimia dan kemudian
diteruskan ke konsumen dalam bentuk senyawa-senyawa
organik dalam makanannya, dan dibuang dalam bentuk panas. Unsur-unsur kimia, seperti
karbon dan nitrogen, bersiklus di antara komponen-komponen abiotik dan biotik ekosistem.
Organisme fotosintetik mendapatkan unsur-unsur ini dalam bentuk anorganik dari udara,
tanah, dan air, dan mengasimilasi unsur-unsur tersebut menjadi molekul organik, yang
sebagian kemudian dikonsumsi oleh hewan.
Unsur itu dikembalikan dalam bentuk anorganik ke udara, tanah, dan air melalui
metabolisme tumbuhan dan hewan, serta melalui organisme lain, seperti bakteri dan fungi,
yang menguraikan buangan organik dan organisme yang mati.Karena pergerakan unsur-
unsur yang merupakan nutrien di dalam ekosistem terjadi secara berulang melalui
komponen biotik dan abiotik (geologis), maka proses tersebut juga disebut siklus

34
biogeokimia (biogeochemical cycle). Pada siklus tersebut, unsur atau senyawa kimia
mengalir dari komponen abiotik ke komponen biotik, lalu kembali lagi ke komponen
abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui makhluk hidup, tetapi melibatkan
juga reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik.
Proses-proses biologis dan geologis menggerakkan nutrien di antara komponen-komponen
organik dan anorganik. Lintasan spesifik suatu bahan kimia melalui suatu siklus
biogeokimia bervariasi menurut unsur yang dimaksud pada struktur trofik suatu ekosistem.

B. Jenis-jenis siklus biogeokimia


a. Siklus Karbon dan Oksigen
Karbon merupakan bahan dasar penyusun senyawa organik. Di dalam organisme hidup
terdapat 18% karbon. Kemampuan saling mengikat pada atom-atom karbon (C)
merupakan dasar bagi keragaman molekul dan ukuran molekul yang sangat diperlukan
dalam kehidupan. Selain terdapat dalam bahan organik, karbon juga ditemukan dalam
senyawa anorganik, yaitu gas karbondioksida (CO2) dan batuan karbonat (batu kapur
dan koral) dalam bentuk calsium karbonat (CaCO3). Organisme autotrof (tumbuhan)
menangkap karbon dioksida dan mengubahnya menjadi karbohidrat, protein, lipid,
dansenyawa organik lainnya. Bahan organik yang dihasilkan tumbuhan ini merupakan
sumber karbon bagi hewan dan konsumen lainnya.Pada setiap tingkatan trofik rantai
makanan, karbon kembali ke atmosfer atau air sebagai hasil pernapasan
(respirasi).Produsen, herbivora, dan karnivora selalu bernapas dan menghasilkan gas
karbondioksida. Setiap tahun, tumbuhan mengeluarkan sekitar sepertujuh dari
keseluruhan CO2 yang terdapat di atmosfer. Meskipun konsentarasi CO2 di atmosfer
hanya sekitar 0,03%, namun karbon mengalami siklus yang cepat, sebab tumbuhan
mempunyai kebutuhan yang tinggi akan gas CO2.

35
Walaupun begitu, sejumlah karbon dipindahkan dari siklus itu dalam waktu yang
lebih lama. Hal ini mungkin terjadi karena karbon terkumpul di dalam kayu dan bahan
organik lain yang tahan lama, termasuk batu bara dan minyak bumi. Perombakan oleh
detritivor akhirnya mendaur ulang karbon ke atmosfer sebagai CO 2. Selain itu
pembakaran kayu dan bahan bakar fosil juga ikut berperan, karena api dapat
mengoksidasi bahan organik atau kayu menjadi CO2 dengan lebih cepat.

Gambar siklus Karbon dan Oksigen

b. Siklus Fosfor
Keberadaan fosfor pada organisme hidup sangat kecil, tetapi peranannya sangat
diperlukan. Atom fosfor hanya ditemukan dalam bentuk senyawa fosfat (PO 4-3). Fosfat
diserap oleh tumbuhan dan digunakan untuk sintesis organik. Fosfor banyak dikandung
oleh asam nukleat, yaitu bahan yang menyimpan dan mentranslasikan sandi genetik.
Atom fosfor juga merupakan dasar bagi ATP (Adenosine Tri Phospat) berenergi tinggi
yang digunakan untuk respirasi seluler dan fotosintesis.
Selain itu merupakan salah satu mineral penyusun tulang dan gigi. Fosfor merupakan
komponen yang sangat langka dalam organisme tak hidup. Produktivitas ekosistem
darat dapat ditingkatkan jika
fosfor dalam tanah ditingkatkan.
Peristiwa pelapukan batuan
oleh fosfat akan menambah
kandungan fosfat di dalam tanah.
Contohnya adalah akibat hujan asam
Setelah produsen menggabungkan

36
fosfor ke dalam bentuk biologis, fosfor
dipindahkan ke konsumen dalam bentuk
organik. Setelah itu, fosfor ditambahkan
kembali ke tanah melalui ekskresi fosfat oleh
hewan dan bekteri penguarai detritus.
Humus dan partikel tanah mengikat
fosfat sedemikian rupa, sehingga siklus fosfor
terlokalisir dalam ekosistem.
Namun, fosfor dapat dengan mudah terbawa aliran air yang pada akhirnya terkumpul di
laut. Erosi yang terjadi akan mempercepat pengurasan fosfat di samping pelapukan
batuan yang sejalan dengan hilangnya fosfat. Fosfat yang berada di lautan secara
perlahan terkumpul dalam endapan yang kemudian tergabung dalam batuan. Ketika
permukaan air laut mengalami penurunan atau dasar laut mengalami kenaikan, batuan
yang mengandung fosfor ini menjadi bagian dari ekosistem darat. Dengan demikian,
fosfat mengalami siklus di antara tanah, tumbuh an, dan konsumen dalam waktu
tertentu.

Gambar siklus Fosfor

37
c. Siklus Nitrogen
Atmosfer mengandung lebih kurang 80% atom nitrogen dalam bentuk gas nitrogen
(N2). Di dalam organisme, nitrogen ditemukan dalam semua asam amino yang
merupakan penyusun protein. Bagi tumbuhan, nitrogen tersedia dalam bentuk
amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) yang masuk ke dalam tanah melalui air hujan dan
pengendapan debu-debu halus atau butiran lainnya.
Beberapa tumbuhan,seperti seperti Bromeliaceae epifit yang ditemukan di hutan hujan
tropis, memiliki akar udara yang dapat mengambil NH4+ dan NO3-secara langsung dari
atmosfer. Jalur lain penambahan nitrogen dalam ekosistem adalah melalui fiksasi
nitrogen (nitrogen fixation).
Fiksasi nitrogen merupakan proses perubahan gas nitrogen (N2) menjadi mineral yang
digunakan untuk mensintesis senyawa organik seperti asam amino. Nitrogen difi ksasi
oleh bakteri Rhizobium, Azotobacter, dan Clostridium yang hidup bebas dalam tanah.
Selain dari sumber alami, sekarang ini fiksasi nitrogen dibuat secara industri yang
digunakan sebagai pupuk. Pupuk bernitrogen ini memberikan sumbangan utama dalam
siklus nitrogen di suatu ekosistem akibat kegiatan pertanian. Meskipun tumbuhan dapat
menggunakan amonium secara langsung, tetapi sebagian besar amonium dalam tanah
digunakan oleh bakteriaerob tertentu sebagai sumber energi.
Aktivitas ini mengubah ammonium menjadi nitrat (NO3 kemudian menjadi nitrit
(NO2-). Proses ini disebut nitrifi kasi.
Nitrat yang dibebaskan bakteri ini kemudian diubah oleh tumbuhan menjadi bentuk
organik, seperti asam aminodan protein. Beberapa hewan akan mengasimilasi nitrogen
organic dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Pada kondisi tanpa oksigen
(anaerob), beberapa bakteri dapat memperoleh oksigen untuk metabolisme dari
senyawa nitrat. Proses ini disebut denitrifi kasi. Akibat proses ini, beberapa nitrat
diubah menjadi N2 yang kembali ke atmosfer. Perombakan dan penguraian nitrogen
organik kembali menjadi amonium yang disebut amonifi kasi dilakukan oleh bakteri
dan jamur pengurai. Proses-proses tersebut akan mendaur ulang sejumlah besar
nitrogen di dalam tanah.

38
Gambar siklus Nitrogen

d. Siklus Air
Air merupakan komponen penting bagi kehidupan. Selain itu, aliran airdalam
ekosistem berperan mentransfer zat-zat dalam siklus biogeokimia. Siklusair
digerakkan oleh energi matahari melalui penguapan (evaporasi) dan terjadinya
hujan (presipitasi).
Di lautan, jumlah air yang menguap lebih besar dari curah hujan. Kelebihan uap air
ini dipindahkan oleh angin ke daratan. Di atas daratan, persipitasi melebihi
evaporasi. Aliran air permukaan dan air tanah dari darat menyeimbangkan aliran uap
air dari lautan ke darat. Siklus air memiliki sifat khas dibandingkan siklus
biogeokimia yang lain.
Sebagian besar siklus ini terjadi melalui proses fisik, bukan kimia. Dalam proses-
proses tersebut air berbentuk H 2O, sedangkan di dalam fotosintesis terjadi
perubahan air secara kimiawi.

39
Gambar siklus Air

e. Daur Belerang (Sulfur)


Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat
anorganik. Sulfur direduksi
oleh bakteri menjadi sulfida dan
kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau hidrogen sulfida.
Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk hidup di perairan dan pada
umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati.
Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4).
Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk hidup
mati dan akan diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri
terlibat dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibrio yang akan
mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Kemudian
H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan melepaskan
sulfur dan oksigen. Sulfur di oksidasi menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof seperti
Thiobacillus.

40
Gambar siklus sulfur

C. Fungsi Siklus Biogeokimia


Fungsi Daur Biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua
unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen
biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga.

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

41
Aliran energi adalah jalur satu arah dari perubahan energi pada suatu
ekosistem. Proses aliran energi antarorganisme dapat terjadi karena adanya
proses makan dan di makan.
Aliran energi di ekosistem dpat dalam bentuk rantai makanan, jaring-jaring
makanan dan piramida ekologi yang didalamnya terjadi proses pertukaran
energi dari satu organisme ke organisme lainnya.
Proses makan dan dimakan secara berurutan disebut dengan rantai
makanan. Proses inilah yang menentukan bagaimana energi mengalir dari
satu organisme ke organisme yang lain dalam satu sistem.
Tiap-tiap rantai makanan yang ada di dalam ekosistem disambung-
sambungkan dan membentuk gabungan rantai makanan yang lebih
kompleks, maka terbentuk suatu aliran energi di dalamnya.
Produktivitas biasanya diartikan sebagai laju produksi zat organik dalam
suatu ekosistem. Produktivitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer
dilakukan oleh produsen (autotrof), produktivitas sekunder dilakukan oleh
konsumen (heterotrof).
Produktivitas dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer dan
produktivitas sekunder. Produktivitas primer adalah konversi energi surya
sedangkan produktivitas sekunder melibatkan makan atau penyerapan.
Produktivitas primer tergantung pada faktor-faktor lain yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan. Produktivitas sekunder tergantung pada jumlah
makanan yang tersedia dan efisiensi konsumen mengubahnya menjadi
biomassa baru

42
Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer
disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor
yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis
ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi produktivitas adalah suhu, cahaya, air, nutrien, tanah,
herbivora, jenis dan umur tumbuhan, dan peneduhan.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur produktivitas
adalah metode panen, mengukur oksigen, metode karbon dioksida dan
metode klorofil.
Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara
komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup.
Jenis-jenis siklus biogeokimia

1. Karbon dan oksigen

2. Fosfor

3. Sulfur

4. Air
Fungsi dari siklus biogeokimia adalah untuk menjaga kestabilan
yang ada di muka bumi.
3.2. SARAN
Pada pembuatan makalah ini, saya sebagai pembuat menyadari akan
kekurangan makalah saya, untuk itu saya selaku penyusun berharap kepada
pembaca untuk bisa membantu membenahi makalah ini dengan
mengoreksi kesalahan kesalahan yang terdapat dalam makalah saya. Agar

43
menjadi landasan bagi saya dan agar saya bisa memperbaiki makalah
berikutnya

DAFTAR PUSTAKA

Barbour, M. G., J.H. Burk., and W.P. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. California : The
Benjamin/Cumming Publishing Company Ins.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2008. Biologi (terjemahan), Edisi kelima Jilid 3. Jakarta :
Erlangga.

44
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi kelima Jilid 3. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Chapman, J. L. dan M. J. Reiss. 1997. Ecology : Principles and Applications. USA : Cambridge University.
Emanuel, A.P.,1997. Biologi. Jakarta : PT Galaxy Puspa Mega
Djumara, N. 2007. Modul 3 Sumber Daya Alam Lingkungan Terbarukan dan Tidak Terbarukan Diklat
Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah (Environmental Assesment and Management).
Jakarta : Bumi Aksara.
Jordan, C. F. 1995. Nutrient Cycling in Tropical Ecosystem. New York : John Wiley and Sons Inc.
Jordan, C. F. 1985. Nutrient Cycling in Tropical Forest Ecosystems. New York : John Wiley and Sons Inc.
Kendeigh, S. H. 1980. Ecology With Special Reference to Animals and Man. New Delhi : Prentice Hall of
India Private Limited.
Kimball. 1999. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Kilham, K. 1996. Soil Ecology. United kingdom : Cambridge University Press.
Mcnaughton, S.J. L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Nagle, G. 2010. Environmental System and Societies. NYC : Pearson Education Limited.
Odum, E. P. 1993. Fundamentals of Ecology. Philadelphia : W. B. Saunders Company.
Resosoedarmo, R.S., Kartawijaya, K., Soegianto., A. 1986. Pengantar Ekolologi. Bandung : Remadja Karya
CV.
Vickery, M. L. 1984. Ecology of Tropical Plants. New York : John Wiley and Sons Inc.
Welch, E. B & T. Lindell. 1980. Ecological effects of waste water. USA : Cambridge University Press.

45

Anda mungkin juga menyukai