Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ekosistem merupakan interaksi antara komponen hidup dan tak hidup. Organisme
seperti hewan, tumbuhan, alga, ungi dan bakteri merupakan komponen hidup dalam ekosistem,
sedangkan pengaruh fisik lingkungan seperti udara, air dan tanah merupakan komponen tak hidup
dalam ekosistem. Komponen hidup dalam ekosistem dikenal dengan sebutan biotik, sedangkan
komponen tak hidup seperti topografi dan kemiringan tanah dalam ekosistem disebut abiotik.
Kedua komponen tersebut kemudian berinterkasi satu sama lain sehingga membentuk
sebuah ekosistem. Organisme di dalam ekosistem membutuhkan energi untuk tumbuh,
berkembang biak, dan bergerak. Namun dalam sebuah ekosistem ketersediaan energi sangatlah
terbatas, sehingga dibutuhkan adanya pengaturan energi dalam ekosistem karena energi tersebut
nantinya akan dibagi dalam tingkatan trofik yang berbeda. Sehingga banyak sedikitnya energi
yang diterima kemudian akan mempengaruhi jenis dan jumlah organisme dalam ekosistem.
Energi yang digunakan dalam kehidupan organisme dalam ekosistem berasal dari adanya sejumlah
sinar matahari yang masuk ke dalam ekosistem. Energi cahaya matahari yang mencapai bumi
kemudian ditangkap oleh tumbuhan dan produsen lain dan dirubah menjadi energi kimia melaui
fotosintesis. Para produsen mengubah energi cahaya ini dengan energi kimia yang tersimpan dalam
senyawa organik. Tingkat di mana produsen dalam ekosistem membangun biomassa
disebut produktivitas primer.

2. Rumusan Masalah
1.Apa pengertian produktivitas?
2. Apa saja jenis-jenis produktivitas?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi produktivitas?
4. Bagaimana metode pengukuran produktivitas ekosistem?

3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian produktivitas.
2. Mengetahui jenis-jenis produktivitas.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas.
4. Mengetahui metode pengukuran produktivitas ekosistem.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas biasanya diartikan sebagai laju produksi zat organik dalam suatu
ekosistem. Proses ini biasanya dimulai dari kegiatan mengkonversi energy sinar matahari
menjadai zat-zat organik melalui proses fotosintesis pada tumbuhan hijau (Ramli, 1989).
Di dalam setiap ekosistem baik daratan maupun perairan terdapat organisme hidup dan
benda mati (lingkungan abiotik) yang menunjang proses kehidupan. Proses kehidupan di
alam tersebut merupakan kejadian yang mengubah bentuk energi pada berbagai komponen
ekosistem. Proses-proses yang terlibat dalam pengubahan energi dalam ekosistem
meliputi proses metabolisme, aliran energi pada berbagai tingkat trofik, dan siklus
biogeokimia (Chapman dan Reiss, 1997). Proses metabolisme merupakan proses fisiologi
yang terdapat pada tubuh organisme hidup. Metabolisme meliputi anabolisme yaitu
proses penyusunan kimiawi yang dilakukan melalui kegiatan fotosintesis dan
katabolisme yaitu proses pembongkaran energi yang tersimpan dalam zat-zat kimia
hasil anabolisme. Hasil dari proses metabolisme adalah pertumbuhan dan penambahan
biomassa, dan penimbunan biomassa itu disebut produksi (Odum, 1993). Produksi
selama periode waktu tertentu disebut produktivitas. Baik produksi maupun
produktivitas kedua-duanya secara umum berhubungan dengan biomassa pada tingkat
trofik tertentu (Kendeigh, 1980). Pada suatu ekosistem dikenal adanya produsen dan
konsumen, sehingga juga dikenal adanya produktivitas oleh produsen dan produktivitas
oleh konsumen.
Produktivitas pada aras konsumen disebut produktivitas primer (dasar), sedangkan
pada aras konsumen disebut produktivitas sekunder. Produktivitas primer adalah laju
penambatan energi oleh produsen melalui proses fotosintesis. Produksi primer dari suatu
ekosistem berasal dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berdaun
hijau dengan pengikatan energi yang berasal dari cahaya matahari. Secara kimia
proses fotosintesis merupakan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) meliputi penyimpanan
bagian dari energi cahaya matahari sebatas energy potensial. Produksi primer yang
menumpuk pada produsen atau tumbuhan selama suatu periode tertentu merupakan
biomasa tumbuhan. Sebagian dari biomasa ini akan diganti melalui proses dekomposisi
dan sebagian lagi tetap disimpan dalam waktu yang lebih lama sebagai materi yang
berdaur hidup (life cycle). Jumlah akumulasi materi organik yang hidup pada suatu waktu
disebut Standing Crop Biomass (biomasa hasil bawaan). Dengan demikian jelas bahwa
biomassa berbeda dengan produksi (produktivitas). Produktivitas komunitas bersih
merupakan laju penyimpanan materi organik oleh produsen, yang tidak digunakan
(dimakan) oleh heterotrof (herbivora). Jadi produktivitas komunitas bersih
merupakan sisa produktivitas primer sesudah dikurangi yang digunakan
(dikonsumsi) oleh herbivora (Djumara, 2007). Produktivitas biologis merupakan hasil
yang terus-menerus dihasilkan oleh komunitas biologi sehingga perlu dinyatakan
dalam satuan waktu. Misalnya produksi zat makanan per hari atau per tahun.
Oleh karena itu, produktivitas dapat digunakan untuk mengukur kekayaan atau
kesuburan suatu komunitas atau suatu ekosistem. Suatu contoh padang rumput yang subur,
tetapi sering dimakan oleh hewan herbivora akan mempunyai biomassa yang lebih kecil
daripada rumput yang tidak dimakan hewan. Oleh karena itu, produktivitas merupakan
gambaran dari laju atau kecepatan pertambahan materi organik baru, maka satuan yang
dipergunakan hendaknya meliputi tiga hal, yaitu biomassa (berat kering, jumlah individu,
atau kilokalori), satuan luas (m2, ha), dan satuan waktu (hari, tahun). Biasanya satuan yang
dipakai adalah gabungan antara berat kering dalam gram per meter persegi per hari
(gr/m2/hari). Berbagai ekosistem mempunyai produktivitas yang tidak sama. Hal ini
sangat berkaitan dengan faktor lingkungan seperti iklim, topografi, sifat tanah, letak
geografis, air dan ketinggian suatu tempat dari permukaan laut (Resosoedarmo, dkk.,
1985).

2.2. Jenis-jenis Produktivitas


Produktivitas dalam ekosistem biasanya didefinisikan sebagai laju produksi per
satuan waktu. Produktivitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer
dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer dilakukan oleh produsen (autotrof) yaitu
menghasilkan energi atau biomassa per satuan luas per satuan waktu. Produktivitas
sekunder yaitu biomassa yang diperoleh oleh organisme heterotrofik, melalui proses
makan dan penyerapan yang diukur dalam satuan massa atau energi per satuan luas per
satuan waktu. Produktivitas primeradalah konversi energi surya sedangkan produktivitas
sekunder melibatkan makan atau penyerapan. Produktivitas primer tergantung pada jumlah
sinar matahari, kemampuan produsen untuk menggunakan energi untuk mensintesis
senyawa organik, dan ketersediaan faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
(misalnya mineral dan nutrisi) (Gambar 1). Produktivitas sekunder tergantung pada jumlah
makanan yang tersedia dan efisiensi konsumen mengubahnyamenjadi biomassa baru
(Nagle, 2010).

Produksi primer tertinggi terjadi apabila kondisi untuk pertumbuhan optimal,


dimana ada tingkat insolasi yang tinggi, air yang cukup, suhu hangat, dan tingkat gizi yang tinggi.
Misalnya, hutan hujan tropis memiliki curah hujan tinggi dan hangat sepanjang tahun sehingga
mereka memiliki musim tanam konstan dan produktivitas yang tinggi. Gurun memiliki curah hujan
yang rendah sehingga akan membatasi pertumbuhan tanaman. Estuaria menerima sedimen yang
mengandung nutrisi dari sungai, karena dangkal, ringan dan hangat sehingga memiliki
produktivitas yang tinggi. Lautan gelap di bawah permukaan akan membatasi produktivitas
tanaman karena kurangnya faktor cahaya dan suhu yang kurang optimal (Nagle, 2010).
2.2.1 Produktivitas Primer
Setiap ekosistem atau komunitas atau bagian-bagian lain dalam organisasi makhluk hidup
memiliki produktivitas. Kecepatan energi radiasi matahari yang diubah oleh tumbuhan hijau
menjadi energi kimia dikenal sebagai produktivitas primer (Vickery, 1984). Produktivitas primer
merupakan kecepatan energi radiasi matahari yang disimpan melalui aktivitas fotosintesis
dan kemosintesis oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik yang dapat digunakan
sebagai bahan pangan. Produktivitas primer digolongkan menjadi dua macam yaitu
produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih.
a. Poduktivitas primer kotor, yaitu kecepatan total fotosintesis yang mencakup bahan
organik yang digunakan dalam respirasi atau pernapasan selama periode pengukuran
atau dapat diartikan sebagai fotosintesis total.
b. Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan organic dalam
jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang sebagian telah dipakai untuk
respirasi tumbuhan selama proses pengukuran atau disebut juga fotosintesis bersih
(Resosoedarmo, dkk., 1986).
Aliran energi melalui komunitas yang dimulai dari fiksasi cahaya matahari oleh tumbuhan
hijau yaitu proses pengiriman energi. Tumbuhan mengandalkan makanan simpanan yang berupa
energi dalam biji sampai musim berproduksi. Energi yang diakumulasi oleh tumbuhan hijau
disebut produksi atau disebut juga produksi primer. Kecepatan penyimpanan yang
diwujudkan oleh aktivitas fotosintesis disebut produktivitas primer. Seperti halnya organisme
lain,tumbuhan membutuhkan energi untuk berproduksi dan pemeliharaan kehidupannya. Energi
yang tinggal sesudah proses respirasi disimpan sebagai bahan organik disebut produksi primer
bersih atau pertumbuhan tumbuhan (Sudarmadji, 2014). Produksi primer total dalam suatu
ekositem dikenal sebagai produksi primer kotor (PPK-gross primary production, GPP) ekositem
tersebut, jumlah energy cahaya yang dikonversi menjadi energi kimiawi melalui fotosintesis per
satuan waktu. Tidak semua produksi ini disimpan sebagai material organik di dalam produsen-
produsen primer karena mereka menggunakan beberapa molekul sebagai bahan bakar pada
respirasi selulernya sendiri. Produksi primer bersih (PPB-net primary production, NPP) sebanding
dengan produksi primer kotor dikurangi dengan energi yang digugnakan oleh produsen primer
untuk respirasi
(R):PPB = PPK – R
Pada banyak ekosistem, PPB adalah sekitar separuh PPK. Produksi primer bersih
merupakan besaran kunci karena mempresentasikan penyimpanan energy kimia yang akan
tersedia bagi konsumen dalam ekosistem. PPB dapat dinyatakan sebagai energi persatuan luas per
satuan waktu (J/m2/tahun) atau sebagai biomassa yang ditambahkan ke ekosistem per satuan luas
per satuan waktu (g/ m2/tahun) (Campbell, et al., 2008).
Produksi primer bersih mengumpul sepanjang waktu sebagai biomassa tumbuhan.
Bagian dari akumulasi tersebut mengalami proses pembalikan melalui dekomosisi, sedangkan
yang tetap sepanjang waktu dikenal sebagai materi hidup. Akumulasi bahan organik hidup yang
terdapat pada suatu area dan suatu saat tertentu dikenal sebagai biomassa saat itu (standing crop
biomassa). Biomassa biasanya dikatakan sebagai gram berat kering bahan organik per satuan luas
(contoh gram per m2 atau kg per ha, atau kalori per m2). Jadi biomassa organiknyadisusun dari
fotosintesis, sedangkan biomassa ada pada suatu saat tertentu adalahtidak sama dengan produksi
dan tidak berarti bahwa biomassa yang tinggiberpengaruh pada produksi tinggi (Sudarmadji,
2014).
2.2.2 Produktivitas Sekunder
Produktivitas sekunder dapat diartikan sebagai kecepatan menyimpan energi
potensial ke dalam tingkatan trofik konsumen atau makhluk pengurai. Produktivitas sekunder
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu produktivitas sekunder kotor dan produktivitas
sekunder bersih. Dengan demikian, semakin jauh kedudukannya dalam rantai makanan, maka
jumlah energinya adalah semakin kecil. Jumlah energi total yang terdapat pada tingkat
heterotrofik yang analog dengan produktivitas kotor pada tingkat autotrofik sebaiknya
disebut asimilasi dan bukan produksi, karena pada tingkat ini memang organisme tidak melakukan
produksi melainkan hanya mengassimilasi saja (Resosoedarmo, dkk.,1985). Hewan tidak
menggunakan semua biomassa yang mereka konsumsi. Beberapa lolos keluar melalui feses
dan ekskresi. Produksi kotor pada hewan (GSP) adalah jumlah energi atau biomassa yang
berasimilasi dikurangi energy atau biomassa dari kotoran. Beberapa energi diasimilasi oleh hewan
digunakan dalam respirasi, untuk mendukung proses kehidupan, dan sisanya tersedia untuk
membentuk biomassa baru (NSP). Biomassa baru inilah yang kemudian tersedia ke tingkat trofik
berikutnya. Bila dirangkum maka:
NSP = GSP – R
Keterangan:
GSP = makanan yang dimakan – ekskresi melalui feses
R = respirasi
(Nagle, 2010)

2.2.3 Piramida Ekologi


Jumlah energi kimiawi dalam makanan konsumen yang dikonversi menjadi
biomassa baru selama periode waktu tertentu disebut produksi sekunder ekosistem. Selama
produsen menyiapkan anggaran energi total dalam ekosistem, energi terus melewati setiap
tahapan pada jaring-jaring makanan. Pada saat melewati jaring-jaring makanan, energi akan
ditransfer dari tingkat trofik terendah hingga tingkat trofik tertinggi. Tetapi sebagian besar energi
yang diterima akan hilang dan tidak membentuk biomassa (Nagle, 2010). Pada sebagian besar
ekosistem, herbivor hanya memakan sebagian kecil materi tumbuhan yang dihasilkan. Contohnya
saja produksi sekunder pada ulat bulu. Ketika ulat bulu memakan daun tumbuhan, hanya sekitar
33 J dari 200 J atau seperenam energi di dalam daun yang digunakan untuk produksi sekunder atau
pertumbuhan. Ulat bulu menggunakan beberapa dari energi yang tertinggal untuk respirasi
selular dan membuang sisanya dalam feses. Energi yang terkandung dalam feses bertahan
di ekosistem untuk sementara, namun sebagian besar hilang sebagai panas setelah dikonsumsi
oleh detritivor. Energi yang terkandung dalam respirasi selular ulat bulu juga hilang dari
ekosistem sebagai panas. Inilah alasannya energi dikatakan mengalir melalui bukan di daur di
dalam ekosistem. Hanya energi kimiawi yang disimpan oleh herbivor sebagai biomassa (melalui
pertumbuhan atau produksi keturunan) tersedia sebagi makanan untuk konsumen sekunder (Nagle,
2010). Untuk menggambarkan informasi tentang energi, biomassa, dan jumlah organisme di
tingkat trofik yang berbeda, ekologi menggunakan tiga jenis diagram yaitu piramida
energi, piramida biomassa, dan piramida jumlah. Dalam setiap kasus, dasar piramida adalah
tingkat produsen. Konsumen primer membentuk blok di atasnya, dan seterusnya
(http://mtchs.org, 2015).
a. Piramida energi
Piramida energi disebut juga piramida makanan, piramida ini menggambarkan
energi yang hilang dari tingkat trofi di bawah ke tingkat trofi di atasnya. Secara umum,
rata-rata hanya 10 persen dari energi yang tersedia pada tingkat trofik diubah menjadi
biomassa di tingkat trofik berikutnya yang lebih tinggi. Sisa energi sekitar 90 persen
hilang dari ekosistem sebagai panas. Perhatikan pada Gambar 5 bahwa jumlah energi
yang tersedia untuk konsumen tingkat atas lebih kecil dibandingkan dengan yang
tersedia bagi konsumen primer. Untuk alasan ini, dibutuhkan banyak vegetasi untuk
mendukung tingkat trofik yang lebih tinggi. Hal ini menjelaskan mengapa kebanyakan
rantai makanan terbatas tiga atau empat tingkat. Karena tidak ada cukup energi di
bagian atas piramida energi untuk mendukung tingkat trofik lain. Misalnya, singa dan
paus tidak memiliki predator alami, sehingga energi yang tersimpan dalam populasi
konsumen tingkat atas ini tidak cukup untuk memberi makan lagi tingkat trofik lain.

b. Piramida biomassa
Piramida biomassa merupakan biomassa yang sebenarnya (massa kering dari
semua organisme) di setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem. Sebagian
biomassa piramida menyempit tajam dari tingkat produsen di dasar kepada
konsumen tingkat atas di puncak (Gambar 6), hal tersebut dikarenakan transfer energi
diantara tingkat-tingkat trofik sangat tidak efisien. Tetapi, dalam ekosistem perairan
tertentu,zooplankton (konsumen primer) mengkonsumsi fitoplankton(produsen)
sangat cepat. Akibatnya, zooplankton memiliki massa yang lebih besar pada waktu
tertentu dibandingkan fitoplankton. Fitoplankton tumbuh dan berkembang biak
pada tingkat yang cepat yang mereka dapat mendukung populasi konsumen yang
memiliki biomassa yang lebih besar. Piramida biomassa untuk ekosistem ini akan
muncul sebagai piramida terbalik

c. Piramida jumlah
Piramida jumlah menggambarkan jumlah organisme individu dalam setiap tingkat
trofik suatu ekosistem. Piramida ini juga berbentuk seperti piramida
energi, dengan produsen yang ditemukan di dasar dan tingkat tropik yang lebih
tinggi pada tingkatan di atasnya. Piramida ini disusun berdasarkan jumlah
organismenya tanpa memperhatikan ukuran tubuhnya sehingga dalam beberapa
kasus jumlah produsen tercatat lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan
konsumen, tetapi meskipun jumlahnya seidkit mampu memenuhi kebutuhan
energi konsumen sehingga terkadang menyebabkan bagian dasar piramida
berukuran kecil (http://mtchs.org, 2015).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer


Apabila produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang
lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang
dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem (Jordan,
1985). Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan
oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam
lingkungan (Campbell, et al., 2008). Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
1) Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital
dalam produktivitas primer. Oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton
dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang
menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki
kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas
primer.
Panjang gelombang dan intensitas cahaya sangat berperan terhadap proses fotosintesis. Pada
tumbuhan berklorofil gelombang cahaya merah dan biru diserap, sedangkan gelombang cahaya
hijau dipantulkan. Atau tidak dapat dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Beda halnya pada
tumbuhan yang menyerap energi cahaya oleh pigmen coklat dan pigmen biru seperti pada
ganggang, maka cahaya hijau dapat diserap. Intensitas cahaya dapat menentukan jumlah energi
yang dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi gula dengan efisiensi 20%
sedangkan pada cahaya terang hanya 8%. Pada intensitas cahaya yang tinggi dapat merusak
klorofil. Apabila faktor yang diperlukan berada dalam keadan optimal, jumlah cahaya yang dipakai
sebanding dengan jumlah cahaya yang diserap (dengan jumlah klorofil yang ada). Tumbuhan yang
hidup pada habitat dengan intensitas cahaya tinggi akan teradaptasi dengan mempunyai jaringan
aktif untuk fotosintesis dengan proporsi tinggi. Sebaliknya pada tumbuhan yang teradaptasi
dengan cahaya lemah, jumlah jaringan aktif untuk fotosintesis rendah atau jumlah klorofil rendah.
Pengaruh intensitas cahaya pada tumbuhan jenis C3 dan C4 berbeda, yang mana tanaman C3
merupakan tanaman yang jenuh cahay pada intensitas yang jauh di bawah penyinaran matahari
penuh sedangkan tanaman C4 intensitas cahaya mendekati penyinaran penuh. Tanman C3
merupakan tanaman yang produk awal yang stabil berasal dari pengikatan atau fiksasi karbon yaitu
3-karbon asam organik yang berasal dari proses karboksilasi dan pemecahan dari molekul aseptor
5-karbon. Contoh tanaman C3 adalah tanaman pada umumnya. Tanaman C4 merupakan tanaman
yang produk awal yang stabil dari fotosintesis adalah 4-karbon asam organik yang berasal dari
proses karbosilaksi molekul aseptor 3-karbon. Contoh tanaman C4 adalah tanaman berpembuluh
seperti rumput-rumputan. Laju produktivitas neto/bersih pada tanaman C4 biasanya tinggi diatas
tanaman C3.
Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling
tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang
tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang.
2) Karbondioksida
Karbondioksida diambil secara pasif dan dipengaruhi terutama oleh kadar karbondioksida yang
ada diluar dan dalam tumbuhan.

3) Air
Jumlah air yang tidak memadai menghambat semua proses metabolisme termasuk fotosintesis
karena stomata tertutup dan tumbuhan menjadi layu. Air merupakan bahan dasar dalam proses
fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.
Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa
serta nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan
air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk
uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara
suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi
kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan
produktivitas. Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah
yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di
udara, dan turun ke bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujanakan
menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan
mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam
ekosistem.
4) Nutrisi
Nutrien entuk sejumlah klorofil dan enzim yang berperan aktif dalam proses fotosintesis. Misalnya
magnesium yang merupakan bagian utama dari molekul klorofil. Tumbuhan membutuhkan
berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya
dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terestrial, nutrien
organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun
bahkan berhenti jika suatu nutrien spesifik atau nutrien tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah
yang mencukupi. Nutrien spesifik yang demikian disebut nutrien pembatas (limiting nutrient).
Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrien pembatas utama, beberapa bukti
juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
5) Suhu
Laju proses kimia sangat ditentukan oleh keadaan suhu yang mana laju akan maksimal pada
temperature optimum. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada
produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses
fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
6) Tanah
Tanah merupakan tempat sebagian besar tumbuhan untuk hidup terutama tumbuhan darat. Di
dalam tanah mengandung berbagai macam zatatau senyawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Salah satunya kandungan hidrogen. Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah
tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang
dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan
basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam
karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan
sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation
hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan
oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah. Hidrogen yang
dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan
membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di
daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam
di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk
ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang
melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian
serasah.
7) Struktur dan Komposisi Komunitas
Struktur dan komposisi komunitas sangat menentukan produktivitas. Bentuk pohon, perdu dan
herba yang hidup pada habitat yang sama, akan menghasilkan produktivitas yang berbeda.
8) Jenis dan Umur Tumbuhan
Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang berkompetisi dalam suatu ekosistem
merupakan kejadian yang alami, dengan demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas pada
fase pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu jenis yang sama.
Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal pada fase muda. Ketika tubuh tumbuhan
meningkat energi yang difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya. Produktivitas
yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas bersih yang secara teratur menurun
dalam masa pemasakan.
9) Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat berperan dalam menentukan efisiensi
ekosistemnya. Tumbuhan yang memiliki daun yang relatif lebar dan vertikal dapat menghasilkan
area aktif fotosintesis maksimum dan total peneduhannya rendah. Informasi tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi produktivitas primer pada setiap tanaman terjadi pada tingkatan yang
spesifik, keadaan yang sama juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi. Dalam hal ini hanya
memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi produktivitas primer yaitu
struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi. Faktor struktural ini mempengaruhi efisiensi kanopi
sebagai suatu penangkap cahaya. Pada kanopi berdaun lebar sebagian cahaya tidak di serapdekat
permukaan dan tingkat kanopi yang lebih rendah terlindungi lebih banyak. Akibatnya fotosintesis
bersih cenderung terkonsentrasi di lapisan atas pada tipe kanopi berdaun lebar dan terkonsentrasi
dilapisan tengah pada tipe kanopi berdaun sempit. Posisi sudut daun mempengaruhi juga
kedalaman penetrasi cahaya ke dalam kanopi. Penetrasi cahaya akan lebih dalam bila daunnya
tegak. Tanaman padi yang memiliki geometri sudut daun atau kanopi vertikal dan tipe berdaun
sempit akan lebih efektif pada intensitas cahaya yang kuat dan ketika posisi matahari rendah.
Kanopi horizontal dari tipe berdaun lebar akan lebih efektif pada intensitas cahaya rendah dan
ketika matahari berada di atas kepala.

2.4 Metode Perhitungan Produktivitas Primer


Produktivitas dapat diukur selama beberapa periode waktu tertentu. Beberapa metode
yang sesungguhnya dapat digunakan untuk mengukur produktivitas dapat diringkas
sebagai berikut :
a.Metode Panen
Metode panen merupakan cara mengukur produktivitas dengan memanen seluruh organ
vegetasi secara periodik menurut periode waktu yang dipilih. Hasil panen kemudian dioven pada
suhu 80oC sampai pada suatu saat bobotnya konstan dan bobot ini dinyatakan sebagai bobot
kering oven (g/m3/tahun)
b. Mengukur Oksigen
Metode pengukuran oksigen sering digunakan untuk menentukan produktivitas pada vegetasi
peairan. Metode ini menggunakan teknik botol terang dan gelap, jadi ada dua botol yang satu
tembus pandang yang satu lagi gelap. Kedua botol tersebut diisi air dari dana pada
kedalaman tertentu, kemudian ditutup dan dipertahankan pada kedalaman selama waktu
tertentu. Setelah itu dibawa ke laboratorium untuk penentuan kadar O2 yang terdapat
pada air tersebut. Penurunan O2 pada botol yang gelap disebabkan oleh kegiatan
respirasi, sedangkan peningkatan O2 pada botol yang terang disebabkan oleh kegiatan
fotosintesis. Jumlah dari peningkatan O2 dalam botol terang dengan penurunan O2 dalam botol
gelap menyatakan produktivitas kotor, sehingga selisih antara O2 dalam botol terang dengan O2
dalam botol gelap merupakan produktivitas bersih
c. Metode Karbon Dioksida
Metode karbon dioksida dilakukan dengan memanfaatkan gas selama fotosintesis atau
pembebasannya selama respirasi yang diukur dengan analisis gas inframerah atau dengan
memasukkan gas melalui air Ba(OH)2 dan mentitrasikannya. Dengan melakukan
eksperimen di dalam kamar terang dan gelap kemudian dapat dikeluarkan produksi bersih dan
kotor. Di dalam suatu kamar yang diterangi, fotosintesis dan respirasi berlagsung bersamaan dan
CO2 yang muncul dari kamar adalah gas atmosfer yang tidak terpakai ditambah gas yang berasal
dari respirasi bagian-bagian tumbuhan. Di dalam kamar gelap, semua gas CO2 disebabkan oleh
respirasi. Dengan demikian, produktivitas bersih sama dengan produktivitas kotor dikurangi
respirasi
d. Metode Klorofil
Hubungan antara klorofil total terhadap laju fotosintesis dikenal sebagi rasio asimilasi atau laju
produksi per gram klorofil. Jadi, rasio asimilasi merupakan perbandingan antara bobot O2 yang
dihasilkan per jam (g/jam) dibagi dengan bobot klorofil (g). Pada ekosistem hutan besarnya rasio
asimilasi adalah 0,4-4,0 (Odum, 1993). Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil
yang ada. Rasio asimilasi untuk tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas pergram
klorofil. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan
cara mengekstraksi pigmen tumbuhan. Mula–mula dilakukan pencuplikan daun dengan ukuran
tertentu. Untuk sampling fitoplankton dilakukan dengan pengambilan sampel air dalam
volume tertentu. Organisme selain fitoplankton harus di pisahkan dari sampel. Samel selanjutnya
di saring dengan menggunakan filter khusus fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan
rendah. Filter yang mengandung klorofil dilarutkan pada aseton 85% , kemudian dibiarkan
semalam, dan selanjutnya di sentrifuse. Supernatannya dibuang dan pelet yang mengandung
klorofil di keringkan dan di timbang beratnya. Berat klorofil di ukur dalam mg klorofil/unit
area. Pengukuran klorofil juga bisa di lakukan dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 665 nm. Bila rasio asimilasi, kadar klorofil, dan jumlah energi cahaya di ketahui,
maka produktivitas primer kotor dapat diketahui. Metode ini dapat di terapkan pada berbagai tipe
ekosistem.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut :
1. Produktivitas biasanya diartikan sebagai laju produksi zat organik dalam suatu
ekosistem. Produktivitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas
primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer dilakukan oleh
produsen (autotrof), produktivitas sekunder dilakukan oleh konsumen
(heterotrof).
2. Produktivitas dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer dan
produktivitas sekunder. Produktivitas primer adalah konversi energi surya
sedangkan produktivitas sekunder melibatkan makan atau penyerapan.
Produktivitas primer tergantung pada faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Produktivitas sekunder tergantung pada jumlah makanan yang
tersedia dan efisiensi konsumen mengubahnya menjadi biomassa baru
3. Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer
disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang
paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis
ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Beberapa faktor yangmempengaruhi
produktivitas adalah suhu, cahaya, air, nutrien, tanah,
herbivora, jenis dan umur tumbuhan, dan peneduhan.
4. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur produktivitas adalah metode panen,
mengukur oksigen, metode karbon dioksida dan metode klorofil.
DAFTAR PUSTAKA
http://blogibrahimkhalil.blogspot.com/2014/12/makalah-produktivitas-ekosistem-
darat.html
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2008. Biologi (terjemahan), Edisi
kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga.
Ramli, D. 1989. Ekologi. Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
https://dokumen.tips/documents/makalah-produktivitas-570695556615b.html

NO NAMA NPM NILAI


1 DWI HANNY FLOWERLY 184210290 30
2 KINANTI RAMADHANI 184210253 40
3 YUNI CHAIRUNNISA 184210310 30

Anda mungkin juga menyukai