PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Berapa kadar fotosintesis pada air laut Pantai Bama, Baluran ?
2. Berapa kadar respirasi pada air laut Pantai Bama, Baluran?
3. Berapa produktivitas primer pada air laut Pantai Bama, Baluran?
4. Berapa produktivitas total pada air laut Pantai Bama, Baluran?
B. Tujuan
Adapun tujuan praktikum produktivitas primer kali ini yaitu :
1. Untuk mengetahui kadar fotosintesis pada air laut Pantai Bama, Baluran.
2. Untuk merngetahui kadar respirasi pada air laut Pantai Bama, Baluran.
3. Untuk mengetahui produktivitas primer pada air laut Pantai Bama,
Baluran.
4. Untuk mengetahui produktivitas total pada air laut Pantai Bama,
Baluran.
C. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
a. Mengetahui produktivitas primer perairan di pantai BAMA Taman
Nasinal Baluran.
b. Mengetahui cara penentuan produktifitas primer dengan
menggunakan metode Botol Winkler.
2. Bagi pembaca
a. Mengetahui produktivitas primer perairan di pantai BAMA Taman
Nasinal Baluran
BAB II
KAJIAN TEORI
Produktivitas Primer
Tinjauan pantai
Pantai merupakan daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh
air pasang tertinggi dan air surut terendah. Berdasarkan substratnya,
habitat pantai dapat dibagi menjadi tiga yaitu pantai berbatu, pantai
berpasir, dan pantai belumpur. Selain itu, terdapat tipe pantai lain yang
merupakan kombinasi dari ketiga substrat tersebut. Misalnya, pantai
berlumpur dan berbatu, pantai berlumpur dan berpasir, dan lain-lain.
Pantai Bama adalah salah satu bentuk pantai yang berpasir dan
berbatu. Pantai ini memiliki struktur pasir yang halus. Faktor lingkungan
yang dominan beraksi pada pantai pasir adalah gerakan ombak yang
membentuk substrat yang tidak stabil dan terus menerus bergerak
(Nybaken, 1992).
1. Pengukuran oksigen
Terdapat suatu kesepadanan yang pasti antara oksigen dan pangan
yang dihasilkan, produksi oksigen dapat menjadi dasar untuk pengukuran
produktivitas. Walaupun demikian, dalam kebanyakan keadaan
binatang-binatang dan bakteri (juga tumbuh-tumbuhan itu sendiri) cepat
sekali menghabiskan oksigen dan sering kali terdapat pertukaran gas
dengan lingkungan lainnya. Metode “botol terang dan gelap” dari
pengukuran produksi oksigen, dan karena pendugaan produksi primer,
dalam suasana perairan.
2. Metode karbondioksida
Di dalam suasana-suasana darat, pengukuran perubahan CO2
akan lebih praktis daripada pengukuran perubahan O2.. Dalam metode
perairan “botol terang dan botol gelap”, produksi kotor dikurangi respirasi
atau produksi komunitas bersih diukur selama siang hari dan respirasi
komunitas diukur selama malam hari (atau di dalam tempat gelap).
Produksi primer kotor dapat ditaksir apabila kedua saringan terang dan
gelap digunakan. Di dalam profil yang diperoleh selama siang hari,
konsentrasi CO2 di dalam lapisan autotrofik dibandingkan dengan yang
terdapat di dalam udara di atas komunitas akan berkurang sebanding
dengan fotosintesis bersih, sedangkan konsentrasi CO2 pada lapisan tanah
akan naik sebanding dengan reespirasi tanah dan seresah. Gradien malam
hari (seperti saringan “gelap”) dapat dipakai untuk meenaksir respirasi
total komunitas. Di dalam susunan semacam itu, perubahan CO2
terus-menerus bersih dapat ditaksir dengan mengukur konsentrasinya di
ujung dan di dasar dan laju arus udara.
3. Metode pH
Metode ini digunakan untuk ekosistem perairan. Pada ekosistem
perairan pH air merupakan fungsi dari kadar karondioksida terlarut.
Metode ini baik dilakuakn di laboratorium karena mudah dikontrol.
1. Suhu
Suhu yang membantu melaui keragaman musiman mengakibatkan
menghilangnya termoklin dan mendorong pemukaan massa air yang
menyediakan zat hara untuk fotosintesis. Suhu juga mempengaruhi daya
larut gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis seperti CO2 dan O2.
Gas-gas ini mudah terlarut pada suhu rendah daripada suhu tinggi,
akibatnya kecepatan fotosintesis ditingkatkan oleh suhu rendah (Kasijan
Romimohtarto, 2005 : 312).
2. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer ag ekosistem. Cahaya
memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas rimer, oleh karena
hanya dengan energi cahaya, tumbuhan dan fitoplankton dapat
menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa
wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya
matahari akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih besar
sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer. Laju pertumbuhan
maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada
pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah (Mahmuddin, 2009).
3. pH (Derajat keasaman)
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai
pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah.
Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi. Disamping itu, pH yang sangat rendah akan
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam yang bersifat toksik
semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup
organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan
keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu,
dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak
yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).
4. Kadar oksigen terlarut ( DO )
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas di ekosistem perairan
karena kehidupan organisme sangat tergantung pada persediaan oksigen
terlarut ( Odum, 1993 ).
Biota memerlukan minimal 5 ppm seperti invertebrata dan yang
terkecil kebutuhannya adalah bakteri. Menurut Suratmo (2002) standart
baku mutu untuk organisme air kadar DO yang terukur berkisar 6,8 ppm.
Kelarutan maksimum oksigen di dalam air yaitu sebesar 14,16 mg.l
oksigen. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu
air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan
menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan
konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi (Barus, 2004).
Selain itu pengurangan oksigen dalam air tergantung pada
banyaknya partikel organic dalam air yang membutuhkan perombakan oleh
bakteri melalui proses oksidasi. Makin banyak partikel organic maka
makin banyak aktivitas bakteri perombak dan makin banyak oksigen yang
dikonsumsi sehingga oksigen yang terlarut dalam air semakin berkurang
(Lesmana, 2005).
Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama
adalh dalam proses respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan
mengalami fluktuasi harian ataupun musiman. Fluktuasi ini selain
dipengaruhi oleh perubahan suhu juga dipengaruhi oleh aktifitas
fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen (Schwrobel, 1987
dalam Barus, 2004). Nilai DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mgO2/l
cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai DO di perairan
sebaiknya berkisar antara 6-8 mgO2/l (Barus, 2004).
5. Kadar CO2 terlarut
Gas karbondioksida yang juga disebut asam arang (CO2)
merupakan hasil buangan oleh semua mahkluk hidup melalui proses
pernapasan. Karbon dioksida ini dalam air dapat berada dalam bentuk
CO2 bebas terlarut dan karbonat bebas terikat. CO2 dari udara masuk
dalam perairan melaui proses difusi, hasil fotosintesis tanaman air, proses
dekomposisi bahan organik dan sentawa yang masuk bersama air hujan.
Standart baku mutu CO2 dalam air untuk organisme perairan berkisar 33
ppm ( Suratmo, 2002 ). Karbondioksida mudah larut dalam pelarut air.
Dalam jumlah atau kadar tertentu, karbondioksida ini dapat menjadi
racun. Namun keberadaan CO2 ini sangat diperlukan oleh fitoplankton
untukmelakukan fotosintesis karena CO2 merupakan bahan dasar dimana
air dan karbondioksida dengan adanya sinar matahari dan garam-garam
hara dapat menghasilkan senyawa organik yaitu karbohidrat. Selain itu,
proses fotosintesis juga dapat meningkatkan kadar oksigen dalam perairan
( Lesmana, 2005 ).
6. Nutrisi
Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient
spesifik atau nutrien tunggal ttidak lagi terdapat dalam jumlah yang
mencukupi. Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar di
perairan dangkal dekat benua dan di sepanjang terumbu karang, dimana
cahaya dan nutrisi melimpah. PP persatuan luas laut terbuka relatif rendah
karena nutrient anorganik, khusunya nitrogen dan fosfor terbatas
ketersediannya di permukaan. Di tempat yang dalam dimana nutrisi
melimpah namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis sehingga
fitoplankton berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke
atas membawa nitrogen dan fosfor ke permukaan (Mahmudin, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasi yaitu dengan mengambil sampel air
di beberapa stasiun dan mengukur kadar DOnya.
3. Tali raffia
5. Pipet tetes
6. Pipet ukur 1 ml
7. Pipet ukur 3 ml
8. pH meter
9. Thermometer air
10. Kayu/bambu
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain:
1. Sampel air
2. Larutan KOH – KI
3. Larutan H2SO4
4. Larutan amilum 1 %
D. Prosedur Kerja
Memeriksa kadar oksigen dari botol terang dan botol gelap sesuai dengan
kedalaman sebelum dan sesudah perendaman.
j. Larutan dititrasi lagi hingga warna biru hilang, Na2S2O3 yang digunakan
pada langkah-j dijumlahkan.
Dua kali rata-rata jumlah ml larutan thiosulfat terpakai ekivalen dengan kadar
O2 terlarut (mg/l) dalam air atau (a mg/lx 0,698)
DO Akhir DO Akhir
Stasiun DO Awal Fotosintesis Respirasi P. Primer P. Sekunder P. Total
Terang Gelap
tepi tgh tepi tgh tepi tgh Tepi tgh tepi tgh tepi Tgh tepi tgh tepi Tgh
1 0,34 0,19 0,68 0,7 0,57 0,35 0,34 0,52 0,23 0,16 0,11 0,35 0,57 0,68 0,68 1,03
2 0.34 0.45 0.70 0.67 0.59 0.56 0.36 0.22 0.25 0.11 0.11 0.11 0.61 0.33 0.72 0.44
3 1.76 2.30 2.13 2.70 1.92 2.52 0.34 0.40 0.16 0.22 0.21 0.18 0.53 0.62 0.74 0.80
4 0.21 0.26 1.37 3.19 1.12 3.0 1.16 2.93 0.91 2.74 0.25 0.19 2.07 5.67 2.32 5.86
5 0,81 0,18 1,49 0,81 1,14 0,23 0,68 0,63 0,33 0,05 0,35 0,58 0,66 0,1 1,01 0,68
6 0,27 0,24 0,51 0,43 0,33 0,40 0,24 0,19 0,06 0,16 0,19 0,03 0,29 0,35 0,49 0,38
0,19 0,24 0,24 0,32 0,21 0,27 0,05 0,08 0,02 0,02 0,02 0,05 0,08 0,10 0,10 0,16
7
8 0.35 0.46 1.21 1.56 1.11 1.34 0.86 0.10 0.76 0.88 0.10 0.22 1.62 1.98 1.72 2.20
9 0,33 0,49 0,42 0,55 0,38 0,49 0,26 0,16 1,09 1,31 -0,35 10,95 1,35 13,58 0,51 24,53
0,73 0,86 1,19 1,14 1,14 0,92
10 0,46 0,28 0,41 0,06 0,05 0,22 0,87 0,34 0,92 0,56
Rata-
0,53 0,57 0,99 1,21 0,85 1,01 0,48 0,55 0,42 0,57 0,10 1,29 0,87 2,37 3,66
Rata 0,92
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa besar rata-rata DO awal
pada semua stasiun adalah 0,53 mg/L untuk tepi dan 0,57 mg/L untuk tengah.
Setelah melakukan perendaman selama 6 jam, didapatkan hasil bahwa DO akhir
pada botol terang adalah 1,99 mg/L untuk bagian tepi dan 1,21 mg/L untuk
bagian tengah. Sedangkan DO akhir pada botol gelap adalah 0,85 mg/L untuk
bagian tepi dan 1,01 mg/L untuk bagian tengah.
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data di atas dapat diketahui bahwa ada selisih antara
DO awal dan DO akhir. Selisih antara DO awal dan akhir baik pada botol terang
dan gelap (yang ada di tepi dan di tengah) dipengaruhi oleh faktor adanya
mekanisme metabolisme yang dilakukan oleh fitoplankton dan zooplankton.
Mekanisme metabolisme yang dilakukan oleh fitoplankton yaitu fotosintesis yang
menghasilkan O2 . Sedangkan zooplankton melakukan respirasi yang
membutuhkan O2. Hasil fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplakton diketahui
melalui indikator Na2S2O3 melalui titrasi. Semakin tinggi nilai DO yang ada pada
botol terang maka semakin besar oksigen yang terlarut didalamnya. Nilai DO
awal lebih besar dibandingkan dengan DO akhir pada botol terang, hal ini karena
adanya proses yang terperangkap pada botol sebagai hasil fotosintesis selama
proses perendaman. Sedangkan nilai DO awal jika dibandingkan dengan DO
akhir pada botol gelap seharusnya lebih tinggi DO awal. Hal ini karena proses
respirasi yang terjadi pada botol gelap tidak diimbangi dengan fotosintesis karena
kurangnya cahaya sebagai salah satu faktor fotosintesis (Mahmuddin, 2009).
Pada botol gelap nilai DO akhir lebih rendah dibandingkan yang ada pada
botol terang. Hal ini dipengaruhi oleh mekanisme fotosintesis yang hanya terjadi
pada botol terang tetapi mekanisme ini tidak terjadi pada botol gelap atau
mungkin terjadi tapi dalam jumlah yang kecil. Walaupun pada botol gelap tidak
terjadi fotosintesis tetapi mengalami respirasi yang juga dialami oleh botol
terang. Mekanisme respirasi yang dilakukan oleh fitoplakton dan zooplankton
yang ada didalam botol gelap dan terang dapat mempengaruhi jumlah oksigen
yang terlarut didalam botol tersebut. Adanya proses respirasi dan kecilnya tingkat
fotosintesis pada botol gelap ini menyebabkan DO akhir pada botol gelap lebih
kecil dibanding botol terang (Barus, 2004).
PENUTUP
A. Simpulan
1. Nilai fotosintesis pada badan air di pantai bama adalah 0,48 mg/L untuk bagian
tepi dan 0,55 mg/L bagian tengah.
2. Nilai respirasi pada badan air di pantai bama adalah 0,42 mg/L untuk bagian
tepi dan 0,57 mg/L bagian tengah.
3. Nilai produktivitas primer pada badan air di pantai bama adalah 0,10 mg/L
untuk bagian tepi dan 1,29 mg/L bagian tengah.
4. Nilai produktivitas total pada badan air di pantai bama adalah 0,92 mg/L untuk
bagian tepi dan 3,66 mg/L bagian tengah.
B. Saran
Agar memperoleh hasil yang lebih baik maka peneliti memberikan saran
sebagai berikut:
N = Normalitas = 0,025
8000 x N x a
DO =
V 4 V= Volume botol winkler =
250 ml
= 0,73 mg/L
= 0,65 mg/L
8000 x 0,025 x 1
DO awal Pengulangan 3 =
250 4
= 0,81 mg/L
= 1,05 mg/L
= 1,22 mg/L
= 1,30 mg/L
8000 x 0,025 x 1,4
DO Akhir Gelap 1 =
250 4
= 1,14 mg/L
= 1,22 mg/L
= 1,05 mg/L
Stasiun 10 (Tengah)
= 0,81 mg/L
= 0,97 mg/L
= 0,81 mg/L
= 1,30 mg/L
8000 x 0,025 x 1,2
DO Akhir Terang 2 =
250 4
= 0,97 mg/L
= 1,14 mg/L
= 0,90 mg/L
= 0,81 mg/L
= 1,05 mg/L
Stasiun 10 (Tepi):
= 0, 73 mg/ L
= 1,14 mg/ L
= 1,19 - 0,73
= 0,46 mg/ L
= 1,14 - 0,73
= 0,41 mg/ L
Produktivitas Primer = F - R
= 0,46 - 0,41
= 0,05 mg/ L
= 0,46 + 0,41
= 0,87 mg/ L
= 0,05 + 0,87
= 0,92 mg/ L
Stasiun 10 (Tengah):
= 0,86 mg/ L
= 1,14 mg/ L
= 0,92 mg/ L
= 1,14 - 0,86
= 0,28 mg/ L
= 0,92 - 0,86
= 0,06 mg/ L
= 0,28 - 0,06
= 0,22 mg/ L
= 0,34 mg/ L
= 0,05 + 0,87
= 0,56 mg/ L