Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“ Ekosistem ”
Di Sampaikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Tumbuhan

Di Susun Oleh :
Gratia N.Karujan (17 507 062)

Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Manado
2020

1
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah karena berkat
kemurahan-Nya makalah Ekologi Tumbuhan ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.

Kami menyadari bahwa proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik materi
maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usulan guna penyempurnaan makalah ini di
kemudian hari.

Kami sadari pula, bahwa dalam  pembuatan makalah ini  tidak lepas dari bantuan berbagai  pihak.
Untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Tondano, April 2020

2
DAFTAR ISI

ii
iii

4
4
4
4-5
6
A. 6
B. 8
C. 10
D. 15
E. 20
F. 21
G. 23
H. 23
K. 25
28
28
29

BAB I
PENDAHULUAN

3
A. Latar belakang
Makhluk hidup dalam perkembangan dan pertumbuhannya tidak dapat hidup sendiri, selalu
memerlukan makhluk lainnya dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Antara makhluk yang satu
dengan makhluk yang lain selalu berhubungan dan mengadakan kontak yang saling menguntungkan.
Tetapi ada juga sebagian kecil mahkluk hidup yang selalu merugikan makhluk lain, biasanya
makhluk ini disebut sebagai parasit.
Ekologi adalah kajian mengenai interaksi timbal-balik jasad individu, di antara dan di dalam
populasi spesies yang sama, atau di antara komunitas populasi yag berbeda-beda dan berbagai faktor
non hidup (abiotik) yang banyak jumlahnya yang merupakan lingkungan yang efektif tempat hidup
jasad, populasi atau komunitas itu. Lingkungan efektif itu mencakup kesaling terikatan pada interaksi
antara jasad hidup itu sendiri. Kaji ekologi itu memungkinkan kita memahami komunitas itu secara
keseluruhan.
Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an.
Ekologi sendiri mencakup suatu keterkaitan antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi, seperti tumbuhan dan sinar matahari, tanah dengan air, yang pada umumnya
dikatakan sebagai hukum alam yang berimbang dan biasa disebut ekosistem. Komponen-komponen
dalam ekosistem telah dikelolah oleh alam dan mereka saling berinteraksi. Ada komponen yang
bersifat netral, bekerjasama, menyesuaikan diri, bertentangan bahkan saling menguasai. Akan tetapi
pada akhirnya antara kekuatan-kekuatan tersebut terjadi keseimbangan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hubungan Trofik Dalam Ekosistem ?
2. Bagaimana Aliran Energi Dalam Ekosistem?
3. Bagaimana Siklus Unsur Kimia Dalam Ekosistem?
4. Bagaimana Dampak Manusia Terhadap Ekosistem?
5. Apa Itu Evolusi Ekosistem?
6. Apa Itu Koevolusi?
7. Apa Itu Seleksi Kelompok?
8. Bagaimana Strategi Perkembangan Ekosistem?
9. Bagaimana Bioenegertika Perkembangan Ekosistem?
10. Apa Itu Tekanan Seleksi?
11. Apa Itu

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Hubungan Trofik Dalam Ekosistem
2. Untuk Mengetahui Aliran Energi Dalam Ekosistem
3. Untuk Mengetahui Siklus Unsur Kimia Dalam Ekosistem
4. Untuk Mengetahui Dampak Manusia Terhadap Ekosistem
5. Untuk Mengetahui Evolusi Ekosistem
6. Untuk Mengetahui Koevolusi
7. Untuk Mengetahui Seleksi Kelompok
8. Untuk Mengetahui Strategi Perkembangan Ekosistem
9. Untuk Mengetahui Bioenegertika Perkembangan Ekosistem

4
10. Untuk Mengetahui Tekanan Seleksi
11. Untuk Mengetahui

BAB II
PEMBAHASAN

5
A. Hubungan Trofik dalam Ekosistem

Setiap ekosistem memiliki suatu struktur trofik (tropbic struc-ture) dari hubungan makan-
memakan. Para ahli ekologi membagi spesies dalam suatu komunitas atau ekosistem ke dalam
tingkat-tingkat trofik (trophic levels) berdasarkan nutriennya. Tingkat trofik yang secara
mendasar mendukung yang lainnya dalam suatu ekosistem terdiri dari organisme autotrof, atau
produsen primer (primary producer) ekosistem tersebut. Sebagian besar produsen primer adalah
organisme fotosintetik yang meng-gunakan energi cahaya untuk mensintesis gula dan senyawa
organik lainnya, yang kemudian digunakan oleh produsen primer tersebut sebagai bahan bakar
untuk respirasi seluler dan sebagai bahan pembangun untuk pertumbuhan. Organisme dalam
tingkat trofik di atas produsen primer adalah heterotrof yang secara langsung atau secara tidak
langsung bergantung pada hasil fotosintetik produsen primer. Herbivora, yang memakan
tumbuhan atau alga, adalah konsumen primer. Tingkat trofik berikutnya terdiri dari konsumen
sekunder : karnivora yang memakan herbivora. Karnivora ini selanjutnya dapat dimakan oleh
karnivora lain yang merupakan konsumen tersier, dan beberapa ekosistem bahkan memiliki
karnivora dengan tingkat yang lebih tinggi lagi. Beberapa konsumen, detritivora, mendapatkan
energinya dari detritus, yang merupakan bahan organik yang tidak hidup, seperti feses, daun yang
gugur, dan bangkai organisme mati, dari semua tingkat trofik. Detritivora seringkali membentuk
suatu hubungan utama antara produsen primer dan konsumen dalam suatu ekosistem. Di sungai,
misalnya, banyak di antara bahan organik yang digunakan oleh konsumen, disediakan oleh
tumbuhan terestrial yang memasuki ekosistem sebagai dedaunan dan serpihan-serpihan lain yang
jatuh ke dalam air atau tercuci oleh aliran permukaan. Seekor udang karang (crayfish) mungkin
bisa memakan detritus tumbuhan di dasar sebuah sungai atau danau, dan kemudian udang karang
tersebut akan dimakan oleh seekor ikan. Dalam sebuah hutan, burung kemungkinan memakan
cacing tanah yang telah memakan sampah dedaunan di permukaan tanah.

Struktur trofik suatu ekosistem menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia. Jalur
di sepanjang perpindahan makanan dari tingkat trofik satu ke tingkat trofik yang lain, yang
dimulai dengan produsen primer, dikenal sebagai rantai makanan (food chain).

Panjang rantai makanan dibatasi oleh jumlah energi yang dipindahkan dari satu tingkat ke
tingkat berikutnya. Sesungguhnya, beberapa ekosistem sangat sederhana, se-hingga ekosistem
tersebut dicirikan oleh suatu rantai makanan tunggal yang tidak bercabang. Beberapa jenis
konsumen primer umumnya memakan spesies tumbuhan yang sama, dan satu spesies konsumen
primer bisa memakan beberapa tumbuhan yang berbeda. Percabangan rantai makanan seperti itu
terjadi juga pada tingkat trofik lainnya. Sebagai contoh, katak dewasa, yang merupakan
konsumen sekunder, memakan beberapa spesies serangga yang juga dapat dimakan oleh berbagai
jenis burung. Selain itu, beberapa konsumen memakan beberapa level trofik yang berbeda.
Seekor burung hantu, misalnya, bisa memakan mencit, yang sebagian besar merupakan
konsumen primer, akan tetapi dapat juga memakan beberapa invertebrata; seekor burung hantu
juga dapat memakan ular, yang sepenuhnya adalah karnivora. Omnivora, termasuk manusia,
memakan produsen dan juga konsumen dari tingkat yang berbeda-beda. Dengan demikian,
hubungan makan-memakan dalam suatu ekosistem umumnya saling jalin menjalin menjadi
jaring-jaring makanan (food web) yang rumit ( gambar 2). Penting untuk membedakan antara

6
struktur ekosistem (sistem trofik) dan proses ekosistem, seperti produksi dan konsumsi, yang
mempengaruhi alirai energi dan siklus kimia. Dalam pengertian ekologi, produksi berarti laju
pemasukan energi dan materi ke dalam badan organisme. Dengan demikian, semua organisme
adalah produsen (meskipun produsen primer kadang-kadang hanya disebut "produsen" karena
produksi mereka mendukung produksi semua organisme lainnya). Konsumsi didefinisikan secara
longgar, akan tetapi secara umum mengacu pada penggunaan metabolik bahan organik yang
diasimilasikan untuk pertumbuhan dan reproduksi; dalam pengertian ini, semua organisme
termasuk autotrof (yang memetabolisme senyawa organik yang dibuat sendiri oleh organisme
tersebut dari bahan--bahan yang mereka asimilasikan dari lingkungan), adalah konsumen. Suatu
proses ekosistem yang ketiga, dekomposisi (decomposition) atau penguraian, adalah perombakan
bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Semua organisme melakukan penguraian dalam
metabolisme seluler, organisme itu merombak bahan organik dan melepaskan produk anorganik,
seperti karbon dioksida dan amonia ke lingkungan.Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan
banyak spesies bakteri. Produsen primer utama pada sebagian besar eksosistem terestrial adalah
tumbuhan. Dalam zona limnetik danau dan dalam lautan terbuka, fitoplankton (alga dan bakteri)
adalah autotrof yang paling penting, sementara alga multiseluler dan tumbuhan akuatik kadang-
kadang merupakan produsen primer yang lebih penting di daerah litoral (daerah dangkal dekat
pantai) dalam ekosistem air tawar maupun air laut. Akan tetapi, pada zona afotik di laut dalam,
sebagian besar kehidupan bergantung pada produksi fotosintetik di dalam zona fotik; energi dan
nutrien turun ke bawah dari atas dalam bentuk plankton mad dan detritus lainnya. Satu
pengecualian khusus adalah komunitas organisme yang hidup dekat celah air panas di bagian
dasar laut dalam. Bakteri kemoautotrof yang mendapatkan energi dari oksidasi hidrogen sulfida
merupakan produsen utama dalam ekosistem ini, yang didukung oleh energi kimia, bukan energi
matahari. Akan tetapi, karena bakteri itu memerlukan oksigen yang diperoleh dari fotosintesis
untuk mengoksidasi hydrogen sulfide, maka panas ini tidak secara total bergantung pada energi
kimia saja. Konsumen primer, atau herbivora, yang hidup di daratan se-bagian besar adalah
serangga, bekicot, parasit tumbuhan, dan vertebrata tertentu, termasuk mamalia pemakan rumput
dan banyak sekali burung dan mamalia yang memakan biji-bijian dan buah-buahan. Ketika para
peneliti mempelajari kebiasaan makan konsumen primer, mereka menemukan bahwa banyak di
antara organisme tersebut adalah oportunis; organisme tersebut menambah makanan utama
mereka yang terdiri dari autotrof dengan beberapa materi heterotrof ketika materi heterotrof
tersebut tersedia. Tupai tanah dan tupai lainnya, misalnya, ter-utama memakan biji-bijian dan
buah-buahan, tetapi kadang--kadang juga dapat memakan telur burung dan anak burung. Banyak
konsumen yang terutama memakan organisme hidup juga memakan bangkai beberapa zat organik
yang sudah mati. Dalam ekosistem akuatik, fitoplankton sebagian besar di-konsumsi oleh
zooplankton, yang meliputi protista heterotrof, berbagai invertebrata kecil (khususnya krustase,
dan di lautan tahapan larva dari bamyak spesies yang hidup dalam bentos sebagai organisme
dewasa), dan beberapa ikan. Sama dengan organisme terestrial, banvak heterotrof akuatik adalah
oportunis. Contoh-contoh konsumen sekunder dalam ekosistem teres-trial adalah laba-laba,
katak, burung pemakan serangga, mamalia karnivora, dan parasit hewan. Dalam habitat akuatik,
banyak ikan memakan zooplankton dan selanjutnya ikan tersebut di-makan oleh ikan lain. Pada
zona bentik laut, invertebrata pemakan alga adalah mangsa bagi invertebrata lainnya, seperti
bintang laut. Bahan organik yang menyusun organisme hidup dalam suatu ekosistem akhirnya
akan didaur ulang (disiklus ulang), diurai (dibusukkan), dan dikembalikan ke lingkungan abiotik

7
dalam bentuk yang dapat digunakan oleh autotrof. Meskipun semua organisme melakukan
penguraian sampai ke derajat tertentu, pengurai utama suatu ekosistem adalah prokariota dan
fungi, yang awalnya mensekresi enzim yang mencerna bahan organik dan kemudian menyerap
produk penguraian tersebut. Penguraian oleh prokariota dan fungi berperan dalam sebagian besar
peng-ubahan bahan organik dari semua tingkat trofik menjadi senyawa anorganik yang dapat
dimanfaatkan oleh autotrof, dan dengan demikian penguraian itu menghubungkan semua tingkat
trofik.

B. Aliran Energi Dalam Ekosistem

Semua organisme memerlukan energi untuk pertumbuhan, pe-meliharaan, reproduksi,


dan pada beberapa spesies, untuk loko-mosi. Sebagian besar produsen primer menggunakan
energi cahaya untuk mensintesis molekul organik yang kaya energi, yang se-lanjutnya dapat
dirombak untuk membuat ATP Konsumen men-dapatkan bahan bakar organiknya dari tangan
kedua (atau bahkan tangan ketiga atau tangan keempat) melalui jaring-jaring makanan. Dengan
demikian, keadaan aktivitas fotosintetik me-nentukan batas pengeluaran bagi pengaturan energi
keseluruhan ekosistem.

3.2.1. Pengaturan Energi Global Setiap hari,

Bumi dibombardir oleh sekitar 1022 joule (J) radiasi matahari (1 J = 0,239 kalori). Energi
ini adalah setara dengan energi 100 juta bom atom seukuran bom yang dijatuhkan di Hiroshima.
Intensitas energi matahari yang mencapai Bumi dan atmosfernya bervariasi pada garis lintang.
Daerah tropis menerima masukan yang paling tinggi. Sebagian besar radiasi matahari diserap,
terpencar, atau dipantulkan oleh atmosfer dalam suatu pola asimetris yang ditentukan oleh variasi
dalam tutupan awan dan jumlah debu di udara di sepanjang wiiayah yang berbeda-beda. Jumlah
radiasi matahari yang mencapai Bumi akhirnya membatasi basil foto-sintesis ekosistem tersebut,
meskipun produktivitas fotosintetik juga dibatasi oleh air, suhu, dan ketersediaan nutrien. Banyak
radiasi matahari yang mencapai biosfer sampai di lahan gundul dan badan air yang dapat
menyerap atau meman-tulkan energi yang datang itu. Hanya sebagian kecil yang akhir-nya
mengenai alga, bakteri fotosintetik, dan daun tumbuhan, dan hanya sebagian cahaya yang
memiliki panjang gelombang yang sesuai untuk fotosintesis. Di antara cahaya tampak, yang
mencapai organisme fotosintetik, hanya sekitar 1 % sampai 2% yang diubah menjadi energi
kimia melalui fotosintesis, dan efisiensi ini bervariasi menurut jenis organisme, tingkat cahaya,
dan faktorfaktor lainnya. Meskipun fraksi dari total radiasi matahari yang sampai ke Bumi yang
tertangkap oleh fotosintesis sangat kecil, produsen primer di Bumi secara keseluruhan
menghasilkan sekitar 170 miliar ton bahan organik per tahun -suatu jumlah yang sangat
mengagumkan. 3.2.2. Produktivitas Primer Jumlah energi cahaya yang diubah menjadi
energi:kimia (senyawa organik) oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu
tertentu disebut produktivitas primer. Total produkthritas primer dikenal sebagai produktivitas
primer kotor (gross pri-mary productivity, GPP). Tidak semua produktivitas ini disimpan sebagai
bahan organik pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena tumbuhan menggunakan sebagian
molekul tersebut se-bagai bahan bakar dalam respirasi selulernya. Dengan demikian,
produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer
kotor dikurangi energi yang di-gunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs): NPP = GPP - Rs Kita

8
juga bisa memandang hubungan ini dalam pengertian per-samaan umum untuk fotosintesis dan
respirasi:

Produktivitas primer kotor dihasilkan oleh fotosintesis; produk-tivitas primer bersih


adalah selisih antara hasil fotosintesis dan konsumsi bahan bakar organik dalam respirasi.
Produktivitas primer bersih adalah ukuran yang penting dalam pengkajian kita, karena
produktiwitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen dalam
suatu ekosistem. Antara 50% dan 90% dari produktivitas primer kotor pada sebagian besar
produsen primer tersisa sebagai produktivitas primer bersih setelah kebutuhan energinya
terpenuhi. Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur
nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon, yang men-dukung sistem batang dan akar van, bzsar
dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi per satuan luas
per satuan waktu (J/mr/tahun), atau sebagai biomassa (berat) vegetasi yang ditambahkan ke
ekosistem per satuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Biomassa umumnya dinyatakan
sebagai berat kering bahan organik, karena molekul air tidak mengandung energi yang dapat
digunakan, dan karena kandungan air tumbuhan bervariasi dalam jangka waktu yg singkat.
Produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari
autotrof fotosintetik yg terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman
tegakan (standing crop biomass). Produktivitas Primer adalah laju di mana organisme-organisme
mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang
sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer
beberapa padang rumput, yang tidak mengakumulasi vegetasi, karena hewan mengkonsumsi
tumbuhan di padang rumput itu secara cepat dan karena banyak di antara tumbuhan itu adalah
tumbuhan setahun. Ekosistem yang berbeda sangat bervariasi dalam produktivitasnya dan juga
dalam sumbangannya terhadap produktivitas total di Bumi. (Gambar 3.)

Hutan hujan tropis merupakan salah satu ekosistem terestrial yang paling produktif, dan
karena hutan hujan tropis menutupi sebagian besar Bumi. Ekosistem ini menyumbang dalam
proporsi besar bagi keseluruhan produktivitas planet ini. Muara dan terumbu karang juga
memiliki produktivitas yang sangat tinggi, akan tetapi sumbangan total mereka terhadap
produktivitas global relatif kecil karena sistem ini tidak begitu luas di Bumi. Lautan terbuka
menyumbangkan lebih banyak produktivitas primer dibandingkan dengan ekosistem lain, akan
tetapi hal ini disebabkan oleh ukurannya yang sangat besar; produktivitas per satuan luasnya
relatif rendah. Gurun dan tundra juga memiliki produktivitas yang rendah. Faktor yang paling
penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan pada perubahan
musim dalam lingkungan. Produktivitas dalam ekosistem terestrial umumnya berkorelasi dengan
presipitasi (curah hujan), suhu, dan intensitas cahaya. Misalnya, para petani seringkali mengairi
ladangnya, untuk meningkatkan produktivitas dalam habitat di mana ketersediaan air membatasi
aktivitas fotosintetik; panas dan cahaya, serta air, disediakan bagi tumbuhan yang ditanam di
rumah kaca. Umumnya produktivitas semakin mendekati ekuator (katulistiwa) semakin
meningkat karena air, panas, dan cahaya lebih mudah tersedia di daerah tropis. Nutrien anorganik
juga bisa merupakan faktor penting dalam pembatasan produktivitas pada banyak ekosistem
terestrial. Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah
yang relatif besar dan yang lain hanya dalam jumlah sedikit akan tetapi semuanya penting.
Produktivitas primer mengeluarkan nutrien dari suatu ekesistem, kadang-kadang lebih cepat

9
dibandingkan dengan pe-ngembaliannya. Pada titik tertentu, produktivitas bisa melambat atau
berhenti karena suatu nutrien spesifik tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Tidak
mungkin semua nutrien akan habis secara bersamaan, sehingga produktivitas selanjutnya dibatasi
oleh sebuah nutrien tunggal-yang disebut nutrien pem-batas (limiting nutrien) yang tidak lagi
tersedia dalam per-sediaan yang mencukupi. Menambahkan nutrien lain ke sistem tersebut tidak
akan merangsang produktivitas yang diperbarui, karena sebelumnya nutrien tersebut telah ada
dalam jumlah yang mencukupi. Akan tetapi, penambahan nutrien pembatas akan merangsang
sistem itu untuk memulai penumbuhan sampai beberapa nutrien lain atau nutrien yang sama
menjadi terbatas. Pada banyak ekosistem, baik nitrogen atau fosfor merupakan nutrien pembatas
utama. Beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar di perairan dangkal dekat benua dan di
sepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrien berlimpah. Di lautan terbuka, in-tensitas
cahaya mempengaruhi produktivitas komunitas fito-plankton. Produktivitas secara umum paling
besar dekat per-mukaan dan menurun secara tajam dengan bertambahnya ke-dalaman, karena
cahaya secara cepat diserap oleh air dan plank-ton. Produktivitas primer per satuan luas laut
terbuka relatif rendah karena nutrien anorganik, khususnya nitrogen dan fosfor, tersedia dalam
jumlah terbatas di dekat permukaan; di tempat yang sangat dalam, di mana nutrien berlimpah,
cahaya yang masuk tidak mencukupi untuk mendukung fotosintesis. Komunitas fitoplankton
berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor
ke per-mukaan. Fenomena ini terjadi di laut Antarktik, yang meskipun airnya dingin dan
intensitas cahayanya rendah, sesungguh-nya lebih produktif dibandingkan dengan sebagian besar
laut tropis. Ekosistem kemoautotrof di dekat celah air panas dasar laut juga sangat produktif,
tetapi komunitas ini tidak luas penyebarannya, dan sumbangan keseluruhannya terhadap produk-
tivitas laut adalah kecil. Dalam ekosistem air tawar, seperti pada laut terbuka, inten-sitas cahaya
dan variasi kedalaman kelihatannya merupakan penentu penting produktivitas. Ketersediaan
nutrien anorganik bisa juga membatasi produktivitas dalam ekosistem air tawar, seperti halnya di
lautan, tetapi perputaran air (turnover) dua kali setahun pada danau akan mengaduk air,
membawa nutrien ke lapisan permukaan yang cukup mendapatkan cahaya. Ketika energi
mengalir melewati suatu ekosistem, banyak energi yang hilang sebelum dapat dikonsumsi oleh
organisme pada tingkat beiikutnya. Jika semua tumbuhan di sebuah padang rumput ditumpuk
menjadi suatu tumpukan yang besar sekali, tumpukan seluruh herbivora akan tampak kecil di
sebelah tumpukan tumbuhan tersebut. Akan tetapi, tumpukan herbivora akan jauh lebih besar
dibandingkan dengan suatu tumpukan konsumen sekunder. Jumlah energi yang tersedia bagi
masing-masing tingkat trofik ditentukan oleh produktivitas primer bersih dan efisiensi
pengubahan energi makanan menjadi biomassa di setiap mata rantai pada rantai makanan. Seperti
akan kita lihat, efisiensi ini tidak pernah mencapai 100%. 3.2.3. Produktivitas Sekunder Laju
pengubahan energi kimia pada makanan yang dimakan oleh konsumen ekosistem menjadi
biomassa baru mereka sendiri disebut produktivitas sekunder ekosistem terse-but. Bayangkan
perpindahan bahan organik dari produsen ke herbivora, yang merupakan konsumen primer. Di
sebagian besar ekosistem, herbivora hanya mampu memakan sebagian kecil bahan tumbuhan
yang dihasilkan, dan herbivora tidak dapat mencerna seluruh senyawa organik yang ditelannya.

C. Siklus Unsur Kimia Dalam Ekosistem

10
Meskipun ekosistem menerima masukan energi matahari yang pada prinsipnya tidak akan
habis, unsur kimia hanya tersedia dalam jumlah terbatas. (Meteorit yang kadang-kadang
menubruk Bumi adalah satu-satunya sumber materi dari luar Bumi.) Dengan demikian kehidupan
di Bumi bergantung pada siklus ulang (daur ulang) unsur-unsur kimia yang penting. Bahkan
ketika suatu individu organisme masih hidup, banyak persediaan zat kimianya berputar secara
terus-menerus, ketika nutrien diserap dan hasil buangan dilepaskan. Pada saat suatu orga-nisme
mati, atomatom yang terdapat dalam molekul kompleks organisme tersebut dikembalikan sebagai
senyawa-senyawa yang lebih sederhana ke atmosfer, air, atau tanah melalui penguraian oleh
bakteri dan fungi. Penguraian ini-melengkapi kumpulan nutrien anorganik yang digunakan oleh
tumbuhan dan organisme autotrof lainnya untuk membentuk suatu bahan organik baru. Karena
perputaran nutrien melibatkan komponen biotik dan abiotik suatu ekosistem, perputaran itu juga
disebut siklus biogeokimia (biogeochemical cycle). Lintasan spesifik suatu bahan kimia
melalui suatu siklus bio-geokimia bervariasi menurut unsur yang dimaksud dan pada struktur
trofik suatu ekosistem. Akan tetapi kita dapat mengenali dua kategori umum siklus biogeokimia.
Bentuk gas dari unsur karbon, oksigen, sulfur, dan nitrogen, ditemukan dalam atmosfer, dan
siklus unsur-unsur ini pada dasarnya adalah global. Sebagai contoh, sejumlah atom karbon dan
oksigen yang diperoleh tum-buhan dari udara sebagai CO2, kemungkinan telah dilepaskan ke
atmosfer melalui respirasi seekor hewan yang berada tidak jauh dari tumbuhan tersebut. Unsur
lain yang kurang aktif dalam lingkungan, yang meliputi fosfor, kalium, kalsium, dan unsure--
unsur yang ada dalam jumlah kecil, umumnya bersiklus dalam skala yang lebih lokal, paling
tidak dalam jangka waktu yang pendek. Tanah adalah reservoir abiotik utama unsur-unsur ter-
sebut, yang diserap oleh akar tumbuhan dan akhirnya dikem-balikan ke tanah oleh pengurai,
umumnya di sekitar lokasi yang sama. Model umum siklus nutrient yg menunjukkan reservoir
atau kompartemen utama unsure-unsur dan proses yg mentransfer unsure-unsur diantara
reservoir- reservoir tersebut.

Sebagian besar nutrien terakumulasi dalam empat reservoir, yang masing-masing


ditentukan oleh dua karakteristik: apakah reservoir itu mengandung bahan organik atau
anorganik, dan apakah bahan-bahan (materi) tersedia secara langsung atau tidak langsung untuk
digunakan oleh organisme. Satu kompar-temen bahan organik terdiri dari organisme hidup itu
sendiri dan detritus; nutrien ini tersedia bagi organisme lain ketika konsumen itu saling memakan
satu sama lain dan ketika detri-tivora mengkonsumsi bahan organik tak hidup. Kompartemen
organik kedua termasuk deposit organisme-organisme yang suatu waktu pernah hidup (batu bara,
minyak, dan gambut) yang "terfosilkan", di mana nutrien tidak dapat diasimilasi secara langsung.
Bahan-bahan dipindahkan dari kompartemen organik hidup ke kompartemen organik yang
terfosilkan pada masa silam, ketika organisme itu mati dan terkubur oleh sedimentasi selama
jutaan tahun untuk menjadi batu bara dan minyak. Nutrien juga ditemukan dalam dua
kompartemen anorganik, yang satu adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien tersebut tersedia
untuk digunakan oleh organisme dan satu lagi adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien
tersebut tidak tersedia untuk digunakan oleh organisme lain. Kompartemen anorganik yang
tersedia meliputi zat-zat (unsur dan senyawa) yang larut dalam air atau terdapat di tanah atau
udara. Organisme meng-asimilasi bahan-bahan dari kompartemen itu secara langsung dan
mengembalikan nutrien ke dalamnya melalui proses respirasi, ekskresi, dan dekomposisi
(penguraian) yang cukup cepat. Unsur--unsur pada kompartemen anorganik yang tidak tersedia
terikat dalam bebatuan. Meskipun organisme tidak dapat masuk ke dalam kompartemen ini secara

11
langsung, nutrien secara perlahan-lahan akan menjadi tersedia untuk digunakan melalui
pelapukan dan erosi. Dengan cara serupa, bahan-bahan organik yang tidak tersedia berpindah ke
dalam kompartemen nutrien anorganik yang tersedia melalui erosi atau ketika bahan bakar fosil
dibakar dan unsur-unsurnya menjadi uap. Menjelaskan siklus biogeokimia dalam teori umum
jauh lebih sederhana dibandingkan dengan secara nyata melacak unsur--unsur melalui siklus ini.
Ekosistem-ekosistem tidak saja sangat kompleks, tetapi umumnya juga mempertukarkan paling
tidak sebagian zat-zatnya dengan wilayah lain.. Bahkan dalam kolam sekalipun, yang memiliki
perbatasan yang jelas, terdapat beberapa proses yang menambahkan dan mengeluarkan nutrien
pokok pada ekosistem itu. Mineral yang terlarut dalam air hujan atau yang mengalir dari lahan di
sebelahnya akan menambah mineral ke dalam kolam tersebut, seperti halnya serbuk sari yang
kaya nutrien, daun-yang berguguran, dan bahan-bahan lain yang terkandung di udara. Selain itu,
tentunya, terdapat siklus karbon, oksigen, dan nitrogen antara kolam tersebut dan atmosfer.
Burung bisa memakan ikan atau larva akuatik serangga, yang mendapatkan persediaan nutriennya
dari kolam tersebut, dan sejumlah nutrien tersebut kemudian bisa diekskresikan (dikeluarkan) di
darat yang jauh dari daerah drainase kolam tersebut. Melacak aliran masuk dan aliran keluar
padai ekosistem terestrial yang kurang jelas bahkan lebih sulit lagi batas-batasnya. Namun
demikian, para ahli ekologi telah membentuk skema umum untuk siklus kimia pada beberapa
ekosistem, seringkali dengan menambahkan sejumlah kecil perunut (tracer) radioaktif yang
membuat peneliti bisa mengikuti unsur kimia melalui berbagai komponen biotik dan abiotik
ekosistem tersebut. 3.3.1. Siklus Air Meskipun hanya sebagian kecil air di Bumi yang terdapat
pada materi hidup, air sangat penting bagi organisme hidup. Selain kontribusi air secara langsung
bagi kelestarian hidup lingkungan, pergerakannya di dalam dan antarekosistem juga mentransfer
zat-zat lain dalam beberapa siklus biogeokimia. Siklus air digerakkan oleh energi matahari, dan
sebagian besar terjadi di antara lautan dan atmosfer melalui penguapan (evaporasi) dan curah
hujan (presipitasi) (Gambar 9). Jumlah air yang menguap dari lautan melebihi presipitasi di atas
lautan, dan kelebihan uap air dipindahkan oleh angin ke daratan. Di atas permukaan daratan,
presipitasi melebihi evaporasi dan trans-pirasi, yaitu hilangnya air melalui euaporasi pada
tumbuhan. Aliran permukaan dan air tanah dari darat akan menyeimbang-kan aliran bersih uap air
dari lautan ke daratan. Siklus air berbeda dari siklus lainnya karena sebagian besar aliran air
melalui ekosistem terjadi melalui proses fisik, bukan proses kimia; selama evaporasi, transpirasi,
dan presipitasi, air mempertahankan bentuknya sebagai H2O. Suatu pengecualian yang penting
secara ekologis (meskipun tidak secara kuantitatif) adalah perubahan air secara kimia selama
proses fotosintesis.

3.3.2. Siklus Karbon Karbon

adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Pergerakannya melalui suatu
ekosistem ber-barengan dengan pergerakan energi, melebihi zat kimia lain; karbohidrat
dihasilkan selama fotosintesis, dan CO2 dibebaskan bersama energi selama respirasi. Dalam
siklus karbon, proses timbal balik fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan
antara lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon, dalam
bentuk C02, dari atmosfer melalui stomata daunnya dan menggabung-kannya ke dalam bahan
organik biomassanya sendiri melalui proses fotosintesis. Sejumlah bahan organik tersebut
kemudian menjadi sumber karbon bagi konsumen. Respirasi oleh semua organisme
mengembalikan CO2 ke atmosfer. Meskipun CO2 terdapat di atmosfer dengan konsentrasi yang

12
relatif rendah (sekitar 0,03%), karbon bersiklus ulang dengan laju yang relatif cepat, karena
tumbuhan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan gas ini. Setiap tahun, tumbuhan mengeluarkan
sekitar sepertujuh dari keseluruhan CO2 yang terdapat di atmosfer; jumlah ini kira-kira (akan
tetapi tidak tepat betul) diseimbangkan melalui respirasi. Sejumlah karbon bisa dipindah-kan dari
siklus tersebut dalam waktu yang lebih lama. Hal ini terjadi, misalnya, ketika karbon
terakumulasi di dalam kayu dan bahan organik yang tahan lama lainnya. Perombakan meta-bolik
oleh detritivora akhirnya mendaur ulang karbon ke atmosfer sebagai C2„ meskipun api dapat
mengoksidasi bahan organik seperti itu menjadi CO2 jauh lebih cepat. Akan tetapi, beberapa
proses dapat mengeluarkan karbon dari siklus jangka pendeknya selama jutaan cahun; dalam
beberapa lingkungan, detritus terakumulasi jauh lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan
d°critivora merombak detritus. Dalam kondisi tertentu, deposit tersebut akhirnya membentuk batu
bara dan minyak bumi yang menjadi terkunci sebagai nutrien organik yang tidak tersedia. Jumlah
CO2 dalam atmosfer sedikit bervariasi tergantung musim. Konsentrasi CO2 paling rendah terjadi
selama musim panas di Belahan Bumi Utara dan paling tinggi selama musim dingin. Naik
turunnya konsentrasi CO2 secara musiman ini terjadi karena terdapat lebih banyak daratan di
Belahan Bumi Utara dibandingkan dengan di Belahan Bumi Selatan, sehingga juga terdapat lebih
banyak vegetasi. Vegetasi tersebut mempunyai aktivitas fotosintesis maksimum selama musim
panas, sehingga mengurangi jumlah CO2 global di atmosfer. Selama musim dingin, tumbuhan
melepaskan lebih banyak CO2 melalui respirasi tetapi menggunakannya untuk fotosintesis,
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan global gas CO2, tersebut yang bertumpang-tindih
pada fluktuasi musiman ini adalah peningkatan terus-menerus konsentrasi keseluruhan CO2 at-
mosfer yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia. Dari sudut pandang
jangka panjang, hal ini dapat dipandang sebagai kembalinya CO2, ke atmosfer yang sebelumnya
telah dikeluarkan melalui fotosintesis beberapa waktu silam. Akan tetapi selama jutaan tahun
ketika bahan ini secara efektif berada di luar sirkulasi, berkembang suatu kesetimbangan dalam
siklus Hal yang bertumpang tindih pada fluktuasi musiman ini adalah peningkatan terus menerus
konsentrasi CO2 atmosfer yg disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia. Dari
sudut pandang jangka panjang, hal ini dapat dipandang sebagai kembalinya CO2 ke atmosfer
yang sebelumnya telah dikeluarkan melalui fotosintesis beberapa waktu silam. Akan tetapi
selama jutaan tahun ketika bahan ini secara efektif berada di luar sirkulasi, berkembang suatu
kesetimbangan dalam siklus karbon global. Sekarang keseimbangan tersebut sedang ter-ganggu,
dengan konsekuensi yang tidak pasti.

Siklus karbon diperumit lagi dalam lingkungan akuatik me-lalui interaksi CO2 dengan air
dan batu kapur. Karbon dioksida yang terlarut bereaksi dengan air membentuk asam karbonat
(H2CO3). Asam karbonat selanjutnya bereaksi dengan batu kapur (CaC03) yang sangat
berlimpah pada kebanyakan perairan, termasuk lautan, untuk membentuk ion bikarbonat dan
karbonat: Ketika CO2 digunakan dalam fotosintesis di lingkungan akuatik dan laut,
kesetimbangan urutan reaksi ini bergeser ke arah kiri, yang mengubah bikarbonat kembali
menjadi CO2. Dengan demikian, bikarbonat akan berfungsi sebagai reservoir CO2. Autotrof
akuatik bisa juga menggunakan bikarbonat terlarut secara-langsung sebagai sumber karbon.
Secara keseluruhan, jumlah karbon yang terdapat dalam berbagai bentuk anorganik di lautan,
tidak termasuk sedimen, adalah sekitar 50 kali yang tersedia di atmosfer. Karena reaksi anorganik
CO2 ini dalam air, dan juga pengambilannya oleh fitoplankton laut, lautan bisa berfungsi sebagai

13
suatu "penyangga (buffer)" penting yang dapat menyerap sejumlah CO2, yang ditambahkan ke
atmosfer dengan cara pembakaran bahan bakar fosil.

3.3.3. Siklus Nitrogen Nitrogen

adalah salah satu unsur kimia utama lain dalam ekosistem. Nitrogen ditemukan pada
semua asam amino, yang merupakan penyusun protein organisme-organisme. Nitrogen tersedia
bagi tumbuhan hanya dalam bentuk mineral: NH4+ (amonium) dan N03- (nitrat). Meskipun
atmosfer Bumi hampir 80%-nya terdiri atas nitrogen, unsur ini sebagian besar terdapat dalam
bentuk gas nitrogen (N2, yang tidak tersedia bagi tumbuhan. Nitrogen memasuki ekosistem
melalui dua jalur alamiah, yang keutamaan relatifnya sangat bervariasi dari satu ekosistem ke
ekosistem yang lain. Yang pertama, deposit pada atmosfer, merupakan sekitar 5% sampai 10%
dari nitrogen yang dapat digunakan, yang memasuki sebagian besar ekosistem. Dalam proses ini,
NH4+ dan N03- , kedua bentuk nitrogen yang tersedia bagi tumbuhan, ditambahkan ke tanah
melalui kelarutannya dalam air hujan atau melalui pengendapan debu-debu haius atau butiran-
butican lainnya. Beberapa tumbuhan, seperti bromeliad epifit yang ditemukan pada kanopi hutan
hujan tropis, memiliki akar udara yang dapat mengambil NH4+ dan N03-, secara langsung dari
atmosfer.

Jalur lain untuk masuknya nitrogen ke ekosistem adalah melalui fiksasi nitrogen
(nitrogen fixation). Hanya prokariota tertentu yang dapat memfiksasi nitrogen yaitu, mengubah
N2 menjadi mineral yang dapat digunakan untuk mensintesis se-nyawa organik bernitrogeti
seperti asam amino. Sesungguhnya, prokariota merupakan mata rantai yang penting pada
beberapa titik dalam siklus nitrogen (Gambar 11). Nitrogen difiksasi dalam ekosistem terestrial
oleh bakteri tanah yang hidup bebas (nonsimbiotik) clan juga oleh bakteri simbiotik (Rhizobium)
dalam nodul akar legum dan tumbuhan tertentu lainnya. Beberapa sianobakteri memfiksasi
nitrogen dalam ekosistem akuatik. Organisme yang memfiksasi nitrogen, tentu-nya sedang
memenuhi kebutuhan metaboliknya sendiri, tetapi kelebihan amonia yang dibebaskan oleh
organisme tersebut men-jadi tersedia bagi organisme lain. Selain dari sumber alami nitrogen yang
dapat digunakan ini, fiksasi nitrogen secara industri dapat digunakan untuk pembuatan pupuk,
yang sekarang ini memberikan sumbangan utama dalam pool mineral bernitrogen dalam
ekosistem terestrial dan akuatik.

Produk langsung fiksasi nitrogen adalah amonia (NH3). Akan tetapi, paling tidak
sebagian besar tanah menjadi sedikit bersifat asam, dan NH3 yang dibebaskan ke dalam tanah
akan me-nangkap sebuah ion hidrogen (H+) untuk membentuk amonium, NH4+, yang dapat
digunakan secara langsung oleh tumbuhan. NH3 adalah gas, sehingga dapat menguap kembali ke
atmosfer dari tanah yang mempunyai pH mendekati 7. NH3 yang hilang dari tanah ini kemudian
dapat membentuk NH4+ di atmosfer. Sebagai akibatnya, konsentrasi NH4+ dalam curah hujan
berkorelasi dengan pH tanah dalam kisaran wilayah yang luas. Pendaurulangan nitrogen secara
lokal melalui peng-endapan atmosfer ini bisa sangat jelas di daerah pertanian, di mana baik
pemupukan nitrogen dan kapur (suatu basa yang menurunkan keasaman tanah) digunakan secara
luas. Meskipun tumbuhan dapat menggunakan amonium secara langsung, sebagian besar
amonium dalam tanah digunakanoleh bakteri aerob tertentu sebagai sumber energi; aktivitasnya
mengoksidasi amonium menjadi nitrit (N02-) dan kemudian menjadi nitrat (N03-), suatu proses
yang disebut nitrifikasi. Nitrat yang dibebaskan dari bakteri ini kemudian dapat diasimilasi oleh

14
tumbuhan dan diubah menjadi bentuk organik, seperti asam amino dan protein. Hewan hanya
dapat meng-asimilasikan nitrogen organik, dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain.
Beberapa bakteri dapat memperoleh oksigen yang mereka perlukan untuk metabolisme dari nitrat
bukan dari O2, dengan kondisi anaerob. Sebagai akibat dari proses denitrifikasi ini, beberapa
nitrat diubah kembali menjadi N2, yang kembali ke atmosfer. Perombakan dan penguraian nitro-
gen organik kembali ke amonium, merupakan suatu proses yang disebut amorlifikasi, yang
sebagian besar dilakukan oleh bakteri dan fungi pengurai. Proses ini akan mendaur ulang
sejumlah besar nitrogen ke dalam tanah.

Secara keseluruhan, sebagian besar siklus bernitrogen dalam sistem alamiah melibatkan
senyawa bernitrogen dalam tanah dan air, bukan N2 atmosfer. Meskipun fiksasi nitrogen penung
dalam pembentukan pool nitrogen yang tersedia, fiksasi nitrogen hanya menyumbangkan
sebagian kecil dari nitrogen yang diasimilasikan setiap tahun oleh total vegetasi. Namun
demikian, banyak spesies umum tumbuhan bergantung pada asosiasi mereka dengan bakteri
pemfiksasi nitrogen untuk menyediakan nutrien yang esensial tersebut dalam bentuk yang dapat
mereka asimilasikan. Jumlah N2 yang kembali ke atmosfer melalui denitrifikasi juga relatif kecil.
Pokok yang penting adalah bahwa meskipun pertukaran nitrogen antara tanah dan atmosfer
sangat berarti dalam jangka panjang, sebagian besar nitlogen pada sebagian besar ekosistem
didaur ulang secara lokal melalui penguraian dan reasimilasi. 3.3.4. Siklus Fosfor Organisme
memerlukan fosfor sebagai bahan fenyusun utama asam nukleat, fosfolipid, ATP dan pembawa
energi lainnya, serta sebagai salah satu mineral penyusun tulang dan gigi. Dalam beberapa hal,
siklus fosfor lebih sederhana diban-dingkan dengan siklus karbon atau siklus nitrogen. Siklus
fosfor tidak meliputi pergerakan melalui atmosfer, karena tidak ada gas yang mellgandung fosfor
secara signifikan. Selain itu, fosfor hanya ditemukan dalam satu bentuk anorganik penting, fosfat
(P043-), yang diserap oleh tumbuhan dan digunakan untuk sintesis organik. Pelapukan bebatuan
secara perlahan-lahan me-nambah fosfat ke dalam tanah .

Setelah produsen menggabungkan fosfor ke dalam molekul biologis, fosfor dipindahkan


ke konsumen dalam bentuk organik, dan ditambah-kan kembali ke tanah melalui ekskresi fosfat
tersebut oleh hewan dan oleh kerja pengurai bakteri dan fungi pengurai pada derritus. Humus dan
partikel tanah mengikat fosfat, sedemikian rupa sehingga siklus fosfor cenderung menjadi cukup
terlokalisir dalam ekosistem. Akan tetapi, fosfor benar-benar tergelontor ke dalam badan air, yang
secara perlahan-lahan mengalir dari ekosistem terestrial ke laut.

D. Dampak Manusia Terhadap Ekosistem

Ketika populasi manusia tumbuh hingga mencapai suatu jumlah yang sangat besar,
aktivitas dan kemampuan teknologi kita dalam satu dan lain hal telah mengganggu dinamika
sebagian besar ekosistem. Bahkan saat kita masih belum secara sempurna me-rusak suatu sistem
alamiah, tindakan kita telah mengganggu struktur trofik, aliran energi, dan siklus kimia ekosistem
pada sebagian besar wilayah dan daerah di dunia ini. Pengaruh itu kadang-kadang bersifat lokal
atau regional, akan tetapi dampak ekologis manusia dapat menyebar luas atau bahkan secara
global. Sebagai contoh, presipitasi asam bisa dibawa oleh angin dan jatuh ratusan atau bahkan
ribuan mil dari cerobong yang mengeluarkan bahan kimia yang menghasilkannya.

3.4.1. Populasi manusia mengganggu siklus kimia di seluruh biosfer

15
Aktivitas manusia seringkali mengganggu siklus nutrien dengan cara mengeluarkan
nutrien dari satu bagian biosfer dan menam-bahkannya ke bagian biosfer lainnya. Keadaan ini
bisa meng-akibatkan kehabisan nutrien pokok dalam satu daerah, kelebihan di daerah lain, dan
gangguan pada keseimbangan alamiah siklus kimia pada kedua lokasi tersebut. Sebagai contoh,
nutrien dalam tanah lahan pertanian akan segera muncul dalam buangan manusia dan ternak, dan
kemudian muncul dalam anak sungai dan danau melalui aliran permukaan dari ladang dan
dibuang sebagai buangan cair. Seseorang yang memakan sepotong brokoli di Washington D.C.
sedang mengkonsumsi nutrien yang mungkin hanya beberapa hari sebelumnya berada di
California; dan beberapa saat kemudian, beberapa nutrien ini.akan berada dalam Sungai Potomac
dalam perjalanannya menuju ke laut, setelah melewati sistem pencernaan seseorang dan fasilitas
pembuangan limbah cair. Manusia telah mengganggu siklus nutrien sampai suatu derajat tertentu
sehingga tidak mungkin lagi memahami setiap siklus tanpa harus memasukan pengaruh manusia
di dalamnya. Selain dari pengangkutan nutrien dari satu lokasi ke lokasi lain, kita telah
menambahkan bahan yang keseluruhan baru, banyak di antaranya bersifat toksik bagi ekosistem.
Berikutnya beberapa contoh dampak yang ditimbulkan manusia terhadap siklus kimia dalam
ekosistem.

3.4.2. Dampak Pertanian terhadap Siklus Nutrien Produksi

pangan bagi populasi manusia Bumi yang semakin meningkat mempunyai banyak
pengaruh pada dinamika eko-sistem, yang dimulai dari banyaknya spesies ikan yang hampir
punah di beberapa daerah akibat penangkapan yang berlebihan, sampai ke penyebaran senyawa
beracun untuk pengendalian hama di lahan-lahan pertanian, sampai habisnya persediaan air
permukaan dan air tanah oleh irigasi. Bagaimana pertanian mempengaruhi siklus nutrient ?
Setelah vegetasi alamiah dibersihkan dari suatu daerah, tanaman bisa ditanam untuk beberapa
waktu tanpa menambahkan nutrien tambahan karena adanya cadangan nutrien di dalam tanah.
Akan tetapi, dalam suatu ekosistem pertanian, suatu fraksi yang cukup besar dari nutrien-nutrien
ini tidak didaur ulang, akan tetapi diekspor dari daerah itu dalam bentuk biomassa tanaman.
Periode "bebas" untuk produksi tanaman- ketika tidak ada kebutuhan untuk menambahkan
nutrien ke dalam tanah sangat bervariasi. Sebagai contoh, ketika beberapa lahan padang rumput
(prairie) di Amerika Utara pertama kali ditanami, produksi tanaman yang baik dapat dihasilkan
selama beberapa tahun karena cadangan bahan organik dalam jumlah besar dalam tanah tersebut
terus mengalami penguraian dan menyediakan nutrien. Sebaliknya, beberapa lahan yang dibersih-
kan di daerah tropis dapat ditanami hanya selama satu atau dua tahun karena sangat sedikit
nutrien yang terkandung dalam tanah di ekosistem tersebut. Akhirnya, di banyak daerah dengan
pertanian intensif, cadangan alamiah nutrien menjadi menipis. Ketika hal ini terjadi, pupuk harus
digunakan. Pupuk yang disintesis secara industri yang digunakan secara luas saat ini dihasilkan
dengan biaya yang sangat besar dari segi uang dan energi. Pertanian mempunyai suatu dampak
yang sangat besar terhadap siklus nitrogen. Pengolahan, penghancuran dan pencampuran tanah
meningkatkan laju penguraian bahan organik, yang membebaskan nitrogen yang dapat digunakan
yang ke-mudian dikeluarkan dari ekosistem tersebut ketika tanaman itu dipanen. Seperti kita lihat
dalam kasus Hubbard Brook, eko-sistem yang tumbuhan hidupnya dikeluarkan dari ekosistem
tersebut akan mengalami kehilangan nitrogen, bukan saja karena nitrogen tersebut dikeluarkan
bersama-sama dengan tumbuhan itu sendiri, tetapi karena tidak ada tanaman yang akan
menangkap nitrogen. Nitrat akan terus tercuci dari ekosistem tersebut. Pupuk yang disintesis

16
secara industri digunakan untuk menutupi kehilangan nitrogen yang dapat digunakan pada
ekosistem pertanian. Kajian baru-baru ini menunjukkan bahwa aktivitas manusia telah
melipatgandakan persediaan nitrogen terfiksasi di bumi yang tersedia bagi produsen primer.
Penyebab utamanya adalah fiksasi nitrogen industri untuk pupuk, akan tetapi peningkatan
penanaman tumbuhan polong-polongan dan pembakaran juga penting. (Kebakaran membebaskan
senyawa nitrogen yang tersimpan dalam tanah dan vegetasi, dengan demikian meningkatkan
siklus senyawa nitrogen yang tersedia bagi organisme. fotosintesis.) Sebagian nitrogen yang
berlebihan dalam tanah akan tercuci ke bawah. Peningkatan Fiksasi nitrogen juga dihubungkan
dengan pem-bebasan senyawa nitrogen (N2 dan nitrogen oksida) yang lebih besar ke udara oleh
organisme denitrifikasi Nitrogen oksida dapat menyebabkan pemanasan atmosfer, penipisan ozon
atmosfer, dan dalam beberapa ekosistem menyebabkan hujan asam. Banyak nitrogen dalam
pupuk juga berakhir dalam air permukaan di mana nitrogen tersebut dapat merangsang
pertumbuhan alga dan bakteri.

3.4.3. Eutrofikasi Danau yang Dipercepat Danau

digolongkan berdasarkan derajat peningkatan ketersediaan nutrien sebagai oligotrofik,


mesotrofik, atau eutrofik. Dalam sebuah danau oligotrofik, produktivitas primernya relatif
rendah karena nutrien mineral yang diperlukan oleh fitoplankton sangat langka. Pada danau lain,
karakterisnk lembah sungai dan daerah aliran sungai menyebabkan penambahan lebih banyak
nutrien. Nutrien ini ditangkap oleh produsen primer dan kemudian secara terus -menerus didaur
ulang di seluruh jaring jaring makanan danau tersebut. Dengan demikian, keseluruhan
produktivitas lebih tinggi dalam danau mesotrofik dan paling tinggi dalam danau eutrofik
(Bahasa Yunani "diberi makan dengan baik"). Gangguan manusia telah mengganggu ekosistem
air tawar melalui apa yang disebut eutrofikasi kultural. Pembuangan limbah cair dari pabrik;
aliran permukaan buangan ternak dari padang penggembalaan dan tempat penyimpanan hewan
ternak; dan penggelontoran pupuk dari daerah-daerah pertanian, rekreasi, dan perkotaan telah
membebani aliran air, sungai, dan danau secara berlebihan dengan nutrien anorganik. Pengayaan
ini seringkali mengakibatkan peningkatan kepadatan organisme fotosintetik secara eksplosif (lihat
Gambar 13). Daerah yang lebih dangkal menjadi tertutupi oleh gulma, yang membuat transportasi
air dan penangkapan ikan tidak mungkin dilakukan. Ledakan populasi alga dan sianobakteri
menjadi semakin umum, yang kadang-kadang mengakibatkan peningkatan produksi oksigen
selama siang hari, tetapi mengurangi jumlah oskigen pada malam hari akibat respirasi oleh
populasi organisme yang sangat banyak tersebut. Ketika organisme fotosintetik mati dan bahan
organik terakumulasi di dasar danau, detritivora meng-gunakan semua oksigen dalam air yang
lebih dalam. Semua pengaruh ini dapat membuat beberapa organisme tidak mungkin untuk
bertahan hidup. Sebagai contoh, eutrofikasi kultural Danau Erie menyapu bersih ikan-ikan yang
secara komersial penting seperti blue pike, whitefish, dan trout di danau tersebut pada tahun
1960-an. Sejak itu, dibuat peraturan yang lebih ketat dalam pembuangan limbah ke dalam danau,
sehingga memungkinkan beberapa populasi ikan untuk tumbuh kembali, tetapi banyak spesies
ikan dan invertebrata asli tidak pernah pulih kembali. Manusia menghasilkan berbagai ragam
jenis zat kimia beracun yang sangat banyak jenisnya, termasuk ribuan zat kimia sintetik yang
sebelumnya tidak dikenal di alam, yang dibuang kc ekosistem dengan sedikit pertimbangan akan
akibatnya pah ekologi. Banyak zat beracun tersebut tidak dapat dirombak oleh mikroroganisme
dan akibatnya zat tersebut bertahan dalam ling-kungan selama bertahun-tahun atau bahkan

17
berabad-abad. Pada kasus lain, zat kimia yang dilepaskan ke lingkungan, relatif tidak
membahayakan, tetapi diubah menjadi produk yang lebih beracun oleh reaksi dengan zat-zat lain
atau melalui metabolisme mikroorganisme. Sebagai contoh, merkuri, suatu hasil samping
produksi plastik, niierupakan limbah yang secara rutin dibuang ke dalam sungai dan laut dalam
bentuk yang tidak larut. Bakteri di dasar lumpur mengubah limbah tersebut menjadi metil
merkuri, suatu senyawa beracun yg dapat larut, yang kemudian akan terakumulasi dalam jaringan
organisme, termasuk manusia yang mengkonsumsi ikan dari perairan yang terkontaminasi ter-
sebut. Organisme memperoleh zat-zat beracun dari lingkungan bersama-sama dengan nutrien dan
air. Beberapa racun tersebut dimetabolisme dan diekskresikan, tetapi yang lain terakumulasi
dalam jaringan khusus, terutama lemak. Contoh golongan senvawa yang disintesis secara industri
yang terakumulasi dalam jaringan makhluk hidup adalah hidrokarbon berklorin, termasuk banyak
pestisida, seperti DDT, dan zat kimia industri yang disebut PCB (polychlorinated biphenol).
Penelitian terbaru me-libatkan banyak senyawa tersebut dan senyawa lain yang menganggu
sistem endokrin pada banyak spesies hewan, termasuk manusia. Salah satu alasan mengapa racun
tersebut sangat ber-bahaya adalah karena racun tersebut lebih terkonsentrasi dalam tingkat-tingkat
trofik yang berurutan pada suatu jaring-jaring makanan, suatu proses yang disebut magnifikasi
(perbesaran) biologis (biological magnification). Magnifikasi tersebut terjadi karena biomassa
pada setiap tingkat trofik tertentu dihasilkan dari suatu biomassa yang jauh lebih besar yang
ditelan dari tingkat trofik di bawahnya. Dengan demikian, karnivora tingkat atas cenderung
menjadi organisme yang paling parah dipengaruhi oleh senyawa beracun yang telah dibebaskan
ke lingkungan. Suatu contoh magnifikasi biologis yang paling terkenal me-libatkan DDT, yang
digunakan untuk mengendalikan serangga seperri nyamuk dan hama pertanian. DDT bertahan
dalam ling-kungan dan diangkut melalui air ke daerah yang jauh dari tempat di mana DDT
tersebut digunakan, dan secara cepat menjadi suatu permasalahan global. Karena senyawa
tersebut larut dalarn lemak, maka akan terkumpul dalam jaringan lemak hewan, dan
konsentrasinya semakin meningkat pada tingkat trofik yang lebih tinggi (Gambar 14). Jejak DDT
telah ditemukan dalam hampir semua organisme yang diuji; bahkan senyawa itu telah ditemukan
dalam air susu ibu di seluruh dunia. Salah satu tanda pertama bahwa DDT merupakan suatu
permasalahan lingkungan yang serius adalah penurunan populasi burung-burung pelikan, asprey,
dan elang, yaitu burung-burung yang merupakan pemakan pada rantai makanan bagian atas.
Akumulasi DDT (dan DDE, produk hasil perombakan parsial DDT) dalam jaringan tubuh
burung-burung tersebut mengganggu endapan kalsium pada kulit telurnya, suatu kecenderungan
yang kelihatannya sekarang sudah dimulai, kemungkinan karena kontaminan lingkungan. Ketika
burung-burung tersebut mencoba mengerami telur-telurnya, berat tubuh induknya akan
memecahkan telur yang dierami, yang mengakibatkan penurunan yang sangat membahayakan
dalam laju reproduksi burung tersebut. DDT telah dilarang di Amerika Serikat pada tahun 1971,
dan telah terjadi suatu pemulihan yang dramatis dalam populasi spesies burung-burung yang
terkena kontaminasi tersebut. Akan tetapi, pestisida itu masih tetap digunakan di beberapa bagian
lain dunia.

3.4.4. Aktivitas manusia menyebabkan perubahan mendasar dalam komposisi atmosfer

Banyak aktivitas manusia menghasill:an berbagai ragam produk limbah gas. Kita dulu
mengira bahwa luas atmosfer dapat me-nyerap bahan-bahan limbah tersebut tanpa akibat yang
berarti, tetapi kita sekarang mengetahui bahwa volume atmosfer yang terbatas memiliki arti

18
bahwa gangguan manusia dapat menyebab-kan perubahan mendasar dalam komposisi atmosfer
dan dalam interaksinya dengan bagian lain biosfer. Satu permasalahan yang mendesak, yang
berhubungan langsung dengan salah satu siklus nutrien yang telah kita bahas adalah peningkatan
kadar karbon dioksida di atmosfer.

Emisi Karbon Dioksida dan Efek Rumah Kaca Sejak Revolusi Industri, konsentrasi CO2
di atmosfer meningkat sebagai akibat dari pembakaran bahan bakar fosil dan pemba-karan
seju:rilah besar kayu yang diambil dari penebangan hutan. Berbagai metode menaksir bahwa
konsentrasi rata-raia karbon dioksida di atmosfer sebelum 1850 adalah sekitar 274 ppm. Ketika
suatu stasiun pemantau di puncak Mauna Loa di Hawaii mulai melakukan pengukuran yang
sangat akurat pada tallun 1958. Konsentrasi CO2 saat itu adalah 316 ppm (Gambar 15). Saat ini,
konsentrasi CO2 di atmosfer melebihi 360 ppm, suatu peningkatan sekitar 14% sejak pengukuran
dimulai. Jika emisi CO2 terus meningkat dengan laju saat ini, pada tahun 2075 konsentrasi gas ini
di atmosfer akan dua kali lipat dari konsentrasi pada permulaan Revolusi Industri. Peningkatan
produktivitas oleh vegetasi merupakan suatu konsekuensi peningkatan kadar CO2 yang dapat
diprediksi. Pada kenyataannya, ketika konsentrasi CO2 dinaikkan dalam ruang percobaan seperti
rumah kaca, sebagian besar tumbuhan merespons dengan peningkatan pertumbuhan. Akan tetapi,
karena tumbuhan C3 lebih terbatas dibandingkan dengan tumbuhan C4 oleh ketersediaan CO2,
satu pengaruh peningkaran konsentrasi CO2 dalam skala global kemungkinan adalah penyebaran
spesies tumbuhan C3 ke dalam habitat terestrial yang sebelurnnya lebih sesuai untuk tumbuhan
C4. Hal ini bisa mempunyai dampak yng penting pada pertanian.

Sebagai contoh, jagung, tumbuhan C4 dan tanaman biji-bijian yang paling penting di
Amerika Serikat, dapat digantikan oleh gandum dan kacang kedelai yang merupakan tumbuhan
C3 di ladang pertanian, yang akan melebihi produksi jagung dalam lingkungan yang kaya akan
CO2. Akan tetapi, masih belum mungkin untuk memperkirakan secara tepat pengaruh gradual
dan pengaruh kompleks yang dimiliki oleh peningkatan kon-sentrasi CO2 pada komposisi spesies
dalam komunitas non-pertanian. Satu faktor yang memperumit prediksi mengenai pengaruh
jangka panjang peningkatan konsentrasi CO2 atmosfer adalah kemungkinan pengaruhnya pada
neraca panas Bumi. Banyak radiasi matahari yang mencapai planet ini dipantulkan kembali ke
ruang angkasa. Meskipun CO2 dan uap air di atmosfer tembus terhadap cahaya tampak, CO2 dan
uap air menangkap dan menyerap banyak radiasi inframerah yang dipantulkan, yang kemudian
memantulkannya kembali ke arah Bumi. Proses ini menahan sebagian panas matahari. Jika bukan
karena efek rumah kaca (greenhouse effect) ini, rata-rata suhu udara pada permukaan Bumi akan
menjadi -18°C. Peningkatan berarti dalam kon-sentrasi CO2 atmosfer selama 150 tahun terakhir
mengkhawatir-kan para ahli ekologi dan ahli lingkungan karena pengaruh potensialnya pada suhu
global. Para saintis terus membangun model matematis dalam upaya untuk memprediksi
bagaimana peningkatan konsentrasi CO2 atmosfer akan mempengaruhi suhu global. Sampai saat
ini, tidak ada model yang cukup canggih untuk memasukkan semua faktor-faktor biotik dan
abiotik yang dapat mempengaruhi kon-sentrasi gas dan suhu atmosfer (misalnya, penutupan
awan, pen-gambilan CO2 oleh organisme fotosintetik, pengaruh partikel di udara). Akan tetapi,
sejumlah kajian telah memprediksi pe-lipatduaan konsentrasi CO2 pada akhir abad ke-21 dan
suhu rata-rata meningkat sekitar 2°C yang merupakan akibatnya. Peristiwa yang mendukung
model ini adalah suatu korelasi antara konsentrasi CO2 dan suhu pada masa prasejarah. Para ahli
klimatologi sesungguhnya dapat mengukur konsentrasi CO2 dalam gelembung yang terjerat di

19
dalam es glasial pada waktu yang berlainan dalam sejarah Bumi. Suhu masa lalu diketahui
dengan beberapa metode, salah satu di antaranya dijelaskan dalam Kotak Metode. Suatu
peningkatan hanya 1,3°C akan membuat dunia ini lebih hangat dari kapanpun dalam 100.000
tahun belakangan. Suatu skenario paling buruk menyatakan bahwa pemanasan akan terjadi paling
besar di dekat kutub; pencairan es di kutub mengakibatkan naiknya permukaan laut dengan
taksiran sekitar 100 m, yang secara perlahan-lahan akan merendam daerah pantai 150 km atau
lebih ke daratan dari garis pantai saat ini. New York, Miami, Los Angeles, dan beberapa kota
lainnya kemudian akan berada di bawah permukaan air. Suatu kecenderungan pemanasan juga
akan mengubah persebaran geografis presipitasi, yang membuat daerah pertanian utama di
Amerika Serikat tengah menjadi lebih kering. Akan tetapi, berbagai model mate-matis tidak
setuju dengan rincian bagaimana musim dalam setiap wilayah akan dipengaruhi. Dengan
mempelajari bagaimana pemanasan dan pendinginan global di masa silam mempenganihi
komunitas tumbuhan, para ahli ekologi sedang menggunakan strategi lain untuk membantu
memprediksi akibat perubahan suhu di masa depan. Catatan dari butiran, serbuk sari mem-
berikan bukti bahwa komunitas tumbuhan berubah secara dra-matis dengan perubahan suhu.
Perubahan iklim masa lampau terjadi secara perlahan-lahan, dan populasi tumbuhan dan hewan
dapat bermigrasi ke daerah yang kondisi abiotiknya memungkinkan mereka untuk benahan hidup.
Suatu kepedulian utama adalah proyeksi perebahan iklim dengan laju tinggimenurut beberapa
taksiran, lebih tinggi dari setiap perubahan di masa 10.000 tahun silam. Banyak organisme,
khususnya tumbuhan yang tidak dapat menyebar secara cepat dal am jarak yang jauh, barangkali
tidak akan bertahan dalam perubahan secepat itu.

E. Evolusi Ekosistem

Menurut Odum (1998), ekosistem-ekosistem pertama pada tiga juta tahun yang lalu
dihuni heterotrofheterotrof anaerobic yang kecil-kecil yang hidup dari bahan organik yang
disintesis oleh proses-proses abiotik. Timbulnya dan peledakan populasi autotrop algae, kemudian
merubah atmosfir yang bersifat mereduksi ke dalam atmosfer yang bersifat oksigenik. Di dalam
komunitas ini komponen berubah secara evolusioner melalui seleksi alam pada atau di bawah
jenis, tetapi seleksi alam di atas jenis ini dapat juga menjadi penting terutama (1) koevolusi, yakni
seleksi sebaliknya antara autotrop dan heterotrop yang saling tergantung, dan (2) seleksi kelompok
atau komunitas, yang menimbulkan pemeliharaan sifat-sifat yang baik untuk kelompok sekalipun
tidak menguntungkan pembawa genetik di dalam kelompok.Menurut Odum (1998), factor-faktor
yang dapat mengakibatkan terjadinya evolusi antara lain karena (1) kekuatan-kekuatan allogenik
(luar) seperti perubahan-perubahan iklim dan geologi, dan (2) proses-proses autogenic (dalam)
diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan komponen-komponen hidup dari ekosistem. Pola yang luas
dari evolusi mahluk-mahluk dan atmosfer oksigenik yang menjadikan biosfir ini mutlak unik di
antara planet-planet dari tata surya kita ini. sekarang umumnya telah diyakini bahwa ketika
kehidupan di bumi di mulai lebih dari tiga juta tahun yang lalu, atmosfer ini berisikan nitrogen,
ammonia, hydrogen, karbon monoksida, methane dan uap air, tetapi tidak ada oksigen bebas.
Atmosfir itu jugs mengandung khlor, hydrogen sulfide, dan gas lainnya yang beracun bagi
kehidupan saat ini. komposisi atmosfer pada hari-hari awal tersebut sangat ditentukan oleh gas-gas
dari gunung berapi, yang lebih giat dari sekarang. Karena kurangnya oksigen maka tidak ada
lapisan ozon (O2 diubah oleh radiasi gelombang pendek menjadi O3, yang pada akhirnya
menyerap radiasi ultraviolet). Radiasi demikian itu akan membunuh setiap kehidupan terbuka,

20
tetapi justru radiasi ini yang diduga menciptakan evolusi kimia yang menghantarkan molekul
molekul organic yang kompleks seperti misalnya asam amino, yang menjadi blok-blok pembentuk
kehidupan primitive (Odum, 1998). Jumlah oksigen nonbiologi yang sangat sedikit yang
dihasilkan oleh diasosiasi ultraviolet uap air dapat menyediakan ozon cukup untuk membentuk
sedikit perlindungan terhadap radiasi ultraviolet. Selama oksigen dan ozon atmosfir masih tetap
langka, kehidupan hanya dapat hidup dan berkembang di bawah perlindungan penutupan air.
Sehingga mahluk hidup pertama adalah anaerob-anaerob perairan yang menyerupai khamir yang
memperoleh energi yang diperlukan untuk pernafasannya oleh proses fermentasi. Karena
fermentasi jauh lebih kurang efisien daripada respirasi oksidatif, maka kehidupan primitive tidak
dapat berkembang di atas tahap sel tunggal. Mahlukmahluk primitive juga mempunyai suplai
makanan yang sangat terbatas karena mereka tergantung kepada bahanbahan organic yang
tenggelam secara lambat yang disintesis oleh radiasi dalam lapisan-lapisan air atas dimana mereka
adalah mikroba-mikroba yang lapar. Jadi, untuk berjuta-juta tahun lamanya kehidupan harus
bertahan dalam keadaan yang sangat terbatas dan berbahaya. Barkner dan Marshall (1996)
menggambarkan keadaan itu sebagai berikut: “Model dari ekologi primitive ini menghendaki agar
kedalaman-kedalaman kolam cukup untuk ultraviolet yang mematikan itu, tetapi tidak terlalu
dalam dengan maksud tidak terlalu banyak memotong sinar yang nampak. Kehidupan mungkin
dapat berasal pada dasar pool atau tempat-tempat yang dangkal, laut-laut yang terlindung yang
diberi makan, barangkali oleh mata air panas yang kaya akan kimia-kimia hara” (Odum, 1998).
Selama Kambrium terjadi peledakan evolusioner dari kehidupan baru, seperti misalnya sponge,
karang-karang, cacing-cacing, selfish, ganggang laut, dan nenek moyang tumbuh-tumbuhan
berbiji dan vertebrata. Jadi, kenyataannya bahwa tumbuhan kecil hijau dari laut mampu
menghasilkan oksigen yang berlebihan melebihi keperluan respirasi semua mahluk
memungkinkannya untuk menduduki seluruh bumi dalam waktu yang dapat dikatakan sangat
pendek. Di dalam masa berikutnya pada zaman paleozoik, kehidupan tidak saja memenuhi laut-
laut, tetapi juga memasuki daratan. Pengembangan selimut hijau dari vegetasi memberikan lebih
banyak lagi oksigen dan makanan untuk evolusi berikutnya dari mahluk-mahluk besar seperti
dinosaurus, mamalia, dan manusia. Pada waktu yang sama bentukbentuk berkapur dan berkersik
ditambahkan kepada fitoplankton berdinding organic dari laut (Odum, 1998). Menurut Odum,
(1998) ketika penggunaan oksigen akhirnya terkejar oleh produksi oksigen pada suatu saat dalam
pertengahan masa Paleozoik, konsentrasinya dalam atmosfer, yang sekarang diyakini, adalah
kurang lebih 20 persen. Maka, dari segi pandangan ekologi, evolusi biosfir nampaknya sangat
serupa dengan suksesi heterotrofik yang diikuti oleh resim autotrofik, seperti seseorang dapat
mengadakannya dalam mikrokosma laboratorium mulai dengan medium biakannya yang
diperkaya dengan bahan organic. Semenjak masa Devonian, bukti geologi menunjukkan beberapa
bukti naik turun (lihat gambar di atas). Selama akhir paleozoik terdapat penurunan yang mencolok
(barangkali sampai 50 persen dari paras sekarang) dari O2 dan peningkatan CO2 yang diikuti oleh
perubahanperubahan iklim. Peningkatan CO2 dapat memacu “peremajaan autotrofik” yang sangat
luas yang menciptakan bahan baker fosil pada manusia sekarang. CO2 yang dihasilkan manusia
dan pencemaran debu dapat membuat keseimbangan yang berbahaya . Cerita mengenai atmosfer
ini, seperti yang telah kita tahu, akan mendramatisir ketergantungan mutlak manusia dengan
mahluk-mahluk lainnya.

F. Koevolusi

21
Menurut Soemarto (2001), koevolusi merupakan suatu tipe evolusi komunitas (yakni,
interaksi-interaksi secara evolusioner antara mahluk-mahluk dalam pertukaran informasi genetic
antar jenis-jenisnya adalah minimal atau tidak ada) yang meliputi interaksi timbal balik yang
bersifat selektif antara dua kelompok utama dari mahluk-mahluk dengan suatu hubungan ekologi
yang terdekat, misalnya tumbuh-tumbuhan dengan herbivore, mahluk-mahluk besar dan simbion
–simbion jasad reniknya, atau parasit-parasit dengan inangnya. Dengan menggunakan pengkajian
mereka mengenai kupu-kupu dan tumbuh-tumbuhan sebagai dasar, Ehrlich dan Raven (1965)
telah membuat garis besar teori koevolusinya. Hipotesis mereka dapat diringkaskan sebagai
berikut: tumbuh-tumbuhan, melalui mutasi-mutasi sekali-kali atau rekombinasi-rekombinasi,
menghasilkan senyawasenyawa kimia yang tidak langsung berhubungan dengan jalan-jalan
metabolik dasar (atau barangkali sebagai limbah hasil sampingan yang dihasilkan dalam jalan ini)
yang tidak bertentangan dengan pertumbuhan dan perkembangan normal. Beberapa dari senyawa
ini, secara kebetulan, membantu mengurangi kecocokan (palatabilitas) tumbuhtumbuhan kepada
binatang herbivore. Tumbuhan demikian ini, terlindungi dari serangga pemakan tumbuhan
(serangga fitofag) sedikit banyak akan memasuki mintakat baru yang bersifat adaptif. Radiasi
secara evolusioner dari tumbuh-tumbuhan dapat mengikutinya, dan akhirnya apa yang mulai
sebagai mutasi atau rekombinasi secara kebetulan dapat menandai seluruh famili atau kelompok
dari famili-famili yang berhubungan. Serangga pemakan tumbuhan (serangga fitofag), dapat
berkembang dalam menanggapi rintangan-rintangan fisiologi, seperti yang diperlihatkan oleh
pengalaman mausi yang baru-baru ini dengan insektisida-insektisida. Tentu, respons terhadap
senyawa –senyawa tumbuhan sekunder dan evolusi dari ketahanan terhadap insektisida –
insektisida nampaknya berhubungan erat sekali (Odum, 1998). Apabila sesuatu mutant atau
rekombinasi muncul dalam suatu populasi serangga yang memungkinkan individu-individu
maka tumbuh-tumbuhan yang sebelumnya dilindungi, seleksi akan menarik garis ke dalam
mintakat adaptif yang baru, membiarkannya ke dalam kenekaragaman dan ketiadaan persaingan
dengan herbivore lainnya. Jadi, keanekaragaman tumbuh-tumbuhan tidak hanya boleh cenderung
memperbesar kenekaragaman binatang-binatang pemakan tumbuh-tumbuhan, tetapi hal
sebaliknya juga dapat terjadi. Dalam kata lin, tumbuhtumbuhan dan herbivore berkembang
bersama-sama dalam arti bahwa evolusinya masing-masing bergantung pada evolusi lainnya.
Ehrlich dan Raven bahkan melangkah lebih jauh lagi serta berpendapat bahwa tanggapan-
tanggapan timbale balik bersifat selektif. Tumbuh-tumbuhan herbivore dapat menerangkan
keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dalam daerah tropic dimana iklim-iklim panas adalah
sangat baik untuk serangga-serangga. Pimentel (1968) dalam Odum menggunakan pernyataan
“umpan balik genetic” untuk jenis evolusi ini yang membawa homeostatis populasi dan
komunitas di dalam ekosistem (Odum, 1998). Koevolusi ini menghasilkan suatu asosiasi yang
baik sekali antara tumbuh-tumbuhan akasia (Acasia cornigera) dan semut (Pseudomyrmex
ferrugunea) di Meksiko dan Amerika Tengah seperti yang diberikan oleh Janzen (1966, 1967).
Semut-semut itu hidup dalam koloni-koloni di dalam duri-duri tumbuhan akasia yang
membengkak. Apabila semutnya dipindahkan, penggundulan daun yang sangat hebat oleh
serangga herbivore (yang secara normalnya akan dimangsa oleh semut-semut tadi) terjadi dan
penaungan berikutnya oleh vegetasi yang menyainginya berakibat dengan kematian akasia dalam
waktu 2 sampai 15 bulan. Jadinya tumbuh-tumbuhan tadi tergantung kepada serangga untuk
perlindungannya itu. Rupa-rupanya mungkin sekali bahwa seleksi timbale balik dan umpan balik
genetic terlibat di dalam semua kasus mutualisme (Soemarto, 2001). Koevolusi dapat melibatkan

22
lebih dari satu langkah dalam rantai makanan. Brower dan kawan-kawan (1968), misalnya, telah
mengkaji kupu-kupu raja (Danaus plexipus), yang telah diketahui ketidakcocokan umumnya bagi
predator –predator vertebrata. Mereka menemukan serangga ini mampu menyita dan memisahkan
glukosida yang sangat beracun dari tumbuhan yang dimakannya, karenanya memberikan
pembelaan diri yang sangat efektif terhadap burung-burung pemangsa (tidak saja untuk ulat-
ulatnya tetapi juga untuk kupu-kupu dewasa). Jadi serangga ini tidak saja mengembangkan
kemampuan untuk makan tumbuh-tumbuhan yang tidak sesuai untuk serangga lainnya, tetapi dia
menggunakan racun tumbuhan itu untuk perlindungan dari predatornya (Odum, 1998). Akhirnya,
koevolusi tidak terbatas pada interaksi fagotrofik. Populasi-populasi tumbuhan yang terdiri dari
beberapa jenis dapat dihubungkan bersama-sama dalam komunitas oleh ketergantungannya dan
evolusi bersama dengan satu jenis serangga atau burung penyerbuk. Adalah mudah saja untuk
melihat bagaimana seleksi-seleksi timbale balik yang bertahap itu dapat menyebabkan
kecenderungan-kecenderungan evolusioner terhadap keanekaragaman, saling ketergantungan, dan
homeostatis pada paras komunitas (Odum, 1998).

G. Seleksi Kelompok

Meskipun kita sedikit ragu-ragu bahwa seleksi kelompok dapat terjadi, namun banyak
sekali ketidakpastian mengenai besarnya pengaruh yang dimilikinya dalam evolusi.William
(1996) dalam Odum percaya bahwa hampir semua adaptasi kelompok, yang telah dihubungkan
dengan tindakan dari seleksi kelompok oleh para ahli ekologi populasi, dapat dipertahankan
dengan tindakan biasa dari seleksi individu. Williams tetap berpendapat bahwa seleksi kelompok
apriori tidak mungkin merupakan perantara yang penting yang menentang jalannya seleksi di
dalam populasi disebabkan oleh jumlah turunan yang diduga besar. Ada bukti-bukti baru, dalam
karyanya Wilson dan pembantunya menunjukkan bahwa kepunahan populasi dapat terjadi pada
laju yang tinggi, memberikan kemungkinan yang besar untuk terjadinya seleksi kelompok.
Sebelum hal itu dapat dipastikan mungkin atau tidak seleksi kelompok itu merupakan faktor yang
penting dalam evolusi suatu jenis, laju pemusnahan populasi setempat harus ditentukan, hal ini
merupakan minat yang sangat penting dari ekologi evolusi untuk beberapa tahun mendatang
(Odum, 1998). Suatu model seleksi kelompok yang tidak menyangkut pemusnahan
populasi telah diusulkan oleh Wright (1945). Dalam modelnya itu, satu genotip secara selektif
bersifat superior terhadap yang lainnya selama jalannya seleksi intrapopulasi, tetapi populasi-
populasi itu diatur untuk itu atau masih terpisah-pisah mempunyai ukuran yang lebih kecil dari
yang diatur tadi untuk alel lainnya. Wright menyarankan bahwa pada ukuran populasi yang tepat,
sementara beberapa populasi akan menjadi teratur untuk alel kemampuan populasi rendah melalui
seleksi, yang lainnya akan menjadi teratur untuk alel kemampuan populasi –tinggi melalui aliran
genetik.. Arus gen yang tidak berbanding in akan cenderung dalam populasi yang masih terpisa-
pisah itu, menentang pengaruh-pengaruh seleksi secara individual dan memindahkan beberapa
dari populasi ini ke fiksasi alel yang baik. Frekwensi dari alel berkemampuan tinggi yang baik,
jadi akan bertambah dalam jenisnya sekalipun diseleksi dibandingkan di dalam salah satu
populasi yang manapun (Odum, 1998).

H. Strategi Perkembangan Ekosistem

23
Perkembangan ekosistem, atau apa yang lebih lebih sering dikenal sebagai suksesi
ekologi, dapat ditakrifkan dari 3 parameter berikut ini: (1) Suatu proses perkembangan komunitas
yang teratur yang meliputi perubahan-perubahan dalam struktur jenis dan proses-proses
komunitas dengan waktu;hal itu agak terarah karenanya dapat diramalkan. (2) Diakibatkan oleh
perubahan lingkungan fisik oleh komunitas; yakni suksesi itu dikendalikan komunitas walaupun
lingkungan fisik menentukan polanya,laju dri perubahan dan sering menetapkan batas-batas
seperti misalnya berapa jauh perkembangan itu dapat berlangsung. (3) Masalah itu memuncak
dalam ekosistem yang dimantapkan dalam mana biomas maksimum (kandungan informasi yang
tinggi) dan fungsi secara simbiotik antara makhluk dipelihara persatuan arus energi ynag tersedia.
Seluruh urutan komunitas yang menggantikan satu dengan yang lainnya dalam daerah tertentu
disebut sere; komunitas-komunitas yang relatif tidak kekal yang beranekaragam disebut tahap-
tahap seral atau tahap-tahap pembangunan atau tahap-tahap pionir sedangkan sistem terakhir
yang dimantapkan disebut klimaks. Pergantian jenis-jenis dalam sere terjadi sebab populasi-
populasi cenderung mengubah lingkungan fisiknya,membuat keadaan-keadaan yang baik untuk
populasi-populasi lainnya sampai keseimbangan antara biotik dan abiotik tercapai. Dalam kata
“strategi”dari suksesi sebagai proses jangka pendek pada dasarnya sama dengan ‘strategi”
perkembangan secara evolusioner biosfir jangka panjang, misalnya peningkatan kendali dari; atau
homeostasis dengan, lingkungan fisik dari arti tercapainya perlindungan maksimum dari
gangguan-gangguannya.Perkembangan ekosistem mempunyai banyak persamaan dengan biologi
perkembangan organisme-organisme dan juga dalam perkembangan masyarakat manusia.
Pengkajian suksesi secara deskriptif pada bukit-bukit pasir, padang rumput, hutan-hutan, pantai
laut, atau tempat lainnya, serta pandangan-pandangan fungsional yang lebih baru, telah menuntun
keteori dasar yang terkandung didalam takrif yang dikemukakan diatas H.T Odum dan Pinkerton
(1955), bardasarkan pada “ hukum energi maksimum dalam biologi” Lotka (1925), adalah yang
pertama-tama menunjukkan bahwa suksesi menyangkut penggeseran dalam arus-arus energi
sambil energi yang ditingkatkan itu disalurkan untuk pemeliharaan.(1963,1968) baru-baru ini
telah mendokumentasikan dasar-dasar bioenergenetik ini. Ekosistem menyerupai
organisme yakni bersifat terbuka, jauh dari keseimbangan sistem termodinamika dalam
lingkungan input dan output, namun okosistem berbeda dari organisme dari cara
perkembangannya dan pengontrolnya. Pendekatan holistik atau holoekonomi terutama penting
untuk mengevaklasi penggunaan.hanya dengan cara demikian ini barang-barang non pasar
pendukung kehidupan dan pelayanan terhadap lingkungan alami dapat dengan wajar dinilai
secara efektif dilestarikan. Ekosistem tempat kita hidup, apapun defenisinya merupakan bagian
dari suatu sistem yang jauh lebih besar dan tergantung kepada sistem besar tersebut untuk
mendaur ulang unsur kehidupan kita. Sistem ini merupakan sistem ekologi yang berinteraksi
terdiri atas seluruh udara,air, mineral dan organisme hidup termasuk manusia yang ada dilapisan
luar bumi (biosfer), yang kehidupannya sudah jauh lebih dari 3 milyar tahun yang lalu merupakan
tempat kita berevolusi sebagai spesies. Istilah suksesi ekologi di darat dikenalkan pertama kali
oleh Frederick E. Clement dalam monografi pioner mengenai suksesi tumbuhan (1916). Suksesi
jelas sama nyata untuk yang ada di habitat perairan maupun yang berlangsung di darat. Walaupun
demikian, proses perkembangan komunitas ekosistem perairan dangkal (kolam, danau-danau
kecil, perairan-perairan pantai) biasanya dipersulit oleh masukan yang kuat dari bahan-bahan dan
energi yang dapat mempercepat,menghentikan atau memundurkan kecenderungan yang normal
dari perkembangan komunitas.Rantai makanan menjadi suatu jaring-jaring yang kompleks dalam

24
tahap-tahap matang dengan arus biologi yang terbesar mengikuti jalan-jalan detritus dan
merupakan suatu proses yang akan terjadi dalam sistem.

I. Bioenergetika Perkembangan Ekosistem

Ciri-ciri atau kegiatan-kegiatan 1 sampai 5 dalam tabel 3-1 merupakan bioenergetika


ekosistem. Dalam tahap-tahap awal suksesi ekologi atau katakanlah dalam “alam muda”, laju
produksi primer atau fotosintesis seluruhnya (P) melebihi laju respirasi komunitas (R), sehingga
nisbah P/R lebih besar daripada 1. Dalam contoh khusus dari pencemaran organik, Nisbah P/R
khas lebih kecil daripada 1. Istilah suksesi heterotrofik sering digunakan untuk urut-urutan
perkembangan dalam mana R lebih besar daripada P pada permulaan berbeda dengan suksesi
autotrofik, dalam mana nisbah tadi adalah sebaliknya dalam tahap-tahap awal. Dalam kedua
kasus tadi, teorinya adalah bahwa P/R mendekati 1 sementara suksesi terus berlangsung. Dengan
kata lain, energi yang diikat cenderung diimbangi oleh biaya energi untuk pemeliharaan(yakni,
respirasi komunitas seluruhnya) dalam ekosistem yang matang atau “climacs”. Karenanya nisbah
P/R akan merupakan indeks fungsional yang sangat baik untuk kematangan nisbi dari sistem.
Hubungan-hubungan P/R dari sejumlah ekosistem yang terkenal diperagakan secara grafik dalam
gambar 3-1, juga ditunjukkan arah suksesi autotrofik dan heterotrofiknya. Selama P melebihi R,
bahan organik dan biomas (B) akan tertimbun dalam sistem (Tabel 3-1, butir 6), dengan akibat
bahwa nisbah P/B akan cenderung berkurang atau sebaliknya B/P, B/R, atau nisbah B/E (dimana
E = P+R) akan meningkat (Tabel 3-1, butir 2 dan 3). Ingat bahwa kebalikan-kebalikan dari
nisbah-nisbah ini telah dibahas dalam Bab. 3 dalam segi-fungsi tata tertib termodinamika. Secara
teori jumlah biomas tegakan yang berdiri yang ditopang oleh arus energi yang tersedia (E)
bertambah secara maksimum dalam tahap-tahap matang atau klimaks (Tabel 3-1, butir 3).
Sebagai akibatnya produksi komunitas bersih, atau hasil dari suatu daur setahun-tahunnya adalah
besar dalam alam muda dan kecil atau nol dalam alam yang matang.

J. Tekanan Seleksi

(Kuantitas Lawan Kualitas) MacArthur dan Wilson (1967) telah meninjau tahap-tahap
pendudukan pulau-pulau yang memberikan persamaan-persamaan langsung dengan tahap-tahap
dalam suksesi ekologi didaratan-daratan. Jenis-jenis dengan laju reproduksi dan pertumbuhan
tinggi, mereka temukan lebih wajar hidup dalam tahap-tahap dini yang belum padat pada
pendudukan pulau-pulau. Sebaliknya tekanan seleksi membantu jenis-jenis dengan potensi
pertumbuhan yang lebih rendah tetapi mempengaruhi kemampuan-kemampuan untuk hidup
bersaing yang lebih baik dibawah kepadatan yang seimbang pada tahap-tahap akhir. Dengan
menggunakan istilah-istilah dari persamaan tumbuhan, dimana r merupakan laju intrinsik dari
kenaikan dan K merupakan asympote atas atau ukuran populasi yang seimbang. Perubahan-
perubahan genetik yang meliputi seluruh biota dapat dianggap mendampingi kelandaian (gradien)
suksesi, karena kuantitas produksi yang menandai ekosistem muda sedangkan produksi kualitas
dan kendali umpan balik merupakan ciri-ciri dari ekosistem yang matang. Seleksi pada tingkat
ekosistem mungkin terutama sekali bersifat antar jenis karena penggantian jenis-jenis merupakan
ciri-ciri dari suksesi. Meskipun demikian tampak sangat sedikit jenis pada suksesi awal yang
mampu bertahan samapai tahap berikutnya. Pada populasi manusia, apabila populasi manusia

25
hidup diatas tahap pertumbuhan yang cepat, maka akan semakin dipengaruhi tekanan seleksi dan
penyesuaian terhadap kepadatan menjadi penting.

K. Keseluruhan Homeostatis

Tinjauan tentang perkembangan ekosistem ini menegaskan sifat yang kompleks dari
proses-proses yang saling mempengaruhi. Sementara seseorang dapat bertanya apakah semua
kecenderungan yang diberikan itu khas untuk semua tipe ekosistem, maka dapat saja ada
keraguan bahwa hasil bersih dari tindakan-tindakan komunitas merupakan peningkatan dalam
simbiosis, pengawetan hara, kemantapan, dan kandungan informasi. Keseluruhan strategi
diarahkan ke pencapaian struktur organik sebesar dan seanekaragam mungkin didalam batas-
batas yang ditentukan oleh masukan-masukan energi yang tersedia dan keadaan fisik dari
kehidupan yang berlaku (tanah, air, iklim, dsb). Sementara pengkajian-pengkajian komunitas
biotik semakin rumit.persekutuan diantara jenis-jenis yang tidak ada hubungannya terutama patut
diperhatikan. Dalam banyak kasus, pengendalianpengendalian biotik dari kesempatan atau
pengembalaan, kepadatan populasi, dan daur hara memberikan mekanisme umpan balik negatif
utama yang membantu kemantapan didalam sistem dengan mencegah terjadinya ayunan-ayunan
yang bersifat melampaui dan merusak. Tedapat perkiraan dasar bahwa jenis-jenis itu saling
bertukaran satu sama lainnya didalam kelandaian suksesi sebab populasi cenderung mengubah
lingkungan fisiknya serta membuat keadaan-keadaannya itu baik untuk populasi lainnya sampai
keseimbangan anatara biotik dan abiotik tercapai. Sejumlah kasus yang sekarang telah dibuktikan
kebenarannya menunjukkan bahwa beberapa jenis tidak hanya membuat keadaan yang tidak baik
untuk dirinya sendiri. Misalnya gulma-gulma setahun pionir awal dari suksesi padang rumput dan
lapangan yang ditinggalkan seringkali menghasilkan antibiotika-antibiotika yang menumpuk
didalam tanah dan menghalangi pertumbuhan semai dalam tahun-tahun berikutnya. Whittaker
(1970) telah meninjau kembali pengkajian-pengkajian ini dan apa yang dikenal dengan sifat
kimia dari pengatur-pengatur ini. Apabila perkembangan mulai di daerah yang sebelumnya belum
pernah diduduki oleh suatu komunitas (misalnya aliran larva), maka prosesnya dikenal sebagai
suksesi primer. Apabila perkembangan komunitas berlangsung dalam daerah yang diduduki
komunitas lain (misalnya hutan yang telah ditebang), maka prosesnya disebut suksesi sekunder.
Suksesi sekunder biasanya lebih cepat sebab beberapa makhluk dan benih-benihnya telah ada,
dan daerah yang sebelumnya telah diduduki itu lebih mau menerima perkembangan komunitas
daripada yang steril. Suksesi primer cenderung mulai dari tahap-tahap produktivitas yang lebih
rendah daripada suksesi sekunder. Komunitas-komunitas pionir pada bukit-bukit pasir
terdiri dari rumput-rumput, cemara cina dan cherry dan pohon cottonwood dan binatang-binatang
seperti misalnya kumbang, harimau, laba-laba pengali, serta belalang. Komunitas pioner diikuti
oleh komunitas hutan, masing-masing mempunyai populasi-populasi binatang yang berubahubah.
Walaupun hal itu mulai pada semacam yang steril dan kering, akhirnya perkembangan komunitas
itu akan menghasilkan hutan beech-maple, yang basah dan dingin berlainan dengan bukit pasir.
Tanah yang dalam dan kaya akan humus, dengan cacing-cacing tanah dan siput-siput, berlainan
dengan pasir tempat perkembangannya itu. Jadi, tumpukan pasir yang mula-mula relatif tidak
dapat dihuni akhirnya sama sekali diubah oleh tindakan suksesi komunitas. Perubahan-perubahan
dalam burung-burung yang berkembang biak sejalan dengan tumbuh-tumbuhan dominan dalam
sukesi sekunder mengikuti pembengkelaian lahan-lahan pertanian pegunungan di Amerika
Serikat bagian Tenggara (Gambar 9-4). Perubahan-perubahan yang paling besar dalam populasi-

26
populasi burung terjadi apabila bentuk hidup dari tumbuh-tumbuhan dominan berubah (terna,
semak, tusam dan tumbuh-tumbuhan kayu keras). Tidak ada satu jenis tumbuh-tumbuhan atau
burung yang mampu hidup dari ujung sere satu ke sere lain. Walaupun tumbuhtumbuhan
merupakan organisme penting yang menakibatkan perubahan-perubahan, tidak berarti burung
merupakan agen-agen yang sama sekali pasif di dalam komunitas, krena tumbuh-tumbuhan
utamaa dari tahap semak dan kayu keras tergantung pada burung-burung atau binatang lainnya
untuk menyebarkan biji-bijiannya ke daerh-derh baru. Hasil akhir, atau klimaks adalah hutan
pasang hickory sebagai pengganti dari hutan beech mple seperti dalam contoh sebelumnya.,
disebabkan oleh perbedaan-perbedaan iklim regional. Keever (1950) menunjukkan bahwa bahan
organic dan detritus yang dihasilkan oleh horseweed yang merupakan dominan tahun pertama
sangat menghambat pertumbuhan jenis ini pada tahun kedua, jadi mempercepat penggantian oleh
aster-aster. Ringkasnya, sementara iklim dan faktor-faktor fisik lainnya mengatur atau
mengendalikan komposisi komunitas dan menentukan klimaks, komunitas sendiri memainkan
peranan utama dalam menimbulkan suksesi. Pada tahun 1917 Shants meneliti suksesi
yang terjadi di jalan-jalan yang sudah tidak dipakai atau ditinggal oleh pioner dalam usahanya
melintasi padang rumput Amerika bagian Tengah dan Barat. Sementara jenis-jenis bervariasi
secara geografi tetapi berlaku pola yang sama. Pola ini meliputi empat tahap berurutan: 1) tahap
gulma setahun sampai 5 tahun, 2) tahap rumput berumur pendek (3-10 tahun), 3) tahap rumput
tahunan (10 – 20 tahun), 4) tahap rumput klimaks (dicapai dalam 20 samapai 40 tahun). Jadi
mulai dari tanah yang dibajak, 20 sampai 40 tahun yang diperlukan agar alam dapat membangun
padang rumput klimaks., waktunya tergantung pada pengaruh yang membatasi dari kelembaban,
penggembalaan, dsb. Satu tahap tahun-tahun kering atau pengrusakan yang berlebihlebihan akan
menyebabkan suksesi mundur ke arah tahap gulma setahun, berapa jauh kemunduran ini,
tergantung pada kerasnya pengaruh tadi. Istilah suksesi ekologi di darat dikenalkan pertama kali
oleh Frederick E. Clement dalam monografi pioner mengenai suksesi tumbuhan (1916). Suksesi
jelas sama nyata untuk yang ada di habitat perairan maupun yang berlangsung di darat. Walaupun
demikian, proses perkembangan komunitas ekosistem perairan dangkal (kolam, danau-danau
kecil, perairan-perairan pantai) biasanya dipersulit oleh masukan yang kuat dari bahan-bahan dan
energi yang dapat mempercepat,menghentikan atau memundurkan kecenderungan yang normal
dari perkembangan komunitas. Jadi, kolam-kolam kecil yang terbentuk antara bukit-bukit pasir
yang terjadi oleh mundurnya Danau Michigan segera terisi penuh dengan bahan organic dan
sedimen dan menjadi substrat pada suksesi darat yang akan melanjutkan prosesnya. Sifat
kompleks perubahan-perubahan demikian itu dapat dilihat pada kolam-kolam dan danaudanau
buatan. Apabila sebuah waduk dibentuk dengan cara mengenai tanah yang subur, atau daerah yng
banyak bahan organiknya, tahap pertama dalam perkembangan adalah tahap ‘remaja” yang sangat
produktifyang ditandai oleh pembusukan yang cepat, kegiatan jsad renik yang tinggi, hara
banyak, O2 yang rendah pda dasar, tetpi pertumbuhan ikan cepat. Apabila daerh aliran cukup
baik dilindungi oleh vegetasi yang matang, atau tanah-tanah daerah aliran kurang atau tidak
subur, maka tahap yang dimantapkan itu dapat bertahan untuk beberapa waktu “semacam
klimaks”. Namun erosi dan berbagai masukan hara yang dipercepat manusia biasanya tahap-tahap
“tahana peraliran” yang terusmenerus sampai lembah sungai itu penuh. Kegagalan dalam
mengenal sifat dasar dari suksesi ekologi dan hubunganhubungan antara aliran dan bendungan
mengakibatkan banyak kegagalan dan kekecewaan dalam usaha manusia mempertahankan
ekosistemekosistem buatan itu. Menurut Margalef (1967), pencemaran akan mengancam

27
keseimbangan perairan laut sehingga mengalami perubahanperubahan yang terjadi dalam
kelandaian suksesi sbb: 1. Besar rata-rata sel dan jumlah nisbi dari bentuk–bentuk yang
bergerak diantara fitoplankton bertambah. 2. Produktifitas, atau laju perbanyakan menurun. 3.
Komposisi kimia fitoplankton, seperti yang ditunjukkan oleh pigmen tumbuh- tumbuhanmbuhan,
berubah. 4. Komposisi zooplankton beralih dari pemberi-pemberi makan filter yang pasif ke
pemburu-pemburu yang lebih giat. 5. Dalam tahap yang akhir pemindahan keseluruhan energi
suksesi dapat lebih lambat tetapi efisiensinya diperbaiki. Contoh terakhir, yakni mengenai suksesi
heterotrofik dan autotrofik. Suksesi heterotrofik dan autotrofik dapat digabung dalam model
mikroorganisme laboratorium apabila contoh-contoh dari system yang diturunkan ditambahkan
pada media yang diperkaya dengan bahan organic. Suksesi dalam system ini telah dilakukan, dan
arus energinya telah diukur oleh Gorden dkk (1969), sistemnya mula-mula menjadi keruh selama
bakteri heterotrofik remaja dean kemudian berubah menjadi hijau cerah sementara hara dan
senyawa-senyawa pertumbuhan (terutama vitamin thiamin) yang diperlukan oleh alga dilepas.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
      
Hubungan antar makhluk hidup dengan lingkungannya sangat erat dan saling
ketergantungan, karena makhluk yang satu membutuhkan bantuan makhluk lain.
Makhluk hidup membutuhkan lingkungan untuk membantu memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sebaliknya lingkungan juga membutuhkan makhluk hidup dalam
kelangsungan hidupnya.
Ekosistem adalah kesatuan komunitas dengan lingkungannya yang membentuk
hubungan timbal balik. Satuan ekosistem yaitu individu, komunitas, populasi, ekosistem,
dan biosfer.

28
Daftar Pustaka

Diah Aryulina, P. d. (2010). Biologi 1B. Jakarta: PT. Penerbit Erlangga.

file:///D|/ELearning/EKOLOGI%20%20TUMBUHAN/Textbook/BAHAN
%20AJAR.htm (9 of 105)5/8/2007 2:50:34 PM

29

Anda mungkin juga menyukai